You are on page 1of 5

A.

Sejarah Gunung Agung

Gunung Agung terletak di kabupaten Karangasem Prov. Bali dengan ketinggian 3.142
Mdpl. Gunung Agung merupakan gunung berapi yang paling eksplosif di Indonesia,
mengalahkan Gunung Merapi di Yogyakarta dan Gunung Sinabung di Sumatera. Hal ini
disebutkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Catatan sejarah
mengatakan bahwa Gunung Agung Meletus sebanyak 4 kali yakni pada tahun 1808, tahun
1821, tahun 1843 dan tahun 1863. Berikut beberapa informasi terkait beberapa letusan
Gunung Agung:

1. Letusan pertama pada tahun 1808, Gunung Agung meletus disertai uap dan abu
vulkanik. Gunung ini melontarkan abu dan batu apung dalam jumlah luar biasa. Jejak
sejarahnya adalah bukit-bukit batu yang mendominasi topografi Kabupaten
Karangasem saat ini.
2. Letusan kedua pada tahun 1821, Ini merupakan kelanjutan aktivitas Gunung Agung
sejak 1808. Namun, sejarah letusan 1821 tidak terdokumentasikan dengan baik.
Letusan yang berlangsung saat ini adalah letusan normal.
3. Letusan ketiga pada tahun 1943, Letusan 1843 didahului serangkaian aktivitas
kegempaan. Gunung Agung kembali memuntahkan material abu, pasir, dan batu
apung.
4. Letusan keempat atau letusan terakhir pada tahun 1963,terjadi hampir setahun yakni
tanggal 18 februari 1963 sampai 27 januari 1964. Sehingga, letusan ini memakan
korban 1.148 orang meninggal dunia dan 296 orang luka. Hal ini mayoritas dikarekanan
awan panas letusan yang melanda lebih dari 70 km2. Tipe erupsi Gunung Agung tahun
1963 adalah Erupsi Eksplosif dan Efusif (Satgas 537 PUPR). Berikut kondisi letusan
Gunung Agung pada tahun 1963:
- Letusan 1963 diawali gempa bumi ringan di kampung Yeh Kori, Kampung Kubu di pantai
timur laut Gunung Agung. Tanggal 18 Februari 1963, di pantai utara terdengar suara
gemuruh dalam tanah, 19 februari 1963 terlihat gumpalan asap dan bau gas belerang.
20 februari, letusan Gunung Agung dengan bola api lebih besar dan disusul asap tebal
yang mengepul dari kawah. 25 februari, awan panas dan hujan lahar. 16 Februari 1963,
lava dan hujan lahar mengalir hingga Desa Sogra, Sangkan Kuasa, Badegdukuh, dan
Badegtengah. Seluruh penduduknya mengungsi ke selatan. 17 Maret 1963 merupakan
puncak dari kegentingan. Suara letusan berkurang dan hilang. Sisanya adalah aliran
lahar ke wilayah-wilayah di bawahnya. Aktivitas Gunung Agung benar-benar berhenti
27 Januari 1964.

B. Kondisi Gunung Agung saat ini

Setelah tertidur 54 tahun, Gunung Agung kembali menunjukkan peningkatan aktivitas.


Peningkatan aktivitas vulkanik terjadi sejak 14 september 2017 yang berstatus Waspada
(level 2) kemudian dilanjutkan kenaikan status menjadi Siaga (level 3) pada tanggal 18
September 2017. Selanjutnya status menjadi Awas (level 4) tanggal 22 September 2017.
Menurut data terakhir Kementerian Energid an Suber Daya Mineral Badan Geologi, Hingga
saat ini (10 Oktober 2017) secara visual gunungapi terlihat jelas dan sering berkabut disertai
hujan lebat di malam hari. Asap dominan uap air dari kawah teramati putih tebal mencapai
1500 m di atas puncak. Melalui rekaman seismograf tercatat tanggal 10 oktober 2017 (pukul
00:00 06:00 WITA), terekam 73 kali gempa vulkanik Dangkal (VB), 135 kali Gempa Vulkanik
Dalam (VA), 9 kali Gempa Tektonik Lokal (TL) dan tidak terasa.

Beberapa instansi yang bekerja terkait kebencanaan sudah menganalisis dan


mengantisipasi akan terjadinya erupsi misalnya berupa pembuatan peta desa dan
infrastruktur terdampak, sehingga dapat memudahkan pemerintah dan pengambil kebijakan
untuk mengarahkan proses evakuasi. Berikut peta desa terdampak erupsi Gunung Agung :
Selain cara yang dilakukan oleh pemerintah, untuk mengantipasi terjadinya erupsi
Gunung Agung, masyarakat di kaki gunung memiliki kesadaran tinggi dengan mengevakuasi
diri dan keluarga secara mandiri. Data terakhir yang dikeluarkan oleh Badan Penanggulangan
Bencana (BNPB) mencapai 15.142 jiwa. Mereka tersebar di 125 titik di tujuh kabupaten,
meliputi Kabupaten Badung (lima titik), Bangli (17 titik), Buleleng (10 titik), Denpasar (enam
titik), Gianyar (sembilan titik), karangasem (54 titik), Klungkung (21 titik), dan Tabanan (tiga
titik). Berikut peta sebaran lokasi pengungsian Gunung Agung:

BULELENG
BANGLI

GIANYAR
TABANAN

KLUNGKUNG
BADUNG

DENPASAR

C. Perlunya Mitigasi Bencana

Ancaman bencana erupsi Gunung api memilik dampak negative yakni akan membawa
material yang berbahaya bagi organisme yang dilaluinya misalnya lahar dan abu vulkanik
panas akan merusak pemukiman warga serta material yang dikeluarkan juga menyebabkan
berbagai penyakit misalnya ISPA. Sehingga diperlukan pencegahan terhadap kerusakan
dengan tingkat keparahan tinggi berupa tindakan mitigasi bencana.

Mitigasi adalah tindakan mengurangi tingkat keparahan, atau memoderasi dampak


dari bahaya alam, sekaligus meringankan kerugian yang terjadi. Daftar Chester (1993) tiga
respons mitigasi potensial yang ada disini terkait dengan lava bahaya aliran :

a. Persiapan dan Perencanaan Kerugian


Persiapan yang dilakukan dapat dari individu ataupun skala regional, misalnya
menyiapkan diri akan adanya kondisi terburuk misalnya rumah hancur dll. Selain itu di skala
komunitas atau regional membuat jalur evakuasi dan merencanakan titik pengungsian serta
membuat peta atau estimasi daerah terdampak dengan memperhatikan arah letusan dan
aliran lava dll. Sehingga, dalam menentukan titik evakuasi lebih optimal dan meminimaliskan
kerugian yang akan terjadi. Selain itu, Jaggar (1993) memberikan 5 poin penting organisasi
untuk kesiapsiagaan yakni organisasi komunikasi, organisasi penyelamatan, organisasi
tempat pengungsian termasuk penyediaan secara cepat tempat perkemahan berupa tenda,
tempat tidur, perlengkapan bedah, makanan, fasilitas cuci, pakaian, alat komunikasi, hiburan
dan Pendidikan (sekolah sementara) harus tersedia. Selanjutnya organisasi dana bantuan
jika terjadi kerugian dan organisasi pembangunan kembali.

b. Ubah Potensi Kerugian


Dalam kasus genangan lava, kehilangan dapat dihindari atau dimodifikasi dengan
perencanaan penggunaan lahan (land planning), serta implementasi sistem peringatan yang
efektif. Akibatnya, masyarakat dicegah atau diperingatkan untuk tidak membangun atau
menempati daerah yang rentan bencana atau berkembang di zona yang sangat
berbahaya.Hal ini bias dipertegas dengan dibuatnya Penataan Ruang Berbasis Kebencanaan
terutama berdasarkan kepada analisis kebencanaan gunung api.

c. Modifikasi Bahaya
Jika dilihat dari, bencana erupsi gunung api, ini berarti mencoba menghentikan atau
mengalihkan aliran sehingga tidak menyebar atau mengalir kearah komunitas yang rentan.
Menghentikan efusi lava dari celah/ ventilasi daerah yang Meletus, tapi memungkinkan
untuk mengalihkan lava/mencegah majunya aliran lava. Salah satu klasifikasi terbaik cara
untuk memodifikasi bahaya aliran lava diungkapkan oleh Ganeri (2000) yang mencantumkan
5 alat modifikasi yakni :
- Pembangunan Barrier (bangunan penghalang)
- Bombing, tujuan pemboman adalah melepaskan segmen yang akan menyebabkan
lava mengalir kearah yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pesawat
terbang yang diluncurkan atau artileri rudal.
- Menggunakan air, Pendekatan di sini adalah menyiram air pada aliran aktif untuk
mengembangkan padatan penahan kerak, atau lebih baik lagi untuk memadamkan
alirannya sepenuhnya. Namun, untuk memadamkan aliran sepenuhnya tidak mungkin
terjadi karena selama ventilasi sumber aktif maka lava cair akan terus dialirkan.
Namun dengan menggunakan air juga dengan metode disemprotkan pada bangunan
untuk menghambat pembakaran. Seperti yang telah dilakukan di Hawaii dan Islandia.
- Diversion (Pengalihan), Pengalihan melibatkan pengalihan lava ke jalur baru atau ke
area baru dimana lava bisa mengalir atau kolam tanpa melakukan kerusakan.
- Offer a Sacrifice (Turn to Faith)/ tawarkan pengorbanan, tidak disarankan karena
hanya berdasarkan keimanan individu.

Selain dilakukan mitigasi atau pencegahan terjadinya erupsi, dapat juga dipersiapkan
hal-hal yang dibutuhkan ketika terjadinya bencana. Misalnya dengan memastikan
pengungsi sudah berada di shelter atau tempat lain yang aman dari dampak letusan,
menggunakan masker dan kacamata pelindung. Serta selalu memperhatikan arahan dari
pihak berwenang selama berada di shelter.

Selain itu, dipersiapkan juga hal yang perlu dan penting dilakukan sesudah terjadi
bencana atau erupsi misalnya tetap gunakan master dan kacamata pelindung ketika berada
di wilayah yang terdampak abu vulkanik. Memperhatikan perkembangan informasi dari
pihak berwenang melalui radio atau pengumuman dari pihak berwenang. Serta waspada
terhadap kemungkinan bahaya kedua atau secondary hazard berupa banjir lahar dingin.
Bencana ini dipicu oleh curah hujan tinggi dan menghanyutkan material vulkanik maupun
reruntuhan kayu atau apapun sepanjang sungai dari hilir ke hulu. Perhatikan bentangan kiri
dan kanan dari titik sungai mengantisipasi luapan banjir lahar dingin.

Referensi :

Shroder, John F. 2015, Volcanic Hazards, Risks, and Disasters. Hazard and Disaster Series,
vol. Editor series.

http://www.dw.com/id/mengapa-letusan-gunung-agung-berbahaya/a-40745126

https://www.bnpb.go.id/home/siagab

https://news.okezone.com/read/2017/09/24/340/1782023/tipe-erupsi-eksplosif-ini-
proses-letusan-gunung-agung-saat-1963

http://www.vsi.esdm.go.id/

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/09/25/owthyn330-sejarah-
kelam-letusan-gunung-agung-1963

http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/kegiatan-pvmbg/berita-harian-kebencanaan-
geologi/1733-laporan-kebencanaan-geologi-10-oktober-2017-0930-wib

You might also like