Professional Documents
Culture Documents
&
POLIMERISASI
Ajar Permono
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Sejarah Polimer
1.2. Gambaran umum produk polimer dan proses polimerisasi
POLIMER
DAFTAR PUSTAKA
SEJARAH POLIMER
Selain dari penemuan dalam bentuk produk nyata ada hal lain yang perlu
dicatat dalam perkembangan polimer adalah penemuan konsep atau teori yang
ikut mendorong penemuan produk-produk polimer tersebut, diantaranya
adalah pengembangann konsep makro molekul oleh Hermann Staudinger tahun
1920, teori termodinamika untuk polimer larutan pada tahun 1942. Kemudian
antara tahun 1949-1956 teori kristal cair dikreasikan oleh Lars Onsager dan
Paul Flory. Pada kurun waktu yang kurang lebih sama Michel Szwarz dari
Amerika meneukan anionik polimerisasi. Pada tahun 1971 fisikawan Perancis
bernama Pierre-Gilles deGennes, mengungkapkan model pengulangan difusi
rantai molekul dalam bentuk matriks yang akhirnya mendapat penghargaan
nobel pada tahun 1992. Selanjutnya mengenai morfologi polimer
banyak diteliti oleh Richard Boyd pada dekade 80-an. Pun hingga sekarang dan
rasanya begitu seterusnya , begitu banyak penelitian dan pengembangan
tentang polimer baik dari aspek sain maupun keteknikan (engineering).
Contoh:
Contoh:
Monomer karet alam : isoprene .
Proses terbentuknya polimer dari monomer disebut polimerisasi.
Polimerisasi dapat berlangsung dalam fasa gas, cair maupun padat. Semakin
besar molekul (berarti berat molekul juga semakin besar) maka bentuk polimer
cenderung mengental atau memadat. Sebagai ilustrasi suatu molekul etana (CH3-
CH3 ) berbentuk fasa gas pada suhu kamar. Karena merupakan molekul kecil,
maka mobilitasnya tinggi artinya mudah bergerak kesana kemari. Kemudian bila
jumlah atom C digandakan empat maka akan menjadi senyawa butana (CH3-
CH2-CH2-CH3 ) yang berbentuk cairan. Dengan bangun molekul yang lebih besar
maka pergerakan molekulnya menjadi berat atau lambat sehingga cenderung
mengental. Selanjutnya bila jumlah atom C adalah 22 maka senyawa berbentuk
seperti lilin (wax) disebut parafin. Demikian seterusnya sebagai contoh plastik
polietilen dengan ribuan atom C mempunyai bentuk padatan.
Reaksi polimerisasi
Reaksi polimerisasi dikenal ada dua macam yaitu polimerisasi adisi
(poliadisi) dan polimerisasi kondensasi (polikondensasi). Namun dalam
perkembangannya ada yang mengelompokkan menjadi empat dengan
tambahan chain-growth polymerization (mirip dengan polimerisasi adisi ) dan
step-growth polymerization (mirip dengan polimerisasi kondensasi).
Polimerisasi adisi ditandai dengan terbukanya ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal
seperti contoh berikut.
Derajat Polimerisasi
Derajat polimerisasi (DP) atau degree of polymerization ditandai dengan simbol n
H2 H2 H2 H2
C=C + C=C (- C C - ) (- C C - ) n = derajat polimerisasi
H2 H2 H2 H2
n besar polimer
n kecil oligomer
O O
H-(O-C - ~~~) n OH -O C - ~~~ unit yang berulang
Gambar crosslinking
alternating polymer
random polymer
block polymer
graft polymer
ter polymer
Kemudian dilihat dari rumus bangun yang berbeda dimana rumus molekulnya
sama , ini dikenal dengan streosisomer yang mempunyai variasi sebagai berikut.
H H H H H
-CCCCC
H R H R H
H H R H H
-CCCCC
H R H R H
H R H H H
-CCCCC
H H H R H
Selanjutnya jika dilihat dari kristal ataupun berbentuk tak teratur (amorf) maka polimer
mempunyai bentuk seperti tergambar di bawah.
amorf kristal
Polimer seperti halnya produk lain pada umumnya tentu akan megalami
persinggungan atau interaksi dengan lingkungan disekitarnya. Hal ini bisa mengakibatkan
terjadinya perubahan fisis pada polimer.
Pengaruh senyawa kimia lain (chemical effects), sperti ketahanan terhadap
pelarut (solvent)
Pengaruh panas dan suhu tinggi direflesikan pada melting point , serta
kemungkinan terjadinya dekomposisi.
Pengaruh sinar/radiasi yaitu sinar UV
Mikroorganisme alam dapat merusak polimer
Aplikasi polimer
Seperti diketahui bahwa teknologi polimer telah berkembang sedemikian pesat
berakibat pada semakin banyak variasi produk aplikasi masyarakat. Berikut beberapa
diantaranya adalah:
Polietilen (PE): tas plastik, tas kresek
Polopropilen (PP): plastik seal untuk aerosol can (kaleng semprot nyamuk, parfum
spray dan sebagainya)
Polietilenterephtalat (PET): botol air minum dalam kemasan (AMDK)
Polivinilkhlorida (PVC): pipa pralon
Polistiren (PS): gabus putih untuk pengepakan
ABS (acrylonitrilebutadienestyrene) : casing hand phone, casing televisi, casing
komputer dll.
SAN (styreneacrylonitrile): lampu kristal buatan, kran air, asesoris gantungan kunci dll.
Komposit polimer-logam: bodi mobil.
Karet sintetis isoprene: ban mobil, ban motor
Poliamid: nylon
SBR (styrenebuatdienerubber): karet sintetis dengan perbagai aplikasi.
BAB II
REAKSI POLIMERISASI
H H H H
C= C C C .
H H H H
n
etilen polietilen
H H H H
C C C C
H H
stirine polistirine
Lain halnya dengan polimerisasi kondensasi dimana tidak semua atom dari monomer
menjadi bagian dari monomer. dalam hal ini terdapat sebagian atom dari monomer yang
membentuk senyawa lain (pada umumnya air, tapi bisa juga molekul sederhana lainnya)
yang kemudian dipisahkan dari produk polimer.
O O H H
Cl C CH2 CH2 CH2 CH2 C Cl + N CH2 CH2 CH2 CH2 - CH2 CH2 N
H H
O O
C CH2 CH2 CH2 CH2 C N CH2 CH2 CH2 CH2 - CH2 CH2 N + HCl
n
H H
H H
- -
A : + CH2 = C A CH2 C :
H H H H
- -
A CH2 C : + CH2 = C A CH2 C CH2 C :
H H H H H H
- -
A CH2 C CH2 C : + CH2 = C A CH2 C CH2 C CH2 C :
H H H H
-
A CH2 C CH2 C CH2 C : + CH2 = C
H H H H
-
A CH2 C CH2 C CH2 C CH2 C :
dan sterusnya.
Pada reaksi chain-growth polimerization diatas jelas bahwa pertambahan
atau pertumbuhan rantai polimer berasal dari reaksi antara rantai polimer
dengan monomer stirene. Sedangkan antara rantai polimer satu dengan lainnya
tidak dapat bereaksi.
H H H H H H
- -
A CH2 C CH2 C CH2 C : + A CH2 C CH2 C CH2 C :
Lain halnya dengan step-growth polimerization dimana antar rantai polimer yang
sedang tumbuh (growing chain) dapat saling bereaksi. Sebagai gambaran adalah
reaksi pembentukan PET (polietilenterftalat) jenis plastik yang banyak dipakai
sebagai botol air minuman dalam kemasan.
O O O O
O O O O
Cl C C O CH2 CH2 OH + Cl C C Cl
O O O O
trimer
Dimer merupakan molekul hasil gabungan dari dua monomer , dalam hal
ini membentuk ester. Dimer ester selanjutnya dapat bereaksi masing-masing
dengan terephthoil khlorida maupun etilen glikol. Selain itu dimer juga dapat
bereaksi dengan dimer lainnya. Bila dimer ester bereaksi dengan terephthoil
khlorida, maka menghasilkan trimer.
O O
O O
trimer
O O O O
dimer dimer
O O O O
te tramer
O O O O O O
dimer trimer
O O O O O O
pentamer
Demikian seterusnya pertumbuhan rantai berlangsung hingga terbentuk
polimer.
+
:N N: + HO CH2 CH2 OH :N N H O CH2 CH2 OH
+
:N N H O CH2 CH2 OH + O=C=N CH2 N=C=O
O CH2 CH2 OH
O=C=N CH2 N=C=O
O CH2 CH2 OH
O=C=N CH2 NC=O
H
dimer uretan
H
dimer etilen glikol
O O
H H
trimer
H
dimer diisosianat
O O
H H
trimer
Sesuai sifat chain-growth polimerization , maka antara dimer dengan dimer atau
antara dimer dengan trimer dapat bereaksi membentuk oligomer , demikian
seterusnya hingga terbentuk poliuretan.
O O
MACAM POLIMERISASI
Seperti pernah disinggung pada bab pendahuluan, bahwa sebagian orang
menyamakan polimerisasi adisi dengan chain-growth polymerization dan juga
mengidentikan polimerisasi kondensasi dengan step-growth polymerization. Agar
tidak membingungkan maka ada baiknya ditinjau pemilahan jenis polimerisasi
oleh William Carothers.
Polimerisasi adisi (poliadisi)
Reaksi polimerisasi yang menghasilkan produk polimer dimana bangun
molekul polimer terbentuk semata-mata oleh pengulangan unit (monomer)
tanpa adanya pemisahan sebagian atom dari monomer untuk membenetuk hasil
samping. Dengan demikian rumus molekul polimer adalah sama dengan
penjumlahan monomer karena setiap rumus molekul unit pengulangan adalah
sama dengan monomer penyusun..
Chain-growth polymerization
Umumnya reaksi chain growth polimerization terdiri atas tiga langkah yaitu
inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi berlangsung cepat dan rantai molekul
pada polimer yang terbentuk relatif panjang dengan demikian mempunyai berat
molekul yang besar. Namun begitu penambahan rantai hanya dapat
berlangsung antara rantai yang sedang tumbuh (growing chain) dengan
monomer.
Step-growth polymerization
Pada step-growth polymerization pertumbuhan rantai berlangsung lebih
variatif dimana penambahan rantai dapat berlangsung tidak hanya antara rantai
yang sedang tumbuh (growing chain) dengan monomer, namun dapat juga antara
growing chain satu dengan lainnya. Ditinjau dari kecepatan reaksi, step-growth
polymerization lebih lambat dibanding chain-growth polymerization.
Dengan adanya paparan pemilahan makan mengenai reaksi polimerisasi
maka barangkali sebaiknya suatu reaksi polimerisasi adisi suatu ketika bisa saja
sama dengan chain-growth polymerization, di lain waktu bisa berbeda. Demikian
juga polimerisasi kondensasi suatu saat dapat identik dengan step-growth
polymerization, dilain waktu bisa berlainan. Namun demikian dewasa ini, seiring
dengan perkembangan penelitian tentang polimerisasi , tipe reaksi chain-growth
polymerization dan step-growth polymerization lebih banyak disebut dibanding
polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.
Radikal bebas
Selanjutnya dalam reaksi polimerisasi adisi dan/atau chain-growth
polymerization terkait dengan apa yang dinamakan mekanisme radikal bebas.
Radikal bebas (free radical) adalah suatu gugus yang sangat reaktif yang
disebabkan adanya elektron bebas (tanpa pasangan).Dengan terdapatnya
elektron bebas, suatu monomer akan terganggu kestabilannya hingga tertular
menjadi bangun yang reaktif juga , untuk kemudian mengganggu molekul
monomer berikutnya. Demikian seterusnya terjadi proses radikalisasi yang
berlanjut disebut reaksi rantai atau (chain reaction) hingga akhirnya terbentuk
polimer. Polimerisasi radikal bebas ini dipakai untuk memproduksi bermacam
jenis polimer seperti polistirine, polimetalmetakrilat, polivnivil asetat serta
polietilen.
Selanjutnya dalam proses pertumbuhan rantai terdapat tiga urutan langkah
reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Sesuai dengan namanya inisiasi
memang merupakan reaksi awal pembentukan radikal bebas. Kemudian diikuti
propagasi yaitu langkah reaksi dimana terjadi pertumbuhan rantai polimer
secara berulang-ulang. Reaksi rantai ini diakhiri dengan tahapan terminasi.
Untuk jelasnya berikut mekanisme reaksi pembentukan polietilen dari monomer
etilen.
Inisiasi
Pada tahapan inisiasi deperlukan senyawa sebagai inisiator yang pada
umumnya digunakan benzoil peroksida. Benzoilperoksida dikenai energi
(panas) hingga terbelah menjadi gugus yang reaktif (radikal bebas) dengan
adanya elektron bebas (tanpa pasangan) atau lone-pair electron.
energi
O O O O
C O O C C O* + *
OC
benzoilperoksia
O O
* *
C O + C
O
radikal bebas
H H H H
* *
C C C C
H H H H
Propagasi
Radikal bebas baru tetsebut bereaksi dengan molekul monomer lain, demikian
sterusnya hingga membentuk rantai yang lebih panjang (chain growth).
Tahapan reaksi ini disebut dengan propagasi.
H H H H
C C* C C
H H H H
H H H H H H
C C C C* C C
H H H H H H
H H H H H H
*
C C C C C C
H H H H H H
H H
C C
n
H H
polietilen
Terminasi
H H H H H H H H H H H H
C C C C C C* *
C C C C C C
H H H H H H H H H H H H
H H H H H H H H H H H H
C C C C C C C C C C C C
H H H H H H H H H H H H
polietilen
H H H H H H H H H H H H
H H H H H H H H H H H
*
*
--- C C C C C C H C C C C C C ---
H H H H H H H H H H H H
H H H H H H H H H H H
--- C C C C C C H C = C C C C C ---
H H H H H H H H H H H H
polietilen polietilen
Hal yang perlu diperhatikan diatas bahwa mekanisme terminasi diatas bukanlah
menyalahi kaidah polimerisasi adisi atau chain-growth polymerization diamana pada saat
terjadinya proses polimerisasi (propagasi) rantai yang tumbuh (growing chain) tidak
dapat bereaksi satu sama lain. Dalam kasus tahapan terminasi ini reaksi antar growing
chain semata mata untuk mengakhiri tahapan propagasi didorong tidak ada lagi
monomer yang dapat diikat menjadi rantai baru (memperpanjang rantai). Berikut
beberapa monomer yang dapat berpolimerisasi secara radikal bebas.
MONOMER STRUKTUR KIMIA
Tetrafluroetilen CF 2 = CF 2
Isopren CH3
CH2 = C CH = CH2
Khloropren Cl
CH2 = C CH = CH2
CH2 = CH
Stirine
Cl
Viniliden khlorida Cl
CH2 = C
Cl
CH2 = CH
CH2 = C CH3
Akrilonitril CN
CH2 = CH
POLIMERISASI ANIONIK
+
CH3 CH2 CH2 CH2 Li CH3 CH2 CH2 C Li
H
butil litium butil anion litium kation
Butil litium mempunyai kecenderungan mudah terjadi pengkutuban antara litium kation
yang bermuatan positif dan butil anion yang bermuatan negatif pada atom karbon
(disebut carabanion). Manakala carabanion bertemu dengan monomer etilen, maka
ikatan rangkap pada etilen akan terbuka dan terbentuk carbanion baru. Kejadian ini
merupakan tahapan inisiasi.
H H H
+
CH3 CH2 CH2 C Li C C
H H H
etilen
H H
+
CH3 CH2 CH2 CH2 C C Li
H H
Demikian seterusnya terjadi pengulangan mekanisme carbanion pengikatan baru (tahap
propagasi)sehingga pada akhirnya (terminasi) akan menghasilkan polietilen. Mekanisme
polimerisasi anion ini bisa jadi berlangsung terus menerus dengan sendirinya selama
masih ada monomer. Pun bila harus berhenti katakan berbulan-bulan, baru kemudian
terdapat pasokan monomer baru, maka reaksi propagasi tetap hidup dan akan
berlangsung sebagaimana mestinya. Oleh karenanya mekanisme tersebut disebut juga
living anion polimerization.
H H H H
+
CH3 CH2 CH2 CH2 C C Li C C
H H H H
H H H H
+
CH3 CH2 CH2 CH2 C C C C Li dan seterusnya
H H H H
H H
C C
n
H H
polietilen
Contoh lain living anion polimerization adalah polimerisasi stirine dengan butil litium
membentuk polistirine.
H H
+ +
CH3 CH2 CH2 C Li CH2 = CH CH3CH2CH2CH2 CH2C Li
stirine
H H H
+ +
CH3CH2CH2CH2 CH2C Li + CH2 = CH CH3CH2CH2CH2CH2CCH2 C Li
H H
+
CH3CH2CH2CH2CH2CCH2 C Li + CH2 = CH
H H H
+
CH3CH2CH2CH2CH2CCH2 CCH2 C Li
Begitu seterusnya, reaksi akan berlanjut sampai monomer habis atau jika ada
penambahan senyawa terminasi.
H H
+
CH3CH2CH2CH2 CH2 CH2CCH2 C Li
n
polistirine
CH2 = C CH3
Akrilonitril CN
CH2 = CH
Kaprolaktam O
Etilen oksida O
CH2 CH2
POLIMERISASI KATIONIK
CH3 CH3
+ +
K CH2 C K CH2 C
CH3 CH3
isobutilen
+ +
K CH2 C CH2 C K CH2 C CH2 C
+ +
K CH2 C CH2 C CH2 C K CH2 C CH2 C CH2 C
CH3
CH2 C
n
CH3
poliisobutilen
Yang sering terjadi dalam praktek adalah polimerisasi kationik
yang sedikit lebih rumit. Sebagai contoh penggunaan katalis asam Lewis AlCl 3 dimana
terdapat orbit elektron yang kosong. Seperti diketahui dari hukum oktet yang menyatakan
bahwa atom yang terletak pada baris ke dua sistem periodik unsur-unsur memiliki
delapan elektron pada orbit terluar. Disini AlCl3 berbagi elektron dengan tiga atom Cl
atau terdapat enam elektron, berarti kurang dua elektron. Kekurangan elektron tersebut
menjadikan terdapat orbit elektron yang kosong, sehingga manakala terdapat sejumlah
molekul air maka akan membentuk molekul kompleks.
Kompleks AlCl3 / H2O beeaksi dengan monomer pada fase inisiasi dilanjutkan ke fase
propagasi hingga terbentuknya polimer yang mati (dead polymer) pada akhir reaksi
(terminasi ).
Cl Al
Cl
Inisiasi
Cl H Cl H
Cl Al O H Cl Al O
Cl Cl H
kompleks AlCl3 / H2 O
Propagasi
Cl H CH3 CH3 Cl
+
Cl Al O CH2 C H CH2 C + Cl Al OH
Cl H CH3 CH3 Cl
isobutilen
CH3 CH3 CH3 CH3
+ +
H CH2 C CH2 C H CH2 C CH2 C
+ +
H CH2 C CH2 C CH2 C H CH2 C CH2 C CH2 C
CH3 CH3
+
H CH2 C CH2 C
n
CH3 CH3
CH3 H C H
+
H CH2 C CH2 C
n
CH3 CH3
Terminasi
CH3 H C H CH3
+
H CH2 C CH2 C CH2 C
n
CH3 CH3 CH3
+
H CH2 C CH2 C + CH2 C
n
CH3 CH3 CH3
Kemungkinan lain dari fase terminasi adalah terjadi reaksi antar polimer yang sedang
tumbuh (chain grwoth) dengan kompleks AlCl3 / H2O.
CH3 H C H Cl
+
H CH2 C CH2 C Cl Al OH
n
CH3 CH3 Cl
CH3 CH2 Cl H
H CH2 C CH2 C + Cl C O
n
CH3 CH3 Cl H
Selain daripada itu masih terdapat satu kemungkinan lagi fase terminasi
,dimana salah satu atom Cl pada kompleks AlCl3 / H2O akan lepas menuju rantai
CH3 CH3 Cl
+
H CH2 C CH2 C Cl Al OH
n
CH3 CH3 Cl
CH3 CH3 Cl
H CH2 C CH2 C Cl + Cl Al OH
n
CH3 CH3
Isobutilen CH3
CH2 = C
CH3
Stirine CH2 = CH
CH2 = CH
POLIMERISASI KOORDINASI
kristal - TiCl3
Terlihat dalam struktur interior (dalam) geometri kristal - TiCl3 bahwa setiap
atom Ti (titanium) membuat ikatan koordinasi dengan enam atom Cl (khlor),
inimerupakan kondisi ideal. Namun ternyata tidak semua atom titanium
berikatan dengan enam aton khlor. Khusunya dalam bagian luar (permukaan)
atom titanium tidak berikatan dengan enam atom khlor melainkan hanya lima
atom.
Dengan hanya mempunyai lima atom khlor maka terdapat satu orbit kosong
seperti dalam gambar dibawah.
Namun bangun kompleks tersebut tidak stabil oleh karena terdapat perpindahan
elektron hingga membentuk struktur baru sebagai berikut.
Selanjutnya terjadi migrasi dimana berakibat terdapat orbit kosong pada atom
titanium.
Ethylene
Propylene
1-Butene
Butadiene
Isoprene
Styrene
BAB III
BERAT MOLEKUL KINETIKA POLIMERISASI
1 2 3 ...........................x
Terdapat korelasi sebagai berikut
N0 = N x (3.1)
atau
N0 C0
x= = (3.2)
N C
Dimana N0 = unit pengulangan (monomer)
N = setelah reaksi
x = derajat polimerisasi
Disini p adalah konversi dan x adalah rata-rata jumlah yang analog dengan
Berat Molekul.
NxMx
Mn = (3.4)
Nx
2 150.000 3
3 200.000 5
4 250.000 8
5 300.000 10
6 350.000 13
7 400.000 14
8 450.000 15
9 500.000 14
10 550.000 13
11 600.000 10
12 650.000 8
13 700.000 5
14 750.000 3
15 800.000 2
Selanjutnya dicari total massa tiap molekul yaitu perkalian atara massa tiap
molekul dikalikan jumlah molekul yang ada (Nx Mx) kemudian dijumlahkan (
Nx Mx )
No Massa tiap molekul Jumlah Total massa tiap molekul
(Mx) molekul (Nx) (Nx Mx)
1 100.000 2 200.000
2 150.000 3 450.000
3 200.000 5 1.000.000
4 250.000 8 2.000.000
5 300.000 10 3.000.000
6 350.000 13 4.550.000
7 400.000 14 5.600.000
8 450.000 15 6.750.000
9 500.000 14 7.000.000
10 550.000 13 7.150.000
11 600.000 10 6.000.000
12 650.000 8 5.200.000
13 700.000 5 3.500.000
14 750.000 3 2.250.000
15 800.000 2 1.600.000
Nx = 125 Nx Mx = 56.250.000
Nx Mx 56.250.000
Mn = = = 450.000
Nx 125
Nx Mx 2
Mw = (3.5)
Nx Mx
Nx = Nx Mx = NxMx 2
125 56.250.000
Nx Mx
= 504.610
Nx Mx 2
Mw = = 504.610
Nx Mx
Berat molekul rata-rata jumlah selalu lebih besar atau paling tidak sama dengan
berat molekul rata-rata jumlah.
Polidispersity
Mw 504.610
PDI = = = 1,121
Mn 450.000
Distribusi berat molekul
Distribusi berat molekul dapat diilustrasikan sebagai berikut dimana
sebagai absis adalah berat molekul dan ordinat merupakan jumlah molekul.
Dalam hal ini besaran berat molekul pada absis bertambah dari kanan ke kiri.
BM rata-rata jumlah
BM rata-rata berat
jumlah molekul
berat molekul
Bentuk kurva distribusi normal diatas merupakan kondisi ideal. Pada kenyataannya yang
sering terjadi adalah bentuk kurva distribusi sebagai berikut.
jumlah molekul
berat molekul
Variasi lain kurva distribusi yang kadang terjadi khususnya pada polimerisasi
vinil dengan cara radikal bebas adalah bentuk yang disebut efek Tromsdorff .
jumlah molekul
berat molekul
Kemudian secara praktek bagaimana menakar berat molekul suatu polimer ,
akan dijelaskan pada bab tersendiri.
O O O O
O O O O
d[A-A]
Ro = - = k[A-A][B-B] (3.25)
dt
O O O
1 1
kt = + (3.27)
[A-A] [A-A]o
Sedangkan diketahui bahwa [A-A] = (1 p)[A-A]o dimana p adalah konfersi
fraksional monomer dan kemudian disubstitusikan kedalam persamaan diatas
maka diperoleh persamaan
1
- 1 = kt [A-A]o (3.28)
1 - p
1
= k Co t + 1 (3.29)
1 - p
1/(1-p)
waktu (t)
r = k0 CH+ CCOOHCOH
-COOH COO - + H+
atau
dC
= k C3 (3.30b)
dt
Selanjutnya diintegralkan menjadi
1 1
+ = 2 k t (3.31)
C2 C0
1
= 2 C02 k t + 1 (3.32)
(1p)2
(1p)2
waktu (t)
KINETIKA CHAIN GROWTH POLYMERIZATION
Inisiasi
Tahapan langkah inisiasi sendiri pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua sub-
langkah yaitu disosiasi dan asosiasi. Pada disosiasi yaitu pecahnya inisiator
menjadi dua radikal bebas yang kemudian diikuti asosiasi yaitu bergabungnya
radikal bebas dengan molekul monomer tunggal. Guna memepermudah
pemahaman kinetika chain- growth polymerization melalui meknisme radikal
bebas, berikut dibawah penjelasan secara bertahap. Insiator yang dipakai adalah
benzil peroksida.
energi
O O O O
C O O C C O* + *
OC
benzoilperoksia
Pada inisiasi molekul benzil perokaida terpecah menjadi dua yang masing-masing
membawa elektron bebas (lone pair electron) yang kemudian membawa siaft sebagai
radikal bebas. Secara sederhana proses disosiasi bisa dinyatakan dalam
kd
II 2I* (3.33)
Kemudian diikuti langkah asosiasi yatu bereaksi dengan molekul monomer
stirine membentuk radikal bebas yang baru.
O O
ka
C O* + CH2 = CH C O CH2 CH *
atau
ka
I + M I M* (3.34)
Propagasi
Disini radikal bebas yang baru bereaksi lagi dengan molekul monomer stirene
lain sehingga membentuk radikal bebas yang baru (dengan rantai yang semakin
memanjang atau disebut growing chain).
O O
kp
C O CH2 CH * + CH2 = CH C O CH2 CH CH2 CH*
atau
kp
I Mx* + M I MxM* (3.35)
Terminasi
Tahapan terminasi terjadi manakala tidak ada lagi monomer yang dapat diikat.
Harap diingat bahwa meknisme reaksi dari mulai inisiasi diatas berjalan secara
simultan yang melibatkan banyak molekul inisiator maupun molekul monomer
serta radikal bebas. Kemudian reaksi sampai pada tahapan dimanan molekul
monomer habis sehingga antara radikal bebas growing chain satu sama lain akan
saling memasangkan elektron bebas (lone pair electron). Mekanisme terimanis
cara ini lazim disebut cara coupling. Selain itu ada yang menyebutnya cara
kombinasi (combination).
O O
O O
ktc
C O CH2 CH CH2 CH CH CH2 CH CH2 O C
x-1 y-1
atau
ktc
I Mx-1 M* + * M My-1 I I Mx-1 M M My-1 I (3.36)
atau
ktd
I Mx-1 M* + * M My-1 I I Mx + I My (3.37)
Selain daripada itu sebenarnya masih terdapat teori lain dalam menggambarkan fase
terminasi yaitu memanfaatkan atom hidrogen yang terkandung dalam solven yaitu SH
sebagai chain transfer agent Diketahui bahwa pada polimerisasi cukup banyak
diantaranya memakai solven atau pelarut dalam prosesnya. Meskipun begitu suplai atom
hidrogen dapat juga dari inisiator, monomer, additive, bahkan juga polimer. Terminasi
terjadi manakala radikal bebas growing chain mentarnsfer radikal bebasnya ke molekul
solven yang selanjutnya mencari monomer baru untuk membuat rantai polimer baru.
ktr
I Mx-1 M* + SH I Mx-1 MH + S* (3.38)
Diketahui pada uraian sebelumnya (persamaan 3.35) bahwa reaksi chain growth
(propagasi) untuk polimerisasi radikal bebas dapat diwakili dalam bentuk
I Mx* + M I MxM*
Dalam hal ini konsentrasi radikal bebas yaitu [ IMx * ] sulit diukur sehingga guna
memudahkan perhitungan konsentrasi radikal bebas diwakili oleh konsentrasi kinsentrasi
monomer pada tahapan langkah inisiasi. Lebih khusus lagi kecepatan polimerisasi pada
langkah inisiasi diwakili oleh langkah yang paling pelan yaitu disosiasi.
d[I*]
Ri = = 2 kd [ I ] (3.40)
dt
Kemudian muncul fraksi f oleh karena hanya sebagian radikal bebas pada
isnisiator yang bereaksi dengan monomer membentuk chain growth.
d[I*]
Ri = = 2 f kd [ I ] (3.41)
dt
kt
IMx * + IMx * P (3.42)
d[ IM* ]
Rt = = 2 kt [ IMx * ]2
(3.43)
dt
Ri ~ Rt (3.44)
d[I*]
Rt = = 2 f kd [ I ] (3.45)
dt
[ I ] = [ I ]o exp(-kdt)
Hal yang sama bagi konsentrasi monomer pada tahap propagasi (persamaan
3.35) hingga diperoleh
d [ M]
- = kp [IMx*] [ M ]
dt
Diintergralkan menjadi
Rp
Xn = (3.48)
Rt
Rtr adalah kecepatan reaksi terminasi dengan cara chain transfer yang besarnya
adalah
1 1 [ SH ]
= +C (3.52)
Xn (Xn)o [M]
ktr
C=
kp
k11
A M1* + M1 M1 M1*
k12
B M1* + M2 M1 M2*
.
k21
C M2* + M1 M2 M1*
k22
D M2* + M2 M2 M2*
-d[M1]
=k11[ M1*] [ M1 ] + k21 [ M2* ] [M1] (3.53)
dt
-d[M2]
=k12[ M1*] [ M2 ] + k22 [ M2* ] [M2] (3.54)
dt
Selama reaksi berlangsung variasi kopolimer yang terbentuk merupakan fungsi dari
reatifitas dan konsentrasi komonomer. Perubahan komposisi komonomer dapat dicari
dengan pendekatan persamaan berikut.
d[M1] [ M1 ] r1 [ M1] + [ M2 ]
= (3.56)
d[M2] [M2] [ M1] + r2 [ M2* ]
Dimana didalam persamaan mengandung apa yang disebut rasio reaktifitas
(reactifity ratio) untuk kedua monomer yaitu
k11
r1 = (3.57a)
k12
k22
r2 = (3.57b)
k21
Dalam hal ini rasio reaktifitas monomer 1 (r1) adalah perbandingan antara
konstanta propagasi monomer M1 (homopolimerisasi) dengan konstanta
propagasi M2 (kopolimerisasi) dengan ujung rantai radikal M2* . Demikian
juga rasio reaktifitas monomer (r2) adalah perbandingan antara konstanta
propagasi monomer M2 (homopolimerisasi) dengan konstanta propagasi M1
(kopolimerisasi) dengan ujung rantai radikal M 2* . Manakala kedua rasio
reaktifitas mendekati nol , maka struktur polimer yang terbentuk berselang-
seling . Namun bila rasio reaktifitas besar maka struktur polimer berupa blok
kopolimer.
[ M1 ]
f1= (3.60)
[ M1] +[ M2]
d [ M1 ]
F 1= (3.61)
d [ M1 ] + d [ M2 ]
Monomer 1 Monomer 2 r1 r2
Etilen Vinil Asetat 0,130 1,230
Karbon monooksida 0,025 0,004
Propilen 3,200 0,620
Selain daripada itu menurut Alfrey dan Price, konstanta kecepatan reaksi
propagasi dapat dinyatakan dalam persamaan (3.58) dimana Pi merupakan
konstanta proporsional dan Qj adalah ukuran reaktifitas monomer. Sedangkan e adalah
polaritas radikal M1* dan M2*.
Jika persamaan (3.58) disubstitusikan kedalam persamaan (3.57a) dan (3.57b) maka
doperoleh persamaan seperti dibawah.
k11 Q1
r1 = = exp [ - e1 (-e1 e2)] (3.59a)
k12 Q2
k22 Q2
r2 = = exp [ - e2 (-e1 e2)] (3.59b)
k21 Q1
Monomer Q e
Akrilamida 0,23 0,54
Akrilonitril 0,48 1,23
Butadiene 1,70 -0,50
Etilen 0,016 0,05
Isobutilen 0,023 -1,20
Isopren 1,99 -0,55
Maleat anhidrid 0,86 3,69
Asam metakrilat 0,98 0,62
Metil metakrilat 0,78 0,40
N-Vinil pirolidon 0,088 -1,62
Stirine 1,00 -0,80
Vinil asetat 0,026 -0,88
Vinil khlorida 0,056 0,16
Viniliden khlorida 0,31 0,34
MORFOLOGI POLIMER
Beda struktur antara LDPE dan HDPE terlihat dalam gambar di bawah.
Selain berlipat-lipat, bentuk rantai polimer juga tersusun berbaris rapi seperti
gambar dibawah. Struktur polimer seperti ini disebut lamella. Namun lebih
sering ditemukan bahwa struktur barisan tidaklah selalu rapi, melainkan
terdapat rantai yang membelot dan keluar dari barisan.
Rantai yang keluar dari barisan dalam jumlah banyak kemudian mengelompok
membentuk amorf (bentuk tak beraturan).
kristalin
amorf
Contoh lainnya ada pada PET (polietilentereftalat, contoh produk: botol plastik AMDK).
Dalam hal ini gugus ester memperkuat struktur krisatlin pada PET.
Selain gugus ester, struktur kristalin juga diperkuat oleh susunan gugus
aromatik seperti tergambar di bawah.
SFERULIT
Yang dimaksud dengan sferlulit ialah suatu arsitektur polimer yang
bentuknya menyerupai ruji-ruji dalam bola (tiga dimensi). Secara dua dimensi
bentuk sferulit terlihat dalam gambar di bawah. Ruji-ruji terbentuk karena
proses pelelehan struktur kristalin.
Bentuk sferulit dua dimensi
GUGUS IKUTAN
Seperti diketahui bahwa suatu rantai polimer terdiri atas rantai utama dan
cabang. Cabang pada polimer tersebut disebut dengan gugus ikutan (pendant
group). Besar kecilnya gugus ikutan memberi pengaruh pada sifat fisis polimer.
Sebagai contoh adalah perbandingan antara polivinil asetat (PVAc) dan polivinil
alkohol (PVA).
PVAc PVA
Gugus ikutan pada PVA lebih kecil dibanding gugus ikutan pada PVAc, dalam
kenyataan PVA lebih mudah mengkristal dibanding PVAc. Contoh lain polimer
dengan gugus ikutan adalah pada polistirine.
polistirine
polistirine dengan gugus ikutan
Dalam kenyataan rantai polimer yang terbentuk tidak lah lurus seperti gambar
diatas namun zig-zag, dan tiga dimensi. Pada gambar dibawah ikatan berupa
garis tebal menonjol keatas, sedangkan yang bergaris tipis masuk ke dalam.
POLIMER Tg, oC
Polieteilen (LDPE) -125
Polipropilen (ataktik) -20
Polipropilen (isotaktik) 100
Polivinil asetat (PVAc) 28
Polietilentereftalat (PET) 69
Polivinil alkohol (PVA) 85
Polivinil chlorida (PVC) 81
Polistirine 100
Polimetilmetakrilat (ataktik) 105
kekakuan gugus .
Pada PET (polietilentereftalat) terdapat bangun bulk pada rantainya , ini
akan menaikkan Tg.
Polietilentereftalat Tg= 69 oC
Gaya intermolekuler.
Adanya gaya dwikutub (dipole) pada ikatan C-Cl menjadikan PVC
mempunyai gaya intermolekuler lebih tinggi dibanding polipropilen.
Crosslinking.
Polimer berarsitektur crosslinking mempunyai Tg yang lebih tinggi oleh
kerena terbatasnya pergerakan. Karena merupakan hal yang khusus dan
sebagai bagian dari sub-bab morfologi, maka pembahasan crosslinking
menempati bagian tersendiri.
Plastisizer.
Plastisizer adalah bahan yang dapat menurunkan Tg. Dengannya suatu
plastik menjadi lebih fleksibel sehingga mudah dibentuk, karena
melemahkan gaya intermolekular.
CROSSLINKING
Seperti telah disinggung sekilas pada bab pendahuluan bahwa dilihat dari
segi arsitektur rantai ikatan, terdapat polimer dengan bentuk rantai lurus, rantai
cabang dan crosslingking dengan bentuk sebagai berikut.
Rantai cabang
Crosslinking
Beda antara crosslinking dan rantai cabang adalah bahwa pada crosslinking
terdapat semacam bentuk lingkaran tertutup (close loop). Secara tiga dimensi
crosslinking mempunyai bentuk sebagai berikut.
Pengetahuan polimer crosslinking sebenarnya sama tuanya
dengan penemuan polimer itu sendiri. Contoh polimer crosslinking generasi
pertama yang banyak dikenal ialah karet alam . Adalah Charles Goodyer yang
merintis vulkanisasi keret alam menggunakan belerang (sulfur).
Crosslinking poliisoprene
Polisioprene juga dapat dibentuk dari isoprene menggunakan katalisator ziegler
natta.
katalisator
ziegler natta
Disamping itu ada sejumlah polimer crosslinking lain seperti poliuretan, poliester,
, epoksi resin dan lain sebagainya. Berikut contoh kopolimerisasi crosslinking
antara vinil ester dengan stirine.
panas
blok butadien
Bentuk SBS rubber diatas lazim disebut dengan blok kopolimer. Kopolimer
adalah polimer yang terdiri atas lebih dari satu jenis monomer dengan kata lain
tersusun dari dua atau lebih komonomer. Dengan demikian blok kopolimer
adalah kopolimer dimana komonomer terangkai secara terpisah (mungkin lebih
tepat tersendiri) dengan rantai utama polimer. Rangkain tersendiri tersebut
dinamakan blok. Barangkali struktur berikut. dapat memperjelas pemaahaman
blok kopolimer.
SBS rubber
Terlihat bahwa setiap setiap blok polibuatdiene diapit oleh blok polistirine.
Selanjutnya blok kopolimer khusunya untuk polistirine cenderung membuat
kumpulan yang lebih besar (cluster) yang bersama dengan blok polibuatdiene
membentuk crosslingking.
SBS rubber
blok polibutadiene
Manakala SBS rubber dipanaskan maka cluster polistririne akan pecah (terputus)
sehingga seolah bersifat sebagai polimer termoplastik dan bisa di daur ulang.
Mekanisme iradiasi
Ikatan crosslingking hasil radiasi
Sebagai contoh pada polietilen rantai lurus yang kemudian dikenai radiasi maka
atom H akan terlempar dari ikatan dan bersama atom H dari rantai lain
membentuk gas H2. Hal ini kemudian memicu terbentuknya ikatan crosslingking
pada sisi yang ditinggalkan atom H tersebut. Proses iradiasi ini mempunyai
keuntungan yaitu meniadakan proses operasi dengan tekanan serta suhu yang
relatif tinggi seperti pada polimerisasi crosslingking berbasis reaksi kimia. Namun
demikian dalam aplikasi di industri, metode radiasi masih kalah jauh dengan
metoda reaksi kimia , hal ini terutama disebabkan masalah finansial.
BAB IV
KARAKTERISASI PRODUK POLIMER
COOH
HOOC
Nx Mx
Mn =
Nx
Untuk polimer dengan gugus ujung yang sama, berat molekul polimer terhitung perlu
dibagi dua. Pada kenyataannya pengukuran berat molekul dengan cara ini sudah
jarang dipraktekan oleh karena mengandung beberapa kelemahan. Pertama jenis
polimer yang diukur hanya memungkinkan bagi polimer dengan rantai lurus (linier).
Selain daripada itu, pengukuran konsentrasi gugus ujung berpotensi menimbulkan
kesalahan cukup besar terutama bila dihadapkan pada polimer dengan struktur
molekul yang besar. Semakin besar rantai utama suatu polimer berarti konsentrasi
gugus ujung semakin kecil. Pengukuran konsentrasi suatu senyawa (dalam hal ini
gugus ujung) yang kecil akan menaikkan probilitas kesalahan. Oleh karenanya
pengukuran berat molekul dengan cara analisis gugus ujung ini hanya valid bagi
polimer dengan berat molekul relatif kecil (dibawah 5.000).
Pemahaman dasar mengenai keniakn titik didih dapat terlihat pada grafik
dibawah.
Sebagai parameter adalah tekanan uap pelarut murni dan tekanan uap
larutan. Yang disebut larutan adalah campuran suatu komponen dengan
pelarut murni. Fenomena terlarutnya komponen dalam suatu pelarut
memberi efek pada kenaikan titik didih larutan sebesar T pada tekanan 1
atm. Sedangkan kenaikan titik didih mempunyai korelasi dengan
konsentrasi molar komponen terlarut .
T = mK (4.1)
Dalam hal ini m adalah molalitas komponen yaitu sama dengan jumlah
mol komponen tiap 1000 gram pelarut, dan K adalah koefisien kenaikan
titik didih. Selanjutnya diskenariokan terdapat suatu larutan bahan
polimer dengan berat molekul M dan konsentrasi larutan tersebut adalah
c g/cc, maka
1000 c
m= (4.2)
M
1000 c K
M= (4.3)
T
Pada bersamaan (4.3) terlihat adanya korelasi antara berat molekul (M)
dengan kenaikan titik didih (T). Besaran lain yaitu c, K dan dapat
dicari pada tabel.
Analisis yang mirip terjadi pada penurunan titik beku pada suatu larutan,
hingga diperoleh
c RTf 2
M= (4.4)
lf T
Dalam gambar diatas yang disebut larutan terdiri atas polimer terlarut dan pelarut
(solven) yang berada pada kolom tersendiri. Di kolom lain terdapat cairan yaitu
pelarut saja (murni). Kedua cairan tersebut dipisahkan oleh suatu membran
semipermeable. Adanya perbedaan konsentrasi cairan pada masing-masing kolom
menyebabkan terdapatnya beda potensial kimia. Dalam keadaan kesetimbangan,
adanya beda potensial diimbangi oleh adanya tekanan pada membran. Pori-pori
membran memungkinkan untuk dilewati oleh molekul-molekul pelarut, tetapi
akan menahan molekul polimer. Dengan pergerakan molekul pelarut murni ke
kolom lain, menjadikan adanya perbedaan cairan antar kedua kolom yg
direfleksikan oleh besaran tekanan osomosis sebesar = gh dimana adalah
densitas larutan, g adalah percepatan gravitasi bumi dan h selisih tinggi cairan
antar kolom.
RT Mv2 1 1 Mv2
= 1+ - 12 c + c2 + ..... ..............(4.8)
c M V1 2 3 V1
.
Selanjutnya persamaan dikembangkan menjadi
1
= RTc + A2c +A3C2 + ... ................................... (4.9)
Mn
dimana besaran A2 dan A3 adalah dan Mn adalah berat molekul rata-rata jumlah.
v2 1
A2 = - 12
V1 2
1 v3
A3 =
3 V1
Hamburan cahaya
n0 M dn0
p = ........................................... (4.11)
2L dc
i0 22 n02 dn0 2
= M c (1 + cos2 ) ................................(4.12)
I0 r
2 4
L dc
r2 i0
R0 = ......................................................... (4.13)
I0
Selain dari pada itu Rayleigh ratio dapat ditulis dalam bentuk seperti persamaan
dibawah.
R0 = K Mc .........................................................(4.14)
Besaran K merupakan konstanta sebagai fungsi dari konsentarsi larutan dan berat
molekul senyawa terlarut.
22n02 dn0 2
K = (1 + cos2 ) .......................................(4.15)
L
4
dc
R0 = K cx Mx
Kc cx Nx Mx 1
= = = ..........................(4.16)
R0 cx Mx Nx Mx2 Mw
Persamaan diatas khusus berlaku bagi hamburan cahaya bagi larutan ideal dan
partikel kecil. Korelasi berat molekul dengan hamburan cahaya bagi partikel besar
dan larutan non-ideal dapat ditemukan pada pustaka lain.
Viskometer
t
= r
......................................................(4.17)
t0
Notasi t adalah efflux time larutan, t0 sebagai efflux time pelarut, r adalah
viskositas realtif. Selanjutnya akan diperoleh viskositas spesifik atau
specific viscosity (sp )yaitu dengan membagi selisih antara efflux time
larutan, dengan efflux time pelarut yang kemudian dibagi dengan efflux
time pelarut.
t - t0
= sp
...................................................(4.18)
t0
sp
= red
...................................................(4.19)
c
red
k []2
[]
konsentrasi
[] = K Mv
...........................................................(4.21)
dimana K adalah konstanta Mark-Houwink.
waktu
konsentrasi.
konsentrasi
berat molekul
MALDI
Sampel yang dipakai adalah bahan polimer yang akan diukur berat
molekulnya. Polimer tersebut terlebih dahulu dilarutkan dalam solven
tertentu. Selanjutnya masih perlu dibubuhi dengan senyawa tertentu
seperti asam dihidrobenzoat yang berfungsi meningkatkan serapan sinar
ultraviolet (laser UV). Dengan kejadian ini berarti polimer terdistribusi
dalam suatu matriks senyawa.
tekanan
sampel patah
tensile
strength
tarikan
ELONGATION
Elongation menggambarkan seberapa pemanjangan bila bahan polimer ditarik
hingga putus (patah). Dengan demikian semakin tinggi nilai elongation berarti
polimer tersebut semakin lentur, sebagai contoh karet. Besaran elongation
dinyatakan dalam %.
sketsa elongation
tekanan
sampel patah
tarikan
elongation
BAB V
TEKNIK POLIMERISASI
POLIMERISASI BULK
Polimerisasi bulk merupakan teknik polimerisasi yang paling sederhana
dimana tidak digunakan media pelarut (solven), jadi hanya monomer dan
katalisator. Keuntungan cara ini adalah bahwa yield nya tinggi dan dari segi
finansial cukup menguntungkan kerena tidak memerlukan tambahan peralatan
pemisah. Pada umumnya teknik ini diaplikasikan pada polimerisasi radikal
bebas, hanya beberapa dipakai untuk reaksi chain-growth. Namun begitu
polimerisasi bulk bukannya tanpa kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol
adalah resiko terjadinya reaksi tak terkendali (runaway reaction).Fenomena ini
dapat terjadi manakala panas reaksi yang timbul (reaksi eksotermis) memberi
efek lanjut pada kecepatan reaksi sehingga polimerisasi tidak dapat dikontrol
lagi. Hal yang sama yaitu efek gel atau trommsdorf effect timbul karena
autoacceleration akibat tidak terkontrolnya viskositas polimer. Oleh karenaya
polimerisasi bulk pada umumnya hanya dipakai pada skala kecil untuk
meminimalkan terjadinya runaway reaction.
POLIMERISASI SOLUTION
Pada polimerisasi solution digunakan media pelarut (solven) untuk
mengontrol panas reaksi eksotermis. Solven bisa dalam bentuk pelarut organik
maupun air. Dengan adanya pengendalian terhadap panas reaksi maka efek gel
dan runaway reaction dapat diminimalisir. Dalam hal adanya proses pelarutan,
terdapat dua kemungkinan yaitu:
Sumber: USM
Sumber: USM
Gmix adalah energi bebas campuran , Hmix entalpi campuran, T suhu absolut
dan Smix entropi campuran. Entropi dicari melalui pendekatan persamaan
Boltzmann dimana k adalah konstanta Boltzmann (1,38 X 10-23 J K-1).
N!
= ......................................... (5.3)
n1 ! n2 !
ln n ! = n ln n n ............................................. (5.4)
n1
x1 = ......................................... (5.7)
n1 + n2
dimana 1 adalah fraksi volume solven dan 2 fraksi volume polimer yang
direfleksikan sebagai
n1
1 = .............................................. (5.9a)
n1 + r n2
r n2
2 = ............................................... (5.9b)
n1 + r n2
dimana 11 adalah energi kontak antar molekul solven dan 12 energi kontak
antar molekul polimer. Selanjutnya dinyatakan perlunya parameter interaksi 12
z r1 12
12 = ..................................... (5.12)
kT
Sumber: USM
POLIMERISASI SUSPENSI
Pada polimerisasi suspensi (dan juga polimerisasi emulsi) media pelarut
yang digunakan adalah air. Dengan demikian akan terbentuk tetesan (droplets)
monomer yang terdispers dalam air yang berfungsi sebagai media pertukaran
panas (heat transfer medium). Dalam hal ini monomer tidak larut dalam air, meski
dapat juga sedikit terlarut. Dalam praktek adanya kemungkinan bergabungnya
butiran membentuk sticky droplets dapat dihindar dengan agitasi yang cukup dan
konstan selain juga dengan menambah polivinil alkhohol sebagai protective
colloid. Kadangkala senyawa pembentuk rantai (chain trnasfer agent) juga
ditambahkan khususnya untuk polimerisasi radikal bebas. Keuntungan teknik
ini adalah mudahnya pengendalian panas dan pemisahan air yang relatif lebih
mudah dibanding pelarut organik.
Polimerisasi suspensi sering juga disebut sebagai bead polimerization atau pearl
polimerization. Beberapa produk yang di buat dengan teknik polimerisasi
suspensi antara lain adalah polistririne-akrilonitril dan polivinilkhlorida.
POLIMERISASI EMULSI
Polimerisasi emulsi mirip dengan polimerisasi emulsi dalam hal
penggunaan air sebagai media pelarut.Jadi pada polimerisasi emulsi selain air ,
monomer dan katalisator, juga perlu adanya emulsifier. Senyawa pengemulsi ini
adalah dari jenis surfaktan. Surfaktan pada tiap ujumgnya mempunyai
perbedaan dalam solubilitas atau kelarutan dalam air. Bagian kepala atau
polar bersifat cinta air (hidrofilia) sedangkan bagian ekor atau non-polar
bersifat benci air (hidrofobia). Surfaktan tersebut didalam air dengan
konsentrasi tertentu yaitu critical micelle concentration (CMC) membentuk
micelle. Jenis katalisator yang digunakan dalam polimerisasi emulsi ialah yang
dapat larut dalam air. Monomer yang diumpankan kemudian membentuk
droplets. Molekul-molekul monomer dari droplets kemudian mendifusi menuju
ruangan didalam micelle yang selanjutnya dengan bantuan katalisator
membentuk polimer. Hasil polimerisasi suspensi biasa disebut dengan latex
yaitu bahan dasar untuk cat, lem, tinta, pelapis (coating) kertas dsb.
Ilustrasi surfaktan jenis sodium lauril sulfat
bagaian non-polar
bagian polar
Bentuk micelle
Polimerisasi Plasma
Pada polimerisasi jenis ini, suatu subsrat polimer crosslingking sebagai
lapisan plasma yang digunakan sebagai medium polimerisasi. Monomer
dalam bentuk gas bersama-sama dengan atom pembentuk rantai seperti
atom karbon, silisium atau sulfur. Hasil polimerisasi plasma adalah
polimer berstruktur crosslinking khusus yaiutu mempunyai bentuk tidak
beraturan
BAB VI
POLIMER TERMOPLASTIK-TERMOSETING-SERAT
A.POLIMER TERMOSETING
POLIOLEFIN
Selain polietilen dan polipropilen yang termasuk dalam golongan poliolefin adalah
polyisobutene, poly but-1-ene, poly 4-methyl-pent-1-ene. Namun penmabahasan dibawah
hanya menyangkut dua yang pertama ialah polietilen dan polipropilen.
POLIETILEN
Struktur polietilen
Polietilen sendiri masih terbagi atas beberapa jenis seperti high density
polyethylene (HDPE), medium density polyethylene (MDPE), low density polyethylene
(LDPE), linear low density polyethylene (LLDPE), very low density polyethylene
(VLDPE) dan ultra-high molecular weight polyethylene (UHMWPE). Dari sekian
jenis polietilen, LDPE dan HDPE yang paling banyak dibuat atau dikonsumsi
orang. HDPE yang nota bene densitasnya tinggi adalah yang dalam bentuk
linier. Jadi dari suatu behen polimer terkandung deretan rantai molekul-molekul
polietilen -yang karena linier (lurus)-maka terstruktur dengan rapi. Oleh
karenanya dalam satuan volume bahan polimer tertentu terkandung relatif
banyak molekul. Lain halnya dengan LDPE yang berstruktur rantai cabang.
Dengan struktur rantai rantai cabang seperti sketsa dibawah, maka dalam
satuan volume tertentu akan mengandung molekul polietilen dengan jumlah
realtif lebih sedikit sehingga massanyapun lebih sedikit dibanding massa
molekul HDPE.
HDPE
LDPE
CH2
CH2
R CH R CH CH2 CH2 CH2 CH3
CH2 *
H
* CH2
CH2
CH2
CH2
CH3
R CH CH2* + R CH CH2 R
H
H2C = CH2
R CH CH2 + R CH CH2 R
*
R CH CH2 R
CH2
CH2
*
Sedangkan HDPE dapat dibuat dengan berbagai cara namun dasarnya
adalah proses slurry dengan suhu dan tekanan realtif rendah. Secara garis besar
proses slurry dapat dibagi menjadi dua tipe. Tipe pertama ialah proses slurry
dimana digunakan reaktor tangki berpengaduk. Dan tipe kedua adalah
menggunakan reaktor double-loop yang banyak digunakan oleh Amerika dan
negara-negara Eropa. Di Indonesia pabrik polietilen juga menggunakan proses
dengan reaktor double-loop. Sedangkan proses sluury dengan reaktor tangki
berpengaduk banyak berkembang di Jepang. Proses dengan reaktor double-loop
juga masih dibagi menjadi beberapa jenis berdasar katalisator (inisiator) yang
dipakai. Diantarnya adalah dengan memakai katalisator khromium oksida dana
aluminum oksida yang lebih dikenal dengan proses Phillips. Sementara yang
lebih popular adalah dengan katalisator Ziegler-Natta. Kini banyak
dikembangkan proses produksi polietilen dengan campuran sampai lebih dari 7
macam katalisator. Penjabaran tipe-tipe proses pembuatan polietilen lebih lanjut
dapat ditemukan pada bab mengenai proses industri polimer.
Produk polietilen lain yaitu LLDPE (linear low density polyethylene) dan
MDPE (medium density polyethylene) dan VLDPE (very low density polyethylene)
dibuat sebagai pengembangan lebih lanjut dan kadang dipakai sebagai produk
campuran bagi LDPE untuk memenuhi bermacam spesifikasi yang khusus.
Sedangkan UHMWPE (ultra-high molecular weight polyethylene) dibuat untuk
menghasilkan polimer yang amat sangat kuat seperti untuk tujuan pengamanan
badan yaitu produk rompi anti peluru.
POLIPROPILEN
Yang unik dari teknologi polipropilen adalah bahwa dapat dilakukan variasi
tacticity dalam struktur molekulnya (lihat bab pendahuluan tentang tacticit).
Struktur isotaktik mempunyai ciri bahwa cabang (dalam hal ini grup metil)
berada di satu sisi saja.
polipropilen isotaktik
Sedikit mengulang dari bab II tentang penggunaan katalisator ganda
(campuran Ti Cl5 dan AL(C2H5)2Cl pada pembentukan polipropilen isoataktik (i-PP).
Namun bangun kompleks tersebut tidak stabil oleh karena terdapat perpindahan
elektron hingga membentuk struktur baru sebagai berikut.
Selanjutnya terjadi migrasi dimana berakibat terdapat orbit kosong pada atom
titanium.
polipropilen ataktik
polietilen elastomeris
Bila masing-masing berdisi sendiri-sendiri, dalam hal ini misalnya blok isotaktik
saja, mak polipropilen mempunyai kekuatan yang lebih namun kaku. demikian
halnya bila hanya terdapat struktur ataktik saja, maka polipropilen mempunyai
kelenturan yang bagus namun tidak kuat. Dengan menggambungkan anta
kedua blok tersebut, maka diperoleh produk polipopilen yang kuat namun tidak
getas alias cukup lentur.
POLIMER VINIL
Dalam hal ini pembahasan tentang polimer vinil mencakup polistririne,
polivinil khlorida, polimetilmmetakrilat, polivinil astetat, polivinil pirolidinon.
POLISTIRINE
Polistirine (PS) yang dikenal di masyarakat terdiri atas tiga tipe yaitu
general purpose polystyrene (GPPS), high impact polystyrene (HIPS), expandable
polystyrene (EPS) dan produk kopolimer bersama senyawa lain. Secara komersial
peredaran produk polistirine cukup luas. Beberapa produk seperti boneka,
pengering rambut (hair drier) dan beberapa peralatan dapur dari plastik rata-rata
terbuat dari polistirine. Juga gabus putih yang banyak dipakai sebagai
perlengkapan pengemas atau wadah makanan instan, merupakan EPS.
Polistirine adalah polimer vinil yang termasuk dalam kategori
termoplastik. Polistrini dibuat dari monomer stirin dengan reaksi radikal bebas.
Struktur polistirin terdiri atas rantai hidokarbon panjang dimana pada salah
satu atom carbon terdapat gigus fenil.
stirine polistirine
polistirine
polibutadien
HIPS
POLIVIVINKHLORIDA
vinil khlorida
polivinilkhlorida
PVC tipe lunak dapt diperoleh bila selama proses polimerisasi ditambahkan
plastisizer. Sedangkan polimerisasi tanpa penambahan plastisize akan diperoleh
PVC tipe kaku mempunyai berat molekul antara 25.000 s/d 150.000. Untuk jenis
PVC yang lebih tahan panas dapat diperoleh dengan khlorinasi sehingga
didapatkan chlorinated polyvinyl chloride (CPVC). Produk PVC yang keras
dapat diperoleh melalui sistem blending dengan ABS (akrilonitril-butadien-
stirin). Sebaliknya untuk PVC yang sangat lunak seperti dalam bentuk plastik
film dapat diperoleh dengan kopolimerisasi PVC dengan vinilidin khlorida atau
vinil asetat.
POLIKARBONAT
Polikarbonat termasuk sebagai polimer termoplastik meskipun dalam
perkembangannya terdapat produk polikarbonat yang termasuk dalam polimer
termosting. Polokarbonat boleh dikatakan merupakan produk pengganti kaca
oleh karena mempunyai kebeningan yang tinggi. Beberapa kaca jendela
dewasa ini kadang sudah menggunakan polikarobonat daripada kaca yang
sesungguhnya. keutamaan polikarbionat adalah meskipun tebal tetapi
transmitannya terjaga, lain halnya dengan kaca biasa yang dengan ketebalan
sama sudah cenderung translusen atau berkurang banyak tranparansinya. Selain
itu polikarbonat juga sebagai bahan utama produk seperti compact disk, wadah
makanan, konektor elektrik dan sebaginya. Demikian juga dengan kacamata
yang kita pakai sudah banyak yang menggantikan kaca dengan plastik. Plastik
optik itu tidak lain adalah polikarbonat.
garam bisfenol
polikarbonat
metilmetakrilat PMMA
Namun demikian PMMA juga dapat dibuat berdasar reaksi anionik pada suhu
rendah sehingga diperoleh struktur isotaktik (Tg = 45 oC, Tm= 160oC) dan juga
struktur sindiotaktik (Tg = 115 oC, Tm= 200oC).
Aplikasi lain yang cukup unik dari PMMA adalah sebagai campuran
bahan dasar cat. Dalam hal ini PMMA tersuspensi dalam air hingga menjadikan
cat lebih bersinar dan kuat (tidak lembek). Namun demikian dalam kedaan
normal sebenarnya PMMA sulit terdispers dalam air. Ini karena sifat hidrofobia
(benci air) PMMA. Untuk itu perlu senyawa pengemulsi (emulsifier) yang dalam
hal ini diperankan oleh kopolimer antara polivinil asetat (PVA) dengan polivinil
alkohol (POVAL). Kopolimer tersebut dinamakan polivinil alkohol-ko-vinil
asetat.
polivinil alkohol-ko-vinil asetat
Selain itu peran unik lain PMMA adalah sebagai bahan anti-beku pada fluida
hidrolik. Seperti diketahui bahwa pada negara dengan empat musim, Pada saat
musim dingin beberapa fluida kadang mengalami pembekuan. Mencampur
fluida tersebut dengan PMMA menjadikan lebih tahan sehingga tidak mudah
membeku. Produk khusu PMMA juga dimanfaatkan sebagai bahan lensa kontak
mata.
POLIVINIL ASETAT
Polivinil asetat disingkat PVA (sebagian orang menyingkatnya dengan
PVAC) merupakan produk yang sepertinya kurang begitu popular. Namun
sesungguhnya begitu banyak orang memanfaatkannya. Contohnya ada produk
perekat. Sebagai perekat (lem) PVA banyak dibuat untuk merekatkan antara
lembaran kayu satu dengan lainnya pada plywood misalnya. Selain itu PVA juga
dimanfaatkan oleh industri tekstil dan kertas sebagai lapisan (coating) yang
memberi kesan mengkilap. PVA termasuk golongan polimer vinil dimana reaksi
dasarnya adalah radikal bebas dengan monomer vinil asetat.
vinil asetat
polivinil asetat
NaOH
Namun tidak semua PVA menjadi POVAL, sehingga sebagian sisa PVA (20%)
akan melakukan kopolimerisasi dengan POVAL membentuk polivinil alkohol-
ko-vinil asetat.
POLIVINIL PIROLIDINON
POLIMER TERMOSTING
Pada bahasan tentang polimer termosting produk yang terlingkupi antara lain
adalah polikarbonat, epoksi resin, poliimida dan polidisiklopentadien. Khusus untuk
polikarobonat telah diuraikan pada bagian polimer termoplastik oleh kerena sebagian
polikarbonat ada yang masuk golongan polimer termoplasti dan ada juga yang termasuk
golongan polimer termosting.
POLIKARBONAT TERMOSTING
Dalam reaksi polimerisasi dibawah digunakan suatu monomer yang
mengandung dua gugus alil.
gugus alil
gugus alil
Kedua gugus tersebut kemudian saling beikatan satu sama lain sedemikian
sehingga mebentuk polikarbonat yang berstruktur crosslingking. Dengan
demikian terdapat perbedaan yang cukup mendasar anatara poli karbonat yang
dibuat dari bisfenol A dengan polikarbonat crosslingking. Polikarbonat
crosslingking ini dapat digolongkan sebagai polimer termoseting.
polikarbonat crosslingking
Sumber: USM
EPOKSI RESIN
Epoksi resinn merupakan salah satu polimer termoset yang aplikasi produknya
cukup banyak dimanfaatkan oleh publik. Bentuk fisik epoksi resin mulai dari polimer
padat hingga yang dalam bentuk cairan. Proses pembuatan epoksi resin pada dasarnya
dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah membuat gugus diepoksi. Gugus
diepoksi dibuat dengan mereaksikan bisfenol A dengan epikhlorohidrin dalam suasana
basa.
bisfenol A epikhlorohidrin
gugus epoksi gugus epoksi
Untuk derajat polimerisasi (n) hanya 25 saja ,maka epoksi sudah dalam bentuk padatan
keras pada suhu kamar. Semakin rendah derajat polimerisasi bentuk fisik semakin lunak.
Seperti senyawa dibawah yang mengandung hanya dua gugusb epoksi maka dalam
aplikasi berbentuk cairan kental sebagi perekat (lem).
Selanjutnya tahap kedua pembuatan epoksi resin adalah merekasikan senyawa gugus
diepoksi dengan diamin.
diamin
Bila epoksi resin mempunyai struktur molekul raksasa seperti diatas, maka produknya
berupa padatan yang teramat keras. Dan karena polimer termoset pada intinya sulit untuk
dilelehkan, maka proses molding ynag diterapkan berbeda dengan proses molding yang
lazim polimer termoplastik. Prose molding polimer termosting dikenal dengan reaction
injection molding (RIM). Jadi prose polimerisasi berlangsung didalam molding dengan
cara menginjeksi kedua senyaawa yaiti diepoksi dan diamin.
POLIIMIDA
imida
Struktur poliimida
Meski begitu ada kalanya diperlukan juga polimer yang lebih lunak. Untuk itu
perlu direkayasa poliimida yang dibuat dengan menendors senyawa bisphenol
Ayang membentuk ikatan dengan eter eter.
ikatan eter
POLISIKLOPENTADIEN
Polisiklopentadien dibuat dengan polimerisasi monomer endo-
disiklopentadien. dengan metoda ring-opening metathesis polymerization (ROMP).
endo-disiklopentadien poliendo-disiklopentadien
SERAT
Serat atau fiber pada dasarnya dapat terbagi atas dua jenis yaitu serat
alami dan serat sintetis. Contoh serat alami adalah sutera (dihasilkan oleh ulat
sutera), wool (bisa dari bulu domba). Selain daripada itu serat juga dapat
diambil dari tumbuh-tumbuhan. Diketahui bahwa selulose dari batang pohon
pinus dimanfaatkan untuk membuat bubur kertas (pulp). Demikian juga dengan
kapas dan jerami yang banyak tersusun dari selulose. Sedangkan serat sintetis
atau serat buatan merupakan rekayasa polimer banyak dimanfaatkan untuk
berbagai komoditi seperti tekstil, kemasan, bahan peledak dan sebagainya. Yang
termasuk dalam serat sintetis adalah, poliester, nilon, aramid, poliakrilonitril dan
serat olefin. Yang termasuk sebagai serat olefin adalah polietilen dan
polipropilen. Meski dipahami dan sudah diuraikan di depan bahwa keduanya
termasuk dalam golongan polimer termoplastik, namun variasi produk
polietilen dan terutama polipropilen diantaranya dapat dikategorikan sebagai
serat (ingat produk seperti karpet, tali juga geoplastik lebih sesuai digolongkan
sebagai serat olefin).
Struktur selulose
NILON
Produk serat yang cukup banyak dikenal khalayak adalah nilon. Nilon
pada dasarnya juga sebagai poliester. Beberapa produk yang dibuat dari bahan
nilon diantaranya adalah senar raket, tire cord (anyaman pada ban) , karpet,
parasut, stocking untuk kaki wanita, sleeping bag, sabuk pengaman, jas hujan dan
sebagainya. Nilon dikenal juga sebagai poliamida oleh sebab terdapat gugus
amida pada rantainya. Dengan adanya struktur yang teratur sehingga
cenderung ke bentuk kristalin, oleh kerenaya nilon dikategorikan sebagai serat.
gugus amida
Contoh paling popular dari nilon adalah bilon 6,6. Disebut nilon 6,6 oleh karena
disatu sisi dan sisi lainnya terkandung enam atom karbon sebagai unit
pengulanagan.
karbon
nilon 6,6
Selain itu nilon 6,6 juga dapat dibuat dengan merekasikan asam adipat dan
alkohol. Dietil adipat yang terbentuk direaksikan lanjut dengan alkohol hingga
membentuk poliester yaitu nilon 6,6. Selain nilon 6,6 produk nilon lain yang
berikutnya adalah nilon 6. Nilon 6 dibuat dari kaprolaktam dengan basis reaksi
ring opening polymerization (ROP). Variasi aplikasi produk nilon 6 hampir
mendekati nilon 6,6.
kaprolakatam nilon 6
ARAMID
Kevlar
Nomex
Bentuk cis
ikatan amida
karbon karbonil
nitrogen
amida
Bentuk trans
Bentuk cis pada Kevlar sulit terjadi dikarenakan oleh adanya gugus siklis yang
bakal saling berbenturan . Jadi bisa dikatakan tidak akan ada cukup ruang yang
memungkinkan gugus siklis fenil berakumulasi, sehingga Kevlar lebih
cenderung berada dalam bentuk trans. Dengan bentuk trans yang dominan
tersebut maka keboleh jadian terbentuknya struktur kritalin sangat tinggi.
gugus fenil
saling berbenturan
Bentuk cis
ruang gugus fenil lebih lega
Bentuk trans
POLIESTER
Selain nilon, alah satu jenis poliester yang banyak diproduksi secara
masal adalah polietilen tereftalat disingkat PET. Produk sehari-hari yang banyak
dikonsumsi orang adalah AMDK (air minuman dalam kemasan). Botol plastik
kemasan AMDK itulah terbuat dari PET. Struktur molekul polietilentereftalat
terdiri atas gugus tereftalat dan gugus etilen.
PET dapat dibuat dengan mereaksikan asam tereftalat dengan etilen glikol
dalam suasana asam. Selain itu reaksi antara tereftaloil khlorida dengan etilen
glikol dapat terpolimerisasi menjadi PET juga. Sayangnya kedua proses
tersebut hanya layak untuk skala kecil (skala laboratorium).
Untuk skala besar atau skala industri PET diproduksi dengan mereaksikan
dimetil tereftalat dan etilen glikol hingga membentuk bis-2-hidroksietil terftalat.
Metanol sebagai senyawa ikutan teruapkan karena pemanasan. Selanjutnya bis-
2-hidroksietil terftalat dipanaskan hingga suhu sekitar 270oC hingga terbentuk
polietilenftalat.
bis-2-hidroksietil terftalat
metanol
bis-2-hidroksietil terftalat
polibutilen
tereftalat
politrimetilen tereftalat
POLIAKRILONITRIL
akrilonitril poliakrilonitril
poliakrilonitril
ko-metilakrilat
Selain itu dalam dunia plastik dikenal pula kopolimer stirine-akrilonitril (SAN) dan
akrilonitril-butadiene-stirine. SAN bercirikan plastik yang bening, keras namun cukup
getas. Produk seperti keran air, gantungan kunci contoh produk yang terbuat dari SAN.
Sedangkan pada ABS terdapat unsur karet dari butadiene sehingga menjadikan plastik
mempunyai sifat lentur sehingga mudah dibuat berbagai desain. Komponen bodi motor
atau mobil sebagian dibuat dari ABS.
SAN
stirine akrilonitril polibutadien
cabang SAN
polibutadien
ABS
POLIURETAN
Poliuretan merupakan salah satu polimer yang mempunyai bentuk fisik
bervariasai mulai dari cairan , busa dan padatan tergantung dari darajat polimerisasinya.
Dalam bentuk cairan dikenal sebagai cat, dalam bentuk busa dipakai sebagai bantalan
kuris, sebagai padatan dipakai pengganti kayu untuk furniture. Unit pengulangan atau
monomer poliuretan adalah uretan.
ikatan uretan dalam
poliuretan
Poliuretan dapat dibuat dari reaksi antara diisosianat dengan etilen glikol.
poliuretan
Selain daripada itu reaksi antara diisisianat dengan etilen diamin akan
membentuk poliurea , namun dalam perdagangan bahan ini ditawarkan sebagai
poliuretan.
diisosianatodifenilmetan
etilen diamin
poliurea
x = sekitar 40
Lain halnya sengan serat karbon. Serat karbon merupakan produk yang
belakangan ini ramai diperbincangkan khususnya bagi penggemar otomotif.
Memang pada kenyataannya cukup banyak komponen mobil dan sepeda motor
yang memanfaatkan serat karbon. Produk yang terbuat dari serat karbon pada
umumnya tahan panas tinggi, sangat kuat namun ringan sehingga teknologi
pesawat luar angkasa juga memanfaatkanya. Sayangmya rekayasa serat karbon
termasuk teknologi yang cukup canggih sehingga hanya beberapa industri saja
yang mampu melakukan rekayasa.
POLIISOPREN
Polimer dien mempunyai ciri terdapatnya ikatan rangkap ganda pada
atom-atom karbon. Polisopren dikenal sebagai karet alam namun terdapat juga
sebagai karet sintetis.
isopren
isopren
poliisopren
Namun demikian reaksi polimerisasi tersebut mempunyai banyak kemungkinan
sedemikian sehingga poliisopren yang terbentuk sangat variatif (konformasi) .
Dinamakan cis-1,4 karena ikatan rangkap pada atom karbon terikat dengan
rantai utama terletak dalam satu sisi dan monomer terikat pada atom nomor 1
dan 4. Sedangkan untuk poliisopren trans-1,4 ikatan rangkap pada atom karbon
terikat dengan rantai utama pada sisi yang berseberangan dan monomer
terhubung dengan atom c nomor 1 dan 4. Bentuk yang lebih unik ada pada
poliisopren 1, 2 dan poliisopren 3,4 . Selanjutnya disebut poliisopren 1,2
dikarenakan monomer terhubung menjadi rantai melalui atom karbon nomor 1
dan 2. Pengertian yang identik terdapat pada poliisopren 3,4.
Sebagai karet alam poliisoprene telah dikenal sejak berabad-abad lalu oleh suku-
suku Indian dimana mereka menjadap getah karet atau lateks untuk dijadikan
alas kaki dan juga semacam bola mainan. Adapun komposisi lateks adalah
sebagai berikut.
Komponen Persen
Isopren 30 36
Protein 1 2
Resin 2
Quebersitol 0,5
Abu 0,3 0,7
POLIBUTADIEN
Dalam dunia otomotif khususnya masalah ban, peran polibutadien
sangatlah signifikan. Ban mobil pada umumnya dibuat dari campuran
(compounding) antara polibutadien dengan berbagai senyawa lain. Sebagai
contoh dalam dunia balap dimana peran ban cukup menentukan terhadap laju
kendaraan. Di arena balap formula-1 (F-1) persaingan antara dua produsen ban
dari tahun ketahun semakin sengit. Seorang Michael Schumacher (yang sampai
tahun 2004 telah menjadi juara dunia 7 kali) pada tahun 2003 pernah nyaris
terlepas gelarnya oleh pembalap lain dan ditengarai salah satu penyebab utama
adalah unjuk kerja ban yang dipakai tidak optimal.
Butadien sebagai monomer polibutadien, seperti halnya isoprene
mempunyai ikatan rangkap pada atom karbon. Dengan menggunakan
katalisator Ziegler-Natta buatdien dapat terpolimerisasi menjadi polibutadien.
butadien
butadien polibutadien
POLIKHLOROPREN
khloropren polikhloropren
FENOMENA VULKANISASI
Vulkanisasi merupakan proses guna meningkatkan performa elastomer
dalam hal ini polimer dien. Seperti diketahui bahwa dalam kedaan orisinal
beberapa polimer dien cenderung mudah lembek bila terkena panas atau
mudah pecah bila terkena dingin. Dengan vulkanisasi maka elastomer menjadi
lebih tahan panas sekaligus tidak mudah retak atau pecah. Secara tradisional
proses vulkanisasi dilakukan dengan memansakan elastomer dan menambahkan
sulfur. Akibatnya terbentuk struktur krosslingking. Dewasa ini proses
vulkanisasi disempurnakan dengan menambahkan aktivator seperti oksida seng
atau asam lemak seperti asam stearat.
POLIISOBUTILEN
isobutilen poliisobutilen
isopren
KOPOLIMER SBS
Kopolimer SBS (stirine-butadien-stirine) atau SBS rubber merupakan
rekayasa untuk mendapatkan bahan yang kuat (diambil dari sifat polistirine)
namun liat (diambil dari sifat butadien). Bahan seperti ini diperlukan
diantaranya sebagai serat ban juga alas sepatu.
butil litium
stirine
polistirine
butadien
polistirine
dikhlorodimetilsilan
POLIURETAN
Seperti diketahui bahwa terdapat beberapa produk polimer yang dapat
dimasukkan lebih dari satu kategori salah satunya adalah poliuretan. Poliuretan
dapat digolongkan sebagai serat , namun dalam bentuk lain semisal spon
poliuretan termasuk juga sebagai elastomer. Berikut dibawah adalah mekanisme
pembentukan poliuretan. Selain dengan reaksi antara diisosianat dengan etilen
glikol , poliuretan dapat dibuat dengan mereaksikan diisosianat dengan etilen
glikol dengan bantuan diazobicyclo[2.2.2]octane disingkat DABCO.
+
:N N: + HO CH2 CH2 OH :N N H O CH2 CH2 OH
DABCO mempunyai dua pasang elektron bebas yang akan mendekati inti atom
hidrogen mengakibatkan reaktifitas yang tinggi pada atom oksigen karena
kelebihan muatan negatif. Elektron pada atom oksigen selanjutnya menuju ke
atom karbon pada isosianat yang cenderung bermuatan postitif, maka
terbentuklah ikatan. Selanjutnya terdapat muatan negatif pada atom nitrogen dan
muatan positif pada atom oksigen. Atom nitrogen yang kelebihan elektron akan mengikat
atom hidrogen hingga terbentuk bangun dimer uretan. Dimer uretan dapat bereaksi
dengan etilen glikol maupun diisosianat membentuk trimer.
+
:N N H O CH2 CH2 OH + O=C=N CH2 N=C=O
O CH2 CH2 OH
O=C=N CH2 N=C=O
O CH2 CH2 OH
O=C=N CH2 NC=O
O
H
dimer uretan
H
dimer etilen glikol
O O
H H
trimer
Alteranif reaksi lain adalah sebagai berikut. Antara dimer dengan dimer atau
antara dimer dengan trimer dapat bereaksi membentuk oligomer , demikian
seterusnya hingga terbentuk poliuretan.
H
dimer diisosianat
O O
H H
trimer
O O
SILIKON
Seperti halnya beberapa produk polimer lain yang mempunyai variasi fisik yaitu
dapat berbentuk sebagi cairan maupun padatan. Silikon cair banyak dimanfaatkan sebagai
minyak pelumas. Dalam keadaan padat berbagai aplikasi silicon cukup variatif
diantaranya dibuat menjadi semacam keramik yang tahan panas amat tinggi (sebagai alas
tempat teke off nya pesawat luar angkasa). Namun demikian pemberian nama silikon
sebenarnya salah kaprah mengingat diawal penemuannya struktur silikon dikira
mempunyai struktur seperti dibawah.
Ternyata setelah diteliti lebih jauh struktur silikon adalah sebagai seperti
tergambar dibawah, dimana gugus R dapat berupa metal atau fenil.
monomer oktametilsiklotetrasiloksan
Silikon
ELASTOMER LAIN
Selain dari beberapa senyawa elastomer seperti terurai diatas, masih ada
beberapa jenis elastomer yang barangkali dari segi popularitas belum begitu
dikenal. Namun demikian seiring dengan perkembangan teknologi, beberap
diantaranya mulai cukup banyak dikembangkan. Beberapa diantaranya adalah :
Fluroelastomer.
Kebanyakan produk flouroelastomer adalah bukan senyawa tunggal ,
namun merupakan kopolimer . Contohnya: polivinilidinflurida-ko-
heksafluropropilen, politetrafluroetilen-ko-propilen, polivinilidinflurida-
ko- khlorotrifluroetilen, dsb.
EPR/EPDM
Kepanjangan EPR adalah ethylene propylene rubber merupakan kopolimer
acak kopolimer etilen dan propilen menggunakan katalisator Ziegler-
Natta. Dengan rekayasa kopolimer acak maka sifat-sifat kaku dari
propilen dan etilen akan berubah menjadi lentur. Selain EPR masih
terdapat EPDM yang merupakan kopolimer dari etilen, propilen dan
senyawa dien seperti disiklopentadien, sikooktadien atau 1,4-heksadien.
Kelebihan EPR/EPDM adalah ketahannan yang prima terhadap bahan
kimia, panas serta tidak mudah berubah warna. Oleh karenya kopolimer
jenis ini banyak dipaki sebagai isolator kabel, juga untuk bumper mobil.
POLIFENILEN SULFIDA
performanya dapat diandalakan. Selain tahan panas tinggi PES juga sangat stabil
bila terkena uap (steam) oleh karenaya banyak dipergunakan dalam proses
polifenilen sulfon
gugus sulfon
ikatan eter
polietersulfon
bisfenol A
Dalam praktek yang dipergunakan adalah garam sodium dari bisfenol A yang
berekasi dengan di-p-flurofenilsulfon. Rekasi berlangsung pada suhu sekitar
145oC dalam larutan dimetil sulfooksida (DMSO).
polietersulfon
POLIFENILENOKSIDA
polifenilenoksida
POLIKETON
Terdapat kemiripan struktur kimia antara poliketon dan polietilen sperti
tergambar dibawah. Namun dalam ketahanan terhadap panas ada selisih yang
cukup signifikan bagi keduanya. Polietilen meleleh pada suhu 140 oC sedangkan
poliketon baru meleleh bila dipanaskan hingga suhu diatas 255 oC. Mengapa hal
itu bisa terjadi? Dari gambar jelas pada poliketon terkandung gugus karbonil
diantara gugus etilen.
gugus karbonil
poliketon
polietilen
Seperti halnya polietilen, poliketon dibuat dari bahan dasar etilen.. Gas
etilen kemudian direksikan dengan dengan karbon monooksida hingga
terbentuk poliketon.
gugus etilen
gugus metilen
POLIMER FLURO
--CF2 CF2
n
komputer ataupun produk elektronik lain , ABS banyak digunakan untuk body
sepeda motor dan bumper dan dashboard mobil. Didalam struktur ABS terdapat
unsur karet dari butadiene yang menjadikan plastik mempunyai sifat liat selain
keras.
POLIELEKTROLIT
Polielektrolit adalah suatu produk polimer spesial dengan kharakteristik
dapat membentuk ion postif dan negatif manakala berada dalam air (lihat
gambar dibawah).
pengkutuban poliellektrolit
polielektrolit dalam air
polimer non-
elektrolit dalam air
peruraian garam
POLIMER ANORGANIK
Produk lain yang termasuk sebagai polimer special adalah polimer
anorganik. Adanya polimer anorganik tentu saja mengacu pada keberadaan
istilah polimer organik. Pada polimer organik seperti yang selama ini dibahas-
terdapat ciri utama yaitu doiminasi atom karbon (C) pada rantai utama.
Sedangkan polimer anorganik mempunyai rantai utama yang didominasi selain
atom karbon. Adapaun yang termasuk dalam polimer anorganik adalah silikon,
polisilan, poligerman, polistanan dan polifosfazen. Oleh karean silikon juga
termasuk produk elastomer maka uraian tentangnya dapat dilihat pada bab
elastomer.
POLISILAN
dikhlorodimetilsilan polisilan
Dengan struktur tersebut dan seperti diutarakan diatas, secara fisik produk
polisilan cukup keras, sulit larut dan tahan panas. Namun seperti halnya produk
polimer dengan kharakteristik tadi (sulit larut , keras dan tahan panas tinggi)
maka secara aplikatif sulit untuk diproses (dibentuk). Oleh karenya perlu
dilakukan rekayasa sehingga menghasilkan turunan produk yang relatif mudah
untuk diproses. Berikut dibawah reaksi antara dikhlorodimetilsilan dengan
logam sodium namun dengan penambahan dikhlorometilfenilsilan.
dikhlorometilfenilsilan
Senyawa yang terbentuk (merupakan kopolimerisasi) mengandung gugus fenil.
Keuntungan adanya gugus fenil ialah kesempatan atau kemapuan untuk
terbentuknya struktur kritalin menjadi berkurang. Dengan menipisnya struktur
kristalin maka menjadikan produk polimer bisa dilarutkan sehingga dan mudah
dinbentuk (diproses).
Polidimetilgerman
polidimetilstanan
POLIFOSFAZEN
Polifosfazen mempunyai struktur yaitu pada rantai utama terdapat dua
jenis atom yaitu atom P dan atom N.
polifosfazen
---- O C O --
__ C ____
n
O
Vectra
---- CH CONH----
n
(CH2)2
CO2
CH2
polibensilglutomat
Unit cabang pada rantai utama merupakan bagian yang kaku (rigid) dari LCP.
Unit ini lazim dinamakan mesogen.Kemudian dilanjutkan dengan rekayasa yang
menghasilkan poliester termotropik dengan nama dagang Xydar.
O O O
--- O CO O C C ----
x y
Xydar
Adapun variasi struktur LCP terdiri atas tiga bentuk yaitu: smetik, nematik dan
kholesterik. Struktur smetik berupa akumulasi krital secara vertikal yang
membentuk lapisan secara teratur kerahah vertikl pula. Sedangkan struktur
nematik juga juga berupa akumulasi krital secara vertikl namun secara tidak
beraturan (tidak membentuk lapisan). Pada struktur kholesterik terdapoat juga
susunan atau lapisan kumulatif kristal secara horizontal dan lapisan-lapisan
tersebut tersusun kerah vertikal. Dari ketiga variasi polimer kristal cair tersebut
struktur nematik nampakmnya sementara ini yang paling berkembang. dalam
aplikasi.
CH = CH
== HC CH ==
n
poliasetilen
politiofen
N
H n
polipirol
S
n
politiofen
BIOPLASTIK
Sudah menjadi perhatian bersama bahwa kelemahan produk
plastik secara umum adalah pada kesulitan untuk diurai oleh alam (non-
biodegradable). Ini memberi potensi akumulasi sampah plastik. Memang cukup
banyak jenis sampah plastik yang kemudian didaur ulang (recycling), namun
bagaimanapun masih cukup banyak sisa plastik yang tidak dapat terambil dan
itu tidak dapat hancur untuk kemudian menyatu dengan tanah. Belum lagi
beberapa jenis polimer yang termasuk dalam golongan termoset dan polimer
rekayasa maupun polimer spesial. Sebagian besar -bahkan hampir semua-
produk polimer tersebut tidak bisa didaur ulang. Oleh karenanya lalu
muncul generasi bioplastik yaitu jenis plastik yang dapat diurai alam
(biodegradable). Menilik dari kosakata bio maka jenis plastik tersebut tentunya
terbuat dari bahan dasar seperti hasil pertanian misalnya yang merupakan
renewable resources. Oleh kerena sifat produk bioplastik yang ramah lingkungan
maka beberapa kalangan menyebutnya sebagai plastik hijau (green plastic).
BAB IX
PEMROSESAN PRODUK POLIMER
EKSTRUSI
Pada proses ekstrusi terjadi peristiwa transfer (conveying) resin dari satu
titik ke titik lain menggunakan ulir (screw), kemudian pelelehan dan penekanan.
Secara prinsip resin masuk dalam wadah (hoper) kemudian dibawa oleh ulir
sambil mengalami proses pelelehan. Panas berasal dari kumparan yang dipasang
di sekeliling ulir. Begitu pergerakan bahan menuju ujung, terjadi kenaikan
tekanan karena bahan polimer mesti melalui lubang kecil sedangkan dari
belakang ulir terus bergerak menekan. Bahan keluar selanjutnya bisa
dieterima oleh molding untuk dicetak, atau kembali dibuat resin. Khusus yang
terakhir ini sepertinya merupakan aktivitas pengulangan (dari resin yang
dikenain proses ekstrusi untuk dibentuk resin kembali). Jawabannya secara
teknis memang demikian. Namun sebenarnya resin yang keluar berbeda dengan
resin yang masuk. Dalam kasus ini resin yang masuk dicampur dengan bahan
lain sehuingga resin keluar mempunyai sepsifikasi yang khusus. Dengan
demikian tujuan ekstrusi dianatarnya adalah untuk mendapat resin dengan
spesifikasi berbeda dengan cara compunding, atau tujuan pewarnaan, proses
daur ulang, selain sebagai proses pendahuluan sebelum proses molding.
Ekstruder tunggal
resin masuk
hasil keluar
Ekstruder ganda
resin masuk
hasil keluar
Ekstruder ganda
Sumber: Farrel
MOLDING
Molding merupakan proses pencetakan bahan polimer menjadi bentuk sesuai
dengan yang dikehendaki. Botol plastik kemasan air minum dan kemasan-kemasan
merupakan contoh hasil proses molding. Adapun proses molding dapat dibagi dalam
beberapa jenis yaitu blow molding, injection molding, compression molding, resin
transfer molding (RTM), vacuum forming dan SCRIMP.
BLOW MOLDING
Prinsip proses blow molding adalah didahului oleh proses ekstrusi menggunakan
ekstruder dimana lelehan polimer yang keluar berupa silinder berongga (desebut dengan
parison). Parison yang ditunjukkan dengan anak panah pada gambar A- kemudian
diposisikan dalam molding yang dalam kedaan terbuka seperti pada gambar A.
Selanjutnya molding menutup (gambar B) yang diikuti dengan peniupan udara kedalam
rongga parison. Oleh karenya terjadi pengembangan sesuai dengan bentuk molding yang
ditunjukkan oleh gambar D. Beberapa plastik jenis polietilen baik LDPE maupun HDPE,
polipropilen, polivinilkhlorida merupakan polimer yang banyak dibentuk melalui proses
blow molding.
A B C D
Berikut foto blow molding lengkap atau utuh dengan ekstruder yang diproduksi oleh Air
Irco.
INJECTION MOLDING
Adapun pada injection molding prosesnya diawali dengan dituangkannya resin
kedalam hopper atau corong. Selanjutnya terjadi pemanasan sedemikian sehingga resin
meleleh dan ditransfer ke ujung menggunakan ulir seperti terlihat pada gambar dibawah.
Polimer yang keluar dari mesin injeksi selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk
molding. Berikut dibawah foto injection molding.
Sumber : ChePartner
Beberapa produk hasil proses injectiom molding pada bidang otomotif diantaranya casing
lampu, tutup radiator dan sebagainya.
Selain daripada itu terdapat pula apa yang dinamakan dengan reaction injection
molding atau RIM. Ciri proses ini adalah bahwa bahan polimer yang dicetak tidak dalam
bentuk resin atau pellet (atau chip), tetapi merupakan polimer slurry hasil reaksi.. Jadi
cairan kental hasil reaksi, langsung diinjeksikan ke mold untuk dicetak.
preform
COMPRESSION MOLDING
Prisip dasar compression molding adalah menempatkan resin
didalam mold bagian bawah selanjutnya komponen mold atas diturunkan dan
dilanjutkan pemanasan . Begitu resin meleleh maka secara otomatis akan
memembentuk cetakan sesuai bentuk celah pada molding. Polimer plastik
yang dibentuk melalui compression molding adalah dari jenis termoseting,
meskipun jenis polimer termoplastik juga dapat diproses melalui cara ini.
VACUUM FORMING
SCRIPM
Seemann Composites Resin Infusion Molding Process disingkat SCRIMP
merupakan proses pembuatan produk komposit yang lazim dilakukan akhir-
akhir ini. Komposit adalah bahan yang terdiri atas campuran atau kombinasi
beberapa bahan dalam hal ini bahan polimer. Aplikasi Scrimp diantaranya
adalah pada pembuatan perahu. Dalam proses dibawah terlihat bahwa terdapat
beberapa lapisan bahan polimer yang kemudian dilengketkan satu sama lain
dengan bantuan sistem vakum. Bahan polimer dalam hal ini misalnya
politetrafluroetilen, nilon, serat karbon , epoksi resin dan sebagainya.
Mekanisme SCRIMP
Didalam cekungan SCRIMP selain lapisan mold yang posisinya paling bawah,
kemudian diatasnya terdapat dua lapisan serat yang dibatasi oleh core. Bagian
terluar lapisan yang disebut bag. Campuran resin polimer bersama curing agent
dijadikan satu dalam suatu wadah. Selanjutnya diumpankan atau dihisap
menembus lapisan serat dan seterusnya hingga mencapai mold menggunakan
pompa vakum. Selanjutnya dipanaskan hingga beberap jam sehingga kombinasi
resin meleleh dan tercampur homogen. Kemudian didinginkan dan produk
komposit diambil.
SPINNING
Spinning merupakan pemrosesan produk polimer yang menghasilkan
serat. Nilon, benang poliester merupakn contoh produk polimer yang direkayasa
melalui proses spinning. Selama ini dikenal tiga tipe proses spinning yaitu melt
spinning, dry spinning dan wet spinning.
MELT SPINNING
Pada melt spinning, resin polimer dalam keadaan murni (tanpa dicampur
dengan pelarut atau solven) dituangkan kedalam ekstruder untuk dilelehkan
dan dikenai proses ekstrusi. Keluar dari ekstruder, lelehan polimer dimasukkan
kedalam unit spinning yang terdiri atas pompa, filter dan spinnert. Hasilnya
adalah sejumlah serat panjang yang kemudian didinginkan aliran udara. Serat-
serat tersebut selanjutnya digulungkan pada bobbin.
ekstruder
filter
spinneret
udara
bobbin
DRY SPINNING
Pada dry spinning pertama kali polimer dilarutkan dalam suatu pelarut.
Kemudian sebelum masuk ke unit spinning perlu dipanaskan menggunakan heat
exchanger. Didalam kolom spinning , pelarut yang ada diuapkan dengan gas
panas untuk didaur ulang. Serat yang terbentuk selanjutnya digulunkan pada
bobbin.
pemungut
polimer pelarut pelarut
tangki
larutan
filter
tangki
pengumpan
pompa
heat exchanger
kolom spinning
gas panas
aplikator
bobbin
polimer pelarut
tangki larutan
filter ke
pencucian
filter
tangki heat exchenger roll
pengumpan
pompa
KALENDERING
Salah satu polimer plastik yang sering kita temui adalah gulungan atau
lembaran plastik tipis. Produk tersebut kemudian dibentuk menjadi tas atau
pembungkus lainnya. Prisnsip proses kalendering adalah membuat lapisan tipis
polimer plastik menggunakan roll pres. Pertama celah diantara roll cukup besar
kemudian secara bertahap mengecil sehingga polimer yang lewat menjadi kian
tipis dan pada akhirnya lembaran tersebut digulung.
Mekanisme kalendering
COATING
Coating atau pelapisan bahan polimer kedalam suatu lembaran (web). Adapaun
proses coating mempunyai cara yang bervariasi seperti tergambar dibawah. Pada metoda
roll coating , web melewati celah diantar roll dan terlapisi oleh cairan polimer yang
berasal dari bak. Pada jenis blade coating, web melewati roll yang terlapisi cairan
polimer dimana tebal tipisnya diatur dari tekanan pisau. Sedangkan pada metoda curtain
coating, web bergerak melewati die yang mengucurkan bahan polimer sehingga terbentuk
lapisan.
Mekanisme coating
web
web
pisau
pisau
die
cairan polimer
web
Curtain coating
BAB X
PROSES POLIMERISASI SKALA LABORATORIUM & PILOT PLANT
Bahan baku
Spesifikasi bahan baku dijabarkan sebagai berikut.
Urea
CO (NH2)2
Bahan ini berwujud kristal putih dalam kemasan 1 kg keluaran Merck. Bahan
disimpan dalam botol berwarna (jangan mennggunakan botol bening
trnasparan) ditutup dan dihindarkan dari sinar matahari langsung.
Formaldehid
HCOH
Digunakan larutan formalin 35% dalam kemasan botol satu liter Sebelum
dipakai larutan ini perlu dites kemurnian atau kandungan formaldehidnya.
Asam borat
H3BO3
Dipakai asam borat padat berupa kristal putih, dalam satu batch dipakai asam
borat sebanyak 5 gram. Asam borat berfunhsi sebagai larutan buffer.
Alkohol
C2H5OH
Digunakan alkohol 95%. Alkohol dipakai untuk mengencerkan produk hasil
perekat.
PEMURNIAN UREA
Urea dimurnikan dengan cara melarutkannya dalam air dan dipercepat dengan
pemanasan. Larutan urea kemudian disaring menggunakan perangkat seperti dibawah.
Air yang mengandung impurities tertampung di erlenmeyer, sedang urea murni diambil
dari corong.
2 5
4
Keterangan gambar
1. Gelas beker
2. Kompor listrik
3. Corong porselen
4. Erlenmeyer
5. Pompa hisap
PROSES POLIMERISASI
Formaldehid atau formalin dimasukkan kedalam reaktor (labu leher tiga) diikuti asam
borat, urea, dengan jumlah mengikuti tabel dibawah. Selanjutnya air pendingin
dijalankan, pengaduk dan pemanas listrik dihidupkan hingga pemanas gliserol mencapi
suhu 120oC. Saat suhu dalam reaktor mencapai konstan 90oC, masukkan katalisator
larutan soda api kedalamnya melalui pendingin balik. Tetapkan waktu reaksi selama 50
menit dihitung saat pemasukan katalisator tadi. Hasil reaksi kemudian didinginkan dan
dipindahkan kedalam labu distilasi guna proses dehidratasi.
5
3
3 6
Keterangan gambar
10
5
4
6 10
11
3 1
7
8
9 9 12 13
Keterangan gambar
1. Labu distilasi
2. Pemanas gliserol
3. Pengaduk listrik
4. Pipa kapiler
5. Termometer
6. Pendingin air
7. Pemanas listrik
8. Pengatur suhu
9. Erlenmeyer
10. Penjepit selang
11. Manometer
12. Erlenmeyer
13. Pompa hisap
PENGUJIAN KUALITAS
Pengtesan produk polimer perekat meliputi penentuan konversi optimum resin
polimer, uji aplikasi dan uji sifat-sifat fisis.
Dari tabel diatas terlihat bahwa kandungan resin terbanyak dicapai pada
perbandingan urea : formaldehid = 1 : 0,5 . Berikutnya terlihat penambahan
formaladehid justru menurunkan kadar resin. Hal ini bisa difahami mengingat
terjadi ekses atau kelebihan formaldehid yang kemudian menguap sehingga
akhirnya kandungan resin menurun.
Dari tabel terlihat pada awalnya kuat geser semakin besar seiring pertambahan
formaldehid. Namun itu tidak seterusnya, pada titik tertentu akan dicapai
kondisi optimum (disini pada no 7) yaitu saat perbandingan urea : formaldehid =
1 : 2 . Seteleh titik tersebut, penambahan formaldehid justru memperlemah kuat
geser.
B. PEMBUATAN POLIESTER
Seperti dijelaskan dalam bab terdahulu bahwa salah satu produk poliester yang
terkenal adalah polietilen tereftalat (PET) dan nilon. Pembuatan nilon seperti
yang akan dijabarkan oleh Rudolf Indraloka adalah berbasis proses esterifikasi
dimana asam adipat direksikan dengan etanol (alkohol) hingga membentuk
dietil adipat. Dietil adipat kemudian juga direaksikan dengan etanol hingga
terbentuk poliseter atau nilon (proses poliesterifikasi).
Bahan baku
Bahan baku yang dipergunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut.
Asam Adipat
HOO-(CH2)4-COOH
Berat molekul 146,14, kerapatan 1,36, titik lebur 152oC, titik didih 265oC, kelarutan
dalam air pada temperatur 15 oC adalah 1,4 g/100 g.
Etanol
C2H5OH
Dipakai alkohol absolut dengan berat molekul 46,17, kerapatan 0,81 g/ml, titik didih 78,2
o
C.
Etilen Glikol
HOCH2CH2OH
Berat molekul 62,07, kerapatan 1,113 g/ml, titik didih 197,4oC, larut dalam air dan
alkohol.
ESTERIFIKASI
Rangkaian alat guna proses esterifikasi tergambar dibawah, Pada mulanya asam adipat
dimasukkan ke labu leher tiga, kemudian diikuti katalisator PTSA. Kemudian pengaduk
dijalankan , pemanas dan pengatur suhu juga dijalankan. Setelah suhu reaksi tercapai ,
masukkan etanol kedalam labu. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan setiap 30
menit , ditimbang guna analisis hasil (titrasi menggunakan NaOH 0,02 N dengan
indikator PP).
Campuran reaksi selanjutnya dipisahkan dengan etanol sisa menggunakan sistem distilasi
hampa. Campuran hasil dietil adipat dan PTSA dipisahkan dengan penambahan air dan
khloroform. Air akan melarutkan PTSA dan asam adipat sisa, sedang dietil adipat larut
dalam khloroform. Campuran khloroform dan dietil adipat sebagai lapisan bawah
dipisahkan memakai corong pemisah. Selanjutnya dicuci kembali dengan air guna
memisahkan kemungkinan adanya asam adipat dan PTSA sisa lalu dipisahkan lagi.
Terakhir campuran dietil adipat dan khloroform dipisahkan melalui distilasi hampa.
3 6
Keterangan gambar
Dari pengambilan sampel secara periodik kemudain dilakukan pengukuran kadar asam
adipat yang terbentuk hingga didapat korelasi waktu reaksi dengan kadar gusus
karboksilat pada berbagai suhu.
Hubungan waktu reaksi esterifikasi dengan kadar gugus karboksilat pada suhu 80oC
Dari tabel terlihat bahwa pada awal reaksi terjadi perubahan reaksi yang cukup besar. Hal
ini karena pada awal reaksi konsentrasi reaktan cukup besar sehingga kecepatan reaksi
sangat tinggi dan sulit diamati. Namun pad akhir reaksi kecepatan reaksi hampir konstan
yang disebabkan hampir dicapainya keadaan setimbang. Terdapatnya air pada awal reaksi
dapat mempercepat tercapainya kesetimbangan reaksi. Selanjutnya dihitung konstanta
kecepatan reaksi dengan hasil pada tabel berikut.
POLIESTERIFIKASI
Poliesterifikasi dilakukan dengan merekasikan dietil adipat hasil esterifikasi dengan
etilen glikol menggunakan katalisator PTSA. Peralatan yang digunakan seperti tergambar
dibawah.
Pertama dietil adipat dimasukkan kedalam labu kemudian disusul katalisator PTSA.
Pompa dan pemanas dihidupkan, suhu dipertahankan dengan mengatur
thermocontroller. Kemudian masukkan etilen glikol kedalam labu. Manakala adonan
sudah homogen, setiap 45 menit diambil contoh guna anlaisis. Lakukan untuk berbagai
variasai suhu yaitu 110 oC, 121 oC, 130 oC, 140 oC.
Konsentrasi x mgek/g
Suhu, oC Ln kp Kp x 103
110 - 6,2453477 1,939456
121 - 6,1068543 2,227547
130 - 5,5295997 3,967577
140 - 5,2869395 5,057214
4
7 8 11
6 13
5 5
9
2 10
15
1
12 12 14
Keterangan gambar
1. Tangki nitrogen
2. labu leher tiga
3. Bak pemanas
4. Pipa kran tiga arah
5. Termometer
6. Pengaduk nitrogen
7. Pengaduk biasa
8. Pendingin
9. Pemanas listrik
10. Probe
11. Penjepit selang
12. Erlenmeyer
13. Manometer
14. Erlenmeyer
15. Pompa hisap
Bahan pelapis (coating) atau cat mempunyai jenis yang bermacam-macam salah satunya
adalah dari jenis alkid. Resin alkid dapat dibuat melalui dua tahap yaitu: pertama reaksi
glisererolisis minyak kedelai (dalam bentuk trigliserida) dengan gliserol guna
memperoleh monogliserida. Kedua reaksi poliesterifikasi monogliserida dengan phtalat
anhidrat untuk menmeperoleh resin alkid yang term odifikasi. Berikut hasil percobaan
yang pernah dilakukan oleh Indra Gunawan.
Bahan baku
Bahan baku yang dipergunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut.
Gliserol
CH2OHCHOHCH2OH
Berupa cairan kuning dengan berat molekul 92 g/gmol, titik didih 290 oC, larut
dalam air dan alkohol.
Phtalat anhidrat
C6H4 (CO)2 O
Berbentuk kristal putih, berat molekul 148 g/mol, titik didih 284,5 oC, titik lebur
130,8 oC, larut dalam air dan alkohol.
6
5
2
.
7 7
Keterangan gambar
Konsentrasi gliserol bebas pelarut = 100 - 56,7503 g/100 g pelarut = 43,2497 g/100 g
bebas pe;arut.
56,7503 g/100 g pelarut
Monogliserida terbentuk = x 22,165 = 12,5787 g.
100
12,5787 g
Konversi terhadap berat trigliserida mula-mula = x 100% = 27,9 %
45 g
Menurut Markley reaksi gliserolisis berjalan dengan baik dengan konversi sebesar =
21,4 %.
Perhitungan konstanta keseimbangan reaksi gliserolisis dilakukan dengan asumsi BM
trigliserida= 900 g/gmol, BM monogliserida= 360 g/gmol dan mengabaikan terbentuknya
digliserida.
Direaksikan 0,2 gmol gliserol dan 0,05 gmol trigliserida, monogliserida terbentuk=
12,5787 g = 0,0349 gmol.
Gliserol bereaksi = 2/3 x 0,0349 gmol = 0,0233 gmol, trigliserida bereaksi = 1/3 x
0,0349 gmol = 0,0116 gmol.
Gliserol sisa = 0,2 gmol - 0,0233 gmol = 0,1767 gmol, trigliserida sisa = 0,05 gmol
0,0116 gmol = 0,0038 gmol.
Bila volume tidak berubah maka :
[monogliserida] 3
Keq =
[trigliserida][gliserol]2
( 0,0349) 3
=
(0,0038) (0,1767) 2
Keq = 0,3583
POLIESTERIFIKASI (POLIMERISASI)
Proses dimulai dengan menambahkan phtalat anhidrat kedalam labu yang berisi
monogliserida hasil proses gliserolisis daiatas. Pendingin air dijalankan demikian pula
dengan pemanasan dengan target suhu 200 oC. Proses polimerisasi dijalankan selama 3
jam. Setelah selesai suhu diturunkan ke 120 oC selanjutnya dituang kedalam penampung
guna dilakukan analisis.
Tabel hubungan antara gliserol, minyak kedelai dan phtalat anhidrat pada polimerisasi
(P=1 atm, T=200oC, waktu= 3 jam)
Tabel hubungan antara % berat phtalat anhidrat dan kelebihan gugus hidroksil
terhadap
resin content
Dari tabel diatas terlihat bahwa semakin besar persen berat phtalat anhidrat
semakin besar pula resin content. Hubungan persen berat phtalat anhidrat (X)
dengan resin content (y) mempunyai korelasi dalam persamaan :
Selanjutnya kondisi paling besar resin content dicapai pada kelebihan gugus
hidroksil per gugus karboksilat sama dengan nol yang berarti tercapai kondisi
stokiometri. Resin content akan turun pada kelebihan gugus hidroksil satu dan
kembali naik seiring penamabahan gugus hidroksil. Hubungan antara
kewlebihan gugus hidroksil per gugus karboksilat (Z) dengan resin content (Y)
adalah:
Tabel hubungan antara % berat phtalat anhidrat dan kelebihan gugus hidroksil
terhadap specific gravity resin
Terlihat pada tabel bahwa specific gravity semakin besar selaras dengan kenaikan
% berat phtalat anhidrat, haL ini difahami sebagai terbentuknya rantai yang
semakin panjang. Hubungan antara persen berat phtalat anhidrat (X) dengan
specific gravity (Y) adalah sebagai berikut.
Dari tabel juga terlihat bahwa pada kondisi stokiometri (kelebihan gugus
hidroksil per gugus karboksilat = 0) maka didapat angka specific gravity yang
terbesar.
Tabel hubungan antara % berat phtalat anhidrat dan kelebihan gugus hidroksil
terhadap daya serap air
Terlihat bahwa pada konsentrasi phtalat anhidrat 41,2 % diperoleh daya serap
resin terhadap air yang paling kecil. Ini sebenarnya merupakan kondisi terbaik.
Selanjutnya hubungan konsentrasi phtalat anhidrat (X) dengan daya serap air (Y)
dinyatakan dalam persamaan:
.
Keterangan gambar
PILOT PLANT
Pilot plant bisa dikatakan sebagai pabrik mini . Disebut demikian karena Pilot
plant pada dasarnya mempunyai peralatan proses dan kondisi operasi yang
mirip atau relatif sama dengan pabrik skal industri hanya saja kesemuanya
berskala lebih kecil. Sebagai contoh suatu industri polimer dimana unit
prosesnya mempunyai lahan seluas lapangan sepak bola, maka dalam bentuk
pilot plant ukurannya hanya sebesar meja pingpong.
Sumber: Zeton
Sumber: Zeton
BAB XI
PROSES POLIMERISASI SKALA INDUSTRI
POLIETILEN
TiCl4
etilen
metal alkil
pelarut gas buang
hidrokarbon
reaktor
deaktivator
pelarut hidrokarbon
tangki
dekomposisi
filtrasi
produk
pengeringan ekstrusi
centrifuge
powder
hooper
etilen
komonomer &
hidrogen drier
katalisator ke unit
pelletizer
suspenion
drum
heksan
stripper
hasil samping
Sumber: Mitusi
MELAMIN FORMALDEHID
.
alfa selulose cyclone collector storage hopper
pemotong
formaldehid
alkohol weigh hooper
melamin
belt drier
tangki pelarutan
skip car
reaktor
mikro
mixer pulvrizer
filter
penyimpanan
devolitilizer # 1
reaktor
devolitilizer # 2
mixing tank
strand die
ke unit peletizer
ABS COMPOUNDING
mixer
hooper
ke unit
pelletizer
ekstruder
Pada beberapa diagram alir diatas dinyatakan aadanya proses lanjut ke unit
pelletizer. Unit pelletizer adalah rangkaian peralatan dimana produk polimer
berbentuk slurry dirubah kedalam bentuk pellet (atau chip atau resin).Bentuk
pellet mungkin dapat dimiripkan dengan bentuk beras. Untuk jelasnya, berikut
gambaran unit tersebut.
Unit Pelletizer
ke silo
ABS
pelletizer
strand cooler pelumas padat
dari
ekstruder,
strand die
Polimer berbentuk slurry dari unit proses kemudian dengan adanya strand die
ataupun ekstruder menjadikan bentuk yang disebut strand yaitu seperti mie.
Strand polimer yang masih lembek kemudian didinginkan dalam pendingin air
(strand cooler). Selanjutnya strand dikeringkan dengan penyemprotan udara
untuk diumpankan ke alat pelletizer. Alat tersebut terdiri atas pisu pemotong
dalam bentuk silinder bergerigi. Dengan demikian strand akan terotong-potong
hingga ukuran panjang sekitar 2 mm. Itulah yang disebut pellet. Pellet
selanjutnya menuju ayakan (vibrating screen) guna pemerataan ukuran (pallet
yang terlalu panjang tidak dapat menembus ayakan). Berikutnya pellet
ditransfer menuju ke silo (tempat penyimpanan) sambil diberi pelumas padat
(misal magnesium stearat). Fungsi pelumas disnis adalah untuk mencegah
lengketnya antara pellet satu dengan lainnya. Pellet selanjutnya dikemas dalam
kemasan 25 kg , 50 kg atau 1 ton untuk dikirim ke pabrik molding.
NILON
Bahan baku utama pembuatan nilon (dalam hal ini nilon-6) adalah
kaprolaktam. Kaprolaktam dapat berbentuk bubuk maupun flake (lempengan
kecil-kecil). Kaprolaktam selanjutnya dipanaskan hingga mengalami pelelehan.
Cairan kaprolaktan selanjutnya ditransfer ke mixer guna pengenceran (ditambah
air) dan diberi senyawa penstabil (stabilizer). Kemudian titan oksida disuntukkan
kedalam aliran kaprolaktam yang menuju reaktor. Titan oksida berfungsi
memperindah kenampaan produk. Keluar dari reaktor nilon 6 mempunyai suhu
sekitar 260oC dan kekentalan kurang lebih 1.000 stokes. Nilon selanjutnya
diumpankan kedalam evaporator. Produk selanjutnya diberi stabilizer dan
ditransfer ke unit spinning. Proses pembuatan nilon diatas dikenal sebagai
proses Vickers-Zimmer.
kaprolaktan
nitrogen boiler
TiO 2
Mixer
heat
stabilizer
steam
reaktor
nilon 6
kondensat
unit spinning
air
reaktor mixing
kolom tank
pemisah
larutan
katalisator polimer
air +
fraksi ringan
kolom
pelarut pemisah
solven
pemisah removal
pengering baler
air
film wrapper
DAFTAR PUSTAKA
Freid J.R., Polymer Science and Technology, Prentice Hall PTR 1995
Max S. Peters, Klaus D. Timmerhaus, Ronald. E.West, Plant Design and Economics
for Chemical Engineers, McGraw-Hill Companies Inc, 1998