You are on page 1of 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Testis merupakan organ primer dari alat reproduksi jantan yang
menghasilkan spermatozoa dan hormone-hormon reproduksi, khususnya
testosteron. Saat dewasa kelamin testis turun dari rongga perut ke dalam skrotum
melalui kanalis inguinalis. Contoh tindakan bedah yang dilakukan terhadap testis
adalah kastrasi.
Beberapa tahun terakhir pemeliharaan hewan kesayangan terutama anjing
dan kucing meningkat dengan pesat. Hal ini menunjukkan bahwa anjing dan
kucing telah memiliki posisi yang unik dalam kehidupan manusia. Anjing dan
kucing tidak hanya dijadikan sebagai hewan penjaga rumah, tetapi juga sudah
dianggap sebagai bagian dari anggota keluarga. Mereka bisa dilatih, diajak
bermain dan merupakan teman yang sangat tepat untuk menghilangkan stres.
Memiliki satu atau dua ekor anjing atau kucing tentu sangat menyenangkan, tapi
yang terjadi apabila populasi mereka meningkat secara tidak terkontrol akibat
perkawinan yang tidak diinginkan tentu akan sangat merepotkan. Sterilisasi
merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat atau menghilangkan testis
(jantan) atau ovarium (betina). Pada hewan jantan dinamakan
kastrasi/orchiectomy, sedangkan pada hewan betina dinamakan
ovariohysterectomy (OH).Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan dengan
hanya mengangkat ovariumnya saja (ovariectomy) atau mengangkat ovarium
beserta dengan uterusnya (ovariohysterectomy).
Kastrasi atau orchiectomi adalah tindakan bedah yang dilakukan pada
testis, berupa pengambilan atau pemotongan testis dari tubuh. Hal ini umumnya
dilakukan untuk sterilisasi (mengontrol populasi), penggemukan hewan,
mengurangi sifat agresif, serta salah satu pilihan terapi dalam menangani kasus-
kasus patologi pada testis atau scrotum.
1.2 Tujuan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui pengertian kastrasi
b. Untuk mengetahui macam-macam metode kastrasi
c. Untuk mengetahui metode dan teknik kastrasi
1.3 Manfaat
Mahasiswa mengetahui mengenai teknik operasi kastrasi yang benar dan aseptis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Organ Reproduksi Kucing Jantan

Alat kelamin jantan pada kucing terbagi dalam empat subbagian.


Subbagian pertama meliputi testis, epididimis, duktus deferens, korda
spermatikus, dan tunika. Subbagian kedua terdiri dari kelenjarkelenjar asesoris,
subbagian ketiga penis, dan yang terakhir uretra. Pada perkembangannya, testis
kucing turun dan menempati skrotum dalam waktu yang lambat. Testis berada
dalam skrotum antara minggu kedua dan ketiga setelah kelahiran. Bentuk testis
membulat dan beratnya 1/750 sampai 1/1850 dari bobot badan. Panjang axis
setiap testis berorientasi miring, kranioventral. Tunika albugineanya tebal dan
mediastinum testis terletak di tengah testis. Arteri-arteri yang berjalan dalam
tunika albuginea memberikan karakteristik pada permukaan testis.

Epididimis melekat pada perbatasan dorsolateral dari testis. Kaput


epididimis di mulai dari medial permukaan testis, namun saat mencapai posisi
dorsolateral dilanjutkan menjadi korpus dan kauda. Kaput epididimis sedikit
melebihi kepala testis. Tunika albuginea epididimis lebih tipis dibandingkan
dengan albuginea testis. Panjang duktus epididimis 1.5 sampai 3 mm dan
berlikuliku. Kauda epididimis melekat pada ekor testis dengan ligamentum
pendek dari testis dan untuk fascia spermatic internal secara langsung (karena
fascia spermatic internal melekat pada kauda epididimis). Ligamen skrotum
bergabung dengan fascia spermatic internal menuju dartos. Duktus deferens
dimulai sebagai plexus sepanjang perbatasan epididimis dari testis dan medial ke
epididimis dengan arah kaudokranial karena posisi testis. Setelah melewati
duktus deferens, kaput epididimis masuk ke dalam korda spermatikus dan
berlanjut hingga cincin vaginal. Dalam rongga perut, duktus deferens membuat
kurva dalam arah dorsokaudal untuk memasuki rongga panggul dan mencapai
uretra. Dalam rute dari awal sampai akhir, mesoduktus deferens yang juga
merupakan bagian dari funikulus spermatikus, melekat ke duktus deferens.
Sebelum mencapai uretra, duktus deferens melintasi ureter di bagian ventral,
kemudian melintasi bagian dorsal dari ligamen lateral kandung kemih. Untuk
mencapai uretra, duktus deferens menembus kelenjar prostat dan membuka sisi
lateral dari colliculus seminalis.

Kelenjar assesoris yang berkembang pada kucing adalah kelenjar prostat


dan bulbouretralis sedangkan kelenjar vesikular tidak berkembang. Kelenjar
prostat memiliki dua bagian yaitu bagian badan dan diseminasi. Bagian badan
memiliki dua lobus, kiri dan kanan dengan permukaan yang tidak rata. Kelenjar
ini melekat pada dinding uretra bagian atap dan lateral. Bagian diseminasi terdiri
dari lobus-lobus kecil. Kelenjar bulbouretralis bentuknya sangat kecil (memiliki
7diameter lebih dari 5 mm) dan melekat pada dinding uretra bagian dorsolateral
yaitu pada arcus ischiadicus seperti terlihat pada gambar 4. Penis pada kucing
(gambar 5) berada di ventral skrotum. Penis disusun oleh dua buah corpora
cavernosa, satu pada tiap sisi dan sebuah korpus spongiosum yang berada di
tengah. Pejantan dewasa memiliki glans penis pada bagian ujung penis dengan
panjang 5 sampai 10 mm, berbentuk kerucut yang mengarah ke caudal dan
memiliki 120 sampai 150 buah duri penis (penile spines) tergantung kadar
androgen setiap individu. Duri-duri penis dengan panjang dan diameter dasarnya
sebesar 0.1 sampai 0.7 mm ini berjejer membentuk 6 hingga 8 buah lingkaran.
Secara histologi, duri penis disusun oleh jaringan ikat inti diselimuti
epitel tanduk yang mirip dengan papilla pada lidah kucing. Peran duri pada
proses kopulasi belum diketahui secara pasti namun diperkirakan duri ini
berfungsi memberikan stimulasi seksual pada betina, menghalangi penarikan
penis dari vagina (oleh karena itu lokasinya adalah di ujung penis), atau
meningkatkan stimulasi betina untuk induksi ovulasi. Os penis pada kucing
berukuran panjang 3 sampai 5 mm dan berada di ujung glans penis pada kucing
jantan dewasa. Kucing tidak memiliki muskulus cremaster tetapi memiliki
musculus levator scrota yang berasal dari musculus sphincter anal externus dan
masuk ke dalam septum scrotal.

Endokrinologi Reproduksi Kucing Jantan Fisiologi reproduksi hewan


jantan dikontrol secara endokrin oleh sekresi Hypothalamic Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) pada tingkat paracrine di hipotalamus. GnRH
merangsang kelenjar hipofise anterior untuk mengekskresikan dua hormon
gonadotropin, yaitu Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating
Hormone (FSH). Hipofise anterior bertanggung jawab untuk berbagai hormon
yang mengontrol banyak aspek dari aktivitas fisiologis. LH merupakan
perangsang utama testosteron di dalam testis. Testosteron disekresikan oleh sel-
sel leydig yang dirangsang oleh LH di dalam testis. Jumlah testosteron yang
diekskresikan akan berbanding lurus dengan jumlah LH yang tersedia.
Sedangkan FSH merupakan perangsang utama terjadinya spermatogenesis. FSH
akan berikatan dengan reseptor-reseptor FSH spesifik yang melekat pada sel-sel
sertoli dalam tubulus seminiferus. Pengikatan ini mengakibatkan sel-sel tumbuh
dan mengekresikan berbagai unsur spermatogenik. Secara bersamaan testosteron
yang berdifusi ke dalam tubulus dari sel-sel leydig di dalam ruang interstisial
mempunyai efek tropik yang kuat terhadap spermatogenesis. Untuk mendorong
terjadinya spermatogenesis dibutuhkan FSH maupun testosteron. Walaupun
rangsangan awal testosteron yang terjadi sedikit, selanjutnya testosteron akan
mempertahankan spermatogenesis untuk waktu yang lama.
Keterangan gambar :

1. Ductus deferens : saluran sperma.

2. Ureter : menghubungkan ginjal dengan kandung kemih/vesica urinaria.

3. Vesica urinaria : kantung kemih/kantung urin.

4. Colon : usus besar.

5. Uretra : saluran pembuangan urin.

6. Tulang kemaluan.

7. Kelenjar prostat.

8. Rektum.

9. Kelenjar bulbo-uretralis.

10. Preputium : kulit pembungkus penis.

11. Penis.

12. Testis : organ penghasil sperma.


2.2 Kastrasi

Orchidektomi atau kastrasi adalah sebuah prosedur operasi/bedah dengan


tujuan membuang testis hewan. Kastrasi ini dilakukan pada hewan jantan dalam
keadaan tidak sadar (anastesi umum). (Fossum, 2002). Kastrasi
(Orchiectomy/Orchidectomy) adalah prosedur pembedahan untuk membuang
testis dan spermatic cord (cordaspermatica). Tujuan dilakukan pembedahan ini
diantaranya untuk sterilisasi seksual, adanya neoplasma, dan kerusakan akibat
traumatik. Terdapat dua jenis kastrasi, yaitu kastrasi tertutup dan kastrasi terbuka.
Kastrasi tertutup adalah tindakan bedah dimana testis dan spermatic cord dibuang
tanpa membuka tunica vaginalis yang biasanya dilakukan pada anjing ras kecil
atau masih muda dan kucing. Keuntungan cara ini adalah dengan tidak
dibukanya tunica vaginalis, maka kemungkinan terjadinya hernia scrotalis dapat
dihindari. Sedangkan kastrasi terbuka adalah tindakan bedah dimana semua
jaringan skrotum dan tunica vaginalis diinsisi dan testis serta spermatic cord
dibuang tanpa pembungkusnya (tunica vaginalis). Keuntungan cara ini adalah
ikatan pembuluh darah terjamin. Akan tetapi kerugiannya dapat menyebabkan
hernia scrotalis karena dengan terbukanya tunica vaginalis menyebabkan adanya
hubungan dengan rongga abdomen (Widyaputri dkk, 2014).

Metode kastrasi dibagi menjadi dua macam yaitu (Komang et al, 2011):
Metode terbuka
Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis,
sehingga testis dan epididimistidak lagi terbungkus. Keuntungan
metode ini adalah dapat meminimalisir perdarahan. Adapun
kelemahannya adalah memungkinkan terjadinya hernia skrotalis.

Metode Tertutup
Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih
terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Peningkatan dan penya
yatan pada funiculus spermaticus. Metode ini biasanya dilakukan pada
anjing jenis kecil atau masih muda, dan kucing. Keuntungan cara ini
adalah dengan tidak dibukanya tunica vaginalis, maka dapat
menghindari kemungkinan terjadinya hernia skrotalis. Memungkinkan
terjadinya perdarahan. (Komang et al, 2011).
Dalam istilah medis, desexing (kastrasi) kucing betina disebut spaying dan
pada jantan disebut neutering. Keuntungan dari kastrasi anak kucing sejak usia 10-12
minggu adalah mencegah penyebaran kucing secara berlebihan dan mengurangi
kemungkinan terkena penyakit kanker. Usia yang masih sangat muda membutuhkan
waktu bedah yang lebih singkat dan pendarahan lebih sedikit sehingga akan sembuh
lebih cepat, pada akhirnya kucing dan pemiliknya akan mengalami stress yang lebih
sedikit (Chandler, 1985). Kucing yang akan dikebiri harus dalam keadaan sehat.
Sebagian besar kucing dikebiri ketika berumur 5-8 bulan. Para ahli perilaku hewan
menyarankan mengkebiri kucing sebelum memasuki masa puber, karena dapa
mencegah munculnya sifat/perilaku kucing yang tidak diinginkan (Ibrahim, 2000).
Sterilisasi dapat dilakukan pada saat anjing/kucing berumur 8 minggu, tetapi lebih
baik dilakukan setelah anjing dan kucing divaksinasi lengkap, setelah sistem
immunitas tubuh (kekebalan) mereka bekerja dengan baik, tetapi sebelum masuk
masa pubertas (umur 4-6 bulan).

Sterilisasi memiliki kelemahan dan manfaat. Anjing yang disteril sebelum


masa pubertas cenderung memiliki kaki yang lebih panjang, dada datar dan tengkorak
yang sempit, karena hormon yang mengatur aktivitas seksual juga berinteraksi
dengan hormon yang memandu pertumbuhan otot, tulang dan tendon. Kelemahan
operasi sterilisasi mencakup meningkatnya kejadian incontinance kandung kemih,
termasuk keberadaan batu uretra dan obstruksi saluran kemih pada kucing yang sudah
di kastrasi. Anjing yang sudah disteril juga memiliki effect hormonresponsive
alopecia (hair loss) akibat hypotiroid (Dewi, 2012). Beberapa anjing/kucing bereaksi
buruk terhadap anasthesi (obat bius), kadang terjadi komplikasi pembedahan yang
meliputi bleeding (perdarahan) dan infeksi, sehingga luka sukar sembuh dengan baik.
Resiko ini bisa meningkat pada beberapa hewan yang memiliki masalah kesehatan.
Oleh karena itu anjing/kucing yang akan di steril harus di pastikan berada dalam
kondisi sehat.Sedangkan keuntungan kastrasi antara lain:

Mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan. Selain


menjaga populasi kucing tetap terkendalikan, tindakan ini juga
memungkinkan pemilik kucing bisa merawat kucing-kucingnya
dengan maksimal.

Tidak Suka Berkeliaran. Kucing betina yang sedang birahi


mengeluarkan feromon yang dapat menyebar melalui udara. Feromon
ini dapat mencapai daerah yang cukup jauh. Kucing jantan dapat
mengetahui dimana letak kucing betina yang sedang birahi melalui
feromon ini, lalu kemudian mencari dan mendatangi sang betina
meskipun jaraknya cukup jauh.

Peningkatan Genetik. Beberapa kucing disterilisasi karena


mempunyai/membawa cacat genetik. Diharapkan kucing-kucing cacat
tersebut tidak dapat lagi berkembang biak, sehingga jumlah kucing-
kucing cacat dapat dikurangi.

2.3 Teknik Operasi


o Pra Operasi
Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu
(dibersihkan dari debu), kemudian disterilisasi dengan radiasi atau
dengan desinfektan (alcohol 70%).
Preparasi alat
a. Sterilisasi alat-alat bedah
Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk
menghilangkan seluruh mikroba yang terdapat pada alat-alat
bedah, agar jaringan yang steril atau pembuluh darah pada pasien
yang akan dibedah tidak terkontaminasi oleh mikroba pathogen.
Peralatan bedah minor yang dipakai dalam operasi antara lain
towel clamp, pinset anatomis dan syrurgis, scalpel dan blade
untuk menyayat kulit, gunting untuk memotong jaringan atau
bagian organ lainnya, arteri clamp untuk menghentikan
perdarahan dan needle holder.

Premedikasi dan anastesi


Premedikasi merupakan suatu tindakan pemberian obat
sebelum pemberian anastesi yang dapat menginduksi jalannya
anastesi. Premedikasi dilakukan beberapa saat sebelum anastesi
dilakukan. Tujuan premedikasi adalah untuk mengurangi rasa takut,
amnesia, induksi anastesi lancar dan mudah mengurangi keadaan
gawat anastesi saat operasi seperti hipersalivasi, bradikardia dan
muntah.
Premidikasi yang digunakan adalah Atropin. Atropin sulfat
dengan dosis 0,04 mg/kg BB secara subkutan selama 15 menit
kemudian dilanjutkan dengan pemberian ketamin dengan dosis 2
mg/kgBB, xylazine dengan dosis 2 mg/kgBB secara intramuskular.
Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berarti tidak dan
Aesthesis yang berarti rasa atau sensasi nyeri. Agar anestasi umum
dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan utamanya adalah
memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi
yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika
yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak menimbulkan efek
samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung,
tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi
otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak
diingini (Gan, 1987).
Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993)
mempunyai sifat-sifat, yaitu:
1. Pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot
yang cukup,
2. Cara pemberian mudah,
3. Mulai kerja obat yang cepat dan
4. Tidak mempunyai efek samping yang merugikan.

Selain itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai
batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
Obat anastesi yang sering digunakan pada hewan antara lain Ketamin dan Xylasin.
Ketamin merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relative
aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistim somatik tetapi
lemah lemah untuk sistim visceral, tidak menyebabkan relaksasi otot lurik bahkan
kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Secara kimiawi, ketamin analog dengan
phencyclidine. Ketamin HCl berwarna putih dan berbentuk bubuk kristal yang
mempunyai titik cair 258-261C. Satu gram ketamin dilarutkan dalam 5 ml aquades
dan 14 ml alkohol. Ketamin yang digunakan sebagai agen anestesi untuk injeksi
dipasaran biasanya mempunyai pH antara 3,5-5,5.

Ketamin HCl bekerja dengan memutus syaraf asosiasi serta korteks otak dan
thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit dipengaruhi.
Ketamin HCl merupakan analgesia yang tidak menyebabkan depresi dan hipnotika
pada syaraf pusat tetapi berperan sebagai kataleptika. Setelah pemberian ketamin,
refleks mulut dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka. Ketamin dapat dipakai
oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin bersama xylazine dapat dipakai untuk
anastesi pada kucing. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anastetik yang
bagus. Dosis pada kucing 10-30 mg/kg secara intra muskuler, mula kerja obat 1-5
menit, lama kerja obat 30-40 jam dan recoverinya 100-150 menit. Menurut Kumar
(1997) dosis ketamin pada anjing dan kucing ialah 10-20 mg/kg diberikan secara intra
muskuler.
o Operasi
Setelah teranestesi, hewan diletakkan dimeja operasi dengan posisi rebah
dorsal dan untuk mempertahankan posisi tersebut keempat kaki di fiksasi pada
meja operasi. Daerah operasi diolesi antiseptik secara sirkuler dari bagian central
kearah perifer. Hewan dipasangi duk difiksasi dengan menggunakan duk clamp.
Operasi dilakukan (Aulia,2004).

Metode Tertutup (Bone, 2013).


Hewan dianastesi umum.

Pasangkan drape pada bagian yang akan dinsisi.

Dilakukan insisi pada skrotum. Lakukan dengan hati-hati sampai pada


lapisan tunica dartos.
Dilakukan preparasi tumpul pada bagian skrotum sehingga testis
terlihat.

Testis ditarik keluar dari skrotum.

Dipasang klem pada bagian spermatic cord


Dilakukan pengikatan dengan menggunakan tali pada bagian
proksimal dari pemasangan klem.

Dilakukan insisi pada spermatic cord.

Dimasukkan kedalam skrotum spermatic cord yang telah diinsisi.


Ulangi semua prosedur diatas (langkah 1-9) pada testis yang lain.
Terakhir, dilakukan penjahitan pada skrotum tipe simple interrupted

Metode Kastrasi Terbuka (Bone, 2013).


Dilakukan insisi pada skrotum, insisi dilakukan sampai laisan
tunica dartos.

Testis dikuakkan dari skrotum

Dilakukan insisi sampai lapisan tunica vaginalis


Testis ditarik keluar dari skrotum

Pada bagian spermaticord di klem dengan menggunakan arteri


klem

Dilakukan pemotongan pada spermaticord yang sebelumnya sudah


di klem
Diligasi spermaticord pada bagian proksimal pada lokasi pemasangan klem

Dilakukan penjahitan pada scrootum dengan metode simple interuted engan


benang silk

o Perawatan Post Operasi


Perawatan post operasi meliputi pemberian nutrisi yang cukup, obat-
obatan untuk membantu proses persembuhan luka, dan obat-obat untuk mencegah
munculnya infeksi sekunder seperti antibiotic. Selain itu kebersihan terhadap
hewan harus tetap dijaga, menginngat luka operasi sangat mudah untuk dimasuki
oleh agen infeksi. Perawatan post operasi dilakukan selama 14 hari untuk dapat
maximal sampai proses penutupan luka secara sempurna.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan pada praktikum kastrasi ini adalah meja operasi,
spuit, pisau cukur, scalpel, arteri klem, gunting ujung bengkok, spuit, alis forcep,
needle, drapping, stetoskop, duk klem, needle holder, pinset anatomis, pinset sirurgis,
gunting tumpul-tumpul, dan gunting tajam-tajam.
Dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum kastrasi ini adalah kucing jantan
dengan berat badan 3,1 kg, Atropin Sulfat, Ketamin, Xylazine, Asam Tolfenamic,
Nebazetin, Amoxicilin, Betadine, Benang silk, Benang Chromic Catgut, dan Tampon
steril.

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Pre Operasi

3.2.1.1 Pemeriksaan hewan


Kucing

- Ditimbang berat badan kucing

- Diukur temperatur tubuh

- Dihitung pulsus per menit

- Dihitung respirasi per menit

- Diamati warna membran

- Diamati warna dan konsistensi feses

- Diamati hidrasinya
- Diamati sistem integumentary, otic, optalmic, musculoskeletal,
nervus, cardiovaskular, respiration, digesty, lympatic,
reproduction dan urinaria

- Diamati tanda khusus pada kucing

- Dicatat hasil pemeriksaan pada form pemeriksaan hewan

Hasil
3.2.1.2 Sterilisasi alat dan bahan

Alat dan bahan


- Dibedakan peralatan tajam dan tidak tajam

- Dibungkus peralatan yang tidak tajam pada kertas

- Dibungkus tampon kotak dan tampon bulat

- Dibungkus duk dengan posisi lipatan yang benar

- Disterilisasi alat dan bahan yang telah dibungkus pada oven


dengan selama 30 menit

- Disterilisasi alat yang tajam pada campuran laurtan iodine dan


alkohol 70%

- Dimasukkan juga alat yang tidak tajam yang telah disterilisasi


kedalam campuran larutan iodine dan alkohol 70%

Hasil
3.2.1.3 Premedikasi dan Anestesi

Atropin, xylazine,
Ketamine selama 6 12 jam (tidak diberi makan) dan 2 6
- Dipuasakan
jam (tidak diberi minum) sebelum kastrasi

- Dilakukan pemeriksaan pulsus dan suhu hewan coba, dan


lakukan secara berulang setiap 15 menit sekali

- Dilakukan penghitungan dosis atropin sulfat untuk premedikasi


dan ketamin serta xylazine sebagai anastesi serta obat lainnya
(amoxicillin dan tolfenamic acid)

- Dilakukan premedikasi atropine 10 menit sebelum operasi


diberikan secara subcutan

- Diberikan anastethikum xylazine dan ketamine setelah 10 menit


dari pemberian atropine dengan rute pemberian intramuscular
campuran xylazine dan ketamine

- Dilakukan restrain dengan cara mengikat keempat kaki hewan


coba menggunakan tali dan dikeluarkan lidah hewan coba dan
mulut ditutup (tidak rapat) dengan kapas atau kasa

- Dilakukan pencukuran di bagian abdomen yang akan dibedah,


kemudian didesinfektan menggunakan alcohol dan iodine

Hasil
3.2.2 Operasi

Kucing
- Dipasang duk pada daerah yang akan dilakukan pembedahan

- Dipasang towel klem

- Dilakukan operasi setelah hewan coba teranastesi, dimulai dari


melakukan penyayatan pada bagian median scrotum

- Dilakukan penyayatan pada tunika dartos kemudia sampai


tunika vaginalis

- Testis ditrik keluar hingga terlihat spermatic cord

- Spermatic core di klem dengan arteri klem kemudian dilakukan


ligase di bagian bawah klem

- Dilakukan pemotongan diatas arteri klem

- Dilakukan pada testis yang lainya

- Setelah selesi rongga skortum dibilas dengan NaCl fisiologis


dan di beri Amoxixilin

- Dilakukan penjahitan menggunakan metode simple interrupted

- Diberi povidon iodine dan antibiotic tabor (nebazetin)

- Ditunggu hingga hewan coba sadar pada kandang penghangat

Hasil
3.2.3 Post operasi

Kucing

- Disuntikkan toflen, Biotin dan hematopan apabila kucing telah


sadar

- Diamati suhu dan pulsus hewan coba setiap 15 menit hingga


nilai dari suhu dan pulsus dianggap normal

- Diberikan amoxicilin secara peroral sehari dua kali

- Disuntikkan tolfenamic secara sub kutan selang waktu dua hari

- Dilepas jahitan apabila luka sudah kering

Hasil
BAB IV

HASIL

4.1 Signalement

Nama : Dadang
Jenis Hewan : Kucing
Kelamin : Jantan
Ras/Breed : Domestik
Warna bulu/kulit : Coklat putih
Umur : 2 tahun
Berat badan : 3,1 Kg
Tanda khusus : Terdapat belang-belang pada ekor

4.2 Pemeriksaan hewan

Pemeriksaan Hewan
Hospital Name : CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY

Address : JL. MT. HARYONO

City : MALANG

Tanggal : 5 Oktober 2016


0
Temp: 39,3 C

Pulse: 144 Respirasi: 32

Membrane color: pink CRT: <2

Hydration: - Body Weight: 3,1 kg

Color and consistency of feces: normal

Body condition : Underweight Overweight Normal


4.3 System Riview

System Review

a. Integumentary b. Otic c. Optalmic d. Muscoloskeletal


Normal Normal Normal Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal
e. Nervus f. Cardiovaskuler g. Respiration h. Digesty
Normal Normal Normal Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal
i. Lympatic j. Reproduction k. Urinaria
Normal Normal Normal
Abnormal Abnormal Abnormal

Deskripsi Abnormal: -

Vaksinasi Ya Tidak

ctt:

Disease Record: -

4.4 Form Operasi Laparatomi

FORM OPERASI
KASTRASI

Nama Pemilik : LGBT Temp : 39,3


Alamat : jln Kenangan Membrane mucosa : pink/rose
Nama : Dadang CRT : <2
Jenis Kelamin : Jantan Pulsus (minute) : 144
Jenis Hewan : Kucing Respirasi : 32
Ras/ Brees : Domestik Hydration : Normal
KONTROL ANASTESI
DOSIS Volume
KOSENTRASI
Obat Golongan Obat (mg/Kg Obat Rute Waktu
(mg/ml)
BB) (ml)
ANTIBIOTIK
Amoxicillin
(PRE OPERASI)
20 200 0,31 IM 13.28
Atropin
PREMEDIKASI 0,04 0,25 0,496 SC 14.01
Sulfat
Ketamine ANASTHESI 10 100 0,31 IM 14.15
Xylazine ANASTHESI 2 20 0,31 IM 14.15
ANTIBIOTIK
Amoxicillin-
LA
(POST 20 150 0,413 SC 15.00
OPERASI)
Hematopen MULTIVITAMIN 0,05 - 0,155 SC 15.10
Biodin MULTIITAMIN 0,05 - 0,155 IM 15.10
Tolfen ANALGESIK 0,31 SC 16.00

KONTROL PEMERIKSAAN

Menit 0 15 30 45 60 75 90 105 120


Pulsus(/menit) 104 102 104 84 120 92 120 128 108
Temp(0C) 38,4 38,2 38,4 37,9 38 37,6 36,8 36,7 35,5
Respirasi 20 24 24 20 20 20 20 20 20

Menit 135 150 165 180 195 210 225 240 255
Pulsus(/menit) 116 98 100 100 100 105 116 120 116
Temp(0C) 35,1 34,3 34,4 35 35,3 36 36,9 37,1 37,5
Respirasi 20 20 20 20 28 28 32 28 28

Mulai Operasi : 14.30

Selesai Operasi : 15.07

Mulai Anastesi : 14.20

4.5 Perhitungan Dosis

Berat Hewan : 3,1 kg

A. Atropin : 0,04 mg/kgBB x 3,1 = 0,496 ml

0,25
B. Amoxicilin (Pre Operasi) : 20mg/kgBB x 3,1 = 0,31 ml

200

C. Ketamine : 10 mg/kgBB x 3,1 = 0,31 ml

100

D. Xylazine : 2 mg/kgBB x 3,1 = 0,31 ml

20

E. Amoxicilin (Post Operasi) : 20mg/kgBB x 3,1 = 0,413 ml

150

F. Tolfen : 4mg/kgBB x 3,1 = 0,31 ml

40

G. Hematopen : 0,05mg/kgBB x 3,1 = 0,155 ml

H. Biodin : 0,05mg/kgBB x 3,1 = 0,155 ml

4.6 Hasil post/pasca operasi

FORM MONITORING
PASCA OPERASI

Nama Hewan : Dadang Nama Pemilik : LGBT


Jenis Hewan : Kucing Alamat : jln Kenangan
Ras/Breed : Domestik No telp : (0356) 320152
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Jantan
Tanggal Pemeriksaan Terapi
13/10/2016 Suhu : 37,5 oC Appetice :-+++ T/
(Pagi) Pulsus : 100 +
CRT : <2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
13/10/2016 Suhu : 37 oC Appetice :-+++ T/
(Sore) Pulsus : 116 +
CRT : <2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
14/10/2016 Suhu : 37,7 oC Appetice :-+++ T/ Tolfenamic
(Pagi) Pulsus : 120 + (0,31)
CRT : <2 Defekasi :-+++ Amoxicillin(0,41)
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
14/10/2016 Suhu : 38 oC Appetice :-+++ T/
(Sore) Pulsus : 124 +
CRT : <2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
15/10/2016 Suhu : 37,9oC Appetice :-+++ T/
(Pagi) Pulsus : 128 +
CRT : <2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
15/10/2016 Suhu : 37,6oC Appetice :-+++ T/
(Sore) Pulsus : 130 +
-
CRT : <2 Defekasi :-+++
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
16/10/2016 Suhu : 38,1oC Appetice :-+++ T/ Tolfenamic
(Pagi) Pulsus : 135 + (0,31)
CRT : <2 Defekasi :-+++ Amoxicillin(0,41)
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
16/10/2016 Suhu : 38,5oC Appetice :-+++ T/
(Sore) Pulsus : 130 +
CRT : <2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
17/10/2016 Suhu : 38,3oC Appetice :-+++ T/
(Pagi) Pulsus :130 +
CRT :<2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
17/10/2016 Suhu : 38oC Appetice :-+++ T/
(Sore) Pulsus :135 +
CRT :<2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
18/10/2016 Suhu : 38,5oC Appetice :-+++ T/ Tolfenamic
(Pagi) Pulsus :136 + (0,31)
CRT :<2 Defekasi :-+++ Amoxicillin(0,41)
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
18/10/2016 Suhu : 38,8oC Appetice :-+++ T/
(Sore) Pulsus :138 + -
CRT :<2 Defekasi :-+++
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
19/10/2016 Suhu : 38,5oC Appetice :-+++ T/
(pagi) Pulsus :132 +
CRT :<2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
19/10/2016 Suhu : 38,7oC Appetice :-+++ T/
(sore) Pulsus :130 +
CRT :<2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
20/10/2016 Suhu : 38,8 oC Appetice :-+++ T/
(pagi) Pulsus : 130 +
CRT : <2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
o
20/10/2016 Suhu : 38,9 C Appetice :-+++ T/
(sore) Pulsus : 136 +
CRT : <2 Defekasi :-+++ -
+
Urinasi :-+++
+
SL :-+++
+
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisa prosedur


5.1.1 Pre operasi
Dalam melakukan kastrasi harus dilakukan pemeriksaan hewan
terlebih dahulu. Kucing ditimbang berat badannya untuk mengetahui dosis
pemberian obat yang tepat. Diuukur temperatur, pulsus, respirasi untuk
mengetahui keadaan kucing sebelum di operasi. Diamati warna membran,
warna dan konsentrasi feses, untuk memastikan hewan dalm keadaan sehat.
Diamati hidratyion, sistem integumentary, otic, optalmic, musculoskeletal,
nervus, cardiovaskular, respiration, digesty, lympatic, reproduction dan
urinaria.
Setelah dilakukan pemeriksaan hewan, hal yang harus dilakukan
yaitu sterilisasi alat dan bahan. Pada sterilisasi alat bedah bertujuan untuk
menghilangkan mikroba yang ada pada alat-alat bedah yang akan
digunakan nanti. Dibedakan peralatan yang tajam dan tidak tajam karena
pada sterilisasi menggunakan oven benda tajam justru akan menjadi tumpul
sehingga benda tajam tidak cocok jika disterilisasi menggunakan oven.
Dibungkus peralatan yang tidak tajam pada kertas, dibungkus tampon
kotak dan tampon bulat pada kertas, dibungkus duk dengan posisi lipatan
yang benar agar ketika mengambil duk, duk tetap dalam keadaan steril,
setelah itu disterilkan alat dan bahan yang telah dibungkus pada oven
selama 15 menit. Alat yang tidak tajam disterilkan pada campuran larutan
odine dan alkohol 70%. Dimasukkan juga alat yang tidak tajam yang telah
disterilisasi kedalam campuran larutan iodine dan alkohol 70 %.
Penggunaan iodine dan alkohol berguna untuk menjaga sterilitas dari alat-
alat yang digunakan. Hal ini dikarenakan iodine dan alkohol mempunyai
sifat-sifat yang dapat digunakan sebagai sterilisasi alat. Pada iodine,
iodine merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air
dalam skala kecil. Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk
mendesinfeksi 1 liter air jernih. Salah satu senyawa iodine yang sering
digunakan sebagai disinfektan adalah iodofor. Sifatnya stabil, memiliki
waktu simpan yang cukup panjang, aktif mematikan hampir semua sel
bakteri, namun tidak aktif mematikan spora, nonkorosif, dan mudah
terdispersi (Suriadi, 2007).
Hewan coba dipuasakan selama 6 12 jam (tidak diberi makan)
dan 2 6 jam (tidak diberi minum) sebelum operasi suapaya ketika
diberikan anestesi kucing tidak mengalami muntah yang juga dapat
menyebabkan obstruksi saluran pernapasan sehingga mengganggu
kelancaran operasi. Dilakukan pemeriksaan pulsus dan suhu hewan coba,
dan lakukan secara berulang setiap 15 menit sekali dengan tujuan
mengamati kondisi hewan coba selama operasi. Dilakukan premedikasi
atropine 10 menit sebelum operasi diberikan secara subcutan. Diberikan
anastethikum xylazine dan ketamine setelah 10 menit dari pemberian
atropine dengan rute pemberian intramuscular campuran xylazine dan
ketamine. Dilakukan restrain dengan cara mengikat keempat kaki hewan
coba menggunakan tali dan dikeluarkan lidah hewan coba dan mulut
ditutup (tidak rapat) dengan kapas atau kasa supaya ketika hewan sadar
secara tiba-tiba masih tetap dikendalikan. Dilakukan pencukuran di bagian
skrotum yang akan dibedah, kemudian didesinfektan menggunakan alcohol
dan iodine agar tetap dalam kondisi aseptis.

5.1.2 Operasi

Setelah semuanya telah siap, kucing diberikan duk disekitar bagian


scrotum dengan scrotum tidak tertutup duk. Metode kastrasi yang digunakan
adalah tipe kastrasi terbuka yakni Tunica vaginalis communis ikut disayat,
testis diikat kemudian dipotong dan dilepaskan dari ligament
penggantungnya(Komang et al, 2011). Pelaksanaan Operasi dimulai pada
pukul 14.15 WIB. Berikut operasi yang dilakukan:
1. Bagian scrotum di tekan dengan tangan sampai terlihat batas tengah
antara kedua testis. Batas tersebut diinsisi dengan menggunakan blade.
Panjang sayatan disesuaikan dengan ukuran testis.
2. Selanjutnya bagian tunica vaginalis comunis dari salah satu testis ikut
disayat sampai testis menyembul keluar dengan menekan bagian testis.
Pada saat menyayat tunica vaginalis comunis, terjadi pendarahan akibat
pembuluh darah kecil tidak sengaja ikut terinsisi. Sehingga saat proses
penyayatan, praktikan sedikit terganggu karena pembuluh darah yang
tersayat mengeluarkan darah terus menerus.
3. Setelah testis menyembul keluar, testis ditarik sampai terlihat spermatic
cord (duktus deferens dan pembuluh darah). Kemudian dilakukan ligasi
menggunakan arteri clamp pada masing-masing duktus deferens dan
pembuluh darah. Lalu diligasi dengan arteri clamp, masing-masing duktus
deferens dan pembuluh darah diligasi menggunakan catgut chromic 3-0
diantara arteri clamp dan testis sampai benar-benar terligasi secara kuat,
hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi perdarahan saat pemotongan
testis. Setelah masing-masing diligasi., pembuluh darah dan duktus
deferens diligasi menjadi satu menggunakan catgut chromic 3-0 agar
benar-benar terikat kuat.
4. Sesudah dilakukannya ligasi, testis dipotong menggunakan gunting tajam-
tajam, pemotongan dilakukan di antara testis dan ligasi.
5. Untuk testis berikutnya juga dilakukan dengan metode yang sama dengan
testis sebelumnya. Untuk testis berikutnya, pada saat penyayatan tunica
vaginalis comunis terjadi pendarahan kembali. Setelah kedua testis
terambil, disemprotkan dengan menggunakan spuit yang berisi NaCl
fisiologis untuk mencuci bagian dlam agar tetap bersih kemudian di beri
amoxilin merupakan antibiotik, berfungsi untuk mencegah adanyak
kontaminasi bakteri yang dapat menghambat proses penyembuhan.
6. Kedua testis telah dipotong, selanjutnya dilakukan penjahitan pada kulit
bagian luar yang diinsisi (scrotum) menggunakan silk 3-0 dengan jahitan
terputus sederhana sebanyak 5 jahitan. Pada saat proses penjahitan, pasien
mulai sedikit sadar, sehingga operator mengalami kesulitan. Ditambah
dengan kulit scrotum yang tebal sehingga sangat susah untuk
menjahitnya.
7. Setelah selesai menjahit, luka diolesi dengan betadine agar luka cepat
menutup dan cepat kering. Dan diinjeksi Aoxicilin Long acting 0,41 ml
dan tolfen 0,31 ml secara intramuscular untuk mengurangi rasa sakit
(analgesik) setelah hewan sadar serta diberikan Hematopan 0,55 ml
secara subcutan dan biodin 0,55 ml secara intramuskular. Operasi selesai
dilakukan pada pukul 14.40 WIB.

5.1.3 Post Operasi

Pada saat perawatan di rumah, setelah operasi pasien


ditempatkan pada kandang yang bersih dan kering dengan lampu penghangat
di dalamnya. Luka operasi secara rutin dikontrol kebersihannya dan
kesembuhannya. Terapi yang diberikan selama 7 hari berturut-turut adalah
setiap dua hari sekali diberikan Amoxilin long acting dengan dosis 0,413 ml
dan diberikan tolfen sebanyak 0,31 ml secara subcutan sebagai analgesic.
Pada awal setelah operasi, malamnya pasien tidak ,mau makan, tetapi
besok paginya pasien mau makan. Pada hari selanjutnya, pasien sudah mulai
menunjukkan keadaan yang normal. Kondisi luka sudah terlihat baik pada
hari ke 5 kemudian pada tanggal 19 Oktober 2016 dilakukan pelepasan jahitan
di Klinik Hewan Universitas Brawijaya.
5.2 Analisa hasil

5.2.1 Obat Yang Digunakan


a. Atropin
Atropin merupakan salah satu jenis premedikasi yang memiliki
afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik serta terikat secara
kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya pada
reseptor muskarinik. Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar 4
jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata, maka kerjanya bahkan
sampai berhari-hari. Kerja atropin pada beberapa fisiologis tubuh, yaitu
menghambat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingga
menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi tidak bereaksi
terhadap cahaya dan siklopegia (ketidakmampuan memfokus untuk
penglihatan dekat). Pada gastrointestinal, atropin digunakan sebagai
obat anti spasmodik untuk mengurangi aktivitas saluran cerna, sebab
atropin adalah salah satu obat yang memiliki sifat kuat dalam
menghambat saluran cerna. Berefek pula pada kandung kemih dengan
mengurangi keadaan hipermotilitas kandung kemih. Atropin dapat
menghambat kerja kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan
pada lapisan mukosa mulut (serostomia). Kelenjar saliva sangat peka
terhadap atropin, bahkan kelenjar keringat dan air mata juga dapat
terganggu. Atropin sulfat sebagai premedikasi diberikan pada kisaran
dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang diberikan baik secara subkutan, intravena
maupun intra muskuler.
Farmakokinetik dari atropin yaitu atropin mudah diserap,
sebagian dimetabolisme di dalam hepar, dan dibuang dari tubuh
terutama melalui air seni. Adapun efek samping dari atropin tergantung
dari dosis, atropin juga dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan
mengabur, takikardia, dan konstipasi. Efeknya terhadap sistem saraf
pusat termasuk rasa capek, bingung, dan delirium (ketidakmampuan
membedakan kondisi yang nyata dan halusinasi) yang dapat berlanjut
menjadi depresi dan penyumbatan pada sistem pernapasan bahkan
kematian. Atropin ini juga dapat menghambat bradikardia yang dapat
ditimbulkan oleh obat kolinergik dan tidak mempengaruhi pembuluh
darah maupun tekanan darah secara langsung, tetapi dapat menghambat
vasodilatasi oleh asetilkolin atau ester kolin yang lain. Pada dosis yang
kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat dan pada
dosis toksik memperlihatkan depresi setelah melampaui fase eksitasi
yang berlebihan (Syarif , 2011).

b. Ketamine
Ketamin adalah anestesi umum non barbiturat yang bekerja cepat
dan termasuk dalam golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus
kimia 2-(0- chlorophenil) 2 (methylamino) cyclohexanone
hydrochloride. Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat akan tetapi
memberikan efek hipnotik yang ringan. Ketamin merupakan zat
anestesi dengan efek satu arah yang berarti efek analgesinya akan hilang
bila obat itu telah didetoksikasi/diekskresi, dengan demikian pemakaian
lama harus dihindarkan. Anestetik ini adalah suatu derivat dari
phencyclidine suatu obat anti psikosa. Pemberian ketamin dapat
diberikan dengan mudah pada penderita secara intramuskuler. Obat ini
menimbulkan efek analgesia yang sangat baik dan dapat dikatakan
sempurna dengan hanya diikuti tidur yang superfisial. Hal ini dapat
dilihat pada penderita yang diberikan ketamin sering menunjukkan
gerakanspontan dari ekstrimitasnya walaupun pelaksanaan operasi telah
dilakukan. Keadaan ini disebabkan titik tangkap kerjanya pada daerah
kortek dari otak dibanding dengan obat anestesi lainnya yang titik
tangkap kerjanya adalah reticular actifiting system dari otak. Dosis
ketamin pada kucing yaitu 10-30 mg/kg secara intra muskuler. Ketamin
menyebabkan pasien dalam kondisi tidak sadar dalam durasi yang cepat
namun mata masih tetap terbuka tetapi tidak memberikan respon
rangsangan dari luar. Selain itu ketamin juga memiliki efek anestetikum
yang dapat menekan hipotalamus sehingga menyebabkan penurunan
temperatur tubuh (Plumb, 2005).
Sifat-sifat ketamin, yaitu larutan tidak berwarna, stabil pada suhu
kamar, dan suasana asam (pH 3,5 5,5). Adapun farmakokinetik dari
ketamin adalah sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan
dihidrolisis dalam hati, kemudian dieksresi terutama dalam bentuk
metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh. Ketamin dengan pemberian
tunggal bukan anestetik yang bagus, karena obat ini tidak merelaksasi
muskulus bahkan kadang-kadang tonus sedikit meningkat. Efek puncak
pada hewan umumnya tercapai dalam waktu 6-8 menit dan anestesi
berlangsung selama 30-40 menit, sedang untuk pemulihan
membutuhkan waktu sekitar 5-8 jam.
Ketamin merupakan salah satu jenis anesthesi yang sering
digunakan pada kucing untuk beberapa jenis operasi. Adapun dosis
ketamin untuk kucing adalah 10-30 mg/KgBB dan 10-15 mg/kgBB
(Napier and Napier, 2009). Efek ketamin dapat merangsang simpatetik
pusat yang akhirnya menyebabkan peningkatan kadar katekolamin
dalam plasma dan meningkatkan aliran darah. Karena itu ketamin
digunakan bila depresi sirkulasi tidak dikehendaki. Sebaliknya, efek-
efek ini meringankan penggunaan ketamin pada penderita hipertensi
atau stroke. Kelemahan dari anastetika ini menyebabkan terjadinya
depresi pernafasan dan tidak memberikan pengaruh relaksasi pada
muskulus, yang karenanya sering dikombinasikan dengan obat yang
mempunyai pengaruh terhadap relaksasi muskulus (Syarif, 2011).

c. Xylazine
Xylazin HCl merupakan senyawa sedatif golongan 2 adrenergik
agonis yang bekerja dengan cara mengaktifkan central 2
adrenoreceptor. Xylazin memiliki rumus kimia 2-(2,6-xylodino)5,6-
dihydro-4H-1,3- thiazin hydrochloride. Xylazin menyebabkan
penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi kemudian
pada dosis yang lebih tinggi digunakan untuk hipnotis, sehingga
akhirnya hewan menjadi tidak sadar dan teranestesi. Di dalam anestesi
hewan, xylazin biasanya paling sering digunakan dengan kombinasi
ketamin. Obat ini bekerja pada reseptor presinapsis dan pos-sinapsis dari
sistem saraf pusat dan perifer sebagai agonis adrenergik. Xylazin
menimbulkan efek relaksasi muskulus centralis. Selain itu, xylazin juga
mempunyai efek analgesi. Xylazin menimbulkan kondisi tidur yang
ringan bahkan sampai kondisi narkosis yang dalam, tergantung dari
dosis untuk masing- masing spesies hewan. Reseptor 2 adrenoreceptor
agonis mengerahkan efek penghambatan pada fungsi sistem saraf pusat
melalui penghambatan pelepasanneurotransmiter dari saraf simpatis. Hal
ini menyebabkan aktivitas saraf simpatis menurun sehingga menurunkan
tingkat kewaspadaan, menurunkan frekuensi denyut jantung dan tekanan
darah. Reseptor 2 adrenoreceptor ditemukan di otot polos pembuluh
darah arteri organ dan vena abdomen. Ketika 2 adrenoreceptor
diaktifkan dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, selain itu 2
adrenoceptor dijumpai juga pada sistem kardiovaskular, respirasi,
gastrointestinal, sistem saraf pusat, ginjal, sistem endokrin dan trombosit
(Munaf, 2008).
Obat ini banyak digunakan dalam subtansi kedokteran hewan
dan sering digunakan sebagai obat penenang (sedasi), nyeri (analgesik)
dan relaksasi otot rangka (relaksan otot). Pemberian xylazin sebagai
preanestesi dapat memperpanjang durasi analgesi, mengurangi dosis
anestesi dan memperpendek masa pemulihan. Pada kucing penggunaan
kombinasi ketamin-xylazin menyebabkan perlambatan absorpsi ketamin
sehingga eliminasi ketamin lebih lama, hal ini menyebabkan durasi
anestesi lebih panjang. Pada kucing range dosis xylazin yang sering
digunakan yaitu 1,0-2,0 mg/kg BB secara intra muskuler dan 1-2 mg/kg
BB. Xylazin dapat menyebabkan gejala bradikardia, arythmia,
peningkatan tekanan sistem saraf pusat, pengurangan sistem sistolik,
depresi respirasi (pengurangan frekuensi respirasi dan volume respirasi
per menit) serta hipertensi yang diikuti dengan hipotensi. Xylazin
memiliki efek farmakologis yang sebagian besar terdiri dari penurunan
cardiac output, sehingga terjadi penurunan frekuensi setelah kenaikan di
awal injeksi pada tekanan darah kemudian dalam perjalanan dapat
menyebabkan efek vasodilatasi pada tekanan darah yang juga dapat
menyebabkan bradikardia, vomit, tremor, motilitas menurun tetapi
kontraksi uterus meningkat pada betina, bahkan dapat mempengaruhi
keseimbangan hormonal seperti menghambat produksi insulin dan
antidiuretic hormon (ADH). Xylazin juga menghambat efek stimulasi
saraf postganglion. Pengaruh xylazin dapat dihambat dengan
menggunakan antagonis reseptor adrenergik seperti atipamezole,
yohimbine dan tolazoline (Kusumawati, 2011).
Kontraindikasi dari xylazin adalah tidak boleh digunakan pada
hewan yang memiliki hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Xylazin
dapat diberikan secara intravena, intramuskular, dan subkutan. Pada
ruminansia, xylazin dapat menyebabkan peningkatan sekresi saliva,
meningkatkan risiko pneumonia aspirasi (pernafasan), tetapi dapat
dihambat oleh kerja dari atropin (Kusumawati, 2011). Efek xylazin pada
fungsi respirasi biasanya tidak berarti secara klinis, tetapi pada dosis
yang tinggi dapat mendepres respirasi sehingga terjadi penurunan
volume tidal dan respirasi rata-rata. Perubahan yang cukup jelas terlihat
pada fungsi kardiovaskular. Awalnya segera setelah injeksi, tekanan
darah akan meningkat, kemudian diikuti dengan konstriksi pembuluh
darah kapiler. Sebagai reflek normal terhadap peningkatan tekanan
darah dan pemblokiran saraf simpatis, frekuensi denyut jantung akan
menurun sehingga menimbulkan bradikardi dan tekanan darah menurun
mencapai level normal atau subnormal. Xylazin tidak dianjurkan pada
hewan yang memiliki penyakit jantung, darah rendah, dan penyakit
ginjal (Munaf, 2008).

d. Amoxicillin
Amoxicillin merupakan antibiotic golongan penicillin.
Penggunaannya sangat luas, mulai dari untuk obati infeksi kulit, gigi,
telinga, saluran nafas dan saluran kemih. Indikasi dari obat ini adalah
infeksi saluran kemih, otitis, sinusitis, bronchitis kronis, salmonellosis
invasive, gonore. Interaksi obat amoxicillin yaitu obat ini berdifusi baik
dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak
kurang baik kecuali pada selaput otak yang mengalami infeksi.
Kontraindikasi dari obat ini adalah hipersensitivitas terhadapa penicillin.
Dan biasanya setelah pemberian amoxicillin, pasien akan mengalami
alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, diare
pada pemberian per-oral (Syarif, 2011).

e. Tolfen
Obat ini biasanya digunakan sebagai antiradang, anaphylactic,
rheumatoid dan arthritis. Obat ini tidak boleh digunakan untuk hewan
dengan trimester pertama. Dan pada hewan coba pemberian obat ini 2
hari sekali. Mekanisme utama obat golongan NSAIDs adalah
menghambat enzim COX dan menurunkan produksi prostaglandin di
seluruh tubuh, sehingga proses radang, nyeri, dan demam berkurang.
Namun sayangnya, prostandin yang berperan melindungi lambung dan
pembekuan darah pun menurun sehingga penggunaan NSAIDs dapat
mengakibatkan luka atau ulkus di lambung disamping gangguan
pembekuan darah (Syarif, 2011).
Berdasarkan hal ini, maka para ahli membuat obat NSAIDs yang
hanya menghambat enzim COX-2 saja (karena enzim COX-1 memiliki
peranan positif dalam tubuh). Obat ini dinamakan COX-2 inhibitor.
Sebelum obat ini ditemukan, obat golongan NSAIDs mengakibatkan
ulkus lambung. Dengan ditemukannya obat ini, diharapkan peradangan
dan rasa nyeri dapat dikurangi tanpa mengakibatkan ulkus lambung atau
gangguan pembekuan darah. Namun memang tidak ada obat yang
sempurna. Obat NSAIDs COX-2 inhibitor ini ternyata mengkibatkan
efek samping buruk bagi jantung sehingga ada beberapa golongan yang
ditarik dari pasaran. Penggunaan obat COX-s inhibitor hanya terbatas
pada pasien yang memiliki risiko tinggi terbentuknya ulkus lambung,
dan tidak digunakan pada pasien yang memiliki penyakit jantung
(Syarif, 2011).

f. Biodin (Vitamin B12)

Biodin merupakan larutan injeksi steril yang setiap 100 ml


mengandung(Dana,G.,et al.2008 ):

ATP 0.100 g

Mg aspartate1.500 g

K aspartate1.000 g

Na. Selenite 0.100 g

Vitamin B 12 0.050 g

Excipient qs 100 ml

Masing-masing kandungan memiliki fungsi masing-masing. ATP


berguna dalam membebaskan energi pada waktu peruraiannya dan
memungkinkan pembentukan phosphoric acid ester yang dapat dassimilasi.
Aspartate terutama mengambil bagian dalam rantai sementara (dikenal dengan
nama rantai martius) yang mengambil fungsi dari siklus krebs apabila
terganggu. Vitamin B 12 penting untuk pembentukan sel darah merah.
Campuran dari berbagai kelompok faktor tersebut di atas ini dalam
perbandingan yang baik memungkinkan rekonstitusi dari cadangan energi dan
berlangsungnya proses metabolisme yang baik.

Ada 2 reaksi enzim penting yang memerlukan Viamin B12. Pada satu
reaksi, deoksiadenosilkobalamin merupakan kofaktor yang diperlukan dalam
konversi metilmalonin-KoA menjadi suksinil KoA oleh enzim metilmalonil-
Koa mutase. Pada defisiensi vitamin B12, tidak terjadi konversi ini dan
substratnya, metilmalonil-KoA, akan tertimbun. Akibatnya, akan disintesis
asam lemak yang tidak aberan dan bergabung ke dalam membran sel. Dianggap
bahwa penggabungan asam lemak yang non fisiologik seperti itu ke dalam
membran sel susunan saraf pusat bertanggung jawab atas manifestasi
neurologik Vitamin B12.

Reaksi enzim lain yang memerlukan vitamin B12 adalah konversi 5-CH3-
H4folat dan homosistein menjadi H4 folat dan metionin oleh enzim 5-CH3-H4
folat homosistein metilransferase. Pada reaksi ini, kobalamin dan
metilkobalamin mengalami interkonversi serta vitamin tersebut dapat dianggap
sebagai katalisator sejati. Bila timbul defisiensi vitamin B12, maka tidak timbul
konversi folat makanan utama dan cadangan, 5-CH3-H4folat.Sebagai
akibatnya, 5-CH3-H4 folat tertimbun dan akan timbul defisiensi kofaktor folat
yang diperlukan unuk sintesis DNA. Timbunan folat tubuh sebagai 5-CH3-
H4folat dan ketidakmampuan yang berkaitan untuk membentuk kofaktor folat
pada keadaan defisiensi vitamin B12 dinamai sebagai perangkap meilfolat.
Ini merupakan tahapan biokimia, tempat metabolisme vitamin B12 dan asam
folat berhubungan dan dapat menerangkan mengapa anemia megaloblastik
defisiensi vitamin B12 ( tetapi bukan kelainan neurologiknya) dapat dikoreksi
sebagian oleh asam folat.

Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK.


Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam seelah suntikan IM.
Hidroksokobalamin dan koenzim B12 lebih lambat diabsorpsi, agaknya karena
ikatannya yang lebih kuat dengan protein. Absorbsi peroral berlangsung lambat
di ileum, kadar puncak dicapai 8-12 jam setelah pemberian 3 ug. Absorpsi ini
berlangsung dengan dua mekanisme, yaitu dengan perantaraan faktor instrinsik
Castle (FIC) dan Absorpsi secara langsung.

Setelah diabsorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan
protein plasma. Sebagian besar terikat pada beta globulin (transkobalamin II),
sisanya terikat pada -glikprotein( transkobalamin I) dan inter alfa-
glikoprotein (transkobalamin III). Vitamin B12 yang terikan pada
transkobalamin II akan diangku ke berbagai jaringan, terutama hati yang
merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90%). Kadar normal
vitamin B12 dalam plasma adalah 200-900 pg/mL dengan simpanan sebanyak
1-10 mg dalam hepar.

g. Hematopan

Hematopan B12 merupakan obat anti animea,juga merupakan campuran yg


menyerupai "Animal Protein Factor", anti toksin, anti infeksi. Campuran ini sangat
diperlukan untuk pertumbuhan hewan muda dan keseimbangan fisiologik hewan
dewasa. Komposisi dari hematopan terdiri dari campuran garam organik,besi,asam
amino,oligo elemen dan vitamin B12. Sifat-sifat fisik, kimiawi dan
farmakodinamik dari vit B12 mudah rusak,tetapi pada hematopan B12 semua
aktifitas faktor B12 ini terlindungi. Kegunaan dari hematopan adalah untuk semua
gangguan hematopoietika, Anemia akibat kekurangan makanan atau akibat infeksi,
Sebagai komplemen pada pengobatan anti piroplasma,Asthenia dan purpura, Pada
proses penyembuhan setelah penyakit menular dan intoksikasi, Untuk
pertumbuhan pada ayam,anak babi dan anak kuda, Diare pada hewan muda dan
Meningkatkan kondisi pada saat bunting dan pada waktu mengalami kelelahan
5.2.2 Stadium Anastesi Yang Digunakan
a. Stadium I, stadium induksi atau stadium eksitasi bebas
Tanda-tanda :
- Hewan masih sadar dan dapat memberontak
- Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus
- Dilatasi pupil
- Terjadi urinasi dan defekasi

b. Stadium II, stadium eksitasi tidak bebas


Tanda-tanda :
- Kesadaran hilang secara tiba-tiba
- Respon reflex terhadap stimulasi berlebihan
- Gerakan anggota gerak kuat sehingga diperlukan restrain yang baik
- Respirasi sangat tidak teratur
c. Stadium III, stadium operasi
Refleks Relaksasi
Plane Respirasi Laring &
Okuler Ekstremitas Rahang Perut
Faring
Reguler, Bola mata Muntah Anggota
thoracoabdominal bergerak- dan gerak
gerak, menelan
reflek absen,
1
palpebral, batuk
(light)
konjungtiva masih ada
, kornea
secara
terdepres
2 Regular, Bola mata Batuk
(medi thoracoabdominal di ventro masih ada
um) , amplitude medial, sampai
menurun kornea (-) pertengaha
n
Regular, Bola mata Batuk Pedal hilang hilang hilang
3 abdominal, kembali di berkurang
(deep) amplitude tengah
minimal
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Orchiectomy atau kastrasi adalah sebuah prosedur operasi / bedah
dengan tujuan membuang testis hewan. Metode kastrasi adalah orchiectomy
terbuka dengan sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis,
sehingga testis dan epididimis tidak lagi terbungkus. Premedikasi
menggunakan atropin sulfat dan obat anastesi yang digunakan ialah xylazin
dan ketamin. Recovery pada hewan kastrasi pada umumnya membutuhkan
waktu 1 minggu dengan perlakuan pemberian antibiotik dan analgesik serta
perawatan luka.

5.2 Saran
Sebaikanya pengawasan saat operasi terhadap praktikan lebih
dipersiapkan dengan baik dan perwatan pasca operasi selalu dikontrol.
DAFTAR PUSTAKA

Adji JG. 2012. Textbook of Veterinary Physiology. 3 rd edition. W. B saunders


Company : USA.

Darmojono, H. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Veteriner (Hewan Kecil) 1. Jakarta:


Pustaka Populer Obor.

Fossum, TW. 2005. Small Animal Surgery. 2nd edition.China: Mosby.

Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

I Komang Wiarsa Sardjana dan Diah Kusumawati. 2011. Bedah Veteriner, Cetakan
Pertama. Airlangga University Press, Surabaya.

Kusumawati, D dan Sardjana, IKW. 2011. Anestesi Veteriner. Yogyakarta (ID):UGM

Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorganisms.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Munaf, et al. 2008. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Napier and Napier.2009. A Handbook of Living Primates [diunduh 2014 Nov 25].
Inverin, Co. Galway, Ireland.

Plumb, DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Minnesota: Pharma Vet Publishing.

Potter, P.A. dan Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,
dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R., Wim, de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2007, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo. EGC, Jakarta.

Suriadi. 2007. Manajemen luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak.

Syarif, A., Estuningtyas, A., Muchtar, A., Arif, A., Bahry, B., Suyatna, DF., Dewoto,
HR., Utama, H., Darmansjah, I., and Nafrialdi. 2011. Farmakologi dan
Terapi. Edisi ke-5. Setiabudy R, Ilustrator. Jakarta (ID): Badan Penerbit
FKUI.

Watcha, ,MF, dkk. 2005. Pocket Guide To Suture Materials (Hal : 54). (e-book).
Germany.
LAMPIRAN

DOKUMENTASI

You might also like