Professional Documents
Culture Documents
KESEHATAN PUSKESMAS
ABSTRACT
Background: Many health problems emerged during the decentralization era that was marked by the low performance
of Health Centre (PHC). This PHCs performance is closely intertwined with health manpower. The objective of this study
is to identify the role of health manpower in PHCs. Methods: The study was done in 3 provinces (4 regencies) i.e. East
Java (Jombang and Bojonegoro regencies), West Java (Cianjur regency) and East Nusa Tenggara (Sikka regency). By
purposive sampling method, 2 PHCs were taken from each regency thus 8 PHCs representing 4 regencies. Results: The
result showed that number of health manpower in the PHC were between 2151 persons, but only 6 PHCs has definite
medical doctors. The majority of the health manpower in 8 HCs were midwives and nurses while pharmacists assistant,
laboratory personnel and nutritionist were lacking. This study identify that health manpower main tasks, functions and
additional jobs were fitting with their education and skill but PHC facilities were unbefitting to support their work. Most of
PHC health manpower were satisfy with their role rendering health services. According to PHC health manpower the factor
to improve individual performance was strenghtening education and skill and the factor to improve PHCs performance was
planning based on demand. This study suggested PHCs and Regency Health Offices has to change their paradigm from
conventional career system into protean career pertaining to health manpower. This study is a lesson-learned due to the
importance of PHCs role as the technical implementing unit of health services.
ABSTRAK
Masalah kesehatan muncul kembali selama era desentralisasi yang ditandai dengan rendahnya kinerja puskesmas.
Kinerja puskesmas tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan tenaga kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi tenaga kesehatan di puskesmas. Penelitian dilaksanakan di 3 provinsi ( terdiri dari 4 kabupaten) yaitu
Jawa Timur (kabupaten Jombang dan Bojonegoro), provinsi Jawa Barat (kabupaten Cianjur) dan provinsi Nusa Tenggara
Timur (kabupaten Sikka). Dua (2) puskesmas di setiap kabupaten diambil secara purposif sebagai sampel sehingga
diperoleh 8 puskesmas sebagai representasi 4 kabupaten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di setiap puskesmas
terdapat 2151 orang tenaga namun hanya 6 puskesmas yang memiliki dokter tetap. Jenis tenaga kesehatan terbanyak
di masing-masing 8 puskesmas adalah bidan dan tenaga perawat kesehatan sedangkan asisten apoteker, laborat dan ahli
gizi masih kurang jumlahnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa tugas utama, fungsi dan tugas tambahan yang menjadi
beban mereka sudah sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki, tetapi mereka merasa tidak didukung
oleh fasilitas yang semadai. Pada umumnya tenaga kesehatan sudah puas dengan tugas dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan. Mereka menyarankan peningkatan pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja individu, sedang untuk
peningkatan kinerja institusi dilakukan dengan perencanaan yang sesuai dengan tuntutan tenaga puskesmas. Penelitian ini
menyarankan adanya perubahan paradigma di puskesmas dan dinas kesehatan bergeser dari sistem karir konvensional
yang kaku ke arah pengembangan karir yang lentur. Penelitian ini merupakan suatu pembelajaran mengingat pentingnya
peran puskesmas sebagai unit tehnis dalam pelayanan kesehatan.
Naskah masuk: 4 Januari 2009, Review 1: 6 Januari 2009, Review 2: 7 Januari 2009, Naskah layak terbit: 15 Januari 2009
1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI. Jl Indrapura 17 Surabaya 60176.
Korespondensi: Lestari Handayani
E-mail: lestari@yahoo.com.sg
12
Peran Tenaga Kesehatan (Lestari Handayani, NA Ma'ruf, Evie Sopacua)
Kepala Puskesmas
13
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 13 No. 1 Januari 2010: 1220
Sedangkan ciri mempunyai identitas diri antara lain dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan
diekspresikan tenaga kesehatan sebagai pelaksana Kesehatan (Handayani L, Sopacua E, Siswanto,
pelayanan kesehatan di Puskesmas melalui aspirasi Maruf NA, Widjiartini, 2006) yang menggambarkan
dalam mengemukakan pendapat. peran tenaga kesehatan sebagai pelaksana pelayanan
Dalam peran sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas. Penelitian ini merupakan
kesehatan di Puskesmas, tenaga kesehatan penelitian deskriptif evaluatif non intervensi dan
mempunyai tugas pokok dan fungsi berdasarkan dilaksanakan tahun 2006 di provinsi Jawa Timur, Jawa
organisasi Puskesmas. Sesuai Kepmenkes No.128 Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
tahun 2004 susunan organisasi Puskesmas terdiri Populasi penelitian adalah puskesmas dan
dari unsur pimpinan yaitu kepala puskesmas, unsur jaringannya yaitu puskesmas pembantu (Pustu)
pembantu pimpinan yaitu urusan tata usaha dan unsur dan pondok bersalin desa (Polindes). Sampling
pelaksana berupa unit-unit yang terdiri dari petugas diambil secara purposif, d
imaksudkan agar sampel
dalam jabatan fungsional. Jumlah unit tergantung dapat memberikan informasi tentang proses yang
kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas sehingga bila terjadi ketika tenaga kesehatan menjalankan
jumlah tenaga terbatas sedangkan tugas harus dibagi perannya sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di
habis, maka akan menimbulkan tugas tambahan Puskesmas (Murti, 2006). Di setiap provinsi ditetapkan
yang terintegrasi ke dalam tupoksi masing-masing 1 kabupaten -kecuali Jawa Timur 2 kabupaten- dan di
petugas. setiap kabupaten diambil 2 puskesmas baik dengan
Uraian tersebut di atas menyebabkan timbul perawatan maupun non perawatan. Keseluruhan
pertanyaan bagaimana sesungguhnya peran tenaga sampel berjumlah 8 (delapan) puskesmas. Sampel
kesehatan dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas di provinsi Jawa Timur dipilih puskesmas Kapas dan
dalam era otonomi daerah? Berdasar pertanyaan Kanor di kabupaten Bojonegoro serta puskesmas
penelitian tersebut, secara umum tujuan penelitian Bareng dan Cukir di Kabupaten Jombang. Di
adalah mengetahui peran tenaga kesehatan dalam provinsi Jawa Barat dipilih kabupaten Cianjur dengan
pelayanan kesehatan di Puskesmas dalam era puskesmas Sukanagara dan Cibeber. Provinsi NTT, 2
otonomi daerah. Tujuan khusus penelitian adalah: Puskesmas dipilih yaitu puskesmas Nita dan Nanga
1. Mengkaji kesesuaian tugas pokok dan fungsi di kabupaten Sikka.
(tupoksi) dengan pendidikan dan keterampilan serta Variabel yang diidentifikasi dari tenaga kesehatan
sarana pendukung kerja; 2. Mengkaji kesesuaian sebagai bagian dari input yang diidentifikasi di
tugas tambahan tenaga kesehatan dengan pendidikan Puskesmas adalah kesesuaian tugas pokok dan
dan keterampilan serta sarana pendukung kerja; fungsi (tupoksi) maupun tugas tambahan yang
3. Mengkaji kepuasan kerja sesuai tupoksi; 4. Mengkaji diemban dengan pendidikan dan keterampilan serta
pendapat SDM puskesmas tentang faktor-faktor untuk sarana pendukung kerja, kepuasan kerja sesuai
peningkatan kinerja individu dan Puskesmas. tupoksi. Sedangkan identifikasi pandangan mereka
Diharapkan agar pembelajaran ini menjadi tentang upaya revitalisasi puskesmas dan jaringannya
masukan kebijakan yang diformulasi di pusat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan
dan atau di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan kesehatan adalah pendapat tentang faktor-faktor
kecamatan yang tujuannya meningkatkan peran untuk peningkatan kinerja individu dan puskesmas
tenaga kesehatan sebagai pelaksana pelayanan (Gambar 2).
kesehatan di Puskesmas. Data dikumpul dengan wawancara menggunakan
kuesioner dan FGD (Focus Group Discussion) untuk
METODE memperoleh pendalaman tentang pendapat petugas
kesehatan tentang perannya sebagai pelaksana
Studi ini dikaji dari penelitian Upaya Revitalisasi pelayanan kesehatan di Puskesmas. Data yang
Pelayanan Kesehatan Puskesmas dan Jaringannya diperoleh dianalisis secara deskriptif.
14
Peran Tenaga Kesehatan (Lestari Handayani, NA Ma'ruf, Evie Sopacua)
15
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 13 No. 1 Januari 2010: 1220
permasalahan kurangnya tenaga karena teman- puskesmas yang memiliki tugas tambahan (n = 83)
teman ada yang pendidikan penyetaraan ke tentang kesesuaian tugas tambahan tersebut dengan
akper atau ke akbid. Mengisi kekosongan pendidikan dan keterampilan mereka dalam perannya
tersebut, maka lintas program itu dikondisikan. sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas
Jadi hampir semua teman kerja rangkap, ada tergambar dalam tabel 2. Terlihat bahwa 60,2% tenaga
yang pemegang kesling diintegrasikan ke kesehatan menyatakan kesesuaian tugas tambahan
bendahara, gigi diintegrasikan ke uks dan lain dengan pendidikan dan atau keterampilan yang
sebagainya. mereka miliki. Mengenai kesesuaian tugas tambahan
dengan sarana pendukung kerja di Puskesmas oleh
Keadaan ini disebabkan tenaga kesehatan di
53% tenaga kesehatan dinyatakan masih kurang.
puskesmas terbatas jumlahnya dibandingkan dengan
jenis program yang dikerjakan. Selain jumlah yang Tabel 2. Kesesuaian tugas tambahan tenaga
terbatas, sering kali juga terdapat keterbatasan kesehatan dengan pendidikan, keterampilan
keterampilan berdasarkan jenis pendidikan. Sebagai dan sarana pendukung kerja di 8 puskesmas
akibatnya ada tenaga yang melakukan pekerjaan penelitian di provinsi Jawa Timur, Jawa
tidak sesuai dengan keterampilannya. Berikut adalah Barat dan NTT (n = 83), tahun 2006
pernyataan dalam FGD yang menunjukkan terjadinya
kondisi seperti ini: Kesesuaian tugas tambahan
Kurang
tenaga kesehatan sebagai Sesuai
Sesuai
Bagaimana lagi..., karena puskesmas tidak pelaksana pelayanan kesehatan (%)
(%)
mempunyai petugas analis untuk laboratorium dengan:
maka tenaga lulusan SMA dipekerjakan di Pendidikan dan atau keterampilan 60,2 37,8
Sarana pendukung kerja di
laboratorium dengan berbekal keterampilan
Puskesmas 47,0 53,0
yang diperoleh melalui pelatihan tentang
Sumber: Handayani, Sopacua, Siswanto, Maruf & Widjiartini
pemeriksaan laboratorium sederhana....
(2006)
Akibatnya, tenaga kesehatan di puskesmas
sering kali harus melakukan tugas tambahan selain Temuan penelitian juga mengemukakan bahwa
tugas pokoknya. Gambaran ini dijelaskan melalui menurut 56,6% tenaga kesehatan tugas tambahan
pernyataan berikut ini yang disampaikan dalam ini kadang mengganggu tupoksi dalam pelaksanaan
FGD: pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sedangkan
37,4% menyatakan tugas tambahan tidak mengganggu
....mungkin semua bidan ada tugas pokok tupoksi dan hanya 6% menyebutkan tugas tambahan
dan tugas integrasi. Tugas integrasi yaitu mengganggu dalam menjalankan peran sebagai
piket. Setiap bidan, pembina desa yang pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas.
banyak tugas integrasi misalnya pelayanan
immunisasi, penyuluhan, uks juga dilibatkan.... Kepuasan kerja sesuai tugas pokok dan fungsi
Jadi semua terlibat dalam tupok dan tugas (tupoksi)
integrasi. Banyak yang begitu. Karena untuk Kepuasan kerja diperoleh tenaga kesehatan dalam
pelayanan immunisasi saja setiap bidan di desa pelaksanaan pelayanan kesehatan di Puskesmas
melayani posyandu dan immunisasi dan gizi, sesuai tupoksi.
karena petugas gizi di puskesmas cuma satu, Tabel 3 menunjukkan kepuasan kerja sesuai
imunisasi juga cuma satu. tupoksi yang diperoleh tenaga kesehatan di
Puskesmas. Menurut 88,89% tenaga kesehatan,
Tugas tambahan dalam pernyataan di atas
mereka mendapatkan kepuasan kerja dalam
disebutkan sebagai tugas integrasi dan dari seluruh
pelaksanaan pelayanan upaya kesehatan masyarakat
tenaga kesehatan di puskesmas penelitian (n =
(UKM) sesuai tugas pokok dan fungsi, disusul
154 orang), ada 83 orang (53,9%) mendapatkan
dengan 81,63% tenaga kesehatan di pelayanan
tugas tambahan. Pendapat
tenaga
kesehatan di
pengobatan.
16
Peran Tenaga Kesehatan (Lestari Handayani, NA Ma'ruf, Evie Sopacua)
tenaga kesehatan di puskesmas belum jelas (www. Gambar 3. Proses pembelajaran yang berkelanjutan dalam
tenaga-kesehatan.or.id, 2007). Kepuasan kerja yang karir protean
diungkapkan tenaga kesehatan dalam menjalankan
Tenaga kesehatan di puskesmas yang melakukan
perannya menurut Erkaningrum (2002) karena tanpa
pembelajaran jangka pendek terhadap tupoksi maupun
disadari mereka telah menjalani apa yang disebut
tugas tambahan akan merubah performance atau
boundaryless career atau karir tanpa batas. Dijelaskan
skill learning sedangkan pembelajaran diri sendiri
oleh Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2000 dalam
akan merubah sikapnya. Pembelajaran jangka
Erkaningrum, 2002) bahwa boundaryless career atau
panjang terhadap tupoksi dan tugas tambahan akan
karir tanpa batas sering dihubungkan dengan protean
meningkatkan kinerja melalui adaptasi terhadap
career (karir protean) yaitu karir yang sering mengalami
kondisi pekerjaan yang berubah terus-menerus
perubahan seiring dengan dua perubahan yang terjadi
sedangkan pembelajaran pada diri sendiri akan
yaitu (1) perubahan kepentingan, kemampuan dan
mengembangkan identitas. Hal ini merupakan ciri
nilai seseorang dan (2) perubahan lingkungan kerja.
kepuasan kerja yang dikemukakan Soetjipto BW
Menurut Hall (1996 dalam Erkaningrum, 2002), karir
(2002) yaitu identitas diri. Proses dalam pembelajaran
protean adalah karir yang didorong oleh individu itu
jangka panjang ini dicapai melalui interaksi dengan
sendiri (bukan oleh organisasi) dan akan disesuaikan
orang lain atau disebut sebagai relational learning
oleh individu itu sendiri dari waktu ke waktu sesuai
(Erkaningrum, 2002).
dengan perubahan lingkungan. Karir protean
Puncak karir dalam karir protean dicapai dengan
bertujuan utama memperoleh kesuksesan psikologis,
menggunakan talenta yang paling dihargai oleh diri
perasaan bangga dan keberhasilan dalam mencapai
sendiri. Talenta yang berpotensi melakukan sesuatu
tujuan-tujuan hidup yang paling penting, cita-cita,
dengan sangat baik dan memberikan kepuasan
kebahagiaan keluarga, kedamaian dalam diri sendiri
ketika melaksanakannya. Begitu puas sehingga
atau sesuatu yang lain. Oleh karena itu, karir protean
jika mendapatkan bayaranpun tidak terasa sebagai
tidak diukur dengan usia kronologis (chronological
kompensasi tetapi seperti hadiah yang sebenarnya
age) dan tingkat kehidupan (life stages) tetapi dari
tidak diharapkan. Gambaran ini menjelaskan mengapa
proses pembelajaran yang berkelanjutan (continous
hanya 20,1% petugas kesehatan di puskesmas
learning) dan perubahan identitas. Kepuasan kerja
menyebutkan bentuk penghargaan (reward) sebagai
ini menurut Harrington (2007) merupakan salah satu
faktor untuk peningkatan kinerja individu (tabel 4)
dari key attitudes dalam karir protean.
karena rata-rata sekitar 70% petugas kesehatan puas
Proses pembelajaran berkelanjutan pada petugas
dengan apa yang sudah dicapai melalui perannya
kesehatan di puskesmas didukung oleh kombinasi
dalam pelaksanaan pelayanan di Puskesmas (tabel
individu, tantangan pekerjaan, relasi individu dengan
3). Kepuasan kerja petugas kesehatan dalam
lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, bawahan,
menjalankan perannya sesuai tupoksi ini menunjukkan
pelanggan/pasien) maupun dengan anggota dari
bahwa proses pembelajaran yang berkelanjutan
berbagai jaringan formal dan informal sebagai contoh
terlaksana dan mencapai adaptasi kerja dengan
dengan petugas kantor kecamatan, tokoh masyarakat.
identitas diri yang jelas.
Gambaran proses pembelajaran yang berkelanjutan
Hal ini diperjelas lagi dengan memahami hirarki
menurut Hall, (1996 dalam Erkaningrum, 2002) adalah
kebutuhan manusia menurut Maslow yang oleh
seperti pada gambar 3.
Notoatmojo (2003) disebut merupakan urgensi
19
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 13 No. 1 Januari 2010: 1220
dalam pengembangan sumber daya manusia. Hirarki paradigma dalam pembinaan pengembangan karir
kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, tenaga kesehatan dari sistem karir yang lama ke
kebutuhan jaminan keamanan, kebutuhan yang karir protean. Studi ini merupakan pembelajaran,
bersifat sosial, kebutuhan yang bersifat pengakuan dan karena dalam era desentralisasi ini Puskesmas
penghargaan dan kebutuhan untuk mengembangkan sebagai unit pelaksana teknis cenderung menuju
diri. Notoatmojo menegaskan bahwa kelima hirarki kearah kutub lembaga usaha. Untuk itu Puskesmas
tersebut tidak sekuensial dalam arti kebutuhan dituntut memiliki kemampuan manajerial untuk
pertama terpenuhi dulu baru kebutuhan kedua tetapi membina tenaga kesehatan dalam peran sebagai
dapat terjadi secara simultan. Maka kebutuhan pelaksana pelayanan kesehatan di puskesmas melalui
untuk mengembangkan diri (self actualization) pada sistem karir yang berwawasan jauh ke depan untuk
dasarnya merupakan bentuk dari adaptasi kerja dan meningkatkan kualitas pelayanan dan mencapai
identitas yang jelas melalui proses pembelajaran kinerja yang optimal.
yang berkelanjutan dalam karir protean (Erkaningrum,
2002). Hal ini menjelaskan pendapat bagian terbesar DAFTAR PUSTAKA
tenaga kesehatan tentang faktor untuk peningkatan
Erkaningrum IF. 2002. The boundary/ess career pada abad
kinerja individu adalah meningkatkan pendidikan ke-21. Artikel
dalam Paradigma Baru Manajemen
dan keterampilan (tabel 4). Sedangkan faktor untuk Sumberdaya Manusia. Yogyakarta. Penerbit Amara
peningkatan kinerja puskesmas menurut petugas Books.
kesehatan adalah perencanaan sesuai kebutuhan Handayani L, Sopacua E, Siswanto, Ma'ruf NA &
(tabel 5). Pendapat ini merupakan akumulasi positif Widjiartini. 2006. Upaya revitalisasi pelayanan
dari proses pembelajaran yang berkelanjutan, baik kesehatan Puskesmas dan jaringannya dalam
rangka peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
jangka pendek maupun jangka panjang.
Laporan Penelitian, Puslitbang Sistem dan Kebijakan
Kesehatan, Surabaya.
SIMPULAN DAN SARAN Harrington B. 2007. The protean career. Center for work
and family, Boston.
Simpulan Indonesia Departemen Kesehatan. 2004. Surat Keputusan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa: Menteri Kesehatan No. 128 tahun 2004 tentang
1. Peran tenaga kesehatan sebagai pelaksana Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
pelayanan kesehatan di puskesmas berdasarkan Depkes, Jakarta.
Notoatmojo S. 2003. Pengembangan sumber daya manusia.
tupoksi dan tugas tambahan sesuai dengan
Rineka Cipta, Jakarta.
pendidikan dan keterampilan. Murti B. 2006. Desain dan ukuran sampel untuk penelitian
2. Ada ketidak sesuaian tupoksi dan tugas tambahan kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan.
dengan sarana pendukung kerja. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
3. Tenaga kesehatan puskesmas pada umumnya Setyawan IR. 2002. Manajemen sumber daya manusia
mendapatkan kepuasan kerja sesuai tupoksi dalam strategis: repositioning peran, perilaku plus
peran sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di kompetensi serta peran SDM strategi. Artikel dalam
puskesmas. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia.
Amara Books, Yogyakarta.
4. Faktor-faktor yang dianggap dapat meningkatkan
Soetjipto BW. 2002. Manajemen sumber daya manusia :
kinerja individu dan puskesmas menunjukkan sebuah tinjanuan komprehensif (bagian 1). Artikel
adanya pemahaman berdasarkan skills maupun dalam Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya
relational learning hasil proses pembelajaran Manusia, Amara Books, Yogyakarta.
berkelanjutan dalam perannya sebagai pelaksana Stokes P. 2007. Implementing decentralization in health:
pelayanan kesehatan di puskesmas. Skills maupun sharing experiences and ways forward. Where
relational learning ini merupakan akumulasi proses are we now?. Ppt dalam 6th annual forum on health
care decentralization di Bali. Available at:: www.
pembelajaran berkelanjutan dalam sistem karir
desentralisasi-kesehatan.net.
protean atau karir tanpa batas.
Rangkuman dan Kesepakatan Pertemuan Koordinasi
Saran perencanaan dan pendayagunaan SDM kesehatan.
2007. Diakses 26 Agustus 2007, Available at: www.
Puskesmas dengan dukungan Dinas Kesehatan
tenaga-kesehatan.or.id Buletin Peneiitian Sistem
Kabupaten/Kota sebaiknya mengantisipasi perubahan Kesehatan-Vol. 13 No. 1 Januari 2010: 2131
20