Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Felmi V. I. de Lima
(2009 83 018)
1
A. PENDAHULUAN
ibu dan anak di Indonesia. Imunisasi tidak hanya melindungi seseorang tetapi juga
dengan herd immunity. Banyak kematian dan kecacatan yang dapat dicegah
dengan imunisasi.
Imunisasi polio merupakan salah satu imunisasi dasar yang diberikan bayi
sebelum berusia 1 tahun. Pada bulan Mei 2012 World Health Assembly (WHA)
kesehatan masyarakat dunia dan perlu disusun suatu strategi menuju eradikasi
polio (Polio Endgame Strategy). Eradikasi polio secara global akan memberi
mencapai tujuan eradikasi tidak akan seberapa dibanding dengan keuntungan yang
akan didapat dalam jangka panjang. Tidak akan ada lagi anak-anak yang menjadi
cacat karena polio sehingga biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi penderita
negara anggota WHO di South East Asia Region (SEAR) pada tanggal 27 Maret
2014. Sementara itu, masih ada negara lain yang belum bebas polio yaitu
Polio, penggantian vaksin trivalent Oral Polio Vaccine (tOPV) ke bivalent Oral
2
Polio Vaccine (bOPV) dan introduksi Inactivated Polio Vaccine (IPV). Pada akhir
tahun 2020 diharapkan penyakit polio telah berhasil dihapus dari seluruh dunia.
berdasarkan laporan dari provinsi, cakupan imunisasi Polio 4 telah melebihi 90%
namun tidak merata di seluruh provinsi. Apabila dibandingkan dengan data Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013, cakupan imunisasi rutin Polio 4 adalah 77%.
Data dari surveilans AFP tahun 2011 sampai 2014 menunjukkan bahwa 20%
kasus non polio AFP tidak mendapatkan imunisasi polio lengkap. Gambaran ini
serupa dengan keadaan pada tahun 2005 pada saat terjadi KLB polio di Indonesia.
Selain itu, berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan oleh WHO tahun 2011
sampai 2014, Indonesia dinyatakan berisiko tinggi terhadap importasi virus polio
untuk melaksanakan kegiatan PIN Polio pada balita (anak usia 0-59 bulan) untuk
memberikan perlindungan yang optimal bagi seluruh anak terhadap virus polio.
Setelah dilaksanakan PIN Polio tiga tahun berturut-turut pada tahun 1995,
1996 dan 1997, virus polio liar asli Indonesia (indigenous) sudah tidak
ditemukanlagi sejak tahun 1996. Namun pada tanggal 13 Maret 2005 ditemukan
Barat.
Kasus polio tersebut berkembang menjadi KLB yang menyerang 305 orang
dalam kurun waktu 2005 sampai awal 2006. KLB ini tersebar di 47
3
Derived Polio Virus (VDPV) dimana 45 kasus di antaranya terjadi di semua
kabupaten di Pulau Madura dan satu kasus terjadi di Probolinggo, Jawa Timur.
Setelah dilakukan Outbreak Response Immunization (ORI), dua kali mop-up, lima
kali PIN, dan dua kali Sub-PIN, KLB dapat ditanggulangi sepenuhnya.
Darussalam. Sejak tahun 2006 hingga sekarang tidak pernah lagi ditemukan kasus
Polio. Tahun 2014 Indonesia telah mendapat sertifikasi bebas polio tingkat
regional SEAR, sementara dunia masih menunggu negara lain yang belum bebas
Berdasarkan hasil pertemuan desk review pada tanggal 20-23 Oktober 2014
direkomendasikan untuk melakukan PIN Polio pada anak usia 0-59 bulan untuk
memberikan perlindungan yang optimal bagi seluruh anak terhadap virus polio.
disebabkan oleh infeksi virus dari famili Picornaviridae dengan genus Enterovirus
kornu anterior medula spinalis, batang otak (dapat pula mengenai mesensefalon,
Virus polio adalah virus RNA tanpa envelope, virus menjadi sangat resisten
terhadap lingkungan asam, detergen, alkohol dan bahan antiseptik lain, hanya mati
4
dengan antiseptik golongan chlorine. Virus polio adalah virus RNA, terdiri dari 3
Selama ini virus hanya dapat hidup pada manusia dan di luar tubuh manusia
hanya dapat bertahan selama beberapa hari, dalam lemari es beberapa minggu,
namun pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun. Virus ini dapat bertahan
lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilometer dari
polio dapat diisolasi dan dibiakkan dalam jaringan dari apusan tenggorokan,
melalui fekal-oral. Masa inkubasi diperkirakan 7-14 hari. Gejala klinik bermacam-
demam ringan dan sakit kepala. Dapat pula ditemukan tanda-tanda rangsangan
di tegakkan kepala akan terjatuh kebelakang (head drops) atau bila anak
berusaha duduk dari sikap tidur maka kedua lututnya ditekuk dengan menunjang
kebelakang dan terlihat kekakuan otot spinal (tripod sign). Hingga kemudian
Mula-mula otot yang terkena terasa nyeri dan spastik, kemudian paralitik.
Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang
terinfeksi virus polio tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka
sendiri sedang terjangkit. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika
5
seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa
minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus sehingga menciptakan bahaya
kontroversial, namun akhirnya terbukti (pada wabah tahun 1931), bahwa cara ini
Imunisasi aktif mulai dicoba, setelah berbagai upaya imunisasi pasif gagal.
OPV) dengan cara melakukan pasasi berulang pada kultur jaringan. Kedua cara
menghasilkan dua macam vaksin yaitu yang pertama adalah IPV dan disusul
dengan OPV. Kedua vaksin terbukti dapat menurunkan angka kelumpuhan dan
angka kesakitan akibat virus polio, namun harus dipilih vaksin mana yang lebih
baik untuk memberantas penyakitnya. Kriteria vaksin tersebut adalah vaksin itu
harus antigenik, proporsi vaksin trivalen harus sesuai dengan virus liar yang ada
Vaksin OPV mengandung vaksin yang masih hidup sehingga bisa hidup dan
berbiak dalam usus. Imunisasi cara ini tidak hanya membentuk antibodi humoral
yang dapat menghambat virus polio menimbulkan infeksi di SSP, namun juga
6
replikasi virus di epitel usus. Virus vaksin dapat bertahan sampai 17 bulan setelah
terus sampai 684 hari. Suntikan IPV bisa menimbulkan antibodi antipolio humoral
yang tinggi, namun karena tidak menimbulkan kekebalan intestinal yang cukup
Data cakupan Imunisasi polio kabupaten dan kota di Provinsi Maluku tahun
7
Gambar 2. Cakupan Imunisasi Polio 4 Per Kab/Kota Provinsi Maluku Bulan
Januari S/D September 2015
polio pada a jaringan embrio, sehingga dapat dibuat vaksin dari virus tersebut
yang ternyata dapat mencegah manifestasi klinik polio bahkan kemudian ternyata
dapat memutus rantai penularan virus polio. Virus ditumbuhkan pada sel kultur
ginjal kera atau continuos cell-line (Vero atau Sel Diploid). Setiap dosis OPV
berisi 3 type virus polio dengan titer tipe 1, tipe 2 dan tipe 3.
1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada tahun 1963, mulai digunakan
trivalen virus polio secara oral (OPV) secara luas. Enhanced potency IPV (eIPV)
yang menggunakan molekul yang lebih besar dan menimbulkan kadar antibody
lebih tinggi mulai digunakan tahun 1988. IPV merupakan vaksin yang cukup
efektif, 2 dosis akan menimbulkan antibodi yang protektif pada sekitar 90%
8
serum. Keuntungan dari IPV adalah virus vaksin telah dinonaktifkan sehingga
tidak bisa replikasi. Vaksin ini aman dalam arti tidak menimbulkan kelumpuhan
akibat imunisasi dan tidak berbahaya bagi penderita defisiensi imun, meskipun
vaksin tersebut tetap dibuat dari virus polio liar. Kerugiannya adalah vaksin ini
harus disuntikkan, relatif mahal dan kurang merangsang timbulnya antibodi IgA
pada 50% resipien, 3 dosis akan meningkatkan kekebalan sampai 95%. Kekebalan
yang terjadi tidak timbul secara bersamaan tetapi bersifat sekuensial. Respon
pertama terutama terhadap virus tipe 1 (paling imunogenik) disusul virus tipe 2
dan terakhir tipe 3. Serokonversi terjadi paling cepat dengan tipe 1, sedang
protektifitas terhadap tipe 3 tercapai setelah 4-5 dosis, bahkan pada penelitian di
vaksin ini adalah mudah diberikan (tanpa alat suntik) dan harganya jauh lebih
murah dibanding IPV. OPV selain dapat mencegah kelumpuhan, juga merangsang
virus liar. Pemberian OPV secara simultan pada suatu daerah akan menaikkan
kadar secretory IgA usus terhadap virus polio dan memutus rantai hidup virus liar.
9
Kelebihan OPV Kekurangan OPV
Harga terjangkau Dapat menyebabkan kelumpuhan pada
Mudah cara pemberiannya penerima vaksin (VAPP)
Dapat mengimunisasi secara alami Virus hidup yang dapat diekskresi lewat feces
kepada anak yang kontak dengan dan menularkan pada anak yang kontak
penerima vaksin. dengan penerima vaksin (kontak VAPP).
Menimbulkan mocosal immunity pada Dapat bermutasi menjadi ganas kembali
intestinum (IgA) dan oropharyng (VDVP)
Memberikan kekebalan humoral Tidak dapat digabung/dikombinasi dengan
seumur hidup. antigen/vaksin lain.
Tidak dapat diberikan kepada anak yang
immunodeficiency/immunocompromise.
Ekskresi virus vaksin lewat feces pada anak
yang sehat dapat berlangsung sampai 4-6
minggu, dan pada anak yang
immunodeficiency bisa sampai 10 tahun.
Pada bulan Mei 2012 World Health Assembly (WHA) menetapkan bahwa
dunia dan menetapkan agar Direktur Jendral WHO menyusun strategi eradikasi
polio yang komprehensif. Dokumen rencana strategis 2013 2018 dan inisiatif
pencapaian eradikasi polio global, telah disetujui oleh Badan Eksekutif WHO
pada Januari 2013. Dalam rencana strategis tersebut dibutuhkan komitmen global
10
1. Maret 2016, akan dilakukan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio,
2. April 2016, penggantian jenis vaksin trivalent oral polio vaccine (tOPV)
imunisasi polio tanpa memandang status imunisasi yang dilakukan berdasarkan hasil
evaluasi program dan kajian epidemiologi. Jika pada pelaksanaan PIN Polio
pemberian Imunisasi Polio pada waktu PIN dicatat sebagai Imunisasi PIN.
Selanjutnya anak tersebut harus tetap melengkapi Imunisasi dasar. Anak-anak yang
sedang dirawat di Rumah Sakit selama masa pelaksanaan PIN Polio agar diberikan
Tujuan dari PIN polio ialah Tercapainya eradikasi polio di dunia pada akhir
tahun 2018. Selain itu pelaksanaan PIN Polio bertujuan untuk memastikan tingkat
imunitas terhadap polio di populasi (herd immunity) cukup tinggi dengan cakupan >
95% juga memberikan perlindungan secara optimal dan merata pada kelompok umur
0-59 bulan terhadap kemungkinan munculnya kasus polio yang disebabkan oleh virus
polio Sabin.
PIN Polio telah dilaksanakan selama satu pekan pada tanggal 8 sd 15 Maret
2016 dengan sasaran semua anak usia 0 s.d 59 bulan. Kegiatan PIN Polio
11
dilaksanakan pada di seluruh provinsi di Indonesia kecuali Daerah Istimewa
Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, dan Rumah Sakit serta pos pelayanan
Pendistribusian vaksin dan logistik ke Puskesmas dapat dilakukan dengan cara diantar
dropper/penetes, dan logistik lainnya dibawa ke pos pelayanan pada hari pelaksanaan
PIN Polio. Vaksin dibawa dengan vaccine carrier yang menggunakan dua sampai
carrier.
12
Gambar 3. Cara penyimpanan vaksin adalam vaccine carrier
1. Vaksin yang akan dipakai dalam kondisi baik (label masih ada, tidak
terendam air, disimpan dalam suhu 2-8o C), belum kadaluarsa dan VVM
satu penetes untuk satu vial vaksin. Tidak diperkenankan membuka vial
3. Sasaran imunisasi polio adalah balita usia 0 59 bulan tanpa melihat status
imunisasi.
1. Vaksin Polio adalah vaksin sensitif panas. Oleh karena itu di Pos pelayanan
13
vaccine carrier yang berisi minimal 2-4 buah cool pack (tergantung pada
3. Vaksin yang sudah dipakai ditempatkan pada spons atau busa penutup
Vaksin yang belum terbuka diberi tanda dan dibawa kembali ke Puskesmas
berikutnya. Vaksin yang sudah dibuka dan masih tersisa di akhir sesi pelayanan
14
1. Infeksi HIV atau kontak HIV serumah. Pasien dengan HIV dapat diberikan
panjang).
3. Balita yang tinggal serumah dengan penderita imunodefisiensi dianjurkan
di rumah sakit) serta bagi balita yang tinggal serumah dengan pasien
polio ditunda sampai berat badan lebih dari 2000 gram atau usia lebih dari 2
1. Malnutrisi
imunisaasi rutin
15
Setiap selesai pelayanan imunisasi, kader mengidentifikasi anak-anak yang
untuk mengetahui kendala dan merencanakan tindak lanjut. Melalui kegiatan ini
diharapkan tidak ada puskesmas yang tidak mencapai target cakupan. Melalui
suatu daerah, dapat diketahui alasan tidak terimunisasinya sasaran dan kisaran
diminta untuk kembali mencari sasaran lain yang mungkin belum terimunisasi.
Anak yang tidak datang dan belum mendapatkan imunisasi harus dikunjungi
(sweeping) dan diberikan imunisasi Polio dalam kurun waktu maksimal 3 hari.
Mengingat pentingnya kegiatan PIN Polio, diperlukan komitmen dan upaya serius
dari pemerintah, pusat maupun daerah, lintas sektor terkait serta tenaga kesehatan
Bebas Polio.
16
Dari laporan final pelaksanaan PIN Polio pada bulan maret di Propinsi
Maluku di ketahui bahwa semua kabupaten kota yang ada telah mencapai target >
Gambar 6. Cakupan PIN Polio Kabupaten / Kota di Provinsi Maluku tahun 2016
Sumber : Data PUSDATIN
Gambar 7. Cakupan PIN Polio Kabupaten / Kota di Provinsi Maluku tahun 2016
Sumber : Data Daerah
17
Penarikan OPV harus dilaksanakan untuk mencegah risiko munculnya kasus
polio yang disebabkan oleh virus polio liar Sabin. Fase pertama dari penarikan
OPV adalah penggantian dari trivalent oral polio vaccine (tOPV) yang
mengandung antigen virus polio tipe 1, 2, dan 3, menjadi bivalent oral polio
vaccine (bOPV) yang hanya mengandung virus polio tipe 1 dan 3. Penggunaan
tOPV memberikan dampak positif yaitu telah berhasil dieradikasinya virus polio
liar tipe 2, dengan kasus terakhir di dunia (virus polio liar tipe 2) ditemukan tahun
1999. Virus polio liar yang masih bersikulasi sampai tahun 2015 adalah virus
Penggantian ini juga didasarkan pada empat dari enam regional WHO telah
cVDPV dan VAPP. Lebih dari 90% kasus cVDPV dan kira-kira 40% kasus VAPP
disebabkan oleh komponen tipe 2 dari tOPV. Komponen tipe 2 tOPV juga
mempengaruhi respon imun terhadap virus polio tipe 1 dan 3. Dengan adanya
risiko komponen tipe 2 dari tOPV, maka tOPV digantikan dengan bOPV untuk
serotipe 1 dan 3 saja yang dapat menghentikan transmisi virus polio liar tipe 1 dan
pada 4 April 2016. Tanggal ini merupakan tanggal dimulainya penggunaan bOPV
Sebelum melakukan penarikan tOPV dan introduksi bOPV pada April 2016 dapat
dilakukan :
18
Mengoptimalkan penggunaan tOPV sebelum pelaksanaan penggantian ke
Vaksin IPV telah memperoleh prekualifikasi dari WHO. Vaksin ini tersedia
dalam kemasan tunggal 1 dosis, 5 dosis dan 10 dosis per vial. Indonesia
menggunakan vaksin 10 dosis. Pada awal introduksi vaksin IPV secara nasional
akan dimulai dengan menggunakan vaksin IPV 10 dosis dan secara bertahap akan
Vaksin IPV sensitive terhadap panas dan beku, harus disimpan dengan baik
Vaksin IPV tidak boleh beku. Uji kocok tidak dapat mendeteksi kerusakan
Vaksin IPV yang sudah dibuka di pelayanan luar gedung harus dibuang
19
Vaksin IPV dapat bertahan (masih tetap poten) selama 24 36 bulan apabila
disimpan dalam lemari es pada suhu 20C 80C dan terlindung dari cahaya.
Semua bayi harus mendapatkan 1 dosis IPV terbaik pada usia 4 bulan,
bersamaan dengan pemberian OPV dan pentavalent (DPT HB Hib). Bayi yang
imunisasi OPV harus mendapatkan IPV dan OPV secara bersamaan terlebih
dahulu selanjutnya dosis OPV dilengkapi. Bayi yang berusia 4 11 bulan yang
terlambat mendapatkan IPV harus tetap diberikan 1 dosis IPV. IPV diberikan
Target cakupan imunisasi IPV tahun 2016 sebesar 35% karena pelaksanaan
IPV baru dilakukan pada bulan Juli 2016. Berikut tabel target cakupan imunisasi
Pemberian IPV dilakukan dengan cara menyuntikan 0,5 ml valsin dari vial
vaksin lain dalam satu syringe. Penyuntikan vaksin IPV secara intramuscular (IM)
pada antero lateral paha kiri. Setelah penyuntikan bayi baiknya diminta menunggu
(KIPI).
imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi
20
IPV adalah vaksin yang aman. Reaksi yang terjadi setelah pemberian IPV
kemasan tunggal pada umumnya adalah reaksi non serius. KIPI yang pernah
dilaporkan antara lain adalah kemerahan pada lokasi suntik (0,5% - 1,5%),
bengkak (3% - 11%) dan sakit/nyeri (14% - 29%). Kejadian demam ringan juga
pernah dilaporkan, namun demam > 400C hanya dilaporkan terjadi pada <0,1%
bayi. IPV aman diberikan pada anak anak dengan imunodefisiensi (misalnya
HIV, imunodefisiensi kongenital atau didapat, penyakit sickle cell) dalam keadaan
Berikut ini adalah yang harus dilaporkan oleh petugas kesehatan sesegera
KIPI serius yaitu kejadian medis yang memerlukan rawat inap, berakibat
imunisasi;
Meskipun KIPI serius yang diakibatkan oleh IPV sangat jarang, namun tetap
harus diwaspadai mengingat KIPI serius dan peliputan oleh media dapat
21
3. Penghentian Penggunaan Seluruh OPV Setelah Semua Kasus Polio Liar
Sudah Berhasil Dieradikasi
Eradikasi virus polio di dunia sudah mendekati fase akhir. Bila transmisi
virus polio liar telah berhasil dihentikan, maka penggunaan OPV yang terus
menerus akan dapat menimbulkan banyak masalah. OPV adalah virus vaksin yang
penggunaan yang lama akan menyebabkan virus yang lemah dapat bermutasi
menjadi ganas yang biasa disebut dengan VDPV (vaccine derived polio virus),
Outbreak yang disebabkan oleh VDVP telah terjadi di beberapa negara termasuk
di Indonesia. Oleh karena itu setelah sertifikasi bebas polio secara global tercapai,
guna, yaitu harus dilakukan pada saat kekebalan populasi cukup tinggi dan
surveilens mempunyai sensitifitas yang tinggi. Salah satu strategi yang dapat
Imunisasi dengan IPV telah banyak dilakukan di negara maju dengan iklim
subtropik dengan hasil yang sangat baik. Namun penggunaan IPV di negara
berkembang dengan iklim tropis masih sangat terbatas dan belum ada informasi
efektifitasnya.
Oleh karena itu sejak tahun 2002, WHO bekerja sama dengan Badan
22
Gajah Mada telah merintis suaru penelitian penggunaan IPV di Propinsi
oral polio vaksin yang bersirkulasi di polulasi sebelum dan sesudah penggunaan
IPV.
Hasil penelitian ini akan menjadi masukan sangat penting bagi program
tropis seperti Indonesia dan negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Selatan.
imunisasi OPV4 yang tinggi dengan hasil isolasi virus polio di lingkungan dan
status antibodi anak terhadap virus polio. Hasil isolasi virus polio dari lingkungan
diakibatkan oleh imunisasi dengan oral polio vaksin. Dengan cakupan imunisasi
yang tinggi (99%) maka akan ditemukan pula sirkulasi virus polio vaksin yang
cukup tinggi juga di masyarakat (65,7%). Demikian juga dengan status antibodi
anak, dengan cakupan imunisasi yang tinggi dan sirkulasi virus polio yang tinggi
maka status antibodi anak terhadap virus polio akan tinggi (100%) karena adanya
re-infeksi secara alami dari virus yang bersirkulasi sehingga infeksi virus tersebut
merupakan booster dari vaksinasi yang sudah didapatkan dari imunisasi. Dengan
demikian status antibodinya juga akan meningkat sesuai dengan booster yang
Sesudah dihentikannya imunisasi OPV dan diganti dengan IPV maka ada
perubahan sirkulasi virus polio di masyarakat. Dari hasil isolasi virus polio di
lingkungan (limbah) maka ternyata hanya 4,8% virus polio yang ditemukan. Ini
23
berarti bahwa sirkulasi virus polio di masyarakat sudah turun cukup bermakna.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa imunisasi polio dengan IPV pada anak-
anak dapat menghambat sirkulasi virus polio di masyarakat. Penelitian ini akan
sirkulasi virus polio di masyarakat menjadi nol. Demikian juga akan di survei
imunisasi IPV dalam menghentikan sirkulasi virus polio. Selanjutnya juga akan
diteliti apakah imunisasi dengan IPV dapat memberikan status antibodi yang
penelitian lanjutan tersebut akan dilakukan pada tahun 2010. Jika ternyata bahwa
tinggi kepada penerima vaksin IPV, maka hasil tersebut akan digunakan sebagai
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Kementrian kesehatan RI. Peunjuk teknis pekan imunisasi nasional (PIN) polio tahun
Jakarta. 2013
5. Ismaedijanto. Eradikasi polio dan permasalahannya. Surabaya. Divisi penyakit
infeksi dan pediatri tropik Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK Unair RSU Dr.
Soetomo. 2014
6. Kementrian kesehatan RI. Peunjuk teknis penggantian trivalent oral polio vaccine
(tOPV) menjadi bivalent oral polio vaccine (bOPV) dan Introduksi Inactivated Polio
XXNomor 4. 2010.
25