You are on page 1of 260
vp a a A alt % © Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi 2008 Katalog dalam Terbitan Plankton Laut/Anugerah Nontji. — Jakarta: LIPI Press, 2008 xiv +33] him.; 14,8 x 21 em ISBN 978-979-799-085-5 1. Plankton I. Nontji, Anugerah 577.76 Copyeditor : Nanik Supriyanti Layouter : Prapti Sasiwi Cover Design : Junaedi Mulawardana Diterbitkan oleh: LIPI Press, anggota Ikapi Jl. Gondangdia Lama 39, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 314 0228, 314 6942. Fax. (021) 314 4591 E-mail: bmrlipi@centrin.net.id LIPI lipipress@centrin.net.id press@lipi.go.id DAFTAR ISI Kata Pengantar v Kata Sambutan ix Daftar Isi .... xi Pendahuluan 1__ Plankton dan Maknanya.... 3 Pengertian Dasar 2 Pengertian dan Penggolongan Plankton i 2.1 Penggolongan Berdasarkan Fungsi 1 2.2 Penggolongan Berdasarkan Ukuran 15 2.3 Penggolongan Berdasarkan Daur Hidup 18 2.4 Penggolongan Berdasarkan Sebaran Horizontal 20 2.5__Penggolongan Berdasarkan Sebaran Vertikal... 22 3 Awal Hubungan Manusia dengan Plankton 27 4 Sejarah Planktologi 33 5 Plankton dan Aspek Ekonominya 41 6 Strategi Plankton untuk Mengapung .. 47 7 Dimensi Ruang Kehidupan Plankton 53 Pengambilan dan Pemeriksaan Contoh 8 Pengambilan Contoh dan Pemeriksaan Plankton.. 59 8.1 Pengambilan Contoh Fitoplankton . 39 8.3 Pengambilan Contoh Air .... 71 xi Keanekaragaman Hayati 9 Keanekaragaman Hayati Plankton .... 85 9.1 Fitoplankton 85 9.1.1 Diatom..... 85 9.1.2 Dinoflagelat 92 9.1.3 Sianobakteri 97 9.1.4 Kokolitoforid 9.2.1 Tintinid 9.2.4 Ubur-Ubur. 9.2.5 Ktenofor 122 9.2.10 Tunikata .. 9.2.11 Iktioplankton 9.2.12 Berbagai Meroplankton 9.3, Bakterioplankton ..... 164 9.4 Virioplankton ....... 170 Produktivitas Perairan 10, Produktivitas, Biomassa dan Alir Energi ... . 177 10.1 Pengertian tentang Produktivitas Primer ..... 177 10.2 Pen; Produktivitas Primer 10.3 Biomassa Fitoplankton.... 183 xii 10.4 Pengukuran Klorofil Fitoplankton ... 10.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas..... 10.6 Alir Energi dan Daur Hara 10.7 Perbandingan Produktivitas di Laut dan di Darat.... 10.8 Penginderaan Klorofil Fitoplankton dengan Sateli 10.9 Klorofil Fitoplankton di Perairan Indonesia..... Plankton dan Perikanan 11 Plankton dan Perikanan Tangkap... 11.1 Hubungan Plankton dan Perikanan 11.2 Perikanan Krill 11.3 Perikanan Ubur-ubur 12 Budi Daya Plankton ..... Lingkungan 13 Masalah HAB ..... .. 14 Migrasi Vertikal Zooplankton 15 Raksasa Laut dan Plankton 16 Plankton dan Perubahan Iklim 17 Plankton dan Sedimen ..... 18 Plankton dan BBM ....... Penutup 19 Perkembangan Planktologi di Indonesia 20 Masa Depan ..... 189 195 200 204 207 219 219 229 233 241 251 257 263 273 279 285 295 xiii Daftar Istilah ....... Daftar Pustaka Indeks 301 313 323 xiv image not available image not available 1 PLANKTON DAN MAKNANYA tumbuhan dan hewan—yang hidupnya melayang atau lengambang dalam air, yang selalu terbawa hanyut oleh arus. Kalau suatu waktu Anda berenang di laut, mungkin Anda tidak menyadari bahwa Anda sebenarnya telah tercebur ke dalam hutan belantara yang tak terlihat (invisible forest, demikian Paul Falkowski, seorang ahli ekologi laut, mengistilahkannya). Maksudnya adalah air laut tempat Anda tercebur itu sebenarnya mengandung fitoplankton (tumbuhan renik yang mengambang dan melayang di laut) yang jumlahnya sangat banyak, bisa ribuan hingga jutaan sel atau individu per liter, Keanekaragaman hayatinya (biodiversity) pun sangat tinggi. Di tempat sekitar Anda tercebur itu mungkin ada ratusan jenis fitoplankton. Ketidakpedulian (atau ketidaktahuan) kita pada umumnya disebabkan karena fitoplankton itu ukurannya sangat kecil, tak terlihat dengan kasat mata. Diperlukan mikroskop untuk dapat melihat wujudnya dengan jelas. Adalah suatu kenyataan bahwa fitoplankton itu ada di mana-mana. Tumbuhan renik ini terdapat di seluruh permukaan laut, sampai kedalaman yang dapat ditembus cahaya matahari. Tak ada permukaan laut yang bebas dari fitoplankton, dari perairan muara sungai sampai ke tengah perairan samudra (oseanik), dari perairan tropis hingga ke perairan kutub. Sebenarnya, fitoplankton juga terdapat di semua perairan alam di darat, seperti di sungai, danau, dan rawa, tetapi yang akan dibahas di sini hanyalah fitoplankton laut saja. Kalau di daratan tumbuhan yang paling dominan adalah yang berukuran besar yang tampak, dari yang seukuran rumput hingga pohon beringin, maka di laut tumbuhan yang dominan justru adalah fitoplankton yang mikroskopis itu. Di perairan pantai memang ada tumbuhan laut | aut kita sebenarnya penuh dengan plankton, yakni mahluk— image not available image not available image not available jauh di bawah dasar laut itu, dan dengan suhu dan tekanan geostatik yang sangat tinggi, mengalami transformasi dan migrasi hingga akhirnya dapat membentuk cebakan minyak dan gas bumi yang dapat ditambang sekarang ini, yang akhirnya menentukan kehidupan manusia modern. Jadi apa yang kita bakar setiap hari dalam bentuk BBM (bahan bakar minyak), asal usulnya adalah juga plankton yang telah berproses jutaan tahun. Tidak heran pula bila dalam eksplorasi pencarian sumber minyak dan gas bumi, fosil plankton merupakan pembimbing utama yang mengarahkan para explorer ke sasaran mereka. Kini, setelah manusia beserta industrinya di seantero dunia, tiap hari membakar bahan bakar fosil itu, dan buangannya berupa CO, dihamburkan ke atmosfer bumi ini, kandungan CO, di atmosfer bumi terus meningkat yang membuat suhu bumi juga semakin panas. Banyak fakta menunjukkan bahwa sejak revolusi industri di awal abad lalu, kandungan CO, di atmosfer bumi terus meningkat yang mengancam kelestarian lingkungan global. Apa pula yang dapat menyerap kembali CO, itu untuk meredam pemanasan global? Jawabannya adalah tumbuhan yang dapat berfotosintesis, termasuk dan tak kalah pentingnya adalah fitopankton laut. Namun, meskipun alam, lewat dinamika ekosistemnya, dapat meredam pemanasan global, kearifan manusia diperlukan untuk tidak terus-menerus memperlakukan alam ini dengan semena-mena yang dapat mengakibatkan bencana lingkungan yang dampaknya akan dirasakan sampai generasi-generasi mendatang. Dari uraian singkat di atas, maka pada tempatnyalah bila kita memberikan apresiasi akan peran plankton yang sangat besar, yang ikut menjamin kelangsungan hidup di bumi ini. Tuhan memang telah menciptakan plankton sebagai mahluk yang ukuran umumnya sangat kecil tetapi dengan fungsi yang sangat akbar. PENGERTIAN DASAR 2 PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN PLANKTON mengapung, mengambang, atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya (kalaupun ada) sangat terbatas hingga selalu terbawa hanyut oleh arus. Istilah “plankton” diperkenalkan oleh Victor Hensen tahun 1887, yang berasal dari bahasa Yunani, “planktos”, yang berarti menghanyut atau mengembara. Plankton berbeda dengan nektom yang merupakan hewan yang mempunyai kemampuan aktif berenang bebas, tidak bergantung pada arus, seperti misalnya ikan, cumi-cumi, paus. Lain pula dengan bentos yang merupakan biota yang hidupnya melekat, menancap, merayap, atau meliang (membuat liang) di dasar laut, seperti misalnya kerang, teripang, bintang laut, dan karang (coral). Plankton dapat dibagi menjadi beberapa golongan sesuai dengan fungsiya, ukurannya, daur hidupnya, atau sifat sebarannya. P= adalah mahluk (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya 2.1 PENGGOLONGAN BERDASARKAN FUNGSI Secara fungsional, plankton dapat digolongkan menjadi cmpat golongan utama, yakni fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton. a. Fitoplankton Fitoplankton, disebut juga plankton nabati, adalah tumbuhan yang hidupnya mengapung atau melayang dalam laut. Ukurannya sangat kecil, tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum berkisar antara 2—200 zm (1 zm =0,001mm). Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai. 11 Meskipun ukurannya sangat halus namun bila mereka tumbuh sangat lebat dan padat bisa menyebabkan perubahan pada wama air laut yang bisa terlihat. Fitoplankton mempunyai fungsi penting di laut, karena bersifat autotrofik, yakni dapat meghasilkan sendiri bahan organik makanannya. Fitoplankton mengandung klorofil dan karenanya mempunyai kemampuan berfotosintesis yakni menyadap energi surya untuk mengubah bahan inorganik menjadi bahan organik. Karena kemampuannya memproduksi bahan organik dari bahan inorganik ini maka fitoplankton juga disebut sebagai produsen primer (primary producer). Bahan organik yang diproduksinya menjadi sumber energi untuk melaksanakan segala fungsi faalinya. Tetapi di samping itu energi yang terkandung dalam fitoplankton dapat dialirkan ke berbagai komponen ekosistem lainnya lewat rantai pakan (food chain). Lewat rantai pakan ini seluruh fungsi ekosistem dapat berlangsung. Seluruh hewan laut Gambar 1. Contoh fitoplankton campuran yang terekam dengan mikroskop cahaya (light microscope). (Sumber: Sugestiningsih) seperti ikan, udang, cumi-cumi sampai paus yang berukuran raksasa, bergantung pada fitoplankton, baik secara langsung ataupun tak langsung, lewat jalur rantai pakan. Kelompok fitoplakton yang sangat umum dijumpai di perairan tropis adalah diatom (Bacillariophyceac), dan dinoflagelat (Dynophyceae). b. Zooplankton Zooplankton, disebut juga plankton hewani, adalah hewan yang hidupnya mengapung, atau melayang dalam laut. Kemampuan renangnya sangat terbatas hingga keberadaannya sangat ditentukan ke mana arus membawanya. Zooplankton bersifat heterotrofik, yang maksudnya tak dapat memproduksi sendiri bahan organik dari bahan inorganik. Oleh karena itu, untuk kelangsungan hidupnya ia sangat bergantung pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi makanannya. Jadi zooplankton lebih berfungsi sebagai konsumen (consumer) bahan organik. Ukurannya yang paling umum berkisar 0,2-2 mm, tetapi ada juga yang berukuran besar misalnya ubur-ubur yang bisa berukuran sampai lebih satu meter. Kelompok yang paling umum ditemui antara lain kopepod (copepod), eufausid (euphausid), misid (mysid), amfipod (amphipod), kaetognat (chaetognath). Zooplankton dapat dijumpai mulai dari perairan pantai, perairan estuaria di depan muara sampai ke perairan di tengah samudra, dari perairan tropis hingga ke perairan kutub. Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang hidup di perairan dalam. Ada pula yang dapat melakukan migrasi vertikal harian dari lapisan dalam ke permukaan. Hampir semua hewan yang mampu berenang bebas (nekton) atau yang hidup di dasar laut (bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton yakni ketika masih berupa terlur dan larva. Baru dikemudian hari, menjelang dewasa, sifat hidupnya yang semula sebagai plankton berubah menjadi nekton atau bentos. 13 Gambar 2. Contoh zooplankton di bawah mikroskop, terutama dari kelompok krustasea. (Sumber: Russel-Hunter, 1970) ec. Bakterioplankton Bakterioplankton, adalah bakteri yang hidup sebagai plankton. Kini orang makin memahami bahwa bakteri pun banyak yang hidup sebagai plankton dan berperan penting dalam daur hara (nutrient cycle) dalam ekosistem laut. Ia mempunyai ciri yang khas, ukurannya sangat halus (umumnya < 1 pm), tidak mempunyai inti sel, dan umumnya tidak mempunyai klorofil yang dapat berfotosintesis. Fungsi utamanya dalam ekosistem laut adalah sebagai pengurai (decomposer). Semua biota laut yang mati akan diuraikan oleh bakteri sehingga akan menghasilkan hara seperti fosfat, nitrat, silikat, dan sebagainya. Hara ini kemudian akan didaur-ulangkan dan dimanfaatkan lagi oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis. Gambar 3. Contoh bakterioplankton laut yang direkam dengan Scanning Electron Microscope (SEM). (Sumber: Preston, MBARI, 2005) d. Virioplankton Virioplankton adalah virus yang hidup sebagai plankton. Virus ini ukurannya sangat kecil (kurang dari 0,2 ym) dan menjadikan biota lainnya, terutama bakterioplankton dan fitoplankton, sebagai inang (Hos?). Tanpa inangnya virus ini tak menunjukkan kegiatan hayati. Tetapi virus ini dapat pula memecahkan dan mematikan sel-sel inangnya. Baru sekitar dua dekade lalu para ilmuwan banyak mengkaji virioplankton ini dan menunjukkan bahwa virioplankton pun mempunyai fungsi yang sangat penting dalam daur karbon (carbon cycle) di dalam ekosistem laut. 2.2 PENGGOLONGAN BERDASARKAN UKURAN Ukuran plankton sangat berancka ragam, dari yang sangat kecil hingga yang besar. Dulu orang menggolongkan plankton dalam tiga kategori berdasarkan ukurannya, yakni: image not available Gambar 4. Contoh plankton dari berbagai ukuran. a) Megaplankton ubur- ubur Schyphomedusa yang berukuran besar, dengan diameter payung bisa lebih dari satu meter; b) Makroplankton larva ikan Pseudorhombus, panjang 8 cm; c) Mesoplankton kopepod Oithona, panjang 1 mm; d) Mikroplankton dinoflagelat Peridinium, sekitar 100 ym; e) nanoplankton kokolitoforid Emiliania huxleyi, dengan diameter sekitar 6 um; f) Pikoplankton sianobakteri Synechococcus, berukuran kurang dari 2 um. (Dari berbagai sumber) 17 d. Mikroplankton (20-200 zm) Fitoplankton adalah yang paling umum ditemukan yang termasuk dalam golongan ini, seperti diatom dan dinoflagelat. e. Nanoplankton (2 - 20 ym) Kelompok ini terlalu kecil untuk dapat ditangkap dengan jaring plankton. Misalnya kokolitoforid, dan berbagai mikroflagelat. f. Pikoplankton (0,2-2 »m) Umumnya bakteri termasuk dalam golongan ini, termasuk sianobakteri yang tidak membentuk filamen seperti Synechococcus. g- Femtoplankton (lebih kecil dari 0,2 ~m) Termasuk dalam golongan ini adalah virus laut (marine virus), yang disebut juga sebagai virioplankton. 2.3. PENGGOLONGAN BERDASARKAN Daur HIDUP Berdasarkan daur hidupnya plankton dapat digolongkan menjadi: a. Holoplankton Dalam kelompok ini termasuk plankton yang seluruh daur hidupnya dijalani sebagai plankton, mulai dari telur, larva, hingga dewasa. Kebanyakan zooplankton termasuk dalam golongan ini. Contohnya kopepod, amfipod, salpa, kaetognat. Fitoplankton juga umumnya adalah holoplankton. b. Meroplankton Plankton dari golongan ini menjalani kehidupannya sebagai plankton hanya pada tahap awal dari daur hidup biota tersebut, yakni pada tahap sebagai telur dan larva saja. Beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton, yakni hewan yang dapat aktif berenang bebas, atau sebagai 18 Gambar 5. Contoh holoplankton: a) kopepod, b) amfipod, c) salpa. Seluruh daur hidupnya dijalani sebagai plankton. (Sumber: Yamaji, 1979) bentos yang hidup menetap atau melekat di dasar laut. Oleh sebab itu, meroplankton sering pula disebut sebagai plankton sementara. Pada umumnya ikan menjalani hidupnya sebagai plankton ketika masih dalam tahap telur dan larva kemudian menjadi nekton setelah dapat berenang bebas. Kerang dan karang (coral) adalah contoh hewan yang pada awalnya hidup sebagai plankton pada tahap telur hingga larva, yang selanjutnya akan menjalani hidupnya sebagai bentos yang hidup melekat atau menancap di dasar laut. Meroplankton ini sangat banyak ragamnya dan umumnya mempunyai bentuk yang sangat berbeda dari bentuk dewasanya. Larva krustasea seperti udang dan kepiting mempunyai perkembangan larva yang bertingkat-tingkat dengan bentuk yang sedikitpun tidak menunjukkan persamaan dengan bentuk yang dewasa. Pengetahuan mengenai meroplankton ini menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan upaya budi daya udang, krustasea, moluska, dan ikan. c. Tikoplankton Tikoplankton (tychoplankton) sebenarnya bukanlah plankton yang sejati karena biota ini dalam keadaan normalnya hidup di dasar 19 larva baru menetas - \ kakap dewasa Gambar 6. Daur hidup ikan kakap putih (Lares calcarifer): dari telur hingga larva sebagai meroplankton, sedangkan dewasanya sebagai nekton. (Sumber: Romimohtarto & Juwana, 2004) luat sebagai bentos. Namun karena gerak air seperti arus, pasang surut, dan pengadukan menyebabkan ia bisa terangkat lepas dari dasar dan terbawa arus mengembara sementara sebagai plankton. Beberapa jenis alga diatom normalnya hidup di dasar (benthic diatom), tetapi dapat terangkut dan hanyut sebagai plankton. Demikian pula ada beberapa jenis hewan seperti amfipod, kumasea, dan isopod, yang normalnya hidup sebagai bentos di dasar laut tetapi dapat terlepas dan terbawa hanyut dan menjalani kchidupan sementara sebagai plankton. 2.4 PENGGOLONGAN BERDASARKAN SEBARAN HORIZONTAL Plankton terdapat mulai dari lingkungan air tawar hingga ke tengah samudra. Dari perairan tropis hingga ke perairan kutub. Boleh dikatakan 20 tak ada permukaan laut yang tidak dihuni oleh plankton. Berdasarkan sebaran horizontalnya, plankton laut baik fitoplankton maupun zooplakton, dapat di bagi menjadi: a, Plankton neritik Plankton neritik (neritic plankton) hidup di perairan pantai dengan salinitas (kadar garam) yang relatif rendah. Kadang-kadang masuk sampai ke perairan payau di depan muara dengan salinitas sekitar S— 10 psu (practical salinity unit; dulu digunakan istilah °/oo atau permil, g/kg). Akibat pengaruh lingkungan yang terus-menerus berubah disebabkan arus dan pasang surut, komposisi plankton neritik ini sangat kompleks, bisa merupakan campuran plankton laut dan plankton asal perairan tawar. Beberapa di antaranya malah telah dapat beradaptasi dengan lingkungan estuaria (muara) yang payau, misalnya Labidocera muranoi (Gambar 7) . Di Teluk Jakarta, sangat umum dijumpai plankton neritik Noctiluca scintillans, yang biasanya dijumpai hanya di dekat pantai (Gambar 8). Gambar 7. Labidocera muranoi, jenis kopepod neritik yang baru ditemukan oleh Mulyadi (1997). Jenis ini hidup di perairan estuaria mangrove Cilacap, dalam lingkungan salinitas rendah (kiri: betina; kanan: jantan). (Sumber: Mulyadi, 2002) 21 image not available Gambar 9. Diatom Planktoniella sol (atas) dan Rhizosolenia robusta (bawah) merupakan jenis oseanik yang terdapat di seluruh perairan tropis (circumtropical species). (Sumber: Yamaji , 1979) plankton dapat dibagi menjadi: a. Epiplankton Epiplankton adalah plankton yang hidup di lapisan permukaan. sampai kedalaman sekitar 100 m. Lapisan laut teratas ini kira-kira sedalam sinar matahari dapat menembus. Namun dari kelompok epilankton ini ada juga yang hanya hidup di lapisan yang sangat tipis di permukaan yang langsung berbatasan dengan udara. Plankton semcam ini disebut neuston. Contoh yang menarik adalah fitoplankton Trichodesmium (Gambar 10.), yang merupakan sianobakteri berantai panjang yang hidup di permukaan dan mempunyai keistimewaan dapat mengikat nitrogen langsung dari udara. Neuston yang hidup pada kedalaman sekitar O—10 cm disebut hiponeuston. Temyata lapisan tipis ini mempunyai arti yang penting karena bisa mempunyai komposisi jenis yang kompleks. Dari kelompok neuston ini ada juga yang mengambang di permukaan dengan sebagian tubuhnya dalam air dan sebagian lain lagi tersembul ke udara. Yang begini disebut pleuston. Contoh pleuston 23 image not available ditiup angin yang menghanyutkan plankton tersebut. Sebenamnya ubur- ubur api ini merupakan hewan koloni. Setiap individu terbentuk dari empat koloni, masing-masing berbeda fungsinya namun semuanya berada dalam hubungan kerja yang harmonis. Kelompok pertama membentuk pelampung dan layar, kelompok kedua membentuk umbai- umbai tentakel yang panjang dilengkapi nematosis (nematocyst) atau sel penyengat yang ampuh untuk menangkap mangsa, kelompok ketiga mencernakan makanan, dan kelompok keempat untuk melaksanakan pembiakan. Physalia physalis ini disebut ubur-ubur api karena bila tersentuh akan dapat menyengat kulit kita hingga melepuh dengan rasa panas bagaikan disundut api. Ada lagi pleuston yang juga menarik, yakni Janthina, yang merupakan keong laut yang hidup menggantung di lapisan film permukaan dengan busa yang dihasilkannya bagaikan pelampung (Gambar 12). Gambar 12. Pleuston Janthina janthina, keong yang hidup sebagai plankton pada film air permukaan. A) cangkang keong Janthina yang memilin ke kanan; B) Janthina dengan kantong pelampung untuk mengambang di permukaan. Di bawah pelampung melekat telur- telurnya. (Sumber: Zhong, 1988) b. Mesoplankton Mesoplankton yakni plankton yang hidup di lapisan tengah, pada kedalaman sekitar 100-400 m (jangan dikelirukan dengan ukuran plankton yang istilahnya sama). Pada lapisan ini intensitas cahaya sudah sangat redup sampai gelap. Oleh sebab itu, di lapisan ini fitoplankton, 25 image not available image not available image not available image not available image not available image not available image not available 4 SEJARAH _PLANKTOLOGI N { eskipun plankton terdapat di seluruh permukaan laut dunia, namun orang mulanya tidak menyadari kehadirannya. ‘an yang umumnya mikroskopis membuatnya luput dari perhatian orang banyak. Oleh sebab itu ketika Antony van Leeuwenhoek (Gambar 16) pertama kali menciptakan mikroskop yang sangat sederhana pada tahun 1676, ia sebenarnya membuka babak baru untuk melihat alam ini, dalam skala mikro. Ia membuktikan bahwa dalam air, baik air tawar maupun air laut, terkandung kehidupan yang begitu kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk berbagai tumbuhan renik, yang tak pernah diketahui orang sebelumnya. Ini merupakan temuan dasar yang terpenting yang memungkinkan berkembangnya planktologi di kemudian hari, yakni ilmu yang mempelajari segala aspek kehidupan plankton (ada juga yang menyebutnya planktonologi). Gambar 16, Antony van Leeuwenhoek dengan mikroskop temuannya (1676) membuka jalan untuk pengkajian plankton. 33 image not available image not available image not available lapisan yang teratas saja, sampai kedalaman sekitar 30 m. Karl Brandt (1899) selanjutnya menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton tidak hanya merupakan respons terhadap cahaya matahari dan suhu tetapi tak kalah pentingnya adalah hara nitrat. Pada pertengahan dekade 1930-an mikrobiologi laut (termasuk bakterioplankton) mulai dirintis oleh Claude Zobell, dari Scripps Institution of Oceanography, California. Namun perkembangan bakterioplakton laut ini baru berkembang pesat setelah usai Perang Dunia II yang lalu. Gambar 20. Ekspedisi kapal Galathea keliling dunia (1950—1952). Dalam ekspedisi ini pertama kali diaplikasikan pengukuran produktivitas primer fitoplankton dengan teknik radioisotop perairan Indonesia. (Sumber: Galathea Report) 37 image not available image not available image not available 5 PLANKTON DAN AsPEK EKONOMINYA ngetahuan mengenai plankton tidaklah untuk kepentingan ilmu pengetahuan semata tetapi juga dapat memberikan kontribusi dalam ekonomi. Banyak plankton yang merupakan sumber daya yang dapat memberikan manfaat ekonomi, tetapi ada juga yang malah dapat menimbulkan kerugian ekonomi. a, Perikanan Manfaat ekonomi yang paling jelas adalah dalam perikanan. Boleh dikatakan semua jenis ikan ekonomi menjalani awal kehidupannya sebagai plankton dalam bentuk telur dan larva. Pengetahuan mengenai telur dan larva ikan yang planktonik ini (iktioplankton) telah berkembang menjadi bidang ilmu tersendiri. Pengetahuan mengenai iktioplankton akan banyak membantu untuk menentukan lokasi pemijahan jenis-jenis ikan tertentu dan langkah- langkah yang diperlukan untuk melestarikannya. Selanjutnya dapat pula ditunjukkan bahwa dari hasil penelitian pada berbagai jenis ikan di seluruh dunia, terbukti hampir seluruh ikan- ikan pelagis kecil dan larvanya memanfaatkan plankton sebagai makanannya. Dari seluruh produksi ikan dunia, 74% merupakan ikan pelagis. Berdasarkan jenis makanannya ternyata 63% ikan pelagis ini adalah pemakan plankton (plankton feeder). Di Indonesia sendiri ikan pelagis kecil pemakan plankton (seperti ikan layang, selar, teri, japuh, tembang, lemuru dan kembung) menyumbang sekitar 53% dari potensi lestari sumber daya perikanan kita. Kajian-kajian plankton di berbagai negara juga menunjukkan adanya korelasi antara konsentrasi fitoplankton atau zooplankton atau 41 image not available image not available image not available image not available image not available image not available image not available Tipe kantong, yakni berukuran relatif besar dengan kandungan cairan yang ringan dalam selnya. Contohnya adalah Coscinodiscus. Bentuknya dapat juga mendekati bentuk cakram seperti pada Planktoniella, hingga kalaupun tenggelam akan membentuk jalur zigzag, tidak langsung terjun ke dasar laut. Tipe jarum atau rambut, berbentuk ramping atau memanjang seperti pada Rhizosolenia dan Thallasiothrix. Bentuknya yang demikian, menghambat untuk tenggelam pada posisi yang melintang. Dapat juga berupa rantai yang saling bertautan panjang seperti pada Nitzschia seriata. Tipe pita, seperti terdapat pada Fragillaria dan Climacodium. Scl-sclnya melebar pipih, saling bertautan membentuk pita. Tipe bercabang, seperti terdapat pada Chaetoceros dan Corethron. Di sini cabang-cabangnya banyak, kadang-kadang membentuk rantai berbentuk spiral untuk menghambat penenggelaman. Selain adaptasi morfologi, fitoplankton diatom juga dapat mengandung minyak (fatty oils) yang ringan di dalam selnya, hingga akan mengurangi berat jenisnya, atau menambah daya apungnya. Minyak ini, yang tidak larut dalam air dan berat jenisnya lebih kecil dari air laut, merupakan produk dari fotosintsesis. Tidak seperti diatom, fitoplankton dinoflagelat tidaklah pasif sepenuhnya. Dinoflgelat dicirikan dengan dua bulu cambuk (flagella) yang selalu bergetar yang membuatnya bisa berenang secara terbatas. Di samping itu, dinoflagelat juga banyak yang mempunyai struktur memanjang bagai lengan atau tanduk, seperti pada Ceratium. Ada pula dinoflagelat yang mempunyai bagian yang melebar bagaikan sayap seperti pada Dinophysis atau seperti parasut misalnya pada Ornithocercus (Gambar 25) Tidak seperti fitoplankton, zooplankton umumnya mempunyai kemampuan bergerak atau berenang meskipun terbatas (Gambar 26). Zooplankton seperti kopepod dan eufausid diperlengkapi dengan umbai-umbai yang digunakan sebagai kaki renang. Dengan kKemampuan itu mereka dapat melakukan gerakan migrasi vertikal. Dalam suatu percobaan dapat dibuktikan bahwa kopepod yang tidak 49 image not available image not available image not available 7 Dienst RuANG KEHIDUPAN PLANKTON ini lebih tepat disebut sebagai planet laut, karena kurang lebih 71% luas muka bumi ini terdiri dari laut, sedangkan daratan hanya sekitar 29%. Tetapi daratan dan laut tidak tersebar merata di bumi. Belahan bumi utara lebih banyak daratannya sedangkan belahan bumi selatan lautnya jauh lebih luas (Gambar 27). Luas total seluruh laut di bumi ini adalah sekkitar 361 juta km’, sedangkan luas total daratan adalah 149 juta km?. Volume total air laut di bumi ini adalah sekitar 1,37 miliar km’. Kedalaman laut yang paling dalam adalah 10.550 m, sedangkan elevasi (ketinggian) gunung tertinggi di daratan 8.800 m. Apabila diambil rata-ratanya, maka kedalaman laut rata-rata adalah 3.795 m, sedangkan elevasi daratan rata-rata hanya 840 m (Gambar 28). B: kita mengamati bola dunia, nyata benar bahwa planet kita Katulistiva Gambar 27. Bola bumi menunjukkan luas laut jauh lebih besar dari daratan. Luas laut sekitar 71% dari luas seluruh permukaan bumi. Di belahan bumi utara, daratan lebih luas, tetapi di belahan bumi selatan, laut lebih luas. (Sumber: Duxbury dkk., 2002) 53 image not available image not available image not available PENGAMBILAN DAN PEMERIKSAAN CONTOH image not available image not available image not available ! ‘Perioax buck Gambar 31. Berbagai jenis jaring fitoplankton. (a) Jaring baku (standard net). Panjang badan jaring sekitar 2-3 kali diameter mulut jaring. (b) Jaring dengan diameter mulut diperkecil. Antara gelang depan dan gelang berikutnya diberi bahan yang tak bersaring (non-filtering material) untuk meningkatkan efisiensi penyaringan. (c) Jaring dengan badan jaring diperpanjang untuk meningkatkan efisiensi penyaringan. (d) Jaring baku dengan tali penarik dan bandul pemberat. (e) tabung penampung. (Sumber: Tangen, 1978) 61 image not available image not available image not available Dengan ukuran pori seperti itu maka praktis semua fitoplankton termasuk bakteri dapat tersaring. Volume air yang perlu disaring bisanya kecil saja, cukup sekitar 4-4 liter, bergantung kepadatan plankton di suatu perairan. Penyaringan dengan Millipore banyak digunakan pula untuk menangkap seluruh fitoplankton yang akan ditentukan kandungan klorofilnya. Untuk kajian bakteriologi pun filter semacam ini kini banyak digunakan. 8.2 PENGAMBILAN ConToH ZOOPLANKTON Pengambilan contoh zooplankton yang tergolong mesoplankton (berukuran 0,20-20 mm) pada umumnya dilaksanakan dengan jaring plankton (plankton net) yang bentuk dasarnya seperti yang digunakan untuk fitoplankton, yakni mempunyai bingkai gelang di mulutnya, badan jaring dan kantong atau botol penampung. Tetapi di sini bukaan mata jaring (mesh size) yang digunakan lebih besar (umumnya di atas 0,30 mm), dan bingkai mulutnya pun lebih besar. Dengan jaring semacam ini komponen utama zooplankton yang dapat tertangkap antara lain kopepod, amfipod, eufausid, misid, kaetognat, dan sebagainya. Ada berbagai variasi bentuk dan ukuran jaring zooplankton. Di kawasan Pasifik lazim digunakan jaring NORPAC (North Pacific) yang diameter mulutnya 45 cm, panjang badan jaring 180 cm, dengan bukaan mata jaring 0,30 mm. Jaring ini direkomendasikan sebagai acuan dalam The North Pacific Oceanograhic Conference yang diselenggarakan di Honolulu tahun 1956. Jaring untuk zooplankton ini juga dijadikan jaring standar yang digunakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Ketika diadakan Program Jnternational Indian Ocean Expedition (IIOE) yang diikuti banyak negara pada tahun 1960-an disepakati penggunaan jaring Indian Ocean Standard Net (IOSN). Jaring IOSN ini mempunyai mulut berdiameter 112 cm dengan bukaan mata jaring 0,3 mm, dan untuk dioperasikan secara vertikal sampai kedalaman 200 m. Dengan diameter sedemikian, berarti luas mulut jaring adalah 1 m*hingga memudahkan memperkirakan volume air yang tersaring. 65 image not available image not available image not available mengetahui di mana konsentrasi kopepod yang tinggi dan informasi itu digunakan untuk menentukan posisi untuk mulai menurunkan jaring penangkap ikan hering. Selain itu, ada juga alat yang disebut pengambil contoh berkesinambungan (continuous plankton recorder) yang dikembangkan oleh Profesor Hardy. Oleh sebab itu, alat ini dikenal juga dengan nama Hardy continuous plankton recorder (Gambar 37). Alat ini dapat ditarik dari kapal dengan kecepatan penuh. Di dalamnya terdapat pita, yang mempunyai bukaan mata dengan ukuran tertentu, yang akan menjepit plankton yang masuk dan langsung diawetkan. Penggunaan alat ini sangat bermanfaat untuk pengkajian distribusi plankton. Untuk menangkap zooplankton yang berukuran lebih besar seperti makroplankton (ukuran 2-20 cm) diperlukan alat tersendiri. Jaring plankton yang lazim digunakan tidak tepat untuk maksud ini karena plankton yang berukuran besar seperti larva-larva ikan umumnya mempunyai kemampuan berenang untuk menghindar dari jaring. Untuk itu dikembangakan jaring berukuran besar, yang paling populer adalah Isaac-Kid Midwater Trawl (IKMT) (Gambar 38 dan 39). Disebut demikian karena jaring ini dikembangkan oleh Isaac-Kid. IKMT mempunyai bukaan mulut yang besar, di bawahnya diberikan pemberat (depressor) metal berbentuk V yang akan menjamin mulut jaring terbuka. Karena berukuran besar, jaring IKMT ini lebih cocok dioperasikan di kapal besar yang mempunyai derek (winch) dan geladak kerja yang luas. Penggunaan jaring ini sangat cocok untuk pengkajian iktioplankton (telur dan larva ikan yang planktonik), seperti misalnya untuk kajian larva sidat (ee/) dan mikronekton, terutama ikan-ikan nekton yang berukuran kecil. 69 image not available image not available image not available Selain pengambil contoh (sampler) berupa tabung yang kedua ujungnya terbuka, ada pula yang bekerja dengan prinsip botol tertutup. Maksudnya, botol (yang diberi pemberat) diturunkan ke dalam laut sampai pada kedalaman tertentu dalam keadaan tertutup. Baru kemudian botol tersebut dibuka dengan suatu mekanisme, hingga air masuk ke dalam botol. Ini misalnya dapat dibuat dengan sederhana seperti pada botol sentak (snatch bottle) (Gambar 40). Tutup botol itu terikat dengan tali, dan dengan menarik tali dengan sentakan tutup botol akan terbuka, dan air contoh pun masuk ke dalam botol. Namun botol sentak ini hanya dapat digunakan untuk kedalaman yang dangkal, karena bila sudah dalam, tekanan hidrostatik sudah sangat besar dan botol akan sulit terbuka bahkan dapat pecah. Untuk mengambil contoh air permukaan dapat pula digunakan botol yang diberi pemberat di dasarnya dan di atasnya diberi pelampung (Gambar 40). Untuk mendapatkan contoh yang terintegrasi secara vertikal dari permukaan dapat dilakukan dengan sederhana dengan menggunakan selang karet yang dapat dijepit (Gambar 40), tetapi ini hanya bisa untuk kedalaman yang dangkal. Untuk mendapatkan contoh air untuk keperluan penelitian bakteri laut (bakterioplankton), digunakan botol yang steril seperti yang dikenal dengan Zobell sampler, yang dikembangkan oleh Prof. Zobell (Gambar 41). Botol yang steril ini tutupnya dihubungkan dengan pipa gelas kapiler yang tertutup ujungnya. Pada kedalaman yang diinginkan, Gambar 41. Zobell sampler, botol untuk mengambil contoh air untuk keperluan bakteriologi. (Sumber: Sverdrup dkk., 1961) B image not available image not available image not available 8.4 PEMERIKSAAN PLANKTON Karena ukuran plankton yang umumnya sangat kecil, diperlukan mikroskop untuk dapat mengamatinya dan memeriksanya. Sangat baik bila kita dapat membawa contoh plankton yang masih segar atau masih hidup dari lapangan untuk diamati segera di bawah mikrsokop, karena kedaannya masih asli. Tetapi biasanya dalam banyak hal, ini agak sukar dilakukan karena pengambilan contoh plankton biasanya dilakukan di pantai atau di tengah laut dengan kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengadakan pengamatan langsung. Jadi lebih sering, contoh plankton yang sudah diperoleh, disimpan dalam botol dan diawetkan terlebih dahulu, dan baru kemudian dapat diperiksa di laboratorium. darat. Pengawet yang banyak digunakan adalah formalin 4% yang dinetralkan dengan boraks. Penetralan dimaksudkaan agar cairan pengawet tidak bersifat asam (acid) yang dapat melarutkan dinding- dinding sel pankton yang mengandung kapur. Ada pula digunakan larutan Lugol yang mengandung iodium, hingga fitoplankton yang mengandung karbohidrat dalam selnya dapat berwarna lebih gelap dan kelihatan lebih jelas di bawah mikroskop. Contoh plankton yang telah dikoleksi dalam botol perlu segera diberi label yang berisikan catatan-catatan yang diperlukan misalnya tanggal, posisi, jenis alat atau jaring yang digunakan, dan kedalaman sampling. Miksroskop yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi plankton adalah mikroskop cahaya (/ight microscope), yang sekarang umumnya mempunyai lensa okuler ganda (binocular) (Gambar 44). Mikroskop dengan pembesaran 100 sampai 1000 kali sudah sangat memadai untuk mempelajari fitoplankton yang terdiri terutama dari diatom dan dinoflagelat. Beberapa mikroskop dilengkapi dengan fasilitas yang dapat memegang kamera hingga plankton dapat direkam fotonya. Mikroskop yang lebih maju dapat dihubungkan dengan layar monitor yang hasilnya dapat langsung disaksikan pula oleh orang banyak, bahkan dapat dibuat videonya. Contoh fitoplankton yang akan diamati di bawah mikroskop diteteskan lebih dulu ke atas gelas objek (object glass) yang kemudian 17 image not available image not available image not available Gambar 46. Berbagai alat bantu untuk pemeriksaan plankton. 1) Kotak cacah (counting slide): (a) Sedgwick-Rafter, (b) Palmer-Maloney, (c) Haemacytometer; 2) Tabung pengendap (sedimentation tube); 3) Pipet stempel (Stempel pipette); 4) Sendok (scoop) wituk sub- sampling plankton; 5) Botol pengukur volume pindahan plankton; 6) Talam cacah (counting tray) Bogorov; 7) Alat pencacah (tally counter). (Dari berbagai sumber) 81 image not available image not available image not available Diatom juga diberi julukan sebagai “jewel of the sea” atau permata dari laut, karena selain kehadirannya yang sangat umum, kerangka dinding selnya mengandung silika, bahan bagaikan kaca, yang kaya dengan berbagai variasi bentuk yang menawan dengan simetri yang indah. Diatom atau kelas Bacillariophyceae ini terbagi atas dua ordo yakni Centrales (lebih populer disebut centric diatom) dan Pennales (pennate diatom). Diatom sentrik (centric) bercirikan bentuk sel yang mempunyai simetri radial atau konsentrik dengan satu titik pusat. Selnya bisa berbentuk bulat, lonjong, silindris, dengan penampang bulat, segitiga atau segi empat. Sebaliknya diatom penat (pennate) mempunyai simetri bilateral, yang bentuknya umumnya memanjang, atau berbentuk sigmoid seperti huruf “S”. Sepanjang median sel diatom penat ada jalur tengah yang disebut rafe (raphe). Struktur umum sel diatom dapat dijelaskan secara sederhana dengan model dari diatom sentrik. Sel dengan kerangka silikanya disebut frustul (/rustu/e). Morfologi furustul terdiri dari dua valva (valve) setangkup, bagaikan cawan petri (perri dish), atau bagaikan kotak obat (pill box). Valva bagian atas disebut epiteka (epitheca) yang menutupi sebagian valva bagian bawah yang disebut hipoteka (Aypotheca) (Gambar 47). Bagian tumpang tindih yang melingkar pinggangnya disebut girdel (girdle). Seluruh permukaan valva boleh dikatakan penuh dengan berbagai ornamentasi yang simetris dan indah, dan pori-pori yang menghubungkan sitoplasma dalam sel dengan lingkungan di luarnya (Gambar 48). Ciri omamentasi pada valva ini merupakan hal penting untuk identifikasi jenis. Di dalam frustul terdapat sitoplasma yang mengandung inti sel dan vakuola yang besar. Di dalam sitoplasma terdapat pula kromatofor (chromatophore) yang umumnya berwarna kuning-coklat karena adanya pigmen karotenoid. Beberapa contoh diatom sentrik dan diatom penat yang sering dijumpai di perairan Indonesia disajikan dalam Gambar 49 dan 50. Dalam kajian diatom di Laut Jawa, dijumpai sedikitnya 127 jenis diatom, yang terdiri dari 91 jenis diatom sentrik, dan 36 jenis diatom 86 image not available image not available image not available Gambar 50. Beberapa contoh fitoplankton diatom penat (pennate diatom) 90 yang dapat ditemukan di perairan Indonesia (tidak dalam skala yang sama). a, Campyloneis; b. Asterionella; c. Amphiprora; d. Pleurosigma; e. Surirella; f. Licmophora; g. Thalassionema; h. Mastogloia; i. Bacillaria; j, Nitzschia closterium; k. Nitzschia seriata (Sumber: Allen & Cupp, 1935) . image not available image not available image not available Reproduksi pada dinoflagelat umumnya adalah dengan pembelahan sel (binary fission). Laju pembelahan ini akan sangat tinggi bila lingkungannya optimal, meskipun terdapat variasi antarjenis dan antarwaktu. Masa penggandaan (doubling time) pada Peridinium misalnya bekisar 10 hingga 50 jam, Prorocentrum berkisar 12 hingga 127 jam, Exuviella antara 15 hingga 90 jam, dan Ceratium furca maksimum 48 jam. Banyak jenis dinoflagelat dapat membentuk sista (cyst). Beberapa jenis dapat membalut dirinya dengan lapisan bergelatin (gelatinous), sebagai tahap istirahat (resting stage). Yang lebih spesifik adalah dengan pembentukan dinding tebal yang meliputi sel dan membentuk spora istirahat (resting spore). Sista dinoflagelat ini sering mengendap di dasar laut, dan di situ ia istirahat sampai tiba saatnya bila lingkungannya mendukung ia tumbuh kembali sebagai plankton. Lamanya dalam bentuk sista bisa sampai waktu yang sangat panjang, misalnya pada Peridinium trochoideum bisa sampai sembilan bulan. Pembentukan sista pada dinoflagelat ini dapat menyulitkan penelitian dan pengendalian Harmful Algal Bloom (HAB). Salah satu dinoflagelat penyebab HAB, Pyrodinium bahamense var. compressum misalnya, bila pengamatannya hanya berdasarkan pada contoh plankton saja mungkin tidak menemukan apa-apa, karena sebenarnya ia sedang “jstirahat” panjang dalam bentuk sista di dasar laut. Tetapi suatu waktu ia akan bangkit tumbuh dengan populasi meledak sebagai plankton dan menimbulkan masalah lingkungan, kesehataan, dan ekonomi yang sangat merugikan. Ada berbagai marga dinoflagelat yang sering dijumpai, antara lain Prorocentrum, Peridinium, Gymnodinium, Noctiluca, Gonyaulax, Ceratium, Ceratocorys, Ornithocercus, Amphisolenia (Gambar 55). Banyak jenis dinoflgelat mempunyai arti penting bagi perikanan, karena merupakan makanan bagi banyak jenis ikan yang bernilai ekonomi. Namun di samping itu, banyak pula jenis dinoflagelat yang dapat menghasilkan toksin (bahan kimia beracun), dan karenanya bila jenis- jenis ini tumbuh meledak (b/ooming) akan menimbulkan kerugian 94 image not available image not available 9.1.3 Sianobakteri Sclain kelompok diatom dan dinoflagelat, fitoplankton yang juga sering dijumpai di laut adalah kelompok Sianobakteri (Cyanobacteria) yang membentuk filamen dari marga Trichodesmium. Ada lima jenis Trichodesmium yang dapat dikenali yakni Trichodesmium erythraeum, Trichodesmium thiebautii, Trichodesmium contortum, Trichodesmium hildebrandtii, dan Trichodesmium tenue. Tetapi yang paling umum dijumpai adalah Trichodesmium erythraeum dan Trichodesmium tiebautii (Gambar 56 dan 57). PUTT T. erythraeum Gambar 56. Citra foto Trichodesmium thiebautii dan Trichodesmium erythraeum. (Sumber: Woods Hole Oceanographic Insititution) 97 “Coo Gambar 57. Beberapa jenis Trichodesmium yang sering dijumpai: a) Trichodesmium erythraeum; b) Trichodesmium contortum; c) Trichodesmium thiebautii; a) Trichodesmium hildebrandtii. (Sumber: Yamaji, 1979) Cyanobacteria dicirikan sebagai organisme yang tidak mempunyai inti sel yang jelas. Jadi masih mempunyai kekerabatan yang dekat dengan bakteri. Namun sel-sel Trichodesmium membentuk rantai berupa benang atau filamen yang panjang. Filamen ini (disebut juga trichome) biasanya mengelompok dalam agregat koloni yang cukup besar yang kasat mata, bisa berukuran 0,3-2 mm. Bentuk agregat koloninya ini sendiri bervariasi menurut jenisnya. Pada Trichodesmium erythraeum filamennya bertumpukan dalam posisi kurang lebih sejajar, pada Trichodesmium thiebautii berbentuk memencar, dan pada Trichodesmium contortum berbentuk memilin bagaikan tambang (Gambar 56 dan 57). Nama Trichodesmium itu sendiri berasal dari bahasa Yunani “tricho” = rambut, dan “desmus” = jalinan, jadi bagaikan jalinan rambut, karena demikianlah bentuk agregat koloninya yang dapat terlihat. Di dalam selnya terkandung pigmen phycoerythrin yang 98 menyebabkan warmanya dari coklat-kekuningan sampai merah cerah. Ta mudah mengambang karena dalam selnya terdapat vakuola gas (gas vacuole). Peran penting Trichodesmium dalam ekosistem laut adalah karena ia tidak saja berfungsi sebagai produsen primer bahan organik, tetapi juga sebagai fitoplankton yang mampu mengikat gas nitrogen (N,) langsung dari atmosfer menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh jasad hidup dalam laut. Jadi ini merupakan masukan nitrogen yang sangat bermakna dalam daur hara (nutrient cycle) dalam laut. Ada yang menyebutkan bahwa kontribusi nitrogen dari atmosfer ini ke dalam laut tidak kalah besarnya dengan masukan hara dari daratan. Trichodesmium.mempunyai sebaran mendunia, terutama di perairan tropis hingga subtropis. Pada saat-saat tertentu ia dapat tumbuh meledak (blooming) hingga mengubah warna permukaan air laut menjadi kecoklatan, kuning hingga merah. Kejadian semacam ini lazim dikenal dengan red tide, meskipun tak ada kaitannya dengan tide atau pasang surut. Wilayah yang mengalami blooming ini dapat sangat luas, panjangnya bisa sampai ratusan kilometer. Tetapi blooming ini biasanya tidak berlangsung lama, kadang kala tidak sampai dua hari. Faktor- faktor apa yang mengendalikan perisitiwa blooming ini, tampaknya belum jelas benar. Penelitian mutakhir mengindikasikan adanya kendali cuaca atau musim, yang menunjukkan kombinasi peran kekuatan angin yang rendah, tutupan awan yang minimal, dan suhu lingkungan yang hangat. Di Indonesia blooming Trichodesmiun ini sering terjadi pada musim pancaroba atau musim peralihan di mana angin biasanya lemah, dan laut tenang. Catatan tertua mengenai blooming Trichodesmium dibuat oleh navigator tersohor, Captain Cook, pada tahun 1770 dalam penjelajahannya di Pasifik. la mencatat ditemukannya warna air laut kecoklatan dalam area yang sangat luas, yang memberi kesan seperti adanya gosong pasir (sand-bar), tetapi kemudian ternyata adalah jasad hidup yang mengapung. Para pelaut menyebutnya serbuk gergaji dari laut (sea saw-dust). 99 Laut Merah (Red Sea) di depan Saudi Arabia mendapatkan namanya juga karena seringnya ditemui blooming Trichodesmium erythraeum di perairan ini. Sebuah deskripsi yang dramatis tentang blooming Trichodesmiun diungkapkan oleh Dupont (1843) di perairan Saudi Arabia yang menyebutkan seluruh laut yang diamatinya hari itu berwarna merah bata, dan keesokan harinya warnanya menjadi ungu merah. Namun kejadian blooming itu terjadi hanya dalam waktu satu setengah hari saja lalu kemudian laut kembali normal. Cakupan areanya sampai sepanjang lebih 250 mil. Kini, peristiwa semacam itu dapat dijelaskan bahwa pada saat akhir blooming, pigmen phycoerythrin yang berwarna merah ungu, yang terkandung . dalam sel, pecah keluar (leaching) ke dalam air hingga membuat warna air menjadi merah. Di perairan Indonesia, blooming Trichodesmiun erythraeum pertama kali dilaporkan oleh Delsman (1939) di Laut Jawa. Ia melaporkan terjadinya blooming dalam bentuk jalur-jalur berwarna kecoklatan, yang sangat panjang dan kurang lebih sejajar garis pantai, bagaikan taburan serbuk gergaji di permukaan laut. Ditelusurinya jalur- jalur itu dengan kapal dari pagi hingga menjelang malam, tetapi tak juga ada putusnya. Belakangan ini telah ada beberapa laporan tentang blooming Trichodesmium di berbagai perairan Indonesia. Blooming itu, bila meluas sampai ke pantai, dapat menimbulkan kerugian yang besar dan merupakan salah satu masalah Harmful Algal Bloom (HAB). Pada akhir blooming, plankton yang mati secara massal ini akan membusuk dan proses penguraiannya menguras oksigen dalam air hingga bisa menimbulkan kematian massal pada ikan dan biota lainnya. Perairan di Lampung pernah terserang oleh blooming Trichodesmium ini tahun 1991 yang menyebabkan kerugian pada perikanan budi daya setempat sampai senilai miliaran rupiah. Umumnya Trichodesmium ini tidak menghasilkan racun (toksin). Tetapi satu jenis, Trichodesmium theiebautii, dapat menghasilkan neurotoksin yang dapat berakibat fatal bagi invertebrata dan bagi manusia yang memakannya, yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan, dikenal sebagai Trichodesmium disease. 100 9.1.4. Kokolitoforid Kokolitoforid (coccolithophorid, suku Coccolithophoridae) merupakan anggota dari kelas Prymnesiophyceae atau Haptophyceae. Kelompok fitoplankton ini sifatnya uniselluler, wama umumnya coklat keemasan karena adanya pigmen 4-carotene, fucoxanthin, diadinoxanthin dan diatoxanthin dalam selnya. Ukuran selnya sangat kecil, sekitar 2—20 ym, atau tergolong nanoplankton. Oleh karena itu, ia tak dapat ditangkap dengan menggunakan jaring plankton, tetapi dapat diperoleh dengan menggunakan saringan membran seperti saringan Millipore atau Nuclepore, atau dengan cara pengendapan. Sebenamya biologiwan Inggris abad 19 yang lalu, Thomas Huxley, yang pertama menggunakan isitilah coccolith yang diambil dari bahasa Yunani, yang bermakna batu bulat. Dari sampel lumpur laut yang diperolehnya, di bawah mikroskop terlihat sangat banyak benda kecil-kecil bulat lonjong yang tak jelas benar detailnya, yang dinamainya coccolith. Turunan dari nama inilah yang kini dipakai untuk menamai suku Coccolithophoridae. Satuan selnya disebut kokolitofor (coccolithophore), sedangkan pelat-pelat perisai pelindungnya yang disebut kokolit (coccolith). Kokolit mempunyai ciri unum mengandung kapur karbonat (calcareous) dan mempunyai bentuk beraneka ragam dengan omamentasi yang sangat indah, dari bentuk bagaikan cakram, bintang, kembang hingga yang seperti terompet (Gambar 58). Tetapi kokolit yang berukuran halus ini, umumnya < | ym, tak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya (light mcicroscope) yang biasa (bandingkan dengan panjang gelombang cahaya tampak/visible light yang berkisar 0,40— 0,79 um). Pengetahuan dan apresiasi terhadap kokolitofor ini baru tumbuh setelah berkembangnya mikroskop elektron (SEM = Scanning Electron Microscope) sejak tahun 1950-an, yang mempunyai daya pembesaran yang sangat kuat. Salah satu jenis yang sangat terkenal dan yang paling banyak dipelajari adalah Emiliania huxleyi (Gambar 58 dan 60), yang merupakan fitoplankton kosmopolit, terdapat di seantero dunia, kecuali 101 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Gambar 59. Citra Scanning Electron Microscope (SEM) menggambarkan detail berbagai kokolit dengan arsitektur yang indah. (Sumber: Amato, 2004) Gambar 60. Beberapa kokolitofor yang terdapat di perairan Indonesia bagian timur. A) Gephyrocapsa oceanica; B) Emiliania huxleyi; C) Umbilicosphaera sibogae; D) Umbilicosphera irregularis. (Sumber: Kleijne,1990) 104 9.2, ZOOPLANKTON 9.2.1 Tintinid Hewan yang hidup sebagai plankton yang paling primitif adalah hewan dari filum Protozoa. Hewan ini bersel tunggal, yang mempunyai sitoplasma, sitomembran (dinding sel) dan satu atau lebih inti (nucleus). Untuk melaksanakan berbagai fungsi kehidupannya seperti untuk bergerak, respons terhadap rangsangan, tumbuh, reproduksi dan lain- lain protozoa mempunyai struktur sel khusus yang disebut organel. Organel untuk bergerak.(/ocomotion) misalnya dapat berupa pseudopodia (kaki semu) atau silia (bulu getar). Protozoa mempunyai keanekargaman jenis yang sangat tinggi, tetapi yang hidup di laut sebagai plankton umumnya dapat digolongkan dalam kelas Ciliata (Infusoria) dan Sarcodina (Rhizopoda). Salah satu bangsa (ordo) terpenting di bawah Ciliata ini adalah Tintinnida atau dengan sebutan akrab tintinid, sedangkan kelompok lainnya yang penting di bawah Sarcodina adalah Foraminifera (lazim disebut foram) dan Radiolaria. Salah satu ciri utama pada tintinid adalah tubuhnya membentuk kantong dari gelatin atau kitin (chitin) yang disebut lorika (lorica), yakni penutup luar pelindung yang dihasilkan oleh sekresi sekujur tubuh. Bentuk lorika masing-masing jenis berbeda sehingga bagian tubuh hewan ini digunakan sebagai ciri utama untuk identifikasi. Tintinid mempunyai banyak jenis yang hidup sebagai plankton. Ukurannya beragam, yang umumnya berkisar dari 30-150 um. Pada umumnya tintinid mempunyai bentuk seperti piala, tabung, gentong, atau seperti genta (bell). Beberapa contoh ditampilkan dalam Gambar 61. Marga yang umum dijumpai antara lain Tintinnopsis, Stenosemella, Codonellopsis, Helicostomella, Favella, Parafavella dan Epilocylis. Pada berbagai jenis Tintinnopsis, sering dijumpai tubuhnya diliputi atau ditempeli oleh berbagai partikel organik atau partikel pasir. 105 Gambar 61. Beberapa contoh zooplankton tintinid: 1) Tintinnopsis akkeshiensis; 2) Tintinnopsis biitchlii; 3) Tintinnopsis tubulosa; 4) Tintinnopsis lohmanni; 5) Codonellopsis parva; 6) ‘Stenosemella ventricosa; 7) Helicostomella fusiformis; 8) Parafavella pacifica; 9) Dictyocysta lepida; 10) Dictyocysta occidentalis; 11) Epiplocyloides reticulata; 12) Ptychocylis obtusa; 13) Rhabdonelia poculum; 14) Dadayiella ganymedes; 15) Tintinnidium mucicola; 16) Parundella pellucida. (Sumber: Yamaji, 1979) Tintinid umumnya hidup di perairan pantai, dengan salinitas air yang rendah. Karena itu, beberapa jenis dapat digunakan sebagai indikator arus pantai. 106 Dari segi sebaran vertikalnya, tintinid umumnya hidup di lapisan permukaan, tidak lebih dari kedalaman 100 meter. Persebaran tintinid ada juga yang mengalami perubahan musiman. Di pantai Cina misalnya, Tintinnopsis merajai pada musim semi (spring), sedangkan pada musim panas Favella yang merajai. Tintinid mempunyai peran penting dalam ekosistem laut, sebagai makanan bagi berbagai larva ikan, udang, dan moluska. Oleh karena itu kehadirannya akan sangat menunjang keberhasilan produksi jenis- jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomi penting. 9.2.2 Foram Foram adalah nama singkat atau nama umum yang digunakan untuk merujuk pada hewan dari bangsa (ordo) Foraminifera, yang berada di bawah kelas Sarcodina, filum Protozoa. Foram mempunyai cangkang (biasa disebut pula shell atau test) dari bahan kapur karbonat (CaCO,). Ada dua tipe foram, yakni tipe yang tak berlubang-lubang dan tipe yang berlubang-lubang. Yang pertama, mempunyai lubang tunggal, melalui lubang ini menjulur kaki-semu (pseudopodia) untuk bergerak. Yang kedua, sebagai tambahan, mempunyai banyak lubang dan melalui lubang-lubang itu suatu jaringan kaki-semu dapat dijulurkan. Foram mempunyai ukuran yang beragam, dari sekitar 100 wm hingga lebih dari 1 mm. Identifikasi dan klasifikasi foram lazim didasarkan pada ciri-ciri cangkangnya, seperti misalnya komposisi dan strukturnya, ornamentasi pada permukaannya, susunan dan tata ruang sel, bentuk dan posisi lubang dan ciri-ciri lainnya. Beberapa foram mempunyai cangkang terdiri lebih dari satu ruang. Sementara hewan itu bertumbuh, jumlah ruang selnya pun bertambah. Antara ruang yang satu dengan yang lain terdapat lubang kecil yang membentuk saluran. Melalui lubang-lubang pada cangkangnya, protoplasma mengalir dan menjulur membentuk jaringan kaki semu atau pesudopodia yang digunakan untuk bergerak dan menangkap mangsanya. Makanan foram beragam, dari bakteri, diatom dan mikroalga lainnya, hingga hewan- 107 hewan kecil seperti kopepod. Beberapayjenis;forammengandung, simbion, berupa mikroalga, yang hidup dalam selnya. Mereka hidup dengan saling menguntungkan, mikroalga memasok bahan organik dari hasil fotosintesisnya kepada foram, sedangkan foram memasok hara sisa metabolismenya untuk mikroalga simbionnya. Foram di laut mempunyai jenis yang sangat banyak, diperkirakan lebih 4000 jenis, tetapi hanya sekitar 40 jenis yang hidup sebagai plankton. Selebihnya merupakan jenis foram yang hidup sebagai bentos, atau hidup di dasar laut. Sebarannya mulai dari perairan pantai hingga ke perairan oseanik. Marga foram plankton yang umum dijumpai, antara lain Globigerina, Globigerinoides, Globigerinita, Globigerinella, Neogloboquadrina, dan Pulleniatina. Beberapa contoh disampaikan pada Gambar 62. Marga Globigerina termasuk foram plankton yang sangat luas persebarannya di perairan tropis. Dalam kehidupan aslinya, cangkang Globigerina dipenuhi dengan duri-duri dari bahan berkapur yang memencar radial dari cangkangnya, yang panjangnya bisa dua hingga tiga kali diameter cangkangnya. Tetapi duri-duri itu sangat rapuh dan amat mudah patah, hingga ketika dilakukan pengambilan contoh, umumnya duri-duri yang halus itu sudah habis rontok, dan yang tersisa hanya cangkangnya yang polos saja. Cairan pengawet untuk foram plankton ini juga harus diperhatikan agar tidak bersifat masam karena cairan masam sedikit saja akan melarutkan cangkang yang berkapur itu hingga bentuk cangkangnya akan sukar dikenali lagi. Bentuk detail cangkangnya dapat diamati dengan lebih baik dengan menggunakan mikroskop elektron. Gambar 63 menunjukkan sel Globigerina bulloides yang masih utuh dengan duri-durinya, di samping cangkangnya saja yang direkam dengan detail lewat mikroskop elektron. Foram plankton bila telah mati, cangkangnya akan tenggelam dan mengendap ke dasar laut membentuk sedimen dasar laut (lihat Pasal 17). Apabila komponen sedimen itu terdiri terutama dari foram maka akan terbentuklah lumpur halus yang disebut selut atau nenes (ooze) yang biasanya diberi nama sesuai jenis atau marga foram yang 108 BOS HOS BOO Se OOS Gambar 62. Beberapa contoh jenis foram plankton, menunjukkan cangkang masing-masing dilihat dari sudut pandang yang berbeda. 1) Globigerina bulloides; 2) Globigerina quinqueloba; 3) Globigerinella adamsii; 4) Globigerinella siphonifera; 5) Globigerinoides ruber; 6) Pulleniatina obliquiloculata; 7) Globorotalia hirsuta; 8) Globorotalia pumilio; 9) Globorotalia tumida; 10) Globoquadrina conglomerata. (Sumber: Yamaji, 1979) 109 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. dari 50% dari luas daerah yang diteliti. Foram plankton ini di sini ditemui sebanyak 10-15 jenis. 9.2.3 Radiolaria Radiolaria merupakan zooplankton yang tergolong dalam kelas Sarcodina, filum Protozoa. Hewan ini umumnya mempunyai bentuk cangkang yang bulat, dengan berbagai variasi struktur yang umumnya mempunyai simetri radial, memencar. Itu pula sebabnya ia dinamai Radiolaria. Kerangkanya berupa jejaring yang membentuk pola geometri yang simetris menampilkan bentuk yang sangat indah. Apalagi bahan pembentuk kerangkanya itu terbuat dari bahan silika berupa kristal gelas opal, bagaikan karya seni yang tiada bandingannya. Namun bentuknya dalam jalinan yang rumit nan indah itu detailnya hanya dapat dikagumi lewat mikroskop, karena ukurannya sangat kecil. Ukuran sel radiolaria umumnya berkisar antara 30 ym hingga 2 mm. Ciri-ciri kerangkanya, misalnya bahan pembentuknya dan morfologinya, menjadi dasar yang penting untuk identifikasi. Bentuk selnya mempunyai banyak perlanjutan bagaikan duri, akan memperbesar total permukaan luas selnya hingga akan membantu pula dalam daya apungnya (buoyancy) dalam air. Sebagaimana umumnya hewan Protozoa, radiolaria juga mempunyai kaki semu (pseudopodia) yang merupakan bagian protoplasma yang dapat dijulurkan untuk bergerak dan mencari makan. Makanan radiolaria sangat beragam, bisa mencakup berbagai grup zooplankton seperti kopepod, larva krustasea, diatom, dinoflagelat, tintinid, bakteri juga detritus organik. Seperti halnya pada foram, radiolaria umumnya juga mempunyai simbion berupa mikroalga dalam selnya, yang hidup bersimbiosis dengan hewan inangnya. Radiolaria terdapat meluas di laut, tetapi lebih banyak ditemui di perairan tropis, biasanya pada perairan lepas pantai dengan salinitas di atas 30 psu. Hewan ini terbanyak dijumpai di laut lapisan teratas hingga kedalaman beberapa ratus meter, meskipun ada juga dilaporkan yang hidup di lapisan yang lebih dalam. Sebaran geografiknya, baik 112 Gambar 65. Beberapa contoh jenis radiolaria plankton. a) Acanthometron pellucidum, b) Diploconus amalia; c) Coleaspis vaginata; d) Pleurspis costata; e) Sphaerozoum germinatum; f) Lithatractus Sragilis; g) Pterocanium praetextum; h) Aulosphaera trigonopa. (Sumber: Yamaji, 1979) di permukaan maupun di bawah permukaan, banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor oseanografi setempat, seperti suhu, salinitas, dan arus. Lebih dari 4000 jenis ditemukan dalam grup radiolaria ini, yang banyak terdapat di perairan oseanik. Ada juga marga dari radiolaria yang kerangkanya terbuat bukan dari silika, tetapi dari bahan strontium sulfat, misalnya Acantharia. Strontium adalah unsur kelumit (trace element) di laut, hampir tak dapat terukur karena sangat sedikitnya dalam laut, tetapi hewan ini mampu mengakumulasi unsur kimia ini dalam kerangkanya. Karena umumnya radiolaria mempunyai kerangka dari bahan silika yang tidak gampang terurai, maka peninggalannya berupa fosil “113 Gambar 66. Kristal-kristal gelas yang indah ini adalah karya radiolaria, hewan bersel tunggal yang hidup sebagai plankton di laut. Ukuran umumnya kurang dari 1 mm. a) Lophospyris; b) Thyrsocytis; c) Lithocytris; d) Lychnocanoma; e) Heliodiscus; f) Calocyclas. (Sumber: www.pirx.com) 114 dapat terekam dengan sangat baik dari jutaan tahun lalu. Jejak fosil radiolaria sudah terekam dari era Palaeozoic atau kira-kira 600 juta tahun lalu. Karena itu pula fosil radiolaria banyak dimanfaatkan dalam kajian-kajian lingkungan purba (palaeo-environment). Karena kerangkanya dari silika itu pula, radiolaria yang mati dan tenggelam akan dapat membentuk sedimen berupa selut atau nenes (00ze) di dasar laut yang dikenal dengan selut radioaria (radiolarian ooze). Sedimen dasar laut-dalam di dunia ini, tertutama yang kedalamannya lebih dari 3800 m didominasi oleh selut radiolaria. Diperkirakan sekitar 3,7 juta km? Iuas dasar laut-dalam ini tertutup oleh selut radiolaria. Informasi mengenai biologi radiolaria plankton di Indonesia masih sangat terbatas, lebih banyak dikaji dari aspek sedimentologi dan geologinya. Paverd & Bjrklund (1989) dalam penelitiannya di Laut Banda misalnya, menemukan kerangka radiolaria terbanyak pada sedimen dengan kedalaman 950-4899 m, sedangkan penelitian oleh Adisputra (1989) di bagian perairan Samudra Hindia sebelah selatan Nusa Tenggara, yang dikenal dengan Palung Jawa (Java Trench), menunjukkan bahwa pada dasar laut dengan kedalaman lebih dari 6600 m sedimennya semata-mata terdiri dari radiolaria. 9.2.4 Ubur-ubur Ubur-ubur plankton yang hidup di laut amat beragam, dari yang berukuran kecil hingga yang berukuran raksasa. Namun yang dianggap sebagai ubur-ubur sejati yang sangat umum dijumpai di laut adalah dari kelas Scyphozoa (Scyphomedusae). Ubur-ubur ini dipekirakan ada sekitar 200 jenis. Hidupnya di seluruh laut, dari permukaan hingga laut-dalam. Ubur-ubur Scyphozoa (Scyphomedusae) ini mempunyai beberapa ciri antara lain tubuhnya berbentuk payung atau genta (bell) dengan disertai umbai-umbai berupa tentakel. Bagian payung sebelah atas yang cembung disebut eksumbrella (exumbrella), sedangkan bagian bawah yang cekung disebut subumbrella (swbumbrella). Di antara keduanya terdapat mesoglea yang konsistensinya bagai lendir yang sangat kental. 115 Di tengah subumbrella terdapat bukaan mulut. Detail morfologi dan anatomi ubur-ubur dengan model Aurelia aurita disajikan dalam Gambar 67. Gambar 67. Morfologi dan anatomi ubur-ubur bulan, Aurelia aurita. (Sumber: Manuputty, 1988) Ubur-ubur ini dicirikan pula dengan adanya sel-sel penyengat yang disebut nematosis (nematocyst) yang mengandung racun. Nematosis terdapat hampir di sekujur tubuh ubur-ubur, tetapi yang terbanyak adalah pada bagian lengan atau tentakelnya yang dimaksudkan terutama untuk menangkap mangsanya. Bentuk nematosis ini beragam menurut jenisnya. Tetapi pada umumnya nematosis ini berupa kantong kecil atau kapsul yang berisikan sel bagaikan panah harpun (Gambar 68). Apabila ubur-ubur itu terangsang atau akan melumpuhkan mangsanya, panah harpun yang mikroskopis dengan benang panjang beracun itu ditembakkan serempak oleh ratusan hingga ribuan nematosis. Daya racun nematosis itu bervariasi menurut jenis. Bagi orang yang sering berenang di laut mungkin banyak yang pernah merasakan gangguan sengatan ubur-ubur ini, yang terasa gatal hingga perih di kulit. Ada ubur-ubur yang mempunyai racun yang 116 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Gambar 69. Beberapa contoh ubur-ubur. Kelas Hydrozoa (Hydromedusae), Bangsa Siphonophora: a) Physalia physalis; b) Velella lata. Kelas Scyphozoa (Scyphomedusae), Bangsa Cubomedusze: c) Charybdea rastonii. Bangsa Coronatae: d) Periphylla hiacinthina. Bangsa Semaeostomese: e) Pelagia panopyra; f) Dactylometra pacifica; g) Sanderio malayensis; h) Cyanea capilata, i) Aurelia aurita. Bangsa Rhizostomeae: j) Cassiopea amachana; k) Mastigias papua; 1) Rhopilema esculenta; m) Thysanostoma thysanura; n) Stomolophus nomurai. (Sumber: ‘Yamaji, 1979; McConnaughey, 1978). 119 cotohnya adalah Cassiopea yang hidup di perairan dangkal atau goba (lagoon) pantai. Di pulau terumbu karang kecil, Pulau Kakaban (Kalimantan Timur, Selat Makassar), terdapat danau asal laut yang sangat luar biasa, dikenal sebagai danau ubur-ubur, yang didominasi oleh empat jenis ubur-ubur, yakni Cassiopea ornata, Aurelia aurita, Tripedalia cystophora, dan Mastigias papua. Cassiopea ornata di sini menunjukkan keanehan karena ia suka berdiam dengan bukaan payungnya yang terbalik menghadap ke atas, membiarkan tentakelnya yang penuh alga simbion mendapatkan banyak sinar matahari untuk fotosintesis. Dalam kelompok ubur-ubur Rhizostomae ini terdapat juga Rhopilema esculenta (Gambar 69) yang di pantai utara Jawa sering ditangkap dan diolah untuk diekspor sebagai bahan makanan ke negara- negara Asia Timur. Selain ubur-ubur sejati kelas Scyphozoa (Scyphomedusae), orang sering pula menganggap kelas Hydrozoa (Hydromedusae), bangsa (ordo) Siphonophora sebagai ubur-ubur juga. Yang sangat terkenal dari golongan ini adalah Physalia physalis yang nama populernya adalah “portuguese man of war’, di Indonesia dikenal sebagai ubur- ubu api (Gambar 11). Disebut demikian karena sengatannya pada manusia menimbulkan rasa panas, kulit dapat melepuh bagai disundut api. Ubur-ubur api mempunyai gelembung yang mengapung di atas permukaan air dan befungsi bagaikan layar yang dapat menghanyutkan ubur-ubur itu oleh tiupan angin Sebenarnya ubur-ubur api ini bukanlah satu individu tetapi merupakan koloni dari berbagai individu. Setiap ubur-ubur terbentuk dari empat koloni, masing-masing berbeda fungsinya namun semuanya berada dalam hubungan kerja yang harmonis. Kelompok pertama membentuk pelampung dan layar, kelompok kedua membentuk umbai-umbai tentakel yang panjang untuk menangkap mangsa, kelompok ketiga mencernakan makanan, dan kelompok keempat melaksanakan pembiakan. Meskipun tentakelnya mengandung nematosis yang sangat beracun tetapi anehnya ada jenis ikan tertentu (misalnya Nomeus gronovii) yang kebal terhadap racun 120 tersebut bahkan menggunakan tentakel ubur-ubur itu sebagai tempatnya berlindung dari pemangsanya. Reproduksi pada ubur-ubur Scyphozoa berlangsung secara seksual pada bentuk dewasa (medusa) dan aseksual pada pada bentuk polip. Contoh yang terjadi pada ubur-ubur bulan, Aurelia aurita, disajikan secara sederhana pada Gambar 70. Alat kelamin atau gonad. jantan maupun betina letaknya terpisah pada individu yang berlainan. Pada reproduksi seksual, telur yang telah dibuahi akan menghasilkan zygot yang kemudian akan berkembang menjadi planula, yang akan berenang hingga mendapat substrat yang cocok untuk hidup di lokasi yang baru. Di sini ia akan bertumbuh dan berubah bentuk mejadi sifistoma (scyphistoma) yang akan berkembang secara aseksual hingga akan membentuk polip yang bersusun-susun (strobila). Polip-polip ini kemudian satu persatu akan melepaskan diri dan hidup bebas sebagai ¢fira yang selanjutnya akan tumbuh menjadi ubur-ubur dewasa. BETINA an) ‘of £ an Wa strobila ~ skifistoma Gambar 70. Siklus reproduksi secara seksual dan pembelahan aseksual pada ubur-ubur bulan, Aurelia aurita, (Sumber: Manuputty, 1988) 121 9.2.5 Ktenofor Dalam dunia hewan, terdapat golongan besar filum Ctenophora, yang dalam istilah umumnya disebut ktenofor (ctenophore). Istilah Ctenophora berasal dari bahasa Yunani kuno, “ctena” = sisir dan “phora” = mempunyai atau memiliki. Jadi keseluruhannya_berarti “yang mempunyai sisir”. Diberi nama demikian karena marga yang paling sering dijumpai, Pleurobrachia (Gambar 71), dapat dicirikan dengan adanya delapan busur “sisir” yang dapat digetarkan untuk memungkinkannya bergerak. Busur sisir ini, disebut juga pelat sisir (comb plates), merupakan silia (cilia) atau bulu getar yang telah menyatu, dengan posisi membujur pada individu hewan itu. Karena itu pula ktenofor ini dalam bahasa Inggris disebut secara populer dengan nama “comb jellies” atau “ubur-ubur sisir” meskipun sebenarnya tak ada hubungan kekerabatannya dengan ubur-ubur sejati seperti Scyophomedusae. Ktenofor memang mempunyai penampilan yang bening, transparan, tak berpigmen. Sebagian besar tubuhnya juga terdiri dari air, seperti halnya ubur-ubur, hingga sering dikelirukan dengan ubur-ubur. Perbedaan yang nyata antara lain karena ubur-ubur mempunyai sel penyengat (nematosis), sedangkan ktenofor tidak memilikinya. Nama populer yang diberikan pada ktenofor, khususnya untuk Pleurobrachia, adalah “sea gooseberries” karena bentuknya bulat seperti buah gosseberries, atau “sea walnuts” karena séperti buah kenari walnuts. Pleurobrachia dilengkapi dengan dua tentakel yang dapat dikerutkan masuk dalam kantong tentakel yang ada dalam tubuhnya (Gambar 71). Namun tentakel ini dapat dijulurkan panjang keluar melambai-lambai untuk menangkap mangsanya. Tentakelnya diliputi banyak sel-sel koloblas (colloblast) yang menghasilkan lendir (mucus) yang amat lengket (sticky) untuk menangkap mangsanya. Meskipun ukurannya kecil (I—5 mm), hewan ini termasuk kamivor yang buas yang dapat memangsa berbagai zooplankton lainnya seperti kopepod, amfipod, atau berbagai larva invertebrata lainnya. Mangsa yang telah tertangkap oleh tentakel akan dibawa ke arah mulut dengan mengerutkan tentakel, untuk selanjutnya ditelan dan dicerna. 122 Dalam perkembangbiakannya, ktenofor umumnya bersifat hermaprodit, artinya seekor hewan dapat menghasilkan sekaligus sel kelamin jantan (sperma) maupun sel kelamin betina (telur). Setelah dipijahkan, keduanya akan menyatu dalam proses pembuahan dan selanjutnya menjadi larva hingga menjadi dewasa. Ktenofor ini juga dikenal dapat menghasilkan bioluminisensi (bioluminescence) atau cahaya hayati yang menghasilkan cahaya kebiru-biruan. Selain itu, kibaran sisir-sisimya juga dapat menghasilkan pendaran cahaya (light-scattering) yang membuat penampilan hewan ini menarik. Seluruh jenis yang berada di bawah filum Ctenophora hidup di laut, dan sebagian besar sebagai plankton. Umumnya ktenofor dapat dijumpai mulai dari perairan pantai hinga perairan samudra (oseanik). Persebaran tiap jenis ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, dan faktor lainnya. Jumlah seluruh jenis yang berada di bawah filum Ctenophora ini tidak banyak, diperkirakan di seluruh laut dunia hanya ada sekitar 100—150 jenis, tetapi masih banyak yang belum dikenal. Selain Pleurobrachia, marga lainnya yang juga dapat dijumpai antara lain Mnemiopsis, Beroe, dan Cestum = Cestus) (Gambar 71). . Mnemiopsis mempunyai ukuran yang lebih besar, sekitar 5-10 cm. Pada waktu tertentu populasinya dapat tumbuh meledak. Pada tahun 1980-an dunia digemparkan oleh serbuan Mnemiopsis leidyi ke Laut Hitam (Black Sea) yang mengakibatkan runtuhnya perikanan di kawasan itu dalam waktu kurang dari 10 tahun: Semula Mnemiopsis Jeidyi tidak dikenal di Laut Hitam. Jenis ini umum ditemui di perairan Atlantik di pesisir Amerika. Diduga ktenofor ini terbawa dalam air balas kapal dari Amerika dan akhirnya terlepas di Laut Hitam. Di tempat yang baru ini ia tak punya pemangsa, dan dapat tumbuh pesat menyaingi dan mengalahkan ikan-ikan lokal dalam memperebutkan makanan berupa zooplankton. Telur dan larva-larva ikan pun tumpas dilahapnya. Jutaan ton ikan laut di perairan ini akhirnya tergantikan oleh jutaan ton ktenofor Mnemiopsis leidyi yang tak dapat dimakan manusia. Nelayan di enam negara pantai Laut Hitam sangat terpukul, 123 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Gambar 72. Kaetognat (chaetognath). A) Sagitta megalophtalma, tampak dorsal; B) Sagiita, bagian kepala, diperbesar menunjukkan rahang berbulu-kaku yang menguncup; C) Rahang berbulu-kaku yang mekar untuk menangkap mangsa; D) Sagitta megalopthalma, bagian anterior, E) Sagitta bipunctata sedang menerkam dan memangsa larva ikan hering berukuran 6-7 mm. (Sumber: Bougis, 1978) Kaetognat umumnya berukuran sekitar 2—3 cm, tetapi ada juga yang bisa mencapai 5—10 cm. Di bagian kepalanya ada sepasang mata kecil, sedangkan di sepanjang tubuhnya terdapat sirip, yang umumnya dua pasang. Pada jenis tertentu kedua pasang sirip ini telah menyatu hingga tampak sebagai sepasang sirip saja. Bentuk dan posisi sirip- sirip ini merupakan bahan penting untuk identifikasi jenis. Diperkirakan di seluruh laut dunia terdapat sekitar 100 jenis kaetognat yang berada di bawah 15 marga. Tetapi yang hidup sebagai plankton hanya ada enam marga, yang umum ialah Sagitta, Eukrohnia, Pterosagitta, Spadella, Heterokrohnia, dan Krohnitta (Gambar 73). Yang paling banyak jenisnya adalah Sagitta. 126 Gambar 73. Enam marga kaetognat yang umum sebagai plankton: a) Sagitta; b) Eukrohnia; c) Pterosagitta; d) Spadella; e) Heterokrohnia; f) Krohnitta. (Sumber: Yamaji, 1979) Hewan ini bisa dijumpai mulai dari perairan pantai hingga di perairan oseanik. Di perairan tropis Indo-Pasifik jenis-jenis yang umum, antara lain Sagitta pulchra, Sagitta ferox, Sagitta robusta, Sag- itta bedoti, Sagitta regularis. Dalam sebaran vertikal kaetognat ada yang bersifat epiplanktonik, atau hidup di lapisan teratas saja sampai sekitar 200 m, misalnya Krohnitta pacifica, Pterosagitta draco, Sag- itta enflata, Sagitta lyra. Tetapi ada juga yang hidup di lapisan menengah (200—1000 m), dan ada pula yang hidup di lapisan dalam, lebih dari 1000 m. Eukrohnia hamata, Eukrohnia mirabilis, dan Eukrohnia bathypelagica misalnya adalah jenis-jenis yang hidup pada kedalaman 1000 m lebih. Karena kaetognat hidup pada kisaran faktor lingkungan terbatas, maka jenis-jenis kactognat tertentu juga sering digunakan sebagai indikator massa air atau arus laut. Di English Channel misalnya, bila keberadaan Sagitta sefosa merajai (predominate), itu mengindikasikan massa air dari Laut Utara (North Sea) yang bersalinitas rendah telah 127 masuk ke selat ini, Sebaliknya bila Sagitta elegans yang merajai, itu mengindikasikan massa air bersalinitas tinggi dari Samudra Atlantik telah merambat masuk sampai ke selat ini. Dari segi perikanan, kaetognat mempunyai peranan penting juga karena hewan ini merupakan makanan bagi banyak jenis ikan dan cumi. Tetapi sebaliknya karena kaetognat merupakan pemakan telur dan larva ikan yang ganas, maka jika populasinya besar akan menimbulkan kerugian pula bagi ladang ikan (fishing ground) dan upaya budi daya perikanan. Di perairan Indonesia kajian biosistematik tentang kaetognat antara lain telah dilakukan oleh Fowler (1906) sebagai bagian dari Ekspedisi Siboga (1899—1900). Di Laut Jawa, Delsman (1939) melaporkan sedikitnya ada tujuh jenis kaetognat yang umum dijumpai, diantaranya Sagitta pulchra, Sagitta enflata, Sagitta planctonis (Gambar 74), Sagitta enflata, dengan tubuh yang sangat transparan,” sering dijumpai dalam jumlah banyak dalam contoh plankton yang diperoleh. Gambar 74. Tiga jenis kaetognat dari Laut Jawa: a) Sagitta pulchra; b) Sagitta enflata; ¢) Sagitta planctonis. (Sumber: Delsman, 1939) 128 9.2.7 Kopepod Kopepod (copepod) adalah nama umum yang diberikan untuk hewan dari subkelas Copepoda, di bawah kelas Krustasea (Crustacea), filum Arthropoda. Nama Copepoda berasal dari bahasa Yunani kuno “cope” = dayung dan “poda” = kaki, atau keseluruhannya berarti “yang mempunyai kaki dayung”. Diberi nama demikian karena kopepod mempunyai kaki-kaki renang yang kuat yang memungkinkannya sewaktu-waktu dapat berenang melesat dengan kecepatan tinggi dengan gerakan yang menyentak-nyentak. Seperti umumnya warga krustasea, kopepod mempunyai kulit atau kerangka luar (eksoskeleton) yang keras dari bahan kitin (chitin). Oleh sebab itu, dalam pertumbuhannya membesar ia sering harus berganti kulit (molting). Selain itu, ia juga mempunyai dua pasang antena. Antena pertama berukuran panjang dan antena kedua berukuran kecil. Kakinya banyak, untuk berenang dan untuk mengumpulkan makanan. Tubuhnya terdiri atas ruas-ruas, yang penting untuk bahan identifikasi jenis. Di dunia diperikirakan ada sekitar 12.000 jenis kopepod, tetapi tidak semua hidup sebagai plankton. Kopepod hidup di perairan tawar, perairan payau ataupun di perairan oseanik. Ada kopepod yang hidup sebagai parasit pada ikan, ada pula yang hidup sebagai bentos (hidup di dasar laut). Tetapi yang paling banyak terdapat di laut adalah kopepod plankton. Kemana pun kita pergi di laut di planet ini, pasti di situ ada kopepod. Setiap kali kita mengambil contoh plankton di laut hampir selalu tertangkap pula kopepod plankton. Ukurannya memang kecil, s¢kitar 0,5—2 mm, meskipun ada pula yang berukuran relatif besar, sampai sekitar | cm atau lebih. Kalau hewan yang paling dominan di darat adalah serangga, maka posisi itu di laut dipegang oleh kopepod. Oleh sebab itu, kopepod sering pula dijuluki sebagai “serangga laut” (“insects of the sea”’). Sebagian besar kopepod plankton hidup sebagai herbivor, yang menyantap tetumbuhan renik yang dikenal sebagai fitoplankton, misalnya diatom. Kopepod memperoleh makanannya dengan 129 memanfaatkan gerakan kaki renang dan umbai-umbai mulutnya yang menghasilkan pusaran air (vortex) dan arus yang membawa partikel makanannya ke saringan maksila (umbai-umbai pada bibirmya) yang selanjutnya akan diteruskan ke mulutnya untuk ditelan dan dicerna (Gambar 75). Sebagian besar fitoplankton di bumi ini akan dilahap oleh kopepod. Ini menjadikannya mendapat julukan lain, sebagai pelahap terbesar tumbuhan di dunia ini (the biggest grazer in the world), dilihat dari total seluruh biomassa kopepod plankton di bumi inl. Namun tidak semua kopepod itu herbivor. Ada juga beberapa jenis yang hidup sebagai pemangsa plankton lainnya, meskipun jenis semacam ini jumlahnya tak banyak. Kebanyakan kopepod siklopoid dan beberapa jenis kalanoid adalah kamivor, misalnya Tortanus. Gambar 75. Cara kopepod Calanus menyaring makanannya. a. Tampak ventral, menunjukkan vortex (pusaran air) yang terjadi pada saat kopepod berenang, yang membawa partikel-partikel makanan ke arah tengah dan masuk ke dalam saringan maksila; b. Detail dari saringan maksila pada Ca/anus dengan makanan berupa diatom Chaetoceros, digambarkan dengan skala yang sama. (Sumber: Russell-Hunter, 1970) 130 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Gambar 77, Beberapa contoh marga dari kelompok kopepod kalanoid. a. Calanus; b. Rhincalanus; c. Eucalanus; d. Paracalanus; ©. Euchaeta; {, Centropages; g. Temora; h. Pleuromamma; i. Candacia; j. Labidocera; k. Pontellopsis; 1. Acartia; m. Undinula; n. Scolecithrix; 0. Acrocalanus. (Sumber: Yamaji, 1979) 133 Pada kelompok siklopoid, sendi terdapat antara ruas dada (thoracic) kelima dan keenam, sedangkan antena pertamanya pendek, lebih pendek dari tubuhnya. Kelompok siklopoid ini, selain hidup sebagi plankton, ada juga yang hidup sebagai bentos (di dasar laut). Marga yang umum sebagai plankton antara lain Oithona, Oncaea, Corycaeus, Copilia, Sapphirina (Gambar 78). wR TG Gambar 78. Beberapa contoh marga dari kelompok kopepod siklopoid. a) Oithona; b) Oncaea; c) Corycaeus; a) Copilia; e) Sapphirina. (Sumber: Wickstead, 1965) Kelompok harpaktikoid mempunyai bentuk umum yang memanjang yang semakin meruncing ke arah ekomya. Kelompok ini lebih banyak yang hidup sebagai bentos, hanya sedikit yang hidup sebagai plankton mumi. Banyak yang hidup sebagai tikoplankton, maksudnya habitat aslinya adalah di dasar laut, tetapi karena air teraduk oleh arus dan gelombang ia dapat Iepas dari dasar laut dan mengembara sebagai plankton. Marga yang umum antara lain Macrosetella, Clytemnestra, Micracia, Euterpina (Gambar 79). Informasi tertua mengenai plankton kopepod di Indonesia bersumber dari hasil Ekspedisi Challenger (1872—1876) yang melaporkan kopepod plankton dari perairan Indonesia timur. Menjelang Perang Dunia II Delsman (1939) mengadakan penelitian 134 plankton di Laut Jawa dan memberikan contoh kopepod plankton yang berukuran besar yang dapat ditemui di Laut Jawa (Gambar 80 ). Belakangan ini hanya ada sedikit kajian biosistematik mengenai kopepod di Indonesia, antara lain oleh Mulyadi (2002, 2004). Selain itu biologi kopepod seperti aktivitas makan (feeding activity) dan migrasi vertikal telah pula dikaji di Laut Banda selama Ekspedisi Snellius II (1984—1985), yang merupakan penelitian gabungan Indonesia-Belanda (Baars dkk., 1990; Arinardi, 1991). Gambar 79. Beberapa contoh marga dari kelompok kopepod harpaktikoid. a) Macrosetella; b) Clytemnestra; ¢) Micracia; 4) Euterpina. (Sumber: Wickstead, 1965) 135 oe Gambar 80. Kopepod berukuran besar (> 2 mm) dari Laut Jawa. a) Euchaeta concinna, betina; b) Euchaeta concinna, jantan; c) Undinula vulgaris, betina; d) Undinula vulgaris, jantan, e) Eucalanus subcrassus; f) Candacia bradyi; g) Labidocera acuta. (Sumber: Delsman, 1939). 9.2.8 Berbagai Plankton Krustasea selain Kopepod Krustasea (Kelas Crustasea) mempunyai jenis yang sangat banyak yang hidup di laut. Kepiting, rajungan, udang adalah contoh yang sangat umum dikenal. Siklus hidup mereka diawali dari telur dan larva yang hidup sebagai plankton. Namun setelah dewasa mereka tidak lagi sebagai plankton, tetapi berubah dengan hidup berenang bebas atau hidup di dasar laut. Jadi hanya awal kehidupannya saja sebagai plankton, atau disebut sebagai meroplankton. Di samping itu banyak pula krustasea yang seluruh siklus hidupnya dijalaninya sebagai plankton, dan disebut holoplankton. Krustasea yang paling banyak hidup sebagai holoplankton, baik dilihat dari segi keanekaragamannya 136 maupun kelimpahannya, adalah kopepod (copepod, subkelas Copepoda). Tetapi selain kopepod, terdapat berbagai jenis krustasea lain yang juga hidup sebagai holoplankton. Atau sebagai tikoplankton, yakni hidup di dasar tetapi sewaktu-waktu dapat naik ke atas dan mengembara sebagai plankton. Jumlah jenisnya memang relatif tak banyak tetapi mereka mempunyai relung (niche) tersendiri dalam berfungsinya ekosistem laut. Di antaranya ada juga yang mempunyai nilai ekonomi. Beberapa di antaranya dipaparkan secara singkat di bawah ini. Kladosera Kladosera (cladocera, subkelas Cladocera) merupakan kelompok krustasea yang sederhana, berukuran kecil, sekitar 0,5—1 mm. Kladosera sebenarnya lebih banyak hidup di lingkungan air tawar, dan dikenal sebagai kutu air (water fleas). Hanya sedikit yang hidup di laut. Diperkirakan kladosera hanya mempunyai 11 jenis yang murni hidup di laut. Salah satu ciri kladosera adalah kemampuannya untuk berpartenogenesis (parthenogenesis) yang maksudnya sang betina dapat menghasilkan turunannya tanpa membutuhkan sang jantan untuk membuahi telur. Kladosera betina mempunyai kantong telur (brood pouch) untuk menyimpan telurnya yang akan berkembang sampai menetas. Marga yang paling umum dijumpai adalah Penilia, Podon, dan Evadne (Gambar 81). Mereka biasanya hidup di perairan neritik dekat pantai, kadang kala sampai jauh ke tengah. Arus dan massa air tampaknya sangat menentukan persebarannya, hingga jenis tertentu seperti Penilia avirostris dapat dijadikan sebagai jenis indikator massa air untuk perairan pantai. Beberapa jenis, seperti Evadne tergestina, merupakan kladosera yang bersifat kosmopolitan, bisa ditemukan di seantero dunia. Matanya yang besar merupakan ciri yang mudah dikenal. Di Laut Jawa, jenis ini juga bisa dijumpai meskipun tak pemah dalam jumlah yang melimpah. 137 Gambar 81. Beberapa contoh plankton krustasea bukan kopepod dari Laut 138 Jawa. Kladosera (Cladocera): a) Evadne tergestina. Ostrakod (Ostracoda): b) Pyrocypris natans. Eufausid (Euphausiidae): c) Pseudeuphasia latifrons. Misid (Mysidacea): d) Anchialina typica; e) Hemisiriella parva. Amfipod (Amphipoda): f) Tullbergella cuspidata; g) Synopia ultramarina; h) Hyperia sibaginis; i) Simorhynchotus antennarius; j) Parascelus edwardsii; k) Hyperia dysschistus. Sergestid (Sergestidae): 1) Lucifer intermedius. (Sumber: Delsman, 1939) aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Misid Misid (mysid, ordo Mysidacea) mempunyai bentuk umum yang mirip dengan udang. Ciri yang khas pada hewan ini adalah adanya sepasang statosis (statocyst) yang bundar di pangkal ekornya. Ukuran misid bervariasi antara 5S—25 mm. Diperkirakan misid mempunyai sekitar 780 jenis, yang sebagian besar hidup di laut. Ada yang hidup di perairan pantai tetapi ada juga yang hidup di laut-dalam. Di perairan dangkal ada yang hidup di dasar laut tetapi pada malam hari melakukan migrasi vertikal ke permukaan dan dapat tertangkap sebagai plankton. Beberapa jenis juga dapat dijumpai di perairan payau, di lingkungan mangrove, atau masuk ke tambak-tambak ikan. Banyak jenis misid ini hidup berkelompok dan sering ditangkap dalam kegiatan perikanan Beberapa contoh misalnya Anchialina, Siriella, Neomysis (Gambar 81). Eufausid Eufausid (euphausid, suku Euphausiidae, ordo Euphausiacea) mempunyai bentuk yang juga mirip dengan udang, dan dekat kekerabatannya dengan misid. Ukurannya berkisar 1—5 cm. Eufausid menempati tempat kedua setelah kopepod sebagai komponen utama dalam komunitas zooplankton di laut. Eufausid terdapat mulai dari perairan pantai sampai ke perairan oseanik, dari perairan tropis hingga ke perairan kutub. Ada jenis yang hidup di lapisan permukaan tetapi ada juga yang hidup di lapisan laut dalam. Jenis Benteuphausia amblyops, misalnya bentuk dewasanya hidup pada kedalaman lebih 1500 m. Plankton eufausid juga merupakan sumber penting sebagai makanan bagi berbagai hewan laut, dari ikan, cumi, hingga burung laut dan paus. Makanan paus yang utama di perairan Antartika adalah Euphausia superba, yang dikenal dengan julukan “kril?”, dari bahasa Norwegia yang berarti makanan paus. Krill ini sendiri makanan utamanya adalah fitoplankton diatom. Banyak jenis cufausid dapat melakukan migrasi vertikal harian ataupun musiman dengan amplitudo (kisaran vertikal) yang bervariasi. Eufausid juga dikenal sering 140 bergerombol dalam kelompok yang besar, yang terkait dengan masa perkawinan dan pemijahannya. Beberapa marga yang penting antara lain Euphausia, Thysanopoda, Thysanoessa, Nyctiphanes, Pseudeuphausia, Nematoscelis. Di Laut Jawa antara lain terdapat jenis Psuedophasia latifrons (Gambar 81). Sergestid Sergestid (sergestid, suku Sergestidae, ordo Decapoda) juga merupakan plankton yang bentuk umumnya mirip dengan udang. Jenisnya tidak banyak, tetapi sering jumlahnya besar hingga memberi sumbangan yang penting pula bagi perikanan. Ada tiga marga yang umum dijumpai yakni Sergestes, Acetes, dan Lucifer. Umumnya segestid hidup di lapisan permukaan laut, terutama di perairan pantai sampai ke perairan muara (estuaria). Makanan utamanya adalah fitoplankton. Di Indonesia Aceies sering dipanen sebagai udang rebon yang menjadi bahan pembuatan terasi. Marga Lucifer mempunyai bentuk yang khas, dengan kepala-dada (cephalothorax) yang langsing memanjang, dan mata yang mempunyai tangkai. Di Laut Jawa antara lain dapat dijumpai Lucifer intermedius (Gambar 81). 9.2.9 Moluska Moluska laut yang sering kita kenal seperti berbagai jenis kerang, keong, cumi-cumi, umumnya menjalani hidupnya sebagai plankton hanya pada awal kehidupannya saja, yakni ketika masih sebagai larva (sebagai meroplankton). Setelah dewasa mereka hidup di dasar laut (sebagai bentos, misalnya kerang) atau berenang bebas aktif (sebagai nekton, misalnya cumi-cumi). Tetapi sebenarnya ada juga moluska yang seluruh hidupnya dijalaninya sebagai plankton (holoplankton) yang mengambang atau melayang dalam laut. Jumlah jenisnya memang relatif tidak banyak tetapi mereka merupakan komponen ekosistem yang mempunyai kontribusi dalam berfungsinya ekosistem laut. Moluska yang hidup sebagai holoplankton ini sering pula disebut sebagai moluska plankton (planktonic mollusc) atau moluska pelagis (pelagic mollusc). 141 image not available image not available image not available aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. image not available image not available image not available image not available image not available aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. image not available image not available image not available image not available image not available image not available image not available image not available image not available image not available aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. image not available image not available aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. image not available image not available image not available aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. image not available image not available image not available image not available image not available aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. ANUGERAH NONTJI dilahirkan di Makassar pada tanggal 16 fe) o)el- ate UCM ols ume BSI eC eLle CA) MICU ae cum Elson ete arms ety SMA di Pare-Pare. Gelar BSc diraihnya tahun 1964 dari Fakultas Biologi, Universitas Nasional, Jakarta. Tahun 1974 ia Reis eee eat lel cuieeueuE Mn MUN Isie eh ee heli) bee Tite [cae ee CROLL oR ee COL ee TCL eer EMUCUTE eae eae em EEE iecut Ts oe en) ‘Sumberdaya Alam dan Lingkungan tahun 1985. Tahun 1964, ia mulai bekerja di Lembaga Penelitian Laut di bawah MIP! UE ISM ute cat CUM oles) Une Uc cURe loco MM UL COL} PSE n eer carleun et Carcus cue Munetcn mua Curi enc dan produktivitas primer. la meniti karier penelitiannya mulai dari Asisten IImu Hayat Tier nu MCCA eae Ce Re Cue Re uD Ma Ret er Us me ls tee Mare eC a eR eR Pe Ce eet a UUM TL a Rec ae Teague eR eas cucu seen sleet Baers): eel Melle Cet ly Cra eaeareeun etait ila islet aioe keane sirens Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIP! di Jakarta. Jabatan strutural terakhir yang dijabatnya adalah sebagai Deputi Bidang Iimu Pengetahuan Alam di LIPI, tahun 1996 - 2001. la pernah melaksanakan tugas sebagai Direktur COREMAP Cedar eC e-Mail a Lk tahun 2000 - 2004. Tahun 2003 ia mendapatkan Penghargaan Sarwono. Pec ace ree eucue cue cuucure ce tein pengetahuan alam. 978-975 5-5 HY Q0 M0001 0 99085

You might also like