You are on page 1of 5

CANDI KIDAL

(struktur dan nilai-nilai karakter dalam cerita garudeya)

Penyusun: Muhammad R Alim

PENDAHULUAN
Masa hindu budha menjadi masa yang memiliki andil dalam perjalanan sejarah
Nusantara. Diawali Kerajaan Kutai preode ini memunculkan banyak pertanyaan dan keunikan
kerajaan-kerajaan hindu budha di Nusantara. Orang umum berpandangan kerjaan besar mampu
berbicara banyak bahkan mampu menguasai daerah diluar Nusantara yaitu Sriwijaya dan
Majapahit. Namun dalam membahas kerajaan-kerajaan hindu budha di Nusantara Kerajaan
Singhasari tidak boleh dilupakan. Kerajaan ini terkenal dengan ekspedisi pamalayu masa Raja
Kertanegara. Membahas Kerajaan Singhasari yang diperkirakan di daerah Singosari (Malang)
tentu saja banyak peninggalan-peninggalan yang luar biasa secara nilai historis ataupun
seni/budaya. Peninggalan kerajaan yang berlokasi di Malang ini sangatlah banyak salah
satunya berbentuk sebuah candi. Candi peninggalan Kerajaan Singhasari antaranya candi
singasari, candi jago, candi (stupa) sumberawan, candi jawi dan candi kidal. Lima candi
peninggalan Kerajaan Singhasari ini yang cukup menarik dibahas adalah candi kidal. Candi
kidal merupakan sebuah candi sebagai pendharmaan Raja Anusapati.

NAMA, STRUKTUR DAN FUNGSI CANDI


Candi seringkali dikaitkan dengan preode kerajaan hindu budha sebagai tempat yang di
sucikan. Kata candi menurut Prof. H.J Krom dan Dr. W.F Stutterheim berasal dari kata
CHANDIKA GRHA. Chandika berarti dewi maut/kematian. Dewi maut di Nusantara sering
dikenal dengan Bethari Durga = Durga Mahesa Suramardhani. Kata Grha berasal dari GRAHA
atau Griya/Griyo yang berarti rumah. Jadi Chandika grha adalah rumah atau tempat dari Durga
Mahesa Suramardhani, dengan demikian candi adalah rumah dewi maut. Candi masa klasik
dipahami sebagai tempat suci untuk berbakti kepada dewa-dewa.
Struktur candi dibagi menajadi tiga bagian. Bagian atas, tenggah dan bawah yang mana
memiliki makna dan filosofi sendiri-sendiri tetapi saling berkaitan.
STRUKTUR CANDI

SVARLOKA

BHUVARLOK

BHURLOKA

Fungsi candi di Nusantara ternyata mengalami perkembangan yang cukup banyak dari
pada fungsi aslinya di India. Fungsi candi di India sebagai tempat suci untuk menyembah atau
beribadah kepada para dewa-dewa. Fungsi ini di Nusantara mulai berkembang seiring kejayaan
kerajaan hindu budha yang semakin pesat serta memasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat
Nusantara. Selain berfungsi sebagai tempat yang disucikan dan berbakti kepada para dewa,
candi di Nusantara menjadi tempat pendharmaan raja-raja di Nusantara. Raja-raja yang
membawa kedamaian, ketentraman dan kejayaan disebuah kerajaan kemungkinan besar di
dharmankan. Hal ini tidak lepas dari konsep raja adalah titisan dewa di bumi, sehingga pantas
untuk di agungkan. Raja-raja ini ketika meninggal dan dirawat dengan tradisi hindu dan di
kremasi. Abu jenazah orang yang diagungkan ditempatkan di peripih.

CANDI KIDAL
Candi kidal berada di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang Jawa
Timur. Candi kidal dibangun tahun 1248 Masehi sebagai pendharmaan Raja Anusapati dari
Kerajaan Singhasari. Tujuan dari pembangunan candi ini untuk Raja Anusapati sehingga
mendapatkan kemuliaan. Bangunan candi seluruhnya terbuat dari batu andesit dan berdimensi
geometris vertikal. Ormanem candi kidal terdapat medalion-medalion yang menghiasi dinding-
dinding candi. Candi Kidal secara arsitektur, kental dengan budaya Jawa Timuran, telah
mengalami pemugaran pada tahun 1990. Candi kidal juga memuat cerita Garudeya, cerita
mitologi Hindu, yang berisi pesan moral pembebasan dari perbudakan.
Tangga candi kidal tersusun tipis-
tipis sehingga tidak begitu terlihat dari
kejauhan. Keunikan pertama dari candi
kidal merupakan tembok yang rendah di
kanan kiri candi yang disebut dengan
badug. Arsitektur candi kidal mengikuti
gaya jawa timuran tetapi badug tidaklah
dimiliki candi-candi lain di jawa timur.

Kepala kala atau kala makara di


candi kidal ini sangat mencerminkan gaya
jawa timuran yang berbeda dengan gaya
jawa tenggah. Kala makara merupakan
penjaga tempat suci, oleh karena itu
digambarkan seram dengan mata melotot
dan taring yang tajam. Taring yang tajam
dan panjang merupakan ciri khas dari gaya
jawa timur.

Candi kidal juga memiliki patung


singa yang mana terdapat pada sisi-sisi
candi. Singa ini seakan-akan menyangga
bagian pelipit atas candi kidal. Pujangga
jawa tidak tau bentuk singa sesungguhnya,
karena di jawa tidak ada singa.
Pengambaran ini berdasarkan cerita-cerita
pujangga India yang dituliskan di kitab-
kitab.
Atap candi kidal berbentuk kotak
yang terdiri tiga kotak, semakin ketas
semakin kecil bentuknya. Puncak dari atap
candi tidak dihiasi dengan ratna atau stupa.
Konon ceritanya atap dari candi kidal setiap
pojoknya diberi berlian dengan jumlah
empat buah.

Relung candi atau kamar-kamar


kecil di candi hindu pada umumnya terdiri
dari arca Dewi Durga, Siwa Mahaguru,
Ganesa dan Linga Yoni. Relung bagian
barat di candi kidal berisikan Arca
Anusapati. Arca-arca di candi kidal sudah
tidak ada.

Arca Raja Anusapati yang kabarnya masa


penjajahan di bawa oleh pihak kolonial ke
Negeri Belanda.
GARUDEYA

Di Sebuah pertapaan, tinggal seorang resi bernama


Resi Kasyapa dengan dua orang istrinya, Dewi
Winata dan Dewi Kadru.

Datang seorang dewa memberi telur ke duanya

Dewi Winata burung garuda (bernama


Garudeya)

Dewi Kardu ular Naga

Terjadi Persaingan taruhan Dewi Winata


kalah (dicurangi)

Harus menjadi budak dewi kardu dan anaknya.

Garudeya dewasa mencari cara membebaskan


ibunya

- Ibunya bebas air amerta (air kehidupan)

- Air amerta Khayangan dijaga oleh dewa


wisnu

- Garudeya perang melawan dewa-dewa


penjaga khayangan

- Syarat menjadi tunggangan dewa wisnu

You might also like