You are on page 1of 11

APLIKASI ACTIVITY-BASED COST SYSTEM

DALAM SISTEM INFORMASI BIAYA MANUFAKTUR

* Saarce Elsye Hatane (Dosen Jurusan Akuntansi UK Petra)


** Antonio Sugianto (Alumni Jurusan Tehnik Informatika UK Petra)
*** Oviliani Yenty Yuliana (Dosen Jurusan Tehnik Informatika UK Petra)

Abstract
Technology development in manufactured industry makes a change in manufacturing cost
structure. When cost systems develop at 1800s, cost and activity data had to be collected manually.
Consequently, the emphasis was on simplicity. Companies often established a single overhead cost
pool for an entire facility or department. Overhead cost was measured by volume. Along with the
growth of technology, activity and costs collection become easier. Company can measure the overhead
costs by activity. The overhead cost is applied to product by activity that consume by product. Activity-
based costing (ABC) is a method for determining accurate costs, especially for the modern industry.
ABC is a costing approach that assigns resource costs to cost objects based on activities performed
for the cost objects
Initially, many firms adopt activity-based costing to reduce distortions in product costs often
found in their volume-based costing systems. One major limitation of a volume-based costing system
is that it tends to under-cost low-volume products and over-cost high-volume products. The activity-
based costing system presents a more accurate measurement of product costs by tracing overhead
consumption. Distorted or inaccurate product costing can lead to inappropriate inventory valuations,
unrealistic pricing, ineffective resource allocations, misplaced strategic focus, misidentified critical
success factors, and lost competitive advantage.

Keywords: Product Costing System, Overhead Costs, Cost Pools, Activity-based Costing

I. PENDAHULUAN
Pada era persaingan global, organisasi bisnis dituntut untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas prosesnya guna meningkatkan daya saing. Perkembangan yang pesat di bidang teknologi
dan informasi telah menjadikan orgnisasi bisnis berusaha semaksimal mungin untuk menerapkan
teknologi guna meningkatkan kualitas prosesnya. Sistem informasi yang terkomputerisasi sangat
membantu dalam proses pengambilan keputusan bisnis.
Perkembangan teknologi dalam dunia industri mempunyai dampak terhadap komponen biaya
produksi perusahaan. Pemanfaatan teknologi secara maksimal mengakibatkan penurunan direct
manufacturing costs, dalam hal ini jumlah tenaga kerja langsung. Disisi lain, terjadi peningkatan
indirect manufacturing costs, yang kita kenal sebagai manufacturing overhead costs (Rayburn, 1996).
Perkembangan teknologi juga membuat perusahaan mengembangkan product diversity yang
mengkonsumsi overhead costs lebih besar (Garisson et al, 2006, p. 316).
Sistem informasi terkomputerisasi yang disertai dengan metodologi perhitungan biaya
manufaktur yang akurat akan memberikan keunggulan kompetitif bagi sebuah perusahaan. Informasi
biaya yang akurat membantu perusahaan untuk membangun dan mementukan strategi perusahaan
melalui penyajian informasi yang akurat mengenai jumlah biaya produksi produk, jumlah biaya yang
berhubungan dengan customer service, jumlah biaya yang berhubungan dengan supplier, dan jumlah
biaya pendukung proses bisnis dalam perusahaan (Blocher, et al, 2008, p.120). Ketika sistem biaya
dikembangkan tahun 1800-an, data biaya dan aktivitas dikumpulkan secara sederhana dengan sistem
manual. Hal ini membuat perusahaan menerapkan single overhead costs pool dalam sistem biaya.
Seiring dengan perkembangan teknologi, pengumpulan data costs dan aktivitas yang dikonsumsi
perusahaan menjadi lebih mudah. Perusahaan dapat mengembangkan overhead costs pool menjadi
lebih beragam, sehingga sistem costs seperti activity based costing (ABC), yang dapat memberikan
informasi overhead costs yang lebih akurat, menjadi tidak mahal untuk diterapkan (Garisson et al,
2006, p. 316). ABC merupakan sebuah sistem informasi biaya yang menempatkan aktivitas sebagai
faktor utama timbulnya biaya. Biaya overhead tidak timbul sebagai akibat dari volume, melainkan
karena ada aktivitas yang dilakukan, sehingga perhitungan biaya berbasis aktivitas lebih sesuai untuk
perusahaan yang telah menerapkan modernisasi dalam proses produksinya.
Pembuatan sistem informasi biaya yang menggunakan activity based cost system ini
diaplikasikan pada sebuah industri manufaktur produk plastik, CV Mustika Indah.

II. METODE PENELITIAN


Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi literatur
b. Pengumpulan data
c. Perencanaan aplikasi
d. Pembuatan aplikasi
e. Pengujian aplikasi
f. Penarikan kesimpulan

III. PEMBAHASAN
Proses membangun sebuah ABC system melalui tiga tahapan:
1. Mengidentifikasi biaya atas sumber daya dan aktivitas yang digunakan.
Perusahaan mencatat biaya atas sumber daya yang digunakan dalam bentuk perkiraan akuntansi.
Analisa aktivitas dilakukan melalui wawancara dengan setiap personel dalam perusahaan dan
observasi. Pertanyaan yang biasanya diajukan:
Apa pekerjaan atau aktivitas yang anda lakukan?
Berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas tersebut?
Apa sumber daya yang diperlukan ketika menjalankan aktivitas tersebut?
Value apa yang diberikan aktivitas tersebut terhadap produk, pelanggan dan perusahaan?
2. Meng-assign biaya sumber daya ke dalam aktivitas.
ABC system menggunakan cost driver berupa sumber daya yang dikonsumsi untuk meng-assign
biaya sumber daya ke dalam aktivitas. Penetapan cost driver tersebut berdasarkan hubungan
sebab-akibat.
3. Meng-assign biaya aktivitas ke dalam cost object.
Biaya aktivitas di-assign ke dalam cost object berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi.
3.1 Master Activity
Pada tahapan pertama pengalokasian perhitungan biaya overhead yang ingin ditetapkan pada
setiap produk menggunakan metode Activity Based Costing, adalah dengan mengetahui kegiatan apa
saja yang dilakukan oleh perusahaan untuk memproduksi barang. Dari hasil wawancara dan
pengamatan, terdapat lima kegiatan umum yang dilakukan yaitu:
1. Pencampuran bahan, adalah aktivitas mencampur biji plastik dengan bahan pewarna yang diberi
minyak dengan formula tertentu.
2. Pencetakan barang jadi, adalah aktivitas memasukkan biji plastik yang telah dicampur dengan
pewarna pada tempat yang disediakan pada mesin injeksi dan mesin akan mencetak bahan menjadi
produk barang jadi yang sesuai dengan bentuk cetakan.
3. Pemeriksaan mutu barang jadi, adalah aktivitas memeriksa apakah ada hasil produksi barang jadi
yang cacat atau tidak memenuhi standar perusahaan.
4. Perakitan dan pengendalian mutu barang assembly, adalah aktivitas merakit beberapa barang jadi
menjadi satu set barang assembly dan memeriksa barang assembly tersebut telah memenuhi
standar atau belum.
5. Perawatan mesin, adalah aktivitas merawat mesin dan cetakan injeksi sehingga tidak menggangu
jalannya produksi.
Setelah menentukan aktivitas produksi, langkah selanjutnya adalah penentuan cost driver pada
setiap aktivitas. Cost driver yang digunakan untuk mengukur biaya pada aktivitas pencampuran bahan
adalah kilogram bahan yang dicampur. Pada aktivitas pencetakan barang jadi, cost driver yang
digunakan adalah jam mesin. Pada aktivitas pengendalian mutu barang jadi, yang dijadikan cost driver
adalah jumlah barang jadi yang di produksi. Sedangkan pada aktivitas perakitan dan pengendalian
mutu barang assembly yang digunakan sebagai cost driver adalah jumlah barang assembly yang
diproduksi. Dan pada aktivitas perawatan mesin, cost driver yang digunakan adalah jam tenaga kerja
tidak langsung.

Gambar 3.1 Form Activity


3.2 Biaya Overhead per Periode
Form Biaya Overhead per Periode digunakan untuk mengubah data biaya overhead dalam
satu periode. Dalam pengujian pencatatan estimasi biaya overhead, data biaya yang dipakai adalah
data biaya overhead pada periode tahun 2007. Untuk memasukkan data biaya overhead, user harus
terlebih dahulu menghitung secara manual total biaya overhead pada setiap activity sesuai dengan
Master Detail_Activity selama periode tahun 2007. Berdasarkan data pada Tabel 3.1, jumlah biaya
overhead per masing- masing activity dimasukkan ke dalam form Biaya Overhead per Periode.
Gambar 3.2 menunjukkan proses entry data biaya overhead Listrik dan Air pada activity Pencetakan
Barang Jadi dalam periode 2007 sebesar Rp. 185.070.345,-.
Tabel 3.1 Pembebanan Biaya Overhead Kepada Activity Tahun 2007
Perakitan
Pengendalian dan
Aktivitas / Pencampuran Pencetakan Perawatan
Mutu Barang Pengendalian
Biaya Overhead Bahan Barang Jadi Mesin
Jadi Mutu Barang
Assembly
Biaya Listrik dan Air 185,070,345 41,670,276
Biaya Gaji Bagian Bengkel 78,509,500
Biaya Gaji Satpam 35,600,000
Bahan Pewarna 150,825,975
Perlengkapan Produksi 75,384,250 60,348,500
Biaya Suku Cadang Mesin 35,365,800
Minyak 9,540,500
Biaya Asuransi Mesin 1,534,900
Biaya Penyusutan Mesin 76,525,500
Biaya Pemeliharaan Gedung 15,830,500
Biaya Penyusutan Gedung 38,926,248
Biaya Asuransi Gedung 1,172,000
Jumlah 195,966,475 263,130,745 131,312,998 60,348,500 155,545,576
Sumber : Wawancara dengan staff akuntansi

Gambar 3.2 Form Biaya Overhead per Periode


3.3 Volume Cost Driver per Periode
Form Volume Cost Driver per Periode digunakan untuk mengubah data jumlah volume
pemakaian cost driver dalam satu periode. Bila pencatatan pada suatu periode belum pernah
dilakukan, maka program akan secara otomatis menjumlahkan seluruh volume pemakaian cost driver
yang telah digunakan selama periode tersebut.
Tabel 3.2 Pemakaian Cost Driver Tahun 2007
Nama Cost Driver Volume
Jam Mesin 18,360
Jam Tenaga Kerja Tidak Langsung 12,000
Kilogram Bahan yang dicampur 581,585
Jumlah Barang Jadi yang diproduksi 6,436,233
Jumlah Barang Assembly yang diproduksi 2,753,483
Sumber : Wawancara dengan staff akuntansi

Gambar 3.3 Form Volume Cost Driver per Periode

3.4 Perhitungan Cost Driver Rate


Langkah berikutnya dalam tahapan Activity Based Costing adalah perhitungan cost driver
rate. Data yang akan diuji adalah data pada periode 2007, karena data periode tahun 2007 tersebut
akan digunakan untuk perhitungan pada proses produksi di periode tahun 2008. Perhitungan cost
driver rate tidak bisa dilakukan bila belum adanya pencatatan pada estimasi biaya overhead dan
volume konsumsi cost driver pada periode yang sama. Form Perhitungan Cost Driver Rate seperti
pada Gambar 3.8 akan menampilkan perhitungan tarif cost driver untuk setiap activity. Jumlah biaya
yang muncul pada setiap activity merupakan penjumlahan biaya overhead pada setiap activity seperti
yang dapat dilihat pada Tabel 3.1. Sedangkan jumlah volume yang muncul merupakan jumlah
pemakaian cost driver setiap activity sesuai pada Tabel 3.2. Jumlah cost driver rate didapatkan dari
pembagian antara jumlah biaya overhead yang dibebankan dibagi dengan jumlah volume konsumsi
cost driver setiap activity.
Gambar 3.4 Form Perhitungan Cost Driver Rate

5.1. Hasil Produksi


Form Hasil Produksi digunakan untuk mengolah data hasil produksi seperti mencari,
menambah, mengubah atau menghapus data hasil produksi. Proses entry detail pengiriman barang
dapat dilihat pada Gambar 3.5. Dalam menambahkan activity kedalam detail hasil produksi, selain
pengecekan kolom yang belum terisi ada juga pengecekan untuk jam mulai dan jam selesai. Bila
waktu pada jam selesai lebih dahulu atau sama dibandingkan waktu pada jam mulai, maka akan
muncul pesan error seperti pada Gambar 3.6

Gambar 3.5 Tambah Detail Hasil Produksi

Gambar 3.6 Pesan Error Jika Jam Selesai Sebelum Jam Mulai
Ada tiga activity yang akan dimasukkan kedalam detail hasil produksi, yaitu yang pertama
activity pencampuran bahan yang dilakukan oleh Joko dengan upah Rp.3.500,-/Jam pada pukul 06.30
sampai dengan 08.30., yang kedua adalah activity perawatan mesin oleh Agus pada pukul 08.45
sampai dengan 10.15 dan activity pencetakan oleh Farida dengan upah Rp. 4.000,-/Jam pada pukul
11.00 sampai pukul 18.00. dari ketiga activity tersebut dihasilkan 3.142 biji. Proses entry data hasil
produksi dapat dilihat pada Gambar 3.7. Sedangkan pada Gambar 3.8 merupakan tampilan bila data
pengiriman dicetak. Gambar 3.9 merupakan laporan pemakaian tenaga kerja langsung yang terjadi
setelah terjadinya transaksi produksi. Pemakaian tenaga kerja langsung diperhitungkan berdasarkan
jumlah jam tenaga kerja langsung dalam melakukan activity yang dilakukan oleh tenaga kerja
langsung. Dalam produksi no. HP/0408/09/001, yang masuk dalam perhitungan pemakaian tenaga
kerja langsung adalah Joko yang melakukan activity pencampuran bahan sebesar (2 Jam * Rp.3.500)
= Rp.7.000 dan Farida yang melakukan activity pencetakan barang jadi sebesar (7 Jam * Rp.4.000) =
Rp.28.000. Jadi total pemakaian tenaga kerja langsung setelah terjadi produksi adalah sebesar
(Rp.7.000 + Rp.28.000) = Rp.35.000,-.
Gambar 3.10 merupakan laporan pemakaian biaya overhead yang terjadi setelah terjadinya
transaksi produksi. Pemakaian biaya overhead diperhitungkan berdasarkan volume cost driver yang
terpakai dikali dengan cost driver rate setiap activity. Dalam produksi no. HP/0408/09/001, yang
masuk dalam perhitungan pemakaian biaya overhead adalah activity pencampuran bahan, activity
pencetakan barang jadi dan activity perawatan mesin.

Gambar 3.7 Form Hasil Produksi


Gambar 3.8 Hasil Produksi

Gambar 3.9 Laporan Pemakaian Tenaga Kerja

Gambar 3.10 Laporan Pemakaian Overhead

Gambar 3.13 merupakan laporan batch cost sheet untuk order produksi no. PO/0408/08/001.
Laporan batch cost sheet ini menampilkan jumlah total pemakaian biaya produksi yang dihasilkan,
jumlah barang yang telah dihasilkan dan harga pokok produk. Harga pokok produk setiap unit barang
yang dihasilkan dapat diperhitungkan dari total biaya produksi dibagi dengan jumlah barang yang
dihasilkan.
Gambar 3.11 dan Gambar 3.12 akan menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada laporan
persediaan untuk barang yang telah diproduksi.

Gambar 3.11 Laporan Persediaan Sebelum Terjadi Produksi

Gambar 3.12 Laporan Persediaan Setelah Terjadi Produksi

Gambar 3.13 Laporan Batch Cost Sheet

3.6 Laporan Harga Pokok Produksi


Laporan harga pokok produksi ditampilkan dalam satu periode. Harga pokok produksi
dihasilkan dari perhitungan persediaan awal periode barang dalam proses ditambahkan dengan biaya
produksi yang ditimbulkan selama periode dan dikurangi dengan persediaan akhir periode dalam
proses. Untuk pengujian perhitungan laporan harga pokok produksi, dibutuhkan laporan rekapitulasi
biaya produksi seperti pada Gambar 3.14. Dalam laporan rekapitulasi biaya produksi terdapat
informasi status order, total pemakaian bahan baku, total pemakaian tenaga kerja langsung, dan total
pemakaian biaya overhead dalam satu periode. Total bahan baku, tenaga kerja dan biaya overhead
setiap order didapatkan dari batch cost sheet masing-masing order. Pada rekapitulasi biaya produksi
tersebut, dapat dilihat bahwa sampai akhir periode order produksi dengan no. PO/0408/08/001 masih
dalam status proses. Oleh karena itu, semua biaya yang ditimbulkan pada order produksi
PO/0408/08/001 dimasukkan kedalam persediaan akhir barang dalam proses

Gambar 3.14 Laporan Rekapitulasi Biaya Produksi

Gambar 3.15 Laporan Harga Pokok Produksi

Jadi perhitungan harga pokok produksi sebesar Rp. 3.882.814,- berasal dari penjumlahan antara
persediaan akhir dalam proses sebesar Rp. 0,- dengan total barang dalam proses sebesar Rp.
8.550.000,- dan dikurangi dengan persediaan akhir dalam proses sebesar Rp. 4.667.686,-.

3.7 Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Produk


Berdasarkan data perhitungan harga pokok produk per order produksi dari perusahaan dan data
pengujian perhitungan harga pokok produk menggunakan metode Activity Based Costing, maka dapat
diketahui perbandingan antara kedua metode.
Perusahaan menggunakan plantwide rate (single overhead cost pool, yaitu jumlah unit produksi
yang selesai) dalam mengalokasikan overhead costs per unit barang.
Berdasarkan data yang ada, diperoleh bahwa harga pokok produk yang ditetapkan menggunakan
metode plantwide rate mengalami over-costing atau under-costing. Penerapan harga pokok produk
yang mengalami over-costing akan mempengaruhi perhitungan harga pokok penjualan. Semakin tinggi
harga pokok produksi maka semakin tinggi harga pokok penjualannya dan juga akan menyebabkan
melemahnya daya saing perusahaan. Penerapan perhitungan harga pokok produk yang mengalami
under-costing akan mempengaruhi perhitungan laporan laba rugi perusahaan. Semakin banyak harga
pokok produk yang mengalami under-costing maka akan semakin sedikit laba perusahaan.

IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Activity-based cost system sesuai diterapkan pada perusahaan yang telah melakukan modernisasi
pada prosesnya, dimana biaya overheadnya lebih besar daripada biaya langsungnya.
Penerapan Activity-based cost system akan meningkatkan keakuratan perhitungan biaya
manufaktur produk.
Dengan adanya aplikasi ini maka perusahaan tidak harus melakukan perhitungan secara manual
melainkan dapat langsung dihitung melalui komputer sehingga dapat menghasilkan harga pokok
produksi yang detail dan akurat.
Dengan adanya aplikasi ini maka direktur ataupun staff perusahaan dapat melihat berbagai macam
laporan yang dibutuhkan seperti: laporan order yang belum selesai, laporan produksi, laporan
mutasi barang, dan laporan harga pokok produksi secara otomatis.

V. UCAPAN TERIMA KASIH


Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya,
kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Kami menyadari bahwa penelitian ini dapat diselesaikan
dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, terutam kepada CV Mustika Indah yang telah mendukung
penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Stout, Cokins and Chen. 2008. Cost Management, A Strategic Emphasis (4th edition). USA:
McGraw Hill.

Garrison, Noreen and Brewer. 2006. Cost Management. USA: McGraw Hill.

Hansen, Don R., & Mowen, Maryanne M. 2006. Cost management: Accounting and control.
Cincinnati, Ohio: Thomson South-Western.

Romney, Marshall B, & Steinbart, Paul J. 2000. Accounting information system (8th edition). New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.

You might also like