You are on page 1of 13

Nama : Siti Nurhalizah

NIM : 150341607130
Tugas : Resume Bioteknologi Kedokteran
Ruang lingkup
Bioteknologi kedokteran memegang peranan penting dalam perkembangan tindakan medis
untuk pengobatan suatu penyakit. Thieman (2004) menjelaskan bahwa umumnya teknik yang
digunakan dalam bioteknologi kedokteran menggunakan pendekatan molekular untuk mendeteksi
penyakit genetik yang berhubungan dengan ketidaknormalan kromosom dan kerusakan gen.
Komponen
Komponen bioteknologi kedokteran dapat berupa bagian-bagian dari organisme yang
digunakan dalam menghasilkan produk atau jasa untuk kepentingan penelitian atau pengembangan
perawatan kesehatan dan obat-obatan, misalnya:
1. Pembuatan antibody monoclonal
Pembuatan antibody monoclonal yang menggunakan komponen dari sel gabungan tipe tunggal
yangmemiliki kekhususan tambahan yang merupakan bagian penting dari system kekebalan tubuh.
Antibodi monoklonal dibuat dengan cara penggabungan atau fusi dua jenis sel yaitu limfosit B
yangmemproduksi antibodi dengan sel kanker (sel mieloma) yang dapat hidup dan membelahterus
menerus. Hasil fusi antara sel limfosit B dengan sel kanker secara in vitro ini disebutdengan
hibridoma. Apabila sel hibridoma dibiakkan dalam kultur sel, sel yang secaragenetik mempunyai sifat
identik akan memproduksi antibodi sesuai dengan antibodi yang diproduksi oleh sel aslinya yaitu sel
limfosit B. Antibodi monoklonal merupakansenyawa yang homogen, sangat spesifik dan dapat
diperoleh dalam jumlah yang besarsehingga sangat menguntungkan jika digunakan sebagai alat
diagnostik untuk mendeteksi bakteri patogen dan virus,serta untuk uji kehamilan (Ahmad, 2014:152).
2. Terapi gen
Terapi gena bertujuan untuk membetulkan kelainan metabolisme karena
bawaan sejak lahir dengan cara menyisipkan gen normal ke organisme penderita.Biasanya tahapan
meliputi; seleksi dan isolasi gen pemeliharaan kultur propagasi.Sel diekstrasi (dikeluarkan) dari
tubuh kemudian ditumbuhkan dalammedium kultur selanjutnya gennya dimanipulasi dikembalikan ke
pasien (penderita)yang jaringannya diambil, komponen yang digunakan misalnya bone marrow atau
sel kulit, karena keduanyadapat dipelihara dalam medium kultur (Nurcahyo, 2011:105).
3. Somatostatin
Diproduksi dari hasil transplantasi gen eukariosit dari hipofisismanusia ke gen E. coli. Hormon
pertumbuhan pada manusia (humangrowth hormone) ini diberikan kepada para penderita dwarfisme
hipofisis dan berfungsi untuk meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan; somatotropin, hormon
yang jugadikloning dari bakteri E Coli, digunakan sebagai hormon pertumbuhan, pengobatan patah
tulang, luka bakar, dan pendarahan di lambung (Smith, 2009).
4. Hormon Insulin
Insulin merupakan protein manusia pertama yang disintesis secara kimia. Secara tradisional,
insulin untuk pengobatan manusia diisolasi dari pancreas sapi atau babi. Kemudian seiring
perkembangan di bidang bioteknologi telah terjadi perbaikan cara produksi insulin melalui rekayasa
genetika. Melalui DNA rekombinan, insulin diproduksi menggunakan sel mikroba yang tidak
pathogen. Produk hormone insulin manusia dapat dihasilkan melalui teknik rekayasa genetika dengan
teknologi plasmid. Hormone ini berfungsi mengubah glukosa dalam darah menjadi glikogen (Sudjadi,
2008).

Contoh Bioteknologi Kedokteran serta Mekanismenya


Penerapan bioteknologi begitu luas dan telah dilakukan selama beratus-ratus tahun mulai dari
taraf sederhana sampai bioteknologi modern. Seiring berkembangnya zaman dan pengetahuan, kini
pemanfaatan bioteknologi tidak hanya sekedar dalam bidang pangan saja, melainkan telah merambah
pada bidang kedokteran yang tentunya disertai dengan penggunaan teknologi lebih canggih dan
menerapkan teknik rekayasa genetika Berikut disajikan beberapa contoh dan mekanisme penerapan
bioteknologi dalam bidang kedokteran.
1. Pembuatan Insulin
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel-sel beta yang membentuk pulau sehingga
disebut pulau langerhans di kelenjar pangkreas. Pada awalnya terbentuk proinsulin yang molekulnya
lebih besar daripada insulin. Proinsulin tersimpan di pankreas hingga dibutuhkan tubuh. Ketika
proinsulin keluar ke peredaran darah, proinsulin diuraikan menjadi 2 bagian: peptida penghubung dan
hormon insulin aktif. Fungis utama hormon insulin adalah menurunkan kadar glukosa di dalam sel.
insulin ke dalam plasmid bakteri. Proses pembuatan insulin dengan teknik DNA recombinan adalah
sebagai berikut..
1. Mengidentifikasi dan mengisolasi gen penghasil insulin dari sel pankreas manusia:
a. Mula-mula mRNA yang telah disalin dari gen penghasil insulin diekstrak dari sel pancreas.
Kemudian enzim transcriptase ditambahkan pada mRNA bersamaan dengan nukleotida
penyusun DNA.
b. Enzim ini menggunakan mRNA sebagai cetekan untuk membentuk DNA berantai tunggal.
c. DNA ini kemudian dilepaskan dari mRNA.
d. Enzim DNA polymirase digunakan untuk melengkapi DNA rantai tunggal menjadi ranati ganda,
disebut DNA komplementer (c- DNA), yang merupakan gen penghasil insulin.
2. Melepaskan salinan gen penghasil insulin tersebut dengan cara memotong kromosom secara khusus
menggunakan enzim retrikasi.
3. Mengekstrak plasmid dari sel bakteri, kemudian membuka plasmid dari sel bakteri dengan
menngunakan enzim retrikasi lain. Sementara itu, di dalam serangkain tabung reaksi atau cawan
petri, gen penghasil insulin manusia dalam bentuk c- DNA disiapkan untuk dipasangkan pada
plasmid yang terbuka tersebut.
4. Memasang gen penghasil insulin kedalam cincin plasmid. Mula-mula ikatan yang terjadi masih
lemah, kemudian enzim DNA ligase memperkuat ikatan ini sehingga dihasilkan molekul DNA
recombinan/plasmid recombinan yang bagus.
5. Memasukkan plasmid recombinan kedalam bakteri E.coli. Di dalam sel bakteri ini plasmid
mengadakan replikasi
6. Mengultur bakteri E.coli yang akan berkembang biak dengan cepat menghasilkkan klon-klon
bakteri yang mengandung plasmid recombinan penghasil insulin. Melalui rekayasa genetika dapat

dihasilkan E.coli yang merupakan penghasil insulin dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang
singkat.
Gambar 2 Langkah-Langkah DNA Rekombinan pada Produksi Insulin
Sumber: www.alandandin.blogspot.com

2. Pembuatan Antibodi Monoklonal


Produksi molekul Antibodi merupakan tanggungjawab dari klone-klone sel limfosit B (sel
plasma) yang masing-masing spesifik terhadap antigen. Menurut teori klonal, adanya interaksi antara
antigen dengan klone limfosit B akan merangsang seltersebut untuk berdiferensiasi dan berproliferasi
sehingga diperoleh sel yangmempunyai ekspresi klonal untuk memproduksi antibodi. Produksi
antibody monoklonal merupakan gabungan penerapan teknik hibridoma dan kloning.
Denganberkembangnya teknologi dan pengetahuan tentang molekul Ig, maka kini dikenalteknik
hibridoma untuk tujuan menghasilkan antibodi monoklonal dalam jumlahbanyak dan tidak terbatas
oleh waktu dengan cara kloning. Teknik hibridoma adalahsuatu teknik dengan cara menggabungkan
dua macam sel eukariot dengan tujuanmendapatkan sel hibrid yang memiliki kemampuan kedua sel
induknya. Padahakekatnya produksi antibodi monoklonal tetap mengikuti prinsip teori seleksi
klonal(Artama, 1990: 165). Pada dunia kesehatan, antibodi monoklonal ini dapat digunakan untuk
diagnosis kehamilan, uji golongan darah ABO, dan uji serum (AIDS, Hepatitis). Prosedur produksi
antibodi monoclonal sebagai berikut.
1. Antigen yang telah dimurnikan disuntikkan ke hewan percobaan mencit (mice) untuk mendapatkan
sel limfosit B yang spesifik.
2. Limpa (spleen) dikeluarkan dari tikus setelah lebih dulu dimatikan dan dikerjakaan secara aseptis.
3. Sel limfosit B sebagai penghasil Ab tersebut kemudian diisolasi dari limpa (spleen) dipisahkan dari
eritrosit dan cairan limpa dengan cara sentrifus (gradient centrfuge).
4. Sel penghasil Ab tersebut kemudian diisolasi dan selanjutnya dikawinkan dengan sel myeloma (sel
kanker) dalam media PEG (polyethilene glycol) atau dapat juga dengan virus Sendai.
5. Sel hibrid yang diperoleh kemudian diseleksi dalam medium HAT (hypoxanthine aminopterin
thimidin), oleh karena tidak semua sel hibrid yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan yakni
sel limfosit B dengan sel myeloma, akan tetapi dapat terjadi hibrid antara sel limfosit B dengan sel
limfosit B, atau sel myeloma dengan sel myeloma.
6. Sel hibrid yang terseleksi kemudian diuji untuk mengetahui kemampuan menghasilkan Ab yang
diharapkan, jika hasilnya pasti maka sel tersebut dikultur (cloning) kemudian dipropagasi pada
kultur jaringan (bioreaktor) atau disuntikkan ke tikus (in vivo) untuk produksi MAb atau dapat pula
dibekukan untuk koleksi.
7. Sel hibrid yang terseleksi kemudian diuji (assay) untuk mengetahui kemampuan menghasilkan Ab
yang diharapkan denngan menggunakan kultur sel dan diuji antibodi.
8. Jika hasilnya pasti, maka sel tersebut kemudian dipropagasi dengan menggunakan kultur jaringan
dalam skala besar (bioreaktor) untuk mendapatkan sel turunan yang sama persis dengan induknya
(cloning), atau disuntikkan ke tikus (in vivo) untuk produksi MAB, atau dapat pula dibekukan untuk
koleksi (stock cell culture).

Gambar 3 Skema tahapan kegiatan produksi antibodi monoklonal dari imunisasi sampai
mendapatkan klon hibridoma
Sumber: (Machmud et al., 2004)

3. Produk Vaksin
Selain digunakan untuk memproduksi hormon maupun enzim, teknologi DNA rekombinan juga
digunakan untuk membuat vaksin. Pada aplikasi ini, secara garis besar beberapa mikroorganisme
digunakan untuk menghambat kemampuan mikroorganisme patogen (penyebab penyakit). Mikrobia
menjadi suatu bibit penyakit dalam tubuh apabila mikrobia tersebut menghasilkan senyawa toksik bagi
tubuh manusia. Selain itu, bagian-bagian tubuh mikrobia seperti flagel dan membran sel juga
dapat menimbulkan penyakit. Hal ini karena bagian-bagian tersebut kemungkinan terdiri dari protein
asing bagi tubuh. Senyawa dan protein asing ini disebut antigen.
Gen yang mengkode senyawa penyebab penyakit (antigen) diisolasi dari mikrobia yang
bersangkutan. Kemudian gen ini disisipkan pada plasmid mikrobia yang sama, tetapi telah dilemahkan
(tidak berbahaya). Mikrobia ini menjadi tidak berbahaya karena telah dihilangkan bagian yang
menimbulkan penyakit, misal lapisan lendirnya. Mikrobia yang telah disisipi gen ini akan membentuk
antigen murni. Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat
senyawa khas yang disebut antibodi.

Gambar 4 Vaksinasi dari virus Herpes


Sumber: www.berbagiilmuproduk-produkbioteknologi.com
4. Terapi Gen

Thieman (2004) menjelaskan bahwa terapi gen merupakan pengiriman gen terapeutik ke dalam
tubuh manusia yang bertujuan untuk pengobatan suatu penyakit yang disebabkan oleh satu atau
banyak gen yang mengalami kerusakan. Dewasa ini cara untuk melakukan penggantian gen rusak
dapat dilakukan dengan memanfaatkan agen virus yang telah dilemahkan, senyawa kimia organik, atau
dengan cara penyuntikkan. Penggunaan virus sebagai agen pembawa gen disebut metode viral. Metode
ini memiliki keuntungan efektivitas yang tinggi. Metode ini dapat memanfaatkan sifat serangan virus
pada jaringan tertentu yang khas.
Beberapa jenis virus yang digunakan untuk terapi gen :
1. Retrovirus
Golongan virus yang dapat membuat rantai ganda DNA dari genomnya dan disatukan dengan
kromosom sel inangnya mis: HIV (human defisiensi virus). Dan jenis virus ini juga penyerang sel-sel
yang membelah cepat, mungkin cocok sebagai agen pembawa gen terapeutik untuk penyakit tumor.
2. Adenovirus
Golongan virus dengan rantai DNA gandanya dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan,
saluran pencenaan dan menimbulkan kematian. Dan jenis virus ini juga penyerang sel dinding paru-
paru mungkin cocok untuk mengirim duplikat gen cystic fibrosis yang dibutuhkan dalam sistem
pernapasan. Misal : virus influenza
3. Adeno-assosiated virus.
Virusnya kecil mempunyai single strandid DNA dan dapat memasukan material genetik di tempat
spesifik pada kromosom 19.
4. Herpes simpleks
Golongan virus dengan rantai ganda DNA yang menginfeksi sebagian dari sel seperti sel neuron.
Keuntungan penggunaan virus dalam terapi gen ialah dapat diandalkan dari segi efektivitas dan
kelemahannya ialah pembiakkanya dalam skala besar memiliki potensi bahaya yang serius
berhubungan dengan kemampuan mutagenik dan karakteristik dari virus yang sulit diramalkan. Sistem
kekebalan tubuh manusia terhadap virus juga mampu mengganggu proses terapi.
Secara garis besar ada dua macam cara yang biasa digunakan untuk memasukkan gen baru ke
dalam sel.
1. Terapi Gen Ex Vivo
Sel dari sejumlah organ atau jaringan (seperti kulit, system hemopoietik, hati ) atau jaringan tumor
dapat diambil dari pasien dan kemudian dibiakkan dalam laboratorium. Selama pembiakkan, sel itu
dimasuki suatu gen tertentu untuk terapi penyakit itu. Kemudian diikuti dengan reinfusi atau
reimplementasi dari sel tertransduksi itu ke pasien. Penggunaan sel penderita untuk diperlakukan
adalah untuk meyakinkan tidak ada respon imun yang merugikan setelah infuse atau transplantasi.
Terapi gen ex vivo saat ini banyak digunakan pada uji klinis, kebanyakan menggunakan vector
retrovirus untuk memasukkan suatu gen ke dalam sel penerima.
2. Terapi Gen In Vivo
Organ seperti paru paru, otak, jantung tidak cocok untuk terapi gen ex vivo, sebab pembiakan sel
target dan retransplantasi tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu terapi gen somatic, dilakukan
dengan pemindahan gen in vivo. Dengan kata lain dengan memberikan gen tertentu baik secara lokal
maupun sistemik. Penggunaan vector retrovirus memerlukan kondisi sel target yang sedang membelah
supaya dapat terinfeksi. Akan tetapi, banyak jaringan yang merupakan target terapi gen, sebagian besar
selnya dalam keadaan tidak membelah. Akibatnya, sejumlah strategi diperlukan baik penggunaan
system vector virus maupun non-virus untuk menghantarkan gen terapetik ke sel target yang sangat
bervariasi seperti kulit, otot, usus, liver dan sel darah. Sistem penghantar gen in vivo yang ideal adalah
efisiensi tinggi masuknya gen terapetik dalam sel target. Gen itu dapat masuk ke inti sel dengan sedikit
mungkin terdegradasi, dan gen itu tetap terekspresi walaupun ada perubahan kondisi
Gambar. Terapi Gen In Vivo dan Terapi Gen Ex Vivo
Sumber: (http://biologi-news.blogspot.co.id/2012/01/jenis-jenis-terapi-gen-gene-therapy.html )
Terapi gen dapat dilakukan pada gen sel somatic maupun embrional, berikut penjelasannya.
1. Terapi gen pada sel somatic
Terapi gena pada sel somatis (somatic gene therapy) yaitu usaha mereparasi gen karena cacat
bawaan dengan cara menyisipkan gene normal ke organismependerita, sebagai contoh kelainan
metabolisme. Langkah-langkah terapi genasebagai berikut: sel sumsum tulang (bone marrow) atau
sel kulit diekstrasi(dikeluarkan) dari tubuh pasien kemudian dipelihara dalam medium kultur
untukperbanyakan. Kemudian disisipkan gen normal ke dalam DNA sel tadi denganrekayasa gena
ini diharapkan dapat menyebabkan perubahan genotipe sel yangsemula cacat. Transgenesis untuk
mengembalikan rDNA tubuh pasien yangmenderita cacat bawaan. Terapi gene sel somatik dari
sudut pandang sosial masihmenimbulkan masalah pro dan kontra. Masih dipertimbangkan dengan
alasankarena risiko dan keamanan.
2. Terapi Gena pada sel embrional
Terapi gena pada sel (Germ line gene therapy) yaitu usaha mereparasi genakarena cacat bawaan,
sebagai contoh kelainan metabolisme. Langkah-langkahterapi gena sebagai berikut: misalnya
sumsum tulang (bone marrow) atau selkulit diambil kemudian keduanya dipelihara dalam medium
kultur vektor kedalam sel hospes dengan menggunakan metode mikroinjeksi DNA ke sel
telurterbuahi diikuti dengan implantasi sel telur termanipulasi ke induk titipan yangtelah
dipersiapkan. Pada tikus dengan induksi dapat diperoleh 40 buah ova,namun sel telur yang dapat
dibuahi sekitar 20 buah. 2 pl buffer yang mengandungklon plasmid DNA diinjeksikan ke salah
satu dari pronukleus sel telur terbuahi.Ada 2 buah pronukleus dari jantan dan betina, pronukleus
jantan lebih besarsehingga dipilih untuk diinjeksi. Pronuklei mengalami fusi
kemudianterbentuklah zygote diploid. Embryo ditumbuhkan pada medium in vitro,
sampaipembelahan sel tertentu. Kemudian diimplantasikan ke induk titipan. Antara 3 10 %
hewan yang berkembang mengandung kopi dari DNA eksogen yangbersatu dengan kromosomnya
5. Stem Cells
Stem cells adalah sel tubuh (baik hewan atau manusia) yang belum terbentuk menjadi sel tubuh
tertentu dan bisa berkembang menjadi berbagai bentuk sel tubuh tertentu. Stem cells merupakan sel
yang sangat unik karena dengan kemampuan berdeferensiasi menjadi sel-sel baru atau sel tubuh yang
lain. Stem cell bertugas memperbaiki kelainan dalam tubuh dan secara teoritis stem cell dan
melengkapi sel-sel dalam tubuh selama manusia atau hewan tersebut masih hidup. Apabila stem cell
telah berdeferensiasi maka setiap sel baru memiliki potensi untuk tetap menjadi stem cell atau menjadi
sel-sel yang berbeda dengan fungsi yang lebih khusus, seperti sel otot, sel darah merah, sel otak, sel
hati, sel ginjal dan lain-lain.
Stem cell memiliki 2 sifat, yaitu.
1. Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Dalam hal ini stem cell mampu
berkembang menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel
pankreas, dan lain-lain.
2. Kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri (self-regenerate/self-renew).
Dalam hal ini stem cell dapat membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya melalui
pembelahan sel.
Berdasarkan kemampuan berdiferensiasi, stem cell dibagi menjadi.
1. Totipotent. Dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel misalnya adalah zigot (telur yang telah
dibuahi).
2. Pluripotent. Dapat berdiferensiasi menjadi 3 lapisan germinal: ektoderm, mesoderm, dan endoderm,
tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Misalnya adalah
embryonic stem cells
3. Multipotent. Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel, misalnya ialah hematopoietic stem
cells.
4. Unipotent. Hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel yang dapat memperbaharui atau meregenerasi diri
(self-regenerate/self-renew.
Thieman (2004) menjelaskan bahwa perkembangan embrio manusia yang diawali oleh adanya
fertilisasi sel sperma dan sel telur yang kemudian apabila dibuahi akan menjadi zigot. Zigot
mengalami pembelahan dengan cepat dan membentuk morula, blastocyst, dan kemudian trophoblast.
Trophoblast akan berkembang membentuk bagian dari plasenta yang menjaga perkembangan embrio.
Penerapan stem cells menggunakan sebagian kecil sekitar 30 sel dalam blastocyst yang membentuk
suatu struktur yang dikenal Inner cell mass yang merupakan sumber stem cells embrionik pada
manusia (ES). Selama perkembangan embrio, stem cells dalam sel inner mass memiliki kemampuan
untuk mengalami diferensiasi membentuk fungsi-fungsi khusus. Diferensiasi pada sel bergantung pada
sinyal kimiawi seperti faktor pertumbuhan dan hormon. Pada kondisi yang cocok ES telah
berdeferensiasi yang meliputi sel kulit, sel otak, kartilago, osteoblas, sel-sel hati, sel-sel hati, dinding
pembuluh darah, dan sel otot.
Selain stem cells embrionik, para ilmuwan juga telah menemukan Adult-Derived Stem Cells
(ASCs) dimana sel-sel terdapat dalam jaringan dewasa dan dikultur kemudian mampu berdiferensiasi
menghasilkan tipe sel yang lainnya. ASCs nampak dalam jumlah yang terbatas, dan walaupun telah
dilakukan isolasi otak, usus, kulit, otot, dan darah, tetapi belum ditemukan pada semua jaringan
dewasa. Isolasi ASCs tidak perlu merusak embrio dan dapat diperoleh dengan memasukkan jarum ke
dalam jaringan otot dan tulang, serta mengisolasi dari mayat yang mampu berdeferensiasi menjasi sel-
sel khusus.
Berdasarkan sumbernya, stem cell dibagi menjadi:
1. Zygote. Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu dengan sel telur.
2. Embryonic stem cell. Diambil dari inner cell mass dari suatu blastocyst (embrio yang terdiri
dari 50 150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan). Embryonic stem cell biasanya
didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF (in vitro fertilization). Tapi saat ini
telah dikembangkan teknik pengambilan embryonic stem cell yang tidak membahayakan
embrio tersebut, sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh. Untuk masa depan hal ini mungkin
dapat mengurangi kontroversi etis terhadap embryonic stem cell.
3. Fetus. Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi.
4. Stem cell darah tali pusat. Diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah bayi lahir.
Stem cell dari darah tali pusat merupakan jenis hematopoietic stem cell, dan ada yang
menggolongkan jenis stem cell ini ke dalam adult stem cell.
5. Adult stem cell. Diambil dari jaringan dewasa, antara lain dari: Sumsum tulang.
Terdapat 3 golongan penyakit yang dapat diatasi dengan menggunakan stem cell, yaitu.
1. Penyakit autoimun.
Misalnya pada lupus, artritis rheumatoid dan diabetes tipe 1. Setelah diinduksi oleh growth
factor agar hematopoietic stem cell banyak dilepaskan dari sumsum tulang ke darah tepi,
hematopoietic stem cell dikeluarkan dari dalam tubuh untuk dimurnikan dari sel imun matur. Lalu
tubuh diberi agen sitotoksik atau terapi radiasi untuk membunuh sel-sel imun matur yang tidak
mengenal self antigen (dianggap sebagai foreign antigen). Setelah itu hematopoietic stem cell
dimasukkan kembali ke tubuh, bersirkulasi dan bermigrasi ke sumsum tulang untuk berdiferensiasi
menjadi sel imun matur sehingga system imun tubuh kembali seperti semula.
2. Penyakit degeneratif.
Pada penyakit degeneratif seperti stroke, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, terdapat
beberapa kerusakan atau kematian sel-sel tertentu sehingga bermanifestasi klinis sebagai suatu
penyakit. Pada keadaan ini stem cell setelah dimanipulasi dapat ditransplantasi ke dalam tubuh pasien
agar stem cell tersebut dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel organ tertentu yang menggantikan sel-sel
yang telah rusak atau mati akibat penyakit degeneratif.
3. Penyakit keganasan
Prinsip terapi stem cell pada keganasan sama dengan penyakit autoimun. Hematopoietic stem
cell yang diperoleh baik dari sumsum tulang atau darah tali pusat telah lama dipakai dalam terapi
leukemia dan penyakit darah lainnya.
Thieman (2004) menjelaskan bahwa stem cells kemungkinan bisa digunakan untuk mengganti sel yang
mengalami kerusakan, misalnya penyakit jantung. Para peneliti New York Medical College and
National Human Genom Research Institute telah berhasil menyuntikkan stem cells dewasa dari
sumsum tulang tikus ke dalam daerah yang rusak dari jantung tikus. Stem cells tersebut selanjutnya
dapat berkembang menjadi sel-sel otot, dan meningkatkan fungsi jantung. Stem cells dewasa telah
diisolasi dari otak dan digunakan untuk memproduksi neuron dalam kultur, dan para ilmuwan telah
siap mendemontrasikan bahwa sel ES mampu berdiferensiasi menjadi neuron-neuron untuk
memperbaiki fungsi sarah (Gambar 9). Penerapan stem cells dapat dilakukan dengan bantuan kloning
diantaranya ialah kloning reproduksi dan terapeutik (Gambar 10). Pada kloning terapeutik, kromosom-
kromosom dari sel pasien yang disuntikkan ke dalam sebuah telur tanpa inti, dirangsang untuk
membelah, selanjutnya akan menghasilkan embrio.

Gambar 9. Perbaikan Kerusakan Hati dengan stem cells dewasa tikus untuk
dimana mampu membersihkan area kerusakan hati pada tikus yang
diakibatkan oleh penyakit jantung (Sumber: Thieman, 2004).
Terdapat beberapa alasan mengapa stem cell merupakan calon yang bagus dalam cell-based
therapy, yaitu.
1. Stem cell tersebut dapat diperoleh dari pasien itu sendiri. Artinya transplantasi dapat bersifat
autolog sehingga menghindari potensi rejeksi. Berbeda dengan transplantasi organ yang
membutuhkan organ donor yang sesuai (match), transplantasi stem cell dapat dilakukan tanpa
organ donor yang sesuai.
2. Mempunyai kapasitas proliferasi yang besar sehingga dapat diperoleh sel dalam jumlah besar
dari sumber yang terbatas. Misalnya pada luka bakar luas, jaringan kulit yang tersisa tidak
cukup untuk menutupi lesi luka bakar yang luas. Dalam hal ini terapi stem cell sangat berguna.
3. Mudah dimanipulasi untuk mengganti gen yang sudah tidak berfungsi lagi melalui metode
transfer gen. Hal ini telah dijelaskan dalam penjelasan mengenai terapi gen di atas.
4. Dapat bermigrasi ke jaringan target dan dapat berintegrasi ke dalam jaringan dan berinteraksi
dengan jaringan sekitarnya.
DAFTAR RUJUKAN

Ahmad, Ahyar. 2014. Bioteknologi Dasar. Makassar: LKPP Unhas.

Artama, W.T. (1990). Teknik Hibridoma untuk Porduksi Antibodi Monoklonal.Makalah Kursus
Immuno-bioteknologi. Yogyakarta: PAU UGM.

Betteng, R., Pangemanan, D., & Mayulu, N. 2014. Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya
Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif Ii Puskesmas Wawonasa. Jurnal e-
Biomedik, 2(2): 400-410.

Machmud, M., Harjosudarmo, Jumanto, Manzila, Ifa, & Suryadi, Yadi. 2004. Pengembangan Teknik
Produksi dan Aplikasi Antibodi Monoklonal Ralstonia solanacerum. Kumpulan Makalah
Seminar Hasil Penelitian BB-Biogen Tahun 2004.

Madigan, M.T., Martinko, J.M., Dunlap, P.V. and Clark, D.P. 2009. (published February, 2008) Brock
Biology of Microorganisms, 12th edition, Pearson Benjamin-Cummings, San Francisco

Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Fakultas MIPA


Universitas Negeri Yogyakarta.

Smith, J. E. 2009. Biotechnology Fifth Edition. New York:Cambridge University


Press.

Sudjadi. 2008. Bioteknologi kesehatan. Yogyakarta: Kanisius

Thieman, W.J, Palladino, M.A. 2004. Introduction to Biotechnology. San


Fransisco: Pearson Benjamin Cummings

16

You might also like