You are on page 1of 5

KAJIAN INTENSIF

AYAT AL-QURAN

Pertemuan : Kelima Hari/Tanggal : Sabtu/11 Juni 2005


Disusun oleh : M. Fachri Simatupang Tempat : Mushalla Al-Fath - FATETA
Pemilik naskah : Jurusan/Angkatan: /

MEMAHAMI KANDUNGAN
QS. An-Nahl (16) : 125







(125)

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah & pelajaran yang baik & bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya & Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.

Allah SWT berfirman


( Serulah kepada jalan Tuhanmu) yaitu memerintahkan
Muhammad SAW untuk melaksanakan dakwah kepada manusia dengan menyeru manusia
kepada jalan Allah SWT, yakni menyeru kepada Islam. Seruan kepada Rasulullah SAW adalah
juga merupakan seruan kepada umatnya yakni umat Islam untuk melaksanakan dakwah bagi
tersebarnya Islam di tengah umat manusia. Dakwah bagi umat Islam adalah ibarat darah bagi
tubuh. Keberadaannya akan menjadi jaminan bagi hidup & mulianya umat ini. Tugas
mengemban dakwah adalah merupakan kewajiban bagi setiap orang dari umat ini. Sebagai
balasannya, Allah SWT menjanjikan balasan yang besar. Allah SWT berfirman :




Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
maruf & mencegah kepada yang mungkar & beriman kepada Allah... (Ali Imran [3] : 110)




Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf & mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang
beruntung. (Ali Imran [3] : 104)
Bahkan Allah SWT mensifati pengemban dakwah sebagai orang yang paling baik perkataannya
melalui firman-Nya :


Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada (agama) Allah,
mengerjakan amal shalih & berkata : Sesungguhnya aku termasuk golongan orang-orang
muslimin. (Fushshilat [41] : 33)
Setelah memerintahkan berdakwah bagi setiap muslim, Allah SWT kemudian melanjutkan
firman-Nya dengan mengatakan, ( dengan hikmah) yakni dengan Al-Quran

(dan pelajaran yang baik) yakni dengan nasehat yang lembut
( dan bantahlah mereka
dengan cara) yakni bantahan
( yang baik) seperti menyeru mereka untuk menyembah
Allah dengan menampilkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT atau dengan
hujjah-hujjah yang jelas. Ini merupakan kaifiyat (tata cara) berdakwah kepada manusia.
Menggunakan tiga cara itu adalah wajib bagi para pengemban dakwah. Inilah ketiga metode
dakwah yang wajib diambil oleh pengemban dakwah untuk menyeru kepada kebenaran. Ibnu
Qayyim berkata, Allah menjadikan tingkatan-tingkatan dakwah menurut tingkatan manusia.
Orang yang memenuhi dakwah, menerima dan dari kalangan intelektual yang tidak mengingkari
Halaman 2 dari 5
MEMAHAMI KANDUNGAN QS. AN-NAHL : 125 M. Fachri Simatupang
kebenaran, diseru dengan cara hikmah. Orang yang mau menerima namun lalai dan menunda-
nunda, diseru dengan memberikan pelajaran yang baik. Hal ini berlaku dalam perintah dan
larangan yang disertai dengan anjuran dan peringatan. Sedangkan orang yang suka membangkang
dan ingkar, dibantah dengan cara yang lebih baik. Inilah yang benar tentang makna ayat ini.
Abdurrahman Al-Baqhdadi mengatakan bahwa setiap pengemban dakwah harus
berpegang teguh dengan prinsip Islam dengan penuh keberanian mengungkapkan secara terus
terang. Seorang pengemban dakwah tidak boleh meninggalkan prinsip dakwah yang telah
diajarkan Islam hanya karena mengharapkan dakwahnya akan diterima oleh masyarakat.
Pengemban dakwah juga tidak boleh mempertimbangkan keinginan untuk mendapatkan
kedudukan & harta duniawi (tidak perlu khawatir dengan rizki & masa depan) lalu
meninggalkan metode dakwah ini. Pengemban dakwah harus memberikan pemikiran yang
benar & jelas. Ia juga wajib menantang, agresif serta yakin terhadap kebenaran yang
diserukan. Tidak takut kepada penguasa & para kaki tangannya, tanpa memandang adat
istiadat, tradisi masyarakat. Ia tidak akan berpaling sedikitpun kepada sesuatu, selain kepada
risalah Islam. Rasulullah SAW mengawali dakwah kepada orang Quraisy juga seperti itu.
Sehingga orang-orang Quraisy pernah berandai-andai agar beliau dapat bersikap lemah
lembut. Allah SWT berfirman :

Maka mereka menginginkan supaya kamu lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).
(Al-Qalam [68] : 9)
Allah SWT melanjutkan firman-Nya,

(Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya &
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.) Yakni Allah SWT yang lebih
mengetahui siapa yang celaka diantara mereka & siapa yang berbahagia. Keduanya telah
ditetapkan disisi Allah SWT & telah selesai perutusannya. Serulah mereka kepada Allah SWT,
janganlah kamu bersedih lantaran mereka, sebab menunjukkan mereka bukanlah tugasmu.
Sesungguhnya kamu hanyalah pemberi peringatan & penyampai risalah & Kamilah yang
menilainya. Inilah suatu hiburan dari Allah SWT bagi pengemban dakwah. Seolah Allah SWT
ingin mengatakan Kalian hanya Aku tuntut untuk berusaha sesuai kemampuanmu dalam
kerangka yang telah Aku gariskan, sedangkan hasilnya adalah urusan-Ku. Dari itulah Aku akan
menilai & membalas apa yang kalian lakukan. Imam Jalalain mengatakan, Ayat ini
diturunkan sebelum diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir. Dan diturunkan ketika
Hamzah gugur dalam keadaan tercincang, ketika Nabi SAW melihat keadaan jenazahnya, beliau
SAW bersumpah melalui sabdanya : Sungguh aku bersumpah akan membalas 70 orang dari mereka
sebagai penggantimu. Imam Al-Hakim, Imam Al-Baihaqi dan Imam Al-Bazzar mengetengahkan
riwayat dari Abu Hurairah ra bahwa setelah Rasulullah SAW bersumpah seperti itu, maka pada
saat itu juga turun Malaikat Jibril as sedang Rasulullah SAW masih berdiri, seraya membawa
wahyu ayat-ayat terakhir surat An-Nahl :



} 126}

{128}
{ 127}
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi
orang-orang yang sabar. Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan
Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu
bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. An-Nahl [16] : 126-128)
Kemudian Rasulullah SAW berhenti dan menahan diri dari apa yang dikehendakinya itu.

Demikianlah tafsir singkat dari QS. An-Nahl [16] : 125. Dari ayat di atas dapat digali
beberapa pembahasan tambahan :

1. Dakwah dengan Hikmah


Jumhur ulama memaknai hikmah yang dikaitkan dengan dakwah sebagai perkataan tegas
dan benar yang dapat membedakan yang haq dan bathil, sedangkan hikmah yang disambung
dengan Al-Quran maksudnya adalah As-Sunnah. Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani,
Halaman 3 dari 5
MEMAHAMI KANDUNGAN QS. AN-NAHL : 125 M. Fachri Simatupang
hikmah adalah al-burhan al-aqli (argumentasi yang logik). Maksudnya adalah argumentasi yang
masuk akal yang tidak dapat dibantah & memuaskan. Inilah yang bisa mempengaruhi jiwa
(pikiran & perasaan) siapa saja. Sebab manusia tidak dapat menutupi akalnya dihadapan
argumentasi yang jelas serta dihadapan pemikiran yang kuat.
Oleh karena itu, berdakwah dengan argumentasi & hujjah ini akan dapat mempengaruhi
para pemikir maupun bukan pemikir. Cara dakwah semisal inilah yang ditakuti oleh orang kafir
serta orang atheis. Sebab, hal ini dapat membongkar rekayasa kebathilan, menerangi wajah
kebenaran serta mampu menjadi api yang membakar kebobrokan sehingga menjadi cahaya
yang dapat menyinari kebenaran.
Al-Quran telah mencontohkan hal ini dengan memaparkan hujjah yang jelas &
argumentasi logik dalam memberikan penjelasan mengenai suatu masalah. Misalnya kita dapat
melihat bagaimana Al-Quran menjelaskan tentang adanya kebangkitan setelah mati dengan
menggunakan argumentasi logik & memuaskan, firman-Nya :



Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan), hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke
suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan
sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang
yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (Al-Araf [7] : 57)
Lebih lanjut, Imam Taqiyuddin mengatakan bahwa adalah keliru jika orang mengira
bahwa hikmah adalah kebijaksanaan, kelemah-lembutan atau keramahan. Sebab, makna
tersebut sama sekali tidak termaktub dalam QS. An-Nahl [16] : 125 di atas. Kata hikmah
memang bisa berarti menempatkan persoalan pada tempatnya & bisa juga berarti hujjah &
argumentasi. Di dalam ayat ini, hikmah tidak mungkin diartikan sebagai menempatkan
persoalan pada tempatnya. Maka jelaslah, bahwa makna kata hikmah itu adalah hujjah &
argumentasi.

2. Dakwah dengan Mauizah Al-Hasanah


Berdakwah dengan memberi pelajaran yang baik (mauizah al-hasanah), berarti
mempengaruhi perasaan manusia ketika menyeru pemikirannya dan mempengaruhi
pemikiran ketika menyeru kepada perasaannya. Sehingga, pemahaman mereka terhadap apa
yang didakwahkan senantiasa diliputi oleh semangat melaksanakannya serta beramal untuk
meraihnya. Al-Quran telah mencontohkan dakwah seperti ini, sebagaimana firman-Nya :






Dan sesungguhanya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin & manusia.
Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) &
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang
yang lalai. (Al-Araf [7] : 179)
Kemudian Allah SWT berfirman :

} 23{ } 22{
24{ } 21{

}26{ } 25{}
Sesungguhnya neraka jahannam itu (padanya) ada tempat mengintai, lagi tempat kembali bagi
orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya,
mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya & tidak (pula mendapat) minuman, selain air
yang mendidih & nanah, sebagai pembalasan yang setimpal. (An-Naba [78] : 21-26)

3. Berdakwah dengan Jidal


Halaman 4 dari 5
MEMAHAMI KANDUNGAN QS. AN-NAHL : 125 M. Fachri Simatupang
Berdakwah melalui debat (jidal) dengan cara yang paling baik. Menurut Manna Al-
Qattan, jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan
lawan. Berjidal dengan cara yang baik berarti berdiskusi yang terbatas dengan ide.
Kemudian menyerang & menjatuhkan argumentasi bathil lalu memberikan argumentasi jitu
& benar. Argumentasi jitu adalah argumentasi yang tepat & mengena pada sasaran
perdebatan & argumentasi yang benar adalah argumentasi yang dibangun dari nash-nash
yang shahih dan bukti yang kuat. Oleh karena itu jidal tersebut memiliki dua sifat yakni
merobohkan & membangun baru sama sekali atau menjatuhkan & menegakkan argumentasi.
Contoh dari jidal seperti ini dapat dilihat dalam Al-Quran :










"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya karena
Allah telah memberikan orang itu pemerintahan. Ketika Ibrahim mengatakan : Tuhanku ialah
Yang menghidupkan & mematikan. Orang itu berkata : Saya dapat menghidupkan & mematikan.
Ibrahim berkata : Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia
dari barat. Lalu heran terdiamlah orang kafir itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zhalim. (Al-Baqarah [2] : 258)
Contoh lainnya adalah :
{ 24} { 23}
} 26} } 25}
} 28}
} 27}
}31}
} 30} } 29}
Firaun bertanya : Siapakah Tuhan semesta alam itu ? Musa menjawab : Tuhan Pencipta langit
dan bumi dan apa-apa yang diantara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian
mempercayainya. Berkata Firaun kepada orang-orang sekelilingnya : Apakah kamu tidak
mendengarkan ? Musa berkata (pula) : Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang
dahulu. Firaun berkata : Sesungguhnya rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar
orang gila. Musa berkata : Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada diantara
keduanya, (itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan aqal. Firaun berkata : Sungguh jika
kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang
dipenjarakan. Musa berkata : Dan apakah (kamu akan melakukan itu) kendatipun aku tunjukkan
kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata ? Firaun berkata : Datangkanlah sesuatu (keterangan)
yang nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar. (QS. Asy-Syuaraa (26) :
23-31)
}36} } 35} { 34}
}
} 37}

} 40} } 39}
} 38
{43}
} 42} } 41}
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri sendiri) ?
Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu ? Sebenarnya mereka tidak meyakini.(apa
yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada pendaharaan tuhanmu atau merekakah yang
berkuasa ? Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu
(hal-hal yang ghaib) ? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan
keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak
laki-laki ? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan
hutang ? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang ghaib lalu mereka
menuliskannya ? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya ? Maka orang-orang yang kafir itu
merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Maha Suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Tur [52] : 35-43)
QS. At-Tur [52] : 35-43 menggambarkan perdebatan dengan cara mencecar lawan
bicara dengan berbagai pertanyaan tentang hal-hal telah diakui akal agar lawan bicara sadar
akan kesesatannya dan banyak contoh lainnya yang tersebar di dalam Al-Quran.
Halaman 5 dari 5
MEMAHAMI KANDUNGAN QS. AN-NAHL : 125 M. Fachri Simatupang
Imam Taqiyuddin mengatakan bahwa perdebatan seperti inilah yang disebut jidal yang
baik. Adalah persepsi yang salah yang mengatakan perdebatan yang baik adalah perdebatan
dengan lemah-lembut & ramah. Yang benar justru menyerang argumentasi dengan
argumentasi secara total sebagaimana yang diajarkan oleh Al-Quran. Sewaktu melakukan
debat seorang pengemban dakwah harus tetap menjaga bahwa debat hanya berkisar pada
masalah ide & selalu dapat memberi solusi akhir terhadap suatu masalah.
Pengemban dakwah harus memperhatikan dua hal yang mungkin akan dilakukan oleh
lawan bicaranya sewaktu lawan bicaranya itu mulai merasa kalah. Yang pertama, adalah
lawan bicaranya akan mulai menyentuh gharizah baqa kita, misalnya lawan bicara mulai
mencaci & mengejek pribadi kita. Pada saat ini pengemban dakwah jangan sampai
terpengaruh & terpancing untuk membalasnya. Karena jika tidak, maka debatnya tidak akan
berhasil & tujuan dari debat tidak tercapai. Kedua, lawan bicara akan mulai mengubah topik
pembicaraan ke topik yang lain. Maka pengemban dakwah harus tetap teguh pada topik
semula sampai perdebatan tuntas & menghasilkan suatu kebenaran yang diakui. Pengemban
dakwah juga harus menghindari debat kusir. Jika hal ini terjadi, maka perdebatan harus
dihentikan karena tidak ada gunanya.

4. Etika dalam Berdebat


Diantara etika dan aturan berdebat agar debat yang kita lakukan tidak menyimpang
dari tujuan akhir debat yaitu menyampaikan hujjah atau yang diduga sebagai hujjah
sehingga kebenaran akan terkuak : (1) Mengedepankan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan
maksud bertaqarrub dan mencari ridla Allah SWT, (2) Diniatkan untuk menyatakan yang haq
dan membatalkan yang bathil, bukan semata karena ingin mengalahkan lawan, (3)
Menggunakan metode yang baik serta dengan pandangan dan kondisi yang baik. Ibnu Abbas
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Petunjuk yang baik, cara yang baik dan tidak
berlebihan adalah satu dari 25 bagian kenabian. (4) Jika lawan bicara adalah orang kafir
maka rujukannya semata-mata aqli, sehingga berdebat dengan mereka harus dibatasi pada
pokok-pokok agama yang dalilnya bersifat rasional. Jika lawan bicara adalah orang muslim
maka rujukannya adalah naqli dan aqli. Aqal menjadi rujukan pada perkara yang bersifat
rasional dan naql menjadi rujukan pada perkara yang bersifat syari. (5) Tidak boleh
mengeraskan suara kecuali dengan kadar yang dibutuhkan, tidak boleh meremehkan lawan
bicara dan tidak memotong pembicaraan lawan. (6) Tidak berdebat di tempat-tempat yang
dikhawatirkan akan membahayakan diri sendiri. (7) Tidak boleh keras kepala dengan tidak
menerima kebenaran ketika kebenaran itu tampak pada lawan bicara. Karena mengikuti
kebenaran adalah keharusan dan tetap berada dalam kebathilan adalah kesalahan. (8) Tidak
boleh mengacaukan jawaban dengan memberi jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan
atau jawaban yang tidak jelas dan membingungkan lawan bicara.

Alhamdulillahi rabbil alamin


Demikianlah kandungan QS. An-Nahl [16] : 125.
Kepunyaan Allah-lah segala puja & karunia. Semoga terlimpahkan rahmat-Nya kepada Nabi SAW,
keluarganya, shahabatnya & ummatnya yang senantiasa menjalankan dakwah ini dengan segenap jiwa
& raganya bagi kembali tegaknya syariat Islam di tengah kehidupan kita. Amiiiin......


Daftar Pustaka
1. Belajar Mengenal dan Mencintai Al-Quran, Muhammad Fachri Simatupang
2. Dakwah Islam & Masa Depan Ummat, Dr. Abdurrahman Al-Baghdadi
3. Haditsush Shiyam, Imam Taqiyuddin An-Nabhani
4. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir II, Muhammad Nasib Ar-Rifai
5. Studi Ilmu-ilmu Quran, Manna Khalil Al-Qattan
6. Tafsir Ibnu Qayyim, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy
7. Tafsir Jalalain, Imam Jalaluddin Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi

You might also like