You are on page 1of 25

LAPORAN KASUS

Benign Paroxysmal Positional Vertigo

DISUSUN OLEH
Stanley Timotius
112015164

PEMBIMBING
Dr. M. Roikhan Harowi, Sp.THT-KL, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 29 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2017

RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN UDARA ESNAWAN ANTARIKSA

1
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. T Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 49 tahun Agama : Islam

Pekerjaan : TNI AU Pendidikan : D3

II. ANAMNESIS: Autoanamnesis Tanggal/ Jam: 11 September 2017 / Jam 11.00 WIB

Keluhan Utama: Pusing berputar

Keluhan Tambahan: Telinga kanan dan kiri berdengung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik THT RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan pusing
berputer yang dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Pusing berputar yang dirasakan oleh pasien juga
disertai mual dan muntah.
Pusing berputar yang dirasakan oleh pasien awalnya timbul mendadak saat pasien
memindahkan posisi kepala, terutama saat pasien mengubah posisi dari terlentang kearah
kanan. Keluhan tersebut juga timbul saat pasien beraktivitas berat dan menengok secara tiba-
tiba. Keluhan tersebut terkadang hilang timbul, dirasakan sepanjang hari maupun hanya
beberapa detik. Pasien juga mengaku terkadang pusing berputar dapat dirasakan sangat hebat
sehingga pasien mengalami kesulitan berdiri, berjalan dan biasanya disertai mual dan muntah.
Pasien mengatakan bahwa keluhan membaik apabila pasien memenjamkan mata dan tidak
menggerakkan kepala.
Pasien tidak ada keluhan pendengaran berkurang, keluar cairan dari telinga maupun
rasa nyeri di telinga. Pasien juga tidak memiliki keluhan pada hidung dan tenggorokan.
Pasien belum berobat atau mengonsumsi obat-obatan untuk keluhannya saat ini.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):


Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi
obat amlodipin 1 x 5 mg. Riwayat alergi obat dan makanan disangkal. Riwayat trauma pada
bagian wajah maupun telinga disangkal.

2
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tensi : 140/90 mmHg

Pernafasan : 20x/ menit

Suhu : 36 0C

Nadi : 80x/menit

Berat Badan : 72 kg

Tinggi Badan : 170 cm

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Telinga

Kanan Kiri

Bentuk daun telinga Normotia Normotia

Kelainan Kongenital Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Tumor/ tanda peradangan

Pre aurikuler Tidak ditemukan Tidak ditemukan


Retroaurikuler
Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Nyeri tekan tragus (-) (-)

Penarikan daun telinga (-) (-)

Tes Fungsi Tuba

Valsava Baik Baik


Thoinbee
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Liang Telinga CAE lapang, serumen (+), CAE lapang, serumen (+),
Sekret (-), Hiperemis (-) hiperemis (-)

Membran Timpani Dalam batas normal, Dalam batas normal,


retraksi (-), edema (-), retraksi (-), edema (-),
refleks cahaya (+) jam 5 refleks cahaya (+) jam 7

3
Tes Penala:

Rinne Positif Positif


Weber
Swabach Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

b. Hidung dan Sinus Paranasal


Bentuk : Simetris
Tanda Peradangan : Tidak ditemukan
Vestibulum : - Tampak bulu hidung bilateral +/+

- Lapang +/+, hiperemis -/-, massa -/-, polip -/-

- Mukosa kering

Konka inferior kanan/ kiri : Hipertrofi -/-, sekret -/-


Meatus inferior kanan/kiri : Sekret -/-, hiperemis -/-
Konka medius kanan/ kiri : Hipertrofi -/-
Meatus nasi medius kanan/ kiri : Sekret -/-, hiperemis -/-
Septum nasi : Deviasi (-)
Pasase udara : normal
Daerah sinus frontalis dan maksilaris : Tidak didapatkan nyeri tekan

c. Nasofaring (tidak dilakukan rhinoskopi posterior)


Koana :-
Septum nasi posterior :-
Muara tuba eustachius :-
Torus tubarius :-
Konka inferior dan media :-
Dinding posterior :-

d. Tenggorok
Faring
Dinding faring : hiperemis (-), permukaan licin
Arkus faring : simetris kanan-kiri, hiperemis (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), kripta lebar (-), detritus (-), perlengketan
(-)
Uvula : simetris ditengah, hiperemis (-), tidak membesar
Gigi geligi : bekas pencabutan gigi (-), oral hygiene baik
Lain-lain : radang ginggiva (-), mukosa faring tenang

4
Laring (tidak dilakukan pemeriksaan laringoskopi)
Epiglotis :-
Plika aryepiglotis : -
Arytenoid :-
Plika Ventrikularis : -
Pita suara asli :-
Rima glottis :-
Cincin trakea :-
Sinus piriformis : -

e. Leher
Kelenjar limfe submandibula : tidak ada pembesaran
Kelenjar limfe servikal : tidak ada pembesaran

f. Maksillo Fasial
Deformitas
- Tidak ditemukan deformitas os maxilla, os mandibula, dan os zygomaticum
- Hematoma (-)

g. Dix-Hallpike Manuever
- Nistagmus +/+
- Vertigo +/+

IV. RESUME

Pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke poliklinik THT RSPAU dr. Esnawan
Antariksa dengan keluhan pusing berputar sejak 5 hari yang lalu. Pusing timbul mendadak
ketika perubahan posisi kepala ataupun akibat beraktivitas berat, lama pusing tidak spesifik,
disertai dengan keluhan mual dan muntah. Pusing dirasakan membaik apabila pasien
memenjamkan mata dan beristirahat. Keluhan pada hidung dan tenggorokan disangkal. Pasien
belum mengonsumsi obat-obatan. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorokan dalam batas
normal. Pemeriksaan dix-hallpike manuever terdapat nystagmus +/+ dan vertigo +/+

5
V. DIAGNOSIS BANDING
Vertigo posisi paroksismal jinak
Penyakit meniere

VI. DIAGNOSIS KERJA

Vertigo posisi paroksismal jinak

VII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada

VIII. PENATALAKSANAAN

Reposisi Kanalis Semisirkularis (Epley Manuever)

Edukasi

Bed rest
Hindari aktivitas dan faktor-faktor pencetus keluhan vertigo
Brandt Daroff Manuever dapat dilakukan di rumah

IX. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : bonam

6
PEMBAHASAN

Definisi

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering digambarkan

sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing

(dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri

kepala atau sefalgi, terutama karena dikalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri

kepala) sering digunakan secara bergantian.1

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar-merujuk pada sensasi

berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan

gangguan sistim keseimbangan 1

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai vertigo dengan

nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepaia.

Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan fenomena

kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 30 detik. BPPV dikenal

juga dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan keseimbangan

perifer yang sering dijumpai. 1,2

7
Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer 1,3

Gambar 1. Right membranous labyrinth

Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang paling

keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus

dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin

membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut

bentuk labirin tulang. Antara labirin membrane dan labirin tulang terdapat perilimf, sedang

endolimf terdapat didalam labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan

perilimf. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimf,

yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis, yaitu

horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga kanalis ini terdapat

pula utrikulus dan sakulus.

Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu:

1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran.

8
2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus.

Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan sakulus sel sensoriknya

berada di makula, sedangkan di kanalis sel sensoriknya berada di krista ampulanya)

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan disekitarnya

tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visial dan

proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,

sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.1,4

Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis semisirkularis

dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis sel. Sel-sel pada kanalis

semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut, sedangkan sel-sel

pada organ otolit peka terhadap gerak linier, khususnya percepatan inier dan terhadap

perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan

sudut dan percepatan linier ini disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit serta ciri-

ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi sel rambut.

Sel rambut

Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut pada organ

otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang dijelaskan oleh posisi dari

stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan menyebabkan stereosilia membengkok

kearah kinosilium, maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang

berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.

Kanalis semisirkularis

Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada rotasi sel-

sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan yang
9
lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir satu bidang yang sama

dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan

tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus

normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan,

maka serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara serabut-

serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan,

maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis posterior

akan terinhibisi.

Organ otolit

Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir

horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel rambut

kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada

makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan

daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linier,

sebagian serabut aferen akan tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan adanya

polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier

dalam tiga dimensi, walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.

Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron

ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan refleks

vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu komponen lambat

berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat yang searah dengan putaran

kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan suatu

bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapan ke

10
bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah gerakan mata selama rangsangan

vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus normal.

Etiologi

Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus

BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah

atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam juga merupakan penyebab

BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya usia. 1,2,4,5

Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa

deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini menyebabkan bejana

menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang

berubah.4

Perjalanan penyakit

Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus gangguan

menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh setelah

beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada pula penderita yang hanya satu kali

mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap vertigo posisional

berlangsung lama.2,4

Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun, bila

ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa menit. Bila

serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasakan kepalanya

menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang menetap selama

beberapa jam atau hari.2,5,6

11
BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-an dan 50-an

tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak atau orang

yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV dan biasanya

bersifat torsional (rotatoar). 2

Patofisiologi

Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis

tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap kanalis

semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula,

yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala.

Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam

kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke arah

ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak sehingga timbul

sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis

akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah

gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah

gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo.2,4

Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis dan

kanalolitiasis.

Teori Kupulolitiasis

Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk menjelaskan

patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula krista

ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat pada kupula melalui

pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi

12
lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat

yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang

menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah

ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi netral.

Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).2,4

Teori Kanalitiasis

Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV

disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis

semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila kepala

dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam kanalis

semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan

posisi sejauh 90. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal

ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi

defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala

dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah

yang berlawanan. 2,4

Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala dengan

timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini dengan

menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan

operasi kanalis tersebut. 2,4,6

Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia yang

terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian memasuki

kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan

13
memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca

trauma kepala. 2,4,6

Gambar 2: Patofisiologi 6

Diagnosis

1. Gejala Klinis

BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun tidur,

ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar

yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi

kepala dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing

berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan

serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari

hingga berbulan-bulan.2,4,6

Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian

hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan

14
muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula, namun

arah nistagmus yang timbul adalah sebaliknya. 2-4,6

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan

memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari

kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike

atau perasat Sidelying.1

Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut : 1)

terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2) nistagmus yang khas; 3) adanya

masa laten; 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala

dikembalikan ke posisi awal; 6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila

stimulus diulang 2-4,6

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang.

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan

cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon

vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat

Dix-Hallpike atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada

perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment.

Pada pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing

berputar) dan nistagmus.1-4,6,7

15
Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike

1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike

Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-

Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-Hallpike kanan

pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri

pada bidang posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk

tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat

pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien

menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon

abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama 1 menit atau

sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini dapat langsung

dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment (CRT). Bila tidak ditemukan

respon yang abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien secara

perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-

Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik

sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat

dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak

dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan

kembali.1,3,4

16
Gambar 4. Perasat Sidelying

2. Perasat Sidelying

Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan

kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang

tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan

perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior

kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal

posterior pada posisi paling bawah.1,3,4

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja ,

kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.

Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien

secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40

detik sampai timbul respon abnormal. 1,3,4

17
RESPON ABNORMAL

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke

belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada

pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, 40 detik,

kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis,

pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan vertigo

berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. 1,3,4

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat

arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan.

Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior

kanan

Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior kiri

Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior

kanan.

Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior kiri

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada bidang

yang sesuai dengan kanal yang terlibat. 1,3,4

Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) tidak dapat memperlihatkan

nistagmus jenis rotatoar yang dapat ditemukan pada penderita BPPV. ENG berguna

dalam deteksi adanya nistagmus dan waktu timbulnya pada nistagmus jenis lain. Tes

kalori akan menunjukkan hasil yang normal. BPPV dapat dijumpai pada telinga yang

tidak menunjukkan adanya respon terhadap tes kalori. Hal ini disebabkan tes kalori

menguji kanalis semisirkularis (KSS) horizontal. KSS Horizontal dan posterior

memiliki persarafan dan suplai pembuluh darah yang berbeda. Dengan demikian BPPV

18
yang timbul pada pasien yang tidak memberikan respon pada tes kalori disebabkan oleh

kanalit pada KSS posterior atau anterior.3,4,7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi

vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan tata

laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam waktu

mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan observasi. Akan

tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya pasien

dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang

beraktivitas.1,2,6

Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan vertigo.

Istilah vestibulosuppresant digunakan untuk obat-obatan yang dapat mengurangi timbulnya

nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian obat-

obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian masalahnya. Obat-

obat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek

samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam dan

amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin adalah golongan

antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam dan mempengaruhi

fungsi vestibuler melalui reseptor H3. 2,3,4

Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT (Canalith

repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff. Reposisi kanalit

dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif.

Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi

terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal.

19
Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior

dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala pasien

dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke

utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka gejala. Bila kanalis posterior kanan

yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-

Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut

selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan kekiri dan

dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap

dipertahankan pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap

kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan.

Setelah terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak

merunduk, berbaring, membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi

duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. 1,3,4

Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis pada kanal

anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal posterior, CRT

kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri

dan membalikan tubuh kekanan sebelum duduk. 2,3,4

20
Gambar 5. CRT kanan

Gambar 6. Epley maneuver

21
Gambar 7. Liberatory kanan

Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk memindahkan

otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari

jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior atau posterior. 1,3,4

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory kanan

perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja pemeriksaan

dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. pasien yang duduk dengan kepala menghadap

kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan.

Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side

lying kiri dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1

menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan

diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. 1,3,4

Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama , namun kepala

diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri harus

dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian posisi sidelying kanan)

dengan kepala menghadap ke kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory

kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. 1,3,4

22
Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien sendiri

tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan kepala menoleh

450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik.

Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien menolehkan kepalanya

450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan selama 30 detik. Latihan

ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri dalam sehari. 1,3,4

Gambar 8. Latihan Brandt-Daroff

Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal dilakukan. Terapi

ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya komplikasi berupa gangguan

pendengaran dan kerusakan nervus fasialis. Tindakan yang dapat dilakukan berupa oklusi

kanalis semisirkularis posterior, pemotongan nervus vestibuler dan pemberian aminoglikosida

transtimpanik.2,6

23
Kesimpulan

1. Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan

perifer yang datang tiba-tiba akibat perubahan posisi kepala.

2. Patofisiologi dari BPPV terdiri dari dua teori yaitu teori kupulolitiasis dan

kanalitiasis.

3. Diagnosis dari BPPV ditegakkan bila ditemukan gejala berupa pusing berputar yang

dicetuskan oleh perubahan posisi kepala, timbul nistagmus, terdapat masa laten

sebelum nistagmus muncul, lama serangan terbatas, arah nistagmus berubah bila

posisi kepala dikembalikan ke posisi awal dan nistagmus melemah bila dirangsang

terus-menerus (fatigue).

4. Penatalaksanaan dari BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi

vestibuler (vestibulosuppresant), reposisi kanalit dan pembedahan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar N editor. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai

Penerbit FK-UI.2007. hal 104-109

2. Li J, Benign paroxysmal positioning vertigo. Diakses dari : www.emedicine.com. Pada tanggal

5 Mei 2009.

3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit FK-UI.1996

4. Riyanto B. Vertigo: Aspek Neurologi Jakarta: Cermin dunia Kedokteran no.144.2004. hal 41-

46

5. Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA, editor.

Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta: EGC.1997.Hal 39-44

6. Hain, Timothy C. Benign Paroxismal Positioning Vertigo. Diakses dari :

www.entgr.com/bppv.htm. pada tanggal 5 Mei 2009

25

You might also like