Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Now, batik workers working position mostly use dingklik so work position becomes bent,
and it is risk of musculoskeletal disorders. Ergonomically, that working position should be
changed becomes more natural position. Research problem was how musculoskeletal disor-
ders differences in workers who use dingklik and ergonomic chairs. Research purpose was
to determine musculoskeletal disorders differences in workers who use dingklik and ergo-
nomic chairs. Quasi- experimental research method by one group pre and posttest design.
Population study were Sragen Batik industry workers. Sample of 50 people using by quota
random sampling. The rate of musculoskeletal disorders were measured by questionnaire
Nordic body map. Statistical analysis using the test. The result showed there were differences
in musculoskeletal complaints before and after using ergonomic chairs (p=0.035). The con-
clusion, ergonomic chair can reduce risk of musculoskeletal disorders.
145
Sumardiyono, Yeremia Rante Ada / KEMAS 9 (2) (2014) 144-149
Kursi Ergonomis
Kursi ergonomis adalah kursi yang dide-
sain sesuai dengan ukuran antropometri tenaga
kerja berdasarkan dimensi tubuh yang sesuai
dengan hasil rancangan. Untuk membuat kur-
si ergonomis, terlebih dulu peneliti melaku-
kan pengukuran antropometri pada 50 orang
sampel, meliputi tinggi lutut duduk, jarak lekuk
lutut sampai garis punggung, lebar pinggul, dan
tinggi punggung. Dasar perancangan meng-
gunakandimensi tinggi lutut duduk (persentil Gambar 2. Kursi Hasil Rancangan (Kursi Er-
5%) untuk merancang tinggi kursi, jarak lekuk gonomis)
lutut sampai garis punggung (persentil 5%) me-
nentukan panjang kursi, lebar pinggul (persen- Perbandingan ukuran dingklik dengan
til 95%) menentukan lebar kursi, dan tinggi kursi ergonomis hasil rancangan tersaji pada
punggung (persentil 95%) menentukan tinggi Tabel 3.
sandaran, serta dihitung kelonggarannya. Berdasarkan observasi di lapangan,
Kursi ergonomis untuk pekerja batik perbandingan posisi duduk wanita pembatik
dirancang berdasarkan data ukuran antropo- menggunakan dingklik dan kursi ergonomis,
metri pekerja yang meliputi tinggi lutut duduk, sebagai berikut:
jarak lekuk lutut ke garis punggung, lebar ping- Posisi duduk wanita pembatik menggu-
gul, dan tinggi punggung. Deskripsi data hasil nakan dingklik.
pengukuran antropometri wanita pekerja ba- (1) Dingklik terlalu pendek, kaki tidak bisa
tik, secara statistik tersaji pada tabel 1. relaksasi.
Rancangan kursi ergonomis untuk (2) Panjang dingklik terlalu pendek, tungkai
wanita pekerja batik berdasarkan data Tabel 1. atas (paha) tertekan, sehingga mengham-
Dimensi ukuran kursi tersaji pada Tabel 2, se- bat peredaran darah.
dangkan Gambar 2 menggambarkan kursi hasil (3) Lebar dingklik terlalu sempit, sehingga
rancangan. pantat tidak bisa tercover di dingklik.
146
Sumardiyono, Yeremia Rante Ada / KEMAS 9 (2) (2014) 144-149
(4) Dingklik tanpa sandaran, sehingga mele- gonomis dilakukan uji statistik Wilcoxon-test
lahkan. yang tersaji pada Tabel 4.
(5) Alas duduk dari bahan keras, menyebab- Wilcoxon Test pada tabel 4 menunjukkan
kan penekanan aliran darah pada paha. hasil yang signifikan pada p=0,000 (p<0,05),
Posisi duduk pekerja menggunakan kur- maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan
si ergonomis tingkat keparahan gangguan muskuloskeletal
(1) Tinggi kursi sesuai tinggi lekuk lutut, se- antara memakai dingklik dan kursi ergonomis.
hingga posisi kaki lebih rileks. Semua sampel penelitian adalah pem-
(2) Panjang kursi sesuai panjang tungkai atas batik wanita di bagian batik tulis yang duduk
dan alas duduk empuk, sehingga paha dengan menggunakan dingklik; posisi duduk
tidak tertekan. pekerja tidak ergonomis. Ukuran dingklik
(3) Lebar kursi sesuai dengan lebar pinggul, se- sangat rendah, sehingga posisi kaki harus lurus
hingga lebih nyaman. ke depan atau harus ditekuk, seharusnya secara
(4) Kursi dengan sandaran sehingga pungung ergonomis posisi kaki harus ditekuk secara ala-
bisa istirahat dan mengurangi kelelahan. miah. Tinggi kursi sesuai dengan panjang lekuk
(5) Alas duduk dilapisi spons sehingga mengu- lutut sampai alas kaki. Panjang dingklik juga
rangi penekanan aliran darah pada paha. terlalu pendek, seharusnya panjang kursi harus
menyesuaikan dengan jarak lekuk lutut sam-
Gambaran sikap duduk pembatik pada pai garis punggung. Lebar dingklik juga terlalu
saat memakai dingklik dan kursi ergonomis ter- sempit, sehingga tenaga kerja kurang mendapat
saji pada gambar 3 dan 4. kebebasan bergerak selama bekerja, seharusnya
lebar dingklik menyesuaikan dengan lebar
pinggul. Secara umum, desain dingklik tidak
ergonomis. Ketidakergonomisan dalam beker-
ja dapat menimbulkan risiko timbulnya gang-
guan muskuloskeletal berupa nyeri pung-gung,
nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku
dan kaki (Hanneke, 2006; Loisel, 2005).
Gambaran tingkat risiko gangguan
Gambar 3. Posisi Pembatik Memakai dingklik muskuloskeletal tenaga kerja sesudah 2 bulan
menggunakan kursi ergonomis menunjukkan
Risiko gangguan muskuloskeletal me- penurunan tingkat keparahan. Sehingga perlu
nunjukkan penurunan kasus tingkat risiko tindakan perbaikan dari pemakaian dingklik
tinggi dari 33 kasus (66%) menjadi 6 kasus menjadi kursi ergonomis. Hal tersebut menun-
(12%), sebaliknya pada kasus gangguan musku- jukkan, menggunakan kursi ergonomis sudah
loskeletal tingkat risiko rendah terjadi kenaikan baik, karena risiko tingkat keparahan gang-
dari 2 kasus (4%) tingkat risiko rendah men- guan muskuloskeletal terjadi penurunan, yang
jadi 23 kasus (46%). Gambaran tersebut tersaji semula tingkat risiko sebagian besar tinggi dan
pada Gambar 5. sedang, menjadi sedang dan rendah.
Untuk mengetahui perbedaan tingkat Pemberian perbaikan kursi kerja dengan
keparahan gangguan muskuloskeletal pem- desain sesuai ukuran antropometri tenaga kerja
batik pada saat memakai dingklik dan kursi er- dan dilengkapi dengan busa pada alas kursinya
147
Sumardiyono, Yeremia Rante Ada / KEMAS 9 (2) (2014) 144-149
sudah merupakan kursi yang ergonomis karena si ergonomis. Pemberian perbaikan kursi kerja
mampu mengurangi risiko penekanan lang- dengan desain sesuai ukuran antropometri
sung pada jaringan otot yang lunak di paha. yang dilengkapi dengan alas busa mampu
Selain itu, dengan menggunakan kursi ergono- mengurangi risiko penekanan langsung pada
mis akan mampu memberikan sikap kerja yang atas skeletal dan mampu memberikan sikap
alamiah sehingga gangguan otot skeletal dapat kerja yang alamiah.
dikurangi (Freek, 2006; Fadi, 2005).
Penelitian ini senada dengan peneli- Ucapan Terimakasih
tian Purwanti (2008), yang membuktikan ada
hubungan ergonomi dengan gangguan keseha- Penelitian ini dapat berjalan dengan baik
tan akibat kerja pada pekerja di PG Krembong atas dukungan dan bantuan pembatik beserta
Sidoarjo (p < 0,05). Sebagian besar gangguan kepada perusahaan pembatik di Kabupaten Sra-
muskuloskeletal pada pekerja di PG Krembong gen baik yang tradisional maupun yang berupa
Sidoarjo meliputi nyeri pinggang dan nyeri perusahaan besar, sehingga pada kesempatan ini
lutut. Demikian juga dengan Pratomo (2006), peneliti mengucapkan terimakasih. Terutama
menemukan ada hubungan antara kursi kerja kepada para pembatik yang bersedia sebagai
dengan keluhan nyeri pinggang pada pekerja sampel dalam penelitian ini.
tenun kain sarung di Java ATBM (Alat Tenun
Bukan Mesin) di Pemalang. Daftar Pustaka
148
Sumardiyono, Yeremia Rante Ada / KEMAS 9 (2) (2014) 144-149
149