You are on page 1of 5

Kasus

Kasus An. D umur 3 tahun, pasien di rawat di ruangan melati Rumah Sakit X
dengan diagnosa Demam kejang . Sesuai dengan order yang disampaikan dokter
bahwa infus pasien harus diganti dengan didrip obat penitoin, namun perawat
yang tidak mengikuti operan jaga langsung mengganti infuse pasien tanpa melihat
bahwa terapi pasien tersebut infusnya harus didrip obat penitoin. Beberapa menit
kemudian pasien mengalami kejang-kejang, keluarga pasien panik dan langsung
melaporkan hal tersebut kepada perawat jaga, sehingga tidak menjadi tambah
parah dan tindakan yang dilakukan oleh perawat adalah langsung mengganti
infusnya dan ditambah dengan penitoin. Saat kejadian tidak ada dokter jaga, serta
beberapa perawat tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing.
BAB III
SITUASI DAN ANALISIS

Rumah Sakit X merupakan rumah sakit tipe B, dan sedang mengikuti


program akreditasi tahun 2017. Jumlah perawat di ruangan melati berjumlah 9
orang yang dibagi dalam 1 KARU, 4Perawat, dan 4 bidan. Model penugasan tim
untuk layanan asuhan pasien yang diberikan juga tidak berjalan di ruangan
tersebut. Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat
membahayakan keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam dinas semua
perawat memiliki tanggung jawab untuk mengikuti operan yang bertujuan untuk
mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang akan dilakukan maupun
dihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan sesuai dengan
kondisi pasien. Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar
dalam pemberian obat. Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan
kepada pasien sesuai order, namun dalam hal ini perawat tidak menjalankan
prinsip benar obat. Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak
mengaplikasikan konsep patient safety dengan benar, terbukti dari kesalahan
akibat tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang menyebabkan
ancaman keselamatan pasien.

Perawat seharusnya menerapkan prinsip 6 benar dalam pemberian obat,


sebagai berikut :
1. Tepat Obat
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya
alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan
obat, mengecek label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping
obat, hanya memberikan obat yang didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil hitungan
dosis dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.
3. Tepat waktu
Mengecek program terapi dari dokter, mengecek tanggal kadarluarsa obat.
4. Tepat pasien
Memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien
pada papan/kardeks di tempat tidur pasien.
5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.
6. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat (Kozier,
B. Erb, G. & Blais, K. (1997).

Selain itu, solusi yang tepat untuk pemecahan masalah diatas adalah perawat
harus memahami betul pasien kelolahan di ruangan dan juga mengetahui standar
keselamatan pasien sesuai dengan uraian DepKes, sebagai berikut :
Standar Keselamatan Pasien RS (KARS DepKes).
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan
evaluasi dan meningkatkan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.

Berdasarkan analisa kasus dan situasi diatas,uraian tujuh standar tersebut diatas
dapat dikaitkan dengan tindakan tersebut, seperti :
I. Hak pasien
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan.
Kriteria:
Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter penanggung jawab
pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk
pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.


Standar : RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan,
rujukan dan saat pasien keluar dari RS, terdapat koordinasi pelayanan yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit
pelayanan dapat berjalan baik dan lancar, terdapat koordinasi pelayanan yang
mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga,
pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi dan transfer
informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi
tanpa hambatan, aman dan efektif.
Peran kepala ruangan yang harus dilakukan dalam pemecahan masalah ini
adalah menegur perawat yang bersangkutan terhadap kelalaian tindakan yang
dilakukan. Selalu mengobservasi berjalannya operan pergantian jam dinas
dilaksananakan dengan tepat agar tidak terjadi kesalahan lagi. Sebagai seorang
kepala ruangan menjelaskan kepada keluarga tindakan yang akan dilakukan yaitu
pemberian peritoin untuk mengatasi kejang. Sesuai dengan defenisi patient safety,
menurut Cooper et al (2000) bahwa patient safety as the avoidance, prevention,
and amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from the processes of
healthcare. Jika perawat mengetahui dan mengaplikasikan dengan benar konsep
patient safety, maka perawat akan mampu meminimalisir kesalahan atau
mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan(KTD). Dari sisi organisasi,
konsep intervensi organisasi-pendekatan pada sistem (sarana) pelayanan
kesehatan memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipatif
dalam mengelola resiko kemungkinan terjadinya KTD. Sehingga akhir-akhir ini
manajemen resiko melalui konsep pengelolaan pada sistem pelayanan kesehatan
merupakan metode yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini.

You might also like