You are on page 1of 37

BLENDED

LEARNING
Terampil Memadukan Keunggulan
Pembelajaran Face-to-face, E-learning Offline-
Online dan Mobile Learning

HUSAMAH, S.Pd.
Katakanlah: Kalau sekiranya lautan menjadi tinta
untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-
kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula).
(QS. al-Kahfi: 109).

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang


beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. al-Mujadilah: 11).

Sebelum kedua telapak kaki seseorang menetap di


hari kiamat akan ditanyakan tentang empat hal lebih
dulu: pertama tentang umurnya untuk apa
dihabiskan, kedua tentang masa mudanya untuk
apakah dipergunakan, ketiga tentang hartanya dari
mana diperoleh dan untuk apakah dibelanjakan, dan
keempat ilmunya, apa saja yang ia amalkan dengan
ilmunya itu.
(HR. Bukhari-Muslim).

Saya persembahkan buku ini, dan karya-karya saya yang lainnya untuk insan-
insan pencerah peradaban, para pendidik di seluruh Indonesia. Semoga karya kecil
ini mampu menginspirasi Indonesia
--Husamah--
KATA PENGANTAR

Kita semua menyadari dan merasakan bahwa saat ini dunia bergerak
cepat menuju terbentuknya suatu masyarakat berbasis sains ( science-
based society), kegiatan bisnis berbasis ilmu pengetahuan (knowledge
based business enterprises), dan terwujudnya suatu budaya baru
berlandaskan Ipteks terutama teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
atau dikenal juga dengan information and communication technology
(ICT) yang dengan wujud utamanya adalah internet.
Sementara itu, di lain sisi kita pun sepakat bahwa pilar utama daya
saing bangsa adalah human capital atau sumber daya manusia (SDM) dan
inovasi serta penguasaan teknologi. Faktanya, masalah SDM yang rendah
menyebabkan proses pembangunan yang selama ini berjalan kurang
didukung oleh produktivitas dan kualitas tenaga kerja yang memadai.
Oleh karena itu apabila kita tidak segera bertindak, maka era mendatang
akan tetap didominasi oleh pihak-pihak lain, negara dan bangsa-bangsa
yang secara konsisten mengandalkan pembangunannya pada
kemampuan SDM yang menguasai ipteks, serta memelihara keberlanjutan
kegiatan-kegiatan riset, pengembangan dan perekayasaan melalui
pendidikan berbasis ICT.
Salah satu bentuk upaya perbaikan kualitas pembelajaran adalah
dengan adanya penggunaan ICT (misalnya internet) untuk mendukung
sistem pembelajaran konvensional. Penggunaan ICT dilakukan mislanya
seperti pada penghimpunan data, dimana komputer mengolah dan
memobilisasi data serta dapat mendukung para pengajar dalam aktivitas
keseharian pembelajaran, memperbaiki efektivitas dan efisiensi proses
pembelajaran, serta membantu dalam pencapaian tujuan-tujuan
pembelajaran. Pembelajaran yang didukung oleh ICT akan menciptakan
situasi dan lingkungan bagi peserta didik yang dapat menstimulasi
kemampuan untuk berkreasi dan berinovasi. Keterlibatan kreasi dan
inovasi dalam dunia ICT mensyaratkan kemampuan penguasaan
teknologi ICT yang baik, sehingga menuntut peserta didik untuk
meningkatkan dan memperbaharui (update) keterampilan yang dimiliki.
Menjawab berbagai tantangan di atas maka lahirlah win-win
solution beruapa Blended learning. Pada Blended learning, fungsi
pembelajaran elektronik atau berbasis internet terhadap kegiatan
pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction) adalah sebagai
komplemen (pelengkap). Dikatakan berfungsi sebagai komplemen
(pelengkap) karena materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk
melengkapi materi pembelajaran yang diterima mahasiswa di dalam
kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik
diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau
remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
konvensional.
Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment,
apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat
menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara
tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi
pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan
untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat
penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan
pengajar di dalam kelas. Dikatakan sebagai program remedial, apabila
kepada peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi
pelajaran yang disajikan pengajar secara tatap muka di kelas (slow
learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi
pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk
mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami
materi pelajaran yang disajikan pengajar di kelas.
Blended learning merupakan solusi jitu dalam upaya perbaikan
pembelajaran karena sebagaimana menurut Lewis (2002) satu hal yang
perlu ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-learning tidak dapat
sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas.
e-Learning dapat menjadi partner atau saling melengkapi dengan
pembelajaran konvensional di kelas. E-learning bahkan menjadi
komplemen besar terhadap model pembelajaran di kelas atau sebagai
alat yang ampuh untuk program pengayaan. Sekalipun diakui bahwa
belajar mandiri merupakan basic thrust kegiatan pembelajaran elektronik,
namun jenis kegiatan pembelajaran ini masih membutuhkan interaksi
yang memadai sebagai upaya untuk mempertahankan kualitasnya.
Implementasi Blended learning menjadi jalan keluar yang tepat atas
berbagai kritik kekurangan e-learning yang mengatakan bahwa di
samping daerah jangkauan kegiatan e-learning yang terbatas (sesuai
dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung
antarsesama peserta didik maupun antara peserta didik dengan nara
sumber atau pengajar sangat minim, demikian juga dengan peluang
peserta didik yang terbatas untuk bersosialisasi.
Penggabungan berbagai keunggulan pembelajaran berbasis
internet (e-learning online), berbasis multimedia (e-learning offline) dan
pemanfaatan teknologi mobile (mobile learning) dengan pembelajaran
tatap muka (face-to-face) pada akhirnya diharapkan meningkatkan
kreativitas peserta didik. Kreativitas menjadi sangat penting, oleh karena
itu misi lembaga pendidikan adalah mendidik generasi bangsa kelak
menjadi manusia-manusia yang kreatif dan inovatif.
Buku yang hadir di tangan Anda ini mengupas secara lengkap dan
terperinci tentang Blended learning. Bab 1 akan memperkenalkan kepada
pembaca apa itu Blended Learning. Bab 2 membahas Face-to-face
sebagai komponen pertama Blended learning. Selanjutnya Bab 3
menguraikan E-learning Offline sebagai komponen kedua. Sementara itu
Bab 4 membahas E-learning Online sebagai komponen ketiga Bab 5
menguraikan secara lengkap Mobile Learning sebagai komponen
keempat. Tidak lupa pada Bab 6 diberikan contoh implementasi Blended
learning pada setiap jenjang pendidikan.
Terselesaikannya buku ini pastilah sedikit banyak
didorong/didukung oleh banyak pihak. Pertama, tentu segala puja dan
puji hanya untuk Allah SWT, karena atas perkenan-Nya jualah sehingga
penulisan buku ini dapat terselesaikan. Terima kasih yang sebesar-
besarnya kami sampaikan kepada Rektor dan Pembantu Rektor
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), jajaran Dekanat dan civitas
akademika FKIP UMM, Keluarga Besar Prodi Pendidikan Biologi FKIP-UMM
dan Tim Creativity and Innovation Center UMM yang selalu memberikan
ruang untuk meningkatkan kualitas dan aktualisasi diri.
Kepada para guru/dosen kami sejak TK, SD, SMP, SMA, S1 hingga S2
(di Pendidikan Biologi UMM dan Pendidikan Biologi Pascasarjana UM)
kami sampaikan penghargaan dan terima kasih atas kesabaran dan
keistiqomahannya mendidik serta memberikan pencerahan. Tentu, tidak
lupa saya menyampaikan terima kasih kepada istriku Yanur Setyaningrum,
S.Pd. M.Pd. yang telah setia menemani hidup dalam suka dan duka dan
sang mentari kecilki, putriku tercinta, Cyra Azalia Aufaa yang selalu
memberikan keceriaan setiap waktu. Rasa terima kasih tentu harus pula
kami sampaikan kepada keluarga besar yang selalu mendoakan, keluarga
besar Bapak Moh. Irham dan keluarga besar Bapak Suroto Ali Purwoko.
Terima kasih pula atas dukungan dari keluarga, sahabat dan pihak-
pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Khusus untuk
pasukan tempur, para dosen muda FKIP-UMM, Rina Wahyu S., Dyah
Worowirastri E., Bustanol Arifin, Erna Yayuk, Purwati Anggraeni, Arina R.,
Minatun Nadlifah, dan teman-teman yang lain, terima kasih atas
kekompakan dan inspirasinya. Secara khusus kami mengucapkan terima
kasih kepada Penerbit Prestasi Pustakaraya, direktur, editor, dan staf serta
distributor yang telah bersedia menerbitkan dan mengedarkan kamus dan
buku-buku kami sehingga sampai ke tangan pembaca.
Akhirnya, terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang
menjadi sumber inspirasi kamus ini yang tidak mungkin kami sebutkan
satu persatu. Seperti kata pepatah, tiada gading yang tak retak. Demikian
pula adanya kamus ini. Oleh karena itu, tegur sapa dan saran konstruktif
demi perbaikan kamus ini secara dinamis sangat kami harapkan.

Malang, Desember 2013


Husamah

BAB 1
MENGENAL BLENDED LEARNING
A. Mengapa Harus Blended Learning?
Pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan khususnya dalam
sistem pembelajaran telah mengubah sistem pembelajaran pola
konvensional atau pola tradisional menjadi pola modern yang bermedia
Teknologi Informasi dan Komunikasi atau Information and
Communication Technology (ICT). Salah satu di antaranya adalah media
komputer dengan internet-nya yang pada akhirnya memunculkan e-
learning. Pada pola pembelajaran bermedia ICT ini, pembelajar dapat
memilih materi pembelajaran berdasarkan minatnya sendiri, sehingga
belajar menjadi menyenangkan, tidak membosankan, penuh motivasi,
semangat, menarik perhatian dan sebagainya.
Johan mengungkapkan bahwa ICT dalam waktu yang sangat
singkat telah menjadi satu bahan bangunan penting dalam
perkembangan kehidupan masyarakat modern. Banyak Negara
menganggap bahwa dengan memahami ICT, menguasai keterampilan
dasar ICT serta memiliki konsep ICT merupakan bagian dari inti
pendidikan, sejajar dengan membaca, menulis dan numerasi. UNESCO
bahkan mensyaratkan bahwa semua negara, baik negara maju ataupun
berkembang, perlu mendapatkan akses ICT dan menyediakan fasilitas
pendidikan yang terbaik. Melalui hal ini diharapkan diperoleh generasi
muda yang siap berperan penuh dalam masyarakat modern dan mampu
berperan dalam negara pengetahuan.
Sayangnya, sebagaimana menurut Kusairi perkembangan ICT yang
memiliki banyak manfaat ini belum dimanfaatkan secara optimum dalam
proses pembelajaran. Upaya untuk mengintegrasikan ICT dalam proses
pembelajaran masih kurang sehingga dampak ICT kurang nyata. Sebagai
contoh, perkembangan multimedia telah berkembang pesat di
masyarakat, namun pembelajaran di kelas tetap tertinggal meskipun telah
menggunakan teknologi komputer. Handphone, tablet, smartphone, dan
teknologi sejenis juga sudah umum di masyarakat. Tidak hanya orang
dewasa yang menggunakan, tetapi juga sudah jamak diakses anak-anak.
Namun demikian, teknologi ini masih belum banyak dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
Beberapa penyebab kurang berkembangnya pengintegrasian
teknologi khususnya komputer dalam pembelajaran disebabkan antara
lain;
(1) Adanya asumsi bahwa komputer sebagai perangkat keras hanya dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dengan mengindahkan upaya
meningkatkan aspek afektif dan kognitifnya.
(2) Karena perangkat keras dianggap sesuatu yang berbeda, teknologi
ini akan dengan cepat dikenalkan dan mendapat sambutan karena
sesuatu yang baru, namun karena pengajar kurang trampil
memanfaatkan beberapa saat kemudian perangkat keras menjadi
sesuatu yang biasa.
(3) Pengajar tidak memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan
komputer dalam pembelajaran sehingga peranannya monoton dan
kurang berkembang.

Sejatinya, penggunaan ICT dalam pembelajaran memberikan


manfaat baik bagi pengajar, peserta didik , maupun masyarakat (Clyde &
Dlohery dalam Kusairi). Bagi pengajar penggunaan ICT akan
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajarannya. Bagi peserta
didik , penggunaan berbagai tenologi akan memberikan kesempatan
belajar yang lebih berkualitas. Penggunaan ICT secara umum juga akan
menguntungkan masyarakat luas karena informasi akan dengan mudah
disebarkan dan dinikmati oleh masyarakat.
ICT akan memberikan manfaat bagi dunia pendidikan jika ICT itu
dirancang dan digunakan secara baik bagi kegiatan pendidikan. Tanpa
adanya desain yang baik ICT tidak akan memberikan manfaat yang
optimal, bahkan tidak menutup kemungkinan justru akan menjadi
penghambat atau malah masalah bagi kegiatan pendidikan itu sendiri. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Ellis et al dalam Johan bahwa memang ICT
memiliki kebaikan dan bisa dimanfaatkan bagi pendidikan. Namun
demikian ICT-nya sendiri tidak akan memberikan dampak yang signifikan
dibandingkan dengan pembelajaran biasa jika penggunaan ICT itu tidak
didesain secara baik.
Terdapat beragam pandangan mengenai model pemanfaatan ICT
dalam pendidikan, di antaranya sebagai berikut: pertama, ICT sebagai
media (alat bantu) pendidikan. Artinya hanya sebagai pelengkap untuk
memperjelas uraian-uraian yang disampaikan pengajar. Kedua, ICT
sebagai sumber. Pada jenis pemanfaatan kategori ini, ICT digunakan
sebagai sumber informasi, dalam penggunaannya peserta didik mencari
informasi via ICT berdasarkan bimbingan pengajar.
Ketiga, ICT sebagai sistem pembelajaran. Pada kategori ini ICT
dirancang sedemikian rupa sebagai suatu sistem pembelajaran yang
terintegrasi. Fungsi media, sumber, juga sistem atau prosedur
pembelajaran tertentu tercakup. Dari ketiga jenis pemanfaatan itu bisa
dipilih sesuai kebutuhan. Tidak ada suatu keharusan tertentu model
pamanfaatan mana yang harus diikuti. Bahkan jika dipandang cara
konvensional lebih efektif dan efisien untuk bagian-bagian tertentu, maka
model pembelajaran konvensional lebih baik untuk digunakan, tidak perlu
memaksakan menggunakan ICT.
Abdullah menjelaskan bahwa, untuk dapat memanfaatkan TIK
dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus
diwujudkan yaitu:
1. Peserta didik dan pendidik/pengajar harus memiliki akses kepada
teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga
pendidikan pencetak para pendidik/pengajar.
2. Tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural
bagi peserta didik dan pendidik/pengajar.

Pendidik/pengajar, baik itu pengajar atau pun dosen harus memiliki


pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan
sumber-sumber digital untuk membantu peserta didik agar mencapai
standar akademik. Menurut Kusairi dengan memasuki dunia online,
pendidik/pengajar dapat memperoleh berbagai informasi yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bahan pembelajaran. Teks, foto,
video, animasi, dan simulasi adalah beberapa contoh media yang tersedia
di situs-situs pembelajaran. Dengan memanfaatkan berbagai media
tersebut, pendidik/pengajar dapat mempresentasikan konsep-konsep
materi yang diajarkan dalam berbagai representasi (multiple
representation) yang mempermudah peserta didik/pembelajar
memahami sebuah konsep. Teknologi online juga memberikan
kemudahan bagi peserta didik untuk mendapatkan tambahan informasi
dalam rangka memenuhi tuntutan kompetensi dan juga pengayaan.
Tersedianya fasilitas e-learning memungkinkan peserta didik/pembelajar
menerobos sekat-sekat waktu dan tempat guna mengikuti course yang
tersedia secara online. Perkembangan ICT berpotensi meningkatkan
kualitas pendidikan dan pembelajaran.
Praktek di lapangan, dalam tataran empiris praktis menunjukkan
bahwa beberapa Perguruan tinggi menyelenggarakan kegiatan e-learning
sebagai suplemen (tambahan) terhadap materi pelajaran yang disajikan
secara reguler di kelas (Indrayani, 2007). Namun, beberapa Perguruan
tinggi lainnya menyelenggarakan e-learning sebagai alternatif bagi
peserta didik yang karena satu dan lain hal berhalangan mengikuti
perkuliahan secara tatap muka. Dalam kaitan ini, e-learning berfungsi
sebagai option (pilihan) bagi peserta didik .
Khusus dalam skala lokal, misalnya Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM) sejak beberapa tahun yang lalu mulai mengembangkan e-
learning yang diberi nama ELMU (E-learning Muhammadiyah University of
Malang), beralamat di http://elmu.umm.ac.id. Sebagai salah satu upaya
meningkatkan partisipasi aktif dosen dan peserta didik UPT ICT
mengadakan training e-learning setiap awal masuk dan secara periodik.
Namun demikian kenyataan di lapangan hanya segilintir dosen (tidak
lebih dari 10 orang) yang konsisten menerapkan e-learning dalam
pelaksanaan mata kuliahnya, meskipun hanya sebagai suplemen ( Blended
learning). Sejak tahun 2011, UPT ICT UMM telah me-launching e-learning
generasi kedua yang langsung di-break down per fakultas, artinya setiap
fakultas memiliki alamat domain masing-masing dan dikendalikan oleh
admin.
Awalnya, pemanfaatan e-learning sangat diunggulkan dibanding
dengan pembelajaran konvensional secara tatap muka (face-to-face). Hal
ini karena dengan e-learning, pembelajaran dapat lebih terbuka, fleksibel
dan dapat terjadi kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja. Intinya
perkembangan ini mendorong perubahan paradigma pendidikan dari
teacher centered learning menjadi student centered learning. Tetapi
untuk mengarah kepada pelaksanaan 100% e-learning, seringkali
kesiapan SDM menjadi salah satu tantangannya. Masyarakat Indonesia
seringkali mampu menyediakan infrastruktur, tetapi optimalisasi
perangkat dan efek keberlanjutannya masih selalu dipertanyakan.
Menurut Noer dari studi yang ada, kendala terbesar e-learning
adalah interaktivitas langsung antara peserta didik dengan instrukturnya.
Bagaimanapun belajar merupakan proses dua arah. Peserta didik
memerlukan feedback dari pengajar dan sebaliknya sang pengajar juga
memerlukan feedback dari peserta didik. Melalui cara ini akan didapat
hasil belajar yang lebih efektif, tepat sasaran. Hal ini menjawab mengapa
program e-learning di banyak lembaga atau institusi tidak selalu
mendapat hasil memuaskan. Seringkali materi sudah banyak dan tersedia
dengan lengkap. Orang juga bisa belajar kapan saja dan di mana saja, bisa
dari kantor, rumah, hotel, maupun di kafe asal terkoneksi lewat jaringan
nirkabel. Namun tetap saja tingkat penggunaan materi-materi e-learning
tersebut tergolong rendah. Jika dianalisis secara sederhana, seseorang
butuh teman dan butuh feedback langsung dalam pembelajaran.
Noer juga menguraikan bahwa kendala lanjutan dari e-learning
adalah adanya kesan kesendirian yang tercipta sehingga seseorang
tidak bisa bertahan lama dalam belajar. Hanya dalam waktu setengah jam,
seseorang sudah malas dan tidak terlalu termotivasi untuk melanjutkan
proses pembelajarannya. Hal ini terjadi bukan karena materi yang ada
tidak bagus atau sistem online dari materi yang disajikan kurang interaktif,
melainkan seseorang merasa sedang sendiri dan dia perlu orang lain.
Meskipun buat seorang pembelajar sejati itu bukanlah alasan, namun
fakta menunjukkan bahwa orang tidak bisa bertahan lama belajar di
depan komputer.
Alasan lain, sebagaimana diungkapkan oleh Susilo,
pendidik/pengajar perlu sekali-sekali memikirkan kembali pertanyaan
penting: Apakah yang perlu dipelajari, dianggap bernilai, dan mampu
dilakukan oleh peserta didik kita? dan Apakah kita mempersiapkan
peserta didik kita untuk hidup di dunia yang akan mereka hadapi pada
saat mereka lulus dan setelah mereka lulus? Pendidik perlu terus
menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
membelajarkan peserta didik dalam kerangka pikir Technological,
Pedagogical, and Content Knowledge (TPCAK) agar dapat membelajarkan
peserta didik-nya secara efektif, Pola pikir TPCAK ini digambarkan pada
Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Technological, Pedagogical, and Content
Knowledge/TPACK (Sumber: http://tpack.org)

Kerangka pikir TPACK memberikan cara untuk mengidentifikasi ciri


dari pengetahuan yang diperlukan pendidik/pengajar untuk
mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajarannya, sementara juga
menyadari kompleksnya pengetahuan yang harus dimiliki
pendidik/pengajar yang memiliki banyak aspek. Di bagian tengah
kerangka TPACK adalah kombinasi dari tiga bentuk pengetahuan utama:
pengetahuan tentang isi pelajaran (mendeskripsikan apa materi pokok
yang dibelajarkan dalam bidang tertentu, meliputi teori, proses, dan
praktik-praktik yang sudah terbiasa); pengetahuan pedagogik yang
dicirikan dengan strategi dan metode yang digunakan pendidik/pengajar
di kelas untuk membelajarkan peserta didik), dan pengetahuan teknologi
yang terus berkembang dan mengalir.
TPACK mendeskripsikan interseksi penting dari ketiga macam
pengetahuan yang harus dimiliki pendidik/pengajar sebagai tempat di
mana pembelajaran yang efektif dapat berlangsung. Teknologi di sini
berarti bagaimana pendidik/pengajar mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan teknologinya untuk memanfaatkan sumber-sumber
belajar online yang tersedia untuk dimasukkan ke dalam proses
pembelajaran mata pelajaran atau mata kuliah yang dibinanya. Pedagogi
yang dipilih pendidik/pengajar bisa bervariasi, bergantung kelasnya dan
(maha)peserta didik nya. Content juga bervariasi, menurut binaan masing-
masing pendidik/pengajar.
Oleh karena itu pendidik/pengajar sebagai pendidik perlu terus
menerus belajar sepanjang hayat agar dapat meningkatkan layanannya
terhadap peserta didik yang dipercayakan kepadanya untuk dibelajarkan.
Salah satu cara peningkatan layanan yang dapat dilakukan
pendidik/pengajar pada saat sekarang adalah dengan mengembangkan
blended learning. Sebagai solusi dari permasalahan tersebut maka
lahirlah istilah Blended learning. Apa itu Blended learning? Mengapa
Blended learning perlu diterapkan? Pertanyaan tersebut akan kita uraikan
secara lengkap pada buku ini. sebagai penegasan awal, hal ini sejalan
dengan enam unsur pembelajaran abad 21 yaitu 1) menekankan pada
mata pelajaran utama (Core subject knowledge); 2) menekankan pada
pengembangan keterampilan belajar; 3) memanfaatkan alat belajar abad
21 untuk mengembangkan keterampilan belajar; 4) membelajarkan
peserta didik dalam konteks abad 21; 5) membelajarkan konten abad 21;
dan 6) menggunakan asesmen abad 21 yang mengukur keterampilan
abad 21.
Menurut Susilo, literasi dalam abad 21 berarti bagaimana
menggunakan pengetahuan dan keterampilan dalam konteks kehidupan
modern. Dalam konteks kehidupan pendidik/pengajar, hal ini berarti
bagaimana pendidik/pengajar menjadi seorang yang literat pendidikan
(Sains), yaitu bagaimana berinkuiri mengenai cara membelajarkan peserta
didik (Sains), dengan mempertimbangkan dan berusaha
mengintegrasikan keterampilan abad 21 ke dalam proses belajar
mengajar (Sains) yang tepat untuk peserta didik yang hidup pada abad
21. Mengembangkan mata kuliah berbasis Blended learning sejalan
dengan adanya tantangan unik yaitu teknologi, strategi pembelajaran,
cara baru berkomunikasi, dan asesmen.
Blended learning menggabungkan ciri-ciri terbaik dari
pembelajaran di kelas (tatap muka) dan ciri-ciri terbaik pembelajaran
online untuk meningkatkan pembelajaran mandiri secara aktif oleh
peserta didik dan mengurangi jumlah waktu tatap muka di kelas. Misalnya,
banyak dosen melaporkan bahwa melalui pembelajaran hybrid mereka
dapat lebih sukses mencapai tujuan mata kuliah dibanding mata kuliah
tradisional. Dosen lainnya lagi melaporkan adanya peningkatan interaksi
dan kontak antar peserta didik dan antara peserta didik dan dosen.
Keuntungan utama adalah fleksibilitas waktu bagi peserta didik . Banyak
dosen merasa peserta didik nya justru belajar lebih banyak dalam
pembelajaran blended dibanding dalam kelas tradisional. Ada yang
melaporkan bahwa peserta didik menulis makalahnya lebih baik,
mengerjakan tes lebih baik, mengerjakan proyek dengan kualitas yang
lebih baik, dan dapat melaksanakan diskusi secara lebih bermakna.
Menurut Yusuf secara konseptual, Blended learning masih
diperdebatkan bahkan secara sinic menyebutnya sebagai useless
concepts, karena meragukan dampak pendekatan itu secara faktual
terhadap hasil belajar. Namun berbagai riset justru menunjukkan bahwa
pendekatan Blended learning cepat atau lambat akan menggantikan
model pembelajaran tradisional karena terjadi percepatan ganda dalam
cara anak didik memenuhi kebutuhannya. Tren semakin hari menunjukkan
perkembangan ke arah dimana Blended learning akan mendapatkan
proporsi lebih besar dan akan menggantikan model belajar tradisional
dan e-learning. Blended learning membantu pengalaman kelas dengan
mengembangkan inovsi teknologi informasi dan komunikasi.

B. Konsep Blended Learning


Blended learning merupakan istilah yang berasal dari bahasa
Inggris, yang terdiri dari dua suku kata, blended dan learning. Blended
artinya campuran atau kombinasi yang baik. Blended learning ini pada
dasarnya merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang
dilakukan secara tatap-muka dan secara virtual.
Semler menegaskan bahwa: Blended learning mengkombinasikan
aspek terbaik dari pembelajaran online, aktivitas tatap muka terstruktur,
dan praktek dunia nyata. Sistem pembelajaran online, latihan di kelas, dan
pengalaman on-the-job akan memberikan pengalaman berharga bagi diri
mereka. Blended learning mengunakan pendekatan yang
memberdayakan berbagai sumber informasi yang lain.
Blended learning sudah mulai banyak digunakan dan populer di
dunia pendidikan dan pelatihan beberapa tahun terakhir. Blended
learning, hybrid learning dan mixed mode learning adalah sesuatu istilah
yang memiliki maksud sama (Dziuban et al., 2004). Setiap kampus atau
institusi memakai istilah yang berbeda. Oleh karena itu Blended learning
tidak memiliki arti yang spesifik.
Moebs & Weibelzahl mendefinisikan Blended learning sebagai
pencampuran antara online dan pertemuan tatap muka (face-to-face
meeting) dalam satu aktivitas pembelajaran yang terintegrasi. Blended
learning juga berarti menggunakan sebuah variasi metode yang
mengkombinasikan pertemuan tatap muka langsung di kelas tradisional
dan pengajaran online untuk mendapatkan objektivitas pembelajaran
(Akkoyunlu & Soylu, 2006). Sementara itu Graham mengatakan bahwa
Blended learning adalah sebuah pendekatan yang mengintegrasikan
face-to-face teaching dan kegiatan instruksional berbantuan komputer
(computer mediated instruction) dalam sebuah lingkungan pedagogik.
Makna asli sekaligus yang paling umum Blended learning mengacu
pada pembelajaran yang mengombinasi atau mencampur antara
pembelajaran tatap muka (face-to-face) dan pembelajaran berbasis
komputer (online dan offline), (Dwiyogo, 2011). Menurut Thorne Blended
learning adalah perpaduan dari: teknologi multimedia, CD ROM video
streaming, kelas virtual, voice-mail, e-mail dan teleconference, animasi
teks online dan video-streaming. Semua ini dikombinasi dengan bentuk
tradisional pelatihan di kelas dan pelatihan satu-satu. Blended learning
menjadi solusi yang paling tepat untuk proses pembelajaran yang sesuai
tidak hanya dengan kebutuhan pembelajaran akan tetapi juga gaya
belajar peserta didik.
Perlunya dan signifikansi blended leaning terletak pada
potensialnya. Blended learning merepresentasikan keuntungan yang jelas
untuk menciptakan pengalaman belajar yang memberikan pembelajran
yang tepat pada saat yang tepat dan waktu yang tepat pada setiap
individu. Blended learning menjadi batasan yang benar-benar universal
dan global dan membawa kelompok pembelajar bersama-sama melintas
budaya dan zona waktu yang berbeda. Pada konteks ini Blended learning
dapat menjadi salah satu pengembangan paling signifikan pada abad 21.
Menurut McDonald dalam Purtadi, istilah Blended learning biasanya
berasosiasi dengan memasukkan media online pada program
pembelajaran, sementara pada saat yang sama tetap memperhatikan
perlunya mempertahankan kontak tatap muka dan pendekatan
tradisional yang lain untuk mendukung peserta didik . Istilah ini juga
digunakan saat media asynchronous seperti e-mail, forum, blog atau wikis
digabungkan dengan teknologi, teks atau audio synchronous. Hal ini
secara singkat seperti yang ditunjukkan Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Hubungan Synchronous dan Asynchronous
(Sumber: Language Teaching Tips, 2013).

Purtadi menjelaskan bahwa Blended learning adalah kombinasi


berbagai media pembelajaran yang berbeda (teknologi, aktivitas, dan
berbagai jenis peristiwa) untuk menciptakan program pembelajaran yang
optimum untuk audiens (peserta didik) yang spesifik. Istilah blended
sendiri berarti bahwa pembelajaran tradisional di dukung dengan format
elektronik yang lain. Program Blended learning menggunakan berbagai
bentuk e-learning, mungkin digabungkan dengan pelatihan yang terpusat
pada instruktur dan format langsung lainnya. Purtadi menyimpulkan
bahwa Blended learning adalah penggunaan solusi pelatihan yang paling
efektif, diterapkan dalam cara yang terkoordinasi untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan.
Pembelajaran berbasis Blended learning dimulai sejak ditemukan
komputer, walaupun sebelum itu juga sudah terjadi adanya kombinasi
(blended). Terjadinya pembelajaran, awalnya karena adanya tatap muka
dan interaksi antara pengajar dan pebelajar, setelah ditemukan mesin
cetak maka peserta didik memanfaatkan media cetak. Pada saat
ditemukan media audio visual, sumber belajar dalam pembelajaran
mengkombinasi antara pengajar, media cetak, dan audio visual. Namun
terminologi Blended learning muncul setelah berkembangkanya
teknologi informasi sehingga sumber dapat diakses oleh pebelajar secara
offline maupun online. Saat ini, pembelajaran berbasis Blended learning
dilakukan dengan menggabungkan pembelajaran tatap muka, teknologi
cetak, teknologi audio, teknologi audio visual, teknologi komputer, dan
teknologi m-learning (mobile learning).
Dwiyogo menggambarkan sejarah Blended learning yang
berkembang di dunia pelatihan pada awalnya juga seperti yang dilakukan
pada lembaga pendidikan yaitu sumber belajar utama adalah
pelatih/fasilitator. Dengan ditemukannya teknologi komputer, pelatihan
dilakukan menggunakan mainframe based yang dapat melakukan
kegiatan pelatihan secara individual tidak bergantung pada waktu dan
materi yang sama (tidak sinkron). Perkembangan berikutnya
pembelajaran yang tetap menggunakan basis komputer tetapi daya
jangkaunya menjadi lebih luas melintasi pulau dan benua karena
perkembangan teknologi satelit. Demikian pula, isi pelatihan dilakukan
pengebarannya melalui CD ROM dan internet. Saat ini pelatihan
menggabungkan semua itu agar pembelajaran menjadi lebih efektif,
efisien dengan konsep kombinasi (blended).
Blended learning memiliki dua kategori utama, yaitu :
a. Peningkatan bentuk aktivitas tatap-muka (face-to-face). Banyak
pengajar menggunakan istilah Blended learning untuk merujuk
kepada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam
aktifitas tatap-muka, baik dalam bentuknya yang memanfaatkan
internet (web-dependent) maupun sebagai pelengkap (web-
supplemented) yang tidak merubah model aktifitas.
b. Hybrid learning: pembelajaran model ini mengurangi aktivitas
tatap-muka (face-to-face) tapi tidak menghilangkannya, sehingga
memungkinkan peserta didik untuk belajar secara online.
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini,
khususnya perkembangan teknologi internet turut mendorong
berkembangnya konsep pembelajaran jarak jauh ini. Ciri teknologi
internet yang selalu dapat diakses kapan saja, di mana saja, multiuser serta
menawarkan segala kemudahannya telah menjadikan internet suatu
media yang sangat tepat bagi perkembangan pendidikan jarak jauh
selanjutnya. Hal ini lah mengapa untuk saat ini sistem pembelajaran
secara Blended learning masih sangat baik di terapkan di Indonesia agar
lebih dapat terkontrol secara tradisional juga.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka secara umum karakteristik
Blended learning adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian,
model pengajaran, gaya pembelajaran, serta berbagai media
berbasis teknologi yang beragam.
b. Sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face-to-face),
belajar mandiri, dan belajar mandiri via online.
c. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara
penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran.
d. Pengajar dan orangtua peserta belajar memiliki peran yang sama
penting, pengajar sebagai fasilitator, dan orangtua sebagai
pendukung.

Blended learning adalah sebuah konsep yang relatif baru dalam


pembelajaran di mana instruksi yang disampaikan melalui campuran
pembelajaran online dan tradisional yang dalam pelaksanaannya
dipimpin oleh instruktur atau pengajar (Bielawski & Metcalf, 2003).
Blended learning merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang
dilakukan secara tatap-muka dan secara virtual/maya atau online
(Soekartawi, 2006: A-97). Perpaduan dilakukan secara harmonis antara
teaching/training konvensional di mana pendidik dan peserta didik
bertemu langsung dan juga melalui media online yang bisa diakses kapan
saja, di mana saja, 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu.
Prinsip dasar Blended learning adalah komunikasi langsung tatap
muka dan komunikasi tertulis online. Konsep Blended learning
kelihatannya sederhana tetapi penerapanya lebih kompleks. Asumsi
utama dari desain Blended learning adalah (1) pemikiran menggabungkan
belajar tatap muka dan online, (2) pemikiran ulang mendasar tentang
desain mata kuliah untuk mengoptimalkan keterlibatan peserta didik , dan
(3) strukturisasi dan pengaturan ulang jam perkuliahan tradisional
(Garrison & Vaughan, 2008).
Kegiatan pembelajaran melalui kelas konvensional dan kelas virtual
atau online memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga
ketika digabungkan, hararapnnya akan saling melengkapi. Kombinasi
keunggulan dua model pembelajaran tersebut dapat dilihat di Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Penilaian Komparatif Tiga Model Pembelajaran


Kelas Kelas Kombinasi
No. Variabel Kelas Virtual
Konvensional (Blended learning)
1 Registrasi Di kampus Online Keduanya
2 Lingkungan Hidup Terprogram Keduanya
pembelajaran
3 Lingkungan Di kampus Di luar kampus Keduanya
kampus
4 Kehadiran Diperlukan Tidak Keduanya
pengajar/tutor diperlukan
5 Jadwal kelas Tertentu tempat Kapan saja & Kapan saja & dimana
& waktunya dimana saja saja
6 e-mail Tidak ada Ya Ya

7 Audio-video Tidak ada Tidak ada Ya


conferencing,
chatting
8 Konsultasi Tatap muka Diumumkan Keduanya
9 Kerja kelompok Ya Tidak Ya
10 Tugas-tugas Ya Tidak Ya
rumah
(Sumber: Soekartawi, 2006: A-97).

Sementara itu Allen et al., mencoba menguraikan perbedaan antara


online learning dan Blended learning berdasarkan persentase konten
yang dikirim atau disampaikan secara online. Dikatakan online program
jika lebih dari 80 persen program content-nya disampaikan secara online
dan dikatakan blended program apabila 30 sampai 79 persen program
content-nya disampaikan online. Secara lebih terperinci, pendapat Allen
et al., (2007) sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Perbedaan Model-Model Pembelajaran


Proporosi
Konten Jenis
Deskripsi Setiap Jenis
terkirim secara Pembelajaran
online
0% Tradisional Pembelajaran dengan konten dikirim tidak secara
online, disampaikan dalam bentuk tulisan atau
lisan
1 to 29% Diifasilitasi Web Pembelajaran menggunakan fasilitas web untuk
memfasilitasi sesuat yang sangat penting dalam
pembelajaran tatap muka. Menggunakan sebuah
course management system (CMS)/sistem
pengelolaan perkuliahan atau halaman web ,
misalnya untuk mempostkan silabus dan
soal/bahan ujian.
30 to 79% Blended/Hybrid Pembelajaran dengan memadukan sistem online
dan tatap muka. Proporsi substansi konten
menggunakan online, kadang menggunakan
diskusi online, dan kadang menggunakan
pertemuan tatap muka.
80+% Online Sebuah pembelajaran yang sebagian besar atau
bahkan seluruhnya menggunakan sistem online.
Jenis ini tidak menggunakan tatap muka sama
sekali.
(Sumber: Allen et al., 2007).
Blended learning seharusnya dipandang sebagai pendekatan
pedagogis yang menerapkan berbagai pendekatan pembelajaran
ketimbang dilihat dari seberapa besar delivery system antara face-to-face
dibandingkan dengan secara online. Blended learning seharusnya
mengkombinasikan secara arif, relevan dan tepat antara potensi face-to
face dengan potensi teknologi informasi dan komunikasi yang demikian
pesat berkembang saat ini sehingga memungkinkan: (1) terjadinya
pergeseran paradigma pembelajaran dari yang dulunya lebih berpusat
pada pendidik menuju paradigma baru yang berpusat pada peserta didik
(student-centered elarning); (2) terjadinya peningkatan interaksi atau
interaktifitas antara peserta didik dengan pendidik, peserta didik dengan
peserta didik, peserta didik /pendidik dengan konten, peserta
didik/pendidik dengan sumber belajar lainnya; (3) terjadinya konvergensi
antar berbagai metode, media sumber belajar serta lingkungan belajar
lain yang relevan (Chaeruman, 2008).
Program e-learning tidak selalu mendapat hasil memuaskan.
Seringkali materi sudah banyak dan tersedia dengan lengkap. Orang juga
bisa belajar kapan saja dan di mana saja. Bisa dari sekolah, rumah, maupun
di kafe asal terkoneksi lewat jaringan nirkabel. Namun tetap saja tingkat
penggunaan materi- materi e-learning tersebut tergolong rendah. Peserta
didik tentu membutuhkan teman dan butuh feedback langsung. Sama
seperti yang dirasakan dalam training konvensional di ruang kelas.
Ilustrasi dukungan Blended learning terhadap pembelajaran tatap muka
disajikan pada Gambar 1.3 berikut ini.
Gambar 1.3 Optimalisasi Face-to-face dengan Blended Learning
(Sumber: http://www.gttconnect.com).

Pada intinya tujuan dari Blended learning yang dilaksanakan adalah


untuk mendapatkan pembelajaran yang paling baik dengan
menggabungkan berbagai keunggulan masing-masing komponen
dimana metode konvensional memungkinkan untuk melakukan
pembelajaran secara interaktif sedangkan metode online dapat
memberikan materi secara online tanpa batasan ruang dan waktu
sehingga dapat dicapai pembelajaran yang maksimal. Oleh karena itu, jika
Anda adalah seorang pengajar (pengajar dan dosen) atau pun instruktur,
sangat mungkin Blended learning ini dapat membantu Anda agar para
peserta didik /peserta didik dapat belajar secara maksimal serta bisa
mendapatkan lebih banyak informasi yang dapat menunjang proses
belajar mengajar.
VERSI
LENGKAP:
HUBUNGI
PENERBIT
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, D. 2011. Potensi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam


Peningkatan Mutu Pembelajaran di Kelas, (Online),
(http://elearning.unimal.ac.id/upload/materi/peningkatan-tik-guru.pdf),
diakses tanggal 1 Juni 2013).
Agustine. E.M. 2008. Mobile Learning Sebagai Media Komunikasi Yang Efektif
Dari Pemerintah Kota Semarang Kepada Masyarakat. Riptek, 2(1):7 13.
Akbar, R.I. 2010. Pengembangan Sistem Pembelajaran Berbasis Komputer.
(Online). (http://ruffmania.multiply.com/journal/item/9, Diakses tanggal
03 Ok-tober 2011).
Akkoyunlu, B. & Soylu, M.Y. 2006. A Study on Students Views About Blended
learning Environment. Ankara: Department of Computer Education and
Instructional Technology, Faculty of Education, Hacettepe University.
Allen, E.; Seaman, J.; & Garrett, R. 2007. Blending In The Extent and Promise of
Blended Education in the United States. USA: Sloan-C.
Anonim. 2009. Blended Learning in School/Institution. (Online).
(http://us.testbag.com, Diakses tanggal 1 Juni 2013).
Anonim. 2011. Blended Learning. (Online). (http://small-changes-big-
returns.wikispaces.com/, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Anonim. 2011. Hakekat Pembelajaran Efektif. (Online).
http://juhernaidi.wordpress.com/2011/07/23/hakikat-pembelajaran-
efektif/ diakses tanggal 1 Juni 2013).
Anonim. 2011. Mobile Learning. (Online).
(http://www.elearning.web.id/2011/01/14/mobile-learning.html., diakses
tanggal 1 Juni 2013).
Anonim. 2011. M-learning untuk Pendidikan Indonesia.
http://creandivity.com/2010/12/microsoft-bloggership-2011-m-learning-
untuk-pendidikan-indonesia/, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Anonim. 2011. Revolusi dan Inovasi Pembelajaran Melalui M-Learning. (Online).
(http://www.ispi.or.id/2011/03/20/revolusi-dan-inovasi-pembelajaran-
melalui-mobile-learning/, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Anonim. 2011. What Is Blended Learning?. (Online).
(http://blendedlearning.wikispaces.com/, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Anonim. 2012. Difusi Inovasi Pembelajaran M-Learning. (Online).
(http://alamsetiadi08.wordpress.com/difusi-inovasi/, diakses tanggal 1
Juni 2013).
Anonim. 2012. Media pendidikan. Teori Belajar M-Learning. (Online).
(http://www.mediapendidikan.net/index.php?option=com_content&view
=article&id=6:teori-belajar&catid=29:teori-belajar&Itemid=22, diakses
tanggal 1 Juni 2013).
Arends, S. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw Hill.
Arfan, R. 2009. Media Pembelajaran Berbasis Komputer.
(Online),(http://diarahma.blogspot.com/2009/05/penerapan-media-
pembelajaran-berbasis.html/),Diak-ses tanggal 03 Oktober 2011
Arnyana, I.B.P. 2004. Pengembangan Perangkat Model Belajar Berdasarkan
Masalah Dipandu Strategis Kooperatif Serta Pengaruh Implementasinya
terhadap Kemampuan Berpikir kritis dan Hasil Belajar Siswa Sekolah
Menengah Atas pada Pelajaran Ekosistem. Disertasi tidak diterbitkan.
Malang. Program Pasca Sarjana (S3) Universitas Negeri Malang.
Arsyad. 2002. Media Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Artawan. 2010. Pelaksanaan Proses Pembelajaran. Jakarta: Gramedia.
Bandono. 2009. Pembelajaran Tatap Muka, Tugas Terstruktur, dan Tugas Mandiri
Tidak Terstruktur, (Online), (http://bandono.web.id/2009/02/28/ pembel
ajaran-tatap-muka-tugas-terstruktur-dan-tugas-man diri-tidak-
terstruktur.php, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Bangkursobo. 2009. Pedoman Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan
Terstruktur, Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur. (Online). (Error! Hyperlink
reference not valid., diakses tanggal 1 Juni 2013).
Barbara, B. & Richey, R.C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definisi dan
Kawasannya. Jakarta: Unit Percetakan UNJ.
Beam, P. 1997. Breaking the Sprinters Wrist: Achieving Cost-Effectiveness in
Online Learning. Paper presented at the International Symposium on
Distance Education and Open Learning, organized by MONE Indonesia,
IDLN, SEAMOLEC, ICDE, UNDP and UNESCO Tuban, Bali, Indonesia, 17-20
November 1997.
Benny & Tita. 2010. Pembelajaran Berbasis Media Komputer. (Online).
(http://ictcentre.com/pembelajaran-ber-basis-media-komputer.html/),
diakses tanggal 1 Juni 2013).
Bielawski, L & Metcalf, D. 2003. Blended eLearning: Integrating Knowledge,
Performance Support, and Online Learning. Amherst, MA: HRD Press.
Buck Institutute for Education (BIE). 1999. Project-Based Learning. (Online).
(http://www.bgsu.edu/organizations/etl/proj.html, diakses tanggal 1 Juni
2013).
Budiningsih, A.C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Bullen, M. 2001. E-learning and the Internationalization Education. Malaysian
Journal of Educational Technology 1(1), 37-46.
Carman, J.A. 2005. Blended learning Design: Five Key Ingredients. (Online).
(http://www.agilantlearning.com/pdf/Blended-Learning-Design.pdf/,
diakses tanggal 1 Juni 2013).
Catchen, R. 2013. Are We Ready for Blended Learning? Time to Change What
to Learn?. (Online).
(http://ruthcatchen.files.wordpress.com/2012/03/blended_-learning.gif,
diakses 8 Juli 2013).
Cerna, M. 2009. Blended Learning Experience In Teacher Education: The Trainees
Perspective. Acta Didactica Napocensia. 2 (1), 37-48.
Chaeruman, U.A. 2008. Contoh Penerapan Blended learning. (Online). (http://
www.teknologipendidikan.net_files/Contoh-Penerapan-Blended-Learning;
diakses tanggal 1 Juni 2013).
Chaeruman, U.A & Indreswara, H. 2010. Mobile Learning Sebagai Media
Pembelajaran. Makalah Seminar Regional UM pada 13 Mei 2010.
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran Peranannya Sangat Penting Dalam
Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Depdiknas. 2008. Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan Terstruktur, dan
Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas.
Depdiknas. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan
Terstruktur dan Tugas Mandiri Tidak Terstruktur. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Dikti. 2004. Strategi Perguruan Tinggi Jangka Panjang 2003-2010; Mewujudkan
Perguruan Tinggi Berkualitas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi-Depdiknas.
Dziuban, C.D., Hartman, J.L. & Moskal, P.D. 2004. Blended learning. Research
Bulletin. EDUCAUSE Center for Applied Research. 2004 (7).
Dwiyogo, W.D. 2011. Pembelajaran Berbasis Blended Learning. (Online).
(http://id.wikibooks.org/w/index.php?title=Pembelajaran_Berbasis_Blende
d_Learning&printable=yes., diakses tanggal 1 Juni 2013).
Effendi, S. 2003. Pengelolaan Perguruan Tinggi Menghadapi Tantangan Global.
Makalah Dipresentasikan pada Seminar Nasional Majelis Rektor Indonesia
di Makassar, 31 Januari 2 Februari 2003.
Effendi, E.; & Zhuang, H. 2005. E-learning: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Elangovan, T. 1997. Internet Based On-line Teaching Application with Learning
Space. Paper presented at the International Symposium on Distance
Education and Open Learning organized by MONE Indonesia, IDLN,
SEAMOLEC, ICDE, UNDP and UNESCO, Tuban, Bali, Indonesia, 17-20
November 1997.
Fadilah, M. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Berfikir-
Berpasangan-Berbagi (Think Pair Share) terhadap hasil belajar Biologi
Siswa kelas VIII SMP 6 Pariaman. Tesis tidak Diterbitkan. Padang: Program
Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
Faizal, A. 2011. Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa Melalui Implementasi
Blended learning pada Pembelajaran Biologi Kelas XI SMAIT Nur Hidayah
Kartasura. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Fitria, R. 2011. Blended Learning. (Online). (http://rizcafitria.wordpress.com/,
diakses tanggal 1 Juni 2013).
Frederic, H.B. 1981. Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools).
Iowa: Wm. C. Brown Company Publishers.
Gagne, R.M. 1985. The Conditions of Learning and Theory of Instruction. New
York: Holt, Rinehart and Winston.
Garnham, C. & Kaleta, R.. 2002. Introduction to Hybrid Course. Teaching with
Technology Today, 8(6).
Garrison, D.R. & Vaughan, N.D. 2008. Blended learning in Higher Education. San
Francisco: Jossey-Bass.
Graham, C.R. 2005. Blended learning system: Definition, current trends and future
direction. In: Bonk, C.J., Graham, C.R. (eds.) Handbook of Blended learning:
Global Perspectives, Local Designs, pp.3-21. San Francisco: Pfeiffer.
Hartono & Rustaman, N. 2008. Pembelajaran Blended Learning pada mata Kuliah
Praktikum IPA: Studi Ujicoba Lapangan Pembelajaran online pada S1 PGSD.
Jurnal Forum Kependidikan Online Volume 28 (1): 17-25.
Hasbullah. 2008. Perancangan dan Implementasi Model Pembelajaran E-
learning untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di JPTE FPTK UPI.
Laporan Penelitian. Bandung: Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK UPI.
Heinich, R. et al. 1996. Instructional Media and Technology For Learning.
Englewood Cliffts (4th ed). New Jersey: Prentice-Hall, inc., A Simon &
Schuster company.
Hidayatullah, F. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Hitipeuw, I. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang.
Husamah. 2012. Pengembangan E-learning Ekologi Tumbuhan untuk
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran dan Kompetensi Peserta Didik.
Laporan Hibah Pengajaran DIA-BERMUTU. Malang: Prodi Pendidikan
Biologi FKIP UMM.
Ichsan. 2008. Visi Misi dan Tujuan Pendidikan Nasional,
(Online),(http://tunas63.wordpress.com/2008/11/07/visi-misi-dan-tujuan-
pendidikan-nasional/), diakses tanggal 1 Juni 2013).
Indrawati. 2009. Model Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar untuk Guru SD.
(Online), (Error! Hyperlink reference not valid., diakses tanggal 1 Juni
2013).
Indrayani, E. 2007. E-learning: Konsep, dan Strategi Pembelajaran di Era Digital
(Implementasi pada Pendidikan Tinggi). Jurnal Ilmiah Visioner Tahun 2007.
Jalius, H.R. 2010. Pengertian Fakta, Prinsip, dan Konsep. (Online).
(http://www.jalius12.wordpress.com, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Johan, R.C. 2010. Pembelajaran Berbasis Komputer,
(Online),(http://kurtek.upi.edu/tik/?p=hakikat), diakses tanggal 1 Juni
2013).
Johnson, D.W & Johnson, R.T. 1975. Learning Together and Alone; Cooperation,
Competition and Individualization. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.
Kamarga, H. 2002. Belajar Sejarah melalui e-learning; Alternatif Mengakses
Sumber Informasi Kesejarahan. Jakarta: Inti Media.
Kartasasmita, G. 1994. Peranan Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Sumber
Daya Manusia. Makalah Disampaikan pada Ceramah Umum Civitas
Akademika Universitas Siliwangi Tasikmalaya, 26 September 1994.
Kemp, J. E. & Dayton, D.K. 1985. Planning and Producting Instructional Media (4th.
Ed). New York: Harper and Row, Publisher inc
Kirna, I. M. 2010. Pengaruh Penggunaan Hypermedia dalam Pembelajaran
Menggunakan Strategi Siklus Belajar terhadap Pemahaman dan Aplikasi
Konsep Kimia pada Siswa SMP dengan Dua Gaya Belajar Berbeda. Disertasi.
Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Kistow, B. 2011. Blended Learning in Higher Education: A Study of A Graduate
School of Business, Trinidad and Tobago. Caribbean Teaching Scholar 1 (2),
115128.
Koran, J. K. C. 2002. Aplikasi E-learning dalam Pengajaran dan pembelajaran di
Sekolah Malasyia. Makalah 8 November 2002.
Korkmaz, O. & Karaku, U. 2009. The Impact of Blended Learning Model on
Student Attitudes Towards Geography Course and Their Critical Thinking
Dispositions and Levels. TOJET, 8 (4): 51-63.
Krisnadi, E..; Pribadi, B.A. 2010. Modul Pendamping Pengembangan Bahan Ajar
Non Cetak. Jakarta: Ditnaga Dkti Depdiknas.
Kusairi, S. 2011. Implementasi Blended Learning. Makalah (disajikan pada
Seminar Nasional Blended Learning tanggal 13 November 2011 di
Universitas Negeri Malang).
Kusni, M. 2010. Implementasi Sistem Pembelajaran Blendedlearning Pada Kuliah
AE3121 Getaran Mekanik di Program Studi Aeronotika dan Astronotika.
Makalah Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9
Palembang, 13-15 Oktober 2010.
Kustiono. 2009. Media Pembelajaran. Semarang: UNNES PRES.
Language Teaching Tips. 2013. Are We All Ready For Blended Learning? (Online).
(http://languageteachingtips.wordpress.com/2013/03/22/are-we-all-
ready-for-blended-learning/, Diakses 8 Juli 2013).
Lewis, D.E. 2002. A Departure from Training by the Book, More Companies Seeing
Benefits of E-learning. The Boston Globe, Globe Staff, 5/26/02.
Listyarini, S.; Sarjiyo; & Riyanti, R. D. 2010. Modul Pendamping Pengembangan
Perangkat Tutorial. Jakarta: Ditnaga Dikti Depdiknas.
Lufri, A; Yunus, Y. & Sudirman. 2006. Strategi Pembelajaran Biologi. Buku Ajar.
Padang: Jurusan Biologi FMIPA UNP.
Madrid, S. 2009. Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan di Nusa Tenggara
Barat (NTB); Refitalisasi Peran Perguruan Tinggi (PT) dalam
mengawal kebangkitan pembangunan NTB di Era Globalisasi. (Online).
(http://salasmadrid.blogspot.com/2009/12/peran-perguruan-tinggi-
dalam.html, Diakses 21 November 2011).
Mahanal. 2009. Pengaruh Penerapan Perangkat Pembelajaran Deteksi Kualitas
Sungai dengan Indikator Biologi Berbasis Proyek Terhadap Hasil Belajar
Siswa Sma di Kota Malang. Desertasi tidak diterbitkan. Malang: Program
Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang
Mangkoesaputra, A.A. 2005. Pembelajaran Pendidikan IPS di Tingkat Sekolah
Dasar, (Online), (http://re-searchengines.com/0805arief7.html, diakses
tanggal 1 Juni 2013).
McLoughlin, C. 2001. Inclusivity and Alignment: Principles of Pedagogy, Task and
Assessment Design for Effective Cross-Cultural Online Learning. ODLAA
Inc.
Merlinda, S. G. 2010. Penerapan Media Pembelajaran Berbasis Komputer.
(Online). (http://sherlygita02.blogspot.com/2010/11/penerapam-media-
berbasis-kompu-ter.html/, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Miftah. 2009. Pengembangan Model Mobile Learning Sebagai Strategi
Pengembangan Elearning. (Online).
(http://www.mediapendidikan.net/index.php?option=com_content&
view=category&id=29&Itemid=37. diakses tanggal 1 Juni 2013).
Moebs, S. & Weibelzahl, S. 2006. Towards a good mix in Blended learning for
small and medium sized enterprises. Outline of a Delphi Study.
Proceedings of the Workshop on Blended learning and SMEs held in
conjuction with the 1st European Conference on Technology Enhancing
Learning Crete, Greece, pp 1-6.
Mulvihill, R.P. 1997. Technology Application to Distance Education. Paper
presented at the International Symposium on Distance Education and
Open Learning organized by MONE Indonesia, IDLN, SEAMOLEC, ICDE,
UNDP and UNESCO, Tuban, Bali, Indonesia, 17-20 November 1997.
Munir. 2009. Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Bandung: Alfabeta.
Mursell, J. & Nasution. 2008. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Bina Aksara.
Naidu, S. 2006. E-learning (A Guide Book of Princi-ples, Procedures, and
Practices). Australia: Commonwealth of Education for ASIA
Nasrullah. 2006. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS bagi Siswa dan
Kecendrungan Berfikir Sekuensial Abstrak dan Sekuensial Konkrit. Tesis
tidak diterbitkan. Padang: Universitas Negeri Padang
Noer, M. 2010. Blended learning Mengubah Cara Kita Belajar di Masa Depan.
(Online). (http://www.muhammadnoer.com/2010/07/blended-learning-
mengubah-cara-kita-belajar-di-masa-depan, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Nurhadi, & Agus, G.S. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam
KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Nur, M. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah yang disajikan
pada Pelatihan TOT guru mata pelajaran SLTP dan MTs. Surabaya:
Depdiknas, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.
Nur, M. 2011. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Nur, M. 2011. Guru yang Berhasil dan Model Pembelajaran Langsung. Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Prayoto. 1995. Peran Perguruan Tinggi dalam Pengembangan IPTEK. Makalah
Seminar Nasional Dies Natalis ke-45 UGM.
Purbo, O.W. 2002. E-learning dan Pendidikan. Artikel Dalam Cakrawala
Pendidikan Universitas Terbuka.
Purnama, N. & Setiawan, H. 2003. Analisis Pengaruh Sumber-Sumber
Keunggulan Bersaing Bidang Pemasaran Terhadap Kinerja Perusahaan
Manufaktur di Indonesia. JSB 2(8), Desember 2003.
Purnomo, D. 2008. Pendekatan Kontekstual Berpandu Konstruktuvis dan
Pelaksanaannya di Kelas. Jurnal Paradigma VIII(26):317-328.
Purtadi. 2011. Blended Learning (Definisi). (Online).
(http://purtadi.blogspot.com/2011/04/blended-learning-definisi.html,
diakses tanggal 1 Juni 2013).
Program Pengembangan Kompetensi Profesi Pendidik (PPKPP). 2009. Identitas
dan Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Menengah Pertama.
Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Rahmawati D. 2008. Pengembangan Perangkat Pembelajaran untuk Strategi
Belajar dengan Peta Konsep Menggunakan Model Pembelajaran Langsung.
(Skripsi tidak diterbitkan). Padang: Universitas Negeri Padang.
Rakhmat, J. 2007. Belajar Cerdas; Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: Mizan
Media Utama.
Reddy, V.V. & Manjulika, S. 2002. From Face-to-Face to Virtual Tutoring:
Exploring the potentials of E-learning Support. New Delhi: Indira Gandhi
National Open University.
Renggani. 2007. Pembelajaran Berbasis Komputer dan Jaringan. (Online).
(http://renggani.blogspot.com/2007/07/pembelajaran-
berbasiskomputer.html diakses tanggal 1 Juni 2013).
Resta, E. P. 2005. Differences Between Online dan Face-to-face Learning. (Online).
(itpm2004_instructor@teachnet.edb.utexas.edu., diakses tanggal 1 Juni
2013).
Reza. 2010. Pemanfaatan Media Berbasis ICT Terhadap Pembelajaran di Sekolah.
(Online).
(http://ictcommunity.multiply.com/journal/item/17/PEMANFAATAN_MEDI
A_BERBASIS_ICT_TERHADAP_PEMBELAJARAN_DI_SEKOLAH, diakses
tanggal 1 Juni 2013).
Riyanto, B.T. & dan Widayanti, S. Tanpa tahun. Perancangan dan Implementasi
Aplikasi Mobile Learning Berbasis Java. Artikel
Rosmini. 2007. Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. (Online).
(htttp://duniaguru.com/index.php?option=com_content&task=view&id=
411&Itemid=28, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Rulam. 2009. Peranan Teknologi Informasi dalam Kegiatan Pembelajaran,
(Online), (http://www.infodiknas.com/peranan-teknologi-informasi-
dalam-kegiatan-pembelajaran/, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Samples, B. 2002. Revolusi Belajar untuk Anak: Panduan Belajar Sambil Bermain
untuk Membuka Pikiran Anak-Anak Anda. Diterjemahkan oleh: Rahmani
Astuti. Bandung: Kaifa.
Sampoerna Foundation. 2010. Kondisi Sekolah di Indonesia Masih
Memprihatinkan, Apa Kontribusi Anda?. (Online).
(http://Sampoernafoundation.org, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Santyasa, I.W. 2005. Model Pembelajaran Inovatif dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Makalah. Disajikan dalam Penataran Guru-Guru SMP,
SMA, dan SMK se Kabupaten Jembrana, Juni Juli 2005.
Sardjana, D. 2011. Pendidikan Digital: Utopia Atau Harapan? (Sebuah Obrolan di
Dunia Maya). (Online). (http://idelearning.com/2011/05/31/pendidikan-
digital-utopia-atau-harapan-obrolan-dosen-di-dunia-maya/#more;
diakses tanggal 1 Juni 2013).
Semler, S. 2005. Use Blended learning to Increase Learner Engagement and
Reduce Training Cost. (Online).
(http://www.learningsim.com/content/lsnews/ blended_learning1.html,
diakses tanggal 1 Juni 2013).
Shibley, I.; Amaral, K.A.; Shank, J.D.; & Shibley, L.R. 2011. Designing a Blended
Course: Using ADDIE to Guide Instructional Design. Journal of College
Science Teaching.40 (6): 80-85.
Silberman, M.L. 2006. Active Learning : 101 Cara Belajar Siswa Aktif (terjemahan).
Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Slameto. 2009. Peranan Perguruan Tinggi Meningkatkan Daya Saing Bangsa.
(Online). (http://agupenajateng.net/2009/06/03/peranan-perguruan-
tinggi-meningkatkan-daya-saing-bangsa/#ixzz1eWLvEUTA, diakses
tanggal 1 Juni 2013).
Slavin, R.E. 1994. Educational Psycology; Teory and Practice. Fourth Edition. USA:
Jhons Hopkins University.
Slavin, R. E. 1995. Cooperative Learning: Theory, research and Practice. Second
Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publication.
Soekartawi. 2002. Prospek Pembelajaran Melalui Internet. Makalah disampaikan
pada Seminar Nasional Teknologi Kependidikan yang diselenggarakan
oleh UT-Pustekkom dan IPTPI, Jakarta, 18-19 Juli 2002.
Soekartawi. 2003. Prinsip Dasar E-learning: Teori dan Aplikasinya di Indonesia.
Jurnal Teknodik, VII(12), Oktober 2003.
Soekartawi. 2005. Issues e-learning/Web-Based Learning/Distance Learning dan
Kemungkinan Pelaksanaannya di Indonesia. Seminar Nasional Pendidikan,
Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, 2 April 2005.
Soekartawi. 2006. Blended e-learning: Alternatif Model Pembelajaran Jarak Jauh
di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006
(SNATI 2006) Yogyakarta, 17 Juni 2006.
Soeparto. 2009. Native Digital Vs Immigrant Digital. Makalah Pelatihan Pekerti
Dosen Muda UMM, Juni 2009.
Sprinthall, N.A. & Sprinthall, R. 1990. Educational Psychology; A Developmental
Approach. Edisi ke-5. New York: McGraw-Hill Publishing Company.
Sudrajat, A. 2010. Media Pembelajaran Berbasis Komputer. (Online).
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/07/16/media-pembelajaran-
berbasis-komputer/, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Suherman, E. dkk, 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA.
Suherman, E. 1994. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: UT. Depdikbud.
Sukardi; Widiatmono, R.; & Surjono, H.D. 2007. Pengembangan e-learning UNY.
Laporan Penelitian Institusional. Lembaga Penelitian Universitas Negeri
Yogyakarta Yogyakarta tahun 2007.
Sulaeman. 2011. Revolusi dan Inovasi Pembelajaran Melalui Mobile Learning.
(Online). http://www.ispi.or.id/2011/03/20/revolusi-dan-inovasi-
pembelajaran-melalui-mobile-learning/. diakses tanggal 1 Juni 2013).
Sumarwoto. 2010. Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan Terstruktur dan
Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur. (Online).
(http://smp1sedayu.weebly.com/uploads/4/.../terstruktur_dan_
mandiri_2.ppt, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Sunardjo, NA. & Suprawoto. 2009. Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar.
(Online). http://www.slideshare.net/NASuprawoto/pembelajaran-tematik-
di-sekolah-dasar, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Sunar. 2011. New Learning Environment: Electronic & Mobile-Learning. (Online).
http://apakabarpsbg.wordpress.com/2011/02/06/new-learning-
environment-electronic-mobile-learning/, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Suparman, A 1997. Model-Model Pembelajaran Interaktif. Jakarta : STIA LAN
Press,
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning; Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Susilo, H. 2011. Blended learning untuk Menyiapkan Siswa Hidup di Abad 21.
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Pembelajaran
Berbasis Blended learning, HMJ Biologi Lebah Madu Universitas Negeri
Malang, Malang, 13 November 2011.
Syah, M., Kariadinata, R. 2009. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan (PAIKEM). Bahan Pelatihan PLPG, Rayon Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan. Bandung: UIN Sunan Gunung Jati.
Tamimuddin, M. 2007. Mengenal Mobile Learning. LIMAS. Diakses pada tanggal
17 November 2011.
Tham, K. & Tham, C. 2011. Blended learning-A Focus Study on Asia. IJCSI
International Journal of Computer Science Issues, 8 (2), 136-142.
Triluqman, H. 2008. Pendidikan Profesi dan Sertifikasi: Upaya Meningkatkan
Kualitas Guru di Tengah Keterpurukan Dunia Pendidikan. (Online).
(http://heritl.blogspot.com/2008/02/pendidikan-profesi-dan-
sertifikasi.html, diakses tanggal 1 Juni 2013).
Tung, K.Y. 2000. Pendidikan dan Riset di Internet. Jakarta: Dinastindo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Usman, M.U. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Utarini, A. 1997. Process Evaluation of an Internet-Based Education on Hospital
and Health Service Management at Gadjah Mada.
Wahono, R.S. 2008. Memilih Sistem e-Learning Berbasis Open Source. (Online).
(http://romisatriawahono.net/2008/01/24/memilih-sistem-e-learning-
berbasis-open-source/ diakses tanggal 1 Juni 2013).
Wibawanto, H.; & Sahid. 2010. Modul Pendamping Pengembangan Bahan Ajar
Berbasis Web. Jakarta: Ditnaga Dikti Depdiknas.
Wildavsky, B. 2001. Want More From High School? Special Report: E-learning
10/15/01. (Online). (http://www.usnews/edu/elearning/articles, diakses
tanggal 1 Juni 2013).
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT. Grasindo.
Yulianto, Aan. 2011. Mobile Learning. (Online).
(http://blog.student.uny.ac.id/aanyulianto/2011/01/06/mobile-learning-
m-learning/. diakses tanggal 1 Juni 2013).
Yusuf, M. 2011. Mengenal Blended learning. Jurnal Lentera Pendidikan, 14(2)
Desember 2011: 89-96.

TENTANG PENULIS
Husamah dilahirkan pada tanggal 18 Oktober 1985 di
sebuah pulau terpencil nan indah yaitu Pulau Pagerungan Kecil
Kepulauan Sapeken Kabupaten Sumenep. Putra pertama
pasangan Bapak Mohammad Irham dan Ibu Zakiyah Huraibi
(alm) ini menamatkan studi di SDN Pagerungan Kecil III, SMP
Negeri 2 Sapeken dan SMA Negeri 1 Banyuwangi. Gelar sarjana
ia peroleh dari Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2008. Saat ini ia
sedang menyelesaikan pendidikan S2 di Prodi Pendidikan
Biologi PPS Universitas Negeri Malang.
Laki-laki yang suka membaca, browsing, bertadabbur dan berpetualang melihat
keagungan Allah SWT di laut dan darat ini, merupakan Juara I Mahasiswa Berprestasi
Kopertis VII Jawa Timur tahun 2008. Ia juga telah puluhan kali menjuarai lomba penulisan
ilmiah kategori mahasiswa maupun umum baik tingkat lokal, regional bahkan nasional.
Ratusan tulisan artikelnya telah dimuat di jurnal ilmiah, media massa lokal dan nasional.
Saat ini, suami dari Yanur Setyaningrum, S.Pd., M.Pd. dan ayah dari Cyra Azalia
Aufaa ini aktif mengajar di Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah
Malang. Selain mengajar penulis juga aktif menjadi pemateri dalam berbagai seminar
dan diklat mahasiswa, membimbing siswa dan mahasiswa dalam penulisan karya ilmiah,
menjadi Tim Creativity and Innovation Center (CIC) UMM, menjadi tim pengembang
bahan ajar PJJ Biologi UMM, tim DIA BERMUTU Biologi UMM, Tim Lesson Study Biologi
UMM, sekretaris jurnal JP3 FKIP, pengelola jurnal Sinaps, Tim Humas Lab Biologi UMM,
Tim PMB UMM, menulis buku dan artikel di media massa. Mimpi dan semangatnya untuk
menanamkan budaya menulis sejak dini bagi generasi muda mengantarnya sebagai
salah satu motor/penggagas Lomba Menulis Inspiratif (LMI) tingkat Nasional yang
diselenggarakan setiap tahun (bulan April-Juni) oleh Tim PMB FKIP UMM.
Berkat kegigihannya, ia telah berhasil menerbitkan beberapa buku yang ia sebut
sebagai karya kecil untuk menginspirasi Indonesia seperti, Cerdas Menjadi Juara Karya
Ilmiah (Pinus Group, 2010), Teacherpreneur, Cara Cerdas Menjadi Guru Banyak
Penghasilan (Pinus Group, 2011), Panduan Penulisan Skripsi (Tim, Penerbitan Biologi
UMM, 2009), KIR Itu Selezat Ice Cream (Pinus Group, 2011), Kamus Penyakit Pada
Manusia (ANDI, 2012) Guru Profesional Perspektif Siswa Indonesia (Editor; Aditya Media,
2012) dan Kamus Istilah Biologi (Tim, Penerbitan Biologi UMM, 2012); Outdoor Learning
(Prestasi Pustaka Raya, 2013), Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi:
Panduan dalam Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi Kurikulum
2013 (Prestasi Pustaka Raya, 2013), Kamus Pendidikan (Proses Terbit), Kamus Biologi
(Prestasi Pustaka Raya, proses terbit 2013), Kamus Psikologi (proses terbit 2013),
Indonesia dalam Pikiranku: Bunga Rampai Opini (Proses Terbit) dan buku Blended
Learning yang ada di tangan Anda ini.
Untuk diskusi dan koresponsdensi dengan penulis dapat mengirimkan pesan ke
e-mail; usya_bio@yahoo.com; facebook: Bang Us Papanya Cyra; twitter: @husamahbio
atau kunjungi blog husamah.blogspot.com.
SINOPSIS COVER BELAKANG

Saat ini dunia bergerak cepat menuju terbentuknya suatu


masyarakat berbasis sains (science-based society), kegiatan bisnis
berbasis ilmu pengetahuan (knowledge based business enterprises), dan
terwujudnya suatu budaya baru berlandaskan Ipteks terutama teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) atau information and communication
technology (ICT) yang dengan wujud utamanya adalah internet. Internet
telah merubah wajah dunia termasuk dunia pendidikan sehingga
kemudian melahirkan e-learning. Namun, sebagian pakar menegaskan
bahwa e-learning tidak dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan
pembelajaran konvensional di kelas (face-to-face).
Implementasi Blended learning menjadi jalan keluar yang tepat atas
berbagai kritik kekurangan e-learning dan kritik atas ketertinggalan face-
to-face learning. Blended learning merupakan penggabungan berbagai
keunggulan pembelajaran berbasis internet (e-learning online), berbasis
multimedia (e-learning offline) dan pemanfaatan teknologi mobile
(mobile learning) dengan pembelajaran tatap muka (face-to-face) pada
akhirnya diharapkan meningkatkan kompetensi peserta didik di abad 21
ini. Blended learning juga membawa misi yaitu selain mencetak SDM yang
unggul dalam pengetahuan dan keterampilan, juga punya peran strategis,
yaitu membangun dan mengembangkan karakter pribadi yang baik (SDM
berkarakter). Nah, jika Anda mengaku sebagai pendidik yang tidak
ketinggalan zaman dan pendidik profesional, segera jelajahi buku ini dan
buat perubahan di kelas dan di sekolah Anda. Berani mencoba?

You might also like