You are on page 1of 19
BAB IL TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1, Sumber pembiayaan rumah sakit. Sistem pembiayaan merupakan suatu hubungan antara berbagai pihak yang terlibat di dalam sektor kesehatan (khususnya rumah sakit ) atas dasar prinsip ekonomi dan sosial. Menurut William O. Cleverly dalam tulisannya tentang Financial Enviroment of Health Care Organization, yang dikutip oleh Zulfendri (1999), yaitu mengenai sumber dan pengalokasian pembiayaan kesehatan di Indonesia dapat digambarkan melalui diagram sebagai berikut : Supplier —, Penyelenggaraan | | Commu Resourcees | Unit Pelayanan Kes | Financial nity +— < Peralatan Kes Unit Pelayanan Pasien, Obat-obatan Kesehatan: - Self pay Konsultan Kes - Pemerintah - Asuransi Ketenagaan - Swasta - Dana Sehat Peminjam Dana Non Pasien - Word bank. - Subsidi - ADB - Grants - USAID - Dukungan pajak Untuk menunjang penyelenggaraan pelayanan kesehatan maka unit pelayanan mendapat masukan dari suppliers berupa resources yakni peralatan kesehatan. Sementara obat-obatan, ketenagaan mendapat pinjaman dari donatur lain, misalnya World bank, ADB, USAID dan sebagainya. Dengan adanya masukan berupa sumber daya dan dana tersebut, maka unit pelayanan kesehatan (milik pemerintah, swasta) dapat melakukan kegiatan pelayanan dalam hal pemenuhan jasa pelayanan kepada masyarakat umum. Adapun masyarakat akan membayar jasa pelayanan kesehatan tersebut, yang mana sistem pembayaran dapat membayar sendiri atau asuransi. Secara garis besar di dalam sistem pembiayaaan terdapat berbagai sumber, sebagai berikut : 2.1.1. Pemerintah Pusat, yang dikelola/terkait oleh Departemen Kesehatan adalah dari: a. Anggaran Pembangunan Sektoral (DIP) b. Anggaran Rutin (DIK) 2.1.2. Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan (INPRES) a. Subsidi Bantuan Biaya Operasional (SBBO) rumah sakit. b. Pemerintah Daerah Tingkat - 1/Propinsi. Bersasal dari; 2.1.3. Anggaran Pembangunan Daerah TK - I (DIPDA Tk.I.) a. Anggaran rutin daerah tingkat - I (DIKDA Tingkat 1). 2.1.4. Anggaran Pembangunan Daerah Tingkat II (DIPDA Tk I!) a. Anggaran rutin daerah tingkat II (DIKDA Tingkat - I). Khusus BUMN Departemen Kesehatan (Kimia Farmasi, Indo Farma), pembiayaan produksi obat. Sedangkan bantuan luar negeri, antara lain berasal dari WHO, UNICEF serta pinjaman luar negeri dan lain sebagainya. Pembiayaan kesehatan oleh masyarakat/swasta dapat dirincikan sebagai berikut : 1. Pengeluaran rumah tangga untuk pembiayaan kesehatan (Out of pocket atau Direct paymenf), biaya ini digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan atau operasional rumah sakit. 2. Pembiayaan oleh perusahaan swasta dan BUMN non DEPKES untuk membiayai para karyawannya, biaya digunakan untuk membiayai pelayanan atau operasional rumah sakit. 3. Pembiayaan melalui asuransi kesehatan, yaitu PT Askes, Asabri dan Jasa Raharja. Telah diuraikan di atas bahwa proporsi sumber dana pembiayaan kesehatan, khususnya pembiayaan obat dan bahan habis pakai. Menurut Aman Nasution dalam suatu orasi ilmiah pada HUT FKM USU ke-7 tahun 2000, menyebutkan bahwa pembiayaan obat yang dilakukan oleh Pemerintah hanya sekitar 30%, sedangkan sebahagian besar atau sekitar 70% pengeluaran untuk obat yang di biayai masyarakat secara mandiri. 2.2. Pengertian Efisiensi. Secara umum efisiensi adalah untuk mempertanyakan apakah biaya yang dikeluarkan untuk suatu jenis pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah lebih tinggi dari pada yang seharusnya, karena biaya untuk memproduksi pelayanan tersebut tidak ditekan seminimal mungkin atau mengurangi mutu pelayanan. Bank Dunia membagi efisiensi kedalam dua jenis yaitu : 2.2.1. Efisiensi Alokasi : Berkaitan dengan alokasi sumber daya (Dana), untuk menghasilkan luaran yang memberikan nilai yang tertinggi dari penggunaannya. contohnya; a. kurangnya pembiayaan untuk pelayanan kesehatan b. kurang tepatnya alokasi sumber daya antara pelayanan kesehatan dasar dan tersier. Jenis ini lebih banyak berkaitan dengan ekonomi makro dan kebijakan. 2.2.2. Efisiensi Internal. Berkaitan dengan upaya untuk menghindari pemborosan dalam proses produksi yang dapat disebabkan oleh antara lain sumber daya administratif atau manajerial yang tidak memadai. Contoh; a. Berlebihan dalam pembuatan keputusan finansial, sehingga rumah sakit tidak dapat mengatur kompisisi yang optimal dari berbagai faktor input yang pembiayaan yang tidak memadai untuk 10 berbagai input komplementer tertentu seperti, obat, trasportasi operasional dan bahan bakar. Efisiensi jenis ini lebih banyak berkaitan dengan ekonomi mikro dan administrasi. Kemudian Newbrander (1992) yang dikutip Ali Al katiri dalam bukunya Rumah Sakit Proaktif Pemikiran Awal (1997) menyebut efisiensi internal dengan istilah efisiensi produksi, efisiensi ekonomi dan efisiensi skala. Masalah yang berkaitan dengan efisiensi pada pelayanan kesehatan pemerintah pada umumnya antara lain : a. Distribusi sumber daya yang tidak proporsional antara berbagai macam intervensi yang berbeda tingkat efektivitas — biayanya. (Cost effectivenes) —» efisiensi alokatif. b. Pemborosan sumber daya karena kelemahan pada __ sistem pengadaan peralatan dan tenaga serta operasional -> efiseinsi teknis. Sedangkan menurut Junadi Purnawan (1995) "Konsep Efisiens?’ biaya di rumah sakit adalah mengandung arti usaha yang secara sadar dilakukan terus menerus untuk mengontrol meroketnya biaya pelayanan dalam tingkatan yang wajar. Selain itu dilihat kecenderungan ke depan, yaitu penggunaan untuk memuaskan pasien akan membuat biaya pengoperasian rumah sakit semakin meningkat, bukan berkurang, yang bisa diusahakan adalah agar biaya operasional dapat dikontrol dalam tingkatan yang wajar. Oleh karena itu konsep efisiensi biaya mengadung arti usaha yang secara sadar dilakukan terus menerus untuk mengontrol biaya pelayanan di rumah sakit. Tabel .2.1: Konsep Efisiensi Biaya Konsep Output ———» Revenue Input ———» Resources Tenaga - Bahan /Obat-obatan - Prosedur - Standar = Manajemen - Cost Sumber buku : Junadi Purnawan. Meningkatkan Efisiensi biaya di rumah sakit, Jurnal Administrasi Rumah Sakit Vol 4, FKM. UI, 1992 Program efisiensi biaya di rumah sakit perlu dilakukan secara terus menerus disemua aspek, maka keberhasilan program ini sangat bergantung banyaknya personil yang terlibat. Manajemen program menjadi tanggung jawab administrator rumah sakit, tetapi pelaku utama dari program efisiensi ini sebenarnya adalah dokter yang melaksanakan tindakan pembedahan dan petugas anestesia serta petugas rumah sakit lainnya, khususnya petugas dikamar operasi, seluruh pihak ini perlu awas (Awareness) ) dan sadar (Conscious) akan pentingnya program ini. 2. 3. Strategi Efisiensi Biaya Rumah Sakit. Dalam pelaksanaan program efisiensi biaya, strategi atau usaha yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut, Administrator dapat membaginya dalam 4 langkah strategis berikut ini : a. Langkah pertama adalah Awas biaya. administartor rumah sakit perlu awas biaya tentang biaya yang timbul dari setiap operasional rumah sakit. Fokus disini adalah semua biaya, oleh semua petugas atau karyawan rumah sakit. b. Langkah kedua adalah Pengawasan biaya. Administrator rumah sakit perlu menyiapkan mekanisme dan penyediaan media untuk- mengidentifikasi, melaporkan dan mengawasi. Analisis perlu dilakukan untuk melihat hubungan antara biaya, dengan kinerja (performance) individu, bagian tertentu maupun keseluruhan rumah sakit. Fokusnya adalah dimana timbulnya biaya operasional , berapa banyak dan mengapa. c. Langkah ketiga adalah pengelolaan biaya, yaitu menyusun sistem untuk mengontrol dan mengusahakan timbulnya rencana strategi, program dan tercapainya tujuan dari efisiensi biaya. Fokusnya adalah apa yang dapat dilakukan, akan dilakukan oleh siapa. d. Langkah keempat adalah menyediakan insentif dan konpensasi yang menyebabkan program efisiensi biaya dapat berjalan terus, dengan memperhatikan besarnya kontribusi setiap orang maupun kelompok. Setiap langkah ini dapat memberikan hasil secara langsung, namum agar program efisiensi ini dapat berlangsung secara terus menerus, keempat langkah ini perlu dilakukan secara berurutan, awas biaya saja tanpa adanya tindak lanjut tidak akan banyak berguna. Sebaliknya pemberian insentif tanpa monitoring biaya akan meningkatkan biaya. Disamping empat langkah yang umum, banyak intervensi manajemen yang dapat dilakukan untuk mengefisienkan biaya, beberapa diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut : 2.3.1, Melalui Peningkatan Produktivitas. Berbagai teknik peningkatan produktivitas dengan sendirinya dapat dilakukan dan langsung berpengaruh terhadap indikator efisiensi biaya, teknik tersebut misalnya: a). manajemen operasional, b). pengukuran dan penyusunan standar kerja, ¢). penyusunan standar, d). penyusunan sistem insentif. e). pengukuran aktivitas, dan f). penyederhanaan kerja. 2.3.2. Melalui Manajemen Peralatan, Sarana dan Fasilitas. Rumah sakit dalam memberikan pelayanan jasa dan kualitas pelayanan yang diberikan sangat bergantung pada peralatan, sarana dan fasilitas yang ada, oleh karena pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien. Beberapa metode yang dapat diterapkan adalah : a). sistem manajemen material, b). manajemen pemeliharaan, dan ©). penyewaan dan kerjasama dalam penggunaan fasilitas rumah 14 Salah satu pokok yang harus dilakukan untuk dapat tetap bertahan dalam situasi kompetitif di atas adalah dengan melakukan kegiatan layanan di rumah sakit dengan biaya yang efisien dan dengan tanpa mengganggu efektifitas dan kwalitas layanannya. Lebih lanjut disepakati bahwa tingkat efisiensi yang relatif tinggi dalam kegiatan pelayanan di rumah sakit tidak akan dapat di capai apabila pemahaman terhadap biaya dan faktor yang terkait tidak dimiliki oleh administrator rumah sakit. Seperti lazimnya pada kegiatan di industri non kesehatan biaya atau sumber yang dibutuhkan dalam kegiatan di rumah sakit pada dasarnya dapat dikatagorikan dalam 3 pokok; yaitu a). biaya tanah atau lahan, b). Biaya tenaga kerja, dan c). biaya kapital atau investasi Selanjutnya, dari setiap jenis biaya di atas - khususnya biaya tenaga kerja dan investasi - dapat dikembangkan dalam 3 sub klasifikasi.. Pada Tabel berikut bisa dilihat uraian dari ketiga katagori pokok biaya dengan sub klasifikasinya dan dilengkapi dengan cara pengukurannya. Tabel 2.2. Klasifikasi Biaya di Rumah Sakit Katagori Sub Kiasifikasi Pengukran Kedua__| Ketiga Tanah/Lahan - ~ ‘Sewa/bin Tenaga - Dokter Honor/gaji - Paramedik Gaji/bin : Tehnisi Medik | Gaji/bin Administrasi | Internal | Administrator | Gaji/bln Manajer Gaji/bin Supervisor, dil | Gaji/bin Eksternal | Penunjang + Kebersihan Gaji/bin Dapur Gaji/bin Laundry Gaji/bin Dil Umum : Administrasi_ | Gaji/bln Keuangan Gaji/bin Komputer Gaji/bin Dil Investasi Jangka Klinis | Bahan habis | Harga/unit Pendek Pakai Obat - obatan | Harga/unit Aministra | ATK Harga/unit si Utilitas Harga/unit Penyusutan /Bulan Jangka Klinis Alat Medik Penyusutan Panjang /Bulan Gedung Penyusutan /Bulan Administ | Alat Non Medik | Penyusutan rasi /bulan Gedung Sumber Buku : David W Young 1984, dikutif Amal C.Sjaaf “ Pengawasan Biaya di Rumah Sakit, Keputusan Manajerial dalam Lingkup Akutansi Biaya” Jurnal Administrasi Rumah Sakit, Vol XIV, FKM.UI, 1994, Dari Tabel tersebut dengan segera telah pula dapat ditentukan klasifikasi biaya rumah sakit menurut perilakunya : biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah jenis biaya yang tidak berubah dengan adanya perubahan (kenaikan atau penurunan) kegiatan. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah sesuai dengan adanya perubahan kwantitas kegiatan. Honor dokter yang terkait dengan jumlah penderita yang diperiksanya jelas merupakan biaya tetap, sedangkan gaji dokter tetap di rumah sakit digolongkan sebagai biaya tetap. Biaya penyusutan alat medik dan non medik serta gedung adalah biaya tetap, tetapi biaya bahan habis pakai dan alat tulis kantor (ATK) serta obat - obatan adalah biaya tidak tetap. Pemahaman mengenai jenis biaya seperti di atas dan dilengkapi dengan pemahaman tentang perilakunya akan banyak menolong administrator rumah sakit dalam meningkatkan efisiensi. Tentunya pemahaman tersebut perlu dilengkapi - bahkan didahului - dengan pemahaman mengenai beberapa faktor yang berpengaruh terhadap biaya pelaksanaan kegiatan di rumah sakit, antara lain : jenis penderita, jumlah penderita, sumber yang digunakan per penderita, tingkat efisiensi pemamfaatan sumber, dan biaya per unit dari pemamfaatan sumber. Khusus tentang jenis kasus yang dihadapi, yang perlu diperhatikan disini yaitu eratnya kaitan faktor ini dengan teknologi kesehatan yang dimiliki. Kalau diamati bahasan di atas maka dapat dikatakan bahwa efisiensi pembiayaan di rumah sakit sebenarnya sangat terkait dengan kegiatan layanan per pederita. Lebih spesifik, efisiensi tersebut hanya akan dapat dikembangkan apabila jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk layanan per penderita dapat ditentukan. Untuk hal ini maka perlu pula dipahami pengertian dari biaya langsung (direct cost) dan biaya tdak langsung (indirect cost). Biaya langsung yaitu biaya yang secara jelas penggunaannya di lakukan dalam suatu unit kegiatan tertentu, misal : biaya obat-obatan dari unit rawat jalan. Sedangkan biaya tidak langsung yaitu. biaya yang penggunaannya di lakukan bukan di unit kegiatan yang bersangkutan biaya gaji staf administrasi rumah sakit. 2.4, Sistem Paket (Budget system) Menurut SK. Poerwani 1995, sistem paket adalah suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang dihitung anggaran biaya yang disediakan untuk suatu kelompok pelayanan, misalnya biaya paket perhari rawat inap atau keseluruhan biaya rawat yang diperlukan oleh suatu rumah sakit di dalam melayani pasien/keluarga atau peserta asuransi untuk periode tertentu. Strategi pentarifan yang diusulkan ialah dengan cara paket hemat atau paket harga (bundling price}, cara ini sebenarnya bukan cara baru karena dimanfaatkan oleh berbagai usaha di dunia. Paket adalah sejumlah pembiayaan dalam jumlah yang pasti (fixed) yang merupakan komponen dari sebahagian atau seluruh pembayaran jasa. Jasa itu dapat berupa pemakaian sarana dan prasarana rumah sakit, jasa medis, jasa paramedis, administrasi, pemeriksaan penujang, obat-obatan dan alat habis pakai yang tersedia maupun yang tidak tersedia (tidak dapat disediakan oleh rumah sakit). Dimana kebijaksanaan dalam pentarifan adalah memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan (medical need) dan bukan keinginan medis (medical demand), sebenarnya sistem paket ini dapat bermanfaat bila dalam pentarifan semua tenaga di kamar operasi dilibatkan mengenai tarif. 2.4.1. Skema biaya layanan per penderita Merujuk kepada pembahasan mengenai sarana, prasarana dan fasilitas serta pembiayaan, maka secara sederhana biaya layanan per penderita yang harus dikeluarkan oleh rumah sakit dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2: 3. Biaya layanan per penderita Standar tenaga pelaksana Standar Biaya Tenaga Standar Gaji/honor Biaya langsung Standar biaya langsung Standar kebutuhan Biaya Alat/Bin layanan Per tindakan feyaeae a Per penderita penderita Standar ea Biaya lan; gsung Kebutuhan Rebutuhan per Standar tind: penderita Harga Sumber Bulcu : David W Young 1984, dikutif Amal C.Sjaaf “ Pengawasan Biaya di Rumah Sakit, Keputusan Mangjerial dalam Lingkup Akutansi Biaya’ Jurnal Administrasi Rumah Sakit, Vol XIV, FKM,UI, 1994, 20 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa perhitungan biaya langsung pertindakan disini pada dasarnya akan dimamfaatkan untuk menentukan biaya layanan perpenderita dengan diagnosis apapun. Tindakan disini adalah setiap tindakan (Proses) yan diperlukan dalam mendiagnosis, mengobati dan merawat penderita dengan diagnosis tertentu sesuai dengan standar layanan yang ada. 2.5. Tindakan Kebidanan (Sectio caesarea). Menurut Hanifa wiknjosastro (1995), dalam buku Kebidanan menuliskan bahwa Sectio caecarea ialah, pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut. Dewasa ini cara seperti ini jauh lebih aman dari dahulu, karena pada saat ini dengan teknik operasi yang lebih sempurna dan anestesia yang lebih baik. Menurut Soedarto, dalam Analgesia dan Anestesia Kebidanan (1995), Pada negara-negara maju frekuensi sectio caesaria berkisar antara 1,5 sampai 7 % dari semua persalinan. Pembedahan sectio caesarea yang dewasa ini paling banyak dilakukan ialah sectio caesaria transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus. 21 Adapun keunggulan pembedahan ini adalah; perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak, bahaya peritonitis tidak besar, dan parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar. 2.5.1, Macam - macam jenis sectio caesarea, yakni : a. Sectio caesarea transperitoneal profunda. b. Sectio korporal ( sectio kalsik ) c. Sectio caesarea ekstraperitoneal. |. Anestesia dalam operasi kebidanan ( Sectio Caesarea) Pemberian anestesia/analgesia pada wanita hamil atau sedang melahirkan dipengaruhi oleh status fisiologis ibu serta memerlukan pertimbangan pengaruh obat dan zat anestetik pada janin ( Hanifa Wiknjosastro, 1995). Anestesia umum mempunyai pengaruh depresif pada pusat pernafasan janin, sehingga kadang-kadang bayi bayi lahir dalam keadaan henti nafas (Apnea) yang tidak bisa diatasi dengan mudah. Anestesia spinal aman buat janin, akan tetapi selalu ada kemungkinan bahwa tekanan darah penderita menurun dengan akibat buruk bagi ibu dan janin, sehingga cara yang paling aman ialah anestesia lokal, akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental penderita ( Soedarto, 1995) 22 2.5. . Paket obat dan bahan habis pakai pada tindakan sectio saesarea. Obat-obat yang diberikan pada operasi sectio caesarea adalah obat anestesia ditujukan untuk menghilangkan rasa sakit dan nyeri {analgesia} yang memungkinkan dokter kebidanan dapat melakukan tindakan pembedahan pada seseorang penderita dengan baik dan aman, dan bahan lainnya. Adapun obat-obat yang diberikan adalah terbagi atas. 1. Obat-obatan untuk Anestesia: Premedikasi, misalnya Atropin sulfas 0,5 mg. b. Induksi, misalnya Valium inj , Katalar 100 mg, Penthotal 0,5 mg, dil. c. Obat-obat pelemas otot, untuk intubasi pasien, misalnya Succynil asta, pavolon inj. dil. d. Obat Pemeliharaan (Maintenance) selama anestesia, biasanya berupa obat inhalasi atau yang dihirup, misalnya Halothane, etrane. e. Obat-obat pengakhiran anestesia, misalnya Oksigen. Prostigmin dan Atropin sulfas. 1.2. Obat-obatan anti perdarahan, misalnya adona injeksi. 1.3. Obat-obatan kebidanan, misalnya Ergometrin, dll. 2. Obatan antibiotika, misalnya Parpiccilin inj 2 gram. Dimana dosis yang diberikan tergantung kepada berat badan penderita dan kondisi penderita, tetapi harus diingat bahwa makin 23 banyak obat (dosis) yang diberikan untuk keperluan anestesia /analgesia makin berbahaya obat tersebut bagi keselamatan ibu dan anak, Oleh sebab itu pada tindakan pembedahan sectio saesarea, obat yang dipergunakan atau dianjurkan adalah dengan pemakaian dosis seminimal mungkin. 3. Bahan dan alat kesehatan : a. Benang jahit (Plaen gut, cromic gut, zyde) b. Jarum suntik, jarum infus, cairan infus, dll c. Kain kasa, alkohol, betadin, plester, dil Dimana jumlah dan banyak telah ditentukan banyak dan ukurannya, sehingga sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan, yaitu sebesar Rp. 140.000 (Perda Tk.II Kerinci tahun 1995 ) 2.6. Kerangka konsep. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah mencoba menjelaskan hubungan sistem paket obat dan bahan habis pakai (OBHP) terhadap efisiensi biaya tindakan operasi sectio caesarea, jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut : EFISIENSI (Efisien) (Tidak Efisien) 24 2.7. Definisi Variabel 2.7.1. Variabel bebas dalam penelitian adalah paket obat dan bahan habis pakai tindakan sectio caesarea, yaitu hal atau keadaan yang dapat mempengaruhi pemakaian obat dan bahan habis pakai yang meliputi tenaga, standar obat, lamanya operasi, dan jenisnya anestesia. 2.7.2. Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat efisiensi biaya dirumah sakit adalah biaya yang dianggarkan, dimana paket dinilai dengan jumlah uang sebesar Rp 140.000. 25

You might also like