You are on page 1of 86

i

ANALISIS KARAKTERISTIK BIO-OPTIK GENERA


KARANG KERAS BERDASARKAN RESPON SPEKTRAL

ANGGI AFIF MUZAKI


C552090051

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Karakteristik Bio-Optik


Genera Karang Keras Berdasarkan Respon Spektral adalah karya saya sendiri
dibawah bimbingan Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Dr. Akhiruddin
Maddu, M.Si dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012

Anggi Afif Muzaki


NIM C552090051
iii

ABSTRACT

ANGGI AFIF MUZAKI. Insitu bio-optical characteristics of several hard coral


genera. Dissertation advisory : VINCENTIUS P. SIREGAR AND
AKHIRUDDIN MADDU.

In situ bio-optic characteristics of corals were studied by examining spectral


reflectance, absorbance, and irradiance, which applicable to improve further
classification of corals from other type of reef benthics using remotely sensed
satellite imagery. Corals are biological forming habitat (biotope) and
geostructure created by corals can be clearly seen from space, thus constitute
integral parts of dynamic coastal environment alongwith sand, seagrass, mud,
rocks, and other types of substrate. The objective of this research was to study in
situ bio-optical characteristics of several coral genera. Field data acquisition was
performed on June 8 to 13, 2011 at Pramuka Island and adjacent waters in the
Seribu Islands. A total of 7 sampling stations and 65 samples of coral spectra
were collected, comprising of spectral reflectance, irradiance, and absorbance.
Bio-optic set data obtained were filtered prior to segregation at visible
wavelength (400-750 nm) and curve-fitteddusing moving average method. Final
data analysis were as follows: curve pattern analysis, cluster analysis, and
spectral analysis at particular wavelengths. Results of this study showed that the
patterns of reflectance, iradiansi, and absorbance of 19 hard coral genera were
similar one another, yet there exist different magnitude response at particular
bands of wavelength, as affected by coral colony pigment-coloration (visually)
and type of coral corallite. Further application of in situ bio-optic may not
differentiate coral species using satellite imagery, yet will be valid to separate
living hard corals from other type of reef benthics (soft coral, rubble, etc).

Keywords: bio-optical characteristics, spectral reflectance, wavelength, hard


coral, reef benthic
iv

RINGKASAN

Terumbu karang merupakan salah satu sumber daya alam yang berperan
penting dalam ekosistem laut tropis. Sebagaimana fungsinya sebagai spawning,
nursery, dan feeding ground ikan. Dalam bidang kelautan, teknologi penginderaan
jauh telah lama digunakan untuk pemetaan habitat dasar perairandan substrat
dasar perairan. (e.g., Lyzenga 1978, 1981; Jupp et al., 1985; Bour et al., 1986;
Ackleson and Klemas, 1987; Clark et al., 1997; Mumby et al., 1998; Myers et al.,
1999; Green et al, 2000; Siregar et al, 2010).
Setiap benda pada dasarnya mempunyai struktur partikel yang berbeda, baik
mikro maupun makro. Perbedaan struktur ini mempengaruhi pola spektral
responnya. Oleh karena itu, pengenalan atas perbedaan spektral respon ini
dijadikan landasan bagi pembedaan obyek (Danoedoro, 1996). Cara benda
memberikan respons terhadap gelombang elektromagnetik yang mengenainya
berbeda-beda, dari satu genera ke genera yang lain dan dari satu spektrum ke
spektrum yang lain. Karena tiap obyek ternyata mempunyai respon yang relatif
serupa pada tiap spektrum, maka respon elektromagnetik obyek sering dinyatakan
sebagai respon spektral (Swain dan Davis, 1978 dalam Danoedoro, 1996).
Spektrum cahaya tampak (visible light) pada umumnya dibagi dalam enam sub
spektrum yaitu : Red (0.620 - 0.75m); Orange (0.592 - 0.620 m); Yellow (0.578
- 0.592 m); Green (0.500 - 0.578 m); Blue (0.446 - 0.500 m); Violet (0.4 -
0.446 m).
Stambler dan Shashar (2007), menyatakan bahwa indentifikasi spesies
karang berdasarkan spektrum reflektansi adalah mungkin dalam beberapa kasus,
namun masih terbatas untuk morfologi dan warna karang tertentu. Dalam
perkembangannya, spektral optik tidak hanya digunakan untuk membedakan antar
genera tetapi juga digunakan untuk melihat kesehatan karang (Clark et al, 2000).
Dalam penelitian Clark disimpulkan bahwa penggunaan teknologi hyperspektral
bisa digunakan untuk mengidentifikasi kejadian Coral Bleaching dengan fokus
melihat pada panjang gelombang 515-572 nm dan sekitar 596 nm.
Untuk pengkajian sampai tingkat genera karang diperlukan spectral
signature genera karang. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik
bio-optik genera karang dan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pola
reflektansi dari genera karang.
Pengambilan data dilapangan dilaksanakan pada tanggal 8 13 Juni 2011
dengan lokasi di Kepulauan Seribu. Secara total terdapat 7 stasiun titik sampling
yang tersebar di perairan Pulau Pramuka dengan jumlah sampel mencapai 65.
Analisis data dilaksanakan di Laboratorium Remote Sensing and Ecology
SEAMEO BIOTROP, Bogor.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Kapal, Global
Positioning System (GPS), Spektrometer tipe USB 4000, Alat selam SCUBA,
Kamera, Notebook yang sudah dilengkapi software Spectra Suite, solar panel, aki
dan inverter.
Pengukuran nilai reflektansi, iradiansidan absorbansi dari sampel dilakukan
dengan menggunakan Spektrometer tipe USB 4000, yang dilakukan langsung
dilapangan. Setelah memperoleh data reflektansi, iradiansi dan absorbansi langkah
awal sebelum melakukan tahap analisis lebih lanjut, adalah raw data difilter
terlebih dahulu dengan cara melakukan pemotongan panjang gelombang dari 400
v

750 nm (visibe) dan curvitting data dengan metode moving averange. Adapun
langkah pengolahan dan analisis yang dilakukan adalah Analisis Pola Reflektansi,
Iradiansi, dan Absorbansi Spektral; Analisis Pengelompokan Berdasarkan
Kemiripan Nilai Spektral Spesies Karang (Cluster analysis); Analisis
Karakteristik Spektral pada Berbagai Panjang Gelombang.
Dalam penelitian ini diamati 19 genera karang (genus) yakni Acropora,
Ctenactis, Cyphastrea, Diploastrea heliopora, Favites, Fungia, Galaxea,
Goniopora, Herpholitha, Helliopora, Millepora, Montipora, Platygyra,
Pocillopora, Porites, Psammocora, Styllophora, dan Symphyllia (Veron, 2002).
Selain itu, dilihat juga habitat bentik lainnya seperti dead coral algae,
macroalgae, rubble, sand, dan softcoral.
Berdasarkan data reflektansi karang, dilakukan perbandingkan dengan data
reflektansi habitat lainnya. Terlihat pola yang berbeda antara tipe bentik terumbu
yang bersifat biotik dan abiotik, khususnya pada panjang gelombang 515-570 nm
(hijau-kuning), 600-650 nm (merah), dan 690 730 nm (infra merah tepi). Obyek
biotik cenderung mempunyai dua puncak gelombang, sedangkan obyek abiotik
memiliki pola reflektansi yang cenderung mendatar.
Pola reflektansi, iradiansi, dan absorbansi karang keras untuk genus
Acropora, Ctenactis, Cyphastrea, Diploastrea heliopora, Favites, Fungia,
Galaxea, Goniopora, Herpholitha, Helliopora, Millepora, Montipora, Platygyra,
Pocillopora, Porites, Psammocora, Styllophora, dan Symphyllia cenderung sama,
namun besaran nilai pada selang panjang gelombang tertentu tidak sama.
Perbedaan respon bio-optik untuk tiap genus karang keras dipengaruhi oleh warna
koloni (kandungan zooxanthellae) dan tipe koralitnya. Pengelompokan
berdasarkan parameter bio-optik reflektansi dan absorbansi memiliki
kecenderungan yang sama. Terlihat pola yang berbeda signifikan antara
komponen bentik terumbu yang bersifat biotik (karang keras, karang lunak)
dengan abiotik (DCA, rubble dan pasir). Untuk melihat perbedaan ke 19 genera
karang yang memiliki pola bio-optik sama, bisa difokuskan pada panjang
gelombang 515-572 nm (hijau- kuning) dan 600 650 nm (merah). Untuk
penerapan pada akurasi klasifikasi citra satelit, analisis spektral untuk
membedakan karang keras sampai tingkat genus atau spesies masih sulit
dilakukan, namun sangat mungkin untuk membedakan karang keras dengan tipe
bentik terumbu lain yang menyusun habitat dasar di perairan laut dangkal.

Kata kunci : karakteristik bio-optik, reflektansi spektral, panjang gelombang,


karang keras, bentik terumbu.
vi

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
vii

ANALISIS KARAKTERISTIK BIO-OPTIK GENERA


KARANG KERAS BERDASARKAN RESPON SPEKTRAL

ANGGI AFIF MUZAKI


C552090051

Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Melaksanakan Penelitian Dalam Rangka


Penulisan Tesis Guna Memperoleh Gelar Master Pada Mayor Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
viii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Karakteristik Bio-Optik Genera Karang Keras


Berdasarkan Respon Spektral
Nama : Anggi Afif Muzaki
NRP : C552090051
Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Vincentius P. Siregar, DEA Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi A.n Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB


Teknologi Kelautan Sekretaris Program Magister

Dr. Djisman Manurung, M.Sc Dr. Naresworo Nugroho, M.Si

Tanggal Sidang : 2 juli 2012 Tanggal Lulus :


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
kasih dan karunia yang Dia berikan sehingga tesisyang berjudul Analisis
Karakteristik Bio-Optik Genera Karang Keras Berdasarkan Respon
Spektral dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Vincentius P. Siregar, DEA dan Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan kritik atas
penyelesaian tesis ini.
2. Kepada kedua orang tua, saudara,dan teman-teman seperjuangan yang tak
henti-hentinya memberikan dukungan kepada penulis baik dalam doa
maupun nasihat dan motivasi.
3. Dr. Neviati P. Zamani, M.Sc atas kesediaannya sebagai penguji tamu.
4. Dr. Djisman Manurung, M.Sc selaku koordinator mayor Teknologi
Kelautan (TEK).
5. Syamsul Bahri Agus, M.Si dan tim DIPA Biotrop 2011 atas bantuan dan
kerjasamanya selama penelitian.
6. Roshyana Wahyu NJ, S.Ik atas semangat, dukungan dan batuan yang tiada
henti-hentinya untuk penulis menyelesaikan tesis ini.
7. Kepada banyak pihak yang mendukung demi pencapaian tesis ini.

Penulis menyadari thesis ini jauh dari kesempurnaan, namun secara ilmiah
penulis telah melakukannya sesuai dengan kaidah keilmiahan yang dianut
sekarang ini. Menyadarai hal itu saran dan kritik sangat diharapkan demi
kesempurnaan thesis ini. Akhir kata penulis berharap agar thesis ini berguna bagi
diri sendiri maupun orang lain.

Bogor, Juli 2012

Penulis
x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal Provinsi Jawa Tengah tanggal 26 November


1986 dari Ayah Drs. Bambang Iriyanto dan Ibu Nina Nurkania Susilawati, SH.
Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Pada tahun 2009 Penulis berhasil menyelesaikan program Sarjana Ilmu
dan Teknologi Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. Tahun 2009 Penulis melanjutkan studi pada Program Magister
Sains di program studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Sejak Tahun 2010 Penulis menjadi asisten peneliti di
laboratorium Remote Sensing dan ekologi di Seameo - Biotrop Bogor.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Kerangka Penelitian ............................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1 Terumbu Karang .................................................................................. 6
2.2 Spektrum Elektromagnetik ................................................................... 11
2.3 Reflektansi Spektral .............................................................................. 13
2.4 Spektrometer ........................................................................................ 16
3 METODOLOGI .................................................................................... 19
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 19
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 20
3.3 Pengukuran Spektral ............................................................................. 20
3.4 Analisis Data ........................................................................................ 23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 26
4.1 Analisis Karakteristik Spektral Genera Karang ................................. 26
4.1.1 Pola Reflektansi......................................................................... 26
4.1.2 Pola Irradian .............................................................................. 33
4.1.3 Pola Absorbansi......................................................................... 39
4.2 Pengelompokan Berdasarkan Kemiripan Nilai Optik Karang
(Cluster Analisis)................................................................................ 45
4.2.1 Analisis Pengelompokan dari Nilai Reflektansi........................ 45
4.2.2 Analisis Pengelompokan dari Nilai Irradian (relative).............. 47
4.2.3 Analisis Pengelompokan dari Nilai Absorbansi ....................... 49
4.2.4 Analisis Pengelompokan Genera Karang Dengan Habitat
Bentik Lain ................................................................................ 52

xi
4.3 Analisis Perbandingan Nilai Reflektansi pada Berbagai Panjang
Gelombang ...................................................................................... 54
5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 57
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 57
5.2 Saran .................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 59
LAMPIRAN ................................................................................................ 62

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Kategori Kode Dan Lifeform Tipe Substrat Dasar .................................. 9
2. Spesifikasi Ocean Optics USB 4000 ....................................................... 16
3. Interval Panjang Gelombang yang digunakan ........................................ 25
4. Hasil Penggelompokkan Genera Karang Berdasarkan Nilai Spektral .... 51
5. Perbandingan Reflektansi Pada Panjang Gelombang Penciri ................. 55

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Skema Alur Penelitian ........................................................................... 4
2. Anatomi Polip Karang ........................................................................... 6
3. Tipe-tipe Koralit Karang Keras .............................................................. 10
4. Gelombang Elektromagnetik ................................................................. 11
5. Kurva Pantulan Spektral yang Mencirikan Obyek Vegetasi,
Tanah dan Air ......................................................................................... 12
6. Panjang Gelombang Cahaya Tampak .................................................... 13
7. Kurva Spektral Karang GeneraStylophora pistillata dalam beberapa
Kondisi .................................................................................................... 15
8. Kurva Spektral Karang Hidup, Karang Baru Mati, dan Karang Sudah
Lama Mati .............................................................................................. 15
9. Ocean OpticsUSB 4000 VIS-NIR ......................................................... 16
10. Lokasi Penelitian .................................................................................... 19
11. Rangkaian Peralatan yang digunakan (Spektrometer tipr USB 4000) ... 20
12. Cara Pengukuran Menggunakan Spektrometer ..................................... 22
13. Pola reflektansi spektral pada genera karang .......................................... 28
14. Pola reflektansi spektral pada habitat dasar lainnya ............................... 32
15. Pola Irradian (relative) spektral pada genera karang .............................. 35
16. Pola Irradian (relative) spektral pada habitat dasar lainnya .................... 38
17. Pola Absorbansi spektral pada genera karang......................................... 40
18. Pola Absorbansi spektral pada habitat dasar lainnya .............................. 43
19. Kurva Reflektansi Spektral 19 Genera Karang ....................................... 45
20. Grafik Dendogram ke 19 Genera Karang Berdasarkan Nilai
Reflektansi .............................................................................................. 46
21. Kurva Irradian (relative) ke 19 Genera Karang ...................................... 48
22. Grafik Dendogram ke 19 Genera Karang Berdasarkan Nilai Irradian.... 48
23. Kurva Absorbansi ke 19 Genera Karang ................................................ 50
24. Grafik Dendogram ke 19 Genera Karang Berdasarkan Nilai
Absorbansi .............................................................................................. 50
25. Kurva Reflektansi Spektral Antar Habitat Bentik................................... 53

xiv
26. Grafik Dendogram ke Antar Habitat Bentik .......................................... 53
27. Kurva Reflektaksi Spektral Karang (Panjang Gelombang Penciri) ....... 55

xv
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terumbu karang merupakan salah satu sumber daya alam yang berperan

penting dalam ekosistem laut tropis. Fungsinya antara lain sebagai spawning,

nursery, dan feeding ground ikan. Wilayah perairan Indonesia yang memiliki

luas terumbu karang sekitar 51.000 Km2menyumbang 18% luas total terumbu

karang dunia dan 65% luas total di coral triangle (Reefbase, 2011). Kajian

terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang masih terus dilakukan hingga saat

ini seperti dalam pengidentifikasian genera terumbu karang.

Teknologi penginderaan jauh (inderaja) merupakan teknologi yang

digunakan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan

jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak

langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. Dalam bidang kelautan

teknologi penginderaan jauh telah lama digunakan untuk pemetaan habitat dasar

perairan dan substrat dasar perairan. (e.g., Lyzenga 1978, 1981; Jupp et al., 1985;

Bour et al., 1986; Ackleson and Klemas, 1987; Clark et al., 1997; Mumby et al.,

1998; Myers et al., 1999; Green et al, 2000; Siregar et al.,2010).

Dalam kaitannya dengan teknologi inderaja, maka segala bentuk pantulan

yang diolah menjadi informasi tersebut akan direkam oleh sebuah alat yang

dinamakan sensor. Informasi yang dimaksud adalah interaksi antara energi

matahari dengan obyek-obyek di bumi yang berada pada kisaran gelombang

elektromagnetik tertentu. Apabila gelombang elektromagnetik mengenai suatu

obyek maka akan terjadi interaksi fisis berupa pemantulan (refleksi), penyerapan
2

(absorpsi) dan penerusan (transmisi). Energi elektromagnetik yang dipantulkan,

diserap, dialirkan maupun dipancarkan ini sifatnya sangat bervariasi tergantung

pada karakteristik obyek-obyek di permukaan bumi tersebut. Dari variasi

pantulan, penyerapan, dan transmisi ini diketahui bahwa setiap obyek di bumi

mempunyai Spektral respond (reaksi spektral) yang berbeda. Hal ini tentunya

dapat dimanfaatkan oleh sistem penginderaan jauh melalui sistem sensor pada

satelit yang mempunyai kepekaan terhadap spektral (Spektralsensitivity) tertentu

sebagai dasar terbentuknya data penginderaan jauh (Sutrisno, 2002).

Namun, yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk obyek tertentu, bahkan

untuk obyek yang sama, bagian energi yang dipantulkan, diserap dan diteruskan

akan berbeda pada panjang gelombang tertentu, sehingga obyek yang tidak dapat

dibedakan pada suatu rentang panjang gelombang mungkin akan dapat dibedakan

pada rentang panjang gelombang yang lain. Dalam hal ini perlu diketahui rentang

panjang gelombang tertentu yang sesuai dengan obyek kajian, agar dapat

dibedakan dengan obyek lainnya yang terliput oleh citra. Maka dalam hal ini bisa

dijadikan metode untuk mengindentifikasi genera karang dengan melihat aspek

biotik dari masing-masing genera. Penelitian ini menggunakan data hasil

pengukuran spektrofotometer di lapang.

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan penginderaan jauh telah banyak membatu kita dalam

memetakan sumber daya hayati. Permasalahan yang sering muncul dalam

penginderaan jauh adalah sejauh mana kita dapat membedakan suatu objek

dengan objek lain pada citra satelit. Sampai saat ini dalam hal memetakan sebaran
3

terumbu karang baru sampai tahap identifikasi geomorfologi terumbu karang

(sudah banyak penelitian sampai aspek-aspek habitat, kondisi dan lainnya namun

belum spesifik hingga genera karang). Seperti yang telah kita ketahui bahwa pola

reflektansi objek suatu benda berbeda-beda, dengan asumsi ini diharapkan bila

kita sudah dapat karakteristik bio-optik suatu objek maka kita bisa membedakan

antar genera dari pola reflektasi yang dimiliki.

1.3. Kerangka Penelitian

Dalam mengidentifikasi berbagai genera karang dapat dilakukan dengan

berbagai cara antara lain melihat bentuk pertumbuhan dan tipe koralitnya, melihat

struktur kandungan yang ada di dalamnya, dan melihat pola spektral yang

dipantulkan oleh karang. Dalam penelitian kali ini akan dilihat pola spektral yang

dimiliki oleh berbagai genera karang. Langkah-langkah dalam mengidentifkasi

genera karang dengan melihat pola spektral bisa dilihat pada Gambar 1.
4

Identifikasi dan Inventarisasi Jenis


Karang
Pendekatan masalah

Observasi Insitu Citra Satelit

Respon Spektral
Permasalahan

Reflektansi Absorbansi Irradian

Pemecahan Masalah Filtering data

Analisis Data

Pettern Clustering Discriminant Perbandingan Respon Spektral Pada


Analysis Analysis Analysis Berbagai Panjang Gelombang

Hasil Karakteristik Bio-optik Jenis Karang

Keterangan : belum dilakukan pada penelitian ini

Gambar 1. Skema Alur Penelitian


5

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik optik berbagai genera karang berdasarkan pola

reflektansi spektralnya.

2. Mengelompokkan 19 genera karang dengan analisis Cluster.

3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pola reflektansi dari genera

karang.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dasar untuk menentukan pola spektral

dari berbagai genera karang. Manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini adalah

dapat digunakan sebagai kunci interpretasi dalam mengidentifikasi genera karang

yang selanjutnya direferensikan ke citra satelit. Dengan adanya kunci interpretasi

akan mempermudah dalam mengklasifikasi citra satelit.


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terumbu Karang

Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium

karbonat yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak

bertulang belakang yang termasuk dalam filum Coelenterata (hewan berrongga)

atau Cnidaria. Disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo

Scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas

Hydrozoa. Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang

bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih

dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip

dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter (www.terangi.or.id) .

(Sumber :www.terangi.or.id)
Gambar 2. Anatomi Polip Karang

Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari

1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa

dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.

2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan

(gastrovascular)
7

3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum

disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di

antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut

mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan

mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan

menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material

tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).

Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari

kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat kekuning-kuningan.

Zooxanthellae ini yang sebenarnya memberi warna pada karang.

Zooxanthellae adalah alga dari kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis

pada hewan, seperti karang, anemon, moluska dan lainnya. Sebagian besar

zooxanthella berasal dari genus Symbiodinium. Jumlah zooxanthellae pada karang

diperkirakan > 1 juta sel/cm2 permukaan karang, sebagian besar zooxanthellae

melakukan simbiosis dan karang mendapatkan sejumlah keuntungan berupa:

1. Hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen

2. Mempercepat proses kalsifikasi yang menurut Johnston terjadi melalui

skema:

Fotosintesis akan menaikkan PH dan menyediakan ion karbonat lebih

banyak

Dengan pengambilan ion P untuk fotosintesis, berarti zooxanthellae

telah menyingkirkan inhibitor klasifikasi.


8

Bagi zooxanthellae, karang adalah habitat yang baik karena merupakan

pensuplai terbesar zat anorganik untuk fotosintesis. Sebagai contoh Bytell

menemukan bahwa untuk zooxanthellae dalam Acropora palmata suplai nitrogen

anorganik, 70% didapat dari karang (Tomascik et al. 1997). Anorganik itu

merupakan sisa metabolisme karang dan hanya sebagian kecil anorganik diambil

dari perairan.

Zooxanthellae dapat berada dalam karang, terjadi melalui beberapa

mekanisme terkait dengan reproduksi karang. Dari reproduksi secara seksual,

karang akan mendapatkan zooxanthellae langsung dari induk atau secara tidak

langsung dari lingkungan. Sementara dalam reproduksi aseksual, zooxanthellae

akan langsung dipindahkan ke koloni baru atau ikut bersama potongan koloni

karang yang lepas

Dalam pengindentifikasi karang, orang cenderung untuk melihat bentuk

pertumbuhan dari karang (lifeform) dapat dilihat pada Tabel 1 dan tipe koralitnya

dapat dilihat pada Gambar 3. Penelitian bentuk lifeforms adalah suatu persyaratan

untuk inventarisasi jenis-jenis karang dalam suatu ekosistem terumbu karang

(English et al., 1994).


9

Tabel 1. Kategori Kode dan Lifeform Tipe Substrat Dasar(English et al., 1994).
KATEGORI KODE KETERANGAN

HARD CORAL
Karang mati, warna dari putih sampai putih
Dead Coral DC
kotor
Koloni karang masih utuh, struktur skeleton
Dead Coral with Algae DCA
masih terlihat
Branching ACB Pada koloni terdapat percabangan sekunder
Encrusting ACE Bentuk pertumbuhan mengkerak
Bentuk pertumbuhan koloni berupa bonggol
Acropora Submassive ACS
bonggol
Digitate ACD Bentuk pertumbuhan menjari
Tabular ACT Bentuk pertumbuhan seperti meja
Branching CB Pada koloni terdapat percabangan sekunder
Encrusting CE Bentuk pertumbuhan mengkerak
Foliose CF Bentuk pertumbuhan koloni berupa lembaran
Bentuk pertumbuhan koloni berupa bonggol
Submassive CS
Non-Acropora bonggol
Mushroom CMR Bentuk koloni soliter
Heliopora CHL Karang biru
Millepora CME Karang api
Tubipora CTU Karang pipa, karang merah
NON-HARD CORAL AND ALGAE
Soft Coral SC Karang lunak
Sponge SP Spons
Zoanthids ZO Contoh: Platythoa
Others OT Organisme bentik lain, mis. anemon
Algal
AA Terdiri dari banyak jenis alga
Assemblage
Halimeda HA Alga makro berkapur
Algae Coraline Alga CA Alga makro berangka kapur lainnya
Macroalge MA Alga makro tidak berkapur, mis. Caulerpa.
Turf Alga TA Kumpulan alga yang menyerupai semak
ABIOTIC
Abiotic Sand S Pasir
10

Cerioid Dendroid

Flabellate Flabelo-mendroid

Meandroid Hydnoporoid

Phaceloid Plocoid

Thamnaseroid

Gambar 3. Tipe-tipe Koralit Karang Keras (Bruckner, 1997 in Veron, 2002)


11

2.2. Spektrum Elektromagnetik

Sistem penginderaan jauh bekerja dalam dua domain, yaitu domain

elektromagnetik dan domain ruang. Pada prinsipnya setiap benda memantulkan

dan atau memancarkan gelombang elektromagnetik. Apabila pada suatu luasan

tertentu terdapat beberapa jenis benda, maka masing-masing benda akan

memberikan pantulan dan atau pancaran elektromagnetik yang dapat diterima

oleh suatu sensor. Dengan demikian, suatu benda dapat dideteksi berdasarkan

pantulan atau pancaran elektromagnetik yang dilakukan oleh benda itu, jika

karakteristik pantulan atau pancaran elektromagnetiknya telah diketahui

(Hochberg dan Eric, 2000 dalam Nurdin dan Siregar, 2008).

Gambar 4. Gelombang Elektromagnetik


Informasi mengenai karakteristik pantulan atau pancaran elektromagnetik

ini dapat diperoleh dari kurva reflektansi spektral yang terbentuk dari masing-

masing obyek (Lillesand dan Kiefer, 1987).


12

Gambar 5. Kurva Pantulan Spektral yang Mencirikan Obyek Vegetasi, Tanah dan
Air (Lillesand dan Kiefer, 1987)

Setiap benda pada dasarnya mempunyai struktur partikel yang berbeda, baik

mikro maupun makro. Perbedaan struktur ini mempengaruhi pola respon

elektromagnetiknya. Oleh karena itu, pengenalan atas perbedaan respon

elektromagnetik tersebut dapat dijadikan landasan bagi pembedaan obyek.

(Danoedoro, 1996). Cara benda memberikan respons terhadap gelombang

elektromagnetik yang mengenainya berbeda-beda, dari satu jenis ke jenis yang

lain dan dari satu spektrum ke spektrum yang lain. Karena tiap obyek ternyata

mempunyai respon yang relatif serupa pada tiap spektrum, maka respon

elektromagnetik obyek sering dinyatakan sebagai respon spektral (Swain dan

Davis, 1978 dalam Danoedoro, 1996).

Respon spektral suatu obyek dapat dipengaruhi oleh warna dari obyek

tersebut. Setiap objek di permukaan bumi mempunyai warna tertentu, artinya bila

objek berwarna biru maka sesungguhnya objek ini memantulkan warna biru,

demikian juga warna hijau dan merah. Jika objek berwarna kuning maka objek

tersebut memantulkan saluran merah dan hijau secara bersama-sama

(Kusumowidagdo, et.al, 2007).


13

Spektrum cahaya tampak (visible light) pada umumnya dibagi dalam enam

interval, berdasarkan karakteristik warnanya. Panjang gelombang berdasarkan

interval ini ditunjukkan seperti pada Gambar 6.

Merah : 0.620 - 0.7 m


Oranye : 0.592 - 0.620 m
Kuning : 0.578 - 0.592 m
Hijau : 0.500 - 0.578 m
Biru : 0.446 - 0.500 m
Ungu : 0.4 - 0.446 m

Gambar 6. PanjangGelombang CahayaTampak

2.3. Reflektansi Spektral

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, bahwa setiap benda

memberikan pantulan serta serapan elektromagnetik yang berbeda-beda. Nilai

pantulan ini dapat menjadi suatu informasi untuk karakteristik setiap benda.

Informasi tentang nilai pantulan dan serapan panjang gelombang dari setiap obyek

di muka bumi, dapat ditampilkan dalam bentuk kurva spektral (Spektral

signature) pada Gambar 5. Sensor yang digunakan untuk menghasilkan kurva

spektral adalah field spectrometer.

Dalam penerapan field spectrometer, informasi tersebut sering kali

dipadukan dengan informasi dari sensor optis lainnya, baik sensor multispektral

maupun hiperspektral. Teknologi multispektral sudah banyak digunakan di

Indonesia, baik yang berbasis satelit maupun airborne. Perpaduan informasi ini
14

dilakukan biasanya untuk membantu dalam menjelaskan fenomena bercampurnya

sinyal yang berasal dari berbagai obyek yang berbeda pada area yang sama (mixed

signals), untuk kemudian dilakukan analisis spektral lebih lanjut, misalnya dengan

metode Spektral angle mapper, binary encoding, linear unmixing, atau dengan

metode klasifikasi citra lainnya, baik yang terbimbing maupun yang tidak

terbimbing (Jaelani, 2006).

Teknologi hiperspektral yang juga dikenal dengan imaging spectroscopy

merupakan kelanjutan dari teknologi multispektral. Prinsip kerja sensor

hiperspektral sebenarnya tidak jauh berbeda dengan multispektral, di mana citra

hiperspektral adalah hasil rekaman obyek-obyek dan hasil pantulan radiasi

matahari. Perbedaannya adalah teknologi hiperspektral memanfaatkan jumlah

kanal sensor yang jauh lebih banyak daripada multispektral dengan resolusi

panjang gelombang yang lebih sempit. Contohnya, jika pada sensor multispektral

seperti satelit Landsat-7 memiliki 8 kanal dengan selang panjang (range)

gelombang tiap kanal sekitar 10 mikrometer, maka sensor hiperspektral seperti

Hyperion memiliki 220 kanal dengan kisaran bandwidth 10 nanometer (Jaelani,

2006).

Dalam pemetaan habitat ataupun tipe substrat dasar tergantung pola

reflektansi optik kolom perairan. Variabel yang mempengaruhi reflektansi kolam

air antara lain kedalaman, jenis substrat dasar, dan panjang gelombang itu sendiri

(Holden and Ledrew, 2001).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Stambler dan Shashar tahun 2007

(Gambar 7) menunjukkan bahwa spectrum reflektansi atau kurva spectral dapat

mengindentifikasi spesies karang dan dapat mengetahui beberapa kondisi karang.


15

Gambar 7. Kurva Spektral Karang Jenis Stylophora pistillata dalam Beberapa


Kondisi. (Stambler and Shashar, 2007)

Dalam perkembangan spektral optik tidak hanya digunakan untuk

membedakan antar jenis tetapi juga digunakan untuk melihat kesehatan karang

(Clark et al, 2000). Dalam penelitian Clark disimpulkan penggunaan teknologi

hyperspektral bisa digunakan untuk mengidentifikasi kejadian Coral Bleaching

dengan fokus melihat pada panjang gelombang 515-572 nm dan sekitar 596 nm

(Gambar 8).

Gambar 8. Kurva Spektral Karang Hidup, Karang Baru Mati, dan Karang Sudah
Lama Mati. (Clark et al, 2000)
16

2.4. Spektrometer

Spektrometer adalah alat optik untuk menghasilkan garis spektrumcahaya

dan mengukur panjang gelombangserta intensitasnya. Spektrometer yang

digunakan pada penelitian kali ini adalah Ocean Optics USB 4000. USB4000

adalah generasi berikutnya dari spektrometer USB 2000 yang flexsibel, dimana

fitur baru yang ditanamkan terdiri dari detector 3.648-elemen dengan rana,

berkecepatan tinggi, dan kemampuan interface untuk Linux, Macintosh dan

system operasi Windows. Spesifikasi alat bisa dilihat pada Tabel 2.

Gambar 9. Ocean OpticsUSB 4000 VIS-NIR

Tabel 2.Spesifikasi Ocean Optics USB 4000


Physical
Dimensions: 89.1 mm x 63.3 mm x 34.4 mm
Weight: 190 grams
Detector Specifications
Detector: Toshiba TCD1304AP Linear CCD array
Detector range: 200-1100 nm
Pixels: 3648 pixels
Pixel size: 8 m x 200 m
Pixel well depth: 100,000 electrons
Signal-to-noise ratio: 300:1 (at full signal)
A/D resolution: 16 bit
Dark noise: 50 RMS counts
Corrected linearity: >99.8%
17

Sensitivity: 130 photons/count at 400 nm; 60 photons/count at 600 nm


Optical Bench
Design: f/4, Asymmetrical crossed Czerny-Turner
Focal length: 42 mm input; 68 mm output
Entrance aperture: 5, 10, 25, 50, 100 or 200 m wide slits or fiber (no slit)
Grating options: 14 different grating options, UV through Shortwave NIR
HC-1 grating option: No
Detector collection Yes, L4
lens option:
DET4 filter options: DET4-200-850; DET4-350-1000
Other bench filter Longpass OF-1 filters
options:
Collimating and Standard or SAG+UPG
focusing mirrors:
UV enhanced Yes, UV4
window:
Fiber optic SMA 905 to 0.22 numerical aperture single-strand optical
connector: fiber

Spectroscopic
Wavelength range: Grating dependent
Optical resolution: ~0.3-10.0 nm FWHM (grating dependent)
Signal-to-noise ratio: 300:1 (at full signal)
A/D resolution: 16 bit
Dark noise: 50 RMS counts
Integration time: 3.8 ms - 10 seconds
Dynamic range: 2 x 108 (system), 1300:1 for a single acquisition
Stray light: <0.05% at 600 nm; 0.10% at 435 nm

Electronics
Power consumption: 250 mA @ 5 VDC
Data transfer speed: Full spectrum to memory every 4 ms with USB 2.0 port
Inputs/Outputs: Yes, 8 onboard digital user-programmable GPIOs
Analog channels: No
Auto nulling: Yes
Breakout box Yes, with the USB-ADP-BB adapter
compatible:
Trigger modes: 4 modes
Strobe functions: Yes
18

Connector: 22-pin connector

Computer
Operating systems: Windows 98/Me/2000/XP, Mac OS X and Linux with USB
port; Any 32-bit Windows OS with serial port
Computer interfaces: USB 2.0 @ 480 Mbps (USB1.1 compatible); RS-232 (2-
wire) @ 115.2 K baud
Peripheral interfaces: SPI (3-wire); I2C inter-integrated circuit
19

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Pengambilan data dilapangan dilaksanakan pada tanggal 8 13 Juni 2011

dengan lokasi Pulau Pramuka dan sekitarnya, Kepulauan Seribu. Pengukuran

reflektansi spektral sampel terumbu karang dilakukan secara insitu. Total terdapat

7 stasiun titik sampling yang tersebar di perairan Pulau Pramuka dengan jumlah

sampel mencapai 65 buah.

Gambar 10. Lokasi Penelitian

Titik-titik pengambilan dilakukan pada tiap spesies karang yang berbeda

pada lokasi kajian. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahapan, yaitu pertama

pengambilan data, kedua pengukuran nilai reflektansi, irradian, dan absorbansi.

Analisis data dilaksanakan di Laboratorium Remote Sensing dan Ecology

SEAMEO BIOTROP, Bogor.


20

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Kapal digunakan sebagai alat transportasi dalam proses pengambilan data

2. Global Position System (GPS) Garmin 76 CSx digunakan untuk penentuan

dan pengambilan data posisi

3. Spektrometer tipe USB 4000 digunakan dalam pengukuran nilai spektral

jenis karang (Gambar 11)

4. Alat dasar selam digunakan untuk alat bantu mengambil data.

5. Kamera digunakan untuk memotret sampel

6. Notebook yang sudah di instalasi dengan software Spectra Suite

digunakan untuk pemrosesan dan perekaman data

7. Solar panel, accu, dan inverter merupakan rangkaian yang digunakan

sebagai power supply.

Gambar 11. Rangkaian Peralatan yang digunakan (Spektrometer tipe USB 4000)

3.3. Pengukuran Spektral


Pengukuran nilai reflektansi, irradiant dan absorbansi dari sampel dilakukan

dengan menggunakan spektrometer, yang dilakukan langsung dilapangan. Adapun

beberapa tahapan yang dilakukan meliputi :


21

1. Tahap Persiapan Alat

Sebelum menggunakan alat spektrometer dalam pengamatan, maka ada

beberapa persiapan yang harus dilakukan, persiapannya yaitu dengan

mengkalibrasi alat. Kalibrasi alat ini disebut dengan reference spectra dan dark

spectra. Kalibrasi alat ini dilakukan untuk mendapatkan nilai referensi spektrum

dan sekaligus untuk menghaluskan tampilan spektrum.

2. Tahap Pengambilan Data

Tahap pengambilan data reflektansi, irradian, dan absorbansi ini dilakukan

secara bergantian untuk setiap sampel karang hidup yang ada. Masing-masing

sampel diukur nilai optiknya dengan cara menyorotkan sensor spektrometer pada

bagian permukaan sampel dan mengusahakan agar spot dari cahaya sensor

tersebut fokus atau tidak menyebar. Langkah terakhir yaitu menyimpan hasil

grafik reflektansi, irradian dan absorbansi yang telah tercatat oleh spektrometer

tersebut. Spectra Suite menghitung refleksi, irradian, dan absorbansi dari objek

dengan menggunakan persamaan berikut (Sumber : Ocean Optic Manual, 2007):


% = 100% . . (1)


() = 100% (2)


% = 10 100% (3)

Dimana : = Sample intensity at wavelength


= Dark intensity at wavelength
= Reference intensity at wavelength
= Relative energy of the reference (calculated from the color
temperature) at wavelength
22

Gambar 12. Cara Pengukuran Menggunakan Spektrometer

Pengambilan data optik karang berdasarkan bentuk pertumbuhan karang (lifeform)

menurut English et al, (1994) dan jenis karang keras. Teknis pengambilan data

dilapang sebagai berikut:

Satu orang di perahu sebagai operator komputer spektrometer bertugas

menyimpan data optik .

Sementara pada saat yang bersamaan, dua penyelam berada di bawah air,

satu penyelam bertugas untuk merekam gambar dari obyek yang terukur

dan penyelam lainnya mengukur nilai spektral target (mengarahkan probe

ke target) serta mencatat kondisi target dan sekitarnya yang mendukung

untuk analisa selanjutnya. Posisi kapal diatur pada posisi yang stabil

sehingga sensor berada tepat di atas target dan perahu tidak menghalangi

orientasi matahari dan tidak terhalangi oleh bayangan perahu.


23

Pengambilan data optik dilakukan pada saat kondisi perairan tenang dan

cuaca cerah agar hasil yang didapat sedikit noise (gangguan) dan

maksimal. Pengambilan dilakukan pada pukul 10.00 15.00 WIB. Probe

diarahkan ke target dengan sudut 450dan jarak kurang lebih 2- 5 cm.

Operator komputer yang berada di atas perahu bertanggung jawab

mempersiapkan dan menghidupkan instrumen, mencocokkan waktu

sebelum pengukuran terhadap target dan mencatat kondisi awan dan

permukaan perairan. Operator komputer harus menyampaikan waktu

mulai pengukuran kepada yang bertugas memegang sensor sehingga pada

saat yang bersamaan dapat memposisikan sensor tepat di atas target.

Koordinat geografik pada tiap lokasi pengamatan direkam melalui GPS

Perekaman gambar dilakukan pada target dan sekitarnya, dan pencatatan

informasi pendukung dilakukan secara bersamaan dengan pengukuran

spektral. Informasi yang tercatat adalah: jenis target, jenis substrat,

ukuran, bentuk, kedalaman air dan informasi yang bersangkutan lainnya di

lokasi target.

Jika pengukuran, pencatatan dan perekaman gambar telah selesai, maka

perahu dan team bersama-sama pindah ke lokasi target berikutnya.

Prosedur pengukuran ini dilakukan untuk setiap target.

3.4. Analisis Data

Setelah memperoleh data reflektansi, irradian dan absorbansi langkah awal

adalah melakukan filterisasi terhadap raw data dengan cara melakukan

pemotongan panjang gelombang dari 400 750 nm (visibe) dan curvitting data
24

dengan metode moving averange. Metode ini digunakan untuk menghaluskan data

dengan rata-rata pengamatan berturut-turut (time series) dan menyediakan

prakiraan jangka pendek. Prosedur ini bisa menjadi pilihan ketika data tidak

memiliki kecenderungan atau pola.

Penggunaan instumen spektrometer diharapkan dapat mendeteksi

karakterisasi optik melalui nilai spektral secara tepat dan lebih akurat pada karang.

Serangkaian data spektral yang nantinya akan diperoleh dari masing-masing

sampel karang diharapkan akan memberikan kelompok nilai yang berbeda pula

sehingga dapat dilakukan pemisahan spektral. Adapun langkah pengolahan dan

analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Analisis Pola Reflektansi, Irradian, dan Absorbansi Spektral

Analisis ini digunakan untuk melihat pola reflektansi, irradian dan

absorbansi yang terbentuk oleh masing-masing spesies karang lunak. Analisis ini

merupakan analisis deskriptif dengan melihat nilai panjang gelombang (X) dan

nilai reflektansi/ irradian/ absorbansi (Y) yang terbentuk pada kurva reflektansi

spektral.

b) Analisis Pengelompokan Berdasarkan Kemiripan Nilai Spektral Spesies

Karang

Analisis ini digunakan untuk menentukan similaritas spektral diantara jenis

karang berdasarkan respon spektral pada panjang gelombang yang diamati.

Ukuran kemiripan yang digunakan adalah jarak euklidean (euclidean distance).

Ukuran jarak menentukan kemiripan atau ketidakmiripan spektral dimana obyek

dengan jarak yang lebih pendek antara mereka akan lebih mirip satu sama lain

dibandingkan dengan obyek yang memilki jarak lebih panjang (Supranto, 2004).
25

Analisis yang digunakan dalam menentukan similaritas spektral karang ini adalah

adalah analisis pengelompokan (Cluster Analysis).

c) Analisis Karakteristik Spektral pada Berbagai Panjang Gelombang

Analisis ini digunakan untuk menghasilkan panjang gelombang penciri yang

paling dapat mengklasifikasikan atau memisahkan antara kelompok spesies pada

kedelapan kategori panjang gelombang (Supranto, 2004). Analisis yang

digunakan adalah analisis diskriminan (discriminant anaysis). Adapun kesembilan

kategori panjang gelombang yang digunakan dapat dilihat pada Tabel3.

Tabel 3. Interval Panjang Gelombang yang digunakan


Panjang gelombang Warna Panjang gelombang Warna
(nm) (nm)
380-450 Ungu 575-585 Kuning
450-480 Biru langit 585-620 Oranye
480-510 Biru 620-700 Merah
510-550 Hijau 700 - 750 Merag tepi
550-575 Hijau-Kuning (red edge)
Sumber : Ocean Optic Manual, 2007

d) Analisis Perbandingan Nilai Reflektansi pada Berbagai Panjang Gelombang

Analisis ini menggunakan analisis varians dengan tujuan untuk mengetahui

apakah ada perbedaan rata-rata nilai reflektansi pada masing-masing spesies

karang. Jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Tuckey

untuk mengetahui spesies-spesies yang berbeda nilai reflektansinya.


26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Karakteristik Spektral Genera Karang

Dalam analisis karakteristik spektral genera karang dilihat tiga pola yakni

reflektansi, Irradian, dan Absorbansi. Hasil tampilan dari ketiga pola tersebut

didapat setelah dilakukan curvitting data terhadap metadata dengan metode

moving average berdasarkan patokan Mean Absolute Percent Error (MAPE)

terkecil. Dalam penelitian kali ini didapat 19 genera karang (genus) yakni

Acropora, Ctenactis, Cyphastrea, Diploastrea heliopora, Favites, Fungia,

Galaxea, Goniopora, Herpholitha, Helliopora, Millepora, Montipora, Platygyra,

Pocillopora, Porites, Psammocora, Styllophora, dan Symphyllia (Veron, 2002).

Selain itu, dilihat juga habitat bentik lainnya seperti dead coral algae,

macroalgae, rubble, sand, dan softcoral.

4.1.1 Pola Reflektansi

Hasil pengukuran reflektansi dibatasi pada panjang gelombang sinar

tampakyakni dari 400 750 nm menghasilkan 1729 nilai reflektansi (n= 1729),

dengan interval antar panjang gelombang yaitu 0.21 nm. Kurva reflektansi

masing-masing genera karang dapat dilihat pada Gambar 13.

Berdasarkan pola reflektansi diatas dapat diketahui pada Acropora

memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm dengan nilai 8%

dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 5%. Pada Ctenactis

memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm dengan nilai

20% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 32%. Pada

Cyphastrea memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm


27

dengan nilai 15% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 11%.

Pada Diploastrea heliopora memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang

550-585 nm dengan nilai 15.5% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan

nilai 18%. Pada Favites memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-

585 nm dengan nilai 27% dan pada panjang gelombang 700-720 dengan nilai

22%. Pada Fungia memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585

nm dengan nilai 11% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai

16%. Pada Galaxea memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585

nm dengan nilai 7% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 12%.

Goniopora memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm

dengan nilai 14% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 13 %.

Heliopora memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm

dengan nilai 3% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 4%.

Herpholitha memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm

dengan nilai 5% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 2.7%.

Millepora memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm

dengan nilai 17% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 10%.

Montipora memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm

dengan nilai 12% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 9%.

Platygyra memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm

dengan nilai 30% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 13%.

Pocillopora memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm

dengan nilai 14% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 9%.

Porites Brown memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm
28

dengan nilai 7% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 5%.

Porites Purple memiliki tiga puncak yakni pada panjang gelombang 510-550 nm

dengan nilai 17.5% pada panjang gelombang 620-650 nm dengan nilai 19% dan

pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 19%. Psammocora memiliki

dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm dengan nilai 7.5% dan

pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 5%. Stylophora memiliki dua

puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm dengan nilai 8% dan pada

panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 11%. Symphyllia memiliki dua

puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm dengan nilai 19.5% dan pada

panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 8.5%.

Acropora Ctenactis

Cyphastrea Diploastrea heliopora


29

Favites Fungia

Galaxea Goniopora

Herpholitha Helliopora (CHL)

Millepora (CME) Montipora


30

Platygyra Pocillopora

Porites -Brown Porites -Purple

Psammocora Stylophora

Symphyllia
31

Gambar 13. Pola reflektansi spektral pada genera karang


Perbandingan pola sebaran rata-rata reflektansi spektral antara ke sembilan

belas genera karang (genus) menunjukkan kecenderungan bahwa pola reflektansi

pada genera karang hampir sama dimana memiliki dua puncak pada panjang

gelombang hijau-kuning (510-685 nm) dan panjang gelombang merah (620-720

nm) kecuali pada genera karang Porites yang berwarna ungu dimana memiliki 3

puncak pada kurva reflektansinya. Hal ini yang menjadi alasan kenapa genera

karang Porites dipisahkan berdasarkan warna. Adanya kesamaan pola reflektansi

ini bukan berarti menunjukkan bahwa semua genera karang ini memiliki besaran

nilai reflektansi tertinggi yang sama pula karena pada dasarnya menurut Lillesand

dan Kiefer (1987) pantulan spektral satu spesies dengan spesies yang lain tidak

pernah sama karena pantulan spektral agak berbeda bagi satu kelas material

tertentu, dan ini terbukti pada penelitian ini dengan adanya nilai reflektansi

tertinggi untuk ke 19 spesies yang terjadi pada panjang gelombang yang sama

namun besaran nilainya berbeda.

Habitat dasar lain turut diambil nilai spektralnya untuk melihat apakah ada

perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan genera karang. Kurva

reflektansi masing-masing habitat dasar dapat dilihat pada Gambar 14.

Untuk kategori lain Death Coral Algae (DCA/DC) cenderung flat,

memiliki satu puncak pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 3%.

Macro Algae (MA) memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585

nm dengan nilai 11% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai

8.5%. Others (OT) memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585

nm dengan nilai 4.6% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai

3.9%. Rubble memiliki satu puncak cenderung turun yakni pada panjang
32

gelombang 550-585 nm dengan nilai 11%. Sand memiliki satu puncak cenderung

turun yakni pada panjang gelombang 550-585 nm dengan nilai 36%. Soft Coral

memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm dengan nilai

15% dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 7.5%.

Dead Coral With Algae Macroalgae

Others Rubble

Sand Soft Coral


Gambar 14. Pola reflektansi spektral pada habitat dasar lainnya
33

Pola reflektansi genera habitat dasar terlihat berbeda antar kelompok

biotik dan abiotik. Kelompok abiotik (DCA, Sand, Rubble) cenderung hanya

memiliki satu puncak pada panjang gelombang hijau-kuning (510-685nm) dan

kelompok biotik (Macroalga, Others, Softcoral) pola reflektansi hampir mirip

dengan genera karang dimana memiliki dua puncak pada panjang gelombang

hijau-kuning (510-685 nm) dan panjang gelombang merah (620-720 nm).

4.1.2 Pola Irradian

Irradian merupakan kekuatan radiasi elektromagnetik per satuan luas

(fluksradiasi) yang mengenai permukaan suatu benda/ objek. Hasil pengukuran

Irradian juga dibatasi pada panjang gelombang sinar tampak yakni dari 400 750

nm menghasilkan 1729 nilai Irradian (n= 1729), dengan interval antar panjang

gelombang yaitu 0.21 nm. Kurva Irradian masing-masing genera karang dapat

dilihat pada Gambar 15.

Berdasarkan pola irradian diatas dapat diketahui pada Acropora memiliki

dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 4 dan pada

panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 5. Pada Ctenactis memiliki dua

puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 9 dan pada

panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 22. Pada Cyphastrea memiliki dua

puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 2.5 dan pada

panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 4. Pada Diploastrea heliopora

memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 5.5

dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 9. Pada Favites memiliki

dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 7 dan pada

panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 10. Fungia memiliki dua puncak
34

yakni pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 5 dan pada panjang

gelombang 700-720 nm dengan nilai 13. Galaxea memiliki dua puncak yakni

pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 1.7 dan pada panjang

gelombang 700-720 nm dengan nilai 5.3. Goniopora memiliki dua puncak yakni

pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 8.5 dan pada panjang

gelombang 700-720 nm dengan nilai 12. Heliopora memiliki dua puncak yakni

pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 1.2 dan pada panjang

gelombang 700-720 nm dengan nilai 3.2. Herpholitha memiliki satu puncak yakni

pada panjang gelombang 550-585 nm dengan nilai 3.2. Millepora memiliki dua

puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 8.5 dan pada

panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 8. Montipora memiliki dua puncak

yakni pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 4.8 dan pada panjang

gelombang 700-720 nm dengan nilai 6.8. Platygyra memiliki dua puncak yakni

pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 6 dan pada panjang gelombang

700-720 nm dengan nilai 8. Pocillopora memiliki dua puncak yakni pada panjang

gelombang 550-620 nm dengan nilai 1.5 dan pada panjang gelombang 700-720

nm dengan nilai 3. Porites Brown memiliki dua puncak yakni pada panjang

gelombang 550-620 nm dengan nilai 4.7 dan pada panjang gelombang 700-720

nm dengan nilai 5.8. Porites Purple memiliki tiga puncak yakni pada panjang

gelombang 550-585 nm dengan nilai 2.6 pada panjang gelombang 600-620 nm

dengan nilai 4.2 dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 7.6.

Psammocora memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm

dengan nilai 6 dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 7.5.

Stylophora memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm


35

dengan nilai 5 dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 9.8.

Symphyllia memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm

dengan nilai 5.7 dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 6.3.

Acropora Ctenactis

Cyphastrea Diploastrea heliopora

Favites Fungia
36

Galaxea Goniopora

Herpholitha Helliopora (CHL)

Millepora (CME) Montipora

Platygyra Pocillopora
37

Porites Brown Porites Purple

Psammocora Stylophora

Symphyllia
Gambar 15. Pola Irradian (relative) spektral pada genera karang

Perbandingan pola sebaran rata-rata irradian spektral antara ke sembilan

belas genera karang (genus) menunjukkan kecenderungan pola yang berbeda

dimana ada yang memiliki satu puncak saja pada panjang gelombang hijau-kuning

(510-685 nm) yakni Herpholita, ada yang memiliki dua puncak pada panjang

gelombang hijau-kuning (510-685 nm) dan panjang gelombang merah (620-720


38

nm) yakni Acropora, Ctenactis, Cyphastrea, Diploastrea heliopora, Favites,

Fungia, Galaxea, Goniopora, Helliopora, Millepora, Montipora, Platygyra,

Pocillopora, Porites, Psammocora, Styllophora, dan Symphyllia.

Habitat bentik lainnya juga dilihat pola irradiant (relative) untuk masing-

masing genera. Kurva irradian masing-masing habitat dasar dapat dilihat pada

Gambar 16.

Dead Coral With Algae Macroalgae

Others Rubble

Sand
Gambar 16. Pola Irradian (relative) spektral pada habitat dasar lainnya
39

Untuk kategori lain Death Coral Algae (DCA/DC) cenderung flat

memiliki satu puncak pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 2.4,

Macro Algae (MA) memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-620

nm dengan nilai 5.3 dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 7.4,

Others (OT) memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm

dengan nilai 1.8 dan pada panjang gelombang 550-620 nm dengan nilai 2.5,

Rubble memiliki dua puncak yakni pada panjang gelombang 550-620 nm dengan

nilai 3.2 dan pada panjang gelombang 700-720 nm dengan nilai 3, Sand memiliki

satu puncak yakni pada panjang gelombang 550-585 nm dengan nilai 11.4

Pola irradian genera habitat dasar terlihat berbeda antar satu dengan yang

lain. Untuk kelompok biotik terlihat ada kesamaan pola yakni memiliki dua

puncak pada pada panjang gelombang 550-620 nm dan pada panjang gelombang

550-620 nm.

4.1.3 Pola Absorbansi

Absorbansi merupakan energi gelombang elektromagnetik yang diserap

oleh suatu material/objek. Hasil pengukuran Absorbansi juga dibatasi pada

panjang gelombang sinar tampak yakni dari 400 750 nm menghasilkan 1729

nilai Absorbansi (n= 1729), dengan interval antar panjang gelombang yaitu 0.21

nm. Kurva Absorbansi masing-masing genera karang dapat dilihat pada Gambar

17.

Berdasarkan pola absorbansi spektral diatas dapat diketahui puncak

tertinggi pada Acropora mencapai 1.9% pada panjang gelombang 700-750 nm.

Pada Ctenactis mencapai 1.5% pada panjang gelombang 400-450 nm. Pada
40

Cyphastrea mencapai 1.8% pada panjang gelombang 700-750 nm. Pada

Diploastrea heliopora mencapai 1.8% pada panjang gelombang 700-750 nm.

Pada Favites mencapai 1.9% pada panjang gelombang 700-750 nm. Fungia

mencapai 1.7% pada panjang gelombang 450-500 nm. Galaxea mencapai 1.8%

pada panjang gelombang 450-500 nm. Goniopora mencapai 1.7% pada panjang

gelombang 700-750 nm. Herpholitha mencapai 1.2% pada panjang gelombang

400-450 nm. Helliophora mencapai 2% pada panjang gelombang 480-510 nm.

Millepora mencapai 2.2% pada panjang gelomban 700-750 nm. Montipora

mencapai 2% pada panjang gelombang 700-750 nm. Platygyra mencapai 2.1%

pada panjang gelombang 700-750 nm. Pocillopora mencapai 1.7% pada panjang

gelombang 700-750 nm. Porites Brown mencapai 2% pada panjang gelombang

700-750 nm. Porites Purple mencapai 1.9% pada panjang gelombang 700-750

nm. Psammocora antara 2% pada panjang gelombang 700-750 nm. Stylophora

mencapai 1.5% pada panjang gelombang 700-750 nm. Symphyllia mencapai 1.9%

pada panjang gelombang 700-750 nm.

Acropora Ctenactis
41

Cyphastrea Diploastrea heliopora

Favites Fungia

Galaxea Goniopora

Herpholitha Helliopora (CHL)


42

Millepora (CME) Montipora

Platygyra Pocillopora

Porites Brown Porites Purple

Psammocora Stylophora
43

Symphyllia
Gambar 17. Pola Absorbansi spektral pada genera karang

Nilai absorbansi pada setiap genera karang rata-rata berkisar antara 0.5

2.5%. Dari hasil plot kurva kontinu absorbansi terlihat bahwa perbedaan antar

setiap genera karang masih kurang signifikan atau sulit dibedakan. Pola

absorbansi antar genera karang hampir mirip satu sama lain. Hanya pada genera

karang Helliopora yang berbeda dimana pola absorbansi datar (nilainya

mendekati sama pada setiap panjang gelombang). Untuk pola absorbansi habitat

bentik lainnya bisa dilihat pada Gambar 18.

Dead Coral With Algae Macroalgae


44

Others Rubble

Sand
Gambar 18. Pola Absorbansi spektral pada habitat dasar lainnya

Berdasarkan pola absorbansi spektral diatas dapat diketahui puncak tertinggi

pada Dead coral with algae mencapai 2% pada panjang gelombang 450-500 nm

dengan pola absorbansi yang cenderung datar, pada macroalgae mencapai 1.8%

pada panjang gelombang 700-750 nm dengan pola cenderung fluktuatif, pada

others mencapai 2.5% pada panjang gelombang 700-750 nm dengan pola

cenderung datar, pada rubble mencapai 1.8% pada panjang gelombang 700-750

nm, dan pada sand mencapai 2.5% pada panjang gelombang 700-750 nm dengan

pola cenderung meningkat.


45

4.2 Pengelompokan Berdasarkan Kemiripan Nilai Optik Karang (Cluster


Analisis)
4.2.1 Analisis Pengelompokan dari Nilai Reflektansi

Berdasarkan nilai reflektansi dan pembentukan pola kurva spektral pada

ke-19 karang keras (Gambar 19), terlihat pola yang terbentuk antara semua

spesies cenderung sama yakni memiliki 2 puncak pada panjang gelombang 500-

650 nm dan 700 750 nm. Selain itu, terlihat pula bahwa terdapat beberapa

spesies yang memilki kedekatan dalam hal besaran nilai reflektansi dan

kesemuanya membentuk empat kelompok besar.

Gambar 19. Kurva Reflektansi Spektral 19 Genera Karang

Hasil visualisasi pada kurva pola reflektansi tersebut sesuai dengan hasil

analisis pengelompokan (cluster analysis) yang dilakukan pada ke-19 genus

karang keras. Pada analisis pengelompokan diperoleh beberapa pembagian

kelompok berdasarkan respon spektral masing-masing sampel terhadap panjang

gelombang dan berdasarkan ukuran jarak kemiripan diantara sampel tersebut

dimana obyek dengan jarak yang lebih pendek antara sampel akan lebih mirip satu
46

sama lain dibandingkan dengan obyek yang memilki jarak yang lebih panjang.

Tampilan pembagian kelompok pada keseluruhan panjang gelombang dapat

dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Grafik Dendrogram ke 19 Genera Karang Berdasarkan Nilai


reflektansi

Hasil dendogram dari pengukuran ini menunjukkan bahwa terdapat empat

pembagian kelompok genus karang keras pada tingkat similaritas mencapai

88.27%. Kelompok pertama dengan tingkat similaritas mencapai 98.1% terdiri

dari Acropora, Cyphastrea, Pocilopora, Favites, Montipora, Goniopora,

Millepora, Psammocora, Platygyra, Symphyllia, Herpholitha, Diploastrea

helipora, dan Porites (brown). Kelompok kedua dengan tingkat similaritas

mencapai 94.3% terdiri dari Ctenactis, Fungia, Galaxea, dan Stylophora.

Sedangkan Porites (purple) dan Helliopora dengan tingkat similaritas mencapai

93.27% dan 88.27 masuk dalam kelompok tiga dan empat.


47

Berdasarkan pengelompokan diatas terlihat bahwa pengelompokan karang

keras dipengaruhi oleh kandungan yang ada di dalamnya (klorofil) di

representasikan sebagai warna dan bentuk dari permukaan karang (kekasaran).

Porites (purple) dan Helliopora menjadi kelompok tersendiri karena dilihat secara

visual warna karang tersebut adalah ungu dan biru berbeda dengan genera karang

lainnya yang didomonasi warna cokelat. Kelompok pertama yang tingkat

similaritasnya paling tinggi adalah kelompok karang berwarna dominan cokelat

dan lifeform massive. Dengan pola reflektansi yang didapat,bisa dilihat adanya

pengelompokan dari genera karang sehingga kita bisa bedakan antar genera. Hal

ini sesuai dengan penelitian Stambler dan Shashar tahun 2007 menunjukkan

bahwa indentifikasi spesies karang berdasarkan spectrum reflektansi adalah

mungkin dalam beberapa kasus, namun mungkin terbatas untuk morfologi warna

tertentu.

4.2.2 Analisis Pengelompokan dari Nilai Irradian (relative)

Berdasarkan nilai Irradian dan pembentukan pola kurva spektral pada ke-

19 karang keras, terlihat pola yang terbentuk antara semua spesies cenderung

sama seperti kurva reflektansi yakni memiliki 2 puncak pada panjang gelombang

500-670 nm dan 700 750 nm (Gambar 21). Selain itu, terlihat pula bahwa

terdapat beberapa spesies yang memilki kedekatan dari besaran nilai irradiant dan

kesemuanya membentuk empat kelompok besar.


48

Gambar 21. Kurva Irradian (relative) ke 19 Genera Karang

Hasil visualisasi pada kurva pola irradian tersebut sesuai dengan hasil analisis

pengelompokan (cluster analysis) yang dilakukan pada ke-19 genus karang keras.

Tampilan hasil dendogram ke-19 genera karang berdasarkan nilai irradian bisa

dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Grafik Dendrogram ke 19 Genera Karang Berdasarkan Nilai Irradian


49

Hasil dendogram dari pengukuran irradian menunjukkan bahwa terdapat empat

pembagian kelompok genus karang keras pada tingkat similaritas mencapai

93.15%. Kelompok pertama dengan tingkat similaritas mencapai 99.22% terdiri

dari Acropora, Millepora, Psammocora, Cyphastrea, Favites, Montipora,

Goniopora, Symphyllia, Diploastrea helipora, Platygyra. Selanjutnya karang

memiliki kemiripan spektral mencapai 98.55% dengan Pocilopora, Stylophora,

dan Porites (brown) tergolong kelompok kedua. Kelompok ketiga dengan tingkat

similaritas mencapai 97.24% terdiri dari Ctenactis, Fungia, Galaxea, Helliopora

dan Porites (purple). Sedangkan Herpholitta dengan tingkat similaritas mencapai

93.15% masuk dalam kelompok empat.

Berdasarkan pengelompokan nilai irradian tingkat similaritasnya sangat

tinggi artinya dalam antar genera karang mempunyai kemiripan spektral yang

sama sehingga untuk membedakan antar genera karang akan sedikit sulit.

4.2.3 Analisis Pengelompokan dari Nilai Absorbansi

Berdasarkan nilai Absorbansi dan pembentukan pola kurva spektral pada

ke-19 karang keras, terlihat pola yang terbentuk antara semua spesies cenderung

sama yakni memiliki 3 puncak pada panjang gelombang 400-500 nm, 650- 700

nmdan 730 750 nm (Gambar 23). Selain itu, terlihat pula bahwa terdapat

beberapa spesies yang memilki kedekatan dalam hal besaran nilai reflektansi dan

kesemuanya membentuk empat kelompok besar.


50

Gambar 23. Kurva Absorbansi ke 19 Genera Karang

Hasil visualisasi pada kurva pola absorbansi tersebut sejalan dengan hasil analisis

pengelompokan (cluster analysis) yang dilakukan pada ke-19 genus karang keras.

Tampilan hasil dendogram ke 19 genera karang berdasarkan nilai irradian bisa

dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Grafik Dendrogram ke 19 Genera Karang Berdasarkan Nilai


Absorbansi
51

Hasil dendogram dari pengukuran absorbansi menunjukkan bahwa terdapat empat

pembagian kelompok genus karang keras pada tingkat similaritas mencapai

78.68%. Kelompok pertama dengan tingkat similaritas mencapai 98.75% terdiri

dari Acropora, Diploastrea helipora, Montipora, Pocilopora, Symphyllia,

Cyphastrea, Millepora, Favites, Goniopora, Herpholitta, Porites (brown),

Psammocora, dan Platygyra. Selanjutnya karang memiliki kemiripan spektral

mencapai 97.21% dengan Stylophora, dan Porites (purple) tergolong kelompok

kedua. Kelompok ketiga dengan tingkat similaritas mencapai 94.54% terdiri dari

Ctenactis, Fungia, dan Galaxea. Sedangkan Helliopora dengan tingkat similaritas

mencapai 76.68% masuk dalam kelompok empat.

Berdasarkan pengelompokan nilai absorbansi secara keseluruhan tingkat

similaritasnya tidak terlalu tinggi dibanding dengan nilai spektral lainnya. Hanya

genera karang tertentu yang memiliki tingkat similaritas yang sangat tinggi. Dari

Tabel 4 terlihat pengelompokan genera karang berdasarkan nilai reflektansi dan

absorbansi sama. Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa data reflektansi dan

absorbansi bisa dijadikan sebagai data penciri untuk masing-masing genera

karang.

Tabel 4. Hasil Penggelompokkan Genera Karang Berdasarkan Nilai Spektral


Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
Reflektansi Acropora, Ctenactis, Porites Helliopora
(88.27%) Cyphastrea, Fungia, (purple)
Pocilopora, Galaxea, dan
Favites, Stylophora.
Montipora,
Goniopora,
Millepora,
Psammocora,
Platygyra,
Symphyllia,
52

Herpholitha,
Diploastrea
helipora, dan
Porites
(brown).
Irradian Acropora, Pocilopora, Ctenactis, Herpholitta
(93.15%) Millepora, Stylophora, Fungia,
Psammocora, dan Porites Galaxea,
Cyphastrea, (brown) Helliopora,
Favites, dan Porites
Montipora, (purple)
Goniopora,
Symphyllia,
Diploastrea
helipora,
Platygyra.
Absorbansi Acropora, Stylophora, Ctenactis, Helliopora
(78.68% Diploastrea dan Porites Fungia, dan
helipora, (purple) Galaxea
Montipora,
Pocilopora,
Symphyllia,
Cyphastrea,
Millepora,
Favites
Goniopora,
Herpholitta ,
Porites
(brown),
Psammocora,
dan Platygyra.

4.2.4 Analisis Pengelompokan Genera Karang Dengan Habitat Bentik Lain

Berdasarkan data reflektansi karang yang ada, dicoba membandingkan

dengan data reflektansi habitat lainnya. Dari Gambar 25, terlihat pola yang

berbeda antar kelompok habitat (lifeform), untuk membedakan antar objek habitat

bentik bisa difokuskan pada panjang gelombang 515-570 nm (hijau-kuning), 600-

650 nm (merah), dan 690 730 nm (merah tepi). Objek biotik cenderung

mempunyai dua puncak, dan objek abiotik datar. Dari hasil dendrogram analisis
53

pada Gambar 26 juga terlihat terjadi 3 pengelompokan habitat bentik. Pola

reflektansi yang didapat dalam masing-masing kelompok sama hanya nilai

reflektansinya yang berbeda.

Gambar 25. Kurva Reflektansi Spektral Antar Habitat Bentik

Kelompok pertama yakni karang keras, karang lunak, makroalga dengan tingkat

similaritas mencapai 99.84%. Kelompok kedua yakni Others dan karang mati

(DCA) dengan tingkat similaritas mencapai 97.34%. Kelompok ketiga dengan

tingkat similaritas mencapai 95.92% yakni rubble (patahan karang) dan pasir.
54

Dendrogram
Single Linkage, Correlation Coefficient Distance

92.49

95.00
Similarity

97.50

100.00
as na
k ga r s A le nd
Ke
r al he DC bb Sa
Lu ro Ot Ru
an
g
an
g ak
r r M
Ka Ka
Variables

Gambar 26. Grafik Dendrogram ke Antar Habitat Bentik

Hasil penelitian Holden dan LeDrew (2000), mengemukakan bahwa dengan

melihat nilai reflektansi melalui pengukuran secara in situ sudah bisa

mengidentifikasi berbagai substrat yang ada pada terumbu karang yakni karang

sehat, karang mati (dca), rubble, dan pasir. Hasil penelitian ini juga menunjukkan

perbedaan yang signifikan antar genera habitat bentik. Tetapi pada genera karang

keras, karang lunak, dan makroalga menunjukkan korelasi yang begitu kuat

sebagai indikasi bahwa hanya terdapat sedikit perbedaan reflektansi antara ketiga

genera ini.

4.3 Analisis Perbandingan Nilai Reflektansi pada Berbagai Panjang


Gelombang
Perbandingan nilai reflektansi pada berbagai panjang gelombang langsung

difokuskan pada panjang gelombang penciri untuk membedakan antar objek.

Penelitian tentang reflektansi suatu objek sehingga didapat panjang gelombang

penciri sudah banyak dilakukan, seperti hasil penelitian Holden dan LeDrew

(1998) panjang gelombang yang menyatakan bahwa hasil diskriminasi antara

karang hidup dan karang mati panjang gelombang penciri bisa difokuskan pada
55

515-572 nm (Hijau- kuning). Clark et.al (2000) menyatakan untuk investigasi

kematian karang difokuskan pada panjang gelombang 515-572 nm dan sekitar

596 nm. Hochberget et al (2003) meyatakan pengklasifikasian habitat dasar

panjang gelombang penciri adalah pada sekitar panjang gelombang 570 nm, 600

dan 650 nm (merah).

Gambar 27. Kurva Reflektaksi Spektral Karang (Panjang Gelombang Penciri)

Tabel 5. Perbandingan Reflektansi Pada Panjang Gelombang Penciri


Genera Panjang Panjang Warna Tipe Koralit
Karang Gelombang Gelombang
(515 572 nm) (600 650 nm)
Acropora 7.11 7.84 6.21 4.47 Cokelat Hydnoporoid
kekuningan
Ctenactis 11.45 19.74 17.75 9.94 Cokelat Meandroid
kekuningan
Cyphastrea 8.45 14.90 13.31 8.06 Ungu Plocoid
Diploastrea 9.16 14.91 14.65 9.56 Cokelat Plocoid
heliopora
Favites 18.03 27.05 23.50 15.99 Kuning Cerioid
Fungia 8.10 11.39 11.60 8.84 Cokelat Meandroid
kekuningan
56

Galaxea 3.38 6.80 6.26 3.59 Cokelat Phaceloid


Goniopora 9.40 13.91 12.29 7.69 Cokelat - Cerioid
ungu
Herpholitha 3.90 4.99 3.68 2.42 Cokelat Meandroid
kekuningan
Helliopora 1.81 3.17 2.93 2.19 Biru -
Millepora 11.14 17.24 14.69 9.08 Merah -
kekuningan
Montipora 7.31 11.74 9.55 6.08 Cokelat Cerioid
Platygyra 24.37 30.16 23.51 14.05 Cokelat Flabellate
Pocillopora 7.48 14.13 12.41 7.67 Kuning Hydnoporoid
Porites 6.05 7.59 5.87 4.08 Cokelat Cerioid
(brown)
Porites 16.47 14.14 14.42 15.45 Ungu Cerioid
(purple)
Psammocora 5.80 7.47 5.96 3.57 Cokelat - Thamnaseroid
ungu
Stylophora 4.33 7.91 6.76 3.82 Kuning Hynoporoid
Symphyllia 14.25 19.55 14.55 8.30 Kuning Flabellate

Dari hasil plot kurva reflektansi dan perbandingan nilai panjang gelombang
(Tabel 5), terlihat bahwa pola antar genera karang hampir sama, yang
membedakan adalah nilai reflektansinya. Perbedaan ini bisa saja disebabkan
oleh adanya fenomena perbedaan respon elektromagnetik yang diberikan oleh
masing-masing spesies. Pada panjang gelombang hijau-kuning nilai reflektansi
cenderung meningkat, dan pada panjang gelombang merah cenderung turun.
Menurut teori dasar penginderaan jauh hal ini terjadi karena setiap benda pada
dasarnya mempunyai struktur atau susunan partikel yang berbeda dan perbedaan
ini yang akan mempengaruhi pola respon elektromagnetiknya. Dalam penelitian
ini bisa terlihat perbedaan respon elektromagnetik genera karang keras di
dominasi oleh warna (kandungan zooxanthella), dan tipe koralitnya.
57

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menyimpulkan sebagai berikut :


1. Pola reflektansi, irradian, dan absorbansi karang keras generayakni
Acropora, Ctenactis, Cyphastrea, Diploastrea heliopora, Favites, Fungia,
Galaxea, Goniopora, Herpholitha, Helliopora, Millepora, Montipora,
Platygyra, Pocillopora, Porites, Psammocora, Styllophora, dan
Symphyllia cenderung sama namun besaran nilai yang dihasilkan tidak
sama. Perbedaan respon elektromagnetik genera karang keras di pengaruhi
oleh warna (kandungan zooxanthella), dan tipe koralitnya.
2. Hasil cluster analisis menunjukkantingkat similaritas antar genera karang
berdasarkan nilai reflektansi 88.27%, irradian (relative) 93.15%, dan
absorbansi 78.68%. Pengelompokan berdasarkan reflektansi dan
absorbansi memiliki kecenderungan genera karang keras yang sama.
Artinya data reflektansi dan absorbansi yang relevan digunakan untuk
melihat karakteristik spektral objek.
3. Pola reflektansi spektral pada habitat bentik yakni karang hidup (keras),
karang lunak, makroalaga, others, dead coral with algaerubble, dan pasir
memiliki kecenderungan yang berbeda. Pola terlihat signifikan berbeda
antara komponen biotik (karang keras, karang lunak) dengan komponen
abiotik (dca, rubble, dan pasir).
4. Untuk melihat perbedaan ke 19 genera karang yang memiliki pola yang
sama bisa difokuskan pada panjang gelombang 515-572 nm( Hijau-
kuning) dan 600 650 nm (merah).
58

Saran
Masih banyaknya kekurangan dalam penelitian ini maka perlu
disampaikan beberapa saran untuk studi kedepannya :
1. Untuk penelitian lanjutan dalam pengambilan data optik perlu dilakukan
koreksi kolom perairan (PAR sensor) untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik.
2. Dilakukan kajian dengan menggunakan citra hyperspectral sehingga bisa
menerapkan aplikasi spectral signaturegenera karang.
3. Untuk penelitian lanjutan dilakukan berdasarkan beberapa perbedaan
kedalaman sehingga pengaruh optik kolom air dapat dideteksi sehingga
memungkinkan pengembangan algoritma sebagai faktor koreksi terhadap
pengaruh kolom air.
59

DAFTAR PUSTAKA

Clark CD, PJ Mumby, JRM Chisholm, J Jaubert, S Andrfout. 2000. Spektral


discrimination of coral mortality states following a severe bleaching event.
Int. J. Remote Sens. 21, 23212327.

Danoedoro P. 1996. Pengolahan Citra Digital. Fakultas Geografi UGM.


Yogyakarta.

English S, C Wilkinson, and V Baker. 1997. Survey Manual for Tropical Marine
Resources; Australian Institute of Marine Science: Townsville, QLD,
Australia. 390 pp.

Hochberg EJ, MJ Atkinson. 2000. Spectral Discrimination of Coral Reef Benthic


Communities. Springer Verlag. Coral Reefs 19:164-171.

Hochberg EJ, MJ Atkinson, A Apprill, S Andrfout. 2003. Spectral Reflectence


of Coral. Springer Verlag. Coral Reefs 23:84-95

Hochberg EJ, MJ Atkinson, S Andrfout. 2003. Spectral Reflectence of Coral


Reef Bottom-type Worldwide and Implications for Coral Reef Remote
Sensing. Elsevier Science Inc . Remote sensing of environment 85: 159-173.

Holden H and E LeDrew. 1998. Spectral Discrimination of Healthy and Non


Healthy Coral Based on Cluster Analysis, Principal Components Analysis,
and Derivative Spectroscopy. Elsevier Science Inc . Remote sensing of
environment 65: 217-224.

Holden H and E LeDrew. 1999. Hyperspektral Identification of Coral Reefs


Features. International Journal of Remote Sensing. 20 : 2545-2563.

Holden H and E LeDrew. 2002. Measuring and Modeling Water Column Effect
on Hyperspectral Reflectance in A Coral Reef Environment. Elsevier
Science Inc. Remote sensing of environment 81: 300-308.

Green EP, PJ Mumby, AJ Edwards, and Clark. 2000. Remote Sensing Handbook
for Tropical Coastal Management. Coastal Management Sourcebook
3.UNESCO. Paris. X+316 h.

Jaelani LM. 2006. Hyperspektral, Masa Depan Teknologi Inderaja. Fakultas


Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Surabaya. Surabaya,
diambil dari
http://lalumuhamadjaelaniwordpress.com/2006hyperspektral.htm [ 2012]
60

Karen EJ and RP Stuart. 2003. Hyperspektral Analysis of Clorophill Content and


Photosynthetic Capacity of Coral Reef Substrates. Limnology and
Oceanography. Volume 48. Number 1. Part 2.

Kleinbaum DG, LL Kupper, KE Muller. 1987. Applied Regression Analysis and


Other Multivariable Methods. Second Edition. The University Of North
carolina at Chapel Hill. PWS-Kent Publishing Company.

Kusumowidagdo M, B Tjaturrahano, B Eva, L Dwi. 2007. Penginderaan Jauh


dan Interpretasi Citra. Pusat data penginderaan jauh LAPAN dan Jurusan
geografi. Universitas Semarang.

Lillesand TM, RW Kiefer. 1987. Remote Sensing and Image Interpretation.


Second Edition. Canada

Lowson M, L Bryan, R Donald, E Nicholas, Richard, K Jennifer. 2006.


Compensating for Irradiance Fluxes When Measuring the Spektral
Reflectance of Corals In Situ. GIScience & Remote Sensing, 43, No. 2, p.
111-127.

Ocean Optic. 2007. Spectra Suite Spectrometer Operating Software. Group


Company.Ocean Optics, Inc. World Headquarters. USA.

Nurjannah N. 2006. Observasi Radiometrik, Analisis Karakteristik Reflektansi


Spektral dan Perumusan Indeks Pembeda Karang. [Disertasi] Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurjannah N. 2006. Pengaruh Kandungan Zooxanthella terhadap Karakteristik


Reflektansi Spektral Karang. Torani, Vol. 16 (4) : 296 305.

Nurjannah N dan VP Siregar. 2008. Analisis Karakteristik Reflektansi Spektral


Karang Massive. Torani, Vol. 16 (4) : 64-71.

Reefbase. 2010.A Global Information System For Coral Reef. Diambil dari
http://www.reefbase.org/global_database. [24 Januari 2012]

Timotius S. 2010. Biologi Terumbu Karang. Diambil dari www.terangi.or.id. [14


November 2012

Siregar VP, S Wouthuyzen, S Sukimin, SB Agus, MB Selamat, Adriani, Sriati,


dan AA Muzaki. 2010. Informasi Spasial Habitat Perairan Dangkal dan
Pendugaan Stok Ikan Terumbu Menggunakan Citra Satelit : Studi Kasus
Karang Lebar dan Karang Congkak, Kepulauan Seribu. Seameo-
Biotrop.Vii+88 hal. ISBN : 9789798275289
61

Stambler N, N Shashar. 2007. Variation in Spektral reflectance of the hermatypic


corals,Stylophora pistillata and Pocillopora damicornis. Journal of
Experimental Marine Biology and Ecology 351 :143149.

Supranto J. 2004. Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Rineka Cipta. Jakarta.

Sutrisno D. 2002. Fenomena Alam dan Perkembangan Teknologi Penginderaan


Jauh. Bogor : BAKOSURTANAL.

Tomascik, T, Anmarie J. Mah. 1997.The ecology of the Indonesian seas, Volume


2.Tuttle Publishing, 746 halaman.

Van Der Meer F and SM De Jong. 206. Imaging Spectrometry : Basic Principles
and Prospective Applications. Springer. Netherlands.

Veron JEN. 2002. Corals of the Australian and Indo-Pacific. Australian


Institute of Marine Science. Townsville.
62

Lampiran 1. Proses Pengambilan Data dan Curvitting data


Acropora Dendrum (ACD)
St 1 plot 1
Date: Thu Jun 09 10:22:24 ICT 2011

20 Variable
A ctual
Fits

Mov ing A v erage


15 Length 30

A ccuracy Measures
Reflektansi (%)

MA PE 15.6564
MA D 0.4488
10 MSD 0.5250

0
93 52 96 03 72 99 85 27 24 75 77
9. 7. 4. 2. 8. 4. 0. 6. 1. 5. 9.
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang (nm)

14 Variable
A ctual
Fits
12
Mov ing A v erage
Length 20
10
Irradian (relative)

A ccuracy Measures
MA PE 11.4762
8 MA D 0.2088
MSD 0.1941

93 52 96 03 72 99 85 27 24 75 77
9. 7. 4. 2. 8. 4. 0. 6. 1. 5. 9.
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang (nm)
63

Lanjutan Lampiran 1.
Seriatopora histrix (CB)
St 2
Date: Fri Jun 10 09:00:35 ICT 2011

Variable
20
A ctual
Fits

Mov ing Av erage


Length 10
15
Accuracy Measures
Reflektansi (% )

MA PE 3.05639
MA D 0.19959
MSD 0.07915
10

0
93 52 96 03 72 99 85 27 24 75 77
9. 7. 4. 2. 8. 4. 0. 6. 1. 5. 9.
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang (nm)

2.5 Variable
A ctual
Fits

2.0 Mov ing A v erage


Length 10

A ccuracy Measures
Irradian (relative)

MA PE 4.29842
1.5
MA D 0.03123
MSD 0.00192

1.0

0.5

0.0
3 2 6 3 2 9 5 7 4 5 7
9. 9 7. 5 4.9 2.0 8.7 4.9 0. 8 6 .2 1.2 5.7 9.7
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang
64

Lanjutan Lampiran 1.
Porites sp (CM)
St 3
Date: Fri Jun 10 14:14:27 ICT 2011

30 Variable
A ctual
Fits
25
Mov ing A v erage
Length 10

20 A ccuracy Measures
Reflektansi (% )

MA PE 3.18401
MA D 0.40647
15 MSD 0.33843

10

0
93 52 96 03 72 99 85 27 24 75 77
9. 7. 4. 2. 8. 4. 0. 6. 1. 5. 9.
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang (nm)

5 Variable
A ctual
Fits

4 Mov ing A v erage


Length 10

A ccuracy Measures
Irradian (relative)

MA PE 3.65201
3
MA D 0.05966
MSD 0.00800

0
3 2 6 3 2 9 5 7 4 5 7
9.9 7. 5 4 .9 2.0 8.7 4 .9 0.8 6.2 1. 2 5.7 9.7
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang
65

Lanjutan Lampiran 1.
Acropora sp (ACB)
St 4
Date: Fri Jun 10 14:45:38 ICT 2011

Variable
25 A ctual
Fits

Mov ing A v erage


20 Length 10

A ccuracy Measures
Reflektansi (% )

MA PE 3.39530
15 MA D 0.27487
MSD 0.15570

10

0
93 52 96 03 72 99 85 27 24 75 77
9. 7. 4. 2. 8. 4. 0. 6. 1. 5. 9.
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang (nm)

7 Variable
A ctual
Fits
6
Mov ing A v erage
Length 10
5
A ccuracy Measures
Irradian (relative)

MA PE 3.64126
4 MA D 0.07678
MSD 0.01162

0
3 2 6 3 2 9 5 7 4 5 7
9.9 7. 5 4 .9 2.0 8.7 4 .9 0.8 6.2 1. 2 5.7 9.7
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang
66

Lanjutan Lampiran 1.
Millepora (CME)
St 5
Date: Sat Jun 11 09:28:55 ICT 2011

Variable
A ctual
25
Fits

Mov ing A v erage


Length 10
20
A ccuracy Measures
Reflektansi (% )

MA PE 2.73808
MA D 0.29970
15
MSD 0.18679

10

0
93 52 96 03 72 99 85 27 24 75 77
9. 7. 4. 2. 8. 4. 0. 6. 1. 5. 9.
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang (nm)

Variable
A ctual
4
Fits

Mov ing A v erage


Length 10
3 A ccuracy Measures
Irradian (relative)

MA PE 4.85603
MA D 0.04757
MSD 0.00647
2

0
3 2 6 3 2 9 5 7 4 5 7
9.9 7. 5 4 .9 2.0 8.7 4 .9 0.8 6.2 1. 2 5.7 9.7
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang
67

Lanjutan Lampiran 1.
Symphyllia recta (CM)
St 6
Date: Sat Jun 11 12:27:18 ICT 2011

Variable
25 A ctual
Fits

Mov ing A v erage


Length 10
20
A ccuracy Measures
Reflektansi (% )

MA PE 3.24068
MA D 0.35587
15 MSD 0.25095

10

93 52 96 03 72 99 85 27 24 75 77
9. 7. 4. 2. 8. 4. 0. 6. 1. 5. 9.
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang (nm)

10 Variable
A ctual
Fits

8 Mov ing A v erage


Length 10

A ccuracy Measures
Irradian (relative)

6 MA PE 3.62114
MA D 0.10239
MSD 0.03028

0
3 2 6 3 2 9 5 7 4 5 7
9 .9 7.5 4 .9 2.0 8 .7 4.9 0.8 6. 2 1.2 5 .7 9.7
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang
68

Lanjutan Lampiran 1.
Dead Coral With Algae (DCA)
St 7
Date: Sun Jun 12 10:22:08 ICT 2011

18 Variable
A ctual
16 Fits

Mov ing A v erage


14
Length 10

12 A ccuracy Measures
Reflektansi (% )

MA PE 3.23321
10 MA D 0.18958
MSD 0.06675
8

0
93 52 96 03 72 99 85 27 24 75 77
9. 7. 4. 2. 8. 4. 0. 6. 1. 5. 9.
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang (nm)

9 Variable
A ctual
8 Fits

Mov ing A v erage


7
Length 10

6 A ccuracy Measures
Irradian (relative)

MA PE 3.16177
5 MA D 0.09321
MSD 0.01907
4

0
3 2 6 3 2 9 5 7 4 5 7
9.9 7. 5 4 .9 2.0 8.7 4 .9 0.8 6.2 1. 2 5.7 9.7
39 43 47 51 54 58 62 65 69 72 75
Panjang Gelombang
69

Lampiran 2. Perhitungan Cluster analysis

Reflektansi

Number of Similarity Distance Clusters New in new


Step clusters level level joined cluster cluster
1 18 99.4403 0.011194 3 14 3 2
2 17 99.3996 0.012009 3 5 3 3
3 16 99.3202 0.013596 13 19 13 2
4 15 99.2800 0.014399 3 12 3 4
5 14 99.1616 0.016768 3 8 3 5
6 13 99.0563 0.018873 3 11 3 6
7 12 98.9299 0.021403 7 18 7 2
8 11 98.6438 0.027124 3 17 3 7
9 10 98.5997 0.028005 3 13 3 9
10 9 98.1786 0.036427 1 3 1 10
11 8 98.1517 0.036965 1 9 1 11
12 7 98.0965 0.038070 1 4 1 12
13 6 98.0266 0.039469 1 15 1 13
14 5 96.3483 0.073035 6 7 6 3
15 4 95.7170 0.085660 2 6 2 4
16 3 94.2958 0.114084 1 2 1 17
17 2 93.2743 0.134514 1 16 1 18
18 1 88.2655 0.234690 1 10 1 19

Irradian (relative)
Number of Similarity Distance Clusters New in new
Step clusters level level joined cluster cluster
1 18 99.8675 0.002650 8 12 8 2
2 17 99.7666 0.004667 5 8 5 3
3 16 99.5310 0.009379 2 7 2 2
4 15 99.4769 0.010461 3 5 3 4
5 14 99.4559 0.010882 3 19 3 5
6 13 99.3844 0.012313 11 17 11 2
7 12 99.3812 0.012376 3 4 3 6
8 11 99.3329 0.013342 3 13 3 7
9 10 99.2640 0.014720 1 11 1 3
10 9 99.2224 0.015552 1 3 1 10
11 8 99.1824 0.016352 14 18 14 2
12 7 98.6491 0.027017 1 14 1 12
13 6 98.5777 0.028445 2 6 2 3
14 5 98.5522 0.028956 1 15 1 13
15 4 98.0034 0.039931 2 10 2 4
16 3 97.2638 0.054724 1 16 1 14
17 2 97.2387 0.055226 1 2 1 18
18 1 93.1505 0.136991 1 9 1 19
Lanjutan Lampiran 2.
70

Absorbansi

Number of Similarity Distance Clusters New in new


Step clusters level level joined cluster cluster
1 18 99.6902 0.006197 5 8 5 2
2 17 99.5115 0.009771 3 11 3 2
3 16 99.4023 0.011955 4 12 4 2
4 15 99.3518 0.012963 3 5 3 4
5 14 99.3051 0.013899 15 17 15 2
6 13 99.1737 0.016525 1 4 1 3
7 12 99.1528 0.016944 3 9 3 5
8 11 99.1062 0.017875 3 15 3 7
9 10 98.9767 0.020465 3 13 3 8
10 9 98.9756 0.020489 1 14 1 4
11 8 98.7869 0.024261 1 19 1 5
12 7 98.7462 0.025077 1 3 1 13
13 6 97.9656 0.040687 1 18 1 14
14 5 97.4713 0.050574 2 6 2 2
15 4 97.2133 0.055733 1 16 1 15
16 3 94.5421 0.109158 2 7 2 3
17 2 90.3852 0.192296 1 2 1 18
18 1 78.6824 0.426351 1 10 1 19

You might also like