Professional Documents
Culture Documents
Aplikasi Activity Based Cost System
Aplikasi Activity Based Cost System
Abstract
Technology development in manufactured industry makes a change in manufacturing cost
structure. When cost systems develop at 1800s, cost and activity data had to be collected manually.
Consequently, the emphasis was on simplicity. Companies often established a single overhead cost
pool for an entire facility or department. Overhead cost was measured by volume. Along with the
growth of technology, activity and costs collection become easier. Company can measure the overhead
costs by activity. The overhead cost is applied to product by activity that consume by product. Activity-
based costing (ABC) is a method for determining accurate costs, especially for the modern industry.
ABC is a costing approach that assigns resource costs to cost objects based on activities performed
for the cost objects
Initially, many firms adopt activity-based costing to reduce distortions in product costs often
found in their volume-based costing systems. One major limitation of a volume-based costing system
is that it tends to under-cost low-volume products and over-cost high-volume products. The activity-
based costing system presents a more accurate measurement of product costs by tracing overhead
consumption. Distorted or inaccurate product costing can lead to inappropriate inventory valuations,
unrealistic pricing, ineffective resource allocations, misplaced strategic focus, misidentified critical
success factors, and lost competitive advantage.
Keywords: Product Costing System, Overhead Costs, Cost Pools, Activity-based Costing
I. PENDAHULUAN
Pada era persaingan global, organisasi bisnis dituntut untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas prosesnya guna meningkatkan daya saing. Perkembangan yang pesat di bidang teknologi
dan informasi telah menjadikan orgnisasi bisnis berusaha semaksimal mungin untuk menerapkan
teknologi guna meningkatkan kualitas prosesnya. Sistem informasi yang terkomputerisasi sangat
membantu dalam proses pengambilan keputusan bisnis.
Perkembangan teknologi dalam dunia industri mempunyai dampak terhadap komponen biaya
produksi perusahaan. Pemanfaatan teknologi secara maksimal mengakibatkan penurunan direct
manufacturing costs, dalam hal ini jumlah tenaga kerja langsung. Disisi lain, terjadi peningkatan
indirect manufacturing costs, yang kita kenal sebagai manufacturing overhead costs (Rayburn, 1996).
Perkembangan teknologi juga membuat perusahaan mengembangkan product diversity yang
mengkonsumsi overhead costs lebih besar (Garisson et al, 2006, p. 316).
Sistem informasi terkomputerisasi yang disertai dengan metodologi perhitungan biaya
manufaktur yang akurat akan memberikan keunggulan kompetitif bagi sebuah perusahaan. Informasi
biaya yang akurat membantu perusahaan untuk membangun dan mementukan strategi perusahaan
melalui penyajian informasi yang akurat mengenai jumlah biaya produksi produk, jumlah biaya yang
berhubungan dengan customer service, jumlah biaya yang berhubungan dengan supplier, dan jumlah
biaya pendukung proses bisnis dalam perusahaan (Blocher, et al, 2008, p.120). Ketika sistem biaya
dikembangkan tahun 1800-an, data biaya dan aktivitas dikumpulkan secara sederhana dengan sistem
manual. Hal ini membuat perusahaan menerapkan single overhead costs pool dalam sistem biaya.
Seiring dengan perkembangan teknologi, pengumpulan data costs dan aktivitas yang dikonsumsi
perusahaan menjadi lebih mudah. Perusahaan dapat mengembangkan overhead costs pool menjadi
lebih beragam, sehingga sistem costs seperti activity based costing (ABC), yang dapat memberikan
informasi overhead costs yang lebih akurat, menjadi tidak mahal untuk diterapkan (Garisson et al,
2006, p. 316). ABC merupakan sebuah sistem informasi biaya yang menempatkan aktivitas sebagai
faktor utama timbulnya biaya. Biaya overhead tidak timbul sebagai akibat dari volume, melainkan
karena ada aktivitas yang dilakukan, sehingga perhitungan biaya berbasis aktivitas lebih sesuai untuk
perusahaan yang telah menerapkan modernisasi dalam proses produksinya.
Pembuatan sistem informasi biaya yang menggunakan activity based cost system ini
diaplikasikan pada sebuah industri manufaktur produk plastik, CV Mustika Indah.
III. PEMBAHASAN
Proses membangun sebuah ABC system melalui tiga tahapan:
1. Mengidentifikasi biaya atas sumber daya dan aktivitas yang digunakan.
Perusahaan mencatat biaya atas sumber daya yang digunakan dalam bentuk perkiraan akuntansi.
Analisa aktivitas dilakukan melalui wawancara dengan setiap personel dalam perusahaan dan
observasi. Pertanyaan yang biasanya diajukan:
Apa pekerjaan atau aktivitas yang anda lakukan?
Berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas tersebut?
Apa sumber daya yang diperlukan ketika menjalankan aktivitas tersebut?
Value apa yang diberikan aktivitas tersebut terhadap produk, pelanggan dan perusahaan?
2. Meng-assign biaya sumber daya ke dalam aktivitas.
ABC system menggunakan cost driver berupa sumber daya yang dikonsumsi untuk meng-assign
biaya sumber daya ke dalam aktivitas. Penetapan cost driver tersebut berdasarkan hubungan
sebab-akibat.
3. Meng-assign biaya aktivitas ke dalam cost object.
Biaya aktivitas di-assign ke dalam cost object berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi.
3.1 Master Activity
Pada tahapan pertama pengalokasian perhitungan biaya overhead yang ingin ditetapkan pada
setiap produk menggunakan metode Activity Based Costing, adalah dengan mengetahui kegiatan apa
saja yang dilakukan oleh perusahaan untuk memproduksi barang. Dari hasil wawancara dan
pengamatan, terdapat lima kegiatan umum yang dilakukan yaitu:
1. Pencampuran bahan, adalah aktivitas mencampur biji plastik dengan bahan pewarna yang diberi
minyak dengan formula tertentu.
2. Pencetakan barang jadi, adalah aktivitas memasukkan biji plastik yang telah dicampur dengan
pewarna pada tempat yang disediakan pada mesin injeksi dan mesin akan mencetak bahan menjadi
produk barang jadi yang sesuai dengan bentuk cetakan.
3. Pemeriksaan mutu barang jadi, adalah aktivitas memeriksa apakah ada hasil produksi barang jadi
yang cacat atau tidak memenuhi standar perusahaan.
4. Perakitan dan pengendalian mutu barang assembly, adalah aktivitas merakit beberapa barang jadi
menjadi satu set barang assembly dan memeriksa barang assembly tersebut telah memenuhi
standar atau belum.
5. Perawatan mesin, adalah aktivitas merawat mesin dan cetakan injeksi sehingga tidak menggangu
jalannya produksi.
Setelah menentukan aktivitas produksi, langkah selanjutnya adalah penentuan cost driver pada
setiap aktivitas. Cost driver yang digunakan untuk mengukur biaya pada aktivitas pencampuran bahan
adalah kilogram bahan yang dicampur. Pada aktivitas pencetakan barang jadi, cost driver yang
digunakan adalah jam mesin. Pada aktivitas pengendalian mutu barang jadi, yang dijadikan cost driver
adalah jumlah barang jadi yang di produksi. Sedangkan pada aktivitas perakitan dan pengendalian
mutu barang assembly yang digunakan sebagai cost driver adalah jumlah barang assembly yang
diproduksi. Dan pada aktivitas perawatan mesin, cost driver yang digunakan adalah jam tenaga kerja
tidak langsung.
Gambar 3.6 Pesan Error Jika Jam Selesai Sebelum Jam Mulai
Ada tiga activity yang akan dimasukkan kedalam detail hasil produksi, yaitu yang pertama
activity pencampuran bahan yang dilakukan oleh Joko dengan upah Rp.3.500,-/Jam pada pukul 06.30
sampai dengan 08.30., yang kedua adalah activity perawatan mesin oleh Agus pada pukul 08.45
sampai dengan 10.15 dan activity pencetakan oleh Farida dengan upah Rp. 4.000,-/Jam pada pukul
11.00 sampai pukul 18.00. dari ketiga activity tersebut dihasilkan 3.142 biji. Proses entry data hasil
produksi dapat dilihat pada Gambar 3.7. Sedangkan pada Gambar 3.8 merupakan tampilan bila data
pengiriman dicetak. Gambar 3.9 merupakan laporan pemakaian tenaga kerja langsung yang terjadi
setelah terjadinya transaksi produksi. Pemakaian tenaga kerja langsung diperhitungkan berdasarkan
jumlah jam tenaga kerja langsung dalam melakukan activity yang dilakukan oleh tenaga kerja
langsung. Dalam produksi no. HP/0408/09/001, yang masuk dalam perhitungan pemakaian tenaga
kerja langsung adalah Joko yang melakukan activity pencampuran bahan sebesar (2 Jam * Rp.3.500)
= Rp.7.000 dan Farida yang melakukan activity pencetakan barang jadi sebesar (7 Jam * Rp.4.000) =
Rp.28.000. Jadi total pemakaian tenaga kerja langsung setelah terjadi produksi adalah sebesar
(Rp.7.000 + Rp.28.000) = Rp.35.000,-.
Gambar 3.10 merupakan laporan pemakaian biaya overhead yang terjadi setelah terjadinya
transaksi produksi. Pemakaian biaya overhead diperhitungkan berdasarkan volume cost driver yang
terpakai dikali dengan cost driver rate setiap activity. Dalam produksi no. HP/0408/09/001, yang
masuk dalam perhitungan pemakaian biaya overhead adalah activity pencampuran bahan, activity
pencetakan barang jadi dan activity perawatan mesin.
Gambar 3.13 merupakan laporan batch cost sheet untuk order produksi no. PO/0408/08/001.
Laporan batch cost sheet ini menampilkan jumlah total pemakaian biaya produksi yang dihasilkan,
jumlah barang yang telah dihasilkan dan harga pokok produk. Harga pokok produk setiap unit barang
yang dihasilkan dapat diperhitungkan dari total biaya produksi dibagi dengan jumlah barang yang
dihasilkan.
Gambar 3.11 dan Gambar 3.12 akan menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada laporan
persediaan untuk barang yang telah diproduksi.
Jadi perhitungan harga pokok produksi sebesar Rp. 3.882.814,- berasal dari penjumlahan antara
persediaan akhir dalam proses sebesar Rp. 0,- dengan total barang dalam proses sebesar Rp.
8.550.000,- dan dikurangi dengan persediaan akhir dalam proses sebesar Rp. 4.667.686,-.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Activity-based cost system sesuai diterapkan pada perusahaan yang telah melakukan modernisasi
pada prosesnya, dimana biaya overheadnya lebih besar daripada biaya langsungnya.
Penerapan Activity-based cost system akan meningkatkan keakuratan perhitungan biaya
manufaktur produk.
Dengan adanya aplikasi ini maka perusahaan tidak harus melakukan perhitungan secara manual
melainkan dapat langsung dihitung melalui komputer sehingga dapat menghasilkan harga pokok
produksi yang detail dan akurat.
Dengan adanya aplikasi ini maka direktur ataupun staff perusahaan dapat melihat berbagai macam
laporan yang dibutuhkan seperti: laporan order yang belum selesai, laporan produksi, laporan
mutasi barang, dan laporan harga pokok produksi secara otomatis.
DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Stout, Cokins and Chen. 2008. Cost Management, A Strategic Emphasis (4th edition). USA:
McGraw Hill.
Garrison, Noreen and Brewer. 2006. Cost Management. USA: McGraw Hill.
Hansen, Don R., & Mowen, Maryanne M. 2006. Cost management: Accounting and control.
Cincinnati, Ohio: Thomson South-Western.
Romney, Marshall B, & Steinbart, Paul J. 2000. Accounting information system (8th edition). New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.