You are on page 1of 148

RANCANGAN MULTISTAGE LOW NOISE AMPLIFIER

PADA PERALATAN VHF AIR/GROUND COMMUNICATION

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus Pendidikan


Program Studi Diploma IV Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara Angkatan Ke-18

AKHMAD TEGUH PRIHANDOYO


NIT. TNU.IV.14.03.378

PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI DAN NAVIGASI UDARA


JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN
SEKOLAH TINGGI PENERBANGAN INDONESIA
CURUG TANGERANG
2014

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tugas Akhir : RANCANGAN MULTISTAGE LOW NOISE AMPLIFIER


PADA PERALATAN VHF AIR/GROUND COMMUNICATION telah
diperiksa dan disetujui untuk diuji sebagai salah satu syarat lulus pendidikan
Program Studi Diploma IV Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara Angkatan
Ke-18, Jurusan Teknik Penerbangan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia,
CurugTangerang.

Nama : AKHMAD TEGUH PRIHANDOYO


NIT : TNU.IV.14.03.378

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Drs. EDDY PURWANTO, SSiT MUH WILDAN ST, MT


Penata Tk. I (III/d) Penata Muda Tk.I (III/b)
NIP. 19570515 197903 1 001 NIP. 19770530 199803 1 003

KETUA JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN

AMAL FATKHULLOH, SSiT


Penata (III/c)
NIP. 19690929 199303 1 001

ii
PENGESAHAN PENGUJI

Tugas Akhir : RANCANGAN MULTISTAGE LOW NOISE AMPLIFIER


PADA PERALATAN VHF AIR/GROUND COMMUNICATION telah
dipertahankan di hadapan Tim Penguji Tugas Akhir Program Studi Diploma IV
Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara Angkatan Ke-18, Jurusan Teknik
Penerbangan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia, Curug Tangerang. Tugas
Akhir ini telah dinyatakan LULUS Program Diploma IV
pada tanggal 2 Desember 2014

TIM PENGUJI

KETUA SEKRETARIS

ERIYANDI, ST, SSiT, MSi Drs. EDDY PURWANTO, SSiT


Penata Tk.I (III/d) Penata Tk. I (III/d)
NIP. 19660414 198803 1 001 NIP. 19570514 197903 1 001

ANGGOTA

T O N I, SiP, MSi
Penata (III/c)
NIP. 19650521 198903 1 001

iii
ABSTRAK

Akhmad Teguh Prihandoyo, RANCANGAN MULTISTAGE LOW NOISE


AMPLIFIER PADA PERALATAN VHF AIR/GROUND
COMMUNICATION. Tugas Akhir, Curug: Sekolah Tinggi Penerbangan
Indonesia, Desember 2014

Radio penerima VHF A/G communication merupakan radio superheterodyne


sehingga sistem radio ini memiliki berberapa blok rangkaian yang mempunyai
fungsi masing-masing. Salah satu bagian dari radio penerima adalah Low Noise
Amplifier (LNA). LNA merupakan bagian penting dalam sistem radio penerima dan
hampir disemua sistem peralatan komunikasi. LNA berfungsi menguatkan sinyal
yang sangat lemah yang ditangkap oleh antena dengan menambahkan sedikit noise
dan meminimalisasi terjadinya distorsi sinyal. LNA memiliki spesifikasi yang harus
diperhatikan, antara lain stability, noise figure, gain, bandwidth, linearity, dan
dynamic range. Oleh karena LNA sangat penting, maka perlu dilakukan
perancangan LNA. Untuk meningkatan produksi gain dapat dilakukan dengan
merancang LNA bertingkat atau multistage LNA.

Multistage LNA ini dirancangan menggunakan pembiasan pembagi tegangan.


Rancangan multistage LNA ini telah difabrikasikan dengan menggunakan print
circuit board berbahan FR4 atau epoxy dan menggunakan komponen surface
mounting device. Titik operasi amplifier pada IC=5mA, VCC=12V and VCE=8V,
membutuhkan power consumption DC sebesar 151.2mW. Dari hasil analisis
simulasi rancangan multistage LNA menunjukan hasil yang bagus dan masih
mencapai target spesifikasi pada bandwidth frekuensi VHF A/G. antara lain
kestabilan =1.966-2.15, noise figure= 1.481-1.636dB, gain (S21)=40,168dB-
43.28dB, input return loss (S11) <-13.63dB, reverse gain=-55.3dB- -53.53dB,
output return loss <-9.4dB pada frekuensi tengah 127.5MHz dihasilkan
S21=42.3dB, S11=-52.3dB, S22=-46.7dB, input VSWR=1.005 dan output
VSWR=1.01.

Rancangan ini memiliki parameter yang bagus dan sesuai spesifikasi rancangan,
diharapkan dapat diterapkan pada peralatan VHF A/G communication di Bandar
Udara Sultan Bantilan Tolitoli. Bertambahnya gain pada LNA dapat meningkatkan
sensitifitas peralatan VHF A/G communication sehingga komunikasi pemandu lalu
lintas udara dan pilot tidak mempuyai kendala komunikasi.

iv
ABSTRACT

Akhmad Teguh Prihandoyo, RANCANGAN MULTISTAGE LOW NOISE


AMPLIFIER PADA PERALATAN VHF AIR/GROUND
COMMUNICATION. Mini Thesis, Curug: Indonesian Civil Aviation Institute,
December 2014

Radio receiver VHF A / G communication is a super heterodyne radio system, so


that the radio system has a couple of blocks of the circuit and has own function.
One part of the radio receiver is a Low Noise Amplifier (LNA). LNA is an
important part of a radio receiver system and almost all communication equipment
systems. LNA serves to strengthen the extremely weak signals captured by the
antenna by adding a little bit of noise and minimize signal distortion. LNA has a
specification that must be considered, such as stability, noise figure, gain,
bandwidth, linearity, and dynamic range. Therefore, the LNA is very important, it
is necessary to design the LNA. To increase the production of the gain can be done
by designing a multistage LNA.

This multistage LNA was designed using a voltage divider biasing. It was fabricated
by using the Print Circuit Board with FR4 material or epoxy and using surface
mounting device components. The operating point of amplifier at Ic = 5mA, VCC
= 12V and VCE = 8V, requires power consumption DC by 151.2mW. This
multistage LNA was simulated and the result of parameter in bandwidth show good
performance and still meet the design specification. The value of parameter are
stability factor in bandwidth was obtained 1.966-2.15 and noise figure 1.481-
1.636dB, gain (S21) 40,168 until 43.28dB, reverse voltage gain (S12) -55.3dB until
-53.53dB, output return loss (S22) below -9.4dB, at the center frequency 127.5MHz
got S21=42.3dB, S11=-52.3dB, S22=-46.7dB, input VSWR=1.005 and output
VSWR=1.01.

This design has a good parameter and the corresponding design specifications, is
expected to be applied to VHF A / G communication equipment in Sultan Bantilan
Tolitoli Airport. By increasing the LNA gain can increase the sensitivity of the
equipment VHF A / G communication so that air traffic controller and the pilot did
not have communication problems.

v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Dear Mom and Dad


I will make you PROUD one day.
I PROMISE

Teruntuk:
Bapak dan Ibu, Adikku dan Istriku tercinta,
Yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang dan doa untuk
Keberhasilan dan kesuksesanku.

vi
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang, segala puji dan syukur penulis panjatkan kahadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
Tugas Akhir ini. Tugas Akhir yang berjudul RANCANGAN MULTISTAGE
LOW NOISE AMPLIFIER PADA PERALATAN VHF AIR/GROUND
COMMUNICATION ini merupakan salah satu syarat kelulusan penulis dalam
mengikuti Diploma IIV Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara
Angkatan ke-18 Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia.
Selama penyusunan penulisan Tugas Akhir ini banyak pihak yang telah
memberikan bantuan, perhatian dan dorongan kepada penulis. Untuk semua itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu IGA Ayu Mas Oka, SE, SSiT, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik
Telekomunikasi dan Navigasi Udara.
2. Bapak Drs. Eddy Purwanto, SSiT dan Bapak Muh Wildan ST, MT selaku
Dosen Pembimbing penyusunan Tugas Akhir.
3. Segenap Dosen Program Diploma IV Teknik Telekomunikasi dan Navigasi
Udara Angkatan Ke-18.
4. Rekan-rekan Taruna Aparatur DIV Teknik Telekomunikasi dan Navigasi
Udara Angkatan Ke-18 dan rekan-rekan Taruna seangkatan yang telah
membantu dan mendukung dalam penyelesaian Tugas Akhir ini baik moril
maupun material.
5. Ayah, Ibu, dan Adik ku tercinta yang selalu memberikan doa, kasih sayang,
serta atas segala pengorbanannya selama penulis menuntut ilmu.
6. Istriku yang selalu memberikan motivasi, doa, dan kasih sayang.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis menerima saran dan kritik yang
positif, sehingga dapat melengkapi dan menyempurnakan Tugas Akhir ini.

Curug, Desember 2014

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................................... 6
D. Perumusan Masalah ...................................................................... 6
E. Maksud dan Tujuan Penulisan ..................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR


A. Landasan Teori
1. VHF Ground to Air Communication .................................... 9
a. Radio Pemancar VHF A/G ............................................ 9
b. Radio Penerima VHF A/G ............................................ 10
2. Low Noise Amplifier ............................................................ 11
a. LNA ............................................................................... 11
b. Radio Penerima AM Superheterodyne ........................... 12

viii
ix

3. Pembiasan Transistor ............................................................ 13


a. Titik Operasi .................................................................. 13
b. Bias Pembagi Tegangan ................................................ 14
c. Kelas A Amplifier .......................................................... 16
4. Analisis Jaringan ................................................................... 18
a. Jaringan 2 (dua) Port ..................................................... 18
b. S Parameter .................................................................... 19
5. Tipe Noise ............................................................................. 20
a. Thermal Noise ................................................................ 21
b. Shot Noise ...................................................................... 21
6. Parameter LNA ...................................................................... 22
a. Kestabilan ...................................................................... 22
b. Gain ............................................................................... 25
1) Maximum Available Gain (MAG) .......................... 26
2) Tranducer Gain (TG) ............................................. 27
3) Operating Power Gain (GP) .................................. 27
c. Return Loss ..................................................................... 27
d. Voltage Standing Wave Ratio ........................................ 29
e. Noise Figure ................................................................... 30
f. Kelinieran ...................................................................... 31
7. Smith Chart ........................................................................... 33
8. Impedance Matching ............................................................ 34
a. Konfigurasi Impedance Matching Pi ............................ 36
b. Konfigurasi Impedance Matching T .............................. 37
B. Kerangka Berfikir.......................................................................... 39

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN


A. Desain Perancangan ..................................................................... 41
B. Waktu dan Lokasi Perancangan ................................................... 42
1. Waktu Perancangan .............................................................. 42
2. Lokasi Perancangan .............................................................. 43
x

C. Penentuan Alat dan Bahan ........................................................... 44


D. Kriteria Perancangan .................................................................... 44

BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sistem Perancangan ........................................ 47
B. Tahapan Perancangan ................................................................... 50
1. Pemilihan Komponen Aktif .................................................. 53
2. Pemilihan Titik Kerja Transistor .......................................... 54
3. Pemilihan Pembiasan Amplifier ........................................... 57
4. DC Block dan DC Feed ........................................................ 63
5. Kestabilan Rangkaian Amplifier ........................................... 67
6. Maksimum Available Gain ................................................... 68
7. Perancangan Impedance Matching ....................................... 70
a. Input Impedance Matching ............................................ 75
b. Output Impedance Matching ......................................... 77
c. Optimasi Noise Figure Single Stage LNA .................... 80
8. Analisis Simulasi Rancangan Single Stage LNA ................. 81
a. Analisis Simulasi Kestabilan ......................................... 81
b. Analisis Simulasi S21 dan S11 ............................................................. 82
c. Analisis Simulasi Noise Figure ...................................... 83
d. Analisis Simulasi VSWR .............................................. 84
9. Perancangan Multistage LNA .............................................. 85
10. Analisis Simulasi Multistage LNA ....................................... 86
a. Analisis Simulasi Kestabilan ......................................... 86
b. Analisis Simulasi S21 dan S11 ...................................... 87
c. Analisis Simulasi S12 dan S22 ...................................... 89
d. Analisis Simulasi VSWR .............................................. 89
e. Analisis Simulasi Noise Figure ..................................... 90
11. Pabrikasi Rancangan ............................................................ 92
a. Pemilihan Komponen Elektronika ................................ 92
b. Pembuatan Printed Circuit Board (PCB) ...................... 94
xi

C. Uji Coba Rancangan .................................................................... 97


D. Interpretasi Hasil Uji Coba Rancangan ........................................ 98
a. Analisis Pengukuran S21 dan S11 ................................... 98
b. Analisis Pengukuran S12 dan S22 .................................... 99
c. Analisis Pengukuran Kestabilan .................................... 99
d. Analisis Pengukuran VSWR ......................................... 99
e. Analisis Umum Hasil Pengukuran ................................ 100

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .................................................................................. 102
B. Saran ............................................................................................. 103

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 105


LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 107
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 124
LEMBAR KARTU BIMBINGAN .............................................................. 125
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Variabel Parameter LNA.......................................................... 11


Gambar 2.2 Blok Diagram Radio Penerima Superhetorodyne ................... 12
Gambar 2.3 Garis Beban dan Titik Q .......................................................... 13
Gambar 2.4 Rangkaian Bias Pembagi Tegangan ........................................ 15
Gambar 2.5 Garis Beban dan Titik Kerja Kelas Amplifier .......................... 18
Gambar 2.6 Jaringan Dua Port dengan Sumber dan Beban ........................ 18
Gambar 2.7 Input Stability Circle ............................................................... 24
Gambar 2.8 Output Stability Circle ............................................................ 25
Gambar 2.9 Transmission Line pada ZL ...................................................... 29
Gambar 2.10 Grafik Kelinieran ..................................................................... 32
Gambar 2.11 Smith Chart .............................................................................. 34
Gambar 2.12 Ekuivalen Circuit Impedansi Sumber ...................................... 35
Gambar 2.13 Konfigurasi Impedansi Pi......................................................... 37
Gambar 2.14 Konfigurasi Impedance Matching T ..................................... 38
Gambar 3.1 Blok Diagram Posisi Perancangan ........................................... 41
Gambar 4.1 Blok Diagram Perancangan Multistage LNA ......................... 47
Gambar 4.2 Diagram Alir Perancangan ...................................................... 51
Gambar 4.3 Grafik IV Transistor 2SC3583 ................................................ 55
Gambar 4.4 Grafik Noise Figure 2SC3583 ................................................ 57
Gambar 4.5 Rangkaian Referensi Pembiasan Pembagi Tegangan ............. 58
Gambar 4.6 Gambar Rangkaian Pembiasan DC ......................................... 63
Gambar 4.7 Rangkaian DC Blok dan DC Bias ........................................... 65
Gambar 4.8 Grafik Voltage Gain vs Gain dB ............................................. 66
Gambar 4.9 Grafik Stability Factor Rangkaian Pembiasan ........................ 68
Gambar 4.10 Grafik MAG Rangkaian Pembiasan ........................................ 70
Gambar 4.11 Input Impedance Matching ..................................................... 76
Gambar 4.12 Output Impedance Matching ................................................... 78
Gambar 4.13 Single LNA dengan Input dan Output Impedance Mathcing... 80
xiii

Gambar 4.14 Optimasi Nilai Noise Figure Single Stage LNA ...................... 81
Gambar 4.15 Grafik Stability Factor Single Stage LNA .............................. 82
Gambar 4.16 Grafik S21 dan S11 Single Stage LNA ...................................... 83
Gambar 4.17 Grafik Noise Figure Single Stage LNA .................................. 84
Gambar 4.18 Grafik Data VSWR Single Stage LNA ................................... 85
Gambar 4.19 Skematik Diagram Multistage LNA ....................................... 86
Gambar 4.20 Analisis Simulasi Kestabilan Multistage LNA ........................ 87
Gambar 4.21 Grafik S21 dan S11 Multistage LNA ........................................ 88
Gambar 4.22 Grafik S12 dan S22 Multistage LNA ......................................... 89
Gambar 4.23 Grafik VSWR Dual Stage LNA .............................................. 91
Gambar 4.24 Grafik Data Noise Figure Multistage LNA ............................ 91
Gambar 4.25 Layout PCB Sisi Atas ............................................................... 95
Gambar 4.26 Layout PCB Sisi Atas .............................................................. 95
Gambar 4.27 Pabrikasi Rancangan Tampak Atas ......................................... 96
Gambar 4.28 Pabrikasi Rancangan Tampak Bawah ..................................... 96
Gambar 4.29 Uji Coba Rancangan ............................................................... 97
xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Perancangan ................................................................. 43


Tabel 4.1 Spesifikasi Rancangan Multistage LNA ................................. 50
Tabel 4.2 Spesifikasi Rancangan Multistage LNA ................................. 50
Tabel 4.3 Karakter Kelistrikan Transistor 2SC3583 ............................... 54
Tabel 4.4 S-parameter Datasheet Transistor 2SC3583 ............................ 54
Tabel 4.5 Daftar Komponen Pembiasan Pembagi Tegangan .................. 61
Tabel 4.6 Data S-Parameter Rangkaian Pembiasan Transistor ............... 66
Tabel 4.7 Data Komponen Pabrikasi ....................................................... 93
xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Datasheet Transistor 2SC3583 ................................................ 107


Lampiran 2. Stability Circle Single Stage LNA pada Smith Chart ............. 111
Lampiran 3. Input dan Output Reflection Coefficient Single Stage LNA ..... 112
Lampiran 4. Input Impedance Matching Single Stage LNA ......................... 113
Lampiran 5. Output Impedance Matching Single Stage LNA....................... 114
Lampiran 6. Scattering Parameter Multistage LNA ..................................... 115
Lampiran 7. Skematik Diagram Rancangan Multistage LNA...................... 116
Lampiran 8. Hasil Ujicoba Pengukuran S21 ................................................ 117
Lampiran 9. Hasil Ujicoba Pengukuran S11 ............................................... 118
Lampiran 10. Hasil Ujicoba Pengukuran S12 ............................................... 119
Lampiran 11. Hasil Ujicoba Pengukuran S22 ............................................... 120
Lampiran 12. Hasil Ujicoba Pengukuran Stability Factor ............................. 121
Lampiran 13. Hasil Ujicoba Pengukuran Input VSWR.................................. 122
Lampiran 13. Hasil Ujicoba Pengukuran Output VSWR .............................. 123
xvi

DAFTAR ISTILAH

1-dBcompression point, titik dimana sinyal keluaran berkurang sebesar satu.

3rd order IM product, intermodulasi yang dihasilkan oleh frekuensi harmoni ketiga.

Adjacent Channel Rejection Ratio, suatu perbandingan kekuatan sinyal yang


diterima dengan sinyal yang sama pada frekuensi yang berbeda.

Amplifier, rangkaian komponen elektronika yang dipakai untuk menguatkan daya


(atau tenaga secara umum).

Bandwidth, perbedaan antara frekuensi terendah dan frekuensi tertinggi dalam


rentang tertentu.

Cutoff, merupakan daerah kerja transistor dimana transistor tidak mengalirkan arus
dari kolektor ke emitor

Decibell, Suatu satuan logaritmik yang membandingkan besaran daya, tegangan,


dan suara.

Edwards Sinsky Stability, persamaan yang digunakan untuk memeriksa kestabilan


transistor, apabila nilai <1 maka komponen dalam kondisi stabil.

Frequency Offset, pergeseran sinyal yang dilakukan untuk mengurangi gangguan


dari pemancar lain.

Gain, satuan kemampuan sebuah rangkaian (seringkali berupa penguat) untuk


memperbesar daya atau amplitudo sinyal dari masukan ke keluaran.
xvii

ICAO, Organisasi penerbangan sipil internasional yang berfungsi mengembangkan


teknik dan prinsip-prinsip navigasi udara internasional.

Impedance Matching, rangkaian penyesuai impedansi antara sumber dan beban


sehingga terjadi transfer daya maksimum.

Input Reflection Coefficient, perbandingan antara tegangan pantul dengan


tegangan yang dating atau arus pantul dengan arus dating yang terjadi pada
masukan rangkaian

Low Noise Amplifier, salah satu amplifier yang berada didepan sistem radio
penerima yang berfungsi menguatkan sinyal yang telah di terima oleh antena
dengan menghasilkan noise yang kecil.

Microwave, suatu gelombang radio yang mempunyai frekuensi diatas 1GHz.

Noise, suatu sinyal gangguan yang bersifat akustik (suara), elektris, maupun
elektronis yang hadir dalam suatu sistem (rangkaian listrik/ elektronika) dalam
bentuk gangguan yang bukan merupakan sinyal yang diinginkan.

Noise figure, suatu parameter yang digunakan untuk menghitung degradasi dari
signal to noise ratio.

Output Reflection Coefficient, perbandingan antara tegangan pantul dengan


tegangan yang dating atau arus pantul dengan arus dating yang terjadi pada keluaran
rangkaian.

Return Loss, daya yang hilang ketika sinyal tersebut terpantul pada suatu saluran
transmisi.
xviii

Rollets Stability, persamaan yang digunakan untuk memeriksa kestabilan


transistor, apabila nilai K>1 maka komponen dalam kondisi stabil.

Rule of Thumbs, Suatu prosedur atau tata cara untuk menetapkan nilai komponen
pada rangkaian pembiasan pembagi tegangan

Scattering Parameter, penjelasan mengenai hubungan kelistrikan diantara dua


buah terminal yang dialiri sinyal listrik.

Signal to Noise Ratio, perbandingan kualitas sinyal dengan derau yang dihasilkan.

Stability, suatu keadaan komponen transistor pada rangkaian amplifier tidak


mengalami osilasi.

Stability circle, suatu wilayah berbrntuk lingkaran yang mengidentifikasikan


daerah stabil dan yang tidak stabil, lingkaran ini digambarkan pada smith chart.

Smith Chart, suatu peta yang memetakan hubungan resistansi dengan reaktansi
guna memudahkan teknisi radio untuk menyelesaikan masalah saluran tranmisi dan
rangkaian matching.

Superheterodyne, suatu jenis radio penerima dengan memiliki ciri khas memiliki
sinyal menengah yang tetap.

Spurious Free Dynamic Range, perbandingan kekuatan antara sinyal asli dengan
sinyal palsu yang terjadi pada keluaran

Thermal Noise, noise yang terjadi ketika terdapat perubahan suhu secara acak.

Uncondititional Stability, suatu keadaan dimana transistor dipastikan tidak


mengalami osilasi
xix

VHF A/G, peralatan komunikasi suara penerbangan yang digunakan antara


pemandu lalu lintas udara dan pilot untuk bertukar informasi.

Voltage Standing Wave Ratio, suatu parameter perbandingan antara tegangan rms
maksimum dan tegangan rms minium.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Layanan komunikasi penerbangan mutlak diperlukan pada sistem komunikasi

yang digunakan oleh pemandu lalu lintas udara (Air Traffic Control) dan penerbang

(Pilot) untuk bertukar informasi penerbangan. Peralatan komunikasi penerbangan

ini dibagi menjadi dua yaitu komunikasi data dan komunikasi suara. Peralatan

komunikasi data penerbangan antara lain Aeronautical Telecomunication Network

(ATN), Aeronautical Mobile Sattelite (Route) Service (AMS(R)S), VHF Air

Ground Digital Link (VDL), dll. Sedangkan peralatan komunikasi suara

penerbangan antara lain VHF Air Ground dan SSB (Single Side Band) dan HF

communication. Peralatan VHF air to ground ini merupakan radio transceiver

sehingga dapat berfungsi sebagai transmitter (radio pemancar) dan receiver (radio

penerima). Metode komunikasi pada VHF A/G menggunakan single-frequency

simplex sehingga penyampaian informasi dilakukan secara bergantian, peralatan

VHF A/G berfungsi sebagai transmitter ketika push to talk (PTT) ditekan dan

sebaliknya berfungsi sebagai radio penerima ketika push to talk (PTT) dilepas. VHF

A/G bekerja pada frekuensi 117,975 MHz sampai dengan 137 MHz.1

Radio penerima VHF A/G memiliki spesifikasi khusus yang telah diatur oleh

International Civil Aviation Organization (ICAO) antara lain kestabilan fekuensi

yang dianjurkan pada sistem peralatan radio komunikasi penerima adalah

1
ICAO, Annex 10 Communication System, Vol III 2nd Edition, ICAO, 2007, p. II-2-1

1
2

0.0001% dari frekuensi yang digunakan. Faktor sensifitas yang diberikan

peralatan setelah dikurangi rugi-rugi transmisi dan antena sebaiknya mempunyai

rasio sinyal yang diinginkan dan yang tidak diinginkan pada sinyal keluaran audio

sebesar 15 decibell (dB). Ketika peralatan bekerja pada suatu bandwidth

sebaiknya mempunyai keefektifan sinyal yang dapat diterima sebesar 0.0005%

dari bandwidth frekuensi yang digunakan. Dan yang terakhir radio penerima VHF

A/G sebaiknya mempunyai adjacent channel rejection sebesar 60dB atau lebih.

Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh sistem radio penerima secara keseluruhan.2

Radio penerima VHF A/G merupakan radio superheterodyne sehingga sistem

radio ini memiliki berberapa blok rangkaian yang mempunyai fungsi masing-

masing seperti antena, RF amplifier, mixer, oscillator dan power amplifier. RF

amplifier atau disebut Low Noise Amplifier (LNA) berfungsi menguatkan sinyal

yang sangat lemah yang ditangkap oleh antena dengan mengurangi noise yang

dihasilkan dan meminimalisasi terjadinya distorsi.3 LNA ini memegang peran

penting pada sistem radio penerima karena akan mempengaruhi noise figure sistem

secara keseluruhan terkait dengan sensitifitas radio penerima, selektifitas dan

produksi kegagalan penerimaan.4 Letak blok LNA ini berada dekat dengan antena.
5
Perancangan LNA menjadi sangat penting dan harus memiliki spesifikasi yang

harus diperhatikan antara lain stability, noise figure, gain, bandwidth, linearity, dan

2
Ibid.
3
Eric Marsan, Stephen Moreschi, Ambarish Roy, and Vivian Tzanakos, Accurate System Level
Design with Low Noise Amplifiers Blackbox Models, Skyworks Solution, 2013, p.1
4
Tim Dias, Practical Consideration for Low Noise Amplifier Design, Freescale Semiconductor,
2003, p.2
5
Mujeeb Ahmed, Nosherwan Shoaib and Iftekhar Mahmood, Design, Analysis and Optimization
of multistage LNA at KU-Band. Jurnal of Space Technology, 2011, p.1
3

dynamic range.6 Faktor yang menjadi perhatian utama adalah mempunyai noise

figure yang kecil dan memiliki gain yang optimal. Penggunaan konsumsi daya

berbanding lurus dengan produksi gain tersebut, tetapi penggunaan konsumsi daya

yang lebih rendah akan lebih mempunyai daya tarik.7 Terkadang ketika merancang

LNA membutuhkan gain yang tinggi sehingga penggunaan single stage LNA masih

belum mencukupi untuk pencapaian target gain. Ada beberapa teknik untuk

mencapai gain yang tinggi antara lain penggunaan daya yang tinggi atau

penambahan stage amplifier.8 Penambahan stage amplifier adalah cara yang mudah

dan realistis. Telah banyak perancangan single stage LNA, tetapi hanya mencapai

gain kurang dari 25 dB. Sebagai bahan perbandingan penulis memberikan beberapa

perancangan Low Noise Amplifier (LNA) yang telah dilakukan sebelumnya sebagai

berikut.

Perancangan co-design dual band LNA pada radio navigation aids yang

dilakukan oleh Muh Wildan9 menggunakan single stage LNA konfigurasi bias

collector feedback. Hasil simulasi yang dihasilkan pada frekuensi 113 MHz

menghasilkan gain sebesar 24.111dB dan hasil pengukuran pabrikasi nilai gain

sebesar 19.037 dB dengan noise figure sebesar 1.148 dB.

6
Ravinder Kumar, Munis Kumar, and Viranjay M. Srivastava, Design and Noise Optimization of
RF Low Noise Amplifier for IEEE Standard 802.11A WLAN, VLSI design & Communication
System (VLSICS Vol.3 No.2, 2012, p. 1
7
Naga Sai Shiravan Evana, Design and Self-Calibration Scheme for RF Circuits Using Mems in
3D Package, Alabama, Thesis Universitas of Alabama, 2011, p.6
8
A.R Othman, A.B. Ibrahim, M.N Husain, A.H. Hamidon and Jsam Hamidon, Low Noise Figure
of Cascade LNA at 5.8 GHz Using T-Matching Network for WIMAX Applications, International
Jurnal of Inovation, 2012, p.1
9
Muh Wildan, Co-Design Dual band LNA dan Bandpass Filter Untuk Ground Check Monitoring
pada Radio Navigation Aids, Depok, Tesis UI, 2014, h.14.
4

Perancangan low noise amplifier dan bandpass filter pada sistem receiver

payload komunikasi satelit oleh Rhyando Anggoro Adi. Rancangan ini

menggunakan single stage LNA kelas A dengan menggunakan bias voltage divider

menunjukan nilai simulasi didapatkan gain 22.8dB dan noise figure sebesar 1.2 dB,

setelah dilakukan pabrikasi didapat gain sebesar 18.2 dB.10

Perancangan single stage LNA pada peralatan radar ADSB pada frekuensi

1090 MHz menggunakan single stub matching yang dilakukan Daverius Maarang

diperoleh gain sebesar 17.081dB dan noise figure sebesar 1.95 dB, setelah

dilakukan pabrikasi menghasilkan gain sebesar 3.3dB.11

Perancangan dua stage LNA pada aplikasi WIMAX dengan menggunakan T

matching network yang dilakukan oleh A. R. Othman dkk, menghasilkan hasil gain

sebesar 36.8 dB dan noise figure sebesar 1.3 dB. 12

Perancangan tiga stage LNA pada KU-Band tanpa menggunakan interstage

matching impedance yang dilakukan oleh Mujeeb Ahmed, dkk menghassilkan gain

sebesar 30.5 dB dan noise figure sebesar 0.66 dB. 13

Dengan melihat beberapa macam rancangan yang telah dilakukan, untuk

membuat LNA dengan gain yang tinggi membutuhkan perancangan LNA dengan

konfigurasi banyak tingkat atau multistage. Demi kesuksesan perancangan LNA

diperlukan pemilihan komponen aktif yang tepat, impedance matching dan

kedetilan dari proses pabrikasi sehingga nantinya parameter LNA terpenuhi, tidak

10
Rhyando Anggoro Adi, Rancang Bangun Low Noise Amplifier dan Bandpass Filter pada Sistem
Receiver Payload Komunikasi IiNusat, Depok: Skripsi UI, 2011, p.113
11
Daverius Maarang, Rancang Bangun LNA untuk ADSB dengan dual stub matching, Depok:
Skripsi UI, 2011, p.54
12
A.R. Othman, op. cit. p.3
13
Mujeeb Ahmed, op. cit. p.3
5

hanya pada proses perhitungan namun pada saat telah dilakukan pabrikasi

rancangan.

Untuk meningkatkan kinerja sensitifitas peralatan dan memudahkan dalam

ketersediaan modul LNA pada peralatan VHF A/G yang murah maka perlu

dilakukan perancangan multistage LNA yang mempunyai parameter LNA didalam

bandwidth frekuensi kerja dari VHF A/G terpenuhi. Oleh karena itu setelah melihat

latar belakang diatas maka penulis akan menulis Tugas Akhir yang berjudul

RANCANGAN MULTISTAGE LOW NOISE AMPLIFIER PADA

PERALATAN VHF AIR/GROUND COMMUNICATION

B. Identifikasi Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang dan kondisi yang ada, penulis mencoba

untuk mengidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah pelayanan komunikasi antara pemandu lalu lintas udara dengan

pilot telah memberikan pelayanan yang memuaskan?

2. Apa penyebab terjadinya kegagalan komunikasi antara pemandu lalu lintas

udara dengan penerbang?

3. Apakah parameter-parameter pada blok low noise amplifier pada peralatan

VHF A/G yang telah ada sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan

oleh ICAO?

4. Apa saja akibat yang ditimbulkan apabila terjadi kerusakan blok low noise

amplifier?
6

5. Apa saja kendala teknisi telekomunikasi dan navigasi udara ketika

melakukan perbaikan LNA?

6. Apakah ketersediaan modul cadangan LNA dapat mengurangi waktu

kegagalan operasi peralatan komunikasi penerbangan?

7. Apakah diperlukan perancangan LNA guna meningkatkatkan kinerja

peralatan VHF A/G?

8. Bagaimana merancang multistage low noise amplifier pada peralatan VHF

A/G communication?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah

diuraikan diatas, maka penulis membatasi masalah pada perancangan multistage

low noise amplifier pada multistage low noise amplifier pada peralatan VHF A/G

communication.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang telah

dipaparkan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam perancangan

multistage LNA?

2. Bagaimana menentukan target kriteria-kriteria yang diperlukan pada

parameter-parameter multistage LNA?


7

3. Bagaimana memilih komponen aktif berupa transistor yang akan

digunakan dalam perancangan?

4. Bagaimana melakukan DC biasing pada komponen aktif?

5. Bagaimana melakukan impedance matching pada rangkaian single stage

LNA?

6. Bagaimana melakukan analisis parameter gain, stability, noise figure

rangkaian dan VSWR single stage LNA?

7. Bagaimana merancang rangkaian multistage LNA dengan menggunakan

rangkaian single stage LNA yang telah dibuat pada tahap sebelumnya?

8. Bagaimana melakukan analisis parameter kestabilan, gain, return loss,

noise figure, VSWR dan kelinieran multistage LNA?

9. Bagaimana melakukan optimasi parameter multistage LNA?

10. Bagaimana melakukan pabrikasi rancangan multistage LNA?

11. Bagaimana melakukan uji coba rancangan pabrikasi multistage?

E. Maksud dan Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang dikaji maka perancangan ini memiliki

maksud dan tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat

mengenai perancangan sistem peralatan radio frekuensi.

2. Membuat multistage low noise amplifier dengan kriteria yang sesuai pada

peralatan VHF A/G communication.

3. Meningkatkan kinerja peralatan VHF A/G communication.


8

4. Memudahkan Teknisi Telekomunikasi dan Navigasi Udara dalam

melakukan perawatan peralatan VHF A/G communication.


BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. LANDASAN TEORI

1. Very High Frequency (VHF) Ground to Air Communication

VHF Ground to Air Communication merupakan suatu peralatan radio

komunikasi yang terdiri dari pemancar dan penerima yang berfungsi sebagai

sarana komunikasi antara petugas pemandu lalu lintas (Air Traffic Controller)

penerbangan di suatu unit pelayanan lalu lintas penerbangan (Air Traffic

Services) dengan pilot pesawat udara. VHF A/G menggunakan metode

komunikasi single-frequency simplex sehingga penggunaan frekuensi antara

penerima dan pengirim bergantian pemakaiannya.14 Adapun frekuensi yang

digunakan dalam operasional penerbangan bekerja pada frekuensi 117,975

Mhz sampai dengan 137 MHz yang diatur dalam Annex 10 volume 3.15

Adapun karakteristik peralatan VHF A/G yang dianjurkan sebagai berikut.

a. Radio Pemancar VHF A/G

Pada peralatan pemancar VHF A/G terdapat beberapa syarat yang

dianjurkan pada saat pemasangan peralatan radio pemancar VHF A/G. Hal

pertama adalah radio frekuensi yang dihasilkan harus mempunyai

kestabilan frekuensi tidak lebih dan kurang dari 0.005% dari frekuensi

14
Steve Winder and Joe Carr, Newnes Radio and RF Engineering 3rd edition, Oxford, Newnes, 2002,
p.183
15
ICAO, op. cit. p. II-2-1

9
10

yang digunakan. Sistem offset carrier pada lingkungan bebas di saluran

8.33 kHz, 25 kHz, 50 kHz, dan 100 kHz sebaiknya mempunyai ketahanan

dalam mempertahankan sistem offset carrier pada order kesatu di

frekuensi heterodyne kurang dari 4 kHz atau pada saat tertentu bisa sampai

8 kHz. Faktor puncak modulasi yang dianjurkan mempunyai nilai kurang

dari 0.85. 16

b. Radio Penerima VHF A/G

Hal pertama yang diperhatikan adalah frequency stability. Kestabilan

fekuensi yang dianjurkan pada sistem peralatan radio komunikasi

penerima adalah 0.0001% dari frekuensi yang digunakan. Faktor

sensifitas yang diberikan peralatan setelah dikurangi rugi-rugi transmisi

dan antena sebaiknya mempunyai rasio sinyal yang diinginkan dan yang

tidak diinginkan pada sinyal keluaran audio sebesar 15 decibell (dB).

Ketika peralatan bekerja pada suatu bandwidth sebaiknya mempunyai

keefektifan sinyal yang dapat diterima sebesar 0.0005% dari bandwidth

frekuensi yang digunakan. Dan yang terakhir radio penerima VHF A/G

sebaiknya mempunyai adjacent channel rejection sebesar 60dB atau

lebih.17

16
ICAO, op. cit. p. II-2-1
17
ICAO, op. cit. p. II-2-2
11

2. Low Noise Amplifier (LNA)

a. LNA

Low Noise Amplifier (LNA) adalah bagian paling depan dari sebuah

sistem radio penerima. Fungsinya adalah menguatkan sinyal dengan noise

yang sekecil mungkin dan gain yang masih bisa diterima oleh bagian

keluaran radio penerima serta mampu memberikan kestabilan tanpa

terjadinya osilasi sepanjang rentang frekuensi yang diinginkan.18

Spesifikasi yang menjadi keharusan dan menjadi hal utama adalah kualitas

gain dan noise figure yang baik.19

Semua radio penerima membutuhkan LNA yang mempunyai

sensitifitas yang tinggi terhadap sinyal noise dan interferensi, hal ini

ditentukan komponen aktif, impedance matching dan kedetilan

pabrikasi.20 Gambar 2.1 memperlihatkan pengaruh-pengaruh yang

mempengaruhi kualitas LNA.

Gambar 2.1 Variabel Parameter LNA


(Sumber: Tim Dias, Practical Consideration ..., p.2)
18
Muh Wildan, op. cit. h.14.
19
Mike Golio, RF and Microwave Passive and Active Technologies, New York, CRC Press, 2008,
p.I-17
20
Tim Dias, op. cit. p.2
12

b. Radio Penerima AM Superheterodyne

Fungsi utama radio penerima adalah demodulasi, yakni mengambil/

memisahkan sinyal informasi dari frekuensi pembawanya. Salah satu jenis

radio penerima adalah superheterodyne. Keunggulan dari radio ini

dibandingkan dengan radio tipe lain adalah bisa menggunakan satu RF

amplifier saja karena sinyal yang diterima langsung dirubah menjadi

frekuensi yang tetap yaitu intermediate frequency (IF).21 Besar frekuensi

ini telah distandarkan pada frekuensi 455 kHz. Frekuensi ini dihasilkan

dari hasil tambah dan hasil kurang antara frekuensi local ocilator dengan

frekuensi yang diterima dengan bantuan mixer. Gambar 2.2

menggambarkan blok diagram sistem radio penerima AM

superheterodyne.22

Gambar 2.2 Blok Diagram Radio Penerima Superhetorodyne


(Sumber: Heatkit, Electronic Circuit, p.7-20)

21
Clay Laster, The Beginners Handbook of Amateur Radio,USA, McGraw-Hill,2001, p.305
22
Heathkit, Electronics Ciruits, Michigan, Heathkit, 2002, p. 7-20
13

3. Pembiasan Transistor

a. Titik Operasi

Setiap rangkaian pembiasan transistor memiliki garis beban.Arus

jenuh dan tegangan cutoff dengan perhitungan hubungan arus dan

tegangan pada rangkaian tersebut. Nilai-nilai tersebut digambarkan pada

sumbu vertikal dan horisontal, garis beban diperoleh dengan menggariskan

kedua titik tersebut. Garis beban adalah garis yang menandakan titik-titik

operasi transistor. Ujung atas garis beban disebut dengan kondisi jenuh dan

ujung bawah dinamakan cutoff. Langkah kunci dalam menemukan arus

jenuh adalah dengan menggambarkan sebuah hubungan singkat antara

kolektor dan emitter.23 Gambar 2.3 memperlihatkan garis beban dan titik

operasi kerja (Q) pada pembiasan basis.

Gambar 2.3 Garis Beban dan Titik Q


(Sumber: Malvino, Prinsip-Prinsip Elektronika, h.233)

23
Malvino, Prinsip-Prinsip Elektronika, Alih Bahasa oleh Ir.Alb.Joko Santoso, Jakarta, Salemba
Teknika, 2003, h.233
14

Berikut ini adalah rumusan untuk arus jenuh dalam rangkaian basis.

Rumusan tersebut menyatakan bahwa nilai maksimum arus kolektor

sebanding dengan tegangan catu kolektor dibagi dengan hambatan

kolektor.

(2.1)
() =

Berikut ini adalah rumusan untuk menentukan tegangan cutoff.

Karena arus kolektor pada cutoff adalah sangat kecil, maka titik cutoff

hampir menyentuh bawah garis beban. Titik cutoff menyatakan tegangan

kolektor-emitter maksimum yang mungkin dalam rangkaian.

() = (2.2)

Berikut adalah rumus-rumus untuk menghitung titik Q sebagai

berikut:24

(2.3)
=

= (2.4)
= (2.5)

b. Bias Pembagi Tegangan

Gambar 2.4 menunjukan rangkaian bias pembagi tegangan,

dikarenakan mengandung sebuah hambatan pembagi tegangan (R1 dan

R2). Pada setiap rangkaian bias tegangan yang dirancang dengan baik,

24
Ibid. h.234
15

besar arus basis jauh lebih kecil daripada arus yang melalui pembagi

tegangan. Pada rangkaian ini keluaran pembagi tegangan ini adalah 25

2 (2.6)
=
1 + 2

Seperti yang kita lihat pada gambar 2.4, bias pembagi tegangan

sebenarnya adalah bias emitter yang tersamar. Inilah alasan mengapa bias

pembagi tegangan memberikan nilai tetap untuk emitter, menghasilkan

titik Q yang stabil yang tidak tergatung pada penguatan arus.

Gambar 2.4 Rangkaian Bias Pembagi Tegangan


(Sumber: Heatkhit, Electronic Heatkhit. p.1-40)

Rangkaian pembiasan pembagi tegangan yang ditunjukan pada

gambar 2.4 dilengkapai komponen kapasitor yang dihubungkan paralel

dengan RE. Kapasitor ini berfungsi sebagai kapasitor bypass yang

25
Ibid. h.264
16

digunakan untuk menjaga RE dari sinyal AC. Ketika rangkaian bekerja

pada frekuensi tinggi, kapasitor ini memiliki impedansi yang sangat kecil

sehingga dapat melewatkan arus sinyal AC langsung ke ground. Ketika

kapasitor ini tidak digunakan, tegangan sinyal AC ini dapat berada pada

RE, RL dan berada pada transistor. Variasi tegangan yang terjadi pada RE

akan menyebabkan penambahan degenerative effect pada sinyal masukan

dan penurunan gain yang sangat tinggi secara keseluruhan. Kapasitor ini

juga berfungsi untuk mempertahankan tegangan DC pada RE, sehingga RE

masih memberikan sinyal feedback untuk menggatikan perubahan

tegangan yang disebabkan oleh perubahan suhu sehingga tegangan pada

RE berubah dengan sangat lambat. Perubahan yang sangat lambat

dimaksudkan agar arus dan tegangan pada resistor lain tidak terjadi

perubahan sehingga dapat mempertahankan titik operasi amplifier berada

pada posisinya atau dengan kata lain amplifier berada pada kondisi yang

stabil.

Berikut adalah persamaan yang digunakan dalam perhitungan

pencarian nilai setiap komponen pada rangkaian bias pembagi tegangan.

Untuk pencarian komponen dapat dilakukan dengan rule of thumbs.26

= (2.7)
(2.8)
=

= (2.9)
= (2.10)
= (2.11)

26
Heathkit, op. cit. p.1-41
17

c. Kelas A Amplifier

Rangkaian bias pembagi tegangan merupakan amplifier kelas A,

selama sinyal keluaran tidak terpotong. Dengan jenis ini arus kolektor

mengalir sepanjang siklus. Dengan kata lain tidak ada pemotongan sinyal

keluaran selama siklus. Selain penguat mempunyai gain tegangan, penguat

juga memiliki gain daya yang ditentukan dengan persamaan.27

(2.12)
=

Jika mengukur tegangan keluaran dalam rms-volt, daya keluaran

diperoleh dengan rumus.

(2.13)
=

Ketika tidak ada sinyal yang menjalankan penguat pembagi tegangan,

disipasi daya quesient-nya adalah28

= (2.14)

Daya DC yang diberikan kepada penguat oleh sumber DC adalah

= (2.15)

Untuk membandingkan rancangan penguat daya, kita dapat

menggunakan efisiensi yang ditentukan dengan persamaan sebagai

berikut.29

(2.16)
= 100%

27
Malvino, op. cit. h.355
28
Malvino, op. cit. h.356
29
Malvino, op. cit. h.357
18

Karena semua resistor, kecuali resistor beban membuang daya, maka

efisiensi amplifier menjadi kurang dari 100% dalam penguat kelas A.

Faktanya, terlihat bahwa efisiensi maksimum dari penguat kelas A dengan

hambatan kolektor DC dan hambatan beban terpisah hanya sebesar 25 %.

Dalam beberapa aplikasi nilai tersebut masih bisa diterima karena masih

kecil, tetapi apabila digunakan pada multistage amplifier dengan

membutuhkan daya yang lebih besar, menjadikan aliran arus menjadi

terlalu besar buat amplifier kelas A.30 Keuntungan penggunaan kelas ini

adalah seluruh sinyal input diamplifikasikan (conduction angle = 360

atau 2) dan rangkaian kelas A lebih sederhana daripada kelas lain.31

Gambar 2.5 menggambarkan garis beban dan titik kerja dari berbagai kelas

amplifier.

Gambar. 2.5 Garis Beban dan Titik Kerja Kelas Amplifier


(Sumber: Michael Steer, Microwave abd RF Design, p.610)

30
Malvino, op. cit. h.357
31
Rhyando Anggoro Adi, op. cit. h.26
19

4. Analisis Jaringan

a. Jaringan 2 (dua) Port

Jaringan dua port adalah rangkaian listrik yang berisi 4 (empat)

terminal yang dihubungkan dengan jaringan atau rangkaian luar.

Rangkaian ini mewakili tegangan masukan V1, arus masukan I1, tegangan

keluaran V2, dan arus keluaran I2. Gambar 2.6 memperlihatkan jaringan 2

(dua) port yang mana memiliki 4 (empat) terminal.32

Gambar 2.6 Jaringan Dua Port dengan Sumber dan Beban


(Sumber: Mohammad Abdul, Design and, p.6)

b. S Parameter

Scattering parameter atau S-parameter mempunyai peran yang

penting dalam perancangan sistem radio frekuensi. Teknisi RF

menggunakan s-parameter untuk menjelaskan hubungan antara masukan

dan keluaran dari rangkaian listrik yang dapat digambarkan pada gambar

2.6. Menurut gambar 2.6, an adalah gelombang daya yang normal dan bn

32
Mohammad Abdul Jabbar and Muneeb Mehmood Abbasi, Design and Performance Analysis of
Low Noise Amplifier with Band-Pass Filter for 2.4-2.5 GHz, thesis Linkoping University,
Norrkoping, 2012, p.6
20

menunjukan gelombang daya balikan yang dinormalkan. Secara

matematis hubungan ini ditunjukan dibawah ini.33

1 (2.17)
= ( + )

1 (2.18)
= ( )

Dimana.
N = Port 1 atau 2
Zo = Impedansi yang dihasilkan dari rangkaian

Hubungan Empat gelombang ini yaitu a1, a2, b1 dan b2 dan s-parameter

(S11, S21, S12, dan S22) dari rangkaian diatas dituliskan secara matematis

sebagai berikut.34

1 = 111 + 122 (2.19)

2 = 211 + 222 (2.20)

Apabila persamaan 2.19 dan 2.20 dikombinasikan akan menghasilkan

persamaan.35

1 11 12 1 (2.21)
{ }=[ ]{ }
2 21 22 2

Dimana.
S11 = Input reflection coefficient
S22 = Output reflection coefficient
S21 = Forward voltage gain

33
Ibid.
34
Ibid. p.7
35
Ibid. p.7
21

S12 = Reversed voltage gain.

5. Tipe Noise

Noise merupakan gangguan yang tidak diinginkan dalam sistem

komunikasi yang dapat menurunkan sinyal yang diinginkan. Noise ini

ditimbulkan karena sifat alam ataupun dibuat oleh manusia. Noise ini

merupakan faktor penting yang harus diperhitungkan. Biasanya noise ini

terdapat pada setiap sistem RF ataupun microwave. Beberapa parameter seperti

signal to noise ratio (SNR), dynamic range, bit error rates dan minimum

detectable signal level yang semuanya secara langsung mempengaruhi noise.36

SNR inilah yang akan mempengaruhi sensistifitas, untuk SNR yang bagus

bernilai 0.3V (p.d) untuk 12dB sinad.37

a. Themal Noise

Thermal noise terjadi ketika rangkaian mengalami perubahan suhu

secara acak yang menyebabkan muatan yang berada pada komponen

elektronika menimbulkan noise. Noise ini berupa perubahan tegangan dan

arus. Perubahan suhu ini berbanding lurus dengan perubahan noise

tegangan, ketika suhu naik menyebabkan tegangan noise juga naik.

Thermal noise dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.38

= 4 (2.22)

36
Chris Bowick, RF Circuit Design, Washington, Newnes, 1982, p.167
37
Steve Winder and Joe Carr, op.cit p.156
38
Chris Bowick, op. cit. p.167
22

Dimana:
K= 1.0380x10-23 J/K (Konstanta Boltzmanns)
T= Suhu dalam Kelvin (0K)
B= Bandwidth dalam, Hz
R= Hambatan dalam Ohm

b. Shot Noise

Shot noise adalah tipe noise yang terjadi secara alami pada saat sebuah

semikonduktor ketika dilalui sebuah sinyal. Arus DC yang mengalir pada

sebuah material semikonduktor pada dasarnya tidak berjalan secara

konstan. Hal ini disebabkan karena arus listrik yang mengalir juga

menimbulkan elektron dan hole sendiri. Perubahan jumlah pengisian

muatan elektron secara mendadak ini menyebabkan arus yang mengalir

ikut berubah secara mendadak dalam waktu singkat. Perubahan arus

mendadak dan dalam waktu singkat ini menimbulkan noise, yang disebut

shot noise. Shot noise ini biasa dikenal dengan sebutan schottky noise dan

dihitung dengan persamaan39

2 = 2. . . (2.23)

Dimana,
In2 = noise arus
q = muatan elektron (1.6x10-19 coloumb)
IDC = arus DC dalam ampere
B = Bandwidth dalam hertz

39
Chris Bowick, op. cit. p.167
23

6. Parameter LNA

a. Kestabilan

Kestabilan amplifier adalah suatu hal yang sangat penting pada saat

perancangan amplifier. Kestabilan dapat menghambat terjadinya osilasi

pada rangkaian amplifier. Osilasi yang dimaksud adalah perubahan titik

operasi kerja transistor dan perubahan scaterring parameter rangkaian

tersebut, perubahan ini menyebabkan karakteristik amplifier ikut berubah.

Apabila amplifier berada pada kondisi stabil maka tidak terdapat eksternal

feedback yang mempengaruhi rangkaian amplifier. 40Kestabilan ini harus

diperiksa pada rangkaian two port yang berisi komponen aktif dan

rangkaian pembiasan transistor, jika diantara kedua terminal tersebut stabil

maka rancangan amplifier menjadi stabil. Osilasi ini dapat terjadi jika

balikan sinyal masukan dari terminalin>1 atau out>1 dan

sebaliknya kondisi stabil apabila in<1 atau out<1. Untuk

mengetahui rangkaian pada kondisi stabil atau tidak, dapat dilakukan

perhitungan data scattering parameters dari komponen aktif tersebut. Cara

yang biasa dilakukan dengan pengetesan K-faktor (rollets stability

criterion) dan -faktor (Edwards-Sinsky Stability criterion). Penentuan

kedua nilai tersebut ditemtukan dengan persamaan.41

1 112 222 + (2.24)


= <1
212 11 + 2112

40
Chris Bowick, op. cit. p.121
41
Michael Steer, Microwave abd RF Design, Scitech Publishing, North Carolina, 210p.617
24

1 112 (2.25)
= >1
22 11 + 2112

Dari persamaan diatas kriteria kestabilan berada pada uncondititional

stability apabila nilai K<1 atau >1. Perhitungan keduanya pada dasarnya

didapat dari nilai input reflection coefficient (in) dan output reflection

coefficient (out) komponen aktifnya. Nilai in dan out dalam kondisi

stabil didapat dari perhitungan s-parameter dengan persamaan sebagai

berikut.42

12 21 (2.26)
|in | = |11 + |<1
1 22
12 21 (2.27)
|out| = |22 + |<1
1 11

Ketika nilai S12 = 0 dan persamaan 2.26 dan 2.27 menyederhanakan

persyaratan bahwa S11<1 dan S22<1 yang akan memberikan batasan nilai

S dan L dari komponen aktifnya. Nilai dari kedua kriteria tersebut akan

bernilai komplek. Nilai - nilai ini dapat digambarkan dalam bentuk

lingkaran pada smith chart atau disebut stability circle. Stability circle ini

akan memperlihatkan daerah stabil dan darah tidak stabil. Agar lingkaran

ini dapat tergambar maka perlu ditentukan dahulu titik pusat (c) dan jari-

jari (r) lingkarannya. Untuk input stability circle ditentukan dengan

persamaan. 43

42
Ibid. p.619
43
Ibid. p.622
25

(11 22) (2.28)


=
11 2
12 21 (2.29)
= | |
112 2

Dimana = S11S22 S12S21 (2.30)

Gambar 2.7 menggambarkan input stability circle pada saat S22<

1 dan S22>1, dengan daerah yang disamarkan mengindikasikan nilai

S yang menghasilkan unconditional stability pada masukan

diidentifikasikan out<1.

Gambar 2.7 Input Stability Circle


(Sumber: Michael Steer, Microwave abd RF Design, p.622)

Untuk output stability circle ditentukan dengan persamaan sebagai

berikut.44

(22 11) (2.31)


=
222 2

44
Ibid. p.621
26

12 21 (2.32)
= | |
222 2

Gambar 2.8 menggambarkan output stability circle pada saat S11<

1 dan S11>1, dengan daerah yang disamarkan mengindikasikan nilai

L yang menghasilkan unconditional stability pada masukan

diidentifikasikan in<1.

Gambar 2.8 Output Stability Circle


(Sumber: Michael Steer, Microwave abd RF Design, p.622)

b. Gain

Perbandingan antara sinyal keluaran sistem terhadap sinyal masukan

sistem disebut gain. Pada perancangan LNA terdapat 3 jenis gain yaitu

1) Maximum Available Gain (MAG)

Maximum Available Gain adalah gain yang diharapkan dari

komponen transistor sebelum melakukan impedance matching sumber


27

dan beban. Untuk menghitung maximum available gain langkah pertama

yaitu menghitung nilai dari B1. 45

1 = 1 + 112 222 2 (2.33)

Dimana dapat dihitung dengan persamaan 2.30. Untuk pehitungan

MAG sebagai berikut.

21 (2.34)
= 10 + 10 2 1
12

Dimana,
MAG = Maximum available gain dalam dB
K = Stability factor

Alasan B1 terlebih dahulu dihitung dikarenakan perhitungan MAG

terdapat tanda polarity lebih kurang (), apabila B1 bernilai negatif

perhitungan dengan menggunakan tanda tambah (+) dan apabila B1

bernilai positif maka perhitungan MAG menggunakan tanda kurang (-).

Nilai stability factor harus lebih besar dari 1 (satu) atau transistor harus

dalam keadaan stabil terlebih dahulu.46

2) Tranducer Gain (TG)

Tranducer gain gain aktual dari tingkatan amplifier dengan sudah

memperhitungkan efek dari rangkaian impedance matching dan

amplifier gain. Tranducer gain tidak memperhitungkan losses yang

45
Chris Bowick, op. cit. p.128
46
Chris Bowick, op. cit. p.128
28

terjadi yang diakibatkan oleh disipasi daya komponen yang tidak

sempurna. Menghitung GT adalah salah satu parameter yang perlu

diperiksa sebelum menyelesaikan perancangan amplifier. Berikut

merupakan persamaan untuk menghitung tranducer gain.47

212 (1 2 )(1 2 ) (2.35)


=
(1 11)(1 11) 1221

3) Operating Power Gain (GP)

Perbandingan antara daya yang dikirim ke beban terhadap daya

masukan pada rangkaian disebut operational power gain, yang

dinyatakan dengan persamaan.48

222 (1 2 ) (2.36)
=
(1 ) (1 22)

c. Return Loss

Kondisi ketika beban tidak sesuai (mismatch) menyebabkan tidak

semua daya yang berasal dari sumber dikirim ke beban atau terjadi refleksi

daya dari beban ke sumber. Kerugian ini disebut return loss.

Pada saluran transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu

tegangan yang dikirimkan (Vo+) dan tegangan yang direfleksikan (Vo-).

Perbandingan antara tegangan yang direfleksikan dengan tegangan yang

47
Chris Bowick, op. cit. p.132
48
Muh Wildan. op. cit. h.17
29

dikirmkan disebut koefisien refleksi tegangan () yang di representasikan

sebagai berikut,49

(2.37)
= +
=
+

Dimana ZL adalah impedansi beban (load) dan Zo adalah impedansi

karakteristik saluran transmisi. Sedangkan ketika two port dihubungkan ke

generator dan beban. ZIN adalah impedansi masukan dan Zo adalah

impedansi karakteristik saluran transmisi, sehingga koefisien refleksi pada

masukan dapat dituliskan sebagai berikut.

(2.38)
=
+

Return loss pada masukan dapat dihitung dari S-parameter S11 dengam

persamaan sebagai berikut.50

11 () = 20 (2.39)

Begitu juga untuk return loss pada keluaran dapat dihitung dari S-

parameter S22 sebagai berikut.

22 () = 20 (2.40)

d. Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)

Gambar 2.9 memperlihatkan karakteristik impedansi transmisi ZO

diterminasikan dengan beban ZL. Ketika nilai ZO=ZL menandakan bahwa

49
Muh Wildan. op. cit. h.18
50
Muh Wildan. op. cit. h.19
30

rangkaian tidak ada refleksi atau matching. Ketika O bernilai konstan,

maka ZL dapat dicari dengan persamaan51

1 + (2.41)
=
1

Apabila dua buah sinyal terminal berlawanan arahnya pada saluran

transmisi menghasilkan pola standing-wave. Sehingga nilai tegangan

maksimal pada saluran mempunyai persamaan.52

() = (1 + ) (2.42)

Untuk nilai minimum tegangan ditandakan dengan persamaan.

() = (1 ) (2.43)

Gambar 2.9 Transmission Line pada ZL


(Sumber: Guillermo Gonzalez, Microwave Transistor, p.6)

51
Guillermo Gonzalez, Microwave Transistor Amplifier Analysis and Design, New Jersey,
Prentice-Hall, 1984. p.5
52
Ibid. p.5
31

Nilai tegangan maksimum dan tegangan minimum ini digunakan

untuk menentukan nilai voltage standing wave ratio (VSWR). Nilai

VSWR ini dihasilkan dengan persamaan.53

() 1 + (2.44)
= =
() 1

1 (2.45)
=
+ 1

Pada rangkaian matching ditandakan dengan O=0, Zin(d) = Z0 dan

VSWR = 1. Pada rangkaian short transmission line (ZL=0) untuk nilai

O=-1 dan VSWR=. Pada rangkaian open transmission line (ZL=)

maka untuk nilai O=1 dan VSWR=.

e. Noise Figure

Noise Figure atau NF adalah nilai perbandingan besar noise pada

rangkaian dengan besar noise pada kondisi ideal. Noise figure ini

digunakan untuk pengukuran penurunan signal-to-noise (SNR) diantara

titik masukan dan keluaran dari sebuah rangkaian. Noise Factor (F)

didapat dari perhitungan perbandingan input noise figure dengan output

noise figure, dimana satuan dari noise figure adalah decibell (dB).

Penghitungan NF ini dilakukan dengan persamaan,54

= 10 10 (2.46)

53
Ibid. p.7
54
David M. Pozar, Microwave Engineering 4th Edition,USA, John Wiler & Sons, 2012, p.502
32

dan,

(2.47)
=

Untuk perhitungan noise figure pada rangkaian multi stage ampilifier

akan mudah, apabila setiap noise figure di setiap tingkat amplifier

diketahui. Perhitungan noise figure ini dilakukan dengan persamaan

sebagai berikut.55

2 1 3 1 4 1 (2.48)
= 1 + + +
1 12 123

Dimana,
Fn = noise factor disetiap tingkat amplifier
Gn= Jumlah gain disetiap stage (bukan dalam dB)

f. Kelinieran

Kelinieran LNA adalah hal lain yang perlu diperhatikan, kadang kala

sinyal masukan sangat lemah berdekatan dengan interferensi yang kuat

menyebabkan kemungkinan terjadinya distorsi intermodulasi seperti

penahanan dan crossmodulation. Non linier ini adalah kebiasan sistem

yang perlu dianalisa.56

Third-order intercept (IP3) dan 1-dBcompression point (P1dB)

digunakan untuk pengukuran kelinieran. IP3 mengidentifikasikan

tingkatan daya 3rd order IM product dan daya keluaran dari order pertama

55
Ibid. p.505
56
Mike Golio, RF and Microwave Passive and Active Technologies, New York, CRC Press, 2008,
p.I-9
33

bernilai sama. P1dB mengidentifikasikan tingkatan daya keluaran

berkurang 1 dB yang diakibatkan karena keidak linieran. Persamaan

berikut memperlihatkan hubungan antara IP3 dengan P1dB.57

3 = 1 + 10 (2.49)

Kedua perhitungan ini mengidentifikasikan batasan maksimal distorsi

dari daya masukan dengan noise figure yang kecil. Spurious-Free

Dynamic Range (SFDR) menandakan kemungkinan terbaik perbedaan

antara sinyal daya keluaran dengan 3rd order IM product. Gambar 2.10

memperlihatkan hubungan dari 1st order output (solid), 3rd order IM

product (dotted), P1dB(A), IIP3(B) dan SFDR (C).58

Gambar 2.10 Grafik Kelinieran


(Sumber: Marcus Edwal, Low-Noise Amplifier , p.12)

57
Marcus Edwal, Low-Noise Amplifier Design and Optimation, Lulea University of Technology,
2008. p.11
58
Marcus Edwal, op. cit. p.11
34

7. Smith Chart

Dalam menganalisa saluran transmisi, seringkali dihadapkan pada

perhitungan-perhitungan dengan bilangan kompleks yang sangat banyak.

Hal ini akan menyebabkan relatif lebih banyak waktu dan tenaga terbuang

diperlukan untuk memecahkan persoalan dengan dasar bilangan komplek

tersebut, dibanding dengan perhitungan pada operasi dengan bilangan nyata.

Untuk membantu pemecahan tersebut, dapat digunakan suatu peta (chart),

yang dikenal dengan Peta Smith atau Smith Chart. 59

Smith chart merupakan kombinasi antara 2 (dua) kelompok lingkaran-

lingkaran yang mewakili resistansi atau bagian riil (r) dan reaktansi atau

bagian imajiner (x), dapat dilihat pada Gambar 2.11 Kelompok pertama,

lingkaran-lingkaran dengan harga r tetap, yang bertitik pusat r = r/r+1 dan i

= 0, serta berjari-jari {1/(1+r)}. Harga r mempunyai nilai atara 0 sampai

; 0 r . Jika r = 0, maka jari-jari lingkaran adalah satu dengan

titik pusat r = 0 dan i = 0. Untuk r = , maka jari-jari lingkaran = 0,5

dan bertitik pusat di r = 1 dan i = 0.

59
Chris Bowick, op. cit. p.75
35

Gambar 2.11 Smith Chart


(Sumber: Chris Bowick, RF Circuit Design, p.76)

8. Impedance Matching

Dalam membuat desain rangkaian RF perlu melakukan impedance

matching diantara sumber dan beban untuk meningkatkan penyampaian daya.

Sebagai contoh yang paling jelas adalah penggunaan impedance matcing daya

ini terdapat pada bagian depan sistem radio penerima. Perancang pada

umumnya memperhatikan impedance matching ini antara sumber dan beban

sehingga tidak kehilangan tingkat penguatan yang dihasilkan.

Pada saat rangkaian elektronika dilalui sebuah arus bolak balik,

perhitungan daya maksimum terjadi apabila impedansi masukan sama dengan

impedansi keluaran. Jika impedansi masukan sebesar ZS = R+jX seharusnya

dikonjugasikan dengan impedansi ZS = R-jX agar didapat transfer daya yang

maksimal. Impedansi masukan ZS mempunyai reaktif komponen seri sebesar


36

+jX yang bersifat induktif dan dikonjugasikan dengan impedansi beban yang

mempunyai komponen reaktif seri sebesar JX yang besifat kapasitif. Nilai-

nilai tersebut akan saling menghilangkan sehingga hanya terdapat RS dan RL

yang bernilai sama. Karena RS dan RL bernilai sama, penyampaian daya akan

maksimal.60

Gambar 2.12 Ekuivalen Circuit Impedansi Sumber


(Sumber: Chris Bowick, RF Circuit Design, p.66)

Prosedur untuk merancang amplifier adalah dengan membuat load dan

source reflection coefficient telah matching pada rangkaian. Untuk menentukan

nilai load dan source reflection coefficient perlu dilakukan perhitungan dengan

data S-parameter. Langkah perhitungannya adalah terlebih dahulu menghitung

nilai C2 dengan persamaan sebagai berikut.

2 = 22 ( 11) (2.50)

Kemudian menghitung nilai B2 dengan persamaan sebagai berikut.

2 = 1 + 222 112 2 (2.51)

60
Chris Bowick, op. cit. p.66
37

Dari persamaan 2.51 nilai B1 digunakan untuk menentukan tanda

perhitungan pada persaamaan 2.52 bila B2 positif maka persamaan

menggunakan tanda negatif dan sebaliknya. Persamaan untuk menghitung load

reflection coefficient sebagai berikut.61

(2.52)
2 22 4
=
22

Untuk nilai sudut dari load reflection coefficient didapat dari sudut C2

tetapi berbeda tanda matematikanya. Nilai load reflection coefficient ini dapat

digunakan untuk mencari source reflection coefficient dengan persamaan

sebagai berikut.62

12 21 (2.53)
= [11 + ]
1 ( 22)

Setelah terhitung nilai load dan source reflection coefficient langkah

selanjutnya menentukan konfigurasi rangkaian impedance matching. Berbagai

macam konfigurasi untuk penyusunan lumped component antara lain

konfigurasi Pi dan konfigari T.

a. Konfigurasi Impedance Matching Pi

Konfigurasi Pi tersusun dari dua buah konfigurasi impedance

matching L yang keduanya disusun agar melakukan matching antara

61
Chris Bowick, op. cit. p.128
62
Chris Bowick, op. cit. p.129
38

impedansi masukan atau impedansi keluaran dengan meletakan resistansi

bayangan diantara keduanya. Resistansi bayangan (R) ini harus lebih kecil

dari RS atau RL karena terhubung seri dengan konfigurasi impedansi L,

tetapi nilai R ini dapat kita tentukan nilainya. Dalam menentukan nilai R

ini perancang akan menentukan nilai Q rangkaian terlebih dahulu dengan

persamaan.63

(2.54)

= 1

Dimana:
Rh = Impedansi terbesar dari RS atau RL
R = Resistansi bayangan

Gambar 2.13 Konfigurasi Impedansi Pi


(Sumber: Chris Bowick, RF Circuit Design, p.67)

b. Konfigurasi Impedance Matching T

Perancangan konfigurasi impedance matching T sama seperti ketika

merancang impedance matching konfigurasi Pi dengan menggunakan

63
Chris Bowick, op. cit. p.70
39

dua buah konfigurasi impedance matching L dengan nilai resistansi

bayangan lebih besar daripada resistansi RS atau RL. Konfigurasi ini

biasanya digunakan untuk mematchingkan dua buah impedansi rendah dan

mempunyai nilai Q yang tinggi.64

(2.55)

= 1

Dimana:
R = Resistansi bayangan
Rkecil = Resistansi terkecil

Gambar 2.14 Konfigurasi Impedance Matching T


(Sumber: Chris Bowick, RF Circuit Design, p.68)

Pada smith chart sangat mudah untuk menentukan komponen yang mana

seri dan yang mana komponen paralel pada smith chart, sehingga akan

memudahkan untuk melakukan penyesuaian impedansi masukan dan

impedansi keluaran. 65

64
Chris Bowick, op. cit. p.72
65
Chris Bowick, op. cit. p.90
40

Untuk komponen seri C

1 (2.56)
=

Untuk komponen seri L

(2.57)
=

Untuk komponen parallel C

(2.58)
=

Untuk komponen parallel L

(2.59)
=

Dimana,
= 2f
X = reactance dilihat pada smith chart
B = susceptance dilihat dari smith chart
N = angka normalisasi

B. Kerangka Berfikir

LNA memegang peran penting pada sistem radio penerima VHF A/G karena

akan mempengaruhi noise figure sistem secara keseluruhan terkait dengan

sensitifitas radio penerima, selektifitas dan produksi kegagalan penerimaan.

Perancangan LNA dengan gain yang tinggi membutuhkan perancangan dengan

konfigurasi banyak tingkat atau multistage. Demi kesuksesan perancangan LNA

diperlukan pemilihan komponen aktif yang tepat, impedance matching dan

kedetilan dari proses pabrikasi sehingga nantinya parameter LNA terpenuhi tidak
41

hanya pada proses perhitungan namun pada saat telah dilakukan pabrikasi

rancangan.

Dari permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, dengan dasar yang

ada pada landasan teori, yaitu mengenai low noise amplifier, pembiasan transistor,

analisis jaringan, tipe noise, parameter dalam LNA, smith chart dan impedance

matching, dengan menggunakan teori-teori yang terkait perancangan multistage

LNA ini diharapkan perancangan dapat dilakukan. Sehingga rancangan dapat

digunakan untuk meningkatkan kinerja peralatan dan memudahkan dalam

ketersediaan modul LNA pada peralatan VHF A/G.


BAB III

METODOLOGI PERANCANGAN

A. Desain Perancangan

Tugas Akhir ini merencanakan perancangan low noise amplifier (LNA) yang

diharapkan dapat diterapkan pada peralatan VHF A/G communication pada

frekuensi 118 MHz- 137MHz. Gambar 3.1 memperlihatkan posisi blok LNA pada

blok diagram sistem radio penerima VHF A/G. Blok ini berada didekat blok antena

dan sebelum blok mixer. Fungsi blok LNA adalah menguatkan sinyal yang lemah

dari antena dengan noise yang dihasilkan sekecil mungkin dan gain yang masih bisa

diterima oleh bagian output receiver serta mampu memberikan kestabilan yang baik

sepanjang bandwidth frekuensi kerja peralatan.

Gambar 3.1 Blok Diagram Posisi Perancangan

42
43

Apabila blok LNA ini terjadi kegagalan maka sistem radio penerima akan

mengalami kegagalan fungsi sistem secara keseluruhan. Kegagalan tersebut antara

lain penurunan sensitifitas penerimaan dan produksi noise yang dihasilkan akan

besar sehingga akan mengganggu kualitas keluaran yang dihasilkan peralatan

sistem radio penerima. Oleh karena itu blok LNA ini sangat penting dalam sistem

radio penerima VHF A/G sehingga diperlukan perancangan blok LNA yang baik

untuk meningkatkan kinerja peralatan LNA dan menyediakan modul LNA yang

murah dan kemudahan dalam perawatan.

B. Waktu dan Lokasi Perancangan

Rencana pelaksanaan pembuatan rancangan multistage LNA merupakan suatu

dokumen atau kerangka acuan kerja yang disiapkan pada awal kegiatan, fungsinya

adalah memberikan rincian tentang kegiatan perancangan, sehingga diharapkan

perancangan dapat selesai tepat waktu. Rencana pelaksanaan kegiatan ini dirancang

dengan cara yang terstruktur dan sistematis. Pertimbangan proses perancangan,

biaya dan waktu dilakukan pada awal perancangan sehingga apabila ada kendala

yang terjadi dapat ditanggulangi secepatnya.

1. Waktu Perancangan

Proses pembuatan perancangan dimulai dari penyusunan proposal sampai

dengan Tugas Akhir diselesaikan. Tabel 3.1 memperlihatkan jadwal proses

perancangan.
44

Tabel 3.1 Jadwal Perancangan

No. Tahapan Kegiatan Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1. Tahap Pertama
a. Penyusunan proposal
b. Sidang proposal
c. Perbaikan proposal
2. Tahap Kedua
a. Pelaksanaan
Perancangan
b. Uji Coba Rancangan
c. Analisa dan
pengolahan data
d. Penulisan Tugas
Akhir
e. Bimbingan tugas ahir
3. Tahap Ketiga
a. Sidang tugas ahir
b. Perbaikan tugas ahir

2. Lokasi Perancangan

Lokasi penulisan dilakukan di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia,

sedangkan proses perancangan, pabrikasi dan uji coba rancangan dilakukan di

Laboratorium Balai Teknik Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan

Udara.
45

C. Penentuan Alat dan Bahan

Proses pembuatan rancangan dual stage LNA ini akan terlaksana apabila

didukung oleh beberapa alat dan bahan diantaranya sebagai berikut:

1. Komponen aktif dan pasif surface mount divice (SMD).

2. Solder komponen SMD dan perangkat pendukungnya.

3. Perangkat lunak Eagle 6.6 berlisensi gratis merupakan produksi dari

CadSoft.

4. Printed Circuit Board (PCB).

5. Multimeter.

6. Network Analyzer.

D. Kriteria Perancangan

Perancangan LNA yang baik, perlu memperhatikan beberapa kriteria yang

harus diperhatikan. Kriteri-kriteria ini digunakan untuk mengukur kualitas LNA

yang dirancang. Kriteria-kriteria tersebut antara lain.

1. Komponen Aktif

Komponen aktif ini merupakan sebuah transistor. Transistor ini

merupakan jantung dalam perancangan amplifier sehingga pemilihan transistor

dengan fitur dan karakteristik yang sesuai dengan perancangan akan

menentukan kualitas rancangan LNA. Pencapaian target adalah terpilihnya

transistor yang sesuai dengan kriteria LNA secara keseluruhan.


46

2. Konfigurasi Pembiasan Transistor

Penentuan konfigurasi pembiasan sangat menentukan kualitas sinyal yang

dihasilkan. Perancangan LNA membutuhkan sinyal keluaran dengan bentuk

sama seperti sinyal masukan sehingga dibutuhkan kelas amplifier yang

menghasilkan sinyal keluaran tidak terpotong selama siklus. Konfigurasi

pembiasan transistor juga perlu memperhatikan pengaruh perubahan suhu dan

pemakaian daya yang diperlukan. LNA yang mempunyai ketahanan pengaruh

perubahan suhu dan penggunaan daya yang rendah akan menjadikan LNA

semakin baik.

3. Kestabilan Amplifier

Kestabilan amplifier merupakan yang harus diperhatikan. Kestabilan ini

dapat menghambat terjadinya osilasi pada rangkaian amplifier. Target yang

harus dicapai adalah amplifier bekerja pada daerah unconditionaly stability

atau daerah stabil terjadi pada setiap fekuensi didalam bandwidth. Kestabilan

yang baik yaitu tidak terlalu besar karena dapat mengurangi gain yang

dihasilkan.

4. Gain

Rancangan amplifier harus menghasilkan gain, bukan menimbulkan

attenuasi. Target perancangan LNA ini adalah menghasilkan gain yang tinggi

untuk meningkatkan sensitifitas radio penerima.


47

5. Return Loss

LNA yang mempunyai gain tinggi tanpa mempertimbangkan return loss

akan menjadi percuma karena ada pengurangan gain yang dihasilkan. Sehingga

pencapaian target yang diinginkan adalah LNA menghasilkan return loss

sekecil mungkin.

6. Noise Figure

Faktor terpenting dalam pembuatan LNA adalah noise figure. LNA yang

baik menghasilkan noise sekecil mungkin. Noise yang dihasilkan pada blok

LNA ini akan mempengaruhi noise sistem radio penerima secara keseluruhan.

Sehingga target yang diinginkan adalah noise yang dihasilkan pada setiap

frekuensi didalam bandwidth bernilai kecil.

7. Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)

VSWR ini menentukan penyampaian daya maksimum dari saluran

transmisi ke LNA atau dari LNA ke saluran transmisi. VSWR yang baik

dihasilkan dengan penggunakan impedance matching yang tepat. Target

pencapaiannya adalah LNA menghasilkan input VSWR dan output VSWR

yang baik dengan pengaturan konfigurasi impedance matching yang tepat.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Sistem Perancangan

Dalam merancang rangkaian LNA yang baik perlu memperhatikan beberapa

parameter antara lain noise figure, kestabilan, gain, VSWR, input return loss, dan

output return loss. Perancangan LNA ini membutuhkan gain yang tinggi sehingga

penggunaan single stage LNA belum cukup untuk mencapai target gain yang

diinginkan. Menurut Malvino pada buku prinsip-prinsip elektronika guna

meningkatkan gain yang lebih tinggi, perancangan amplifier dibuat dengan

multistage amplifier, perancangan multistage LNA ini hanya menggunakan dua

tingkat. Ini berarti menggunakan keluaran dari tingkat pertama sebagai masukan

tingkat kedua, sehingga gain yang dihasilkan akan bertambah. Gambar 4.1

memperlihatkan blok diagram sistem perancangan multistage LNA yang akan

dibuat.

Gambar 4.1 Blok Diagram Perancangan Multistage LNA

48
49

Setiap bagian rancangan tersebut mempunyai fungsi masing-masing, yang

dijelaskan sebagai berikut:

1. Blok DC Supply

Blok DC supply ini merupakan suatu rangkaian pemberi sumber listrik direct

current (DC) dengan besar tegangan sesuai dengan perancangan dan perlu

mempertimbangkan kemudahan pencarian nilai tegangan tersebut. Besar tegangan

ini disesuaikan dengan titik operasi pembiasan DC yang dilakukan pada komponen

aktif transistor.

2. Blok Amplifier Pertama

Blok amplifier pertama ini merupakan rangkaian amplifier yang terdiri dari

komponen aktif berupa transistor dan komponen pasif lainnya yang saling

mendukung membentuk rangkaian amplifier dengan konfigurasi pembiasan

tertentu.

3. Blok Amplifier Kedua

Seperti blok amplifier pertama blok ini merupakan rangkaian amplifier. Fungsi

utama dari blok ini memberikan tambahan gain sehingga terjadi peningkatan gain.

Rangkaian pada amplifier kedua dibuat sama seperti amplifier pertama.


50

4. Input Matching Network

Blok input matching network ini berfungsi untuk menyesuaikan impedansi

yang dihasilkan saluran transmisi dari antena sebesar 50 Ohm, sehingga daya yang

masuk ke rangkaian amplifier pertama akan maksimal.

5. Coupling Network

Blok coupling network ini merupakan rangkaian pemisah antara blok amplfier

pertama dengan amplifier kedua agar tidak saling mengganggu satu sama lain,

rangkaian kopling ini dirancang dengan konfigurasi impedance matching coupling,

sehingga disamping berfungsi sebagai pemisah rangkaian juga sebagai impedance

matching antara amplifier pertama dan kedua.

6. Output Matching Network

Blok output matching network ini berfungsi untuk menyesuaikan impedansi

yang dihasilkan rangkaian amplifier kedua dengan impedansi jalur transmisi blok

selanjutnya sebesar 50 Ohm, sehingga daya yang keluar blok rangkaian selanjutnya

akan maksimal.

Sebelum memulai perancangan perlu untuk membuat acuan kriteria-kriteria

atau spesifikasi parameter spesifik, parameter tersebut telah dibahas di bab III.

Spesifikasi ini digunakan sebagai acuan pencapaian target kerberhasilan kerja

rangkaian yang akan dicapai. Tabel 4.1 memperlihatkan data spesifikasi rancangan

multi stage LNA yang harus terpenuhi dalam merancang.


51

Tabel 4.1 Spesifikasi Rancangan Multistage LNA

No. Spesifikasi Nilai


1. Frekuensi kerja 118 137 MHz
2. Frekuensi tengah 127.5 MHz
3. Bandwidth 19 MHz
4. Gain > 30 dB
5. Noise Figure < 2 dB
6. Input Return Loss < -10 dB
7. Output Return Loss < -10 dB
8. Kestabilan (K) >1
9. Power Supply 12 Volt
10. Power DC Consumption <150 mW

B. Tahapan Perancangan

Tahapan-tahapan perancangan multistage LNA dibuat diawal perancangan

sebagai acuan langkah-langkah kerja yang akan dilakukan. Tujuannya adalah

memudahkan perancangan lebih terstruktur dan sistematis sehingga tidak ada

tahapan yang terlewat. Tahapan perancangan multistage LNA dijelaskan pada

diagram alir (flow chart). Gambar 4.2 menunjukan diagram alir perancangan.

Dengan melihat diagram alir gambar 4.2 tahap perancangan dimulai dengan

mentukan spesifikasi parameter multistage LNA, langkah ini sudah dilakukan

diawal bab IV. Setelah penentuan target spesifikasi, langkah selanjutnya adalah

melakukan pemilihan komponen aktif berupa transistor yang cocok untuk

rancangan multistage LNA, sehingga transistor yang digunakan diharapkan sesuai

dengan spesifikasi rancangan yang telah ditentukan. Langkah selanjutnya


52

merancang rangkaian pembiasan DC, agar komponen aktif bekerja sebagai

rangkaian amplifier pada titik biasnya.

MULAI

SPESIFIKASI LNA
VHF A/G

PEMILIHAN TRANSISTOR

DC BIAS
1

K>1 MATCHING IMPEDANCE DUAL


S21> 0 dB STAGE
TIDAK

MATCHING IMPEDANCE CEK PARAMETER


STAGE PERTAMA

SESUAI SPESIFIKASI
VSWR=1
NF<2 TIDAK

TIDAK
PABRIKASI
PERANCANGAN DUAL
STAGE LNA

PENGUKURAN
K>1
S21> 30 dB
TIDAK

SELESAI
1

Gambar 4.2 Diagram Alir Perancangan

Hal selanjutnya adalah memeriksa kestabilan dan gain yang dihasilkan, apabila

rangkaian dinyatakan belum stabil maka proses penentuan rangkaian pembiasan

DC kembali dilakukan sampai rangkaian amplifier dinyatakan stabil dan sudah

terdapat gain, hal ini sangat penting agar transistor tidak terjadi osilasi.
53

Setelah rangkaian dinyatakan stabil dan gain telah muncul, perancangan single

stage LNA dapat dilanjutkan. Langkah selanjutnya adalah membuat rangkaian

input impedance matching dan output impedance matching agar didapatkan VSWR

ideal sehingga power gain yang dihasilkan akan maksimal. Langkah selanjutnya

adalah memeriksa nilai semua parameter single stage LNA antara lain noise figure,

gain, input return loss, output return loss didalam bandwidth memenuhi

persyaratan. Apabila parameter belum memenuhi persyaratan maka tahap

penentuan rangkaian impedance matching kembali dilakukan.

Setelah nilai spesifikasi pada single stage LNA telah memenuhi persyaratan,

langkah selanjutnya adalah membuat rancangan multistage LNA dengan

menggabungkan single stage menjadi multistage. Kemudian mengecek parameter

multistage LNA, apabila belum sesuai parameter perlu melakukan pengecekan

rangkaian input impedance matching, interstage impedance matching dan output

impedance matching. Setelah spesifikasi telah memenuhi syarat, langkah

selanjutnya adalah melakukan pabrikasi rancanga dengan penyesuaian

menggunakan komponen yang terdapat pada pasaran. Langkah terakhir adalah

melakukan pengukuran rancangan pabrikasi dan melakukan analisa data yang

didapatkan dari hasil pengukuran dengan hasil perhitungan.

Setiap langkah perancangan multistage LNA yang lebih terperinci dibahas

sebagai berikut.
54

1. Pemilihan Komponen Aktif

Setelah memilih karakteristik rancangan yang akan dibuat, langkah berikutnya

yang dilakukan adalah mencari komponen aktif berupa transistor. Pemilihan

transistor ini adalah tahap paling penting dalam perancangan amplifier. Oleh karena

itu, dalam memilih transistor perlu untuk memeriksa parameter-parameter pada

datasheet dengan hati-hati. Transistor yang akan digunakan harus mempunyai gain

yang tinggi, noise figure yang rendah, kemungkinan penggunaan arus yang rendah,

dan juga pemilihan frekuensi kerja yang sesuai dengan spesifikasi LNA yang akan

dirancang serta yang terpenting adalah dapat dijumpai di pasaran.

Dengan melihat informasi tersebut maka penulis memilih transistor 2SC3583

produksi perusahaan Renesas. Menurut datasheet transistor pada lampiran 1,

transistor 2SC3583 termasuk kedalam jenis bipolar junction transistor low noise

transistor dan berbahan dasar silikon. Alasan penulis memilih transistor 2SC3583

karena transistor ini dapat digunakan untuk perancangan LNA dan RF amplifier

yang mempunyai fitur yang bagus dan karakterisik kelistrikan yang sesuai dengan

perancangan, yang dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut.

Tabel 4.2 Karakter Kelistrikan Transistor 2SC3583


(Sumber: Data Sheet Transistor 2SC3583)
55

Informasi penting lain yang perlu dilihat adalah pada bagian data scaterring

parameter (S-parameter). Tabel 4.3 menunjukkan data s-parameter yang terdapat

pada transistor 2SC3583.

Tabel 4.3 S-parameter Datasheet Transistor 2SC3583


(Sumber: Renesas, Datasheet Transistor 2SC3583)

2. Pemilihan Titik Kerja Transistor

Penentukan titik kerja (Q) terlebih dahulu dilakukansupaya transistor bekerja

pada daerah normal operasi, apabila transistor bekerja pada pada tegangan

maksimum dapat menyebabkan transistor cepat rusak. Dengan melihat informasi

yang diberikan oleh datasheet transistor, didapatkan tingkatan breakdown transistor

pada VCBO 20Volt, VCEO 10 Volt, VEBO 1.5Volt, IC 65mA, Power Dissipation 200

mW dan hFE 50-1005. Untuk memudahkan penentuan daerah operasi transistor

tersebut perlu dilakukan penggambaran kurva IV (arus tegangan). Kurva IV dibuat

dengan melakukan perhitungan matematis hubungan arus dan tegangan pada

transistor tersebut. Gambar 4.3 menggambarkan grafik IV transistor 2SC3583.


56

Gambar 4.3 Grafik IV Transistor 2SC3583

Kelas amplifier yang digunakan pada perancangan telah ditentukan

sebelumnya, yaitu menggunakan kelas amplifier tipe A. Penentuan titik kerja

agar bekerja pada kelas A adalah menentukan titik operasi pada bagian tengah

garis beban kurva IV yang telah dibuat. Penentuan titik kerja merupakan hal

yang sangat penting karena akan berhubungan dengan distorsi dari sinyal dan

efesiensi dari amplifier sendiri. Pembuatan rangkaian amplifier kelas A sangat

mudah dibandingkan dengan amplifier jenis lain, jika dilakukan analisis garis

beban akan menunjukan sinyal input dari amplifier akan dikuatkan sepenuhnya

dan keunggulan lain dari amplifier jenis ini adalah tidak terpengauh terhapap

perubahan suhu. Dengan berbagai keunggulan tersebut maka perancangan

amplifier akan dipilih pada amplifier kelas A.

Dengan melihat grafik IV ini, penulis akan memilih titik operasi transistor

pada VCC = 12 Volt, VCE = 8 Volt, IC = 5 mA, Hfe = 75 dikarenakan titik operasi
57

ini berada pada tengah garis beban sehingga termasuk kedalan amplifier kelas

A dan titik kerja ini direkomendasikan pada datasheet dengan asumsi gain,

noise figure dan karakteristik lainnya diharapkan sesuai untuk mencapai target

spesifikasi. Gambar 4.4 menunjukan grafik noise figure berbanding dengan

arus kolektor dengan menggunakan titik operasi VCE 8 V pada frekuensi 1GHz

noise figure kecil di dapat dari arus kolektor 5 mA sampai dengan 6 mA.

Menurut grafik tersebut dengan menggunakan titik operasi tersebut diharapkan

noise figure yang dihasilkan sebesar 1 dB.

Gambar 4.4 Grafik Noise Figure 2SC3583


(Sumber: Renesas, Datasheet Transistor 2SC3583)

Titik kerja amplifier telah ditentukan, sehingga dapat dilakukan

perhitungan power consumption quesient didapakan dengan persamaan 2.15.


58

=
= 8 5
= 40
Dari perhitungan tersebut didapatkan power consumption quesient sebesar

40 mA, sehingga target penggunaan power consumption quesient yang rendah

terpenuhi.

3. Pemilihan Pembiasan Amplifier

Setelah dilakukan pemilihan titik kerja transistor maka hal berikut yang

harus dilakukan adalah memberikan bias pada transistor tersebut agar bekerja

sesuai dengan kelas amplifier A. Terdapat beberapa macam pembiasan DC

yang dapat digunakan dengan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-

masing. Penulis dalam melakukan perancangan menggunakan pembiasan

pembagi tegangan dikarenakan rangkaian ini tidak terpengaruh terhadap nilai

, yang dimana nilai juga sangat terpengaruh terhadap suhu. Rangkaian

pembiasan pembagi tegangan dapat dilihat pada gambar 4.5.


59

Gambar 4.5 Rangkaian Referensi Pembiasan Pembagi Tegangan

Penambahan kapasitor yang diparalelkan dengan tahanan emitter agar

rangkaian lebih stabil ketika ada perubahan suhu tanpa mengganggu kinerja

operasi DC. Dalam perhitungan penentuan nilai tahanan menggunakan aturan

rule of thumb. Nilai dari titik kerja transistor telah penulis tentukan pada titik

operasi transistor pada VCC = 12 Volt, VCE = 8 Volt, IC = 5 mA, Hfe = 75. Dari

titik operasi tersebut didapatkan power consumtion quesient sebesar 40mW,

sehingga telah sesuai dengan target spesifikasi. Langkah pertama menurut

aturan rule of thumb adalah menentukan tegangan RE dengan nilai 10 kali lebih

kecil dari VCC sehingga VE = 12/10= 1.2 Volt dengan mengasumsikan

transistor bernilai ideal sehingga nilai IE= IC= 5mA. Setelah diketahui nilai IE

dan IC ini maka RE dapat dihitung.


=

1.2
=
5
60

= 0.24
= 240

Sehingga nilai RE = 240 Ohm, Nilai VCC, VE dan VCE sudah diketahui,

maka perhitungan nilai VC dapat dilakukan.

=
= 12 1.2 8
= 2.8

Nilai VCC, VC dan IC sudah diketahui, maka perhitungan nilai RC dapat

dilakukan.


=

2.8
=
5
= 560

Nilai IC dan sudah diketahui maka perhitungan nilai IB dapat dilakukan.


=

5
=
75
= 66.66

Nilai VE dan VBE sudah diketahui, maka perhitungan nilai VBB dapat

dilakukan.

= +
= 1.2 + 0.7
= 1.9
61

Oleh karena perhitungan dari pembiasan pembagi tegangan berdasarkan

dari aproksimasi yang dilakukan sehingga nilai R2 sebagai berikut.

1
R2
10
R21/10 x 75x2401800
2 = 10 240
= 2400

Dengan aturan rule of thumb, nilai R2 bila dikalikan 10 terlalu besar, maka

penulis menggunakan pengali 5 agar nilai R2 kurang 1800, sehingga nilai

R2=1200 Ohm. Nilai VBB, VCC, dan nilai R2 diketahui maka perhitungan nilai

R1 dapat dilakukan.

2
1 = 2

120012
= 1200
1.9

= 7578 1200

= 6378

Langkah terakhir adalah menentukan nilai kapasitor C yang dihubungkan

parallel dengan RE. Sebelum melakukan perhitungan nilai C tersebut, terlebih

dahulu menghitung nilai XC, menurut aturan rule of thumb bernilai 10kali lebih

kecil dari nilai RE. Nilai frekuensi yang digunakan adalah 118 MHz, agar pada

saat bekerja pada frekuensi tersebut, sinyal tidak langsung menuju ground.

XC = 0.1 RE = 0.1 24= 2.4 Ohm


1
=
2
62

1
2.4 =
2 3.14 118
= 56 nF

Tabel 4.4 Daftar Komponen Pembiasan Pembagi Tegangan

No. Nama Nilai Perhitungan Nilai Pasaran


Komponen
1. RE 240 Ohm 240 Ohm
2. RC 560 Ohm 560 Ohm
3. R1 1.2 KOhm 1.2 KOhm
4. R2 6315 Ohm 6.04 KOhm
5. C 56 nF 1 NF

Tabel 4.4 memperlihatkan nilai komponen hasil perhitungan digantikan

dengan nilai komponen pasif yang terdapat pada pasar. Perubahan nilai R2

menjadi 6.04 akan merubah nilai IC rangkaian menjadi 4.7mA, sehingga power

consumption quesient berubah menjadi 37.6 mW, nilai ini masih diperbolehkan

dari segi spesifikasi power consumption dan noise figure. Untuk nilai efisiensi

rangkaian pembiasan ini dapat dihitung sebagai berikut.


=
(1 + 2)
12
=
(12 + 604)
= 1,6

= +
= 1.6 + 4.7
= 6.3
63

Untuk perhitungan daya DC pada rangkaian pembiasan dihitung dengan

persamaan 2.15 sebagai berikut.

= 12 6.3

= 75.6

Untuk perhitungan efisiensi rangkaian pembiasan transistor ini dihitung

dengan persamaan 2.16 mempunyai efisien sebagai berikut

37.6
= 100%
75.6
= 49.7%

Sehingga nilai efisiensi yang dihasilkan sebesar 49.7%. Nilai C dirubah

menjadi 1nF, nilai 1nF dianggap sudah cukup agar nilai XC benilai kecil dan

tidak menimbulkan noise yang tinggi. Komponen pasif yang terdapat pada

pasaran yang digunakan pada tahap selanjutnya untuk perhitungan lebih akurat.

Gambar 4.6 memperlihatkan rangkaian pembiasan DC beserta nilainya.


64

Gambar 4.6 Gambar Rangkaian Pembiasan DC

4. DC Block dan DC Feed

Ketika rangkaian pembiasan dilalui sinyal AC memerlukan tambahan

komponen DC feed dan DC block. Terlihat pada gambar 4.7 rangkaian

pembiasan ditambahkan komponen DC block dan DC feed. DC block ini

berupa komponen kapasitor dan DC feed berupa komponen induktor. DC block

berfungsi untuk memblok arus DC agar tidak keluar dari rangkaian bias

transistor dan mengalirkan sinyal AC, sehingga tidak mempengaruhi titik kerja

rangkaian amplifier dan DC feed berfungsi untuk mencegah sinyal AC masuk

kedalam operasi DC dan mengijinkan sinyal DC untuk melalui komponen

tersebut. Nilai ideal untuk komponen DC block adalah mempunyai nilai

impedansi tak terhingga, sedangkan untuk komponen DC feed bernilai nol.

Perhitungan dilakukan untuk mencari nilai XC <= 0 dan nilai XL => 0 agar DC

blok dan DC feed ini berjalan mendekati ideal.


65

1
=
2
1
=
2 3.14 118 470 12
= 2.87 Ohm

= 2
= 2 3.14 137 12 9
= 8.897 Ohm

Pada perhitungan XC, menggunakan frekuensi terendah yaitu 118 MHz

dikarenakan pada frekuensi terendah diharapkan komponen DC block

berfungsi dengan baik sedangkan pada perhitungan XL penulis menggunakan

frekuensi tertinggi 137 MHz agar komponen DC Feed dapat bekerja dengan

baik. Perhitungan nilai XC dan XL diatas menghasilkan nilai kapasitor sebesar

470pF dan nilai induktor sebesar 12nH. Nilai tersebut dinilai sudah cukup

menjadikan kapasitor berfungsi sebagai DC block dan komponen inductor

berfungsi sebagai DC feed. Terlihat pada gambar 4.7 rangkaian pembiasan DC

telah dilengkapi dengan komponen DC feed dan DC block.


66

Gambar 4.7 Rangkaian DC Blok dan DC Bias

Langkah selanjutnya adalah memeriksa rangkaian pembiasan telah bekerja

dengan baik atau belum dengan memasukan sinyal AC sebesar 1 Volt disetiap

frekuensi. Gambar 4.8 menunjukan data voltage gain yang dihasilkan ketika

memasukan sinyal dengan tegangan sebesar 1 volt AC. Dari data tersebut pada

frekuensi 127.5 MHz menimbulkan rata-rata voltage gain sebesar 7 Volt.

Berarti ketika tegangan 1 Volt dimasukan ke rangkaian menghasilkan tegangan

keluaran sebesar 7 Volt.

Apabila nilai voltage gain tersebut dirubah menjadi satuan decibel menjadi

sebesar 17 dB. Oleh karena voltage gain telah muncul maka rangkaian

pembiasan dinyatakan bekerja dengan baik dan tahapan pembuatan rangkaian

pembiasan telah selesai.


67

Gambar 4.8 Grafik Voltage Gain vs Gain dB

Setelah rangkaian pembiasan transistor ini dilengkapi komponen DC

block dan DC feed ditambahkan, menyebabkan perubahan nilai s-parameter

yang sebelumnya terdapat pada datasheet transistor.

Tabel 4.6 Data S-Parameter Rangkaian Pembiasan Transistor

FREKUENSI S(1,1) S(1,2) S(2,1) S(2,2)


118.0 MHz 0.652 / -8.429 0.024 / 87.227 7.042 / 120.610 0.739 / -5.988
118.5 MHz 0.651 / -8.408 0.024 / 87.231 7.015 / 120.456 0.739 / -5.982
119.0 MHz 0.651 / -8.388 0.024 / 87.235 6.989 / 120.302 0.739 / -5.976
119.5 MHz 0.651 / -8.368 0.024 / 87.238 6.964 / 120.150 0.739 / -5.970
126.5 MHz 0.649 / -8.102 0.026 / 87.282 6.620 / 118.133 0.737 / -5.894
127.0 MHz 0.649 / -8.084 0.026 / 87.285 6.596 / 117.997 0.736 / -5.889
127.5 MHz 0.649 / -8.067 0.026 / 87.288 6.573 / 117.862 0.736 / -5.884
128.0 MHz 0.648 / -8.050 0.026 / 87.290 6.550 / 117.727 0.736 / -5.879
128.5 MHz 0.648 / -8.033 0.026 / 87.293 6.527 / 117.594 0.736 / -5.874

Hal ini disebabkan terdapat perubahan nilai komponen DC feed dan DC

block yang tidak ideal. Tabel 4.6 memperlihatkan data S-parameter hasil
68

pembiasan dari beberapa frekuensi, s-parameter ini disajikan dalam satuan

magnitude/degree.

5. Kestabilan Rangkaian Amplifier

Dalam merancang sebuah amplifier sangat penting dalam memeriksa

kestabilan pada rangkaian, karena amplifier dalam kondisi tidak stabil dapat

terjadi osilasi. Salah satu cara untuk mengetahui kestabilan rangkaian adalah

dengan melakukan pengujian nilai rollets stability factor (K) dan nilai sesuai

dengan persamaan , rangkaian dikatakan dalam kondisi stabil apabila nilai K>1

dan <1, dengan cara ini diperlukan data S-parameter pada tabel 4.6. Dalam

perhitungan ini penulis menggunakan S-parameter pada frekuensi terendah

terlebih dahulu yaitu 118 MHz karena target operasi adalah mendapat

kestabilan sampai dengan frekuensi tertinggi yaitu 138 MHz. Sehingga nilai S-

parameter yang digunakan adalah S11=0.652 -8.429 S21=7.042 120.610

S12=0.024 87.227 S22=0.739 -5.988 .

= 11. S22 S12. S21


= (0.482 14.417) (0.169. 207.837)
= ( 0.467 j0.0411) (0.149 j0.0789)
= 0.616 j0.0411
= 0.617 3.817
= 0.617
69

1 112 222 +
=
212. S21
1 (0.652)2 (0.739)2 + (0.617)
=
2(0.024)(7.042)
1 0.425 0.546 + 0.381
=
0.338
0.41
=
0.338
= 1.2

Dikarenakan nilai <1 tetapi K>1 maka rangkaian dalam kondisi

unconditionally stable. Sehingga rangkaian tidak perlu dinaikan nilai stability

factor-nya. Gambar 4.9 menggambarkan grafik nilai stability factor pada setiap

frekuensi. Keadaan stabil telah didapatkan pada setiap frekuensi didalam

bandwidth, maka perancangan dapat dilanjutkan ketahap selanjutnya.

Gambar 4.9 Grafik Stability Factor Rangkaian Pembiasan


70

6. Maksimum Available Gain

Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan Maximum Available

Gain. Tujuan dari perhitungan ini, kita dapat melihat nilai maksimal gain yang

dimungkinkan dihasilkan oleh rangkaian sebelum dilakukan impedance

matching. Hal pertama yang yang harus dihitung adalah nilai B1 seperti pada

persamaan 2.23. Dalam perhitungan ini menggunakan data S-parameter dari

frekuensi tengah 127.5 MHz pada tabel 4.5 yaitu S11=0. 0.649 -8.067

S21=6.573 117.862 S12=0.026 87.288 S22=0.736 -5.884 .

= 11. S22 S12. S21


= (0.478 13.951) (0.171205.15)
= (0.464 j0.115) (0.155 j0.073)
= 0.619 j0.042
= 0.6203 3.881
= 0.6203

1 = 1 + 112 222 2
= 1 + (0.649) (0.736) (0.6203)
= 1 + 0.421 0.542 0.3847
= 0.494

Alasan B1 dihitung pertama kali karena ketika melakukan perhitungan

MAG terdapat simbol perhitungan tambah atau kurang (). Jika B1 bernilai

negatif maka dalam rumus menggunakan simbol tambah (+) dan jika B1

bernilai positif maka yang digunakan simbol kurang (-). Telah diketahui

kestabilan yang terjadi pada frekuensi 127.5 MHz sebesar 1.23. Sehingga

perhitungan MAG dapat dilakukan dengan persamaan 2.34 sebagai berikut.


71

21
= 10 log + 10 log 2 1
12
(6.573)
= 10 log + 10 log(1.23) (1.23)2 1
(0.026)
= 10 log 252.8 + 10 log(1.23) 0.716
= 24.03 + (2.89)
= 21.14

Dari hasil perhitungan diatas MAG untuk frekuensi 127.5 MHz sebesar

21.14 dB. Apabila kita menghitung besar MAG disetiap frekuensi maka grafik

MAG pada gambar 4.10 dihasilkan.

Gambar 4.10 Grafik MAG Rangkaian Pembiasan

Terlihat pada grafik 4.10 MAG yang dihasilkan pada rangkaian single

stage LNA sebesar 20.431 dB sampai dengan 21.886. Sehingga untuk

memenuhi spesifikasi rangkaian dengan gain lebih dari 30 dB tidak dapat


72

dihasilkan hanya dengan rangkaian single LNA, maka dari itu untuk

meningkatkan gain dibutuhkan minimal 2 tingkat LNA.

7. Perancangan Impedance Matching

Perancangan rangkaian impedance matching ini bertujuan untuk

menyesuaikan impedansi rangkaian amplifier dengan impedansi media

transmisi sebesar 50 Ohm, sehingga penguatan akan lebih optimal dengan

noise figure yang kecil. Perancangan impedance matching ini dilakukan

dengan menggunakan smith chart sehingga akan tidak perlu melakukan

perhitungan-perhitungan yang rumit. Impedance matching ini dilakukan pada

input dan output rangkaian amplifier. Hal pertama yang harus dilakukan adalah

mencari nilai source reflection coeffcient dan load reflection coeffcient optimal

dengan noise figure yang kecil dan berada pada kondisi unconditionally stable.

Pemilihan source reflection coeffcient dan load reflection coeffcient harus

hati-hati dengan memperhatikan rangkaian masih dalam kondisi

unconditionaly stable sehingga perlu dilakukan penggambaran input stability

circle dan output stability circle pada smith chart untuk memastikan pemilihan

reflection coefficient nantinya berada dalam kondisi unconditionally stable.

Frekuensi matching yang digunakan adalah 127.5 MHz dengan S-parameter

yang telah diketahui sebelumnya pada tabel 4.5

Langkah pertama yaitu dengan menghitung nilai dengan persamaan

2.30 sebagai berikut.


73

= 11. S22 S12. S21


= (0.478 13.951) (0.171205.15)
= (0.464 j0.115) (0.155 j0.073)
= 0.619 j0.042
= 0.6203 3.881
= 0.6203

Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai C1 sebagai berikut.

C1 = 11 Ds. S22
= (0.649 8.067) (0.6203 3.881)(0.7365.884)
= (0.649 8.067) (0.4572.003)
= 0.186 0.107
= 0.210 29.91

Langkah kedua adalah menghitung nilai C2 sebagai berikut.

C2 = 22 Ds. S11
= 0.736 5.884) (0.6203 3.881)(0.6498.429)
= (0.736 5.884) (0.4034.186)
= 0.334 0.104
= 0.350 17.295

Langkah ketiga adalah menghitung letak pusat lingkaran dari input

stability circle dengan persamaan 2.28 sebagai berikut.

1
Cs =
112
0.210 29.91
=
(0.649) (0.6203)
0.21983.537
=
0.036
= 5.83329.91
74

Langkah keempat adalah menghitung jari-jari lingkaran dari input stability

circle dengan persamaan 2.29 sebagai berikut.

1221
Rs =
112
(0.02687.288)(6.573117.862)
=
(0.649) (0.6203)
(0.171205.15)
=
0.036
= 4.75

Langkah kelima adalah menghitung letak pusat lingkaran dari output

stability circle dengan persamaan 2.31 sebagai berikut.

2
Cl =
222
0.35017.295
=
(0.736) (0.6203)
0.21983.537
=
0.157
= 2.22917.295

Langkah keenam adalah menghitung jari-jari lingkaran dari output

stability circle dengan persamaan 2.32 sebagai berikut.

1221
Rl =
222
(0.02687.288)(6.573117.862)
=
(0.736) (0.6203)
(0.171205.15)
=
0.157
= 1.089
75

Setelah semuanya telah diketahui selanjutnya penulis menggambarkan

stability circle. Stability circle untuk frekuensi di 127.5 MHz tegambar pada

lampiran 2. Terlihat pada smith chart letak input stability circle dan output

stability circle hanya tergambar garis dikarenakan radius dari keduanya sangat

besar dan berada diluar smith chart. Oleh karena S11 dan S22 pada bernilai

kurang dari satu maka semua area dialam smith chart adalah area stabil.

Oleh karena semua area didalam smith chart adalah area stabil, maka

proses perancangan dapat dilanjutkan dengan mencari nilai konjugasi

impedansi sumber dan impedansi beban yang akan dilakukan impedance

matching. Langkah pertama adalah mencari nilai source reflection coefficient

dan load reflection coefficient sebagai berikut.

Pertama penulis perlu menghitung nilai C2, nilai C2 telah terhitung

sebelumnya dengan nilai 0.350-17.295. Kemudian nilai dari , nilai ini juga

telah terhitung dengan nilai 0.6203-3.881. Sehingga perhitungan B2 dapat

dilakukan dengan persamaan 2.51 sebagai berikut.

2 = 1 + 222 112
= 1 + (0.736)2 (0.649)2 (0.6203)
= 1 + (0.542) (0.421) (0.385)
= 0.736

Dari hasil perhitungan B2 didapatkan nilai positif maka untuk penggunaan

rumus mencari magnitude L (load reflection coefficient) menggunakan tanda

negatif sehingga persamaan 2.52 menjadi sebagai berikut.


76

2 22 42
=
22
0.736 (0.736) 4(0.35)
=
2(0.35)
0.736 0.542 0.49
=
0.7
0.736 0.228
=
0.7
= 0.726

Dari perhitungan diatas dihasilkan magnitude untuk load reflection

coefficient berada di 0.726, sedangkan untuk besar sudutnya didapatkan dengan

membalikan tanda bilangan pada sudut C2. Sehingga magnitude dan sudut

untuk koefisien refleksi beban berada pada 0.72617.925. Nilai load

reflection coefficient ini kemudian digunakan untuk mencari nilai source

reflection coefficient dengan menggunakan persamaan 2.53 sebagai berikut.

12 21
= 11 +
1 ( 22)
0.02687.288 6.573117.882 0.72917.925
= 0.649 8.067 +
1 (0.72917.925 0.736 5.884)
0.125223.095
= 0.649 8.067 +
1 (0.53711.411)
0.011222.445
= 0.649 8.067 +
1 (0.526 + 0.106)
0.011222.445
= 0.649 8.067 +
0.486 1.933
= 0.649 8.067 + 0.0226224.378
= 0.643 0.091 + (0.016 0.016)
= 0.6369.684
77

Dari perhitungan diatas dihasilkan source reflection coefficient berada

pada 0.63639.684. S dan L ini kemudian digambarkan pada smith chart

yang tergambar pada lampiran 3. Dengan melihat smith chart secara langsung

sehingga nilai impedansi beban (Zout) diketahui sebesar 5.92+J1.95 Ohm,

kemudian nilai ini dinormalisasikan dengan 50 Ohm menjadi Zout=

296.164+j97.638 Ohm. Untuk impedansi sumber (Zin) sebesar 4.24+J1.335

Ohm, kemudian dinormalisasikan dengan 50 Ohm menjadi Zin=212+j66.755

Ohm. Setelah impedansi sumber dan beban diketahui langkah selanjutnya

adalah membuat rangkaian input matching impedance dan output matching

impedance.

a. Input Impedance Matching

Perancangan input impedance matching ini menggunakan rangkaian

tiga komponen dengan konfigurasi T dengan susunan high pass filter

terlihat pada gambar 4.11. Penggunaan konfigurasi ini dikarenakan input

LNA diinginkan bandwidth frekuensi yang sempit dan menghasilkan noise

figure yang kecil. Pada input impedance matching ini dilakukan

penyesuaian impedansi saluran transmisi (Zo) sebesar 50 Ohm dengan ZIN

yang bernilai komplek sebesar 212+j66.755 Ohm. Oleh karena nilai dari

ZIN ini bernilai komplek maka perlu dikonjugasikan terlebih dahulu

menjadi 212+j66.755 Ohm. Kedua nilai ini perlu dinormalisasikan dengan

50 Ohm terlebih dahulu agar mudah untuk penggambaran pada smith


78

chart, sehingga menjadi ZO=1+J0 Ohm dan ZS=4.24+J1.335 Ohm, proses

impedance matching digambarkan pada lampiran 4.

Gambar 4.11 Input Impedance Matching

Dikarenakan input impedance matching menggunakan tiga elemen

mathing maka perlu ditentukan nilai Q terlebih dahulu. Nilai Q ini

berpengaruh terhadap bandwidth frekuensi kerja yang digunakan, semakin

rendah nilai Q maka bandwidth frekuensi semakin lebar. Penulis

menetapkan nilai Q = 2. Nilai Q ini digambarkan pada smith chart.

Cara membuar impedance matching network dengan menggariskan

poin ZIN menuju ke ZO. Pada penambahan nilai seri kapasitor C4

menghasilkan capasitive reactance sebesar JX= 1.99 Ohm sehingga nilai

kapasitor C4 dapat dihitung dengan persamaan 2.56 sebagai berikut.


79

1
4 =

1
=
2 3.14 127.5 106 1.99 50
1
=
79710 106
= 12.54

Pada penambahan nilai paralel induktor L5 mengasilkan inductive

susceptance sebesar JB= 0.483 mhO sehingga nilai kapasitor L5 dapat

dihitung dengan persamaan 2.59 sebagai berikut.


5 =

1
=
2 3.14 127.5 106 0.483
= 129.1

Pada penambahan nilai seri kapasitor C4 mengasilkan capasitive

reactance sebesar JX= 0.449 Ohm sehingga nilai kapasitor C4 dihitung

dengan persamaan 2.56 sebagai berikut.

1
5 =

1
=
2 3.14 127.5 106 0.449 50
1
=
17984.8 106
= 55.6

b. Output Impedance Matching

Perancangan output impedance matching ini menggunakan rangkaian

tiga komponen konfigurasi Pi terlihat pada gambar 4.12 karena untuk


80

keluaran LNA menginginkan bandwidth yang lebar. Konfigurasi Pi ini

dirangkai dengan cara low pass filter yang ditandakan induktor yang

dihubungkan secara seri. Pada output impedance matching ini dilakukan

penyesuaian impedansi konjugasi sumber rangkaian (ZOut) sebesar

296.164+j97.638 Ohm dengan impedansi saluran transmisi rangkaian (ZL)

yang bernilai 50 Ohm. Kedua nilai ini perlu dinormalisasikan dengan 50

Ohm terlebih dahulu agar mudah untuk penggambaran pada smith chart,

sehingga menjadi ZOut=5.92+J1.95 Ohm dan ZS=1+J0 Ohm dan ZOUT

dikonjugasikan menjadi 5.92-J1.95, proses output impedance matching

digambarkan pada lampiran 5.

Gambar 4.12. Output Impedance Matching

Sama halnya dengan input impedance matching, output impedance

matching juga menggunakan tiga elemen matching, sehingga maka perlu

ditentukan nilai Q terlebih dahulu dengan Q sebesar 2. Cara menyesuaikan


81

kedua impedansi ini adalah dengan menggariskan poin ZL menuju ke ZOut

pada smith chart.

Pada penambahan nilai paralel kapasitor C7 mengasilkan capasitive

susceptance sebesar +JB= 1.67 mHO sehingga nilai kapasitor C7 dapat

dihitung dengan persamaan 2.58 sebagai berikut.


7 =

1.67
=
2 3.14 127.5 106 50
= 41.7

Pada penambahan nilai seri induktor L6 mengasilkan inductive

reactance sebesar +JX= 1.74 Ohm sehingga nilai kapasitor L6 dapat

dilakukan perhitungan dengan persamaan 2.57 sebagai berikut.


6 =

1.74 50
=
2 3.14 127.5 106
87
=
801 106
= 108.6

Pada penambahan nilai paralel kapasitor C6 mengasilkan capasitive

susceptance sebesar +JB= 0.79 mhO sehingga nilai kapasitor C6 dapat

dihitung sebagai berikut.


82


6 =

0.79
=
2 3.14 127.5 106 50
= 19.7

Setelah diketahui nilai-nilai komponen impedance matching maka

rancangan single stage LNA tergambar pada gambar 4.13.

Gambar 4.13 Single LNA dengan Input dan Output Impedance Mathcing

c. Optimasi Noise Figure Single Stage LNA

Noise figure pada tingkatan pertama LNA sangat menentukan besar

noise figure rangkaian seluruhnya. Oleh karena itu penulis perlu mencari

S dan L yang menghasilkan noise figure optimum pada setiap frekuensi.

Cara untuk menentukan S dan L dapat dilihat pada datasheet transistor

atau dengan mencari melalalui sebuah percobaan. Perubahan nilai


83

komponen pasif pada rangkaian menyebabkan S dan L ikut berubah.

Cara yang dipilih penulis adalah dengan merubah nilai komponen pasif

kapasitor dan induktor tidak jauh dari nilai yang dihasilkan dari

perhitungan, sehingga rangkaian masih dalam kondisi stabil dan

mempunyai gain yang tinggi. Perubahan nilai komponen pasif tersebut

terlihat pada gambar 4.14.

Gambar 4.14 Optimasi Nilai Noise Figure Single Stage LNA

8. Analisis Simulasi Rancangan Single Stage LNA

Setelah rancangan single stage LNA telah dilengkapi oleh rangkaian

inmpedance matching berarti rancangan single stage LNA telah selesai. Untuk

selanjutnya dilakukan analisis simulasi beberapa parameter penting antara lain

kestabilan, gain, noise figure dan VSWR untuk mengecek apakah sudah

memenuhi syarat untuk melanjutkan perancangan multistage LNA atau belum.


84

a. Analisis Simulasi Kestabilan

Analisis simulasi kestabilan ini dilakukan untuk memastikan rangkaian

single stage LNA berada pada kondisi unconditionally stable. Gambar 4.15

memperlihatkan grafik nilai stability factor dari frekuensi 118 MHz sampai

dengan 137 MHz, dari grafik tersebut nilai K>1 yaitu berada pada nilai

1.029 sampai dengan 1.247 sehingga dilihat dari faktor kestabilan

memenuhi syarat untuk melanjutkan tahap perancangan multistage LNA.

Gambar 4.15 Grafik Stability Factor Single Stage LNA

b. Analisis Simulasi S21 dan S11

Analisis simulasi S21 and S11 dilakukan untuk mengetahui besar gain

dan input return loss dalam satuan decibel yang dihasilkan dari rancangan

single stage LNA. Gambar 4.15 menunjukan grafik S21 berwarna merah

dengan besar gain pada frekuensi 118MHz sebesar 21.287 dB, 127.5 MHz

sebesar 21.122 dB dan pada frekuensi 137 MHz sebesar 20 dB.


85

Untuk grafik input return loss digambarkan dengan warna biru

didapatkan nilai dari S11 pada fekuensi 118MHz sebesar -11.087 dB, 127.5

MHz sebesar -48.872 dB dan pada frekuensi 137 MHz sebesar -14.89 dB.

Dengan melihat nilai S21 dan S11 diatas maka memenuhi syarat untuk

melanjutkan perancangan multistage LNA.

Gambar 4.16 Grafik S21 dan S11 Single Stage LNA

c. Analisis Simulasi Noise Figure

Analisis noise figure ini dilakukan bertujuan untuk memeriksa nilai

noise figure yang dihasilkan pada single stage LNA. Gambar 4.17

menunjukan grafik noise figure minimal (NFmin) dengan noise figure

tingkat kedua (NF(2)). Terlihat pada grafik dengan garis warna merah

merupakan data NFmin. Data NFmin pada frekuensi kerja sebesar 0.981 dB

sampai dengan 0.985 dB. Untuk garis warna biru menggambarkan data

NF(2) dengan nilai noise figure dalam bandwidth antara 1.486 dB sampai
86

dengan 1.622 dB. Oleh karena noise figure didalam bandwidth <2 maka

perancangan ketahap selanjutnya dapat dilakukan.

Gambar 4.17 Grafik Noise Figure Single Stage LNA

d. Analisis Simulasi VSWR

Analisis simulasi VSWR ini dilakukan untuk mengetahui nilai input

VSWR dan output VSWR rangkaian single stage LNA pada frekuensi

tengah yaitu 127.5 MHz. Gambar 4.18 menunjukan nilai VSWR pada

setiap frekuensi dalam bandwidth. Garis warna merah menunjukan grafik

output VSWR dan grafik warna biru menunjukan grafik input VSWR.

Input VSWR single stage LNA pada frekuensi 127.5 MHz sebesar 1.007

dan output VSWR sebesar 1.015. Dilihat dari nilai VSWR tersebut maka

rangkaian dinyatakan matching input dan output sehingga akan

memudahkan perancangan multistage LNA. Dilihat dari nilai VSWR pada


87

frekuensi tengah ini maka tahap perancangan multistage LNA dapat

dilakukan.

Gambar 4.18 Grafik Data VSWR Single Stage LNA

9. Perancangan Multistage LNA

Perancangan single stage LNA telah sesuai dengan syarat untuk

melanjutkan tahap ke perancangan multistage LNA. Pada tahapan ini

dirancang multistage LNA dengan dua tingkat sehingga dilakukan dengan cara

bagian output amplifier pertama digabungkan dengan input amplifier kedua.

Perancangan ini tidak perlu melakukan impedance matching lagi karena

VSWR yang dihasilkan oleh single stage LNA telah matching,

diidentifikasikan dengan nilai input dan output VSWR bernilai satu. Tujuan

perancangan ini untuk mendapatkan gain sesuai dengan spesifikasi yang

diharapkan yaitu >30 dB yang tidak dapat di capai dengan hanya single stage
88

LNA. Gambar 4.19 memperlihatkan rancangan multistage LNA. Untuk

gamabar skematik rangkaian yang lengap dapat melihat pada lampiran 7.

Gambar 4.19 Skematik Diagram Multistage LNA

10. Analisis Simulasi Multistage LNA

Dalam bagian ini akan dibahas analisis simulasi rancangan multistage

LNA yang telah dirancang. Analisis simulasi ini dilakukan pada parameter-

parameter penting guna melihat parameter sudah sesuai spesifikasi multistage

LNA yang telah ditentukan.

a. Analisis Simulasi Kestabilan

Analisis ini dilakukan untuk memastikan rangkaian multistage berada

pada kondisi unconditionally stable. Gambar 4.20 memperlihatkan grafik

nilai stability factor dari frekuensi 118 MHz sampai dengan 137 MHz.

Data didapatkan dengan melakukan perhitungan rollets stability. Grafik

tersebut menunjukan nilai K>1 yaitu berada pada nilai 1.99 sampai dengan
89

2.15. Nilai stability factor multistage LNA lebih tinggi dibandingkan

dengan kestabilan pada rangkaian single stage LNA disebabkan karena

bertambahnya nilai resistansi. Hasil secara kesuluruhan nilai kestabilan

k>1. Dilihat dai data tersebut maka rancangan multistage LNA dengan

frekuensi 118MHz sampai dengan 137 MHz berada pada kondisi

unconditionally stable. Nilai tersebut menandakan rancangan multistage

sesuai dengan spesifikasi rancangan.

Gambar. 4.20 Analisis Simulasi Kestabilan Multistage LNA

b. Analisis Simulasi S21 dan S11

Analisis simulasi gain dan input return loss ini diperlihatkan pada

gambar 4.21. Data diambil dengan melakukan perhitungan menggunakan

s-parameter multistage LNA yang dapat dilihat pada lampiran 6.

Perhitungan S21 dengan menggunakan rumus dB S(2,1)=20 log S21dan

untuk perhitungan S11 menggunakan rumus dB S(1,1)=20 log S11. Nilai


90

S21 multistge LNA didapat pada frekuensi 118 MHz sebesar 43. 282 dB

naik sebesar 21.995 dB dari single stage LNA. Nilai S21 multistage pada

frekuensi tengah 127.5 MHz sebesar 42. 245 dB naik sebesar 21.123 dB

dari single stage LNA. Nilai S21 multistage pada frekuensi 137 MHz

sebesar 40. 168 dB naik sebesar 20.168 dB dari single stage LNA.

Untuk nilai S11 multistage pada frekuensi 118 MHz sebesar -16. 097

dB turun sebesar -1.2 dB dari single stage LNA. Untuk nilai S11 multistage

pada frekuensi 127.5 MHz sebesar -52.47 dB turun sebesar -3.598 dB dari

single stage LNA. Untuk nilai S11 multistage pada frekuensi 137 MHz

sebesar -13.634 dB turun sebesar 1.256 dB dari single stage LNA. Dilihat

data tersebut maka rancangan multistage LNA telah memenuhi spesifikasi

rancangan dengan input return loss <-10dB dan gain >30dB.

(a)
91

(b)
Gambar 4.21 Grafik (a) S21 dan (b)S11 Multistage LNA

c. Analisis Simulasi S12 dan S22

Analisis reverse voltage gain dan output return loss ini diperlihatkan

pada gambar 4.22. Data diambil dengan melakukan perhitungan

menggunakan s-parameter multistage LNA pada lampiran 6. Perhitungan

S12 dengan menggunakan rumus dB S(1,2)=20 log S12dan untuk

perhitungan S22 menggunakan rumus dB S(2,2)=20 log S22.

(a)
92

(b)
Gambar 4.22 Grafik (a) S12 dan (b) S22 Multistage LNA

Nilai S12 multistage pada frekuensi 118 MHz sebesar -55. 313 dB

turun sebesar -27.303 dB dari single stage LNA. Nilai S12 multistage pada

frekuensi tengah 127.5 MHz sebesar -53.823 dB turun sebesar -26.912 dB

dari single stage LNA. Nilai S12 multistage pada frekuensi 137 MHz

sebesar -53. 532 dB naik sebesar -26.682 dB dari single stage LNA.

Untuk nilai S22 multistage pada frekuensi 118 MHz sebesar -13. 455

dB turun sebesar -4.089 dB dari single stage LNA. Untuk nilai S11

multistage pada frekuensi 127.5 MHz sebesar -46.169 dB turun sebesar -

3.598 dB dari single stage LNA. Untuk nilai S22 multistage pada frekuensi

127.5 MHz sebesar -9.405 dB turun sebesar -3.598 dB dari single stage

LNA. Untuk nilai S22 multistage pada frekuensi 137 MHz sebesar -9.405

dB naik sebesar 1.256 dB dari single stage LNA. Dilihat data tersebut

maka rancangan dual stage LNA telah memenuhi spesifikasi rancangan


93

mesikipun S22 pada frekuensi 137 MHz sedikit dibawah spesifikasi dengan

input return loss <-10dB dan reverse voltage gain <-30dB.

d. Analisis Simulasi VSWR

Analisis simulasi Voltage Standing Wave Ratio bertujuan memeriksa

frekuensi tengah dalam kondisi matching. Gambar 4.23 menggambarkan

grafik data simulasi VSWR tiap frekuensi, VSWR ini dihasilkan dengan

menggunakan persamaan 2.22. Dari data tersebut pada frekuensi tengah

dihasilkan input VSWR sebesar 1.005 dan output VSWR sebesar 1.01.

Dari data tersebut dipastikan pada frekuensi tengah 127.5 MHz dari hasil

data tersebut maka rancangan telah matching dan syarat parameter VSWR

terpenuhi.

Gambar 4.23 Grafik VSWR Dual Stage LNA


94

e. Analisis Simulasi Noise Figure

Gambar 4.24 menunjukan grafik data noise figure rancangan

multistage LNA. Data diambil dengan menggunakan perhitungan noise

figure untuk cascade dengan rumus.

2 1
= 1 +
1

Gambar 4.23 Grafik Data Noise Figure Multistage LNA

Dari data grafik didapatkan noise figure minimum terendah sebesar

1.002 dB didapatkan pada frekuensi 137 MHz dan nilai tertinggi sebesar

1.012 dB didapatkan pada frekuensi 118MHz. Untuk noise figure

didapatkan nilai tertinggi sebesar 1.636 dB pada frekuensi 118 MHz dan

nilai terendah sebesar 1.481 dB pada frekuensi 137 MHz. Terdapat

perbedaan nilai noise figure dengan data sheet sekitar 0.2-0.4 dB

dikarenakan pengaruh pemilihan konfigurasi pembiasan DC dan

pemilihan S dan S pada single stage tidak pada titik optimal


95

karena rancangan mementingkan nilai noise figure di dalam bandwidth

bernilai <2dB agar rancangan memenuhi spesifikasi. Dilihat dari data

noise figure tersebut maka dinyatakan parameter noise figure sudah

memenuhi target spesifikasi rancangan.

11. Pabrikasi Rancangan

Rancangan telah memenuhi syarat sesuai dengan spesifikasi yang

ditentukan. Pada tahap ini akan dibahas pabrikasi rancangan dengan komponen

yang ada pada pasaran. Pabrikasi LNA ini menggunakan komponen lumped

sehingga terdiri dari induktor, kapasitor dan resistor.

a. Pemilihan Komponen Elektronika

Dalam memilih komponen perlu diperhatikan beberapa terkait dengan

nilai komponen, keutamaan (feature), aplikasi komponen elektronik tersebut,

ukuran komponen, dan ketersediaan komponen di pasaran dll. Ketika nilai

komponen yang dihasilkan perhitungan tidak terdapat pada pasaran, maka

perlu melakukan pendekatan nilai atau dengan membuat hubungan seri atau

paralel komponen pasif tersebut. Penulis memilih untuk melakukan

penggabungan komponen pasif dengan risiko deviasi yang disebabkan akan

bertambah besar. Nilai komponen pada gambar 4.14 dilakukan pendekatan

nilai dengan perhitungan sebagai berikut.

Kapasitor C2 dan C4 dihubungkan dengan seri sehingga dapat

diserdahanakan menjadi.
96

2 4
2,4 =
2 + 4
69.9 360.9
=
69.9 + 360.9
= 58.6

Nilai kapasitor 58.6pF ini susah didapatkan pada pasaran sehingga penulis

mencari nilai yang mendekati, Untuk mendapatkan pendekatan nilai tersebut

dilakukan hubungan kapasitor secara paralel dengan nilai total kapasitor

58.5pF.

2,4 = +
= 2.5 + 56
= 58.5

Nilai nilai tersebut digunakan pada lampiran 7 pada C2=C11=2.5pF dan

C3=C12=56pF.

Pada gambar 4.14 diperlihatkan nilai L5 bernilai 92.97pF. Untuk

mendapatkan pendekatan nilai tersebut dilakukan hubungan induktor secara

seri dengan nilai total induktor 93nH.

5 = +
92.97 = 82 + 11
92.97 = 93

Nilai nilai tersebut ditunjukan pada lampiran 7 pada induktor

L5=L16=82nH dan L6=L13=11nH.


97

Pada gambar 4.14 menunjukan nilai C5 sebesar 13.9pF digantikan nilai

yang terdapat pada pasaran sebesar 14pF. Nilai ini digunakan pada skematik

lampiran 7 pada kapasitor C4 dan C13.

Pada gambar 4.14 ditunjukan nilai C3 sebesar 536.7pF. Untuk

mendapatkan pendekatan nilai tersebut dilakukan hubungan kapasitor secara

paralel dengan nilai total kapasitor 537pF.

3 = +
536.7 = 510 + 27
536.7 = 537

Nilai-nilai tersebut digunakan pada skematik pada lampiran 7 yaitu

C5=C14=510pF dan C3=C15=27pF.

Pada gambar 4.14 menunjukan nilai C6 sebesar 12.67 pF digantikan nilai

yang terdapat pada pasaran sebesar 13pF.

Pada gambar 4.14 ditunjukan nilai L6 sebesar 117.7nH. Untuk

mendapatkan pendekatan nilai tersebut dilakukan hubungan induktor secara

seri dengan nilai total induktor sebesar 118nH.

5 = +
117.7 = 100 + 18
117.7 = 118

Nilai-nilai tersebut digunakan pada skematik pada lampiran 7 yaitu

L7=L14=100nH dan L8=L15=18nH.


98

Pada gambar 4.14 ditunjukan nilai C7 sebesar 31.9pF. Untuk mendapatkan

pendekatan nilai tersebut dilakukan hubungan kapasitor secara paralel dengan

nilai total kapasitor sebesar 32pF.

3 = +
31.9 = 27 + 5
31.9 = 32

Nilai-nilai tersebut digunakan pada skematik pada lampiran 7 yaitu

C8=C17=27pF dan C9=C18=18pF.

Tabel 4.7 memperlihatkan komponen yang akan digunakan pada saat

fabrikasi, untuk skematik diagram komponen rancangan dapat dilihat pada

lampiran 7.

Tabel 4.7 Data Komponen Pabrikasi

Komp. Nilai Nilai Jmlh. Vendor Tipe Ukuran Tole-


Perhitungan Pabrikasi ransi
Transistor 2SC3583 2SC3583 2 Renesas Low noise 2.8X2.9 mm -
BJT
Resistor 6K3 6K04 2 Multicomp MC01W0805 0805 1%
16K04
560R 560R 2 Muticomp MC01W0805 0805 1%
1560R
240R 240R 2 Muticomp MC01W0805 0805 1%
1240R
1188R 1K2 2 Multicomp MC01W0805 0805 1%
11K2
Induktor 12NH 12NH 8 Coilcraft 0603CS- 0603 5%
12NXJLU
117.7NH 18NH 2 Coilcraft 0603HP- 0603 2%
18NXGLU
100NH 2 Coilcraft 0805CS- 0805 2%
101XGLB
92.97NH 82NH 2 Bourns CI160808- 0808 5%
82NJ
11NH 2 Murata LQW18AN1 0603 2%
1NG00D
Kapasitor 13.9PF 14 PF 2 Murata GRM1555C1 0402 5%
H140JA01D
58.5PF 56PF 2 Yageo CC0603JRN 0603 5%
PO9BN560
2.5PF 2 AVX ML03V12R5 0603 0.1PF
BAT2A
1NF 1NF 2 Yageo CC0603KRX 0603 10%
7R9BB102
536.5PF 27PF 2 Yageo CC0603JRN 0603 5%
PO9BN270
99

510PF 2 Kemet C0402C511J 0402 5%


5GACTU
12.7PF 13PF 2 Kemet C0402C130J 0402 0.25p
5GACTU
31.9PF 27PF 2 Yageo CC0603JRN 0603 5%
PO9BN270
5PF 2 Multicomp MC0603N5R 0603 0.25p
0C500CT
RF Coaxial 50 Ohm 50Ohm 2 TeConnecti 5-1814400-1 - -
SMA Jack vity

DC Socket DC10A DC 10A 1 Cliff FC68148S - -


SMD 2.1 Female Electronic
mm

Seluruh komponen pada tabel 4.7 telah melalui uji RoHS (Restriction of

Hazardous Substances Directive) sehingga komponen terbebas dari bahan-

bahan yang berbahaya bagi manusia. Seluruh komponen pasif merupakan

komponen SMD dengan dimensi kecil, sehingga nantinya rancangan

multistage LNA sangat efektif dalam penggunaan tempat.

b. Pembuatan Printed Circuit Board (PCB)

Pada tahap ini melakukan pembuatan papan PCB untuk memetakan

komponen. Bahan PCB yang dipilih penulis menggunaan jenis FR4 atau epoxy

(fiber) dikarenakan bahan ini lebih kuat dibandingkan dengan bahan lain dan

tidak mudah berjamur. PCB ini memiliki tebal dielektrik 1.6 mm.

Penulis menggunakan bantuan perangkat lunak eagle 6.6 yang berlisensi

gratis untuk membuat layout PCB sehingga mempercepat pembuatan layout

PCB. Perangkat lunak eagle 6.6 dilengkapi fasilitas autoroute dan fasilitas

pengecekan jalur PCB dengan design rule check (DRC) dan electrical rule

check (ERC), sehingga apabila terdapat kesalahan koneksi dapat langsung

diketahui dan diperbaiki. Gambar 4.25 mempelihatkan layout PCB multistage


100

LNA pada sisi atas dan Gambar 4.26 mempelihatkan layout PCB multistage

LNA pada sisi bawah.

Gambar 4.25 Layout PCB Sisi Atas

Gambar 4.26 Layout PCB Sisi Atas

Pada perencanaan pembuatan layout ini, penulis merencanakan PCB

double layer (dua sisi) dengan transmisi grounded coplanar dengan mengisi

jalur yang kosong sebagai ground pada sisi atas dan ditambahkan seluruh sisi

bawah hanya sebagai ground. Tujuan pemberian ground ini untuk mengurangi

noise yang terjadi pada frekuensi tinggi. Lebar jalur hubungan komponen

sebesar 0.4064 mm dan untuk lebar isolasi PCB dengan jalur komponen
101

sebesar 0.8126 mm agar aman dari hubungan singkat. Sisi atas dengan sisi

bawah dihubungkan dengan melalui through hole planting.

Demi kesuksesan dalam proses pencetakan PCB, penulis mengirimkan

hasil layout PCB ke pihak penyedia jasa pencetakan PCB. Penyolderan

komponen dilakukan di Balai Teknik Penerbangan Direktorat Jenderal

Perhubungan Udara. Untuk kesempurnaan proses penyolderan komponen,

ditambahkan solder mask yaitu laipsan tipis epoxy yang melapisi seluruh

permukaan board kecuali pada solder pad komponen dan konektor SMA, serta

konektor DC jack.

Gambar 4.27 Pabrikasi Rancangan Tampak Atas


102

Gambar 4.28 Pabrikasi Rancangan Tampak Bawah

C. Uji Coba Rancangan

Racangan multistage LNA telah dipabrikasi, langkah selanjutnya adalah

melakukan uji coba rancangan dan melakukan pengukuran untuk memastikan

bahwa rancangan multistage LNAdapat beroperasi sesuai dengan rencana

perancangan yang sudah dibuat. Gambar 2.29 menunjukan cara melakukan ujicoba

rancangan.
103

Gambar 4.29 Uji Coba Rancangan

Pengukuran rancangan dibutuhkan alat ukur network analyze, berfungsi untuk

melihat S parameter karena pengukuran reflection coefficient pada saluran transmisi

pada frekuensi tinggi dapat dilakukan. Pada network analyzer tidak terdapat

konektor SMA, sehingga perlu menggunakan BNC to SMA. Port 1 network

analyzer dihubungkan ke input rancangan untuk memberikan stimulus sinyal, dan

port 2 network analyzer dihubungkan dengan output rancangan. Rancangan

diberikan power supply DC eksternal dengan nilai 12 Volt. Pengukuran dilakukan

pada parameter S21, S11, S12, S22, stability factor dan VSWR.

Ketika melakukan pengukuran terdapat beberapa kendala yang mungkin

mempengaruhi hasil pengukuran, antara lain:

1. Kondisi lingkungan yang berubah-ubah misal suhu ruangan pengukuran.

2. Grounding rancangan yang berubah-rubah.

3. Tegangan pada power supply yang tidak stabil.

4. Alat ukur yang tidak terkalibrasi atau tidak stabil.


104

D. Interpretasi Hasil Ujicoba Rancangan

Pada bagian ini disampaikan interpretasi teknis hasil uji coba rancangan, dari

hasil ujicoba dapat dilakukan analisis hasil pengukuran sebagai berikut.

1. Analisis Pengukuran S21 dan S11

Pengukuran dilakukan menggunakan Network Analyzer Merk Rohde &

Schwarz ZVL3 (9 KHz 3 GHz). Pengukuran dilakukan di laboratorium Balai

Teknik Penerbangan, Tangerang. Hasil pengukuran S21 dapat dilihat pada

lampiran 8 dan hasil pengukuran S11 dapat dilihat pada lampiran 9. Hasil

pengukuran S21 dan S11 pada frekuensi tengah 127.5 MHz menunjukan hasil

yang berbeda dengan hasil simulasi yaitu sebesar S21 = 16.875 dB dan S11= -

7.137dB. Dari hasil tersebut menandakan parameter S21 dan S11 tidak mencapai

target yang diinginkan.

2. Analisis Pengukuran S12 dan S22

Pengukuran dilakukan menggunakan Network Analyzer Merk Rohde &

Schwarz ZVL3 (9 KHz 3 GHz). Pengukuran dilakukan di laboratorium Balai

Teknik Penerbangan, Tangerang. Hasil pengukuran S12 dapat dilihat pada

lampiran 10 dan hasil pengukuran S22 dapat dilihat pada lampiran 11. Hasil

pengukuran S12 dan S22 pada frekuensi tengah 127.5 MHz menunjukan hasil

yang berbeda dengan hasil simulasi yaitu sebesar S12 = -47.554 dB dan S22= -

9.712 dB. Dari hasil tersebut menandakan parameter S12 dan S22 mencapai

target yang diinginkan.


105

3. Analisis Pengukuran Kestabilan

Pengukuran dilakukan menggunakan Network Analyzer Merk Rohde &

Schwarz ZVL3 (9 KHz 3 GHz). Hasil pengukuran kestabilan dapat dilihat

pada lampiran 12. Hasil pengukuran kestabilan pada bandwidth menunjukan

nilai stability factor sebesar lebih besar dari 5. Dari hasil tersebut, menandakan

parameter kestabilan mencapai target yang diinginkan.

4. Analisis Pengukuran VSWR

Pengukuran dilakukan menggunakan Network Analyzer Merk Rohde &

Schwarz ZVL3 (9 KHz 3 GHz). Hasil pengukuran input VSWR dapat dilihat

pada lampiran 13 dan untuk output VSWR dapat dilihat pada lampiran 14. Pada

frekuensi tengah diperlihatkan input VSWR adalah 1.020 dan untuk output

VSWR adalah 1.050. Dari hasil tersebut, menandakan parameter VSWR

mencapai target yang diinginkan.

5. Analisis Umum Hasil Pengukuran

Pada pengukuran S21, S11, S12, S22, kestabilan dan VSWR didapatkan

hasil yang berbeda dari hasil perhitungan dan simulasi. Untuk parameter gain

(S21) menjadi perhatian khusus karena tidak mencapai target yang diinginkan.

Penulis telah melakukan trouble shooting dan perbaikan perancangan untuk

meningkatkan target yang diinginkan antara lain

Pengecekan jalur PCB, usaha yang dilakukan adalah memperbaiki

jalur PCB yang tidak terkoneksi dengan sempurna.


106

Pengecekan tegangan pada rangkaian bias, usaha yang dilakukan

adalah mencari power supply dengan tegangan keluaran yang lebih

stabil.

Pengecekan komponen aktif dan pasif, usaha yang dilakukan adalah

mengganti komponen yang dirasa tidak bekerja dengan baik.

Penambahan media grounding, usaha yang dilakukan adalah

menghubungkan grounding rancangan dengan grounding tanah.

Setelah usaha tersebut dilakukan menghasilkan pengukuran yang tidak

jauh berbeda. Menurut penulis hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diluar

kemampuan penulis antara lain pengaruh kondisi lingkungan sekitar

rancangan, karena kurang presisinya hasil pabrikasi, penyolderan komponen

SMD yang kurang baik, dan ketidak homogenan subtract (FR4), nilai toleransi

dan kualitas komponen (factor Q) dari komponen SMD yang digunakan, serta

faktor kemungkinan terjadinya skin effect pada jalur pcb yang membuat nilai

parasitic resistansi, induktansi, dan kapasitansi sehingga akan mempengaruhi

nilai impedance matching pada rangkaian.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Tahap-tahap perancangan multistage LNA telah selesai dilakukan, dari hasil

analisis simulasi, pabrikasi dan pengukuran, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Telah dirancang dan dipabrikasi rancangan mutistage LNA VHF A/G

communication dengan menggunakan komponen Surface Mounting Divice

(SMD). Dari hasil analisis simulasi rancangan multistage LNA VHF A/G

ini dihasilkan nilai-nilai parameter LNA didalam bandwith antara lain

kestabilan =1.966-2.15 dan noise figure= 1.481-1.636dB, gain=40,168dB-

43.28dB, input return loss <-13.63dB, reverse gain=-55.3dB- -53.53dB,

output return loss <-9.4dB pada frekuensi 127.5MHz dihasilkan

S21=42.3dB, S11=-52.3dB, S22=-46.7dB, input VSWR=1.005 dan output

VSWR=1.01. Dari hasil pengukuran pada frekuensi 127.5 didapatkan hasil

S21= 16.875dB S11=-7.157dB, S12=-47.554dB, S22=-9.712, stability

factor=>5 dan VSWR=1.050, perbedaan hasil simulasi dengan hasil

pengukuran dikarenakan faktor lingkungan mempengaruhi nilai komponen.

2. Hasil simulasi rancangan ini memiliki parameter yang bagus dan sesuai

spesifikasi rancangan dengan power consumption DC yang kecil sebesar

107
108

151.2mW, sehingga diharapkan dapat diterapkan pada peralatan VHF A/G

communication.

3. Bertambahnya gain pada LNA diharapkan dapat meningkatkan sensitifitas

peralatan VHF A/G communication, sehingga kinerja peralatan VHF A/G

semakin bagus.

4. Tersedianya skematik rangkaian beserta nilai komponen pada rancangan

multistage ini dapat memudahkan Teknisi Telekomunikasi dan Navigasi

Udara untuk melakukan perawatan peralatan.

B. Saran

Perancangan multistage LNA VHF A/G ini masih banyak kekurangan maka

penulis menyarankan kepada siapa saja yang ingin mengembangkan rancangan

tersebut antara lain:

1. Ketika melakukan perhitungan bilangan komplek disarankan menggunakan

bantuan perangkat lunak sehingga hasilnya akan lebih akurat dan lebih teliti.

Memilih komponen pasif disarankan menggunakan komponen dengan nilai

toleransi yang lebih kecil, Disarankan ketika menyolder rangkaian SMD

dilakukan dengan peralatan khusus penyolderan SMD sehingga hasil

penyolderan lebih rapi dan hasil pengukuran akan mendekati hasil

perhitungan.
109

2. Ketika rancangan akan diterapkan secara langsung kepada peralatan VHF

A/G disarankan melakukan uji coba dan pengukuran beberapa parameter

sistem peralatan secara keseluruhan sehingga spesifikasi masih sesuai

dengan aturan yang diberikan oleh ICAO pada Annex 10 Vol III.

3. Melakukan pengukuran sensifitas radio penerima terlebih dahulu sehingga

mengetahui spesifikasi yang diberikan oleh ICAO pada Annex 10 Vol III

telah terpenuhi.

4. Ketika melakukan pergantian komponen pasif atau aktif dengan nilai yang

berbeda dengan nilai komponen skematik rancangan, perlu memilih nilai

yang mendekati nilai pada skematik, untuk komponen aktif perlu melihat

karakteristik kelistrikan dan fitur komponen tersebut mendekati komponen

skematiknya, sehingga tidak merubah parameter LNA terlalu jauh.


DAFTAR PUSTAKA

A.R Othman, A.B. Ibrahim, M.N Husain, A.H. Hamidon and Jsam Hamidon, Low
Noise Figure of Cascade LNA at 5.8 GHz Using T-Matching Network for
WIMAX Applications, Intenational Jurnal of Inovation, 2012

Clay Laster, The Beginners Handbook of Amateur Radio, USA: McGraw-Hill,


2001

Chris Bowick, RF Circuit Design, Washington: Newnes, 1982

Daverius Maarang, Rancang Bangun LNA untuk ADSB dengan dual stub
matching, Depok: Skripsi UI, 2011

David M. Pozar, Microwave Engineering, 4th Edition, USA: John Wiler & Sons,
2012

Eric Marsan, Stephen Moreschi, Ambarish Roy, and Vivian Tzanakos, Accurate
System Level Design with Low Noise Amplifiers Blackbox Models,
Skyworks Solution, 2013

Guillermo Gonzalez, Microwave Transistor Amplifier Analysis and Design,


New Jersey: Prentice-Hall, 1984

Malvino, Prinsip-Prinsip Elektronika, Alih Bahasa oleh Ir.Alb.Joko Santoso,


Jakarta: Salemba Teknika, 2003

Marcus Edwal, Low-Noise Amplifier Design and Optimation, Lulea: Thesis


Lulea University of Technology, 2008

Michael Steer, Microwave and RF Design, North Carolina: Scitech Publishing,


2010

Mike Golio, RF and Microwave Passive and Active Technologies, New York:
CRC Press, 2008

110
111

Mohammad Abdul Jabbar and Muneeb Mehmood Abbasi, Design and


Performance Analysis of Low Noise Amplifier with Band-Pass Filter for
2.4-2.5 GHz, Norrkoping: Thesis Linkoping University, 2012

Muh Wildan, Co-Design Dual band LNA dan Bandpass Filter Untuk Ground
Check Monitoring pada Radio Navigation Aids, Depok: Tesis UI, 2014

Mujeeb Ahmed, Nosherwan Shoaib and Iftekhar Mahmood, Design, Analysis and
Optimization of multistage LNA at KU-Band. Jurnal of Space Technology,
2011

Naga Sai Shiravan Evana, Design and Self-Calibration Scheme for RF Circuits
Using Mems in 3D Package, Alabama: Thesis Universitas of Alabama, 2011

Ravinder Kumar, Munis Kumar, and Viranjay M. Srivastava, Design and Noise
Optimization of RF Low Noise Amplifier for IEEE Standard 802.11A
WLAN, VLSI design & Communication System (VLSICS) Vol.3 No.2, 2012

Rhyando Anggoro Adi, Rancang Bangun Low Noise Amplifier dan Bandpass
Filter pada Sistem Receiver Payload Komunikasi IiNusat, Depok: Skripsi
UI, 2011

Steve Winder and Joe Carr, Newnes Radio and RF Engineering, 3rd edition,
Oxford: Newnes, 2002

Tim Dias, Practical Consideration for Low Noise Amplifier Design, Freescale
Semiconductor, 2003

, Annex 10 Communication System, Vol III 2nd Edition, ICAO, 2007

, Electronics Ciruits, Michigan: Heathkit, 2002


112

Lampiran 1. Datasheet Transistor 2SC3583


113
114
115
116

Lampiran 2. Stability Circle Single Stage LNA pada Smith Chart


117

Lampiran 3. Input dan Output Reflection Coefficient Single Stage LNA


118

Lampiran 4. Input Impedance Matching Single Stage LNA


119

Lampiran 5. Output Impedance Matching Single Stage LNA


120

Lampiran 6. Scattering Parameter Multistage LNA

FREK. IRL S(1,1) RVG S(1,2) FVG S(2,1) ORL S(2,2)


118.0 MHz 0.174 / -165.6 0.002 / 177.324 145.910 / -115.910 0.212 / 150.298
118.5 MHz 0.157 / -165.5 0.002 / 173.512 145.737 / -120.039 0.192 / 150.761
119.0 MHz 0.141 / -165.045 0.002 / 169.760 145.399 / -124.106 0.174 / 151.612
119.5 MHz 0.126 / -164.163 0.002 / 166.068 144.918 / -128.109 0.157 / 152.846
120.0 MHz 0.114 / -162.927 0.002 / 162.436 144.317 / -132.051 0.143 / 154.441
120.5 MHz 0.102 / -161.381 0.002 / 158.861 143.613 / -135.932 0.129 / 156.353
121.0 MHz 0.092 / -159.590 0.002 / 155.342 142.825 / -139.756 0.117 / 158.518
121.5 MHz 0.083 / -157.638 0.002 / 151.876 141.969 / -143.524 0.107 / 160.852
122.0 MHz 0.075 / -155.623 0.002 / 148.459 141.058 / -147.241 0.098 / 163.259
122.5 MHz 0.068 / -153.649 0.002 / 145.088 140.103 / -150.910 0.089 / 165.636
123.0 MHz 0.061 / -151.816 0.002 / 141.759 139.115 / -154.534 0.081 / 167.886
123.5 MHz 0.055 / -150.212 0.002 / 138.468 138.101 / -158.118 0.074 / 169.923
124.0 MHz 0.049 / -148.914 0.002 / 135.211 137.067 / -161.666 0.067 / 171.675
124.5 MHz 0.043 / -147.991 0.002 / 131.984 136.017 / -165.182 0.059 / 173.083
125.0 MHz 0.037 / -147.517 0.002 / 128.783 134.956 / -168.669 0.051 / 174.091
125.5 MHz 0.030 / -147.603 0.002 / 125.605 133.883 / -172.131 0.043 / 174.624
126.0 MHz 0.024 / -148.487 0.002 / 122.447 132.801 / -175.571 0.035 / 174.534
126.5 MHz 0.016 / -150.870 0.002 / 119.304 131.708 / -178.994 0.025 / 173.425
127.0 MHz 0.009 / -157.998 0.002 / 116.175 130.605 / 177.599 0.015 / 169.717
127.5 MHz 0.002 / 139.205 0.002 / 113.055 129.488 / 174.203 0.005 / 147.236
128.0 MHz 0.008 / 52.103 0.002 / 109.944 128.355 / 170.818 0.008 / 18.583
128.5 MHz 0.017 / 42.904 0.002 / 106.838 127.204 / 167.440 0.020 / 6.451
129.0 MHz 0.027 / 39.123 0.002 / 103.735 126.032 / 164.068 0.034 / 2.894
129.5 MHz 0.037 / 36.568 0.002 / 100.635 124.835 / 160.699 0.048 / 0.802
130.0 MHz 0.047 / 34.413 0.002 / 97.536 123.609 / 157.334 0.063 / -0.856
130.5 MHz 0.058 / 32.398 0.002 / 94.437 122.351 / 153.971 0.079 / -2.371
131.5 MHz 0.080 / 28.421 0.002 / 88.238 119.724 / 147.250 0.113 / -5.350
132.0 MHz 0.092 / 26.392 0.002 / 85.138 118.348 / 143.891 0.132 / -6.880
132.5 MHz 0.103 / 24.320 0.002 / 82.038 116.928 / 140.535 0.151 / -8.453
133.0 MHz 0.115 / 22.200 0.002 / 78.939 115.461 / 137.182 0.170 / -10.070
133.5 MHz 0.127 / 20.034 0.002 / 75.843 113.945 / 133.832 0.190 / -11.731
134.0 MHz 0.139 / 17.825 0.002 / 72.750 112.379 / 130.488 0.211 / -13.433
134.5 MHz 0.151 / 15.574 0.002 / 69.663 110.763 / 127.151 0.231 / -15.171
135.0 MHz 0.163 / 13.288 0.002 / 66.583 109.096 / 123.824 0.253 / -16.941
135.5 MHz 0.175 / 10.970 0.002 / 63.512 107.380 / 120.507 0.274 / -18.739
136.0 MHz 0.186 / 8.624 0.002 / 60.453 105.616 / 117.204 0.295 / -20.559
136.5 MHz 0.197 / 6.256 0.002 / 57.408 103.806 / 113.916 0.317 / -22.397
137.0 MHz 0.208 / 3.870 0.002 / 54.380 101.953 / 110.647 0.339 / -24.247
Lampiran 7. Skematik Diagram Rancangan Multistage LNA

121
Lampiran 8. Hasil Ujicoba Pengukuran S21

122
Lampiran 9. Hasil Ujicoba Pengukuran S11

123
Lampiran 10. Hasil Ujicoba Pengukuran S12

124
Lampiran 11. Hasil Ujicoba Pengukuran S22

125
Lampiran 12. Hasil Ujicoba Pengukuran Stability Factor

126
Lampiran 13. Hasil Ujicoba Pengukuran Input VSWR

127
Lampiran 14. Hasil Ujicoba Pengukuran Output VSWR

128
RIWAYAT HIDUP

Akhmad Teguh Prihandoyo, Lahir di Banyumas pada


tanggal 17 Mei 1989, anak pertama dari dua bersaudara
dari Bapak Doyo Sutripto dan Ibu Siti Khotimah. Telah
menikah dengan Septiana Wulandari.

Lulus pendidikan Sekolah Dasar Negeri Jompo Kulon


pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
tahun 2004 di Sokaraja, dan Sekolah Menengah Atas
Negeri 5 Purwokerto tahun 2007. Pada bulan September tahun 2007 di terima di
Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curug-Tangerang pada Diploma II Program
Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara angkatan 42, selesai pada bulan
Mei tahun 2009. Pendidikan Diploma III Program Studi Teknik Telekomunikasi
dan Navigasi Udara angkatan 30, selessai bulan Desember 2011. Selanjutnya pada
bulan Maret 2014 melanjutkan pendidikan Diploma IV Program Studi Teknik
Telekomunikasi dan Navigasi Udara angkatan 18.

Pada bulan Desember tahun 2009 diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil
Kementerian Perhubungan dan ditugaskan sebagai penanggung jawab Teknisi
Telekomunikasi dan Navigasi Penerbangan di Bandar Udara Sultan Bantilan
Tolitoli Sulawesi Tengah sampai sekarang.

129

You might also like