You are on page 1of 6

PENETAPAN STANDAR PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

RUMAH SAKIT X KOTA MEDAN

1. Kebijakan Tingkat UUD 1945


UUD 1945 pasal 28H ayat 1 :
Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.

2. Kebijakan Pada Tatanan Undang-Undang


1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 Tentang Tenaga Kesehatan
UU ini sebenarnya memisahkan bidan dna perawat sebagai tenaga
kesehatan yang berbeda.
2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Penjelasan tentang tenaga kesehatan sudah dibuat lebih spesifik.
Pelayanan kesehatan sudah dikategorikan pada level pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian dapat diidentifikasi
area kewenangan perawat dalam konteks upaya kesehatan. UU ini juga
secara spesifik sudah menjabarkan hak-hak masyarakat terhadap kesehatan
dan tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat
atas kesehatan. terkait dengan tenaga kesehatan. UU ini sudah memberikan
kualifikasi minimum seorang tenaga kesehatan dan bagaimana mekanisme
pengelolaan tenaga kesehatan (pasal 21-29). Kriteria pelayanan kesehatan
juga sudah dibahas dengan jelas dalam pasal 30-35, termasuk area kerja
dari masing-masing sarana pelayanan kesehatan.
UU ini juga menuntut adanya Konsil Tenaga Kesehatan untuk
peningkatan mutu dan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan (pasal
34). Dalam pasal 37, dijelaskan bahwa penjaminan mutu oleh Konsil
dilaksanakan melalui kegiatan : a) registrasi tenaga kesehatan; b)
pembinaan praktik; c) menyusun standar pendidikan tinggi tenaga
kesehatan; d) Standar Praktik dan Standar Kompetensi Tenaga Kesehatan;
dan e) penegakan disiplin praktek tenaga kesehatan. Hingga saat ini Konsil
Keperawatan belum terbentuk dan masalah registrasi untuk saat ini
ditangani oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI).
Terkait dengan penjaminan mutu, UU ini mewajibkan pemerintah
menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan untuk memastikan praktek
pelayanan yang aman dan menjamin keselamatan pasien (pasal 52-55).
UU ini juga membahas tentang persetujuan maupun penolakan tindakan
medis. Ketentuan pidana telah dispesifikkan pemberian sanksi bagi
lembaga atau tenaga kesehatan yang tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien gawat darurat (pasal 190), sanksi bagi
penyelenggara pelayanan tradisional tanpa ijin (pasal 191),
memperjualbelikan organ tubuh (pasal 192), bedah plastik dan
rekonstruksi untuk merubah identitas (pasal 193), aborsi tidak sesuai
ketentuan (pasal 194), memperjualbelikan darah (pasal 195),
memproduksi/mengedarkan sediaan farmasi dan/atau al-kes tidak sesuai
standar dan tidak memiliki ijin edar (pasal 196-197), praktik kefarmasian
tanpa kewenangan (pasal 198), peringatan bahaya kesehatan pada kemasan
rokok (pasal 199), dan bahkan sanksi bagi pihak- pihak yang menghalangi
pemberian ASI (pasal 200).
3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
UU ini termasuk berperan sangat penting bagi profesi keperawatan
dalam rumah sakit, sebab dalam UU ini Komite Keperawatan tidak lagi
dijadikan sebagai organisasi yang menjadi persyaratan pendirian Rumah
Sakit (pasal 33) padahal Komite Keperawatan sudah diatur sebelumnya
dengan Kepmendagri Nomor 1 Tahun 2000. Termasuk mekanisme audit
yang dipersyaratkan hanya audit kinerja dan audit medis. Sama sekali
tidak menyinggung audit keperawatan padahal UU ini juga consern
menyoroti masalah keselamatan pasien (pasal 43). dan sebagaimana
diketahui bahwa tenaga kesehatan terbesar yang ada di RS adalah tenaga
keperawatan sehingga resiko berkaitan keselamatan pasien sebenarnya
lebih banyak bersentuhan dengan keperawatan sehingga perlu dilakukan
audit keperawatan secara periodik.

4) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan


UU ini secara khusus mengatur tentang asuhan keperawatan,
perawat, praktek perawat, pendidikan keperawatan, serta penjaminan
mutu keperawatan. UU Keperawatan tidak menyebutkan adanya asisten
perawat. UU ini mewajibkan dilaksanakannya uji kompetensi bagi
mahasiswa keperawatan yang akan lulus, untuk memenuhi standar
kompetensi lulusan yang mengacu pada standar kompetensi kerja. Terkait
masalah praktek juga sudah diatur syarat dan mekanisme pengajuan dan
perpanjangan STR dan ijin praktek perawat, termasuk perawat lulusan
luar negeri yang akan praktek di Indonesia. Secara khusus, UU juga sudah
mengatur kewajiban dan wewenang perawat dalam melaksanakan praktek
keperawatan. Termasuk mekanisme pelimpahan wewenang secara delegasi
dan mandat serta organisasi profesi. Terkait pengembangan cabang ilmu
disiplin keperawatan dan standar pendidikan tinggi keperawatan maka
harus dibentuk Kolegium Keperawatan, dan untuk penjaminan mutu
praktik keperawatan serta memberikan kepastian hukum bagi perawat
yang melaksanakan praktik maka dibentuk Konsil Keperawatan (tahun
2016). Perawat lulusan SPK diberikan kesempatan meningkatkan jenjang
pendidikan menjadi D-III hingga 6 tahun setelah UU diundangkan (tahun
2020).

3. Kebijakan Pada Tatanan Peraturan Pemerintah / Peraturan Presiden

1. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan


Merupakan peraturan turunan dari UU 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
dalam PP ini tenaga kesehatan terdiri dari : tenaga medis; tenaga
keperawatan; tenaga kefarmasian; tenaga kesehatan masyarakat; tenaga
gizi; tenaga keterapian fisik; dan tenaga keteknisian medis.
2. Permenkes Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Yang Tidak Diminati Tenaga kesehatan tertentu yang bertugas di faskes
tersebut boleh diberikan tambahan kewenangan.
3. Permenkes Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 Tentang Izin
Dan Penyelenggaraan Praktik Perawat Perawat dapat melaksanakan prakti
di fasilitas pelayanan kesehatan diluar praktik mandiri, dengan latar
belakang pendidikan minimal D-III (pasal 2). Praktek di fasilitas
pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKP dan praktek mandiri wajib
memiliki SIPP (pasal 3). Untuk memperoleh ijin tersebut dipersyaratkan :
Perawat hanya dapat menjalankan praktik keperawatan paling banyak di 1
(satu) tempat praktik mandiri dan di 1 (satu) tempat fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktik mandiri (pasal 5A). masa berlaku SIPP dan SIKP
sama dengan masa berlaku STR (pasal 5B). Pelanggaran terhadap
ketentuan perijinan ini dikenakan sanksi berupa : a) teguran lisan; b)
teguran tertulis; atau c) pencabutan SIKP atau SIPP.
4. Permenkes Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan praktik dan/atau
pekerjaan keprofesiannya wajib memiliki izin dari Pemerintah. Untuk
memperoleh izin dari Pemerintah tersebut diperlukan STR yang
dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku secara nasional. Untuk memiliki STR
harus memiliki sertifikat kompetensi (pasal 2).
Sertifikat Kompetensi diberikan kepada peserta didik setelah dinyatakan
lulus Uji Kompetensi oleh perguruan tinggi bidang kesehatan yang
memiliki izin penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Uji Kompetensi dimaksud diselenggarakan oleh
perguruan tinggi bekerja sama dengan MTKI (pasal 3). STR berlaku 5
tahun dan dapat diperpanjang dengan syarat yang bersangkutan sudah
melaksanakan : a) pengabdian diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di
bidang kesehatan; dan b) pemenuhan kecukupan dalam kegiatan
pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya. Jumlah
satuan kredit profesi untuk setiap kegiatan ditetapkan oleh MTKI atas
usulan dari organisasi profesi (pasal 4). Pengabdian diri sebagai tenaga
profesi atau vokasi di bidang kesehatan tadi dibuktikan dengan: a)
keterangan kinerja dari institusi tempat bekerja, atau keterangan praktik
dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota; b) Surat Izin Praktik atau
Surat Izin Kerja; dan c) rekomendasi dari organisasi profesi. Pemenuhan
kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau
kegiatan ilmiah lainnya dibuktikan dengan pemenuhan syarat satuan
kredit profesi yang diperoleh selama 5 (lima) tahun yang ditetapkan oleh
organisasi profesi (pasal 5). Dalam hal Tenaga Kesehatan tidak dapat
memenuhi ketentuan persyaratan perpanjangan STR, maka Tenaga
Kesehatan tersebut harus mengikuti evaluasi kemampuan yang
dilaksanakan oleh organisasi profesi bekerja sama dengan MTKI (pasal 6).
STR tidak berlaku apabila: a) masa berlaku habis; b) dicabut atas dasar
peraturan perundang-undangan; c) atas permintaan yang bersangkutan;
atau d) yang bersangkutan meninggal dunia (pasal 9). Untuk memperoleh
STR, Tenaga Kesehatan mengajukan permohonan kepada MTKI melalui
MTKP; atau Tenaga Kesehatan yang baru lulus Uji Kompetensi
mengajukan permohonan secara kolektif oleh Perguruan tinggi yang
ditujukan kepada MTKI melalui MTKP. Permohonan sebagaimana
dimaksud dilengkapi dengan fotokopi Sertifikat Kompetensi yang
dilegalisasi dan pas foto 4x6 dengan latar belakang merah. Permohonan
dimaksud dilengkapi dengan : a) daftar lulusan Uji Kompetensi dari
perguruan tinggi yang bersangkutan; b) pas foto 4x6 dengan latar
belakang merah; dan c) surat keterangan dari perguruan tinggi tentang
kebenaran seluruh data yang diusulkan. Kelengkapan berkas permohonan
tadi diproses oleh MTKP dan dikirimkan ke MTKI dalam bentuk
elektronik sesuai dengan format yang ditetapkan oleh MTKI. STR
dikirimkan kepada pemohon melalui MTKP (pasal 10).
5. Permenkes Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan Rumah
Sakit.
Penyelenggaraan Komite Keperawatan bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme tenaga keperawatan serta mengatur tata kelola klinis yang
baik agar mutu pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan yang
berorientasi pada keselamatan pasien di Rumah Sakit lebih terjamin dan
terlindungi (pasal 2). Tenaga keperawatan dalam Permenkes ini terdiri dari
perawat dan bidan (pasal 3). Untuk mewujudkan tata kelola klinis yang
baik sebagaimana dimaksud, semua asuhan keperawatan dan asuhan
kebidanan yang dilakukan oleh setiap tenaga keperawatan di Rumah Sakit
dilakukan atas Penugasan Klinis dari kepala/direktur Rumah Sakit.
Penugasan Klinis tersebut berupa pemberian Kewenangan Klinis tenaga
keperawatan oleh kepala/direktur Rumah Sakit melalui penerbitan surat
Penugasan Klinis kepada tenaga keperawatan yang bersangkutan. Surat
Penugasan Klinis diterbitkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit
berdasarkan rekomendasi Komite Keperawatan. Dalam keadaan darurat
kepala/direktur Rumah Sakit dapat memberikan surat Penugasan Klinis
secara langsung tidak berdasarkan rekomendasi Komite Keperawatan.
Rekomendasi Komite Keperawatan diberikan setelah dilakukan Kredensial
dengan ketentuan bahwa Rumah Sakit merupakan tempat untuk
melakukan pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga (pasal 4).
6. Permenkes Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik
Permenkes ini merupakan penyempurnaan dari Permenkes Nomor 28
Tahun 2011 Tentang Klinik. Penanggung jawab klinik harus seorang
tenaga medis yang memiliki SIP di klinik tersebut. Perawat yang bekerja
di klinik juga harus memiliki STR, SIK/SIP di klinik tersebut. Setiap
tenaga kesehatan (termasuk perawat) yang bekerja di Klinik harus bekerja
sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar
pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan
kepentingan dan keselamatan pasien. Klinik dilakukan akreditasi setiap 3
tahun sekali dan wajib melakukan audit medis.

You might also like