You are on page 1of 11

Gambaran Persepsi Petugas Puskesmas dan Petugas Kantor Urusan Agama( Sawitri, Ida)

GAMBARAN PERSEPSI PETUGAS PUSKESMAS DAN PETUGAS KANTOR


URUSAN AGAMA (KUA) DALAM PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI
TETANUS TOXOID (TT) PADA CALON PENGANTIN WANITA DI
KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011

Perception of Health Center Personnel and Religious Affairs Officer Regarding The
Implementation of Tetanus Toxoid (TT) Immunization Program Amongst Prospective
Bride in South Tangerang City 2011

Sawitri, Ida Farida*


Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
*Email: idafa19@gmail.com

Abstract

Background: One of the strategies to eliminate neonatal tetanus is to promote Tetanus Toxoid
immunization (TT) for women of childbearing age, especially the prospective brides.
Objective: To explore perceptions of health and KUA personnel towards the implementation of TT
immunization program for prospective brides.
Methods: This was a qualitative study using phenomenological approach. The study was conducted in
2011 in three districts located in South Tangerang City, namely District Ciputat, Pamulang and North
Serpong. Key informants were three health officers and three KUA officers. Four supporting informants
were the prospective brides. Data were collected using in-depth interviews and observations.
Results: Our study found good perceptions of health officers and KUA officers about the benefits of TT
immunization, However the promotional program was still lacking. The barriers reported from the side of
the prospective brides were lack of knowledge, fear of injections, and misconception about TT
immunization, which was wrongly considered as contraception. The barriers reported from the side of the
officers included the shortage of personnel, excessive workloads, and limited number of staff who
understood the program.
Conclusions: The implementation of TT immunization program remained sub-optimal due to several
barriers either from the side of health officers, KUA officers, or the prospective brides.

Key words: Tetanus immunization, prospective bride, reproductive health

Abstrak

Latar belakang: Salah satu strategi untuk mencapai eliminasi tetanus neonatorum adalah mengembangkan
intensifikasi imunisasi tetanus toxoid (TT) pada wanita usia subur khususnya para calon pengantin.
Tujuan: Mengetahui gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas KUA terhadap pelaksanaan
program imunisasi TT bagi calon pengantin.
Metode: Merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, yang dilakukan di 3
Kecamatan di Tangerang Selatan tahun 2011, yaitu Kecamatan Ciputat, Pamulang dan Serpong Utara.
Informan terdiri dari 6 informan kunci (3 petugas puskesmas dan 3 petugas KUA) dan 4 informan
pendukung (calon pengantin). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi.
Hasil: Persepsi petugas puskesmas dan petugas KUA tentang manfaat imunisasi TT sudah baik, tetapi
proses sosialisasi program belum efektif. Hambatan pelaksanaan program yang berasal dari calon
pengantin diantaranya karena kurangnya pengetahuan, takut disuntik, dan persepsi yang salah tentang
imunisasi TT yang dianggap sebagai kontrasepsi. Hambatan dari petugas yaitu masih kurangnya petugas,
beban kerja terlalu banyak, dan terbatasnya petugas yang paham tentang program tersebut.
Kesimpulan: Pelaksanaan program imunisasi TT belum optimal dikarenakan terdapat beberapa hambatan
dari petugas puskesmas, petugas KUA maupun dari calon pengantin.

Kata kunci: Imunisasi tetanus, calon pengantin, kesehatan reproduksi

Naskah masuk: 24 September 2012, Review: 15 Oktober 2012, Disetujui terbit: 10 Desember 2012
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 3 No 3, Desember 2012 : 132 142

PENDAHULUAN reponden (57,8%) yang menyebutkan bahwa


imunisasi yang diberikan adalah imunisasi
Tetanus neonatorum merupakan salah satu
TT.3
penyebab kematian neonatal di Indonesia,
sekitar 40 persen kematian bayi terjadi pada Berdasarkan profil kesehatan Kemenkes RI
masa neonatal. Salah satu strategi Kemenkes tahun 2008, Sekitar 40 persen kematian bayi
RI untuk mencapai eliminasi tetanus terjadi pada saat neonatal dan sebanyak 165
neonatorum adalah dengan melakukan kasus terjadi karena tetanus neonatorum
imunisasi tetanus toxoid (TT) pada ibu dengan angka kematian 91 kasus atau Case
hamil.1 Fatality Rate (CFR) 55 persen dengan angka
kejadian tetanus neonatorum tertinggi terjadi
Cakupan imunisasi TT tampak cenderung
di Provinsi Banten (50 kasus, 23 meninggal),
menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2002,
Jawa Barat (41 kasus, 28 meninggal), dan
cakupan imunisasi TT1 ibu hamil secara
Sumatera Selatan (17 kasus, 9 meninggal).
nasional mencapai 78,5 persen dan TT2
Dari kasus tersebut sebagian besar adalah
mencapai 71,6 persen. Tetapi, pada tahun
bayi yang persalinannya ditolong oleh
2003 cakupan imunisasi TT1 ibu hamil
dukun.1 Ibu dengan status imunisasi TT tidak
menurun menjadi 71,6 persen dan TT2
lengkap atau tidak imunisasi TT mempunyai
menjadi 66,1 persen.1 Berdasarkan Ditjen
kecenderungan 36 kali lebih besar bayinya
PP&PL, Kemenkes RI dalam profil
menderita tetanus neonatorum dibandingkan
kesehatan Indonesia tahun 2011, rata-rata
dengan ibu yang memiliki status imunisasi
cakupan imunisasi TT1 pada wanita usia
TT lengkap.4
subur sebesar 8,84 persen dan TT2 sebesar
8,03 persen. Sedangkan cakupan imunisasi Dalam menjalankan program imunisasi TT
TT pada ibu hamil, untuk TT1 sebesar 40,5 diperlukan kerja sama yang baik antar
persen dan TT2 sebesar 37,7 persen.2 kementerian yang terkait maupun antar staf
dalam satu kementerian. Kemenkes
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa upaya
menganut asas kementeriantalisasi dan
pencegahan tetanus neonatorum melalui
regionalisasi, dengan tujuan agar program
pemberian imunisasi TT pada ibu hamil
kesehatan dapat tersampaikan kepada
belum menunjukkan hasil yang efektif,
masyarakat dengan baik. Kementeriantalisasi
karena cakupan imunisasi TT justru
yaitu dibentuknya Direktorat Jendral, jajaran
mengalami penurunan dan belum mencapai
organisasi Kemenkes pusat, subdinas, serta
100 persen. Oleh karena itu, Kemenkes RI
seksi-seksi di dinas kesehatan provinsi,
mulai mengembangkan intensifikasi
kabupaten dan kota. Regionalisasi adalah
imunisasi TT pada wanita usia subur yaitu
dibentuknya jajaran organisasi kesehatan
para calon pengantin. Namun sampai saat ini,
mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat
program tersebut dirasakan belum terlaksana
kecamatan dan desa serta puskesmas
dengan baik.
pembantu sampai posyandu.5
Penelitian yang dilakukan oleh Hamid, dkk
Untuk pelaksanaan program imunisasi TT
(2011) didapatkan data dari 401 responden
pada calon pengantin, Kemenkes menjalin
penelitian (calon pengantin) hanya 38,7
kerjasama dengan Kementerian Agama. Hal
persen yang menyatakan melakukan tindakan
tersebut dilakukan karena sasaran dari
pemeriksaan kesehatan sebelum menikah
program ini adalah calon pengantin yang
(Pre Marital Screening) di puskesmas. Dari 7
biasanya sudah mendaftarkan diri di kantor
kegiatan yang dilakukan pada Pre Marital
urusan agama (KUA). Baik Dinas Kesehatan
Screening yaitu imunisasi, ukur lingkar
maupun KUA setempat, masing-masing
lengan atas, cek laboratorium, cek tekanan
saling membentuk divisi atau bagian yang
darah, berat badan dan menstruasi terakhir,
bertanggung jawab menangani program
tes urin, dan pemeriksaan kesehatan, yang
tersebut.
paling banyak dilakukan adalah tindakan
imunisasi. Walaupun imunisasi hanya Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan kepada 135 responden dari 401 dilakukan penulis di KUA Kecamatan
responden penelitian yang ada atau sekitar Ciputat tanggal 11 April 2011, didapatkan
33,6 persen responden. Dari sejumlah data bahwa dari 543 calon pengantin yang
responden yang diberi imunisasi hanya 78 mendaftarkan diri di KUA Kecamatan
Gambaran Persepsi Petugas Puskesmas dan Petugas Kantor Urusan Agama( Sawitri, Ida)

Ciputat hanya sekitar 40 persen yang wanita. Pemilihan informan ini dilakukan
melampirkan kartu tanda imunisasi TT dan dengan prinsip kesesuaian (appopriateness)
dari berkas tersebut tercatat para calon dan kecukupan (adequancy).
pengantin hanya melakukan imunisasi TT
Jumlah informan terdiri dari 6 informan
satu kali, tidak ada yang melakukan
kunci (3 petugas puskesmas dan 3 petugas
imunisasi TT lengkap (dua kali sebelum
KUA) dan 4 informan pendukung (calon
menikah) seperti yang seharusnya di
pengantin). Teknik pengumpulan data dalam
anjurkan.
penelitian ini dilakukan dengan cara
Pelaksanaan imunisasi TT bagi calon mengumpulkan data primer dan sekunder.
pengantin telah diatur dalam ketetapan Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
Kementerian Agama: No. 2 Tahun 1989 wawancara mendalam dan observasi dengan
No.162-I/PD.0304.EI tanggal 6 Maret 1989 menggunakan lembar check list dan telaah
tentang imunisasi TT calon pengantin bahwa dokumen.
setiap calon pengantin sudah diimunisasi TT
sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum HASIL
pasangan tersebut mendaftarkan diri untuk
Hasil penelitian yang telah dilakukan kepada
menikah di KUA dengan dibuktikan
informan melalui proses analisis data dari
berdasaran surat keterangan imunisasi/kartu
hasil wawancara mendalam, dideskripsikan
imunisasi calon pengantin (catin) dan
dalam bentuk naratif dengan penyajian hasil
merupakan prasyarat administratif
penelitian.
pernikahan
Karakteristik Informan
Pada kenyataannya dari hasil pengamatan
dan wawancara pada saat studi pendahuluan Dalam penelitian ini informan dibagi menjadi
yang dilakukan di Puskesmas Ciputat dan dua yaitu informan utama dan informan
KUA Ciputat, penulis mendapatkan pendukung. Informan utama adalah petugas
informasi bahwa bagi calon pengantin yang kesehatan dan petugas KUA yang
tidak ingin melakukan imunisasi TT atau bertanggung jawab sebagai pemegang
tidak melengkapi dokumen administratif program imunisasi TT bagi calon pengantin
pernikahan dengan kartu imunisasi TT tetap wanita. Karakteristik dari informan utama
diberi surat izin menikah. Karena program yang diperoleh antara lain nama, umur, jenis
imunisasi TT dan pengumpulan kartu tanda kelamin, pendidikan terakhir, dan pekerjaan.
imunisasi TT hanya dijadikan sebagai Sedangkan untuk informan pendukung terdiri
persyaratan pendukung. Dengan kata lain, dari calon pengantin wanita yang mengikuti
petugas menganggap bila program tidak penataran sebelum menikah bagi calon
dilakukan tidak masalah karena sepenuhnya pengantin di KUA setempat. Karakteristik
hak pribadi dari tiap individu. dari informan pendukung yang diperoleh
antara lain nama, umur, pendidikan terakhir
METODE dan status imunisasi TT calon pengantin.
Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif, Pengetahuan tentang program imunisasi
dengan desain penelitian fenomenologis. TT
Penelitian ini dilakukan di Kantor Urusan
Agama (KUA) di tiga kecamatan di Kota Pengetahuan petugas kesehatan dan petugas
Tangerang Selatan yaitu Kecamatan Ciputat, KUA tentang program imunisasi TT bagi
Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan calon pengantin umumnya sudah baik.
Serpong Utara. Penelitian ini dilaksananakan Berdasarkan hasil wawancara, para petugas
pada bulan Juli sampai Agustus 2011. dapat menyebutkan manfaat, sasaran, jadwal
dari program ini dan hal tersebut sesuai
Informan kunci dalam penelitian ini adalah dengan panduan dari Kementrian Kesehatan
petugas kesehatan (petugas puskesmas) dan tentang program imunisasi TT bagi calon
petugas KUA per Kecamatan yang pengantin.
bertanggung jawab atas program imunisasi
TT calon pengantin dan mampu Imunisasi TT itu adalah program untuk
berkomunikasi dengan baik. Sedangkan mencegah penyakit (tetanus) yang dapat
informan pendukung adalah calon pengantin dicegah dengan imunisasi. Program
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 3 No 3, Desember 2012 : 132 142

imunisasi TT diberikan bagi ibu hamil, kader), dan KUA (kelas penataran calon
wanita usia subur (WUS) serta calon pengantin).
pengantin. Manfaat imunisasi TT itu
Petugas puskesmas menyatakan bahwa
sendiri, pertama untuk mencegah
sosialisasi program dilaksanakan dengan
penyakit tetanus baik bagi ibu dan janin,
menggunakan media sosialisasi seperti leaflet
kedua juga bisa untuk meningkatkan
dan poster.
daya tahan tubuh si ibu untuk
mempersiapkan kehamilan(Ibu E, 36 Untuk sosialisasi, dilakukan
thn, petugas puskesmas) penyuluhan di puskesmas, KUA dan
posyandu. penyuluhan di posyandu
Imunisasi TT meupakan program
dilakukan oleh kader di meja 4,
untuk memberikan kekebalan pada
sebelumnya para kader mendapat
tubuh kita terhadap penyakit tetanus.
pelatihan pada KIE (komunikasi
Manfaatnya untuk memberikan
informasi edukasi) dan Lokmin
kekebalan pada tubuh terhadap penyakit
(lokakarya mini) yang dilakukan di
tetanus bagi ibu dan janinnya (Ibu T,
kelurahan dan puskesmas, tiap bulan
52 thn, petugas puskesmas)
satu kali (Ibu T, 52 thn, petugas
Sedangkan para calon pengantin menyatakan puskesmas)
bahwa mereka tidak tahu dengan jelas
Sosialisasi dalam gedung saat
manfaat dari imunisasi TT bagi calon
pelaksanaan imunisasi TT di puskesmas
pengantin, mereka hanya disarankan oleh
dan luar gedung melalui rapat
pihak keluarga dan KUA untuk imunisasi
kelurahan, posyandu, kader, penataran
tapi tidak diberi penjelasan yang lebih lanjut.
di KUA dan lewat leaflet (Ibu E, 36
Sehingga para calon pengantin lebih memilih
thn, petugas puskesmas)
menunggu sampai mendapatkan penjelasan
tentang imunisasi TT pada saat kelas Sedangkan menurut hasil wawancara dengan
penataran calon pengantin atau tidak informan pendukung, didapatkan hasil bahwa
melakukan imunisasi sama sekali. Hal para calon pengantin tidak pernah
tersebut dinyatakan oleh informan mendapatkan penjelasan tentang imunisasi
pendukung sebagai berikut: TT dari petugas sebelum mengikuti kelas
penataran calon pengantin di KUA.
Masih kurang faham, kemarin dari
KUA cuma disarankan untuk imunisasi Kemarin saat daftar, dari KUA
TT tapi belum dijelaskan jadi belum menyarankan untuk imunisasi ke
tahu manfaatnya buat apa. (Nn. P, 21 pukesmas tapi belum dijelaskan apa-
thn, calon pengantin) apa, makanya sekarang ikut penataran.
Belum ke puskesmas karena menunggu
Masih belum ngerti banget gunanya
jadwal penatarannya saja. (Nn. M, 25
buat apa, kalo memang harus sebelum
thn, calon pengantin)
menikah imunisasi, gunanya sendiri
belum tahu (Nn. C, 22 thn, calon Para calon pengantin juga tidak pernah
pengantin) datang ke posyandu, karena mereka
menganggap bahwa posyandu hanyalah
Pengetahuan tentang pelaksanaan tempat untuk pemeriksaan balita dan ibu
imunisasi TT hamil/wanita yang sudah memiliki anak.
Pelaksanaan program imunisasi TT bagi Masih kurang faham, kemarin dari
calon pengantin dilakukan dengan cara KUA cuma disarankan untuk imunisasi
sosialisasi program, pendataan (screening TT tapi belum tahu manfaatnya buat
TT), pelaksanaan pemberian imunisasi TT, apa. Belum pernah ke puskesmas atau
dan pencatatan. posyandu dan lagi pula posyandu itu
a. Tahap Sosialisasi Program kan tempat untuk periksa anak dan ibu
hamil. (Nn. P, 21 thn, calon pengantin)
Menurut petugas kesehatan dan petugas
KUA, sosialisasi program imunisasi TT bagi Selain itu, dari hasil observasi diperoleh hasil
calon pengantin dilaksanakan di puskesmas, bahwa peneliti tidak melihat adanya poster
posyandu (dilaksanakan di meja 4 oleh yang dipajang ataupun leaflet tentang
Gambaran Persepsi Petugas Puskesmas dan Petugas Kantor Urusan Agama( Sawitri, Ida)

imunisasi TT yang perlu dibagikan ke pemberian imunisasi, karena dari hasil


masyarakat. Hal ini menunjukkan upaya observasi pada pemberian imunisasi TT bagi
sosialisasi yang dilakukan oleh para petugas calon pengantin yang di lakukan di
belum memanfaatkan media-media puskesmas didapatkan data bahwa cara
sosialisasi yang mudah difahami oleh pemberian sudah sesuai dengan tata cara
masyarakat seperti leaflet atau poster. pemberian obat.
b. Tahap Pendataan d. Tahap Pencatatan
Pendataan (screening TT) dalam program ini Pencatatan dilakukan setelah calon pengantin
dilakukan untuk mengetahui kelengkapan diberikan imunisasi TT. Pencatatan
status imunisasi TT pada wanita usia subur dilakukan pada buku laporan imunisasi yang
usia 15 45 tahun. dimiliki pihak puskesmas dan untuk calon
pengantin akan diberikan kartu tanda
Program pelaksanaaan imunisasi dari
imunisasi TT (kartu kuning).
puskesmas, pertama pendataan
(screening TT) yaitu pendataan Setelah imunisasi baru akan dilakukan
kelengkapan status imunisasi TT pada pencatatan pada buku laporan
WUS usia 15-45 tahun.(Ibu T, 52 thn, imunisasi TT dipuskesmas dan untuk
petugas puskesmas) catinnya diberikan kartu tanda
imunisasi TT.(Ibu T, 52 thn, petugas
Pelaksanaan program imunisasinya
puskesmas)
itu, pertama ada pendataan (screening
TT) itu untuk mendata status imunisasi Selain itu dari hasil observasi yang peneliti
TT pada WUS usia 15-45 tahun, jadi lakukan terhadap pendokumentasian,
semuanya didata dan yang belum didapatkan data bahwa data laporan
imunisasi TT akan langsung disarankan imunisasi TT bagi calon pengantin yang
untuk imunisasi TT. (Ibu E, 36 thn, tersendiri tidak ada, karena pencatatan
petugas puskesmas) imunisasi TT digabung baik imunisasi TT
ibu hamil, WUS maupun calon pengantin.
Sedangkan menurut hasil wawancara dengan
informan pendukung didapatkan data bahwa Persepsi tentang Manfaat (Perceived
mereka tidak pernah di data dan juga tidak Benefits)
mengetahui adanya pendataan bagi wanita
usia subur (WUS) terkait imunisasi TT di Persepsi petugas kesehatan dan petugas KUA
wilayah tempat tinggal mereka. tentang manfaat dari program imunisasi TT
bagi calon pengantin dinilai sudah baik
Tahu dari orang tua. Setahu saya tidak karena para petugas umumnya mengerti
ada pendataan imunisasi TT di daerah tentang manfaat dari program ini baik bagi
rumah, karena tidak ada orang yang calon pengantin maupun bagi petugas
pernah kerumah untuk mendata (Nn. kesehatan.
C, 22 thn, calon pengantin)
Manfaat program ini bagi calon pengantin
Dari petugas KUA waktu daftar nikah. yaitu memberikan kekebalan pada tubuh
Tidak ada petugas yang melakukan (calon ibu dan calon janin) terhadap infeksi
pendataan imunisasi TT (Nn. P, 21 thn, penyakit tetanus serta untuk meningkatkan
calon pengantin) daya tahan tubuh calon pengantin wanita
Hal tersebut menunjukkan bahwa pendataan untuk mempersiapkan kehamilan.
yang dilakukan oleh petugas belum maksimal Jadi manfaat imunisasi TT itu sendiri,
karena masih ada wanita usia subur yang pertama untuk mencegah penyakit
belum di data dan informasi tentang tetanus baik bagi ibu dan janin, kedua
pendataan imunisasi TT juga belum diketahui juga bisa untuk meningkatkan daya
oleh calon pengantin. tahan tubuh si ibu untuk mempersiapkan
c. Tahap pelaksanaan kehamilan(Ibu E, 36 thn, petugas
puskesmas)
Dalam pelaksanaan pemberian imunisasi
yang dilakukan oleh petugas kesehatan sudah Manfaatnya untuk mencegah penyakit
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tetanus, biar nanti kalo melahirkan
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 3 No 3, Desember 2012 : 132 142

anaknya itu tidak kena tetanus (Bp.R, benar faham (Ibu S, 36 thn, petugas
45 thn, petugas KUA) puskesmas)
Sedangkan informan pendukung menyatakan Sedangkan hambatan yang datang dari pihak
bahwa calon pengantin belum mengetahui pasien antara lain takut di suntik, malas ke
manfaat dari program tersebut, karena puskesmas, tidak ada waktu untuk imunisasi
program tersebut belum dipublikasikan karena kerja, kurangnya pengetahuan dan
dengan baik ke masyarakat, sehingga adanya persepsi yang salah tentang program
beberapa calon pengantin wanita tidak mau imunisasi TT bagi calon pengantin.
melakukan imunisasi TT. Selain itu juga
Ada isu yang katanya imunisasi TT itu
menyebabkan adanya kesalahan persepsi
KB sebelum menikah, biasanya juga
dalam masyarakat tentang imunisasi TT bagi
kebanyakan takut disuntik, malas tapi
calon pengantin yaitu adanya issue yang
sebenarnya ngerti, selain itu juga bisa
menyebutkan bahwa imunisasi TT bagi calon
karena pas penyuluhan informasinya
pengantin merupakan KB yang diberikan
kurang sampai dengan baik, bisa karena
sebelum menikah.
datangnya telat atau kurang
Belum tahu, makanya sekarang ikut memperhatikan.(Ibu T, 52 thn, petugas
penataran dulu biar tahu. Kalo isu puskesmas)
negatif saya malah ga tahu (Nn. M, 25
Beberapa ada yang takut di suntik,
thn, calon pengantin)
alergi, atau karena kerja jadi tidak ada
Pernah dengar kalo imunisasi TT pas waktu untuk imunisasi. Kami dari pihak
catin, nanti hamilnya tertunda. Jadi KUA hanya bisa menyarankan, tapi kalo
saya tidak mau imunisasi (Nn. A, 30 dari calon pengantinya tetap tidak mau
thn, calon pengantin) imunisasi, kan itu hak mereka. (Bp.R,
45 thn, petugas KUA)
Ketidaktahuan calon pengantin tentang
program imunisasi TT secara jelas Selain itu, dari hasil observasi yang peneliti
menyebabkan tidak adanya minat calon lakukan didapatkan data bahwa hambatan
pengantin untuk melakukan imunisasi TT pada pelaksanaan program ini terlihat saat
dan menyebabkan calon pengantin mudah kelas penataran calon pengantin di KUA
percaya dengan isu terkait imunisasi TT bagi yaitu kurangnya perhatian dan minat para
calon pengantin. Hal tersebut dapat calon pengantin untuk mendengarkan
menyebabkan rendahnya cakupan program penjelasan yang diberikan penyuluh, yang
imunisasi TT bagi calon pengantin. ditunjukkan dengan sikap tidak
memperhatikan penyuluh, sibuk bercanda
Persepi tentang Hambatan (Perceived
atau mengobrol dengan pasangannya, dan
Barrier)
datang tidak tepat waktu. Waktu yang
Petugas kesehatan dan petugas KUA diberikan oleh pihak KUA untuk penyuluh
menyatakan bahwa hambatan dalam juga terlalu singkat, karena penyuluh
pelaksanaan program imunisasi TT bagi biasanya memberikan tujuh materi dengan
calon pengantin wanita ini dapat berasal dari waktu hanya satu jam.
petugas dan pasien. Hambatan dalam
pelaksanaan program imunisasi TT bagi Persepsi tentang petunjuk untuk
calon pengantin yang berasal dari petugas bertindak (cues to action)
antara lain masih kurangnya petugas, beban Persepsi petugas tentang petunjuk untuk
kerja petugas yang terlalu banyak, dan bertindak dapat dinilai sudah sesuai dengan
terbatasnya petugas yang paham tentang program yang direncanakan oleh Dinas
program tersebut. Kesehatan.
Kalo dari petugasnya, tenaga penyuluh
Pelaksanaan program imunisasinya,
yang benar-benar faham masih kurang
tiga bulan yang lalu diprogramkan dari
(Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas)
dinas kesehatan untuk serentak
Kalo dari petugasnya, tenaga penyuluh dilakukan pendataan (screening TT)
yang benar-benar handal itu masih dalam waktu 1 bulan yaitu untuk
sedikit, disini cuma ada 2 yang benar- mendata kelengkapan status imunisasi
Gambaran Persepsi Petugas Puskesmas dan Petugas Kantor Urusan Agama( Sawitri, Ida)

TT pada WUS usia 15-45 tahun, kalo bertugas menyarankan dan tidak mewajibkan
yang belum diimunisasi nanti akan calon pengantin untuk melakukan imunisasi,
langsung di imunisasi (Ibu S, 36 thn, karena keputusan imunisasi merupakan hak
petugas puskesmas) pribadi. Sementara itu, petugas kesehatan
dianggap lebih bertanggung jawab dalam
Dalam pelaksanaan program ini masih
pelaksanaan imunisasi TT bagi calon
terlihat adanya saling melempar tanggung
pengantin.
jawab, walaupun sudah terdapat pembagian
tugas. Petugas KUA berwenang dalam
PEMBAHASAN
pengumpulan persyaratan pernikahan (salah
satunya fotokopi kartu tanda imunisasi TT) Program imunisasi TT penting untuk
dan penjadwalan untuk penyuluhan calon dilakukan karena tujuannya untuk
pengantin. memberikan kekebalan pada tubuh (calon ibu
Pihak puskesmas biasanya pada saat dan calon janin) terhadap infeksi penyakit
penyuluhan yang terkait dengan tetanus serta untuk meningkatkan daya tahan
kesehatan dan pelaksanaan pemberian tubuh calon pengantin wanita untuk
imunisasi TT bagi catin (Ibu T, 52 thn, mempersiapkan kehamilan. Salah satu
petugas puskesmas) informan kunci, Ibu E (36 tahun) menyatakan
bahwa manfaat imunisasi TT antara lain
Kalo untuk pembagian tugas biasanya untuk mencegah penyakit tetanus, baik bagi
pihak KUA menjadwalkan untuk tanggal ibu dan janin, dan juga untuk meningkatkan
penyuluhan, lalu nanti pihak puskesmas daya tahan tubuh ibu dalam mempersiapkan
sebagai pengisi materi tentang kehamilan. Hal ini sesuai dengan manfaat
kesehatan saat penyuluhan (Bp.S, 50 imunisasi TT menurut Kemenkes RI (1992)
thn, petugas KUA) dalam Sukmara (2000), bahwa antibodi yang
Pembagian tugasnya pihak puskesmas terbentuk pada calon pengantin yang sudah
mengisi penyuluhan tentang kesehatan di imunisasi TT, selain memberi
dan pihak KUA mengisi penyuluhan perlindungan pada ibu, juga memberikan
tentang hukum nikah, munakahat, doa- perlindungan pada calon bayi yang akan
doa, syaratsyarat nikah(Ibu S, 36 thn, lahir.6
petugas puskesmas) Pengetahuan petugas tentang program
Sementara itu, petugas puskesmas berwenang imunisasi TT bagi calon pengantin belum
untuk melakukan penyuluhan calon dapat tersampaikan dengan baik. Masyarakat
pengantin terkait masalah kesehatan dan baru memperoleh informasi tersebut ketika
bertanggung jawab pada pelaksanaan mengikuti kelas penataran calon pengantin.
pemberian imunisasi TT bagi calon Hal tersebut dikarenakan kurangnya
pengantin wanita. sosialisasi program, masih kurang efektifnya
penyuluhan yang diberikan saat kelas
Pembagian tugasnya itu pihak KUA penataran calon pengantin di KUA, serta
yang bagian penjadwalan penyuluhan hambatan-hambatan lain yang berasal dari
calon pengantin dan penyuluhan terkait calon pengantin. Hal ini sesuai dengan
cara membangun keluarga sakinah, efektifitas komunikasi menurut Sururin
mawadah, warakhmah.(Ibu T, 52 thn, (2006) tergantung kepada sumbernya (sikap,
petugas puskesmas) pengetahuan, kemampuan berkomunikasi,
Biasanya penyuluhan itu setiap hari kesesuaian dengan sistem sosial dan budaya),
kamis dan pembagian tugasnya pesannya (jelas, sederhana, spesifik, faktual,
puskesmas ciputat dapat giliran mengisi tepat, relevan, sesuai konteks waktunya),
minggu pertama, mgg II oleh puskesmas saluran yang digunakan/alat (tepat, relevan,
kampung sawah, mgg III oleh dapat diakses dan terjangkau harganya), dan
puskesmas jombang, dan mgg IV oleh penerima (sikap, persepsi, kemampuan
puskesmas situ gintung(Ibu E, 36 thn, komunikasi, pengetahuan, sistem sosial dan
petugas puskesmas) budaya).7
Dalam pelaksanaannya, petugas KUA Salah satu informan pendukung, Nn.C (22
memiliki anggapan bahwa mereka hanya tahun) mengatakan bahwa ia masih belum
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 3 No 3, Desember 2012 : 132 142

mengerti manfaat atau kegunaan dari Untuk mengoptimalkan sosialisasi program


imunisasi TT sebelum menikah, wajib atau dapat menggunakan media sosialisasi
tidak untuk dilakukan dan ada efek elektronik seperti televisi dan radio. Hal ini
sampingnya atau tidak. Informan juga dibuktikan berdasarkan hasil penelitian yang
mengatakan bahwa dari KUA sudah dilakukan oleh Hamid (2011) menunjukkan
disarankan untuk imunisasi tetapi tidak bahwa media yang sering digunakan ibu
diberikan penjelasan apa-apa, jadi informan untuk mendapatkan informasi 80,5 persen
menunggu untuk mengikuti penataran calon adalah melalui televisi dan radio.3 Siaran
pengantin agar mendapat penjelasan terlebih radio yang sering didengarkan adalah stasiun
dahulu tentang imunisasi TT dan segala Bens Radio, Elshinta, Merci FM, Gen FM,
macam hal yang harus di siapkan sebelum Pamulang FM, dengan jenis acara televisi
menikah. Hal ini sesuai dengan pengertian yang paling banyak di dengar adalah acara
pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005), musik, informasi informasi kesehatan
bahwa pengetahuan merupakan domain yang termasuk materi kesehatan maternal seperti
sangat penting untuk terbentuknya tidakan informasi kunjungan rumah bagi bayi baru
seseorang.8 lahir, informasi menyusui bayi dan imunisasi
hepatitis B.
Pelaksanaan program imunisasi TT
dilakukan mulai dari sosialisasi program, Berdasarkan hasil wawancara dengan
pendataan (screening TT), pelaksanaan informan pendukung juga didapatkan data
pemberian imunisasi TT, dan pencatatan. bahwa mereka tidak tahu tentang adanya
Sosialisasi program ini dilaksanakan di pendataan bagi wanita usia subur (WUS)
puskesmas, posyandu (dilaksanakan di meja terkait imunisasi TT di wilayah tempat
4 oleh kader), dan KUA (kelas penataran tinggal mereka. Selain itu, dari keterangan
calon pengantin) serta petugas puskesmas informan kunci diperoleh informasi bahwa
juga menyatakan bahwa sosialisasi program pencatatan untuk imunisasi TT digabung
juga menggunakan media sosialisasi seperti menjadi satu (TT calon pengantin dan TT ibu
leaflet dan poster. hamil). Hal ini dikarenakan pihak puskesmas
menilai kelengkapan status imunisasi TT
Berdasarkan hasil wawancara dengan sampai dengan TT-5 bukan berdasarkan
informan pendukung didapatkan data bahwa status saat pasien diimunisasi. Hal tersebut
para calon pengantin tidak pernah dapat menyulitkan dalam menilai cakupan
mendapatkan penjelasan tentang imunisasi dan keberhasilan dari masing-masing
TT dari petugas sebelum mengikuti kelas program imunisasi TT. Hal ini tidak sesuai
penataran calon pengantin di KUA. Para dengan ketentuan yang ada pada buku
calon pengantin juga tidak pernah datang ke panduan pelaksanaan imunisasi TT, dimana
posyandu, karena mereka menganggap pendataan calon pengantin dan sosialisasi
posyandu merupakan tempat untuk program imunisasi TT bagi calon pengantin
pemeriksaan balita dan ibu hamil. Selain itu wanita dilakukan oleh para petugas
dari hasil observasi juga didapatkan hasil puskesmas dan para kader di posyandu dan
bahwa peneliti tidak melihat adanya poster data tersebut dicek kembali saat calon
yang dipajang ataupun leaflet tentang pengantin melakukan imunisasi TT di
imunisasi TT yang akan dibagikan ke puskesmas. Sedangkan untuk pencatatan
masyarakat. pelaksanaan program imunisasi TT calon
pengantin seharusnya dipisahkan dengan
Data tersebut membuktikan bahwa masih pelaksanaan imunisasi TT ibu hamil untuk
kurangnya sosialisasi yang dilakukan baik memudahkan pencarian data bila terjadi
oleh pihak puskesmas maupun pihak KUA. kasus tetanus neonatorum.
Hal ini sesuai dengan penelitian Hamid
(2011) yang menyatakan bahwa perubahan Selain bermanfaat untuk calon pengantin,
perilaku bisa terjadi pada tahapan-tahapan program ini juga memiliki manfaat bagi
tertentu dengan atau tanpa intervensi pihak puskesmas antara lain; kelengkapan status
luar, baik disengaja atau secara spontan imunisasi TT diwilayah tersebut dapat didata
dilakukan oleh seseorang. Peningkatan sehingga dapat menurunkan angka kematian
perilaku dapat dilakukan dengan peningkatan ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)
pengetahuan melalui media.3 yang di akibatkan oleh penyakit tetanus, serta
Gambaran Persepsi Petugas Puskesmas dan Petugas Kantor Urusan Agama( Sawitri, Ida)

dapat mendeteksi angka kejadian penyakit sibuk bercanda atau ngobrol dengan
tetanus neonatorum. Hal tersebut sesuai pasangannya, dan datang tidak tepat waktu.
dengan hasil penelitian yang dilakukan
Waktu yang diberikan oleh pihak KUA untuk
Indrawati (1998) yang menyatakan bahwa
penyuluh juga terlalu singkat, karena
Ibu dengan status imunisasi TT tidak lengkap
penyuluh biasanya memberikan tujuh materi
atau tidak imunisasi TT mempunyai
dengan waktu hanya satu jam. Hal tersebut
kecenderungan 36 kali lebih besar bayinya
membuat penyuluhan yang dilakukan oleh
menderita tetanus neonatorum dibandingkan
pihak puskesmas menjadi kurang mendalam,
dengan ibu yang status imunisasi TT
terburu-buru, kurang interaktif dan terkadang
lengkap.4
ada materi yang tidak diberikan karena
Petugas kesehatan dan petugas KUA waktunya sudah habis. Hal ini sesuai dengan
menyatakan bahwa hambatan dalam pengertian tentang gangguan komunikasi
pelaksanaan program imunisasi TT bagi menurut Tannen (1996) bahwa gangguan
calon pengantin wanita ini dapat berasal dari dalam komunikasi merupakan hambatan
petugas dan pasien. Hambatan dalam yang menghalangi penerima dalam menerima
pelaksanaan program imunisasi TT bagi pesan dan sumber dalam mengirimkan pesan.
calon pengantin yang berasal dari petugas Gangguan dikatakan ada dalam suatu sistem
antara lain; masih kurangnya petugas, beban komunikasi bila gangguan tersebut membuat
kerja petugas yang terlalu banyak, dan pesan yang disampaikan berbeda dengan
terbatasnya petugas yang faham tentang pesan yang diterima. Gangguan ini dapat
program tersebut. berupa gangguan fisik (ada orang lain
berbicara), psikologis (pemikiran yang sudah
Sedangkan hambatan yang datang dari pihak
ada di kepala kita), atau semantik (salah
pasien antara lain; takut di suntik, malas ke
mengartikan makna).9
puskesmas, tidak ada waktu untuk imunisasi
karena kerja, takut tidak bisa hamil dan Persepsi calon pegantin wanita yang salah
kurangnya pengetahuan tentang program tentang program imunisasi TT dapat
imunisasi TT bagi calon pengantin. menyebabkan kerugian pada diri sendiri dan
Hambatan tersebut dinilai oleh pihak orang lain. Kerugian bagi diri sendiri yaitu
puskesmas menjadi penyebab masih perilaku calon pengantin yang tidak mau
kurangnya cakupan imunisasi TT bagi calon melakukan imunisasi TT, sedangkan
pengantin. kerugian bagi orang lain yaitu calon
pengantin yang salah mempersepsikan
Berdasarkan hasil wawancara dengan
tentang imunisasi TT dapat berperilaku
informan pendukung didapatkan hasil bahwa
mempengaruhi orang lain untuk percaya pada
beberapa alasan calon pengantin wanita
persepsinya tentang program tersebut. Untuk
belum atau tidak mau melakukan imunisasi
meminimalkan atau memperbaiki persepsi
TT sebelum menikah antara lain; hambatan
yang salah dapat dilakukan pendidikan
dari diri individu yaitu karena kurangnya
kesehatan yang lebih tepat dan mendalam
pengetahuan, malas dan takut disuntik atau
atau pihak puskesmas dan pihak KUA dapat
sedang sakit saat akan diimunisasi.
menyediakan sarana konseling tentang
Sedangkan hambatan dari lingkungan sekitar
program imunisasi TT agar calon pengantin
antara lain adanya issue negatif tentang
dapat lebih leluasa dan lebih mudah
imunisasi TT bagi calon pengantin yaitu
medapatkan tempat untuk bertanya.
imunisasi TT dianggap sebagai KB (dapat
menghambat kehamilan) yang diberikan Persepsi petugas tentang petunjuk untuk
sebelum menikah. Selain itu, dari hasil bertindak dapat dinilai sudah sesuai dengan
observasi yang peneliti lakukan didapatkan program imunisasi TT bagi calon pengantin
data bahwa hambatan pada pelaksanaan yang direncanakan oleh Dinas Kesehatan.
program ini terlihat saat kelas penataran Program ini merupakan sebuah program yang
calon pengantin di KUA yaitu kurangnya disosialisasikan dengan sistem top-down.
perhatian dan minat para calon pengantin Dengan kata lain para petugas menjalankan
untuk mendengarkan penjelasan yang tugas sesuai dengan program yang diberikan
diberikan penyuluh, yang ditunjukkan oleh pusat. Program ini dilaksanakan dengan
dengan sikap tidak memperhatikan penyuluh, melakukan kerjasama lintas sektoral dengan
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 3 No 3, Desember 2012 : 132 142

pihak terkait yaitu Departemen Agama sesuai dengan salah satu peran petugas KUA
(Kantor Urusan Agama). Para petugas dalam BP4 yaitu menyelenggarakan kursus
diharapkan dapat bekerja sama dengan baik calon pengantin, penataran atau pelatihan,
dan membuat rencana bersama yang dapat diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan
memaksimalkan terlaksananya program sejenis lainnya yang berkaitan dengan
tersebut. perkawinan dan keluarga, serta berperan aktif
dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan
Terobosan-terobosan terbaru untuk suatu
untuk membina keluarga sakinah.10
program kesehatan ditetapkan langsung oleh
pusat yang didasarkan pada hasil laporan
KESIMPULAN DAN SARAN
pelaksanaan program sebelumnya. Hal
tersebut menyebabkan bagian pelaksana Kesimpulan
program hanya berkerja sesuai dengan
Para petugas kesehatan dan petugas KUA
standar operasional (SOP) dari pusat. Bila
umumnya mengetahui tentang pengertian,
tindakan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
manfaat, sasaran dan jadwal pelaksanaan
program tidak ada dalam SOP, biasanya tidak
program imunisasi TT bagi calon pengantin
akan dilakukan. Hal tersebut juga bisa
wanita. Sedangkan menurut para calon
menjadi hambatan dalam pelaksanaan
pengantin manfaat dari program ini belum
program. Dalam pelaksanaan program
mengetahui dengan jelas. Hal tersebut
imunisasi TT bagi calon pengantin saat ini
membuktikan belum efektifnya penyampaian
belum ditemukan terobosan-terobosan
informasi yang dilakukan oleh para petugas.
terbaru yang diperintahkan dari pusat,
sehingga tidak ada cara baru yang dapat Petugas kesehatan (petugas puskesmas)
mempermudah sosialisasi dan pelaksanaan sudah melaksanakan pemberian imunisasi
program. Hal tersebut dapat dikakitkan TT, hanya saja sosialisasi program ini masih
dengan penelitian Hamid (2011) yang kurang efektif dikarenakan media sosialisasi
menyatakan bahwa untuk sebuah program yang kurang dimanfaatkan dan waktu untuk
top-down, lebih disarankan pelibatan penyuluhan saat penataran calon pengantin di
masyarakat harus dipikirkan dari awal agar KUA yang relatif singkat sehingga informasi
program tersebut bisa diterima oleh yang diberikan masih kurang efektif
masyarakat dengan baik.3 tersampaikan. Hambatan dalam program ini
lebih banyak berasal dari diri calon pengantin
Pada pelaksanaannya program imunisasi TT
diantaranya karena kurangnya pengetahuan,
bagi calon pengantin dilakukan dengan
takut untuk disuntik dan masih adanya issue
mengadakan kerja sama lintas sektoral antara
negatif tentang imunisasi TT bagi calon
pihak puskesmas dan pihak KUA. Hal ini
pengantin.
dikarenakan pihak KUA merupakan bagian
yang bertanggung jawab mendata calon Saran
pengantin yang akan mendaftar untuk Diharapkan kepada petugas kesehatan dapat
menikah. Adapun pembagian tugas yang mensosialisasikan program imunisasi TT
dilakukan antara lain; petugas KUA kepada masyarakat dengan lebih efisien
berwenang dalam pengumpulan persyaratan sehingga tidak ada lagi persepsi yang salah
pernikahan (salah satunya fotokopi kartu tentang imunisasi TT di masyarakat. Petugas
tanda imunisasi TT) dan penjadwalan untuk kesehatan dalam memberikan penyuluhan
penataran calon pengantin. Sedangkan untuk sebaiknya menggunakan metode yang lebih
petugas puskesmas berwenang dalam menarik dan interaktif agar informasi yang
penyuluhan calon pengantin terkait masalah diberikan dapat tersampaikan dengan baik.
kesehatan dan pada pelaksanaan pemberian Selain itu, juga diharapkan bagi Petugas
imunisasi TT bagi calon pengantin wanita. KUA agar dapat menata program penataran
Pada kenyataannya, petugas KUA calon pengantin dengan lebih terstruktur.
mengganggap bahwa pihak yang lebih
bertanggung jawab pada pelaksanaan
UCAPAN TERIMA KASIH
program imunisasi TT bagi calon pengantin
ini adalah petugas kesehatan. Berdasarkan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
profil KUA Pamulang, hal tersebut tidak Kantor Urusan Agama di tiga Kecamatan di
Gambaran Persepsi Petugas Puskesmas dan Petugas Kantor Urusan Agama( Sawitri, Ida)

Tangerang Selatan yang telah memberikan 4. Indrawati, Lilly. Faktor-faktor yang


kesempatan kepada penulis untuk melakukan Berhubungan dengan Kejadian Neonatorum di
Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang.
penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 1996. Jakarta
sampaikan kepada para calon pengantin 5. Muninjaya, A. Manajemen Kesehatan. EGC.
wanita yang telah bersedia membantu demi 2004. Jakarta
terlaksananya penelitian ini. 6. Sukmara, Uus. Faktorfaktor yang
Mempengaruhi Status Imunisasi TT Ibu Hamil
DAFTAR PUSTAKA di Puskesmas Mancak Kabupaten Bogor. Tesis
FKM Universitas Indonesia. 2000. Depok
1. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data 7. Sururin, dkk. Panduan Fasilitator dan Pelatih:
Kesehatan: Profil Kesehatan Indonesia. 2008. Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Calon
Jakarta Pengantin. 2006. Jakarta
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Data 8. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan
Kesehatan Indonesia. 2012. Jakarta Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. 2005. Jakarta
3. Hamid F, Nurbaeti I, Amran Y, dkk. Survei 9. Trihono. Manajemen Puskesmas Berbasis
Data Dasar Pengembangan Model Pelayanan Paradigma Sehat. Sagung Seto. 2005. Jakarta
Kesehatan Maternal di Kotamadya Tangerang 10. Kantor Urusan Agama Pamulang. Profil KUA
Selatan. Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Pamulang. 2009. Banten
2011. Jakarta

You might also like