Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir prevalensi obesitas pada usia remaja semakin
meningkat, menurut data WHO tahun 2014, diperkirakanterdapat 41 juta anak dibawah usia 5
tahun yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Sekarang ini secara global kejadian
obesitas lebih banyak kita jumpai jika dibandingkan dengan angka kejadian kurang gizi. Hal
initidak hanya ditemukan pada negara maju, namun juga di negara berkembang. Anak-anak di
negara berpenghasilan rendah dan menengah akan lebih rentan terhadap nutrisi yang tidak
memadai di masa prenatal, bayi, dan masa anak-anak yang kemudiaan, anak-anak ini akan
terpapar dengan makanan tinggi lemak, tinggi gula, tinggi garam, padat energi, dan makanan
yang kekurangan zat gizi mikro dimana jenis makanan inilah yang tersedia pada makanan
dengan biaya murah.1
Secara nasional prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia mengalami
peningkatan dari tahun 2007 yaitu 7.95 persen menjadi 10.8 persen di tahun 2013.2,3Masalah gizi
banyak dialami oleh golongan rawan gizi yang memerlukan kecukupan zat gizi untuk
pertumbuhan. Kelompok anak hingga remaja awal (sekitar 10-14 tahun) merupakan kelompok
usia yang berisiko mengalami masalah gizi.Usia remaja (10-18 tahun) merupakan periode rentan
gizi karena berbagai sebab, diantaranya yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi
karena peningkatan pertumbuhan fisik. Kemudian, adanya perubahan gaya hidup dan kebiasaan
makan, kebiasaan makan yang berubah salah satunya terjadi karena adanya globalisasi secara
luas.4
Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan
yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, dan pemeliharaan kesehatan. Jika keadaan ini berlangsung terus
menerus (positive energy balance) dalam jangka waktu cukup lama, maka dampaknya adalah
terjadinya obesitas. Obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di
atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya.5Sampai saat ini
mekanisme terjadinya obesitas belum diketahui secara pasti, diyakini sebagai multikausal dan
multidimensional karena tidak hanya terjadi pada golongan sosio-ekonomi tinggi, tetapi juga
1
sering terdapat pada sosio-ekonomi menengah, hingga menengah ke bawah. Faktor lingkungan,
gaya hidup, dan budaya lingkungan setempat diketahui memainkan peran penting dalam
meningkatkan prevalensi obesitas secara global.6
Nutrisi diketahui memainkan peranan penting dalam kondisi metabolik seperti obesitas,
diabetes, hiperkolesterolnemia, dan penyakit kardiovaskular. Belakangan ini, telah disepakati
kualitas dari pola konsumsi karbohidrat dapat dipertimbangkan sebagai faktor risiko penting
untuk penyakit kardiovaskular. Indeks glikemik atau Glycemic Index (GI) dan beban glikemik
atau Glycemic Load (GL) mencerminkan sifat karbohidrat yang menyebabkan peningkatan cepat
dari kadar gula darah setelah makan dan peningkatan insulin, dimana hal ini secara konsisten
telah diakui kontribusinya dalam menimbulkan dampak buruk dari berbagai faktor risiko
metabolik Hal ini berhubungan dengan pola konsumsi makanan yang mengandung indeks
glikemik atau beban glikemik tinggi, telah diakui dalam beberapa studi, memiliki peranan positif
dengan penambahan berat badan dan obesitas baik pada hewan maupun manusia, serta dalam
peningkatan kadar serum trigliserida, peningkatan level kolesterol LDL, dan peningkatan serum
faktor koagulasi.7
2
1.2.3 Belum diketahuinya gambaran konsumsi makanan indeks glikemik tinggi dan faktor
faktorlainnya dengan kejadian obesitas pada remaja di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 130 Jakarta periode Oktober 2017.
1.3 Hipotesis
1.3.1 Adanya hubungan antara konsumsi makanan indeks glikemik tinggi dan faktor
faktor lain dengan kejadian obesitas pada remaja di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 130 Jakarta periode Oktober 2017.
1.4.1.1 Mengetahui gambaran gambaran konsumsi makanan indeks glikemik tinggi dan faktor
faktor lainnya dengan kejadian obesitas pada remaja di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 130 Jakarta periode Oktober 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Diketahuinya kejadian obesitas pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri
130 Jakarta periode Oktober 2017
1.4.2.2 Diketahuinya sebaran dari tingkat konsumsi makanan indeks glikemik tinggi,
aktivitas fisik, pola makan, emosional, pengetahuan tentang gizi, penyakit
sistemik, penggunaan obat, lingkungan, dan pendapatan orang tuadengan kejadian
obesitas pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 130 Jakarta periode
Oktober 2017
1.4.2.3 Diketahuinya hubungan antara konsumsi makanan indeks glikemik tinggi,
aktivitas fisik, pola makan, emosional, pengetahuan tentang gizi, penyakit
sistemik, penggunaan obat, lingkungan, dan pendapatan orang tuadengan kejadian
obesitas pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 130 Jakarta periode
Oktober 2017
3
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
1.5.1.2 Menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah untuk merumuskan dan
memecahkan masalah yang ada di masyarakat.
1.5.1.3 Diharapkan penelitian ini akan memberikan wawasan dan pengetahuan baru
tentang faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada remaja
1.5.1.4 Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam bidang penelitian.
1.5.1.5 Meningkatkan kemampuan berpikiran analitis dan sistematis dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan.
1.5.1.6 Meningkatkan kemampuan berkomunikasi langsung dengan masyarakat.
1.5.1.7 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
4
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang gambaran
makanan indeks glikemik tinggi dan faktor-faktor lainnya terhadap kejadian
obesitas, dan memberi masukan bagi institusi pendidikan yang bersangkutan, staf
pendidik dan pengajar untuk memperhatikan keadaan status gizi para murid.
Bab II
5
Tinjauan Pustaka
2.1 Obesitas
Obesitas adalah akumulasi lemak tubuh berlebih, dimana seseorang akan memiliki
kelebihan berat badan diatas 20% dari berat tubuh idealnya. Obesitas disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, dan pemeliharaan
kesehatan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus (positive energy balance) dalam jangka
waktu cukup lama, maka dampaknya adalah terjadinya obesitas.5
Menentukan status gizi pada remaja adalah dengan mengukur Indeks Massa Tubuh
(IMT) atau Body Mass Index (BMI). IMT dapat membantu untuk mengidentifikasi remaja yang
secara signifikan berisiko mengalami kelebihan berat badan. Rumus penghitungan IMT dan
klasifikasi adalah sebagai berikut6:
Klasifikasi yang digunakan disini adalah kategori berdasarkan aturan untuk penduduk
Asia Pasifik. Indonesia termasuk bagian dari Asia Pasifik. Apabila nilai IMT atau BMI telah
diperoleh, maka hasilnya kemudian dibandingkan dengan ketentuan sebagai berikut1 :
Sumber :
6
2.1.3 Epidemiologi
Prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia mengalami peningkatan
dari tahun 2007 yaitu sebesar 7.95 persen menjadi 10.8 persen di tahun 2013, terdiri dari 8,3
persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas).2,3Sebanyak 13 provinsi dengan prevalensi
gemuk diatas nasional, yaitu Jawa Timur, Kepulauan Riau, DKI, Sumatera Selatan, Kalimantan
Barat, Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara dan Papua2
Indikator status gizi yang digunakan untuk kelompok umur ini didasarkan pada hasil
pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk
tinggi badan menurut umur (TB/U) dan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U).
Berdasarkan baku antropometri WHO 2007 untuk anak umur 5-18 tahun, status gizi ditentukan
berdasarkan nilai Zscore TB/U dan IMT/U.
Gambar 1Prevalensi status gizi gemuk dan sangat gemuk (IMT/U) remaja umur 13-15 tahun
menurut provinsi, Indonesia 2013
7
Menurut para ahli, didasarkan pada hasil penelitian, obesitas dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
2.3.1Pola Konsumsi
Beberapa faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan berlebih yang
berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink, makanan jajanan seperti
makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog) dan makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai
makanan. Penyerapan glukosa yang cepat setelah konsumsi makanan dengan indeks glikemik
tinggi menyebabkan terjadinya perubahan hormonal dan metabolik di dalam tubuh yang dapat
meningkatkan konsumsi makanan pada subjek penelitian obesitas.9
Asupan karbohidrat
Asupan karbohidrat berlebih pada kelompok obesitas ditemukan lebih tinggi dibandingkan kelompok
tidak obesitas. Tingginya konsumsi karbohidrat disebabkan sebagian sampel penelitian mengkonsumsi makanan
tinggi karbohidrat pada jam istirahat (jajan) seperti nasi goreng, cilok, batagor, mie ayam, bakso, dan siomay. Selain
itu juga dari jenis makanan ringan seperti chitato, keripik singkong, dan keripik kentang. Kelebihan karbohidrat di
dalam tubuh akan diubah menjadi lemak. Perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak ini kemudian dibawa ke sel-sel
lemak yang dapat menyimpan lemak dalam jumlah tidak terbatas. Ukuran atau porsi makan yang terlalu berlebihan
juga dapat memiliki banyak kalori dalam jumlah banyak dibandingkan dengan apa yang dianjurkan untuk orang
normal untuk konsumsi sehari-harinya.11
Asupan protein
8
Asupan protein yang lebih pada kelompok non-obesitas ditemukan lebih tinggi
dibandingkan kelompok obesitas. Hal ini sesuai dengan hasil analisis yang menunjukkan asupan
protein bukan merupakan faktor risiko terjadinya obesitas. Namun sebaliknya, bahwa dalam
keadaan berlebihan, protein akan mengalami deaminase. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan
sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh. Dengan
demikian, konsumai protein secara berlebihan juga dapat menyebabkan kegemukan dan
obesitas.10
Asupan lemak
Asupan lemak yang lebih ditemukan lebih banyak pada kelompok obesitas dibandingkan kelompok tidak
obesitas. Hasil penelitian tentang asupan lemak menunjukkan bahwa tingginya konsumsi lemak disebagian besar
sampel penelitian mengkonsumsi makanan tinggi lemak seperti gorengan yaitu tempe mendoan, tahu goreng,
lumpia, risoles, martabak, telur dadar dan biasanya makanan yang digoreng tersebut tinggi protein. Dengan
demikian makanan yang digoreng memiliki kontribusi yang besar dalam asupan lemak tiap harinya.
Hampir sepertiga anak Amerika usia 4-19 tahun mengkonsumsi lemak setiap hari yang mengakibatkan
penambahan berat badan 3 kg per tahun. Namun, masalah obesitas sesungguhnya bukan terletak pada pola santap
yang berlebihan, melainkan pada kesalahan memilih jenis santapan. Pada anak remaja, kudapan berkontribusi 30%
atau lebih dari total asupan kalori remaja setiap hari. Kudapan ini sering mengandung tinggi lemak, gula, dan
natrium sehingga dapat meningkatkan resiko kegemukan dan karies gigi.10
Asupan serat
Pola makan dan kebiasan makan pada subjek penelitian cenderung ke arah makanan
yang berlemak, berminyak serta mengandung banyak pati dan gula sehingga hal tersebut akan
menyebabkan asupan serat menjadi rendah. Selain itu, tersedianya kantin, restauran cepat saji,
dan pedagang keliling di sekitar area sekolah yang umumnya menyajikan makanan yang
berlemakdan berminyak juga mempengaruhi asupan serat pada remaja. Pola konsumsi yang
diterapkan remaja sekarang ini adalah makanan yang tinggi energi namun sedikit mengandung
serat
Sebagian besar asupan serat, baik itu pada kelompok obesitas maupun non-obesitas
masih kurang dari kecukupan. Hal ini terjadi karena rendahnya konsumsi sayur dan buah.
Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar subjek pada kelompok non-obesitas menyatakan
9
bahwa mereka jarang mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. Dalam seminggu, subjek
mengaku maksimal 3 ksli mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, bahkan ada beberapa yang
sama sekali tidak mengkonsumsi sayuran. Banyak alasan yang menyebabkan subjek pada
penelitian ini jarang mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, salah satunya karena kurang suka
dengan sayur dan tidak ada waktu di rumah untuk makan sayur dan buah akibat aktivitas yang
lebih banyak di luar rumah. Beberapa subjek mengaku bahwa orang tuanya jarang memasak
sayur karena kesibukannya. Selain itu, subjek juga mengaku lebih suka mengkonsumsi jenis
makanan kering seperti gorengan, aneka lauk (ayam, ikan, daging, dll), aneka jajanan (batagor,
sosis goreng, bakso, mi ayam), dan makanan manis seperti roti dan kue. Alasan-alasan tersebut
juga sering dikemukakan oleh beberapa subjek pada kelompok obesitas yang asupan seratnya
kurang.10
Kebutuhan Energi
Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan kebutuhan energi remaja adalah
aktivitas fisik, seperti olahraga yang diikuti, baik dalam kegiatan di sekolah maupun diluar
sekolah. Widyakarya Nasional Pangan Gizi VI (WKNPG VI) menganjurkan angka kecukupan
gizi (AKG) energi untuk remaja dan dewasa muda perempuan 2000-2200 kkal, sedangkan untuk
laki-laki antara 2400-2800 kkal setiap hari. AKG energi ini dianjurkan sekitar 60% berasal dari
sumber karbohidrat yaitu: beras, terigu dan hasil olahannya (mie, spagetti, makaroni), umbi-
umbian (ubi jalar, singkong), jagung, gula dan lain-lain.7
2.3.2 Aktivitas Fisik
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh.
Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor :
1) Tingkat aktivitas dan olahraga secara umum
2) Tingkat metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi minimal tubuh.12
Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari
pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga
pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan
berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori
terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara
10
tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian
akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan
menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olah raga menjadi sangat sulit
dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olah raga secara tidak langsung akan mempengaruhi
turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan
berat badan tidak saja karena dapat membaekar kalori, melainkan juga karena dapat membantu
mengatur berfungsinya metabolis normal.12
2.3.3 Herediter
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di
dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk
cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu
yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran
normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak
heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.Seorang
anak punya 40% kemungkinan mengalami kegemukan, bila salah satu orangtuanya obesitas. Bila
kedua orangtuanya kelebihan berat badan, maka kemungkinan seorang anak mengalami obesitas
pun naik hingga 80%.13
Riwayat obesitas pada orangtua berhubungan dengan genetik/hereditas anak dalam
mengalami obesitas. Kelebihan berat badan pada orangtua memiliki hubungan positif dengan
kelebihan berat badan anak. Faktor genetik berhubungan dengan pertambahan berat badan, IMT,
lingkar pinggang dan aktivitas fisik. Jika ayah dan/atau ibu menderita overweight (kelebihan
berat badan) maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan sebesar 40- 50%.
Apabila kedua orang tua menderita obese, kemungkinan anaknya menjadi obese sebesar 70-
80%.4
Menurut teori yang diungkapkan dari penelitian, beberapa variasi genetik yang
memodulasi insulin dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan fetus dan onset dini obesitas.
Teori ini mengatakan peran genetik juga mempengaruhi status obesitas anak disamping berat
badan lahir yang rendah. Faktor genetik yang menjadi penghubung antara munculnya obesitas
pada anak dengan berat badan lahir yang rendah diantaranya Glutamate Decarboxylase 2
11
(GAD2) dan mutasi small heterodimer partner (SHP) yang mengkode protein inhibisi key -cell-
expressed hepatocyte nuclear.14
2.3.5Lingkungan
Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika
seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran
dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan
tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas tidak akan mengalami
masalah-masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan.15
2.3.6 Pengaruh Globalisasi
Masa remaja merupakan usia dimana mereka sangat tertarik pada hal-hal baru. Kondisi
tersebut dimanfaatkan oleh pengusaha makanan untuk mempromosikan produk mereka dengan
cara yang sangat mempengaruhi remaja. Padahal, produk makanan tersebut bukanlah makanan
yang sehat bila dikonsumsi dalamjumlah yang berlebihanMasuknyaproduk-produk makanan
baru yang berasal dari negara lain secara bebas, mempengaruhi kebiasaan makan para
remaja.Jenis-jenis makanan cepat saji (fast food) yang berasal dari negara barat seperti hot dog,
pizza, hamburger,fried chicken dan french fries, sering dianggap sebagai lambang kehidupan
modern oleh para remaja. Padahal berbagai jenis fast food itu mengandung kadar garam, lemak
jenuh dan kolesterol yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Kerry N. Boutelle, dkk (2005)
12
menemukan bahwa konsumsi fast food berhubungan dengan berat badan orang dewasa namun
tidak pada remaja. Hal tersebut disebabkan karena remaja membutuhkan banyak kalori untuk
aktivitasnya, sehingga fast food tidak mempengaruhi status gizi mereka untuk menjadi obesitas.
Namun, kebiasaan mengkonsumsi fast food bisa meningkatkan risiko bagi para remaja untuk
menjadi obesitas pada saat dewasa nanti16
13
Tingkat pengetahuan gizi remaja adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya gizi lebih pada remaja. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan gizi yang kurang pada sebagian
besar remaja yang mengalami kegemukan memungkinkan remaja kurang dapat memilih menu
makanan yang bergizi. Sebagian besar kejadian masalah gizi lebih dapat dihindari apabila remaja
mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup tentang memelihara gizi dan mengatur makan13
2.3.9Penggunaan obat
2.3.10Penyakit Sistemik
Sindroma Metabolik
Menurut beberapa penelitian persentase lemak tubuh bangsa Asia (terutama abdominal
obesity) 7%-10% lebih tinggi dibandingkan bangsa Kaukasian. yang mengakibatkan risiko
komorbiditas obesitas dan sindroma metabolik pada bangsa Asia juga lebih tinggi. Sindroma
metabolik sangat erat hubungannya dengan peningkatan risiko terhadap penyakit jantung koroner
dan penyakit metabolik seperti diabetes mellitus tipe 2 dan aterosklerosis. Individu dengan
14
obesitas sentral lebih berisiko untuk terjadi sindroma metabolik dibanding obesitas perifer.
Deteksi awal sindroma metabolik pada anak terutama yang berisiko mendapatkannya seperti
anak dengan obesitas sangatlah penting untuk mencegah komorbiditas obesitas di kemudian
hari.19
Obesitas pada anak dapat mengganggu tumbuh kembang anak dan cenderung berlanjut
sampai dewasa. Obesitas meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (hipertensi,
arteriosklerosis, dan stroke) dan penyakit hormonal (dyslipidemia, hyperlipidemia, diabetes
mellitus tipe 2 dan metabolic syndrome) serta gangguan pada tulang dan kulit pada usia yang
lebih muda.20
Kerusakan otak
Otak merupakan system pengontrol pusat tubuh manusia. Sistem pengontrol yang
mengatur perilaku makan terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus, sebuah
kumpulan inti sel dalam otak yang langsung berhubungan dengan bagian-bagian lain dari otak
dan kelenjar dibawah otak. Hipotalamus mengandung lebih banyak pembuluh darah dari
daerahlain pada otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh unsur kimiawi dari darah. Dua
bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang
menggerakan nafsu makan (awal atau pusat makan); hipotalamus ventromedial (HVM) yang
bertugas merintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau minum, dan
akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan
terjadi pada bagian HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.13
15
insulin dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan fetus dan onset dini obesitas. 23 Teori ini
mengatakan peran genetik juga mempengaruhi status obesitas anak disamping berat badan lahir
yang rendah. Faktor genetik yang menjadi penghubung antara munculnya obesitas pada anak
dengan berat badan lahir yang rendah diantaranya Glutamate Decarboxylase 2 (GAD2) dan
mutasi small heterodimer partner (SHP) yang mengkode protein inhibisi key -cellexpressed
hepatocyte nuclear.20
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) disamping meningkatkan risiko akumulasi lemak
sentral, meningkatkan risiko resisten insulin, metabolic syndrome dan penyakit kardiovaskular
pada anak non obes juga dapat menimbulkan hal yang sama pada anak yang obesitas. Berat
Maximum Kehamilan (BMK) dapat meningkatkan risiko obesitas dan sindrom metabolik pada
beberapa kelompok etnis dan kasus diabetes gestasional.20
Berat badan lahir adalah berat bayi segera setelah dilahirkan, normalnya 2500-4000 gram.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah berat lahir <2500 gram
Berat Maximum Kehamilan (BMK) adalah berat lahir >4000 gram
16
Peningkatan asupan energi yang tidak diimbangi denganenergy expenditure dapat
menyebabkan obesitasSalah satu mekanisme durasi tidur pendek yang dapat mempengaruhi
kenaikan berat badan adalah dengan meningkatnya asupan energi. Berdasarkan penelitian pada
hewan menunjukkan bahwa durasi tidur pendek dapat menyebabkan hyperphagia (peningkatan
rasa lapar) yang pada manusia juga menunjukkan efek yang sama. Penelitian ini membandingkan
4 jam dengan 10 jam tidur untuk setiap malam selama 2 hari yang hasilnya menunjukkan bahwa
subjek yang tidurnya 4 jam setiap malam mempunyai rasa lapar dan nafsu makan yang lebih
tinggi daripada yang tidurnya 10 jam dalam semalam. Peningkatan asupan makan tersebut
terutama makanan tinggi lemak dan tinggi karbohidrat. Perubahan ini berhubungan dengan
peningkatan ghrelin dalam serum dan penurunan leptin dalam serum. Hal ini membuktikan
bahwa kurang tidur dapat mempengaruhi regulator perifer rasa lapar.21
2.4Indeks Glikemik
Pangan mempunyai peran ganda dalam kesehatan. Pola makan yang benar dapat
meningkatkan derajat kesehatan individu. Sebaliknya, pola makan yang tidak tepat dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit termasuk penyakit degeneratif, seperti kanker, jantung
koroner, diabetes melitus dan lain-lain. Pola makan yang tidak tepat juga dapat meningkatkan
risiko terjadinya obesitas. Hal ini perlu diperhatikan karena obesitas dapat terjadi baik pada
kalangan anak-anak, remaja dan orang tua. 22
Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa
darah. Indeks glukosa murni ditetapkan 100 dan digunakan sebagai acuan untuk penentu indeks
glikemik pangan lain. Meskipun demikian penggunaan roti tawar sebagai pangan acuan lebih
sering digunakan dalam penelitian. Hal ini didasari atas kelaziman mengonsumsi roti tawar
dibandingkan dengan glukosa murni.22Selama ini untuk pengendalian kadar glukosa darah pasien
DM menggunakan pendekatan farmakologi, namun beberapa uji klinik menunjukkan bahwa
kontrol diabetes dapat dilakukan dengan diet indeks glikemik rendah dari pada indeks glikemik
tinggi.23
Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaan memiliki
indeks glikemik tinggi. Respon glukosa darah terhadap jenis pangan ini cepat dan tinggi. Dengan
kata lain, glukosa dalam aliran darah meningkat dengan cepat. Sebaliknya, karbohidrat yang
dipecah dengan lambat memiliki indeks glikemik rendah sehingga melepaskan glukosa ke dalam
17
darah dengan lambat juga. Konsep indeks glikemik disusun untuk semua orang yaitu orang yang
sehat, penderita obesitas, penderita diabetes dan atlet.22Makanan dengan indeks glikemik rendah
akan lebih lama menunda rasa lapar dibandingkan dengan makanan dengan indeks glikemik
tinggi. Sehingga indeks glikemik dapat membantu orang yang ingin menjalani program
penurunan berat badan dengan memilih makanan yang mempunyai indeks glikemik rendah.
Dengan mengetahui indeks glikemik suatu makanan, diharapkan setiap orang dapat menentukan
jenis pangan karbohidrat yang dapat mengendalikan glukosa darah ketingkat yang aman.
Secara tradisional karbohidrat telah dikategorikan berdasarkan struktur utama yang ada
didalamnya menjadi karbohidrat sederhana yaitu karbohidrat yang mengandung sebagian besar
mono-atau disakarida dan karbohidrat kompleks yang mengandung polisakarida atau pati.
Karena kategorisasi ini, telah terjadi salah asumsi dimana diasumsikan bahwa semua karbohidrat
sederhana akan memiliki respon glukosa yang cepat dalam tubuh manusia dengan demikian tidak
cocok untuk orang dengan obesitas, penderita diabetes dan orang dengan gangguan insulin,
sementara itu karbohidrat kompleks yang diyakini memiliki respon glukosa yang lebih kecil
dalam darah. 24
Nilai indeks glikemik dikatagorikan menjadi tiga kelompok yaitu pangan IG rendah
dengan rentang nilai IG < 55, IG sedang dengan rentang nilai 56-69, dan IG tinggi dengan
rentang nilai >70. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pada pangan antara lain cara
pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan
amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein serta
kadar anti-gizi pangan.22
Proses pengolahan dapat menyebabkan meningkatnya nilai indeks glikemik pangan
karena melalui proses pengolahan struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna dan diserap
sehingga dapat mengakibatkan kadar glukosa naik dengan cepat. Selain itu ukuran partikel yang
semakin kecil sehingga memudahkan terjadinya degradasi oleh enzim juga dapat menyebabkan
indeks glikemik semakin meningkat. Proses pemasakan atau pemanasan akan menyebabkan
terjadinya gelatinisasi pada pati. Dengan adanya proses pecahnya granula pati ini molekul pati
akan lebih mudah dicerna karena enzim pencerna pada usus mendapatkan tempat bekerja yang
lebih luas. Hal inilah yang menyebabkan proses pemasakan atau pemanasan dapat menyebabkan
18
terjadinya kenaikan indeks glikemik pangan22Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar
amilosa dan amilopektin berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin
lebih rendah setelah mengonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar
amilopektin tinggi.22Sebaliknya, bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi daripada kadar
amilosa, respon glukosa darah lebih tinggi.22Keberadaan serat pada pangan ternyata sangat
memberikan pengaruh pada kenaikan kadar glukosa dalam darah.24 Pengaruh serat pada indeks
glikemik pangan tergantung pada jenis seratnya. Serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik
pada pencernaan, maka indeks glikemik cenderung lebih rendah. Serat terlarut dapat
menurunkan respon glikemik pangan secara bermakna. Serat dapat memperlambat terjadinya
proses pencernaan di dalam tubuh sehingga hasil akhir yang diperoleh adalah respon glukosa
darah akan lebih rendah25Konsumsi pangan IG tinggi dapat memicu peningkatan kadar gula
darah, resiko kerusakan jaringan vaskular dan organ lainnya.26Dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tidak sedikit masyrakat yang sering mengkonsumsi makanan dengan indeks
glikemik tinggi diantaranya nasi putih, bihun, kerupuk, umbi-umbian, dan lain-lain.27
19
Perhitungan IAUC (Incremental Area Under the Curve) merupakan salah satu hal yang
paling penting dalam pengukuran nilai indeks glikemik pangan. Pengukuran nilai indeks
glikemik pangan dapat menggunakan rumus sebagai berikut28:
IAUC food
IG = IAUC glucose x 100%
Keterangan:
IG : Indeks Glikemik
IAUC food : Luas area dibawah kurva respon glukosa darah setelah 2 jam terhadap pangan uji
IAUC glucose : Luas area dibawah kurva respon glukosa darah setelah 2 jam terhadap glukosa
murni(pangan acuan)
Wt : Berat (gr)
Tabel 2.1 Nilai Rata-rata Indeks Glikemik 62 Jenis Makanan dari Penelitian Berbagai
Laboratorium Berbeda Tahun 2008
Sumber :Institute of Obesity, Nutrition and Exercise,University of Sydney, New South Wales,
Australia; 2008
20
Tabel 2.2Nilai Rata-rata Indeks Glikemik 62 Jenis Makanan dari Penelitian Berbagai
Laboratorium Berbeda Tahun 2008
Makanan Tinggi Sarapan dan Buah dan
Karbohidrat Sereal Produk Buah Sayuran
White wheat bread* 75 Cornflakes 81 Buah Apel 36 Kentang, rebus 78
2 6 2 4
Whole wheat/whole 74 Biscuit, tepung 69 Buah Jeruk 43 Kentang, kemasan ditumbuk 87
meal bread 2 putih 2 3 (mash potato) 3
Specialty grain bread 53 Bubur, rolled oats 55 Buah Pisang 51 Kentang, goreng (french fries) 63
2 2 3 5
Unleavened wheat 70 Bubur oat instan 79 Buah Nanas 59 Wortel, kukus 39
bread 5 3 8 4
Wheat roti 62 Rice 78 Buah Manga 51 Ubi, kukus 63
3 porridge/congee 9 5 6
Chapatti 52 Millet porridge 67 Semangka 76 Labu, kukus 64
4 5 4 7
Corn tortilla 46 Muesli 57 Dates, mentah 42 Plantain/green banana 55
4 2 4 6
Nasi putih, kukus* 73 Persik, kaleng 43 Umbi, kukus 53
4 5 2
Brown rice, boiled 68 Strawberry 49 Sup sayuran 48
4 selai/jelly 3 5
Barley 28 Jus apel 41
2 2
Jagung manis 52 Jus jeruk 50
5 2
Spaghetti, white 49
2
Spaghetti, whole meal 48
5
Rice noodles 53
7
Mie Udon 55
7
Couscous 65
4
Sumber : Institute of Obesity, Nutrition and Exercise,University of Sydney, New South Wales,
Australia; 2008
Data are means SEM.
21
2.5 Metode Pengukuran Asupan Makan
Metode pengukuran asupan makan menurut untuk mengukur asupan makanan individu
digunakan metode :
Metode Food Recall 24 jam
Dilakukan dengan cara petugas menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama 24 jam yang
lalu. Selain makanan utama, makanan kecil atau jajan juga dicatat, termasuk makanan yang
dimakan diluar rumah.
Kelebihan :
1. Mudah dilaksanakan, tidak terlalu membebani responden.
2. Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas
untuk wawancara.
3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga
dapat dihitung asupan zat gizi sehari.
Kekurangan :
1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari , bila hanya dilakukan recall 1
hari.
2. Ketepatannya tergantung pada daya ingat responden.
3. Butuh tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu
URT.
22
4. Hasilnya relatif lebih akurat
Kekurangan :
1. Metode ini terlalu membebani responden, sehingga sering menyebabkan responden
merubah kebisaan makannnya
2. Tidak cocok untuk responden yang buta huruf
3. Sangat tergantung pada kejujuran dan kemampuan responden dalam mencatat dan
memperkirakan jumlah konsumsi.
23
3. Dapat digunakan di gizi klinik untuk membantu mengatasi masalah kesehatan yang
berhubungan dengan diet pasien.
Kekurangan :
1. Terlalu membebani pihak pengumpul data dan responden.
2. Sangat sensitif dan membutuhkan pengumpul data yang sangat terlatih, tidak cocok
dipakai untuk survei-survei besar.
3. Data yang dikumpulkan lebih bersifat kualitatif.
4. Biasanya hanya difokuskan pada makanan khusus, sedangkan variasi makanan sehari-
hari tidak diketahui.
Kekurangan :
1. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari.
2. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data.
3. Cukup menjemukan bagi pewawancara.
4. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang
akan masuk dalam daftar kuesioner.
5. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi
24
2.5 Kerangka Teori
Herediter
Aktivitas Fisik
Gen
Pola Tidur
Riwayat Berat
Penyakit Sistemik
Badan Lahir
Rendah
Pola Konsumsi
Penggunaan Obat
Pengetahuan Gizi
25
2.6 Kerangka Konsep
Pola Konsumsi
Aktivitas Fisik
Herediter
Aspek Psikologis
Pengetahuan Gizi
c Penggunaan Obat
Penyakit Sistemik
Riwayat BBLR
Pola Tidur
26
Bab III
Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain analitik dengan studicross sectional
mengenai gambaran konsumsi makanan indeks glikemik tinggi dan faktor-faktor lainnya dengan
kejadian obesitas di Sekolah Menengah Pertama Negeri 130 Jakarta periode Oktober 2017
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 130 Jakarta, periode Oktober 2017
3.4 Populasi
3.4.1. Populasi target : Semua siswa murid SMP berusia 13 sampai 15 tahun di SMP
Negeri 130 Jakarta.
3.4.2. Populasi terjangkau : Semua siswa murid SMP berusia 13 sampai 15 tahun di SMP
Negeri 130 Jakarta dalam bulan Oktober 2017.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
27
3.5.2. Kriteria Eksklusi:
3.5.2.1 Semua siswa murid SMP berusia 13 sampai 15 tahun di SMP Negeri 130 Jakarta
yang tidak mengikuti proses penelitian sampai selesai
3.6. Sampel
N2 = N1 + (10% xN1 )
Keterangan :
28
Tabel 3.1 Proporsi Variabel Independen
Variabel Peneliti Z()2 p Q n1
Pola Konsumsi 1,96
Aktivitas Fisik 1,96 0,030 0,97 11,17
Herediter Syamsinar (2016) 1,96 0,004 0,996 1,530
Pendapatan orang tua Syamsinar (2016) 1,96 0,017 0,983 6,419
Lingkungan 1,96 0,26 0,74 73,91
Pengaruh Globalisasi 1,96 0.00 1 0
Aspek Psikologis 1,96 0,01 0,99 3.80
Pengetahuan Gizi 1,96
Penggunaan Obat 1,96
Penyakit Sistemik Adrian (2007) 1,96 0,157 0,843 50,84
Riwayat BBLR Putu (2013) 1,96 0,585 0,415 93.26
Pola Tidur Syamsinar (2016) 1,96 0,654 0,346 86.92
Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah orang.
29
3.6.2. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan metode probability sampling dengan
cara melakukan cluster sampling. Sampel yang diambil yaitusiswa murid SMP Negeri 130
Jakartapada bulan Oktober 2017, hingga didapatkan sebanyak jumlah sampel minimal sebanyak
subjek.
3.7. Variabel
Dalam penelitian ini digunakan variabel independen (tidak terikat), dan variabel
dependen (terikat).
30
dimana subjek tersebut memenuhi kriteria inklusi mulai dari bulan Oktober 2017. Data
primer yang diambil adalah kejadian obesitas, pola konsumsi, tingkat aktivitas fisik,
kejadian obesitas dalam keluarga, tingkat pendapatan keluarga, keadaan lingkungan,
pengaruh globalisasi, keadaanpsikologis, pengetahuan gizi, riwayat penggunaan obat,
riwayat penyakit, riwayat BBLR, dan pola tidur
f. Peneliti melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data dengan program Computer
Statistical Package for Social Science version 16 (SPSS)
g. Penulisan laporan penelitian.
h. Pelaporan penelitian.
=
( )2
31
Hasil ukur :
< 18,5 = Gizi Kurang (1)
18,5 22,9 = Ideal (2)
23 24.9 = Berisiko(3)
25 = Obesitas (4)
Skala ukur : Kategorik - Ordinal
Koding:
Gizi Kurang (1)
Ideal (2)
Berisiko(3)
Obesitas (4)
32
Defenisi :Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh.
Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor yaitu tingkat aktivitas dan olahraga secara umum
dan tingkat metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi minimal tubuh. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka
semakin banyak kalori yang hilang. Dimana, kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem
metabolisme basal.
Alat Ukur: Kuisioner
Cara Ukur:
Hasil Ukur:
Skala Ukur:
Koding :
3.9.1.2.3. Herediter
Defenisi : Riwayat obesitas pada orangtua berhubungan dengan genetik/hereditas anak dalam
mengalami obesitas.
Alat Ukur: Kuisioner
Cara Ukur: From kuisioner diisi sendiri oleh responden
Hasil Ukur:
Tidak ada pengaruh
Ada pengaruh
Skala Ukur: Katergorikal-ordinal
Koding :
Tidak ada pengaruh (1)
Ada pengaruh (2)
33
Hasil Ukur:
Skala Ukur:
Koding :
3.9.1.2.5. Lingkungan
Defenisi :Faktor lingkungan dapat mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika
seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran
dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk
Alat Ukur: Kuisioner
Cara Ukur:
Hasil Ukur:
Skala Ukur:
Koding :
34
Koding :
35
Ada pengaruh
Skala Ukur: Katergorikal-ordinal
Koding :
Tidak ada pengaruh (1)
Ada pengaruh (2)
36
Ada pengaruh
Skala Ukur: Katergorikal-ordinal
Koding :
Tidak ada pengaruh (1)
Ada pengaruh (2)
3.10.Data
3.10.1. Pengolahan Data
Data data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing, verifikasi, dan coding,
kemudian data diolah dengan menggunakan program komputer, yaitu program SPSS.
Pengolahan data untuk penelitian ini diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS yang terdiri dari
beberapa tahap, yaitu :
Editing: Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data, yang diperoleh atau editing
dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
Coding: Catatan untuk memberikan kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas
beberapa kategori.
Tabulating: Pada tahap ini, jawaban jawaban responden yang sama dikelompokan
dengan teliti dan teratur lalu dihitung lalu dijumlahkan kemudian dituliskan dalam bentuk
tabel tabel.
37
Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing variabel dengan tabel
distribusi frekuensi disertai penjelasan.
Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan
independen. Karena rancangan penelitian ini adalah Cross Sectional Study, dicari hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Teknis analisis data yang menggunakan
uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan () = 0,05 yang digunakan untuk menguji 2 variabel
yang disusun dalam table b x k (b = baris, k = kolom). Rumus: table 2x2.
Untuk membuktikan bahwa variabel-variabel bebas memiliki hubungan, maka akan di
lakukan uji dengan uji Chi square. Hasil uji Chi square dapat mengetahui ada tidaknya hubungan
antara dua variabel X dan Y yang bermakna secara statistik atau jika 2 hitung >2 tabel, maka
H0 ditolak, yang berarti ada hubungan dan jika 2 hitung < 2 tabel, maka H0 gagal ditolak,
yang berarti tidak ada hubungan.
38
Bab IV
Hasil Penelitian
Proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Oktober 2017 didapatkan sampel
sebanyak subjek yaitu siswa murid SMP yang berusia 13- 15 tahun di SMP NEGERI130,
Jakarta Barat. Berikut adalah hasil penelitian yang disajikan dalam tabel sebagai berikut:
39
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Obesity and overweight 2016. Diakses pada tanggal 4
oktober 2017 dari www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/
2. Kementiran Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar tahun 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013. hal 216-22.
3. Kementiran Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar tahun 2007. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2008. hal 45-7.
4. Sartika, RAD. Faktor risiko obesitas pada anak 5-15 tahun di Indonesia. Makara,
Kesehatan, Vol. 15. Depok : Universitas Indonesia; 2011. hal 37-43.
5. Moreno, LA, Rodriguez, G. Dietary risk factors for development of childhood obesity.
University of Zaragoza, Spain: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p 334-40.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pencegahan obesitas pada remaja. 2017. Diakeses pada
tanggal 4 oktober 2017 dari www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/pencegahan-
obesitas-pada-remaja
7. Ding, EL, Malik VS. Convergence of obesity and high glycemic diet on compounding
diabetes and cardiovascular risks in modernizing China: An emerging public health
dilemma. Department of Nutrition, Harvard School of Public Health. BioMed Central Ltd
;2008. page 1-4.
8. Skinner, AC, Perrin, EM, Moss, LA, Skelton, JA. Cardiometabolic risks and severity of
obesity in children and young adults. The New England Journal of Medicine; 2015. p
1307-16.
9. Schwingshackl, G, Hoffmann. Long-term effects of low glycemic index/load vs. high
glycemic index/load diets on parameters of obesity and obesity-associated risks: a
systematic review and meta-analysis. Department of Nutritional Sciences, Faculty of Life
Sciences, University of Vienna, Austria; 2013. p 699-705.
40
10. Kurdantil, W, Suryanil, I, Syamsiatun, NH et all. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian obesitas pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia; 2015. hal 179-90.
11. Atkinson, FS, Powell, KF, Brand-Miller, JC. International tables of glycemic index and
glycemic load values: 2008. Institute of Obesity, Nutrition and Exercise,University of
Sydney, New South Wales, Australia; 2008. P 2281-82.
12. Martnez Vizcano,dkk. Assessment of an afterschool physical activity program to prevent
obesity among 9- to 10-year-oldchildren: a cluster randomized trial. International of
Obesity. 2008.
13. Salam Abdul. Faktor risiko kejadian obesitas pada remaja. Jurnal MKMI, Vol 6 No.3.
Makassar: Universitas Hasanudin; 2010. hal 37-43.
14. Wijaya Putu Austin Widyasari, Sidiartha I Gusti Lanang Sidiartha. Hubungan berat
badan lahir dengan status obesitas pada anak sekloh dasar. Denpasar : Universitas
Udayana; 2013.
15. Aini, SN. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada remaja di
perkotaan. Unnes Jurnal of Public Health, Universitas Negeri Semarang; 2013. hal 1-5.
16. Pengaruh globalisasi
17. Wulandari Syamsinar, Lestari Hariati. Faktor yang berhubungan dengan kejadian
obesitas pada remaja di SMAN 4 Kendari tahun 2016. Kendari: Universitas Halu Oleo;
2016.
18. Ginsburg, Gregory. Endocrine changes in obesity. Massachusetts, U.S.A: Harvard
Medical School; 2016. p 45
19. M. Mexitalia, Utari Agustini, dkk. Sindroma metabolik pada remaja obesitas. Media
medika indonesiana, Volume 43, Nomor 6. Semarang: Universitas Dipenogoro; 2009. h.
300-6.
20. Wijaya Putu Austin Widyasari, Sidiartha I Gusti Lanang Sidiartha. Hubungan berat
badan lahir dengan status obesitas pada anak sekloh dasar. Denpasar : Universitas
Udayana; 2013.
21. Marfuah Dewi, Hadi Haman, Huriyati Emy. Durasi dan kualitas tidur hubungannya
dengan obeistas pada anak sekolah di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Jurnal
Gizi dan Dietetik Indonesia Vol 1 no 2. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 2013. h
93-101.
41
22. Rimbawan, Siagian A. Indeks Glikemik pangan, cara mudah memilih pangan yang
menyehatkan. Jakarta: Penebar Swadaya; 2004.
23. Augustin, L. S. A., Kendall, C. W. C., Jenkins, D. J. A., Willett, W. C., Astrup, A.,
Barclay, A. W., Poli, A. Glycemic index, glycemic load and glycemic response: An
International Scientific Consensus Summit from the International Carbohydrate Quality
Consortium (ICQC). Nutrition, Metabolism and Cardiovascular Diseases ;2015.795
815.
24. Gibson, N. Development of a rapid assessment method for the glycaemic index. Thesis.
Pretoria : University of Pretoria; 2010
25. Hanifah N, Nindya T S. Hubungan kontribusi beban glikemik makanan dan aktivitas fisik
terhadap kejadian gizi lebih pada remaja SMP full day Surabaya. Universitas Airlangga.
Surabaya; 2013.
26. Abbas A, Murtaza S, Aslam F, Khawar A, Rafique S, Naheed S. Effect of processing on
nutritional value of rice (Oryza sativa). World Journal of MedicalSciences ;2011. 6873.
27. Astuti A, Maulani. Pangan indeks glikemik tinggi dan glukosa darah pasien diabetes
mellitus tipe II. STIKES Harapan Ibu. Jambi; 2017
28. Monro, J.A and M.Shaw. Glycemic impact, glycemic glucose equivalents, glycemic
index, and glycemic load : definitions, distinctions, and implications. Vol. 87 ;2008. 237-
243.
42