You are on page 1of 5

Bhinneka Tunggal Ika Maha Karya Persembahan Mpu Tantular

(Ibadah Online)- Kata Bhinneka Tunggal Ika menjadi magnet semboyan bagi bangsa Indonesia,
sebuah konsep multicultural yang mampu mengangkat dan menunjukkan akan keanekaragaman
bangsa.
BhinnekaTunggal Ika sebuah warisan berharga bagi bangsa yang dilahirkan memiliki perbedaan
suku, etnis dan agama. Indonesia sungguh beruntung memliki satu sikap pandangan ini.
Sebuah kata Bhinneka Tunggal Ika yang ada dalam lambang negara Burung Garuda, menghiasi
dinding setiap kantor, sekolah dan rumah saja, tetapi seringkali menjadi kutipan dalam berbagai
pidato pejabat, terlebih-lebih jika sedang terjadi peristiwa genting yang dianggap dapat
mengancam kelangsungan persatuan bangsa dan kesatuan negara.
Bhinneka Tunggal Ika itu merupakan sebuah karya sastra agama yang diambil dari kitab
Sutasoma karya Mpu Tantular, dengan kalimat lengkapnya sebagai berikut: Rwaneka dhatu
winuwus Buddha Wiswa, Bhinnki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa
kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Konon agama Buddha, Hindu dan Siwa merupakan ajaran zat yang berbeda, namun nilai-nilai
mengajaran kebenaran Jina (Buddha), Hindu dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah , tetapi
satu jualah itu. Artinya tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Irawan Joko Nugroho seorang penulis buku Meluruskan Sejarah Majapahit, mengatakan
Bhineka Tunggal Ika merupakan sastra agama yang tertuang dalam kakawin Sutasoma, namun
implementasi dari konsep ini dijabarkan dalam kitab NegaraKertagama yang dikarang Mpu
Prapanca.
Dalam Bhinneka Tunggal Ika dijabarkan tentang sebuah cerita epis yang amanat kitab ini
mengajarkan toleransi antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan Buddha. Kakawin ini
digubah oleh Mpu Tantular pada abad ke-14, pada masa keemasan Majapahit di bawah
kekuasaan prabu Rajasanagara atau Raja Hayam Wuruk.
Kakawin Sutasoma bisa dikatakan unik dalam khasanah sejarah sastra Jawa atau bisa dikatakan
sastra agama. Karena merupakan satu-satunya kakawin bersifat epis yang bernafaskan agama
Buddha. Ini menunjukan kalau Mpu Tantular memiliki toleransi keagamaan yang besar , ujar
Irawan jebolan Sarjana Sastra Jawa Kuno, Universitas Gadjah Mada.
Menurut Irawan, Mpu Tantular seorang penganut agama Buddha, namun orangnya terbuka
terhadap agama lainnya, terutama agama Hindu-Siwa. Hal ini bisa terlihat pada dua kakawin
atau syairnya yang ternama yaitu kakawin Arjunawijaya dan terutama kakawin Sutasoma. Mpu
Tantular memiliki pandangan tentang esesnsi nilai-nilai keagamaan yang universal.
Bahwa agama-agama yang ada harus dihormati. Karena jalan yang harus dilalui untuk
menyembah Yang Maha Agung adalah seperti jalan menuju ke gunung orang dapat mencapai
puncak gunung itu dari segenap penjuru, dari timur, barat, utara dan selatan.
Artinya, kata Irawan banyak cara orang untuk menmanjatkan doa melalui mediasi berbagai
macam kepercayaan atau agama yang diyakini.
Disini Mpu Tantular tidak mempersoalkan latarbelakangan kenyakinan orang, namun yang
terpenting bagaiamana membangun toleransi dalam pergaulan sesaman kemanusiaan sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang tertuang dalam setia ajaran agama masing-masing.
Irawan menjabarkan dimasa kejayaan Majapahit, tidak terjadi konflik antar agama, dan
senantiasa terjadi semangat toleransi kebersamaan. Mpu Tantular menggunakan ungkapan itu
khusus kata Bhinneka tunggal Ika untuk merumuskan perpadanan antara Buddha, Hindu dan
Siwa yang berlaku di Majapahit pada abad keempat-belas.
Dalam pengertian segala macam aliran agama, alam pikiran, kebudayaan dan politik-yang pada
waktu itu memang banyak terdapat di Majapahit. Bisa diartikan berbeda-beda namun mereka
tetap bersatu di dalam peraturan di kitab Negara Kertagama tidak adalah diskriminasi atau
dualisme. Pencapaian ini sudah terbangun kebersamaan, persatuan dalam Negara keprabuan
Majapahit.
Konsep ini kemudian diangkat ke dalam ranah politik. Ia menjadi bermakna walaupun berbeda-
beda (suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya), tetap satu (satu kesatuan
yang sebangsa dan setanah air Indonesia) jua. Dengan menggunakan kalimat Bhineka Tunggal
Ika sebagai semboyan Indonesia, Indonesia mengapresiasi adanya sejarah nasional sebelumnya
yaitu masa kejayaan kerajaan Majapahit.
Menurut Irawan tokoh negarawan M Yamin yang memiliki pengetahuan ketatanegaraan,
mempunyai menilai tentang Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar pemikiran cemerlang Mpu
Tantular, yang diimplementasikan dalam kitab Negara Kertagama. Dimana Majapahit sebagai
kerajaan yang dapat mempersatukan Nusantara.
M Yamin, lanjut Irawan, memiliki pemikiran yang luar biasa, bahwa wilayah Nusantara
bukanlah untuk menyatakan luas daerah Majapahit, melainkan ialah wilayah kesatuan geopolitik
yang ditentukan Sang Alam sebagai tumpah darah tempat kediaman bangsa Indonesia yang sejak
permulaan sejarah menyusun dan menjaga perimbangan kekuasaan terhadap keluar dan kedalam
lingkungan mandala tanah dan air N??ntara itu.
Irawan menambahkan kesatuan Nusantara, juga tertulis dalam Nagarakrtagama pupuh 12.6.4
berbunyi: mwang Nusantara sarwa mandalikrastra angasraya akweh mark. Artinya: Dan
Nusantara, wilayah yang melingkari, meminta perlindungan, banyak yang menghadap.
Kesatuan Nusantara tersebut terletak pada kata anga?raya meminta perlindungan. Kalimat ini
adalah kalimat aktif. Dengan demikian kesatuan Nusantara itu bukan dari paksaan namun dari
kesadaran bersama untuk bersatu
Kado Indonesia untuk Dunia

Lahirnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang


terpampang melengkung pada sehelai pita yang dicengkram kedua kaki burung garuda
lambang negara RI, terinspirasi dari buku Sutasoma karya gemilang Mpu Tantular.
Wawasan pemikiran pujangga besar yang hidup di jaman kejayaan Kerajaan Majapahit itu,
terbukti telah melompat jauh ke depan.
Sesungguhnya karya gemilang Mpu Tantular secara tak langsung memberikan kado bagi
Indonesia. Para founding fathers mengadopsi konsep Bhinneka Tunggal Ika dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Karena jauh sebelum perjuangan kemerdekaan dimulai, Mpu Tantular melalui karya buku
Sutasoma sudah menulis konsep ini. Kala
itu tulisan Mpu Tantular memang belum bicara tentang Indonesia. Dia menulis dalam rangka
memberikan masukan bagi raja Majapahit dalam membangun bina hubungan masyarakat-negara
di wilayah kekuasaaan Majapahit.
Ketua Sekolah Tinggi Agama Budha Syailendra Salatiga, Jawa Tengah, Hastho Bramantyo
mengatakan sebanyak 17 huruf dalam tiga kata Bhineka Tunggal Ika, bermakna mendalam yang
mampu menggambarkan secara utuh dan menyeluruh hakekat keberagaman jagat semesta raya.
Karya besar itu lahir melalui dinamika proses perenungan dan kristalisasi pemikiran yang
panjang, setidaknya membutuhkan waktu satu dasawarsa atau sepuluh tahun. Konsep dan
formulasi Bhineka Tunggal Ika hasil buah pemikiran gemilang Mpu Tantular, dicetuskan tujuh
abad silam dalam karya berjudul Kekawin (pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu-Budha)
Purusadasanta, atau kini lebih populer dengan sebutan Kekawin Sutasoma.
Kekawin Sutasoma menempati posisi penting bersama dengan karya lainnya seperti Pararaton
dan Negara Kertagama. Kekawin Sutasoma berfungsi sebagai ilmu tentang keagamaan atau
teologi bagi Raja Rajasanegara pada zaman kerajaan Majapahit. Bagi Indonesia modern, kitab
itu juga memberikan inspirasi dan tempat ditemukannya moto Bhineka Tunggal Ika.
Rumusan Bhinneka Tunggal Ika pada dasarnya merupakan pernyataan daya kreatif dalam upaya
mengatasi keanekaragaman kebudayaan dan keagamaan, sehubungan dengan usaha mencapai
sebenar-benar kemerdekaan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Kini, pasca kemerdekaan
itu diraih, Bhinneka Tunggal Ika harus diakui telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap
sistem pemerintahan dan ketatanegaraan
Sekali lagi perlu diingat, dalam kerangka kesadaran untuk menumbuhkan rasa dan semangat
persatuan itulah Bhinneka Tunggal Ika kemudian diangkat menjadi semboyan yang diabadikan
dalam lambang NKRI Garuda Pancasila.
Dalam lambang NKRI, Garuda Pancasila, pengertiannya tentu tidak terbatas diterapkan pada
perbedaan kebudayaan, kepercayaan dan keagamaan saja. Melainkan juga terhadap perbedaan
suku, bahasa, adat istiadat (budaya) dan perbedaan kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan
nusantara raya.
Sesuai makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dapat diuraikan bhinna-ika- tunggal ika
berarti berbeda-beda tetapi pada hakekatnya satu. Sebab meskipun secara keseluruhannya
memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya satu, satu bangsa dan negara yakni Republik
Indonesia.
Kini makna Bhinneka Tunggal Ika tak ubahnya isapan jempol saja, beberapa kasus yang terjadi
akhir-akhir ini, sungguh ironis dan memilukan hati, seolah bangsa Indonesia telah kehilangan
kearifan dan kehilangan tolerasni yang selama ini digadang-gadang dengan penuh rasa bangga.
Sederhananya belum lama ini kasus pengeroyokan Jemaat Ahmadiyah dan Kerusuhan di
Temanggung, Setidaknya telah membuka lebar mata bahwa pada kenyataanya belum
sepenuhnya Bhinneka Tunggal Ika benar-benar diterapkan dalam kehidupan
Lantas apa salah perbedaan itu jika Sang Penciptanya saja menciptakan manusia melalui
perbedaannya. Maka ketika Bhinneka Tunggal Ika hanya menjadi sepotong kalimat tanpa
makna dan perbuatan, masih cukup pantaskah negara ini menjunjung tinggi hak asasi manusia di
dalam Pancasila-nya?
Sebenarnya jika mau lihat lebih jauh, memanusiakan manusia mungkin lebih tepat daripada
harus baku hantam lewat kekerasan yang kerap kali terjadi manakala perbedaan muncul
ditengah-tengah masyarakat. Inikah Indonesia yang diharapkan?
Perlu kiranya ditegaskan kembali bahwa sejatinya manusia memang dilahirkan untuk berbeda.
Indonesia pun terdiri dari ribuan pulau, bahasa, etnis, dan agama. Namun perbedaan itu
membuat kekuatan satu, yang lebih penting adalah mempraktikkan nilai-nilai Bhinneka Tunggal
Ika itu dalam segala aspek kehidupan.
BhinnekaTunggal Ika merupakan nlai-nilai luhur yang ditanamkan oleh para pendahulu kita.
Sebagai sebuah tatanan nilai yang telah lama lahir, tentunya tidak bisa kita lupakan begitu saja.
Perlu ada upaya menyegarkan kembali secara terus-menerus agar nilai-nilai luhur itu tidak lapuk
dimakan zaman,
Seiring dengan itu masih teringat dengan pidato Presiden Amerika Serikat Barack Obama
sewaktu kunjungan ke Indonesia, akhir tahun lalu. Dia dengan bangganya menyebutkan
Bhinneka Tunggal Ika sebagai pondasi yang bisa menjadi contoh kepada dunia di abad 21.
Bhinneka Tunggal Ika atau Unity in diversity merupakan fondasi bagi pembangunan dan
demokrasi. Itu bisa menjadi contoh kepada dunia, kata Barack Obama.
Obama menilai kemampuan Indonesia menyatukan perbedaan yang ada dengan landasan
Bhinneka Tunggal Ika telah mengantarkan Indonesia berhasil tidak hanya membangun
bangsanya sendiri tetapi juga menjadi teladan bagi negara-negara lain baik di kalangan ASEAN
maupun Asia Pasifik terutama dalam membentuk kemitraan antara Indonesia AS.
Landasan ini juga yang dinilai Obama mampu menyatukan Indonesia dalam keberagaman
agama sebagai suatu kekuatan dan bukan pemecah bangsa.

You might also like