Professional Documents
Culture Documents
Jurnal 2015 Vol4 No2Muwardi
Jurnal 2015 Vol4 No2Muwardi
PENGANTAR REDAKSI
JURNAL MEDIKA MOEWARDI
Alamat Redaksi
Bagian Pendidikan & Penelitian
Redaksi
RSUD Dr. Moewardi
Jl. Kol. Soetarto 132
Telp. (0271) 634634 Ext 153 Fax (0271) 666954
Surakarta
E-mail medikamoewardi@yahoo.co.id
DAFTAR ISI
ABSTRAK
Pendahuluan
Di antara banyak marka jantung, troponin I/T merupakan standard baku emas dalam diagnosis
NSTEMI. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah
baik di negara maju maupun negara berkembang. Tujuan penelitian ini adalah apakah Cardiac
Troponin I merupakan baku emas marka enzim jantung untuk sindrom koroner akut.
Metode
POCT (Point of Care Testing) merupakan prosedur analitik yang dilakukan pada pasien oleh
tenaga ahli kesehatan yang telah mendapat training dan tersertifikasi di luar laboratorium
konvensional dengan pengawasan dan supervisi staff dari laboratorium klinis setempat yang
terkualifikasi dan terakreditasi. Kepala laboratorium setempat menetapkan kebutuhan klinis
inisial POCT setelah konsultasi dengan klinisi terkait. Secara umum tidak diperlukan persiapan
pasien khusus. Persiapan yang diperlukan untuk melakukan pengukuran kadar cTnI dengan Alere
Triage antara lain darah vena dengan antikoagulan EDTA/ plasma. Sampel harus konsisten dan
tidak direkomendasikan dilusi. Spesimen darah yang lain selain darah vena dengan antikoagulan
EDTA belum dievaluasi. Spesimen yang diperoleh seharusnya segera diperiksa atau dalam jangka
1 jam pengumpulan sampel. Apabila sampel tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu 1 jam,
pisahkan plasmanya dan lakukan pemeriksaan dalam jangka waktu 2 jam pengumpulan atau
bekukan pada suhu -200C sampai pemeriksaan dapat dilakukan (direkomendasikan tidak lebih
dari satu siklus beku cair). Transpor spesimen pada suhu ruangan atau didinginkan dan hindarilah
suhu ekstrim. Apabila spesimen hemolisis maka sebaiknya diiambil spesimen yang lain.
Hasil
Sensitivitas analitik Alere cTnI dapat mendeteksi kadar terendah yang mendekati nilai nol
dengan CI 95% dan pada persentil 95th troponin I ada pada nilai 0.01 ng/mL. Kisaran
pengukuran kadar cTnI Alere antara 0.01 10 ng/mL. Tidak terdapat hook effect pada kadar
sampai dengan 2.870 ng/mL. Pengukuran presisi didapatkan dengan menggunakan 80 replicates
yang didapatkan dari 40 tes yang dilakukan selama 20 hari dengan 2 kali pemeriksaan/ hari.
Spesifikasi kontrol kualitas yang diijinkan dari produk ini adalah dengan presisi % CV untuk
troponin I adalah 8.4-19.4%. Konsentrasi troponin I didapatkan dari 989 sampel sehat, dengan
kisaran nilai < 0.01 ng/mL sampai dengan 0.065 ng/mL dengan CI 90% didapatkan nilai pada
persentil 99th adalah 0.02 ng/mL sampai dengan 0.03 ng/mL
Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan dan saran bahwa Cardiac Troponin I merupakan baku emas marka
enzim jantung untuk sindrom koroner akut
Kata Kunci : Marka Enzim Jantung; Cardiac Troponin 1; Point of Care Testing; Penyakit
Jantung Coroner.
1
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
2
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
dengan metode FIA (Fluoro Immuno Assay) luar laboratorium konvensional dengan
dengan kecepatan pemeriksaan berkisar 20 pengawasan dan supervisi staff dari
menit diharapkan mampu memenuhi laboratorium klinis setempat yang
kebutuhan TAT tersebut. 4 terkualifikasi dan terakreditasi. Kepala
laboratorium setempat menetapkan
METODE kebutuhan klinis inisial POCT setelah
Pra-analitik konsultasi dengan klinisi terkait. 7
POCT (Point of Care Testing)
merupakan prosedur analitik yang dilakukan
pada pasien oleh tenaga ahli kesehatan yang
telah mendapat training dan tersertifikasi di
1. 2.
Secara umum tidak diperlukan persiapan -200C sampai pemeriksaan dapat dilakukan
pasien khusus. Persiapan yang diperlukan (direkomendasikan tidak lebih dari satu
untuk melakukan pengukuran kadar cTnI siklus beku cair). Transpor spesimen pada
dengan Alere Triage antara lain darah vena suhu ruangan atau didinginkan dan
dengan antikoagulan EDTA/ plasma. Sampel hindarilah suhu ekstrim. Apabila spesimen
harus konsisten dan tidak direkomendasikan hemolisis maka sebaiknya diiambil spesimen
dilusi. Spesimen darah yang lain selain darah yang lain. 4
vena dengan antikoagulan EDTA belum Alat yang diperlukan antara lain
dievaluasi. Spesimen yang diperoleh Alere Triage Meter, Alere Triage Troponin I
seharusnya segera diperiksa atau dalam Test Device (1 kantong berisi 25 tests
jangka 1 jam pengumpulan sampel. Apabila devices mengandung Murine monoclonal
sampel tidak dapat dilakukan dalam jangka antibodies against troponin I, Fluorescent
waktu 1 jam, pisahkan plasmanya dan dye , Stabilizers), Alere Triage Meter Pro or
lakukan pemeriksaan dalam jangka waktu 2 Triage Meter Plus, Alere Triage Total 3
jam pengumpulan atau bekukan pada suhu Control 1, Alere Triage Total 3 Control 2,
3
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
3. 4.
5. 6.
4
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
7.
5
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
8. 9.
6
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
15. 16.
HASIL
Sensitivitas analitik Alere cTnI dapat
mendeteksi kadar terendah yang mendekati
nilai nol dengan CI 95% dan pada persentil
95th troponin I ada pada nilai 0.01 ng/mL.
Kisaran pengukuran kadar cTnI Alere antara
0.01 10 ng/mL. Tidak terdapat hook effect
pada kadar sampai dengan 2.870 ng/mL.
Pengukuran presisi didapatkan dengan
menggunakan 80 replicates yang didapatkan
dari 40 tes yang dilakukan selama 20 hari
dengan 2 kali pemeriksaan/ har
7
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
Spesifikasi kontrol kualitas yang 0.01 ng/mL sampai dengan 0.065 ng/mL
diijinkan dari produk ini adalah dengan dengan CI 90% didapatkan nilai pada
presisi % CV untuk troponin I adalah 8.4- persentil 99th adalah 0.02 ng/mL sampai
19.4%. Konsentrasi troponin I didapatkan dengan 0.03 ng/mL. 4
dari 989 sampel sehat, dengan kisaran nilai <
Dari tabel diatas maka diambil batas Interferensi lain dapat ditimbulkan
konsentrasi troponin I pada individu sehat oleh karena adanya HAMA (Human anti-
adalah < 0.02 ng/mL. 4 mouse antibodies) dalam sampel. Meskipun
pencegahan telah diambil untuk
PEMBAHASAN meminimalisasi interferensi ini, seharusnya
Tidak ada interferensi hemoglobin menjadi catatan bahwa hasil keliru mungkin
sampai kadar 100 mg/ dl, kolesterol sampai terjadi pada pasien yang memiliki antibodi
kadar 280 mg/ dl, trigliserid sampai dengan heterofilik. Selain itu, technical or
kadar 500 mg/ dl, bilirubin terkonjugasi procedural errors dapat mengakibatkan
sampai dengan kadar 2 mg/ dl). Tidak ada erroneus results.
salah satupun dari obat di bawah ini
mempengaruhi hasil Troponin I. Obat-
obatan yang dimaksud antara lain
Acetaminophen, Activase, Albuterol,
Alprazolam, Amlodipine, Amoxicillin,
Ascorbic Acid, Aspirin, Atenolol,
Atorvastatin, Caffeine, Cephalexin,
Dextromethorphan, Digoxin,
Diphenhydramine, Dopamine, Doxycycline,
Eryhtomycin, Furosemid, Heparin,
Hydrochlortiazide, Hydrocodone, Ibuprofen,
Levothyroxine, Lisinopril, Loratadine,
Metoprolol, Nicotinr, Nicotinic acid,
Nitroglycerine, Prednison,
Prochlorperazine, Sertraline, Verapamil,
Warfarin dan Zolpidem. Cross Reactivity
dengan protein yang lain ditunjukkan dalam
Tabel 3. 4
8
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
9
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
10
Pik Siong, Dian Ariningrum ISSN: 2301-6736
Patologi Klinik FK-UNS / RSUD Dr. Moewardi
11
Purwoko, Husni Thamrin, Bara Aditya ISSN: 2301-6736
Bagian Anesthesiologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
ABSTRAK
Pendahuluan:
Anestesi spinal dengan Lidokain memiliki lama kerja yang pendek. Penambahan midazolam pada
lidokain dapat memperpanjang durasi blockade spinal anestesi baik itu blockade sensorik dan
motorik.
Tujuan:
Menganalisis perbandingan efek penambahan midazolam dan epinefrin terhadap lidokain
terhadap mula kerja dan lama kerja blokade sensorik dan motorik pada anestesi spinal serta efek
terhadap hemodinamik.
Metode:
Penelitian menggunakan Double Blind Randomized Control Trial pada 30 pasien ASA 1 dan 2
yang menjalani operasi abdomen bagian bawah dan ekstremitas bawah dengan spinal anestesi.
Penelitian dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok pertama yaitu kelompok control
Lidokain (Lidokain 75 mg hiperbarik+Nacl 0,9% 0,2 mL), kelompok kedua yaitu kelompok
Lidokain+Midazolam (Lidokain 75 mg hiperbarik+Midazolam 0,2 mg) dan kelompok ketiga
yaitu kelompok Lidokain+Epinefrin (Lidokain 75 mg hiperbarik+Epinefrin 0,2 mg). Data dicatat
meliputi mula kerja dan lama kerja blokade sensorik dan motorik. Blokade sensorik dinilai
dengan pin prick test dan blokade motorik dinilai dengan Bromage score. Waktu mulai
regresi sensorik dan mulai dibutuhkannya analgesi dicatat. Data hemodinamik dan kejadian yang
terjadi selama operasi pada menit ke5,10, 15, 30, 45, 60, 90, 120,150, 180 dan 210 diawasi dan
ditangani sesuai prosedur klinik serta di catat efek samping yang muncul pada saat durasi spinal
anestesi
Hasil:
Mula kerja blokade sensorik dan motorik anestesi spinal pada kelompok Lidokain+Midazolam
terbukti lebih cepat dibandingkan dengan Lidokain+Epinefrin (p < 0.001). Lama blokade
sensorik dan motorik anestesi spinal pada kelompok Lidokain+Midazolam terbukti lebih panjang
dibandingkan dengan fentanil (p < 0.001). gejolak hemodinamik pasien antar kelompok
perlakuan tidak terdapat perbedaan signifikan secara statistic (p >0,05)
Kesimpulan :
Penambahan midazolam pada lidokain secara spinal anestesi memiliki mula kerja lebih cepat dan
lama kerja lebih panjang dibandingkan dengan penambahan epinefrin tetapi gejolak
hemodinamik serta efek samping yang muncul antar kelompok tidak berbeda bermakna.
Kata Kunci : Spinal anestesi, midazolam, epinefrin, intratekal, mula kerja dan lama kerja,
blockade sensorik dan motoric
12
Purwoko, Husni Thamrin, Bara Aditya ISSN: 2301-6736
Bagian Anesthesiologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
7. Paska operasi Dicatat waktu NRS normalitas mengunakan uji Shapiro Wilk,
sampai 3, waktu pertama kali dapat dimana data dikatakan normal jika nilai
menggerakkan ekstremitas bawah, dan p>0,05. Hasil uji normalitas apabila
saat dapat gerak sempurna, diobservasi berditribusi normal maka dilakukan uji beda
tekanan darah, laju nadi, saturasi O2 mengunakan uji Anova, jika tidak
dan mual, muntah setiap 30 menit berdistribusi normal menggunakan uji
Data yang didapatkan dilakukan analisis Kruskal Wallis.
dengan menggunakan komputer. Data
demografi dan hasil penelitian dinilai HASIL
apakah distribusinya normal atau tidak. Berdasarkan hasi penelitian yang telah
Untuk penguji efek penambahan midazolam dilakukan pada 30 pasien yang menjalani
1 mg dengan epinefrin 0,2 mg terhadap operasi dengan spinal anestesi pada Instalasi
lidokain hiperbarik menggunakan uji beda Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi
antara 3 kelompok perlakuan. Penelitian ini Surakarta, didapatkan gambaran
menggunakan data numeric sehingga karakteristik subyek penelitian sebagai
sebelum uji statistik, dilakukan uji berikut.
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang
distribusi pasien antara laki-laki (53,3%) dan signifikan antar kelompok perlakuan.
perempuan (46,7%) hampir sebanding Perbandingan reponden berdasarkan
antara kedua jenis kelamin, Nilai p= 0,875 usia diketahui bahwa pada kelompok
(p>0,05), yang berarti bahwa tidak terdapat Lidokain (L) rata-rata dengan usia 51.60
perbedaan yang signifikan perbandingan +4.35 tahun, Lidokain+Epinefrin (LE) rata-
jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin rata dengan usia 51.90 +10.58 tahun, dan
antar kelompok perlakuan. pada kelompok Lidokain+Midazolam (LM)
Perbandingan reponden berdasarkan tingkat rata-rata dengan usia 42.10 +15.28 tahun.
pendidikan sebagian besar dengan Nilai p=0.174 (p>0,05), yang berarti bahwa
pendidikan SMA yaitu ada 80% pada tidak terdapat perbedaan yang signifikan
kelompok Lidokain (L), pada kelompok antar kelompok perlakuan.
Lidokain+Epinefrin (LE) sebagian besar Perbandingan reponden berdasarkan
dengan pendidikan SMP yaitu ada 50 %, dan tinggi badan diketahui bahwa pada
pada kelompok Lidokain+Midazolam (LM) kelompok Lidokain (L) tinggi badan 159.60
juga sebagian besar dengan pendidikan SMP +8.68 cm, Lidokain+Epinefrin rata-rata
yaitu ada 50%. Nilai p=0.089 (p>0,05), yang dengan tinggi badan 159.70 +6.48 cm, dan
15
Purwoko, Husni Thamrin, Bara Aditya ISSN: 2301-6736
Bagian Anesthesiologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
16
Purwoko, Husni Thamrin, Bara Aditya ISSN: 2301-6736
Bagian Anesthesiologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
17
Purwoko, Husni Thamrin, Bara Aditya ISSN: 2301-6736
Bagian Anesthesiologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
Tekanan darah sistolik rata-rata 30 p=0,080 (p>0,05), yang berarti bahwa tidak
menit setelah perlakuan pada kelompok terdapat perbedaan yang signifikan
dengan nilai p=0.202 (p>0,05), yang berarti perbandingan laju nadi pasien antar
bahwa tidak terdapat perbedaan yang kelompok perlakuan 30 menit setelah
signifikan perbandingan tekanan darah perlakuan.
sistolik pada pasien antar kelompok Berdasarkan hasil pengolahan data
perlakuan 30 menit setelah perlakuan. secara statistik tidak terdapat perbedaan
Tekanan darah diastolik rata-rata 30 yang signifikan tanda vital pasien antara
menit setelah perlakuan pada kelompok kelompok perlakuan. Dengan demikian
dengan nilai p=0.0,097 (p>0,05), yang kombinasi pemberian Lidokain yang
berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang ditambah dengan Epinefrin dan Midazolam
signifikan perbandingan tekanan darah tidak berdampak pada perubahan tanda vital
diastolik pasien antar kelompok perlakuan pasien dibandingkan dengan kontrol, yang
30 menit setelah perlakuan. berupa tekanan darah sistolik dan diastolik,
MAP rata-rata 30 menit setelah MAP, Laju Nadi, Dan SpO2.
perlakuan pada kelompok dengan nilai Secara statistik efek samping dari
p=0,342 (p>0,05), yang berarti bahwa tidak ketiga kombinasi obat tersebut tidak berbeda
terdapat perbedaan yang signifikan signifikan dan efek samping yang terjadi
perbandingan MAP pasien antar kelompok tidak terlalu banyak, sehingga penggunaan
perlakuan 30 menit setelah perlakuan kombinasi obat tidak berdampak pada
Laju nadi rata-rata 30 menit setelah meningkatnya efek samping.
perlakuan pada kelompok dengan nilai
18
Purwoko, Husni Thamrin, Bara Aditya ISSN: 2301-6736
Bagian Anesthesiologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
10
19
Purwoko, Husni Thamrin, Bara Aditya ISSN: 2301-6736
Bagian Anesthesiologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
18
20
Soetrisno, Asih Anggraeni, Laurita Laras Pratiwi ISSN: 2301-6736
Bagian Obstetrik & Gineokologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang:
Hiperemesis gravidarum adalah salah satu komplikasi dari kehamilan yang dapat menyebabkan
morbiditas fetal dan maternal. Hiperemesis gravidarum merupakan kondisi multifaktorial, diduga
salah satu faktor risikonya adalah tingkat pendidikan ibu hamil. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui hubungan antara kejadian hiperemesis gravidarum dan tingkat pendidikan ibu hamil.
Metode:
Penelitian ini bersifat analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional dimana teknik yang
digunakan adalah fixed disease sampling. Penelitian ini dilakukan di Surakarta. Peneliti
menggunakan besar sampel 40 orang sebanyak 20 ibu hamil dengan hyperemesis gravidarum dan
20 ibu hamil yang tidak mengalami hyperemesis gravidarum. Data dianalisis menggunakan uji
Chi Square dengan SPSS 22.0 for Windows.
Hasil:
Pada kelompok ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum terdiri dari 5 ibu hamil dengan tingkat
pendidikan rendah (12,5%) dan 15 ibu hamil dengan tingkat pendidikan tinggi (37,5%). Pada
kelompok ibu hamil yang tidak mengalami hiperemesis gravidarum terdiri dari 13 ibu hamil
dengan tingkat pendidikan rendah (32,5%) dan 7 ibu hamil dengan tingkat pendidikan tinggi
(17,5%). Hasil uji Chi Square menunjukkan probabilitas sebesar 0,0281 yang berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara kejadian hyperemesis gravidarum dengan tingkat pendidikan ibu
hamil.
Kesimpulan:
Terdapat hubungan bermakna kejadian hyperemesis gravidarum dengan tingkat pendidikan ibu
hamil.
21
Soetrisno, Asih Anggraeni, Laurita Laras Pratiwi ISSN: 2301-6736
Bagian Obstetrik & Gineokologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
METODE
22
Soetrisno, Asih Anggraeni, Laurita Laras Pratiwi ISSN: 2301-6736
Bagian Obstetrik & Gineokologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
Tabel 4 Hasil analisis data menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan tingkat
Kejadian Hiperemesis Gravidarum dengan Tingkat Pendidikan
HG
Tingkat Pendidikan Positif Negatif p-value PR
N (%) N (%)
Rendah (<12 tahun) 5 (12.5%) 13 (32.5%) 0,03 0,045
Tinggi (12 tahun) 15 (37.5%) 7 (17.5%) (0,1835-0,9047)
23
Soetrisno, Asih Anggraeni, Laurita Laras Pratiwi ISSN: 2301-6736
Bagian Obstetrik & Gineokologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
24
Soetrisno, Asih Anggraeni, Laurita Laras Pratiwi ISSN: 2301-6736
Bagian Obstetrik & Gineokologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
DAFTAR PUSTAKA
25
Soetrisno, Asih Anggraeni, Laurita Laras Pratiwi ISSN: 2301-6736
Bagian Obstetrik & Gineokologi RSUD Dr. Moewardi / FK-UNS Surakarta
26
Sakti Charlia Maharani, Suci Widhiati, Indah Julianto, Harijono Kariosentono ISSN: 2301-6736
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
Abstrak
Pendahuluan
Tanaman obat tradisional banyak dimanfaatkan dalam menyembuhkan berbagai penyakit, salah
satunya adalah Beluntas (Pluchea indica Less.). Quercetin merupakan senyawa terbanyak yang
terkandung dalam daun beluntas dilaporkan memiliki beragam manfaat. Perhitungan kadar
quercetin yang di ekstrak dari daun tanaman beluntas dibutuhkan untuk mendapatkan konsentrasi
yang diinginkan dalam sebuah penelitian.
Metode penelitian
Ekstrak daun beluntas didapat dari ruas daun 1-3 yang segar dan utuh, diambil pada pagi hari.
Setelah disortir dan dikeringkan dalam oven, dilakukan penggilingan dengan mesin penepung
(hummer mills). Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi menggunakan pelarut
metanol 70-90%, aduk kemudian saring. Ekstrak berupa bubuk didapatkan dengan cara
memisahkan ekstrak cair dengan filtratnya dan diuapkan dengan metode sokhletasi.
Hasil
Jumlah massa quercetin dalam gram yang dibutuhkan didapat dari massa quercetin dalam gram
perliter dibagi dengan massa atom relatif quercetin. Hasil yang didapat selanjutnya dilarutkan
dalam 100 ml pelarut, sehingga didapatkan kadar konsentrasi yang diinginkan.
Kesimpulan
Jumlah massa hasil penghitungan dilarutkan dalam 100 mL pelarut 0,0125% DMSO/DMEM
sehingga terbentuk larutan 20 mol/L. Perhitungan dengan cara yang sama juga digunakan untuk
mendapatkan jumlah massa (gram) ekstrak daun beluntas yang dibutuhkan untuk membuat
larutan dengan konsentrasi ekstrak daun beluntas 40 mol/L, 80 mol/L, dan kadar konsentrasi
lain yang diinginkan peneliti.
26
Sakti Charlia Maharani, Suci Widhiati, Indah Julianto, Harijono Kariosentono ISSN: 2301-6736
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
mills). Untuk pembuatan serbuk digunakan menggunakan ekstraksi sokhlet pada suhu
ukuran 40-60 mesh. 65o C selama 3 jam. Pelarut metanol
Metode ekstraksi metabolit sekunder diuapkan dengan rotary evaporator. Ekstrak
yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang diperoleh disimpan pada suhu 4o C.8,9
maserasi menggunakan pelarut metanol 70-
90%. Cara ekstraksi yaitu mencampurkan HASIL
bahan baku yang sudah berupa serbuk Quercetin adalah senyawa dengan massa
dengan pelarutnya (metanol). Diaduk dengan atom relatif sebesar 302,236. Langkah
alat ekstraktor selama minimal 2 jam. pertama yang dilakukan adalah menentukan
Setelah diaduk didiamkan 24 jam kemudian jumlah massa quercetin (gram) yang
disaring sehingga dihasilkan filtrate/ekstrak dibutuhkan untuk membuat ekstrak
cair. Cairan ekstrak dipisah dan didapatkan berdasarkan rumus konversi massa sebagai
filtrate-1. Pada ampas ditambah 1 liter berikut10 :
metanol 70% dimaserasi kembali
Sehingga ekstrak kering daun beluntas yang dengan konsentrasi 20 mol/L quercetin
harus diambil untuk membuat larutan adalah sebagai berikut:
28
Sakti Charlia Maharani, Suci Widhiati, Indah Julianto, Harijono Kariosentono ISSN: 2301-6736
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
29
Sakti Charlia Maharani, Suci Widhiati, Indah Julianto, Harijono Kariosentono ISSN: 2301-6736
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
30
Sakti Charlia Maharani, Suci Widhiati, Indah Julianto, Harijono Kariosentono ISSN: 2301-6736
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
Dalam penelitian untuk memisahkan pelarut murni atau campuran azeotropik dan
bahan aktif dari simplisia adalah dengan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi
menggunakan ekstraksi. Ekstraksi adalah dengan campuran pelarut karena uapnya
pemisahan senyawa aktif dari suatu bahan akan mempunyai komposisi yang berbeda
dengan bantuan pelarut yang sesuai sehingga dalam pelarut cair di dalam wadah.32
didapatkan ekstrak. Terdapat macam-macam Destilasi uap adalah sebuah proses di mana
teknik ekstraksi terdiri dari perkolasi, campuran cairan atauuap dari dua atau lebih
maserasi, Hot Continuous Extraction zat dipisahkan menjadi fraksi komponen
(Sokletasi), destilasi uap, (MAE) Microwave kemurnian yang diinginkan dengan
Assisted Extraction, ekstraksi ultrasound memperhatikan titik didih zat panas. Tujuan
(Sonication) dan ekstraksi Supercritical dari destilasi uap air adalah untuk
Fluid. Perkolasi adalah ekstraksi dengan melarutkan bahan yang mengandung minyak
cara mengalirkan pelarut untukmelewati volatil atau mengandung komponen kimia
bahan padat yang akan diekstraksi. Pada yang mempunyai titik didih tinggi pada
poses ini pelarut yang memiliki kemampuan tekanan udara normal.33
melarutkan bahan yang baik dapat lolos Microwave Assisted Extraction
dengan mudah melewati bahan (MAE) merupakan metodeekstraksi modern
padat.Keuntungan metode ini adalah tidak dimana microwave bekerja dengan
memerlukan langkah tambahan. memancarkan radiasi gelombang
Kerugiannya adalah kontak antara sampel elektromagnetik non ionik yang berada di
padat tidak merata atau terbatas antara frekuensi 300 MHz hingga 300
dibandingkan dengan metode refluks, dan GHz.34 Ultrasound adalah teknik ekstraksi
pelarut menjadi dingin selama proses yang memanfaatkan gelombang ultrasound.
perkolasi sehingga tidak melarutkan Ultrasound adalah getaran mekanik pada
komponen secara efisien.31 solid, liquid ataupun gas.gelombang
Sokletasi atau Hot Continuous mekanik menyebabkan kompresi dan
Extraction merupakan ekstraksi secara ekspansi pada medium saat
berkesinambungan, dimana pelarut merambat.Terjadinya perulangan gelombang
dipanaskan hingga menguap dan uap pelarut yang periodik menyebabkan terjadinya
akan terkondensasi menjadi molekul- siklus ekspansi dan kompresi.Siklus
molekul air oleh pendingin balik dan turun kompresi mendorong molekul untuk
melarutkan bahan dalam klongsong dan bergabung, dan siklus ekspansi menarik
selanjutnya masuk kembali ke dalam labu molekul untuk menjauh.35 Cairan superkritis
alas bulat setelah melewati pipa. (Supercritical Fluid) adalah salah satu teknik
Keuntungan metode ini adalah dapat ekstraksi dimana pengambilan substansi
digunakan untuk sampel dengan tekstur yang aktif dari bahan pada keadaan suhu dan
lunak dan tidak tahan terhadappemanasan tekanan diatas titik kritisnya. Saat substansi
secara langsung, memerlukan sedikit pelarut berada pada titik kritisnya, substansi tersebut
serta pemanasannya dapat diatur.Sedangkan tidak dapat dibedakan fase gas atau fase
kerugian dari metode ini adalah karena cair.36
pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul Maserasi merupakan salah satu
pada wadah di sebelahbawah terus-menerus proses ekstraksi simplisia yang
dipanaskan sehingga dapat menyebabkan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
reaksiperuraian oleh panas. Selain itu jumlah pengocokan atau pengadukan pada suhu
total senyawa-senyawa yangdiekstraksi akan kamar. Metode maserasi digunakan untuk
melampaui kelarutannya dalam pelarut memperoleh komponen yang diinginkan
tertentu sehingga dapat mengendap dalam dengan mengekstrak simplisia menggunakan
wadah dan membutuhkan volume pelarut pelarut tanpa suhu tinggi.37 Proses maserasi
yang lebih banyak untuk melarutkannya. sangat menguntungkan dalam isolasi
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan senyawa bahan alam karena murah dan
31
Sakti Charlia Maharani, Suci Widhiati, Indah Julianto, Harijono Kariosentono ISSN: 2301-6736
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
mudah dilakukan. Maserasi ini cocok untuk sampel dan pelarut dapat ditingkatkan
mengekstrak komponen-komponen yang apabila didukung dengan adanya
tidak tahan akan suhu tinggi. Pada pengocokan agar kontak antara sampel dan
perendaman sampel tumbuhan akanterjadi pelarut semakin sering terjadi, sehingga
pemecahan dinding dan membran sel akibat proses ekstraksi lebih sempurna.37-38
perbedaan tekananantara di dalam dan di Pada penelitian ini digunakan ekstrak
luar sel, sehingga metabolit sekunder yang kering daun beluntas dengan ruas daun 1-3
ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam dengan kandungan Quercetin sebesar 2163,
pelarut. Pelarut yang mengalir ke dalam sel 59 mg/100 gram. Quercetin adalah senyawa
dapat menyebabkan protoplasma dengan massa atom relatif sebesar 302,236.
membengkak dan bahan kandungan selakan Ekstrak quercetin dari daun beluntas didapat
larut sesuai dengan kelarutannya. Lamanya dengan teknik maserasi. Langkah
waktu ekstraksi menyebabkan terjadinya selanjutnya adalah menentukan jumlah
kontak antara sampel dan pelarut lebih massa quercetin (gram) yang dibutuhkan
intensif sehingga hasilnya juga bertambah untuk membuat ekstrak berdasarkan rumus
sampai titik jenuh larutan. Kontak antara konversi massa sebagai berikut10 :
KESIMPULAN KEPUSTAKAAN
Beluntas merupakan tanaman obat 1. Sakong P, Khampitak T. Antioxidant
tradisional yang mudah ditemukan dan activity and bioactive phytochemical
banyak tumbuh di negara berkembang contents of traditional medicinal
termasuk Indonesia. Salah satu zat yang plants in northeast Thailand. J med
terdapat dalam beluntas adalah flavonoid. plants res. 2011; 5 (31): 6822-31
Quercetin adalah senyawa flavonols yang 2. Kumar Pal dan Shukla. Herbal
paling banyak terkandung dalam beluntas. medicine: current atatus and the future.
Senyawa ini memiliki berbagai manfaat Asian pasific journal of cancer
diantaranya sebagai antioksidan, prevention. 2003; Vol 4: p. 281-8
antiinflamasi dan antifibrotik. Studi 3. Goyal PK, Aggarwal RR. A review on
menggunakan ekstrak murni quercetin telah Phytochemical and biological
banyak dilakukan. Namun karena ekstrak investidation of plant genus pluchea.
murni quercetin masih mahal dan sulit Indo American journal of pharm
didapat, dikembangkan penelitian mengenai research. 2013; 3 (4): 3373-91
quercetin dengan cara menghitung kadar 4. Sharma SK dan Goyal N. Biological
konsentrasinya dari ekstraksi daun tanaman studies of the plants from genus
obat tradisional. pluchea. Biological research. 2011; 2
(3): 25-34
5. Pramanik KC, Chatterjee TK. Invitro
and invivo antibacterial activities of root
extract of tissue cultured of Pluchea
indica (L.) Less Against bacillary
dessentry. Phcog mag. 2008; 4 (14): 78-
83
6. Suriyaphan O. Nutrition, health benefits
and application of Pluchea indica (L.)
leaves. Mahidol University J of
Pharmaceutical sciences. 2014; 41 (4):
1-10
32
Sakti Charlia Maharani, Suci Widhiati, Indah Julianto, Harijono Kariosentono ISSN: 2301-6736
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
35
Rini Hastuti, Imroatul Ulya, Muhammad Eko Irawanto ISSN: 2301-6736
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, RSUD Dr. Moewardi /
FK-UNS Surakarta
Nilai Scorten Pada Kejadian Mortalitas Pada Pasien Nekrotik Epidermal Toksik Di
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang:
Severity of Illness Score for Toxic Epidermal Necrolysis (SCORTEN) adalah suatu sistem
skoring yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan penyakit, dirancang secara
spesifik untuk Nekrolitik Epidermal Toksik (NET)/Sindrom Steven Johnson (SSJ),
dengan memperkirakan angka mortalitas yang dihitung dalam 24 jam pertama sejak pasien
dirawat. Nekrolitik Epidermal Toksik adalah suatu penyakit yang berat, akut dan
mengancam jiwa, ditandai dengan pengelupasan kulit yang luas dan erosi membran
mukosa.
Tujuan:
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai SCORTEN dengan terjadinya mortalitas
pada pasien NET di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi.
Metode:
Penelitian ini merupakan studi retrospektif pasien NET yang dirawat inap di RSUD Dr.
Moewardi selama periode 1 Januari 2015 31 Mei 2016. Penelitian dilakukan dengan
melihat data rekam medis yang mencakup jumlah pasien, umur, jenis kelamin, obat
penyebab yang dicurigai, angka mortalitas dan nilai SCORTEN. Kemudian dilakukan
analisis uji T menggunakan SPSS 19 for Window.
Hasil:
Didapatkan 10 pasien NET. Kasus terbanyak terjadi pada kelompok umur 41-60 tahun
(40%), Pasien laki-laki (60%) lebih banyak daripada perempuan (40%). Obat
penyebab yang dicurigai paling banyak adalah parasetamol (20%). Mortalitas terjadi
pada 2 pasien (20%). Empat pasien (40%) termasuk ke dalam nilai SCORTEN 0-1, 1
pasien (10%) termasuk ke dalam nilai 2, 4 pasien (40%) termasuk ke dalam nilai 3, dan
1 pasien (10%) termasuk ke dalam nilai 4, serta tidak ada pasien dengan nilai 5.
Terdapat hubungan antara SCORTEN dengan kejadian mortalitas (p=0,291).
Kesimpulan:
Terdapat hubungan antara Nilai SCORTEN dengan kejadian mortalitas pada pasien NET di
RSUD Dr Moewardi.
35
Rini Hastuti, Imroatul Ulya, Muhammad Eko Irawanto ISSN: 2301-6736
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, RSUD Dr. Moewardi /
FK-UNS Surakarta
36
Rini Hastuti, Imroatul Ulya, Muhammad Eko Irawanto ISSN: 2301-6736
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, RSUD Dr. Moewardi /
FK-UNS Surakarta
dapat dilihat bahwa pasien laki-laki kelompok umur 41-60 tahun (Tabel 1).
(60%) lebih banyak daripada Obat penyebab yang dicurigai terbanyak
perempuan (40%) dengan jumlah adalah parasetamol (Tabel 2)
pasien terbanyak adalah pada
Tabel 1. Kelompok Umur dan jenis kelamin pasien SSJ/NET di instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
Moewardi Periode Januari 2015-Mei 2016
37
Rini Hastuti, Imroatul Ulya, Muhammad Eko Irawanto ISSN: 2301-6736
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, RSUD Dr. Moewardi /
FK-UNS Surakarta
38
Rini Hastuti, Imroatul Ulya, Muhammad Eko Irawanto ISSN: 2301-6736
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, RSUD Dr. Moewardi /
FK-UNS Surakarta
Tabel 4. Obat yang berhubungan dengan risiko terjadinya SSJ/NET berdasarkan Euro-
SCAR tahun 2008.16 Keterangan: AINS, anti inflamasi non steroid; ACE, angiotensin
converting enzyme; SSRI, selective serotonin reuptake inhibitor; SCAR, severe cutaneous
adverse reaction.
39
Rini Hastuti, Imroatul Ulya, Muhammad Eko Irawanto ISSN: 2301-6736
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, RSUD Dr. Moewardi /
FK-UNS Surakarta
Tabel 5. SCORTEN.18
40
Rini Hastuti, Imroatul Ulya, Muhammad Eko Irawanto ISSN: 2301-6736
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, RSUD Dr. Moewardi /
FK-UNS Surakarta
41
Rini Hastuti, Imroatul Ulya, Muhammad Eko Irawanto ISSN: 2301-6736
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, RSUD Dr. Moewardi /
FK-UNS Surakarta
42
JUR NAL MEDIK A MOEWAR DI
VOL.04, NO.02, November 2015 IISSN:
S S N : 2301-6736
2 30 1- 67 36
Kriteria Naskah
1. Naskah Asli merupakan hasil penelitian original dalam ilmu kedokteran maupun ilmu
kesehatan lain pada umumnya. Format naskah meliputi : Pendahuluan yang berisi latar
belakang masalah dan tujuan penelitian. Bahan dan cara : berisis disan penelitisan, tempat
dan waktu, populasi dan sampel, pengukuran dan analisis data. Hasil : dapat dikemukakan
dalam bentuk tabel, grafik maupun tekstural. Diskusi berisi tentang pembahasan
mengenai hasil penelitian yang ditemukan. Kesimpulan : berisi pendapat penulis
berdasarkan hasil penelitian, ditulis secara lugas dan relevan dengan hasil penelitian.
2. Tinjauan Pustaka merupakan naskah review dari jurnal maupun buku teks mengenai
berbagai hal mutahir dalam ilmu kesehatan atau ilmu kedokteran.
3. Laporan Kasus: berisi paparan kasus yang ditemukan di klinik atau di lapangan yang
merupakan kasus yang jarang atau menarik. Format penulisan Laporan Kasus meliputi:
Pendahuluan, Laporan Kasus dan Diskusi.
Alamat Pengiriman Naskah :
Jurnal Medika Moewardi : Bagian Diklit RSUD Dr. Moewardi Jalan Kol.Soetarto 132 Telp.
(0217)634634 Ext 153 Fax. (0217) 666954 E-mail :medikamoewardi@yahoo.co.id
Kepastian naskah dimuat atau ditolak akan diberitahukan secara tertulis. Penulis yang
naskahnya dimuat akan mendapat bukti pemuatan sebanyak satu eksemplar.