You are on page 1of 7
INFORMASI PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN GIVANG RESEMAr Are SOMOR 13 TAHUN 1993 HALAMAN2 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 986/MENKES/PER/XI/1992 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit sebagai sara- (Lembaran Negara Tahun 1992 na pelayanan kesehatan untuk Nomor 100, Tambahan Lembar- pelayanan umum, tempat ber- an Negara Nomor 3495): kumpulnya orang’ sakit maupun 6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 orang sehat, yang memungkinkan Tahun 1987 tentang Penyerahan tegjadinya pencemaran lingkung- Sebagian Urusan Pemerintshan an, gangguan kesehatan dan atau Dalam Bidang Kesehatan Kepada dapat. menjadi tempat penyebab Daerah (Lembaran Negara Tahun penularan penyakit; 1987 Nomor 9, Tambahan Lem- b. bahwa untuk menghindari hal- baran Negara Nomor 3347); hal yang tidak menguntungkan 7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 sebagaimana dimaksud dalam hu- Tahun 199] tentang Penanggu- uf a, maka lingkungan maupun Jangan Wabeh Peayakit Menular rerene uml Bede perlu hd (Lemberin Negara Nomor 3477); pelihara dengan baik, sesuai de- : i 8, Peraturan Menteri Kesehatan No Sayan pens ye Teta ceeenehay mor 159 B/Menkes/Per/IV/198& c. bahwa schubungan dengan hurt tentang Rumeh Sakdt. a dan b tersebut diatas, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Ke- sehatan tentang Persyaratan Ke- ; sehatan Lingkungan Rumah Sa- MEMDTUSK AN: on Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESE- HATAN REPUBLIK INDONESIA Mengingat : 1, Undangundang Gangguan (Hin- TENTANG PERSYARATAN KE- der Ordonantie) 1926 Stbl. No- mor 226, setelah dirubah dan di- tambah terakhir dengan Stbl. 1940 Nomor 14 dan Nomor 4505 . Undang-undang ‘Nomor $ Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pe- merintahan Di Daerah (Lembar- an Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); . Undang-undang Nomor 4 tahun 1382 tentang Pokok-pokok Pe- ngelolaan Lingkungan Hidup; 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Ta- hun 1984 Nomor 20, Tambshan Lembaran Negara Nomor 3237); Undangundang Nomor 23 Ta- hun 1992 tentang Kesehatan SEHATAN LINGKUNGAN Ru- MAH SAKIT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1, Rumah sakit adalah sarana upaya Kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan ke- sehaten serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. 2. Persyaratan Kesehatan adalah ketentuanke- tentuan yang bersifat teknis keschatan yang harus dipenuhi dalam upaya melindungi, me- melihara dan atau mempertinggi derajat kesc- hatan masyarakat. 3, Fasilitas sanitasi adalah sarana fisik mengenai bangunan dan perlengkapan yang berguna untuk memelihara kualitas lingkungan atau mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang dapat menugikan kesehaten manusia INFORMASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG KESEHATAN NOMOR 13 TAHUN 1993 HALAMAN 3 4, Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah segala upaya untuk menyehatkan dan me melihara lingkungan nemah sekit dan penga- ruhnya terhadap manusia. 5. Pengelola Rumah Sakit adalah Direktur yang sehari-harinya memimpin dan bertanggung ja- wab atas penyelenggaraan rumah sakit, 6. Kadinkes adalah Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tingkat I/Tingkat Il. 7. Kakanwil adalah Kepala Kantor Wilayah De- partemen Kesehatan Propinsi, Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular adan Penye- hatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan Republik Indonesia. e @ BAB IL LOKASI, LINGKUNGAN, BANGUNAN FASILITAS, SANITASI DAN JASA PELAYANAN LAINNYA. Pasal 2 (Z) Lokasi Rumah Sakit harus terletak di daerah yang terhindar dari pencemaran, (2) Penetapan lokasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) herus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangen yang beriaku, Pasal 3 1) Lingkungan, bangunan dan fasilitas Sanitasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan kesehatan. (2) Konstruksi ruangan khusus, ruang operasi, Jaboratorium, sterilisasi, radiologi, kamar ma yat dan ruang pendingin harus_memenuhi persyaratan kesehatan, (3) Persyaratan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Direk- tur Jenderal dengan memperhatikan masukan- masukan dari Direktur Jenderal Pelayanan Medik. Pasal 4 (J) Penyelenggaraan pelayanan makanan dan mi- numan untuk pasien Rumah Sakit harus me- menuhi persyaratan kesehatan. (2) Penyelenggaraan pelayanan lainnya di Rumah Sekit meliputi kantin, optikal, apotik hams memenuhi persyaratan kesehatan, (3) Persyaratan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) sesuai dengan keten- tuan peraturan perundangundangan yang ber- aku. BAB Ill PENGELOLA DAN TENAGA Pasal 5 (1) Pengelola Rumah Sakit bertanggung jawab ter hadap Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit (2) Pengelola Rumah Sakit dalam melakukan ke- gatan Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit dapat dibantu oleh seorang atau beberapa orang tenga di bidang kesehatan lingkungan. (3) Kualifikesi tenaga sebagaimana dimaksud da- lam ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jende- ral Pasal 6 (1) Upaya Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit meliputi a. penyehatan bangunan dan ruangan, terma- suk pencahayaan, penghawaan serta ke- bisingan; b. penyehatan makanan dan minuman. ©. penychatan air termasuk kualitasnya; d. penanganan sampah dan limbah; ©. penyehatan tempat pencucian umum ter masuk tempat pencucian linen; f. pengendalian serangga dan tikus; eg, sterilisasi/desinfeksi, h, perlindungan radiasi; i. penyuluhan kesehatan lingkwngan. (2) Petunjuk tehnis pelaksanaan kegiatan penye- hatan lingkungan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. BAB IV IBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 7 (1) Pembinaan telinis terhadap Pengelola Rumah Sakit di tingkat pusat dilaksenakan oleh Di- rektur Jenderal Pelayanan Medik. (2) Pembinaan tehnis Penychatan Lingkungan Rumah Sakit di tingkat Propinsi dilaksanakan oleh Kakanwii. PEN Pasal 8 Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Penye- hatan Lingkungan Rumah Sakit dilekukan oleh Kadinkes, BAB V SANKSI Pasal 9 (1) Pelanggaran terhadap Ketentuan Pasal 2, 3, 4 dan 5 ayat (1) dan (2) oleh Rumah Sakit Swas- ta dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dengan pencabutan izin. (2) Pelanggaran tethadap Ketentuan Pasal 2, 3, 4 dan 5 ayat (1) dan (2) oleh Rumah Sakit Pe- merintah terhadap pengelola dapat dikenakan tindakan administratif sesuei ketentuan pera turan perundang-undengan BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 10 Rumah Sekit yang telah beroperasi sebelum di- tetapkannya peraturan ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 tahun harus sudah menye- suaikan diri dengan peraturan int. BAB KETENTUAN Pasal 11 Hal-hal yang belum distur Panjang mengenai pelaksansan_ Janjut oleh Direktur - Pasal 12 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal kan, Agar setiap orang mengetahuinya m: tahkan pengundangan peraturan ini dengan nempatannya dalam Berita Negara Re Indonesia. Ditetapkandi Jakarta Pada tanggal : 14 Nopember 1992 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 1d. Dr, ADHYATMA, MPH. RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIKOHUSODO — ORGANISASI DAN TATA KERJA. INDONESIA, (UNDANG-UNDANG, PERATURAN DSB). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NO. 238/MEN- ‘KES/Sk/Ill/1992, TANGGAL 20 MARET 1992, TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH @ ‘SAKIT UMUM DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI UJUNG PANDANG, JAKARTA, 1992. @ ANOTASE: — Untuk meningkatkan pelayanan di bidang pe- layanan Kesehatan, dipandang perlu merumus- kan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum DR. Wahidin Sudirohusodo di Ujung Pandang; — Rumah Sakit Umum DR, Wahidin Sudirohu- sodo di Ujung Pandang diatur sebagaimana di- tetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 134 Tahun 1978 Bab I Pasal ! sampai dengan Pasal 4. = Susunan Organisasi dan Tatakerja Rumah Sakit Umum DR. Wahidin Sudirohusodo di ‘Ujung Pandang diatur sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 134 Tahun 1978 Bab I Bagian Pertama Pasal 5 sampai dengan Pusal $8 dan Bab Il] Pasal 147, sampai dengan Pasa! 154, — Bazan Organisasi Rumah Sakit Umum DR, Wa- hhidin Sudirohusodo di Ujung Pandang tersebut pada diktum ketiga sebagaimana tercantum dalam Jampiran Keputusan ini merupakan ba- gin yang tidak terpisahsan dari Keputusan ini. Dasar Hukum Keputusan ini adalah: 1, Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 1974; 2. Keputusan Presiden RE No. 15 Tahun 1984 se- bagaimana telah diubah terakhir dengan Ke- putusan Presiden RI No. 42 Tahun 1991; 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 134 Tahun 1978; 4, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 358/ Menkes/SK/IV/1984 tentang Susunan Organi- sasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan RI, ee @@ NOMOR 13 TAHUN 1993, INFORMASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG KESEHATAN HALAMAN 5 FITOFARMAKA INDONESIA, (UNDANG-UNDANG, PERATURAN DSB). PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO: 760/MENKES/PER/IX) 1992, TANGGAL 4 SEPTEMBER 1992, TENTANG FITOFARMAKA, JAKARTA, 1992, ANOTASI: — Dalam rangka upaya pembangunan di bidang Kesehatan, obat tradisional perlu dikembang- kan dan dimanfaatkan. — Pengembangan obat tradisional perlu dilakukan dengan tepat, sehingga Keamanan dan khasia nya secara medik dapat dipertanggungjawab- kan. - Untuk dapat dimanfaatkan pada pelayanan Kesehatan formal, pengembangan obat tradi- disional perlu dilakukan melalui uji Klinik, yang selanjutnya dikelompokkan sebagai fito- farmaka, — Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan gx lenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. — Bahan baka Fitofarmaka dapat berupa sim- plisia atau sediaan galenik dan harus memenuhi persyaratan_ yang tertera dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Me- feria Medika Indonesia, ketentuan atau per- syaratan lain yang berlaku. = Bentuk sediaan harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan penggunaan, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat memberikan Keamanan khasiat, dan mutu yang paling tinggi. ~ Fitofarmaka sebelum diedarkan harus menga- FITOFARMAKA — PEDOMAN INDONESIA lami pengujian secara kualitatif, kuantitatif dan memenubi persyaratan yang berlaku. Pelaksanaan uji Fitofarmaka dan pembuetan fitofarmaka harus berdasarkan pada pedoman Fitofermaka dan Cara Pembuatan Obat Tradi- sional yang baik. Dasar hukum peraturan ini adalah: Peraturan Menteri ini terdiri dari 10 (sepuluh) Bab dan 22 pasal dilengkapi dengan lampiran daftar obat tradisional yang harvs dikembang- kan menjadi Fitofarmaka, a. Undang-undang No. 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, b, Undangundang No, 7 tahun 1963 tentang Farmasi. ¢. Undangundang No, 9 tahun 1976 tentang Narkotika. 4. Undang-undang No. 5 tahun 1984 tentang Perindustrian. e. Ordonansi Pemeriksaan Bahan-bahen Farma- si (Stbl. 1936 No. 660). £, Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1937 No. 541). g. Peraturen Pemerintah No. 17 tahun 1986 tentang Kewenangan, Pengaturan, Pembina- an dan Pengembangan Industri. h, Peraturan Menteri Kesehatan RI No, 246/ Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tredisional dan Pendaftaran Obat Tradisional (UNDANG-UNDANG, PERATURAN DSB), KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: 761/MENKES/SK/IX/ 1992 TANGGAL 4 SEPTEMBER 1992 TENTANG PEDOMAN FITOFARMAKA, ANOTASI: — Dalam sangka pengembangan obet tradisional ke arah fitofamaka perlu adanya pedoman uji fitofarmaks, — Untuk pelaksanaannya dan dalam rangka pelak- sanaan pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri Ke- sehatan RI Nomor: 760/Menkes/Per/IX/1992 tentang Fitofarmaka perlu ditetapkan Kepu- JAKARTA, 1992. tusan Menteri Kesehatan RI tentang Pedoman Fitofarmaka. Fitofarmaka adalah sedisan obat yang telah dibuktikan keamanan den khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisin atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Uji Klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada INFORMASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN B{0ANG KESEHATAN HALAMANG + NOMOR 13 TAHUN 1993, manusia, untuk mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologik, tolerabilitas, ke amanan dan manfaat Klinik untuk pencegahan penyakit. pengobatan penyakit atau peng- obatan gejala penyakit. — Hasil Uji Fitofarmaka yang dikeluarkan oleh sentra uji fitofarmaka merupakan syarat untuk pendaftaran fitofarmaka. — Hasil uji fitofarmaka yang berasal dari luar negeri perlu mendapat pengkajian dan reko- mendasi lebih dahulu dari komisi Ahii Fito- fannaka. — PRIORITAS PEMILIHAN. 1. Bahan bakunya relatif mudah diperoleh. 2, Didasarkan pada pola penyakit di Indonesia. 3. Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit ter- tentu, cukup besar. 4, Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita. 5. Merupakan satu-satunya alternatif pengobat- an, — Ramuan (komposisi) hendaknya terdiri dari 1 (satu) simplisis/sediaan galenik. Bila hal te sebut tidak mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberaps simplisia/sediaan galenik dengan syarat tidak melebihi 5 (lima) simplisia/sediaan galenik — Bahan baku harus memenuhi persyaratan yang fertere dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Fermakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia. Bila pada ketiga buku persyaratan tersebut tidak tertera paparannya, boleh menggunakan ketentuan dalam buku persya- ratan mutu negara Jain atau pedoman lain Penggunaan ketentuan atau persyaratan lain Giluar Farmakope Indonesia, Ekstra Farmo- Kope Indonesia dan Materia Medika Indonesia harus mendapat persetujuan pada waktu pen- daftaran sitofarmaka, — Penggunaan zat kimia berkhasiat mural) dalam fitofarmakope dilarang. — Untuk mendapatkan formulasi yang tepat, dipertukan suatu percobaan, Dari beberapa percobaan tersebut dipilih formulasi yang memberikan Keamanan, khasiat, mutu dan stabilitas yang paling tinggi. Bentuk sediaan Fitofammaka seperti tertera pada Lampiran 1. — Setiap fitofarmaka harus dapat dijamin kebe- naran Komposisi, keseragaman komponen aktif (tunggal dan keamanannya baik secara kualitatif mau- pun secara kuantitatif. Pada analisis terhadap ramuan, sebagai baku pembanding digunakan zat utama identitas lainnya, Pernyataan khasiat harus menggunaken istifah medik, seperti diuretik, spasmolotik, anal- eetik, antipiretik. — Fitofarmaka harus didukung oleh hasil peng- ujian, dengan protokol pengujian yang Jelas dan dapat dipertanggung jawabkan, Pengujian meliputi uji toksisitas, uji efek farma kologik, uji Klinik, uji kualitas dan pengujian lain yang dipersyaratkan — Agar supaya fitofarmaka dapat dipertanggung- jawabkan keamanan dan khasiatnya dalam pemakaiannya pada manusia, maka pengem- bangan obat tradisional tersebut harus men- cakup berbagai tahap pengujian dan pengem- bangan secara sistematik. = Uji Fitofarmaka melibatkan: 1. Komisi Ahli Uji Fitofarmaka 2. Sentra Uji Fitofarmaka. 3. Pelaksana Uji Fitofarmaka. - Pedoman ini dilengkapi dengan lampiran-lam- piran: 1, Bentuk sediaan Fitofarmaka . Pedoman jenis pengujian Percobaan pada hewan Subyek pengujian 5. Pokok-pokok persetujuan setelah penjelasan 6. Garis besar Protokol Pengujian, bey Dasar Hukum Keputusan ini adalah: a. Keputusan Presiden RI Nomor: 44 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen. b. Keputusan Presiden RI Nomor: 15 tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen. ©. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 246/ Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Indus- tri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 760/ Menkes/Per/IX/1992 tentang Fitofarmaka. =. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 993/ Menkes/SK/IM1/1982 tentang Berlakunya Sis- tim Kesehatan Nasional. f. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 47/ Menkes/SK/I1/1983 tentang Kebijaksanaan Obat Nasional. INFORMASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG KESEHATAN NOMOR. 13 TAHUN 1993 HALAMAN T KOSMETIKA — CARA PRODUKSI YANG BAIK INDONESIA, (UNDANG-UNDANG, PERATURAN DSB). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 965/ MENKES/SK/XI/1992, TANGGAL 4 NOPEMBER 1992, TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK. ee @6 JAKARTA, 1992. ANOTASI: = Lengkeh utama untuk menjamin keamanan Kosmetika yang baik dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, agar kosmetika yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu sehingga aman, dan bermanfaat bagi pemakai- nya; — Untuk pelaksanaan hal tersebut diatas perlu pedoman yang jelas bagi semua pihak yang terlibat dalam produksi kosmetika; — Sehubungan dengan itu perlu ditetapkan Ke- putusan Mentéri Kesehatan tentang Cara Pro- duksi Kosmetika yang baik; — Setiap produsen kosmetika dalam seluruh aspek dan rangkalan kegiatannya berpedoman pada Cara Produksi Kosmetika yang baik, sebagsimana tercantum dalam lampiran kepu- ‘tusan ini; = Petunjuk teknis pelaksanaan Cara Produksi Kosmetika yang baik yang selanjutnya dising- kat dengan CPKB akan ditetapkan oleh Direk- tur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Dasar Hukum Keputusan Menteri ini adalah 1 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, 2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No, 220/ Menkes/Per/IX/1976 tentang Produksi dan Per- edaran Kosmetika dan Alat Kesehatan; 3, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 376/ Menkes/Per/II1/1990 tentang Bahan, Zat Warna, Zat Pengawetan dan Tabir Surya pada Kosmetika, 4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 140/Men- kes/Per/I11/1991 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Kese- hatan Rumah Tangga; RUMAH SAKIT MATA CICENDU — ORGANISASI DAN TATA KERJA INDONESIA, (UNDANG-UNDANG, PERATURAN DSB) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDO- NESIA NO. 1040/MENKES/SK/X1/1992, TANGGAL 19 NOPEMBER 1992, TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG, JAKARTA 1992, ANOTASI : — Dalam rangka meningkatkan mutu cakupan pelayanan kesehatan mata, Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung yang telah memiliki kemam- Puan, teknologi serta suber daya yang me- madai dapat berperan sebagai pusat tujukan Kesehatan mata nasional, — Berhubung dengan hal tersebut dipandang perlu. menyempurnakan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung; — Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, selanjut- nya dalam keputusan ini disebut RSMC, ada- lah Unit Orgenik dilingkungan Depkes RI yang berlokasi di Bandung Jawa Barat; — RSMC mempakan pusat rujukan nasional da- lam pelayanan kesehatan mata; — RSMC dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertangeung jawab lang- sung kepada Dirjen Yanmed (Ditjen Pelayan- an Medik). - RSMC mempunyai tugas melaksanakan pele- yanan Kesehatan mata secara menyeluruh ter- padu dan berkesinambungan, kegiaten pendi- dikan, pelatihan, penekajian, dan pengembang- an dibidang keschatan mata sesuai dengan pe- raturan perundang-undangan yang berlaku; = Susunan Organisasi RSCM terdiri dari: a. Direktur; INFORMASI PERATURAN PERUNDANG-RUNDANGAN BIDANG KESEHATAN HALAMAN 8 b. Wakil Direktur Peleyanan: ¢, Wakil Direktur Administrasi Umum dan Ke- uangan; d. Komite Medis dan Staf Medis Fungsional. Daser Hukum Keputusan ini adalah; 1. Undangundang Ne. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; NOMOR 13 TAHUN 1993 2, Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen; 3. Keputusan Presiden RI No. 15 Tahun 1984, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Ke- putusan Presiden RI No. 35 Tahun 1992. 4, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 558/ ‘Menkes/SK/IV/84 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan RI. JEMAAH HAJI INDONESIA — PENGAMANAN KESEHATAN INDONESIA, (UNDANG-UNDANG, PERATURAN DSB), KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDO- NESIA NO, 1117/MENKES/SK/XII/1992, TANGGAL 16 DESEMBER 1992, TENTANG PENGAMANAN KESEHATAN JEMAAH HAJI INDONESIA, JAKARTA, 1992. ANOTASL — Menunaikan ibadah haji adalah suatu kewajiban bagi ummat Islam yang mampu dan sehat jas- mani mawpun rohani; ~ Kesehatan merupakan salah satu faktor yang utama dalam pelaksanaan ibadah haji — Penyelenggaraan unisan haji merupakan tugas nasional dimana Depkes bertugas dan bertang- gung jawab dalam penyelenggaraan peme- rikstan, pemeliharzan dan pelayanan kesehat- an calon/jemaah haji; ~ Periu dicegah calon haji yang berpenyakit kro- nis, penyakit menular dan penyakit lain yang dapat mengganggu jemaah lain, lolos berangkat ke Arab Saudi: — Pengamanan Kesehatan Jemash Haji Indonesia terdiri dari kegidtan-kegiatan sebagai berikut: 1, Pemeriksaan Kesehatan: 2, Pembinaan Kesehatan; 3. Pelayanan Medis; 4. Pengamatan Penyakit; 5, Penyehatan Lingkungan Pemukiman PEMBERITAHUAN Slaps saja_yang_memerlukan informasi ini, dapat mens hhubungi Subag Dokumentasi Hukum Baglan Dokumentas an Publikasi, Bio Hukmas Depkes, JL HR. Rasuna Sed ‘Kuningan, Jakarta Selatan dengan menggant hisya foto

You might also like