You are on page 1of 14

ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN UNTUK

PENGEMBANGAN
PETERNAKAN KABUPATEN ACEH BESAR

Muyassir
Staf pengajar pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Unsyiah

ABSTRACT
Have been conducted research in Blang Ubo-Ubo, Panca, and Cot Seuribe Aceh Besar Regency
as a mean to know the potency of farm resource for the development of grass the livestock food,
knowing energy support the farm to set of ideal livestock unit as according to existing resource
ability, knowing technology of management of land resource to be can be productive everlastingly.
Result of research indicate that the area represent the area which enough according to for the
development of ranch. Constrictor factor its use limitation irrigate the, erosion danger, and low
fertility of the soil. The land resource are very potential for the product increase of livestock of
approach intensification, and or extensification. Land resource potency which have used to various
development need 664,81 ha ( 17,92%), areal reserve which still be potential for the development of
ranch a period to coming reaching 3.045,19 ha ( 82,08%). From all planned development area
potency, powered farm only 4,93% in Blang Ubo-Ubo, 13,23% in Panca, and 5,23% in Cot Seuribe,
the rest of between 86,8% until 95,07% not yet optimal. Capacities accommodate the ox livestock in
Blang Ubo-Ubo 6.049 UT, Cot Seuribe 12.612 UT, and goat in Panca as much 9.297 UT. Potency of
the capacities accommodate the livestock of area ox as much 5.751 until 11.952 UT and goat as much
8.067 UT. Sum up the livestock which admit of accommodated in area of Blang Ubo-Ubo by Cot is
Seuribe reach 18.661 UT, and 8.067 UT in Panca.

Keyword; potency, Land reources, ranch, Aceh Besar.

I. PENDAHULUAN dalam memacu peningkatan pendapatan dan


kesejahteraannya dan sekaligus menjadi
1.1 Latar Belakang
penggerak utama pembangunan ekonomi
Sektor peternakan menjadi salah satu daerah. Selama satu dasawarsa terakhir
andalan pembangunan nasional maupun sektor ini menjadi tiang ekonomi daerah,
regional dalam penyediaan lapangan kerja, peranannya cukup besar terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembangunan struktur ekonomi Aceh
mengurangi kemiskinan, penyediaan Besar. Dalam kurun tahun 1996-2000
produksi kebutuhan pangan dan perolehan pertumbuhannya cenderung meningkat rata-
devisa (Juanda, 2002). Pembangunan rata 4,97% per tahun.
kawasan peternakan merupakan strategi Menurut Delgado et al. (1999) bahwa
umum untuk meningkatkan kesejahteraan di negara-negara berkembangan terdapat
peternak, meningkatkan daya saing produk kecenderungan peningkatan konsumsi
pertanian serta menjaga kelestarian produk peternakan. FAO sejak tahun 1999
sumberdaya pertanian (Saragih, 2000). sudah memprediksi akan terjadinya
Untuk mewujudkan hal tersebut Pemerintah perubahan signifikan pada sektor
Daerah telah mendukung masyarakat serta peternakan dunia. Ketika konsumsi daging
stakeholder terutama pada daerah potensil dunia meningkat 2,9 %, maka di negara-
untuk pengembangan peternakan. negara berkembang sudah melaju sampai
Pengembangan kawasan peternakan 5,4%, bahkan di Asia Tenggara mencapai
yang dicanangkan pemerintah memberikan 5,6%. Sementara di negara-negara maju
spirit yang sangat besar kepada masyarakat hanya meningkat 1%. Sampai tahun 2020
diperkirakan pertumbuhan konsumsi daging moneter yang melanda Indonesia (dan
negara-negara berkembang rata-rata 2,8% beberapa negara Asia lainnya) pada
per tahun, sementara di negara-negara maju pertengahan 1997 telah menimbulkan
hanya 0,6% per tahun. Perkembangan kontraksi perekonomian pada semua
terakhir di Aceh Besar menunjukkan sektor. Saat-saat krisis ini sektor pertanian
pertumbuhan populasi ternak besar (agribisnis) muncul sebagai sektor
mencapai 6-7%, ternak kecil 5-6%, dan penyelamat perekonomian nasional dari
unggas 8-9%. Data Dinas Peternakan kebangkrutan. Hal ini menunjukkan bahwa
menunjukkan produksi daging mengalami kebijakan pembangunan ekonomi nasional
peningkatan dari tahun ke tahun sehingga dewasa ini belum memiliki landasan yang
daging sapi hampir 1.000 ton, daging cukup kuat untuk menyangga sistem
kerbau 213.650 kg, daging kambing sekitar perekonomian nasional (Nasution, 1999).
400.000 kg. Pemerintah berupaya memperkuat
Program pengembangan kawasan ekonomi fundamental dan sektor pertanian
peternakan ini diharapkan menjadi salah menjadi sumber pertumbuhan ekonomi
satu model pengembangan peternakan di yang utama. Sejak awal pembangunan
Provinsi Aceh. Melalui program strategis nasional berlangsung, sektor agribisnis
ini akan dapat meningkatkan produksi telah memberikan konstribusi yang tinggi
ternak sekaligus pendapatan dan dalam net ekspor nasional, penyerapan dan
kesejahteraan petani, serta memberi dampak penyediaan tenaga kerja serta penciptaan
positif pada pengembangan sektor lain. nilai tambah (value added). Oleh karena itu
Peran strategis peternakan yang utama pemerintah terus meningkatkan perhatian
adalah sebagai penyedia pangan berkualitas, terhadap sektor ini yaitu dengan kebijakan
yakni sebagai sumber protein hewani yang program pengembangan kawasan yang
turut mencerdaskan bangsa, khususnya pada berbasis pertanian seperti sub sektor
anak dan generasi penerus bangsa. Protein peternakan.
hewani merupakan faktor yang tidak bisa
1.2 Tujuan
dihilangkan atau digantikan dalam menu
makanan kita Kajian analisis potensi sumberdaya
Peran strategis peternakan juga lahan untuk pengembangan peternakan di
berkaitan dengan penanggulangan Kabupaten Aceh Besar ini bertujuan untuk:
kemiskinan. Pemerintahan telah (a) mengetahui potensi sumber daya lahan
menetapkan tiga sasaran utama program untuk pengembangan hijauan makanan
penanggulangan kemiskinan, yakni; ternak, (b) mengetahui daya dukung lahan
menurunnya persentase penduduk yang terhadap satuan unit ternak yang ideal
berada di bawah garis kemiskinan menjadi sesuai dengan kemampuan sumberdaya
8,2 persen pada tahun 2009, terpenuhinya yang ada, (c) mengetahui teknologi
kecukupan pangan yang bermutu dan pengelolaan sumberdaya lahan agar dapat
terjangkau, dan terpenuhinya pelayanan berproduksi secara lestari.
kesehatan yang bermutu.
Untuk itu telah diambil langkah- 1.1 Permasalahan
langkah antisipatif berupa pola Beberapa permasalahan dalam
pengembangan peternakan industri dan pengembangaan kawasan peternakan di
peternakan rakyat secara proporsional. Kabupaten Aceh Besar antara lain adalah:
Pemerintah kabupaten Aceh Besar telah (a) Apakah sumber daya lahan di kawasan
melakukan suatu terobosan yang tepat pengembangan peternakaan Kabupaten
dengan peluncuran program pengembangan Aceh Besar sesuai untuk pengembangan
kawasan peternakan yang dipusatkan di beberapa jenis hijauan makanan ternak, (b)
Blang Ubo-ubo, Panca, dan Cot Siribee berapakah kemampuan sumberdaya lahan di
Kota Jantho. Kebijakan yang bersifat kawasan pengembangan dalam
percepatan pertumbuhan pembangunan memampung ternak sapi sehingga tidak
pedesaan itu terasa sangat tepat dan menimbulkan dampak negatif terhadap
strategis. Karena telah terbukti sejak krisis sumberdaya alam itu sendiri, dan (c) faktor

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 17


agro fisik dan lingkungan apa saja yang kepustakaan, laporan, jurnal, dan media
menjadi pembatas pemanfaatan sumber elektronik (internet).
daya lahan untuk pengembangan peternakan Penelitian ini juga menggunakan
di Kabupaten Aceh Besar. metode survey yang dilakukan dalam
beberapa tahapan yaitu sebagai berikut; (1)
II. METODOLOGI pra survey atau survey pendahuluan untuk
mendapatkan data sekunder, (2) survey
2.1 Tempat dan Waktu
utama (lapangan) untuk mendapatkan data
Penelitian berlangsung dalam tiga primer dan contoh tanah untuk dianalisis di
kawasan di Kabupaten Aceh Besar yaitu; Laboratorium. Sampel tanah diambil secara
(a) kawasan Blang Ubo-Ubo yang termasuk acak pada setiap titik yang ditentukan
dalam Desa Saree Aceh Kecamatan Lembah secara taktis dengan frekuensi pengambilan
Seulawah dengan luas kawasan 560 ha, (b) sekitar 1 sampel per 50 ha atau ditentukan
kawasaan Cot Seuribe yang terdiri atas berdasarkan heterogenitas wilayah. Contoh
empat desa yaitu Rabo, Cucum, Bareueh, tanah yang dianalisis merupakan contoh
dan Data Gaseu, juga masuk dalam tanah komposit dengan aspek analisis
Kecamatan Kota Jantho dengan luas areal tekstur tanah, pH, C-org, N, P, K, dan KB.
2945,24, dan (c) kawasan desa Panca yaitu Hasil analisis contoh tanah di laboratorium,
Panca dan Panca Kubu yang termasuk lebih lanjut dilakukan analisa dan
dalam Kecamatan lembah Seulawah dengan interpretasi untuk menilai tingkat kesuburan
luas areal 150 ha. Penelitian telah kimia tanah. Kriteria interpretasi
berlangsung mulai Juni sampai November berpedoman pada kriteria yang dikeluarkan
2008. oleh Puslittanak (1993).
2.2 Metode Pelaksanaan 2.4 Satuan Peta dan Evaluasi
Kesesuaian Lahan
Secara umum, kegiatan penyusunan
studi lanjutan pengembangan peternakan Satuan Peta lahan (SPL) disusun
Provinsi Aceh merupakan suatu kegiatan dengan jalan overley beberapa karakteristik
studi yang dilakukan melalui pendekatan lahan, dalam hal ini adalah unsur
metode PRA (Participatory Rural kemiringan lahan (lereng), jenis
Appraisal), dan RRA (Rapid Rural tutupan/vegetasi atau penggunaan lahan,
Appraisal). Penelitian dilakukan dengan dan jenis tanah. Rancangan survey lapangan
proses pengkajian cepat dan menghimpun disusun dan dilaksanakan berdasarkan SPL
segala data dan informasi secara partisipatif dengan harapan hasil yang diperoleh lebih
langsung ke sasaran kegiatan. Data yang objektif. Padanan penyusunan hharkat
telah terkumpul lalu dianalisa statistik kesuburan tanah merujuk pada kriteria
melalui pendekatan kualitatif dan Interpretasi Sifat-sifat Kimia Tanah
kuantitatif, hasilnya diinterpretasikan dan Menurut Puslittanak (1993).
untuk selanjutnya dilihat kecenderungan- Analisis kesesuaian lahan merupakan
kecenderungan. interpretasi data tanah dan fisik lingkungan
yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
2.3 Teknik Pengumpulan Data survey dan pemetaan tanah. Data satuan
Pengumpulan data primer dilakukan tanah dan lahan di daerah survey digunakan
dengan jalan observasi langsung (survey) dalam analisis melalui ekstraksi database
lapangan untuk mendapatkan gambaran land unit. Konsep dasarnya adalah
fenomena secara faktual. Sebelum survey membandingkan karakteristik/kualitas lahan
lapangan lebih dahulu dilakukan persiapan- (land characteristics/quality) dengan
persiapan penyusunan administrasi, persyaratan tumbuh tanaman (crop
mobilisasi personil, persiapan data dasar requirements), dalam hal ini adalah
dan peta rencana kerja, penyediaan bahan tanaman rumput gajah, setaria, dan
dan peralatan survey. Pengumpulan data kelompok leguminosa.
sekunder diperoleh melalui kajian

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 18


3.4 Kapasitas Tampung Ternak lahan yang dibutuhkan seekor sapi dewasa
per bulan adalah 1,2/8 = 0,15 ha.
Penentuan kapasitas tampung ternak
Menaksir kebutuhan luas tanah per
terutama yang menyangkut dengan
tahun. Suatu padangan memerlukan masa
ketersediaan pakan atau ransum yang
agar hijauan yang telah dikonsumsi ternak
diperhatikan adalah meliputi aspek-aspek
tumbuh kembali dan siap untuk digembalai
sebagaimana pendekatan yang dilakukan
lagi. Masa ini disebut sebagai periode
oleh Subagio dan Kusmartono, (1988) yaitu
istirahat. Padang rumput tropika
sebagai berikut:
membutuhkan waktu 70 hari untuk
Penaksiran kuantitas produksi hijauan,
istirahat setelah digembalai selama 30
dilakukan dengan metode cuplikan dengan
hari. Untuk menaksir kebutuhan luas
memakai frame berukuran bujur sangkar.
tanah per tahun digunakan rumus Voisin
Pengambilan sampel di lapangan dilakukan
yaitu sebagai berikut : (Y - 1)s = r
secara acak, ditentukan dengan melihat
dimana : Y = Angka konversi luas tanah
homogenitas lahan yaitu komposisi botani,
yang dibutuhkan per tahun terhadap
penyebaran produksi, serta topografi lahan.
kebutuhan per bulan, s = Periode
Hijauan yang terdapat dalam areal frame
merumput, dan r = P eriod e istirahat
dipotong lebih kurang 5 - 10 cm diatas
Kapasitas Tampung. Pengukuran
permukaan tanah dan ditimbang beratnya.
kapasitas tampung sapi atau kamping atau
Penentuan Proper Use Factor. Konsep
domba dapat dilakukan dengan pendekatan
Proper Use Factor (PUF) besarnya
seperti pengukuran kapasitas tampung bagi
tergantung pada jenis ternak yang
ternak sapi yang disarankan oleh
digembalakan, spesies hijauan di padangan,
Reksohadiprodjo (1985). Jenis ternak
tipe iklim setempat serta kondisi tanah
mempunyai hubungan erat dengan
padangan. Untuk penggunaan padangan
kebutuhan konsumsi pakannya. Menurut
ringan, sedang, dan berat nilai PUF-nya
Semiadi (1998), kebutuhan pakan untuk untuk
masing-masing adalah 25-30 %, 40-45 %, dan
ternak dewasa (sapi, kambing, domba) per
60-70 %. Konsep ini digunakan dalam
harinya adalah 3.1 kg bahan kering atau 10%
menaksir produksi hijauan antara lain
dari berat badannya.
karena: (a) Erodibilitas lahan, yaitu jika
Kapasitas Tampung Padangan Alam.
lahan semakin mudah mengalami erosi
Penghitungan kapasitas tampung padang
dengan hamparan vegetasi rendah,
rumput alam dilakukan berdasarkan atas
sebaiknya tidak terlau banyak hijauan
produksi hijauan yang dapat dikonsumsi.
dipanen, (b) Pola pertumbuhan kembali
Urutan perhitungan adalah sebagai berikut
hijauan. Bila hijauannya mempunyai pola
(Reksohadiprodjo, 1985):
pertumbuhan setelah panen lamban, maka
Produksi Hijauan (kg ha-1) = Rata-
sebaiknya tidak semua hijauan yang ada
rata BB cuplikan (kg m-2)*104 (m2 ha-
diperhitungkan untuk menentukan jumlah 1
)
ternak yang akan dipelihara, dan (c) Jenis
Hijauan tersedia (kg ha-1) = PUF *
dan perkiraan jumlah ternak yang akan
Produksi hijauan (kg ha-1)
dipelihara bahwa semakin banyak jenis
Pada penelitian ini penggunaan lahan
temak yang dipelihara maka injakan ternak
padang penggembalaan atau Proper Use
terhadap rerumputan mengakibatkan tidak
Factor (PU) diasumsikan pada tingkat
100 % hijauan yang ada dapat dikonsumsi
berbeda-beda antara Blang Ubo-Ubo,
ternak,
Panca dan Cot Seuribe.
Menaksir kebutuhan luas tanah per
bulan, didasarkan pada kemampuan ternak Kebutuhan tanah per bulan (ha UT1 )
mengkonsumsi hijauan. Misalnya: Kebutuhan hijauan per bulan (kg UT 1 )
kebutuhan seekor ternak sapi dewasa =
adalah 40 kg rumput per hari (10% dari Hijauan yang tersedia (kg ha1 )
bobot badan) maka per bulan diperlukan 40
kg x 30 = 1200 kg (1,2 ton) hijauan. Bila
produksi hijauan 8 ton per ha, maka luas Kebutuhan tanah per tahun ha UT 1 =

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 19


Y Kabupaten Aceh Besar tahun 2008 ini
1
Kebutuhan luas tanah per bulan (ha UT meliputi
) areal seluas 3.710 ha tersebar
Y adalah angka konversi luas tanah yang dalam beberapa desa dengan pusat
dibutuhkan dari per bulan menjadi per tahun pengembangan sebagaimana ditunjukkan
sebesar 3.33 berdasarkan rumus Voisin yaitu : dalam Tabel 1.
R Tabel 1 memperlihatkan bahwa total
Y=S+ 1 luas lahan yang dicadangkan untuk
dengan S adalah lama periode merumput pengembangan kawasan peternakan Kab.
yang ditentukan selama 30 hari, dan R Aceh Besar pada tahun 2008 mencapai
adalah lama periode istirahat yang 3.710 ha. Lahan-lahan tersebut digunakan
ditentukan selama 70 hari. untuk berbagai penggunaan seperti lahan
perkebunan HMT, lahan penggembalaan
Kapasitas tamping
1 dan lahan-lahan untuk keperluan bangunan
= Kebutuhan luas tanah per tahun (ha UT 1 ) fisik seperti perkandangan, pesat kesehatan
hewan, pusat administrasi dan perkantoran,
Dari nilai kapasitas tampung ini dan lahan rencana pengembangan.
selanjutnya dapat dihitung kapasitas Kawasan pengembangan I terletak di
tampung total dan kapasitas tampung bagi Blang Ubo-Ubo Desa Saree Aceh
sapi atau kambing yaitu sebagai berikut : K t Kecamatan Lembah Seulawah diarahkan
= K *L., dimana : K = Kapasitas Tampung untuk pengembangan sapi bali. Kawasan ini
(UT/ha), Kt = Kapasitas tampung total (UT), dikhususkan sebagai kawasan
L = Luas padang rumput alam (ha) pengembangan pembibitan (breeding
center) ternak sapi bali dengan luas
III. HASIL DAN PEMBAHASAN kawasan mencapai 560 ha. Kawasan
pengembangan II dipusatkan di kawasan
3.1 Potensi Agro Fisik Cot Seuribe, termasuk dalam kawasan ini
Luas keseluruhan Kabupaten Aceh adalah desa Rabo, Data Gaseu, Bareuh dan
Besar adalah 2.974,12 km2 atau setara Cucum dengan luas kawasan 3.000 ha.
dengan 297.412 ha (Aceh Besar Dalam Kawasan ini juga diarahkan untuk kawasan
Angka, 2006). Adapun rencana pengelolaan pembibitan ternak sapi bali model
kawasan peternakan yang dipusatkan di pengembangan padang
Blang Ubo-Ubo Kecamatan Saree

Tabel 1. Lokasi pengembangan kawasan peternakan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008

Desa Luas
No Kecamatan Pusat Kawasan
pengembangan Ha %
1 Lembah Seulawah Kawasan I Blang Ubo-Ubo Saree Aceh 560 15,1
2 Kota Jantho Kawasan II Cot Seuribee Rabo, Data 3.000 80,9
Gaseu, Cucum,
Bareueh
Kawasan III Panca Panca, Panca 150 4,0
Kubu
Total 3.710 100
Sumber: Laporan Kegiatan Pengelolaan pengembangan Kawasan Peternakan Provinsi NAD, hasil
survey 2008.

pengembalaan dan penyediaan hijauan ha yang termasuk dalam desa Panca dan
makanan ternak pola Cut dan carry dengan Panca Kubu.
penanaman rumput unggul. Kawasan
3.2 Fisiografi dan Penggunaan Lahan
pengembangan III diarahkan untuk
pengembangan pembibitan kambing PE Hasil analisis digitasi peta land sat
pola intensif dengan luas areal sekitar 150 yang disertai hasil pengamatan dan

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 20


pengukuran lapangan dengan menggunakan seperti di atas terdiri atas 78,17 ha (2,10%)
abney level diketahui bahwa areal rencana tersebar sekitar Blang Ubo-Ubo, 2.829,02
pengembangan kawasan peternakan di ha (76,30%) di Cot Seuribe, dan 138 ha
masing-masing lokasi mempunyai fisiografi (3,70%) di kawasan Panca.
datar sampai bergelombang dengan
3.3 Kesesuaian Lahan
kemiringan lahan dari 0-8%.
Pengembangan kawasan daerah Blang Ubo- Kesesuaiaan lahan adalah kecocokan
Ubo dan Cot Seuribe mempunyai fisigrafi suatu bidang lahan untuk penggunaan
yang lebih komplek yaitu datar sampai tertentu. Kesesuan lahan biasanya
bergelombang, sedangkan daerah dievaluasi untuk dapat dilihat pada kondisi
pengembangan kawasan di daerah Panca saat ini (present) atau setelah diadakan
mempunyai fisiografi datar. Lahan-lahan perbaikan (improvement). Sehubungan
yang dicadangkan untuk pengembangan dengan luasan masing-masing areal
kawasan peternakan ke depan yaitu areal pengembangan kawasan yang relatif
lahan kering yang masih berupa padang homogen maka dalam penyusunan kelas
alang-alang, tanah tandus, dan semak kesesuaian lahan hanya didasarkan pada
belukar (Tabel 2). analisis tapak rencana penanaman HMT
Pola penggunaan lahan demikian saja. Konsep dasarnya adalah
terdapat dalam tiga lokasi pengembangan membandingkan karakteristik/kualitas lahan
kawasan yang dapat dipertimbangkan untuk (land characteristics/quality) dengan
pengembangan kebun HMT dan padang persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan
pengembalaan. Hal ini sesuai dengan lahan (land use/crop requirements), dalam
pernyataan Bamualim (2004) bahwa hal ini adalah tanaman hijauan makanan
pengembangan lahan kering untuk ternak (HMT).
peternakan di Indonesia diklasifikasikan Hasil analisis sampel tanah komposit
berdasarkan potensi dan dominasi pada setiap lokasi pengembangan kawasan
vegetasinya. peternakan Provinsi NAD memperlihatkan
Luas areal pengembangan kawasan nilai yang hampir sama antara kawasan satu
yang telah dan direncanakan dengan kawasan lainnya. Secara lengkap
pengelolaannya dalam tahun 2008 hanya hasil analisis beberapa sifat tanah dimaksud
sekitar 664,81 ha (17,90%) yang terdiri atas disajikan dalam Tabel 3.
481,83 ha (13%) di Blang Ubo-Ubo, 170,98 Tabel 3 menunjukkan bahwa sifat
ha (4,6%) di Cot Seuribe, dan 12 ha (0,3%) kimia tanah areal pengembangan kawasan
di kawasan Panca. Sedangkan sisa lahan peternakan Provinsi NAD yang tersebar di
lainnya masih berupa alang-alang, tanah daerah Blang Ubo-Ubo, Panca, dan Cot
tandus, dan semak belukar merupakan Seuribe relatif sama. Kapasitas tukar kation
lahan-lahan yang potensial untuk rencana (KTK) berkisar antara 9,50 s/d 20,10
pengembangan kawasan pada tahun-tahun me/100 g tanah) dan tergolong
mendatang. Luas lahan yang dapat
diperuntukkan untuk tujuan dimaksud
Tabel 2. Luas penggunaan lahan di kawasan pengembangan Peternakan Kabupaten Aceh
Besar
Luas Kawasan
No Macam Penggunaan Blang Ubo-Ubo Cot Seuribe Panca
ha % ha % ha %
1 Pemukiman 12,5 2,2 70,3 2,3 3,4 2,3
2 Kebun campuran 80,9 14,4 433,7 14,5 21,7 14,5
3 Sawah - 0,0 38,75 1,3 30,3 20,2
4 Tegalan 1,9 0,3 573,85 19,1 0,5 0,3
5 Alang-alang, tanah tandus 340,2 60,8 1216,4 40,5 60,8 40,5
6 Semak belukar 124,5 22,2 667,0 22,2 33,4 22,3
Total 560 100 3.000 100 150 100
Sumber: Analisis tim survey (2008)

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 20


Tabel 3. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah komposit areal pengembangan kawasan
peternakan Provinsi NAD

Kawasan
Karakteristik Tanah
No Blang
Cot Sribe Panca
Ubo-Ubo
1 Kapasitas Tukar Kation 20,10 (R) 14,40 (R) 9,50 (R)
2 (me/100g) 36,00 (R) 34,65 (R) 33,37 (R)
3 Kejenuhan Basa (%) 5,94 (AM) 5,54 (AM) 5,06 (AM)
4 pH (H2O) 0,50 (SR) 1,36 (SR) 1,56 (SR)
5 C-Organik (%) Agak Halus Agak halus Agak halus
Tekstur
Sumber: Hasil analisis Labioratorium Kimia Tanah fakultas Pertanian Unsyiah, 2008

dalam kategori rendah. Persentase bahaya banjir pada musim penghujan yang
kejenuhan basa (KB) berkisar antara berupa genangan dengan kategori ringan
33,37% s/d 36% dan termasuk dalam kelas (kedalaman banjir < 25 cm, dan lamanya
rendah, pH tanah agak masam yaitu berkisar banjir < 1 bulan), dan tingkat kesuburan
antara 5,06 s/d 5,94 dan kandungan bahan tanah yang rendah. Sebaran lahan ini
organik tanah tergolong sangat rendah. terdapat di kawasan Blang Ubo-Ubo, Panca,
Secara umum dapat diperkirakan bahwa Panca Kubu, Cot Seuribe (kecuali desa Data
tingkat kesuburan tanah dimaksud termasuk Gaseu) dengan total luas areal 3.655,24 ha
dalam kategori rendah. (98,52%).
Keterbatasan air yang dicirikan dengan
3.4 Kesesuaian Lahan Aktual
rendahnya curah hujan menjadi kendala
Hasil analisis kesesuaian lahan untuk dalam kontinyuitas produksi pakan hijauan
pengembangan tanaman Hijauan Makanan ternak. Elemen lingkungan juga telah
ternak (HMT) terdiri atas jenis rumput menjadi kendala dalam sistem peternakan
gajah, leguminosa, dan golongan Sataria. nasional. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Pedoman penyusunan kelas kesesuaian Soehadji, 1995; dan Muryanto, et al., 1995)
lahan untuk masing-masing komoditi bahwa permasalahan dalam penyediaan
dimaksud merujuk pada kriteria yang pakan hijauan ternak bagai sebagaian besar
dikeluarkan oleh BPPT Bogor tahun 1993. ternak rakyat di Indonesia adalah
kekurangan air terutama pada musim
3.5 Rumput Gajah (Pennisetum kemarau.
purpurium SCHUM) Lahan-lahan yang termasuk dalam
Hasil evaluasi lahan secara aktual kategori sub kelas S2wa,fh,lp,nr
untuk rumput gajah di daerah mempunyai faktor pembatas tambahan
pengembangan kawasan peternakan Aceh selain yang telah disebutkan. Faktor
Besar dapat dilihat dalam Tabel 4. pembatas dimaksud adalah kondisi lahan
Diketahui bahwa semua areal yang yang menyangkut dengan penyiapan lahan
termasuk dalam daerah pengembangan berupa batuan permukaan yang mencapai 5-
kawasan peternakan (Blang Ubo-Ubo, 15% dengan ukuran beragam antara <0,5 -
Panca, dan Cot Seuribe) termasuk dalam 1,5 cm2. Lahan ini terdapat di dalam
kelas cukup sesuai (S2) dengan 2 (dua) sub kawasan Cot Seuribe yaitu desa Data Gaseu
kelas yaitu S2wa,fh,nr; dan S2wa,fh,lp,nr. dengan luas areal 54,76 ha (1,50%).
Lahan-lahan dengan sub kelas
3.6 Kelompok Leguminosa
S2wa,fh,nr mempunyai faktor pembatas
ketersediaan air terutama pada musim Hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual
kemarau yang ditandai dengan rata-rata untuk areal pengembangan tanaman hijauan
curah hujan tahunan 1.463,08 mm th-1, makanan ternak dari kelompok leguminosa

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 2


disajikan dalam Tabel 5. Menurut Tabel Lahan-lahan untuk penanaman hijauan
tersebut diketahui bahwa areal lahan makanan ternak dari jenis leguminosa
pengembangan kawasan peternakan Blang dengan sub kelas S2fh, nr mempunyai
Ubo-Ubo, Panca, dan Cot Seuribe termasuk faktor pembatas penggunaan lahan berupa
dalam kategori kelas kesesuaian lahan bahaya banjir dengan kategori ringan yang
cukukup sesuai (S2) dengan dua sub kelas ditandai dengan kedalaman banjir kurang
kesesuaian yaitu S2fh,nr dan S2fh,lp,nr. dari 25 cm, dan lamanya banjir kurang satu
bulan, serta tingkat kesuburan tanah
Tabel 4. Kelas kesesuaian lahan aktual rumput gajah (Pennisetum purpurium SCHUM) di
kawasan peternakan Kabupaten Aceh Besar

Kelas/Sub Kelas Luas


No Kawasan Desa
Kesesuaian ha %
1 Blang S2wa,fh,nr Saree Aceh dan 560 15,1
Ubo-Ubo Areal pengembangan
2 Cot S2wa,fh,nr Rabo, cucum, Bareuh 2945,24 79,4
Seuribe dan Areal cadangan
S2wa,fh,lp,nr pengembangan 54,76 1,50
Data Gaseu
3 Panca S2wa,fh,nr Panca,Panca Kubu, dan 150 4,0
Areal pengembangan
Total 3.710 100
Sumber: Hasil analisis (2008)
Keterangan faktor pembatas; wa= ketersediaan air, fh= bahaya banjir, nr= retensi hara, lp= penyiapan
lahan

Tabel 5. Kelas kesesuaian lahan aktual kelompok Leguminosa di areal pengembangan


kawasan peternakan Kabupaten Aceh Besar

Kelas/Sub Luas
No Kawasan Desa
kelas ha %
1 Blang Ubo- S2fh,nr Saree Aceh dan 560 15,1
Ubo Areal pengembangan
2 Cot Seuribe S2fh,nr Rabo, cucum, Bareuh dan 2945,24 79,4
Areal
S2fh,lp, nr cadangan pengembangan 54,76 1,50
Data Gaseu
3 Panca S2fh,nr Panca,Panca Kubu, dan 150 4,0
Areal pengembangan
Total 3.710 100
Sumber : Hasil analisa (2009)
Keterangan faktor pembatas; wa= ketersediaan air, fh= bahaya banjir, nr= retensi hara, lp= penyiapan
lahan

rendah. Lahan-lahan sub kelas ini terdapat Selain faktor pembatas tersebut pada lahan
di kawasan Blang Ubo-Ubo, Panca, dan Cot sub kelas ini juga mempunyai faktor
Seuribe (kecuali desa Data Gaseu) dengan pembatas penggunaan lainnya yaitu kondisi
total luas areal mencapai 3.655,24 ha lahan yang dapat mempengaruhi penyiapan
(98,52%). lahan yaitu berupa batuann lepas yang
Sub kelas kesesuaian lahan S2fh,lp,nr tersebar pada permukaan tanah dengan
juga mempunyai faktor pembatas persentase antara 5-15%. Lahan dengan sub
penggunaan berupa faktor lingkungan kelas ini hanya terdapat di kawasan Cot
sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 22
Seuribe yaitu desa Data Gaseu dengan luas Desa data Gaseu). Faktor pembatas
areal mencapai 54,76 ha (1,50%). penggunaannya untuk budidaya tanaman
rumput Setaria adalah berupa bahaya banjir
dengan kategori ringan, dan kandungan hara
tanah yang rendah. Lahan ini mempunyai
3.7 Rumput Setaria (Setaria spachelata)
luasan mencapai 3.655,24 ha (98,52%).
Hasil evalusi kesesuaian lahan untuk Sedangkan lahan sub kelas S2fh,lp,nr juga
tanaman rumput jenis Setaria di areal memiliki faktor pembatas seperti disebutkan
pengembangan kawasan peternakan Blang di atas dengan luasan 54,76 ha (1,5%), akan
Ubo-Ubo, Panca dan Cot Seuribe diketahui tepai ditambah lagi dengan faktor pembatas
bahwa secara aktual lahan-lahan tersebut lingkungan berupa bahaya banjir yang
tergolong kelas cukup sesuai (S2) dengan 2 mengancam pada musim hujan.
(dua) sub kelas kesesuaian yaitu S2fh,nr dan
3.9 Kesesuaian Lahan Potensial
S2fh,lp,nr. Masing-masing kelas dan sub
kelas kesesuaian lahan dimaksud telah Kesesuaian lahan potensial adalah
diringkas dan disajikan dalam Tabel 6. potensi perubahan kelas kesesuaian lahan
Lahan yang masuk dalam sub kelas S2fh,nr aktual setelah faktor penghambat
tersebar dalam kawasan Blang Ubo-Ubo, penggunaan untuk tujuan tertentu
Panca, dan Cot Seeuribe (tidak termasuk diperbaiki. Hasil evaluasi kesesuaian
Tabel 6. Kelas kesesuaian lahan aktual Setaria (Setaria spacelata) di kawasan peternakan
Aceh Besar
Luas
No Kawasan Kelas/sub kelas Desa
ha %
1 Blang Ubo- S2fh,nr Saree Aceh dan 560 15,1
Ubo Areal pengembangan
2 Cot Seuribe S2fh,nr Rabo, cucum, Bareuh dan 2945,24 79,4
Areal cadangan
S2fh,lp, nr pengembangan 54,76 1,50
Data Gaseu
3 Panca S2fh,nr Panca,Panca Kubu, dan 150
Areal pengembangan
Total 3.710 100
Sumber: Hasil analisis (2008)

lahan untuk penanaman hijauan makanan kendala lain masih memungkinkan untuk
ternak berupa rumput gajah, tanaman dimanipulasi meskipun dengan tingkat input
kelompok leguminosa, dan setaria di daerah yang tinggi. Faktor lingkungan ini adalah
pengembangan kawasan peternakan bahaya banjir atau genanangan masih dapat
disajikan dalam Tabel 7, 8, dan 9. diatasi dengan membuat saluran drainase
Menurut Tabel-tabel tersebut dapat dalam jumlah yang kukup. Kandisi batuan
dilihat bahwa semua kelas kesesuaian lahan permukaan yang menjadi penghambat
aktual tidak dapat ditingkatkan kelas penyiapan lahan untuk penanaman HMT
kesesuaiannya menjadi satu tingkat atau dapat ditempuh dengan praktek minimum
lebih tinggi dari kelas kesesuaian lahan tillage (olah tanah minimum), dan tingkat
sebelumnya. Hal ini dikarenakan faktor kesuburan tanah yang rendah ditingkatkan
penghambat penggunaan lahan bersifat dengan berbagai jenis pemupukan baik
relatif permanen sehingga sangat sulit untuk pupuk alam ataupun pupuk buatan. Oleh
dimanipula pada skala lapangan. Faktor karena itu kelas kesesuaian lahan potensial
pembatas dimaksud adalah kondisi untuk penanaman hijauan makanan ternak
lingkungan berupa unsur iklim yakni curah (HMT) berupa rumput gajah, leguminosa,
hujan rata-rata tahunan. Sedangkan faktor dan Setaria di lokasi pengembangan

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 23


kawasan peternakan Blang Ubo-Ubo, Pengembangan kawasan budidaya pertanian
Panca, dan Cot seuribee tetap berada pada ini dilakukan berdasarkan kesesuaian
kelas cukup sesuai (S2) dengan sub kelas lahannya dan memperhatikan kondisi
yaitu S2wa. penggunaan lahan eksisting yang terdiri dari
Sub kelas kesesuaian lahan potensial kawasan peternakan, kawasan pertanian
tersebut tentu saja jika telah mengalami lahan kering, dan kawasan hutan produksi.
beberapa perbaikan dengan tingkat input Sedangkan kawasan budidaya non-
sedang sampai tinggi. Input-input tersebut peternakan adalah berupa kawasan
berupa paket teknologi pengelolaan tanah permukiman dan perkantoran, zona
dan tanaman. Aspek yang menyangkut pertambangan, dll. Pengelolaan kawasan
dengan pengelolaan lahan tersebut adalah pengembangan peternakan dilakukan untuk
membuat saluran drainase pada lokasi yang memanfaatkan potensi lahan yang sesuai
berpotensi terkena banjir atau genangan air. untuk aktivitas peternakan, dalam
Pengolahan tanah minimum, pembuatan menghasilkan produksi daging atau ternak
guludan dan pemupukan tanaman HMT dengan tetap memperhatikan kelestarian
dengan pupuk alam dan buatan. Pupuk alam lingkungan untuk mewujudkan
dapat dipakai Rock fosfat dan pupuk pembangunan yang berkelanjutan. Kriteria
kandang itu sendiri,sedangkan pupuk buatan penetapan dan pengelolaan kawasan
berupa SP-36, Urea, dan KCl dengan peternakan meliputi; kawasan yang secara
takaran 150-200 kg ha-1. teknis fisik dapat digunakan untuk
pengembangan peternakan, kawasan yang
sekarang merupakan areal lahan basah atau
3.9 Rencana Pengembangan Kawasan
kering (eksisting), terutama persawahan
Rencana Pengembangan Kawasan tadah hujan, semak belukar, alang-alang dll
Budidaya meliputi budidaya pertanian yang sudah terlantar puluhan tahun dan
(peternakan) dan budidaya non pertanian. diupayakan dikonversi untuk membentuk

Tabel 7. Kelas Kesesuaian lahan potensial untuk tanaman rumput gajah (Pennisetum
purpurium SCHUM) areal pengembangan kawasan peternakan Provinsi NAD

Kelas/Sub Kelas
Input (Perbaikan) dan tingkat Luas
No Kawasan kesesuaian
input
Aktual Potensial ha %
1 Blang S2wa,fh,nr S2 Pengolahan tanah minimum, 560 15,1
Ubo-Ubo penanaman menurut kontur,
penambahan organik, mulsa,
pemupukan NPK dengan
tingkat input tinggi (HI)
2 Cot S2wa,fh,nr S2 Pengolahan tanah minimum, 2945,24 79,4
Seuribe S2 penanaman menurut kontur,
S2wa,fh,lp, drainase, penambahan 54,76 1,50
nr organik, mulsa, pemupukan
dengan tingkat input tinggi
(HI)
3 Panca S2wa,fh,nr S2 Pengolahan tanah minimum, 150 4,0
penanaman menurut kontur,
penambahan organik, mulsa,
pemupukan dengan tingkat
input tinggi (HI)
Total 3.710 100
Sumber: Hasil analisis (2008)

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 24


Tabel 8. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk kelompok Leguminosa di areal
pengembangan kawasan peternakan Provinsi NAD

Kelas/Sub kelas
Input (Perbaikan) dan tingkat Luas
No Kawasan Kesesuaian
input
Aktual Potensial ha %
1 Blang S2fh,nr S2 Pengolahan tanah minimum, 560 15,1
Ubo-Ubo penanaman menurut kontur,
dan penambahan organik,
mulsa, pemupukan NPK,
dengan tingkat input sedang
2 Cot S2fh,nr S2 Pengolahan tanah minimum, 2945,24 79,4
Seuribe penanaman menurut kontur,
S2fh,lp, S2 drainase, penambahan 54,76 1,50
nr organik, mulsa, pemupukan
dengan tingkat input sedang
3 Panca S2fh,nr S2 Pengolahan tanah minimum, 150 4,0
penanaman menurut kontur,
penambahan organik, mulsa,
drainase, pemupukan NPK
dengan tingkat input sedang
Total 3.710 100
Sumber: Hasil analisis (2008)

Tabel 9. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk kelompok tanaman Setaria (Setaria
spacelata) di areal pengembangan kawasan peternakan Kabupaten Aceh Besar
Kelas/sub kelas
Input (Perbaikan) dan tingkat Luas
No Kawasan kesesuaian
input
Aktual Potensial ha %
1 Blang S2fh,nr S2 Pengolahan tanah minimum, 560 15,1
Ubo-Ubo penanaman menurut kontur,
penambahan organik, mulsa,
pemupukan NPK dengan
tingkat input sedang
2 Cot S2fh,nr S2 Pengolahan tanah minimum, 2945,24 79,4
Seuribe penanaman menurut kontur,
S2fh,lp, S2 drainase, penambahan 54,76 1,50
nr organik, mulsa, pemupukan
dengan tingkat input sedang
3 Panca S2fh,nr S2 Pengolahan tanah minimum, 150
penanaman menurut kontur,
penambahan organik, mulsa,
pemupukan dengan tingkat
input sedang
Jumlah 3.710 100
Sumber: Hasil analisis (2008)

kawasan peternakan. Pengembangan Panca, dan Cot Seuribe. Dari luasan


kawasan peternakan yang kompak untuk kawasan yang direncanakan
mengefisienkan pengembangan lahan dan pengembangannya, ternyata persentase daya
tidak burupa spot-spot lokasi serta dukung kawasan untuk pengembangan
diupayakan untuk membentuk kawasan peternakan masih sangat tinggi.
agribisnis peternakan. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa dari
Pengembangan kawasan peternakan seluruh potensi kawasan pengembangan
ini meliputi kawasaan Blang Ubo-Ubo, yang direncanakan, ternyata hanya 4,93% di
LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 25
Blang Ubo-Ubo, 13,23% di Panca, dan pengelolaan kawasan yang dapat menjamin
5,23% di Cot Seuribe yang baru dapat persediaan HMT secara berkelanjutan dan
diberdayakan. Sedangkan sisanya 86,8% kenyamanan ternak yang dikelola. Kawasan
sampai 95,07% sampai saat ini masih belum dimaksud terutama adalah lahan-lahan yang
tergarap samasekali. Selain itu, kawasan diperuntukkan sebagai lahan padang
potensial ini masih mampu menampung penggembalaan yang terdapat di kawasan
ternak sapi sebanyak 5.751 sampai 11.952 pengembangan Blang Ubo-Ubo dan Cot
UT dan kambing sebanyak 8.067 UT hanya Seuribe. Luas lahan padang penggembalaan
dengan mengandalkan HMT yang tersedia yang memungkinkan dikembangkan di
dari padang pengembalaan. dalam kawasan peternakan mencapai
Berdasarkan informasi ini dapat 3.045,19 ha. Lahan-lahan ini dapat ditanami
diperkirakan bahwa jumlah ternak yang dengan jenis rumput makanan ternak dan
masih dapat tertampung di kawasan Blang pepohonan sesuai dengan kondisi iklim
Ubo-Ubo dengan Cot Seuribee mencapai setempat dengan luas lahan dan jumlah
18.661 UT, dan 8.067 UT di kawasan tanaman shelter dapat dilihat dalam Tabel
Panca. Hal ini dapat berarti bahwa jika 13. Sudah diketahui bahwa pakan hijauan
mengikuti pola penguasaan ternak merupakan pakan utama ternak ruminansia.
sebagaimana yang telah diterapkan BRR Menurut Jacoeb & Munandar (1991)
saat ini, maka jumlah KK yang masih komposisi pakan hijauan ternak rumanansia
memungkinkan untuk diikutsertakan dalam mencapai 73,8-94% dari total penggunaan
program pengembangan kawasan pakan, selebihnya berasal dari pakan
peternakan sapi di Kawasaan Blang Ubo- konsentrat.
Ubo dan Cot Seuribe, masih berpeluang Tanaman pepohonan dimaksud
menyerap 4.665 KK (18.661:4), dan (b) berfungsi sebagai shelter bagi hewan ternak
sekitar 1.152 KK (8.067:7) untuk dan fungsi konservasi. Untuk itu sebaiknya
peternakan kambing di kawasan panca. dipilih dari jenis tanaman kemiri dengan
Untuk menunjang kebutuhan pakan jarak tanam 100x100m.
ternak dalam kawasan diperlukan system
Tabel 10. Daya tampung ternak (Sapi Bali dan kambing PE) di Kawasan pengembangan
Peternakan Kabupaten Aceh Besar
Ternak yang
Daya Potensi
N sudah ada
Kawasan Tampung
o Jumlah Jumlah
(UT) % %
(UT) (UT)
1 Blang Ubo-Ubo 6.049 298 4,93 5.751 95,07
2 Panca 9.297 1.230 13,23 8.067 86.77
3 Cot Seuribe 12.612 660 5,23 11.952 94,77
Sumber: Hasil analisis tim penyusun (2008)

Tabel 11. Perkiraan jumlah tanaman shelter untuk padang penggembalaan di kawasan
Pengembangan peternakan

No Kawasan Lahan (ha) Tanaman Shelter


Padang Kebun rumput dan (batang)
Gembalaan lain-lain
1 Blang Ubo-Ubo 78,17 481,83 7.817
2 Panca 138,00 12,00 1.800
3 Cot Seuribe 2.829,02 170,98 202.902
Total 3.045,19 664,81 304.519
Sumber: Hasil analisis Tim Penyusun (2008)

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 26


Dengan merujuk pada ketentuan di diikutsertakan dalam program
atas, maka jumlah bibit tanaman kemiri pengembangan peternakan sapi di
untuk tanaman shelter yang dibutuhkan Kawasaan Blang Ubo-Ubo dan Cot Seuribe
dalam kawasan peternakan ditaksir masih berpeluang menyerap 4.665 KK
mencapai 290.719 batang dengan catatan di (18.661:4), dan 1.152 KK (8.067:7) untuk
kawasan Panca saat ini belum peternakan kambing di kawasan Panca.
membutuhkan shelter. Rekomendasi
pemilihan jenis tanaman ini didasarkan Rekomendasi
pada: (a) kemiri sesuai dengan dukungaan Untuk dapat meningkatkan produksi
iklim dan kesuburan tanah, (b) bernilai dikawasan pengembangan peternakan
ekonomi tinggi, (c) merupakan pohon yang segera dikembangkan sarana dan prasarana
berbentuk relatif tinggi dengan system baik aspek on-farm, maupun off-farm atau
perakaran dalam, (d) selain berfungsi sarana dukungan lainnya. Sarana yang
shelter, juga berperan dalam konservasi sangat mendesak adalah pembangunan bak-
tanah dan air. bak penampungan air dalam jumlah dan
ukuran yang memadai di kawasan cot
IV. SIMPULAN DAN SARAN seuribe. Perlu adanya penataan area
penggembalaan (ranch), kebun rumput,
Simpulan serta pembangunan kontruksi kandang yang
Berdasarkan analisis agroekologi tepat ukuran dan tempat. Perlu penetapan
(iklim, topografi dan tanah), maka di daerah status hukum kawasan pengembangan
kawasan Blang Ubo-Ubo, Panca, dan Cot peternakan untuk menjamin keberlanjutan
Seuribe merupakan daerah yang cukup program. Peningkatan kualitas SDM dan
sesuai untuk pengembangan sapi dan kelembagaan harus mendapat prioritas
kambing. Faktor pembatas penggunaannya peningkatan terutama menyangkut dengan
adalah keterbatasan air, bahaya erosi, system pengelolaan pakan ternak.
genangan dan kesuburan tanah yang rendah.
Ketersediaan lahan masih memungkinkan DAFTAR PUSTAKA
untuk peningkatan produksi ternak melalui
pendekatan intenfikasi, ataupun Bamualim, A. 2004. Strategi pengembangan
ekstensifikasi. Luas total areal yang telah peternakan pada daerah kering,
terpakai untuk berbagai keperluan Makalah Seminar Nasional
pengembangan saat ini 664,81 ha (17,92%). Pengembangan Peternakan
Luas areal cadangan yang masih potensial Berwawasan Lingkungan, IPB., Bogor
untuk dikembangkan untuk pengembangan Delgado C, Rosegrant M, Steinfeld H, Ehmi
peternakan masa mendatang 3.045,19 ha S & Courbois C. 1999. Livestock to
(82,08%). Dari seluruh potensi lahan 2020: The next food revolution.
kawasan pengembangan yang direncanakan, Washington Rome Nairobi: IFPRI
sudah diberdayakan hanya 4,93% di Blang FAO ILRI
Ubo-Ubo, 13,23% di Panca, dan 5,23% di Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar.
Cot Seuribee, sisanya antara 86,8% sampai 2005. Profil Kegiatan Sektor
95,07% belum tergarap secara optimal. Peternakan. Dinas Peternakan
Daya tampung ternak sapi di Blang Kabupaten Aceh Besar, Kota Jantho.
Ubo-Ubo 6.049 UT, Cot Seuribe 12.612 Dinas Peternakan kabupaten Aceh Besar.
UT, dan kambing di kawasan panca 2007. Laporan Tahunan 2007. Dinas
sebanyak 9.297 UT. Potensi daya tampung Peternakan Kabupaten Aceh Besar,
ternak sapi kawasan sebanyak 5.751 sampai Kota Jantho.
11.952 UT dan kambing sebanyak 8.067 Hadiprodjo, R. 1985. Produksi Hijauan
UT. Jumlah ternak yang masih dapat Makanan Ternak. BPFE. Yogyakarta.
tertampung di kawasan Blang Ubo-Ubo Jacoeb, T.N. & S. Munandar. 1991.
dengan Cot Seuribe mencapai 18.661 UT, Petunjuk teknis pemeliharaan sapi
dan 8.067 UT di kawasan Panca. Jumlah potong, Dirjen Peternakan, Jakarta
KK yang masih memungkinkan untuk

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 27


Juanda. B. 2002. Pertumbuhan ekonomi dan Reksohadiprodjo, 1985. Produksi Hijauan
pergeseran structural dalam Makanan ternak. BPFE., Yogyakarta
industrialisasi di Indonesia. J. Ekon., Saragih, B. 2000. Agribisnis berbasis
Vo.9. IPB., Bogor peternakan. Kumpulan pemikiran.
Mudumi. 1990 Pengelolaan Padang USESE Foundation dan Pusat Studi
Pengembalaan Dalam Upaya Pembangunan IPB, Bogor
Peningkatan Produksi Pakan. Skripsi Semiadi & Gono. 1986. Beberapa Tinjauan
Sarjana peternakan Faperta Uncen. Kemungkinan budidaya rusa. Bul.
Manokwari. Peternakan No. 1 Maret 1986. Faperta
Muryanto, U., Nuschati, Subiharta, W. UGM. Yogyakarta.
Dirdjapranoto, U. Kusnadi, & B.R. Soehadji. 1995. Peluang usaha sapi potong.
Prawiradiputra. 1995. Introduksi Makalah disampaikan pada seminar
ternak kambing dan hijauan pakan nasional Industri peternakan rakyat
ternak pada system usaha tani di lahan sapi potong di Indonesia, di Bandar
kering. Pros. Pertemuan ilmiah lampung. Dirjen Peternakan, Jakarta
komunikasi dan penyuluhan hasil Subagio, I. & Kusmartono. 1988. Ilmu
penelitian. Buku II. 271-277. Sub Kultur Padangan, NUFIC. Universitas
Balai Penelitian Ternak Klepu, Brawidjaya, Malang
Semarang

LENTERA : Vol.10. No.1,Juni 2010 28

You might also like