You are on page 1of 109
UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI Jalan Grafika No.2 Kampus UGM, Yogyakarta, 55281 Buku 3: Bahan Ajar GEOMORFOLOGI Semester II/3 sks/TKG 1110 Oleh: 1. Dr. Ir. Srijono, S.U. 2. Salahuddin Husein, Ph.D. Didanai dengan dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 Nopember 2013 POKOK BAHASAN 1 PENDAHULUAN 4.1 Pendahuluan Deskripsi_singkat isi dari pokok bahasan Pendahuluan adalah: pengertian geomorfologi, sejarah imu geomorfologi, orde relief, bidang ilmu terkait geomorfologi, konsep dasar geomorfologi, dan media kajian obyek geomorfologi Manfaatrelevansi dari pokok bahasan ini, ialah sebagai pengantar kepada pokok bahasan berikut. Selain itu, menjelaskan status geomorfologi di antara bidang ilmu tainnya. ‘Tuluan__Instruksional_Khusus (learning outcome) secara khusus _bertujuan memahamkan kepada peserta didik mengenai geomorfologi, sejarah ilmu geomorfologi, orde relief, bidang ilmu terkait geomorfologi,, konsep dasar geomorfologi, dan media kajian obyek geomorfologi. 4.2 Uraian 1.2.a Pengertian geomorfologi Geomorfologi berasal dari kata Yunani 'geo' yang berarti bumi, ‘morphe’ yang berarti bentuk, dan ‘logos’ yang berarti uraian. Jadi arti geomorfologi adalah uraian tentang bentuk bumi .(Kardono, 1973). Definisi-definisi yang dikemukakan oleh Lobeck (1939) Thornbury (1954), Cooke, etal. (1974), Van Zuidam (1979), Verstapen (1983), dan Selby (1985) seperti tersebut di bawah ini dapat memberikan petunjuk bahwa geomorflogi sebagai bidang ilmu selalu mengalami penyempumaan dan pemantapan. a. b.. Geomorfologi mempelajari bentuk muka bumi (Lobeck, 1939, Thornbury, 1954).). Geomorfologi mempelajari bentuk muka bumi dan seluk beluk alam, proses perkembangan, dan komposisi materialnya (Cooke, et.al., 1974). Geomorfologi_ mempelajari gambaran bentuk muka bumi dan proses pembentukkannya, dan menyelidiki hubungan bentuk dan ruang lingkup prosesnya (Van Zuidam, 1979). Geomorfologi imu pengetahuan yang menggambarkanbentuk muka bumi yang berada dipermukaan bumi,diatas dan dibawah air laut dan penekanan genesa dan perkembangan selanjutnya, serta aspeklingkungannya (Verstappen, 1983). 4.2.b Sejarah geomorfologi Pengetahuan tentang geomorfologi, seperti ilmu-iimu lain, diawali dengan munculnya ahli-ahli filsafat Yunani, Herodotus (4852-425 S.M.) dianggap sebagai “bapak sejarah” dikenal pula mempunyai pemikiran tentang geologi, termasuk tentang perubahan muka air laut yang ia perhatikan di Mesir. Kemudian banyak pula ahli filsafat lainnya yang menyinggung tentang geomorfologi. Ahli filsafat yang berikutnya antara lain Aristotle, Strabo dan Saneca. Pemikiran filsafati menerangkan gejala alam sebagai kutukan Tuhan atau dikenal sebagai Teori Malapetaka (catastrophism theory) yang mengisyaratkan bahwa proses di alam berlangsung scara tiba-tiba. Setelah runtuhnya kekaisaran Romawi, berkembang ide geomorfologi modem, antara lain Avicenna / Ibnu Sina (980-1037). Darinya dikenal konsep mulajadi Pegunungan (origin of mountains), dan erosi evolutif. Selain dia, ada grup _pendidikan di Arab yang mengemukakan pemikiran mengenai erosi dan ransportasi oleh sungai dan angin, pelapukan, serta peneplenisasi Seiring dengan perjalanan waktu, pemikiran filsafati berangsur berubah. Teori Malapetaka berubah menjadi teori keseragaman (uniformitarianism theory) yang dikenalkan oleh James Hutton (1726-1797) yang tahun 1802, namun sebelumnya dikenal pula sebagai pemikir-pemikir bidang geomorfologi antara lain Leonardo da Vinci, Buffon, Targioni-Tozetti, Guetterhard, uublikasikan oleh Playfair pada Desmarest dan De Saussure (Thornbury, 1954, 1969). Menurut teori keseragaman, gejala proses alam sejenis yang sekarang terjadi pernah terjadi di masa lampau, dan akan terjadi pula di masa yang akan datang. Dalam teori di atas selanjutnya dinyatakan bahwa yang membedakan antara proses sejenis yang berlangsung pada dua masa geologi yang tidak sama adalah intensitasnya. Menyusul pemikiran Playfair mengenai erosi, raised beach, Charles Lyell dari Inggris yang cerdas mempublikasikan The Principles of Geology dalam rangkaian penerbitan antara tahun 1833 sampai dengan 1875. ide-ide dari Eropa disebar luaskan olehnya ke seantero Amerika Utara ketika beliau melakukan perjalanan ke bagian timur USA dan bagian tenggara Kanada. Pada paruh ke dua abad ke 19 oleh USGGS (United States Geographical and Geological Survey) yang dimotori J.W. Powell, C.E. Dutton, dan G.K. Gilberts turut berperanan penting memberi Konstribusi teori geomorfologi (dikutip dari Selby, 1985) Powell mengajukan pemikiran mengenai sejarah Plato Kolorado. Karya Gilberts "Report on the Geology of the Henry Mountain’ (1877) adalah pertama yang membahas mekanika proses fluvial. Konsep pemikiran dalam geomorfologi selalu berkembang menjadi lebih modern. Awal abad 20, modemisa erosion) oleh William Morris Davis pada awal 1900-an. Pada saat sekarang pemikiran- pemikiran geomorfologi sudah tidak hanya bersifat statis mempelajari bentuk roman muka bumi, akan tetapi juga sebagai ilmu yang dinamis seperti prediksi kejadian alam yang akan datang berdasarkan cara-cara induksi dan deduksi. Pemerian roman muka ditengarai dengan pemikiran siklus erosi ( cycles of bumi selain secara kualitatif dapat pula dinyatakan dengan besaran matematika (kuantitatif). Cara-cara kuantitatif dimotori oleh Horton pada awal 1930-an dengan konsep stadia erosi daerah aliran sungai, dilkuti kemudian oleh Walther Penck dengan konsep parallel retreat, keluarga Stahler (ayah dan anak) dengan hirarki sungai (peng- orde — sungai), dan Marie Morisawa pada 1970-an. 1.2.¢ Orde relief, Pada tahun 1939 Lobeck membuat klasifikasi morfologi berdasarkan cakupan luas pembentukannya. Hasil Klasifikasinya adalah tiga kelompok morfologi, terdiri dari kenampakan relief orde satu, orde dua, dan orde tiga (Gambar1.1). - Relief orde satu Morfologi relief orde satu adalah relief yang mempunyai cakupan luasan mendunia (world wide). Luas samudra 140 juta mit®, atau +70% dari total luas permukaan bumi, sedangkan selebihnya yaitu 30% / 56 juta mil? berupa daratan (Gambar 1.1), Morfogenesis relief ini masih bersifat hipotetik. Active Volcano late Tectonics, and the “Ring of Fir Gambar 1.1. Ring of Fire ‘Sumber : http://wapi.isu.edu/envgeoiEG6_volcanolimages/plate_ tectonics. gif - Relief Orde Dua Relief orde dua merupakan hasil rincian dari relief orde satu, sebagai hasil dari proses endogenik. Proses endogen pembentuknya dibagi menjadi dua, yaitu epirogenik, dan orogenik. Gambar 1.2 . Kenampakan jajaran Gunung api di pulau jawa (Sumber : http://www. unifrankfurt de/fb/fb15/institutelinst-1-ceko-evo-div/AK-Schrenk/Forschungires- plesijava-t.gif) Relief Orde Tiga Relief orde tiga berupa keidakteraturan pada morfologi orde dua. Relief ini terbentuk akibat proses eksogen Gambar 1.3 Gunung Kelud, Kediri yang ter-denudasi 4.2. Bidang limu Terkait Geomorfologi Geomorfologi sebagai bidang iimu tidak dapat berdiri sendir, dan tentu terkait dengan bidang iimu lain. Keterkaitannya dapat berada di depan, artinya geomorfologi membutuhkan (terdukung) bidang ilmu lain sebagai pijakan konsep, dan bidang imu lain berada di belakang yang berarti ‘geomorfologi dibutuhkan (mendukung) bidang imu lain (Gambar 1.4). imu pendukung ‘Obyek kajian geomorfologi adalah roman muka bumi (morfologi, bentuklahan / landform). Permukaan bum merupakan zone of conflict antara subtansi bebatuan yang telah mengalami proses dari dalam bumi, dan pancaran enerji sinar matahari (solar energy) dari alas permukaan bumi. ‘Secara garis besar, imu yang obyeknya bebatuan dan proses adalah geologi, sedangkan bidang ilmu terkait dengan matahari yang erat dengan geomorfologi adalah ilmu iklim, dan ilmu provinsi geografi Geologi merupakan bidang imu yang mempelajari substansi bumi (bebatuan) dan proses vyang bekerja padanya. Secara lebih rinci, bidang imu tentang substansi bumi mencakup cara pembentukannya adalah petrologi. Bidang ilmu yang mempelajari proses (asal dalam bumi) yang bekerja atas bebatuan adalah geologi struktur. Obyek kajian dari petrologi maupun geologi struktur, sebagian besar akan terekspresikan oleh bentangan alam yang merupakan obyek geomorfologi limu iklim (klimatologi) mempelgjar sifat hujan dan angin yang menerpa suatu daerah. limu provinsi geografi (dalam buku ini dikenalkan sebagai geografi) mempelajari wilayah-wilayah geografi secara regional atau global pada posisinya secara Lintang dan Bujur dalam sistem bola burn, 4.4.2 lImu terdukung Karena obyek geomorfologi adalah roman muka bumi, maka dapat dinyatakan hampir semua ilmu_kealaman (natural sciences) memerlukan dukungan geomorfologi. Bidang imu yang memeriukan dukungan geomorfologi adalah geosains, iimuiimu kompleks pertanian (agro complexes), perencanaan wilayah, dan kemilteran. Tercakup dalam geosains meliputi geologi, geografi, dan geomatik. Geologi memerlukan geomorfologi, dikarenaken dalam luasan tertentu masing-masing obyek bebatuan dan struktur geologi tercerminkan pada gambaran morfologi. Aspek lingkungan, demiografi (kependudukan) yang menjadi obyek kajian dalam geografi, temyata menyatu dengan morfologi baik secara terbatas maupun secara meluas. Geomatik yang dengan penekanan ukuran-ukuran_bagian bumi, berart itu merupakan bagian suatu morfologi pula. limu — kompleks pertanian, perencanaan wilayah, dan kemiliteran pasti_memerlukan geomorfologi, Karena tidak ada ketiga obyek kelmuan di atas tanpa berada di atas suatu bentuktahan J morfologi tertentu. Lahan pertanian klasik harus memenuhi kriteria morfologi dengan konisi dan situasi yang tertentu. Perencanaan wilayah menganut asas adanya tiga pilar masing-masing adalah sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan teknologi. Morfologi merupakan bagian dari sumberdaya alam. Kemilteran, kalau didentikan dengan peperangan, maka pasti memerlukan pengetahuan medan peperangan. Medan banyak kesamaan pengertian dengan morfologi Perlu kiranya dimengerti, perbedaan dukungan geomorfologi terhadap geosains Khususnya geologi dibandingkan non geologi. Geomorfologi untuk geologi lebih menekankan pada morfogenesis, artinya kepada setiap fenomena morfologi yang diumpai selalu diajukan pertanyaan apakah bebatuan dan struktur geologi yang mengontrol pembentukan fenomena tersebut. Bagi bidang iimu non geologikriteria bebatuan dan struktur geologi pengontrol tidak sefalu ditanyakan. 1.2.e Konsep Dasar Geomorfologi Konsep dasar geomorfologi (KDG) yang digagas oleh W.D. Thornbury (1969) pantas dipergunakan sebagai pedoman oleh para peanalisis dalam menganalisis morfologi Thornbury mengajukan 10 KDG (dalam buku teks "Principles of Geomorphology’, edisi ke 2, halaman 16 ~ 33), secara prinsip urutan konsep tersebut adalah: 1. Keseragaman proses, peristiwa ini sepanjang waktu, perbedaannya pada ketidaksamaan intensitas selama proses bekerja. 2. Control struktur geologi. Bagaimana hal tersebut untuk menerangkan gejala vulkanisme yang kejadiannya disebabkan oleh aktivitas magma dari dalam bumi, dan kemudian muncul di atas permukaan tanah. Masalah ini terselesaikan apabila sudut pandang analisis diperluas dalam luasan regional (satu pulau) apalagi global (world wide), maka akan tampak bahwa sebaran vulkan secara spasial tampak sebagai garis dengan arah tertentu 3. Evolusi morfologi skala besar sebagai ekspresi gambaran hasil laju proses yang berbeda 4. Kenampakan morfologi merupakan jejak dari proses yang khas/spesifik 5. Kenampakan morfologi menggambarkan aksi agen penyebab yang berbeda 6. Kompleksitas proses dalam pembentukan morfologi 7. Umur morfologi dominan pada Pleistosen 8. Analisis morfologi perlu mempertimbangkan pengaruh iklim Pleistosen 9. Apresiasi variasi iklim dunia penting untuk memahami perbedaan proses geomorfik 10. Kenampakan morfologi saat ini dimantaatkan sebagai referensi dalam analisis sejarah morfologi 1.2. Media Kajian Obyek kajian geomorfologi adalah morfologi itu sendiri yang keberadaannya di alam. Luasan kajian morlogi kurang begitu penting dibandingkan dengan realita bahwa di alam obyek morfologi selalu mempunyai_urutan kejadian (morpho chronology) maupun berasosiasi dengan morfologi lainnya_membangun suatu paduan morfologi (morpho-arrangement). Pada setiap morfologi mempunyai kekhasan tertentu. Menyadari kondisi morfologi yang unik seperti itu, maka diperlukan media kajian balk secara langsung, tidak langsung atau kemungkinan gabungan antara keduanya. - Kajian langsung Kajian langsung berarti mendatangi morfologi di alam. Kajan ini merupakan cara paling Klasik, namun demikian pada masa kini masih direkomendasikan untuk diterapkan apabila cakupan luasan kajan yang relatif sempit. Kalau tidak ada Kendala danalbiaya dan waktu, kajian langsung merupakan cara terbalk, dikarenakan kekhasan dan asosiasi morfologi dapat diamali dengan seksama, dan diperoleh gambaran sipnotikiterintegrasi - _ Kajian tidak langsung Kajian tidak langsung berarti tidak mendatangi morfologi di alam. Pada cara ini, kajian morfologi dilakukan melalui media peta kontur, peta rupabumi, ctra foto, dan atau citra penginderaan jauh yang lain, berarti dapat dlakukan di kantor atau studio. Kajian tidak langsung direkomendasikan Untuk diterapkan pada cakupan luasan kajian yang luas, dan pada tahap pendahuluan dari suatu rangkaian survei dengan tujuan tertentu. Untuk memenuhi target di atas cara ini dirasa efisien dan felt Kekurangan pada kajian tidak langsung adalah tidak mungkin dapat diamati kekhasan dan asosiasi morfologi - Kajian gabungan Kajian gabungan berarti menggabungkan antara kajian tidak langsung dengan kajian langsung. Kajian ini sangat direkomendasikan, Karena kajan akan lebih efisien dan efektf. Kerangka geomorfologi suatu daerah terlebih dahulu akan dapat diketahui dari kajian tidak langsung (hasil tentatif, dan peranan kajian langsung akan efektif karena bersifat kaji ulang (checking) atas hasil tentaif yang ini berartiefisien dari segi pendanaan Pertanyaan: 1. Terangkan secara ringkas adanya hubungan timbal balik antara geologi, geomorfologi, dan geograti 2. Apakah benang merah perbedaan takrif geomorfologi dari masa ke masa? 3. Tuliskan dalam satu tabel yang menerangkan perkembangan cara analisis morfologi seirama dengan sejarah pemikiran dalam bidang geomorfologi. 4, Buatkan uraian ringkas untuk menjelaskan kemutlakan kajian secara gabungan atas suatu fenomena morfologi (contoh kasus Candi Kadisoka di Kabupaten Sleman, DIY). 5. Apakah hasil kajian dalam geomorfologi ada Keharusan disajkan menjadiddalam peta geomorfologi? Pustaka Acuan Lobeck, AK. 1939, Geomorphology, Selby, Mu. 1985, Earth's Changing Surface, An Introduction to Geomorphology, Clarendon Press — Oxford, Great Britain ‘Thombury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, John Wiley & Sons, Inc., New York, USA, 2nd. Edt, POKOK BAHASAN Il PROSES GEOMORFIK 2.4 Pendahuluan Deskripsi_singkat isi dari pokok bahasan adalah mempelajari utamanya proses kebumian, dan juga proses antropogenik yang merupakan agen penyebab pembentuk dan perubah morfologi Manfaat/relevansi dari pokok bahasan ini yaitu dengan dipahaminya proses penyebab dan pembentuk morfologi harapannya peserta didik dapat kekhasan pada jejak bentuklahan dari setiap proses yang berbeda. Permisalan: sama-sama agen penyebab dari dalam bumi, tetapi substansi berbeda, maka jejaknya pada morfologi akan berbeda. ‘Tujuan_Instruksional_Khusus pokok bahasan proses geomorfik adalah _memberikan pemahaman mengenai pengertian, sumber penyebab terjadi proses geomorfik, Klastfkasi diengkapi dengan cir-ciri morfologi, dan implementasinya ditinjau dar bidang imu geologi 241 Pengertian Proses geomorfik adalah semua peristiwa secara mekanik maupun kimia, oleh alam maupun manusia (antropogenik) yang menginisiasi maupun merubah moroflogi. Dengan mengacu teori Klasi« uniformitarianism, dan atau tektonik global, hakekatnya peristiwa perubahan ini bertangsung terus menerus. Paham secara terbatas, proses geomorfix berlangsung dalam waktu dan cakupan luasan yang tertentu. Proses geomorfik ditentukan oleh letak geografinya yang berkaitan erat dengan karakter lim. Perubahan mekanikifisik dominan terjadi pada tempat dengan curah hujan relatif rendah dengan kelembaban yang rendah. Sebaliknya, perubahan secara kimia terjadi dominan di Zona tropis, curah hujan tinggi, dan kelembaban tinggi Sumber tenaga proses geomorfik, menurut Thornbury (1969) adalah tenaga endogenik dari dalam bumi, dan tenaga eksogenik dari luar bumi, Dalam pandangan globalmendunia (world wide), Selby (1985) menyatakan bahwa sumber tenaga utama adalah inti dalam (inner core) dari bola bumi, dan radiasi sinar matahari (solar radiation) yang sampai ke permukaan bum 2.2 Uraian 22.4 Sumber Penyebab a. Sumber dari dalam bumi// Proses endogenik Suhu inti-dalam 28.000 C°. Panas tersebut terpancar ke permukaan bumi, baik 10 secara vertikal yang disebut aliran panas geotermal (geothermal heat flow), dan secara berputar (convextion). Kedua pancaran panas kemudian menggerakkan lempeng- lempeng global (global plate) dengan sistem tertentu, secara lokal proses ini disebut proses endogenik, dan berpeluang pembentukan struktur geologi tertentu, dan atau pembentukan gunungapi. Gempabumi, secara konseptual sebagai penyebab pula atas pembentukan struktur geologi. proses endogenik merupakan awal/pertama kejadian dari rangkaian proses geomorfik yang berlangsung, Diastrofisme terjadi apabila gerakan lempeng tidak menghasilkan volkanisme. Diastrofisme dibedakan menjadi orogenesa dan epirogenesa. Orogenesa membentuk rangkaian pegunungan, disertai deformasi, bersifat_membangun (constructional processes). Epirogenesa merupakan pengangkatan regional tanpa _deformasi. Diastrofisme sebagai penyebab utama pembentukan morfogenesa struktural Contoh di sekitar Yogyakarta: 1. ‘oblong dome’ di Pegunungan Kulon Progo, dan 2. gawir / escarpment Pegunungan Selatan di Patuk - Siluk. Volkanisme peristiwa keluarnya magma ke permukaan bumi, balk akibat pemekaran kerak samudra pada dasar samudra, atau akibat tumbukan (subduksi / subduction) dari kerak samudra yang melesak di bawah kerak benua. Aktivitas volkanisme dengan cara berbeda berasal dari sifat magma yang berbeda pula. Sementara proses endogenik dianggap berhenti/selesal, proses yang kemudian berlangsung adalah proses eksogenik. Indonesia dikenal sebagai bagian dari ‘ring of fire’(cincin gunung-api) di sekeliling Samudra Pasifik. CATATAN: Pembentukan kerucut lumpur | mud vulcano,dan 'lusi’/lumpur Sidoharjo tidak termasuk dalam proses endogenik, meskipun tenaga pembentuknya dari dalam bumi. b, Sumber dari luar bumi/ Proses eksogenik Proses eksogenik adalah proses pada morfologi di permukaan bumi akibat dari radiasi sinar matahari. Radiasi ini menghasilkan agen tenaga aliran air, angin, gletser. Selby (1985) menambahkan fotosintesis sebagai proses dari radiasi matahari. Selain itu, ada dua proses yang sumber tenaganya dari luar bumi tetapi sumber tenaganya bukan dari matahari, yaitu jatuhan meteor (extra terestrial process) dan hasil kegiatan manusia (man " made / antrophogenic process). Sebagian ahli geomorfologi berpendapat bahwa dua proses terakhir maka tidak imp Istilah lain dari adalah proses gradasi (gradational processes), proses yang merusak (destructional processes). Ahli kebumian Belanda menamakan proses eksogenik sebagai proses morfodinamik (dynamic processes), karena menghasilkan perubahan morfologi yang dapat diamati dalam rentang waktu relatif singkat. Proses eksogenik atau gradasi berlangsung dua jenis, yaitu degradasi, diikuti transportasi, dan kemudian diakhiri proses agradasi. dan dan tindakan organisme. falam proses eksogenik. b.1 Degradasi Degradasi adalah proses eksogenik yang mengakibatkan penurunan permukaan bumi. Proses ini meliputi petapukan, erosi, dan gerakan massa. b.1.4 Pelapukan: Pelapukan adalah proses perubahan fisik maupun kimia suatu batuan pada dekat permukaan bumi. Pelapukan ditentukan oleh sifat bebatuan, posisi lereng terhadap sinar matahari, lamanya proses, peranan organisme, dan posisi geografi. Pelapukan dibedakan menjadi pelapukan fisik atau mekanik, dan pelapukan kimia. Pelapukan mekanik atau fisik disebabkan oleh perubahan fisik mineral atau batuan seperti pemuaian dan pengkerutan akibat perubahan suhu, kehilangan beban (unloading), pertumbuhan kristal, aktivitas organisme, penyumbatan (plucking) oleh koloid atau oleh es/salju, dan penambahan atau penyusutan kandungan ai menghasilkan bebatuan baru yang berukuran lebih kecil dibandingkan kondisi awal, sehingga pelapukan ini sering juga disebut sebagai disintegrasi. Tipe-tipe hasil pelapukan ., antara lain pembentukan endapan, pembentukan struktur gigi gergaji fragmen breksi jatuhan piroklastik, pengelupasan / eksfoliasi (exfoliation), kekar lembaran (sheeting joint), pembentukan retakan (cracking) oleh penetrasi akar tetumbuhan, dan teepe structure pada batuan sediment karbonat. Secara umum pelapukan fisik jig saw) pada ‘Sumber: http:l/en.wikipedia.org/wiki/Weatheri 12 Pelapukan kimia atau dekomposisi, terjadi akibat penambahan volume bebatuan, densitas mineral pembentuk batuan berkurang, ukuran menjadi lebih kecil sehingga permukaan batuan meluas, mineral mobile dan mineral stabil lebih banyak, serta aktivitas organisme. Jenis utama pelapukan kimia adalah hidrasi, hidrolisis, oksidasi, karbonasi, dan solusi (perdalam dari: Thombury, 1969). Hasil pelapukan kimia dicirkan dengan perbedaan warna antara batuan terlapuk dibandingkan dengan kondisi segar, perubahan tekstur maupun strukturbatuan, pengerakan (encrusting) pada permukaan batuan, pelapukan membola (spheroidal weathering). Secara umum pelapukan kimia mengambil peranan lebih penting dibanding dengan pelapukan fisik, tetapi pengecualian di kawasan beriklim kering (arid) peranan penting yang terjadi sebaliknya, ‘Spheroidal weathering (www:tarmac.uk) b.1.2 Erosi Erosi adalah proses pelepasan bebatuan (umumnya, sebelumnya telah mengalami pelapukan) dari kondisi awal. Pelepasan ini diageni oleh aliran air, angin, atau gletser. Pada keadaan yang tidak normal, erosi terpicu (erosi dipercepat / accelerated erosion) oleh terjadinya gempabumi, volkanisme, dan aktivitas organisme termasuk manusia. Besaran erosi dipercepat ditentukan oleh intensitas pemicu. Secara umum besaran erosi hasil aktivitas manusia lebih sempit dibandingkan dengan (Pikirkan: perbandingan relatifnyal!). Faktor penyebab erosi meliputi sifat bebatuan, sudut lereng (slope) dari singkapan batuan, vegetasi penutup, dan faktor pemicu yang nantinya sekaligus akan menjadi agen pelepasan. Klasifikasi erosi_ berdasarkan arah pekembangannya, dan keberadaan/tempat berlangsungnya proses. Berdasarkan arah pekembangannya, dikenal erosi vertikal, lateral, erosi ke arah hilir, dan erosi ke arah hulu (headward erosion). Berdasarkan keberadaan 13 berlangsungnya proses, dikenal erosi lereng (sheet erosion), erosi alur (gully erosion), erosi parit, dan erosi selokan. CAMKAN: Erosi terjadi pada permukaan daratan sepanjang sejarah bumi, Erosi yang di tempat kejadiannya merupakan degradasi yang berarti suatu kerugian, tetapi di bagian hilir terjadi agradasi merupakan lokus suatu prospek sesumber kebumian. b.1.3 Gerakan massa (mass movement) Gerakan massa adalah perpindahan massa batuan dari satu tempat (karena perubahan kesetimbangan) ke tempat yang vertikal, Karena pengaruh gaya gravitasi bumi. Gerakan massa tidak terpisahkan dengan Arah gerakan yang dominan adalah proses agradasi. Faktor-faktor yang menentukan tipe gerakan massa, adalah sifat massa yang bergerak, sudut lereng, bidang gelincir, tejadinya dan pemicu (gempabumi, air dalam massa batuan). Dikenal tipe gerakan massa: 1) Rayapan (creep): gerakan pelan, massa tanah kering, dan slope landai, 2) Jatuhan (fall) merupakan tipe pergerakannya cepat, sesaat, terkontrol_ lereng terjal 3) Lengseran/luncuran (sliding), pergerakannya mengikuti —bidang gelincir ( perlapisan batulempung, zone sesar / fault zone) 4) Campuran (debris), massa terdiri dari fragmen batuan, dan massa tanah. 5) Aliran (flow), air berperanan menggerakkan massa. Apabila gerakan pelan, dan jenuh air, maka disebut solifluction. 6) Avalanche, terjadi di kawasan glasiasi, berasosiasi dengan aktivitas gletser. 7) Amblesan (subsidence), karakternya massa bergerak, terperangkap dalam tanah. “4 eRe Subaqueous eh ‘Sumber: www. geology ohio-state.edu b.1.4 Agradasi. Agradasi adalah proses eksogenik yang berakibat perlambahan elevasi. Hal_ ini dikarenakan pengendapan massa batuan hasil degradasi dari hulufatas. Contoh agradasi, antara lain pembentukan: talus scree, kipas alluvial, delta di muara sungai, bentukan gumuk pasir (sand dunes), morena, dan penimbunan (filing) akibat proses antropogenik . Aktivitas manusia (man made /antrophogenic processes) Aktivitas oleh manusia disebut sebagai proses antropogenik. Proses ini dibedakan dari proses eksogenik, karena keunikan perilaku manusia dalam memanfaatkan morfologi Perubahan morfologi yang diakibatkannya antara tempat yang satu berbeda dengan tempat lainnya, sesuai pola pikir yang diterapkan dalam pemanfatan morofologi. Aktivitas manusia pasti membawa perubahan morfologi dalam cakupan luas maupun sempit. 15 Perubahan morfologi yang luas antara lain: area penambangan (quarry area) bahan galian, kawasan permukiman (settlement) baru, alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian, dan lain-lain. (Pikirkan !!: peluang dampak yang terjadi) Selain manusia, hewan dan tumbuhan pun dapat merubah morfologi. Sebagai contoh sejenis binatang anai-anai di Afrika mampu membuat sarang tanah hingga tingginya mencapai delapan meter. Di kepulauan Indonesia bagian timur terdapat bonggol (sarang burung Maleo) tersusun dari batu kerikil dan tanah, mencapai ketinggian 2 - 3 m dengan diameter 7 m. Dalam cakupan geometri yang sempit (skala sentimeteran / minor), antara lain temuan hasil: eksresi dari cacing, dan sebaran pasir berpola oleh Moluska mengebor di pantai berpasir. d. Proses asal luar (extra terrestrial processes) Proses asal luar bumi ini meliputi jatuhan meteor dan hujan kosmik. Proses ini akibat lebih lanjut dari dinamika interaksi antar penghuni semesta alam balk bulan, planet, matahari, tatasurya, galaksi, atau kumpulan galaksi. Dengan demikian proses asal Ivar ini hakekatnya terjadi terus-menerus. CONTOH: 1. Kawah meteor di Arizona, Amerika Serikat, dan 2. di Siberia (Dalami dari: Thombury, 1969). jen. wikipedia org/wiki/Meteor_ Crater 2.2.2. Potensi Kebumian 1 Sesumber (resources) a) Morfogenesa struktural: potensial reservoar air, trap hidrokarbon b) Morfogenesa volkanik: kawasan wisata, lapangan panas bumi, bahan galian industri, area resaan dan luahan air, lahan pertanian yang subur ©) Pelapukan: pembentukan tanah, pembentukan horizon Nilaterit pada zona saprolith, prospek mineral lempung jenis tertentu 4) Erosi: singkapan-singkapan batuan sebagai lokasi geoedukasi ) Gerakan massa: peluang pembentukan lahan yang potensial untuk pertanian 16 f)Agradasi: kawasan lahan pertanian yang subur, bagi yang mengalami penenggelaman (contoh: delta yang tenggelam) potensial mengandung bahan galian tertentu 2.Kebencanaan (hazards) a) morfogenesa struktural: rawan terjadi gerakan massa karena seringnya daerah dengan struktur geologi altif memiliki topografi berlereng terjal b) _morfogenesa volkanik: lahar, gerakan massa, erupsi ©) pelapukan: gerakan massa d) erosi, gerakan massa dan agradasi mengakibatkan penguburan lahan pemukiman dan pertanian terdahulu Pertanyaan: 1. Jelaskan pengertian proses geomorfik! 2. Jelaskan sumber-sumber penyebab terjadinya proses geomorfik! 3. Jelaskan mengenai proses antropogenik yang menyebabkan terjadinya perubahan morfologi! Jawaban: 1. Proses geomorfik adalah semua peristiwa yang mengakibatkan perubahan fisik dan kimia atas fenomena morfologi 2. Sumber-sumber penyebab terjadinya proses geomorfik a. Menurut Thornbury (1969), sumber tenaga penyebab perubahan morfologi adalah tenaga endogenik yaitu tenaga yang berasal dari dalam bumi dan tenaga eksogenik yaitu tenaga yang berasal dari luar bum b. Menurut Selby (1985), sumber tenaga penyebab perubahan morfologi adalah inti dalam dari bola bumi dan radiasi matahari yang sampai ke permukaaan bumi. 3. Proses antropogenik merupakan proses yang menyebabkan terjadinya perubahan morfologi akibat dari aktivitas manusia baik dalam cakuan luas maupun sempit. Contoh untuk perubahan morfologi secara luas adalah pada aktivitas penambangan (quary area), lahan pemukiman, alih fungsi hutan sebagai lahan pertanian, dan sebagainya. Soal Latihan: 1. Jelaskan secara ringkas tipe-tipe gerakan massa! 7 2. Jelaskan potensi kebumian dari proses geomorfik! 3. Pelapukan potensial sebagai sesumber jejak ketidakselarasan dalam geologi Jelaskan pendapat saudara atas pernyataan di alas! Pustaka Acuan Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology an Introduction to Study of Landscape, McGraw-Hill Book Company, USA Ritter, 1978, Processes Geomorphology, Selby, 1985, Earth's hanging Surface An Introduction to Geomorphology, Clarendon Press ~ Oxford, Great Britain Thornbury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, John Wiley & Sons, Inc., New York, USA, 2nd. Edt. 18 POKOK BAHASAN Il PROSES DAN MORFOGENESA FLUVIAL 3.1 Pendahuluan Deskripsi singkat isi dari pokok bahasan Proses dan Morfogenesa Fluvial adalah: pengertian proses fluvial mencakup erosi, tranportasi, deposisi, Klasifikasi sungai, stadia erosi, pola penyaluran, tinjauannya aplikasi. Manfaatrelevansi dari pokok bahasan ini, ialah sebagai pengantar kepada pokok bahasan morfogenesa lainnya. Selain itu, menjelaskan status pokok bahasan ini di antara morfogenesa lainnya. ‘Tuluan__Instruksional_Khusus (leaming outcome) secara khusus bertujuan memahamkan kepada peserta didik mengenai proses fluvial, dan Klasifikasinya, serta memahamkannya sebagai potensi kebumian 3.2 Uraian 3.2.4 Proses fluvial Sungai merupakan kumpulan dari air permukaan (surface run off). di bumi. Air hujan sebelum menjadi sungai, sebagian terlebih dahulu merupakan air infitrasi, dan air perkolasi, Sungai merupakan salah satu mata rantai dari siklus hidrologi (Gambar 3.1). DALAMI: Air permukaan/sungai dalam konteks siklus hidrologi !?. Gambar 3.1. Siklus Hidrologi 19 Aliran air merupakan agen dominan (2 70%) yang membentuk dan merubah morfologi. Dalam proses fluvial berlangsung proses fisika maupun kimia. Jenis dan intensitasnya tergantung pada bebatuan, kompetensi aliran air, iklim setempat, gradien temperatur, curah hujan, elevasi, slope, jarak lokasi sumber ~* base level of erosion, dan rentang waktu. Proses fluvial layaknya proses geomorfik yang lain, dalam tahapannya secara berurutan terjadierosi, pengangkutan (transportasi), dan pengendapan (deposisi). Pada setiap tahapan memiliki karakteristik dan proses yang khas, berikut penjelasannya : a. Erosi Erosi fluvial menapaki aksi abrasi (erosi fisika / mekanika), Apabila disertai pelapukan kimia maka disebut korosi / corrosion (erosi kimiawi), scouring (penggerusan dasar sungai), dan quarrying / pengdongkelan (Gambar 3.2). Eddy lifts grain @ Gambar 3.2 Erosi oleh sungai (Plummer et al, 2007) Erosi pada alur sungai © menghasilkan pendalaman (deepening), pelebaran (widening), dan pemanjangan (lengthening) baik ke arah hulu maupun hilir. JAN MANDIRI: Apakah kekhasan hasil tiga erosi alur sungai di atas ?, dan pembentukan sungai berpola anastomotik? Proses erosi_ meninggalkan tebing lembah yang bervariasi, sederhananya berkembang dua tipe yaitu berbentuk ‘V’ dan ‘U’, serta peralihan di antaranya. Lembah disebut ‘V’, secara pengertian memilki rentang kedalaman lebih panjang daripada rentang lebarnya, sedang lembah ‘U memiliki rentang lebar yang lebih panjang daripada dalamnya (Gambar 3.3). 20 LATIHAN: Cari tahu di mana efektif pembentukan tipe-lembah di atas @ © Gambar 3.3 (a) Penampang sungai berbentuk U akibat erosi lateral (b) Penampang sungai berbentuk Vakibat erosi vertikal (Plummer ef al, 2007). b. Transportasi Transportasi adalah proses perpindahan bebatuan oleh aliran air sungai. Faktor penentu adalah kapasitas sungai (stream capacity), dan kompeten sungai (stream competence). Pengangkut endapan ada dua mekanisme (Gambar 3.4), yaitu sebagai endapan dasar (bed load) dan melayang (suspended /oad). Endapan dasar_terangkut secara _terseret (traction), menggelinding (rolling), dan melompat (saltation). Mekanisme transportasi endapan melayang dibedakan secara suspensi (suspension), dan terlarut (solution). Gambar 3.4 Proses transportasi material hasil erosi oleh aliran air sungai (Plummer et al, 2007) ¢. Sedimentasi Sedimentasi atau deposisi (Gambar 3.5) terjadi apabila kapasitas dan kompeten air sungai berubah menjadi lebih kecil dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Proses sedimentasi umumnya mulai aktif berlangsung pada bagian sungai berstadia dewasa. 24 Gambar 3.5 Proses erosi dan deposisi pada aliran sungai (Plummer et al, 2007) Pada Gambar 3.5, terlihat bahwa erosi terjadi pada kelokan luar (cut off slope) dimana energi aliran air sungai besar dan menggerus batuan di tepi sungai, dan hasiinya diendapkan di bagian kelokan datam (slip of slope). 3.2.2 Klasifikasi sungai dan Stadia erosi a. Klasifikasi sungai berdasarkan volume (relatif) aimya, yaitu : 1. Sungai perennial : alur sungai permanen, dan volume aliran tetap sepanjang tahun. 2. Sungai intermittent : alur sungai permanen, volume aliran tergantung dari air hujan, disebut pula sungai musiman. 3. Sungai ephemeral : sungai yang ada sesaat setelah hujan, jejak yang ditinggalkan torehan-torehan pada punggungan bukit. (Gambar 3.6) ‘Sungai ephemeral Sungai intermitten Gambar 3.6 Klasifikasi sungai berdasar pada volume relatif air (Plummer ef al, 2007). b. Klasifikasi sungai berdasar pada arah aliran air terhadap kemiringan batuan yang dilewatinya (Gambar 3.7), yaitu : 1. Sungai konsekuen (Kk) : arah aliran sungai searah dengan kemiringan perlapisan batuan, mengalir di atas dip-slope Sungai subsekuen (S) : arah aliran sungai searah dengan jurus perlapisan batuan. Sungai obsekuen (0) : arah aliran sungai berlawanan dengan kemiringan perlapisan batuan. 4, Sungai resekuen (R): arah aliran sama dengan sungai konsekuen, sungai ini memasok air ke sungai subsekuen. Gambar 3.7 Klasifikasi sungai berdasar arab aliran terhadap kemiringan batuan c. Klasifikasi sungai berdasar arah alirannya — terhadap pengaruh tektonik dibagi menjadi tiga, yaitu 4, Sungai anteseden : sungai yang mampu mempertahankan arah aliran terhadap daerah_ yang mengalami pengangkatan, sehingga aliran sungai memotong batuan yang ada di bawahnya. 2. Sungai superimposed : sungai yang mengalir di atas sedimen mendatar atau endapan alluvial yang menutupi batuan di bawahnya. 3. Sungai membalik : sungai yang tidak dapat mempertahankan arah alirannya terhadap pengangkatan, sehingga arah alirannya berubah. d. Kiasifikasi sungai berdasar pada stadia erosinya, dapat dibagi menjadi tiga jenis (Gambar 3.8) yaitu 1. Stadia muda, dicirikan oleh : Lembah ‘V’, erosi vertikal lebih kuat dibanding erosi horizontal, aliran deras, anak sungai sedikit, sungai lurus, tidak ada dataran banjir, dan dijumpai air terjun. 2. Stadia dewasa, dicirikan oleh 23 Erosi horisontal lebih kuat dari erosi vertical, aliran air laminar, dataran banjir mulai terbentuk, alur membentuk meander, lembah berbentuk U, dan percabangan sungai banyak 3.Stadia tua, dicirikan oleh = Kecepatan aliran lambat, penampang sungai slope longitudinal sangat landai, anak sungai banyak, dataran banjir luas, dijumpai bentukan oxbow lake, meander scars dan tanggul alam, dan peremajaan kembali (rejuvinasi).. (e) a Gambar 3.8 (a) stadia sungai muda (b) stadia sungai dewasa (c) stadia sungai tua (d) rejuvinasi pada sungai stadia tua akibat pengangkatan daerah (Sawkins dkk, 1978 dalam Soetoto, 2001). 3.2.3 Morfologi Fluvial Proses fluvial membentuk bentukan-bentukan morfologi yang khas. yaitu (Gambar 3.9): 41. Channel bar : endapan/gosong tengah sungai 2. Point bar: endapan tepi pada sungai, pada bagian slip off slope. 24 Gambar 3.9 Endapan channel bar dan point bar pada sungai Nuvanut, Kanada (Sumber : internet) CATATAN: temuan splay bar di luar alur sungai, pada bagian cut off- slope, terbentuk pada saat banjir 3. Oxbow lake : danau berbentuk tapal kuda yang terbentuk pada sungai meander (Gambar 3.10). ean nck Tec One ke Sz i 2 SR BR : Gambar 3.10 Proses terbentuknya danau tapal kuda (Plummer et al, 2007) 4, Dataran banjir (flood plain) : tahan datar di sekitar sungai yang tersusun oleh batuan hasil endapan sungai. Saat terjadi banjir, lahan fergenang air dan umumnya berada di sungai berstadia dewasa-tua. 5. Potholes (Gambar 3.11): merupakan bentukan khas lubang-lubang membulat pada dasar sungai dengan skala sentimeter-meter. Merupakan hasil erosi vertikal pada dasar sungai yang tersusun oleh batuan volk atau lempung. maupun karbonat yang berukuran pasir 25 Gambar 3.11 Potholes di dasar sungai McDonald, Montana (Plummer et al, 2007). 3.2.4 Pola penyaluran Rangkaian proses fluvial dapat dilakukan secara individu oleh satu sungai, tetapi umumnya merupakan integrasi dari sejumlah sungai, membentuk jejaring sungai yang disebut pola penyaluran (drainage pattern). Jenis pola penyaluran dasar : a. Tegaklurus (rectangular), Kenampakan baik anak sungai dengan sungai utamafinduk membentuk sudut tegaklurus. Pola ini berkembang pada daerah dengan struktur geologi yang sistematik (teratur). b. Tulang pohon (dendritic), kenampakannya serupa dengan percabangan pohon, pembentukannya pada daerah yang resistensi batuannya seragam, atau pada batuan sedimen yang kedudukannya datar dengan kontrol struktur tidak dominan . c. Sejajar (parallel), dibentuk oleh gabungan sungai yang individunya saling sejajar. Pengontroinya adalah daerah dengan lerengnya mempunyai kemiringan yang nyata, dan berkembang pada batuan yang bertekstur halus dan homogen d. Teralisitrelis (trellis), dicirikan oleh kenampakan antara anak sungai dengan sungai induk tampak tegaklurus / hampir tegaklurus. Sungai utamanya biasanya mengalir searah dengan jurus perlapisan batuan atau jurus struktur geologi mayor lainnya.. @. Menjari (radial), berkembang pada daerah morfologi timbulan atau cekungan yang arah alirannya terkontrol oleh sudut lereng morfologi. Pola ini dikenal dua tipe, yaitu tipe memencar (radial centrifugal) yang terbentuk pada daerah struktur kubah (dome) muda, pada kerucut gunung api dan pada bukit-bukit yang berbentuk kerucut. Tipe yang lain adalah mengumpul (radial centripetal), berkembang pada daerah struktur cekungan (basin) atau depresi yang luas. 26 f. Melingkar (annular), adalah pola pengaliran dimana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar dan menjari, sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa. Pola ini merupakan perkembangan dari pola radier. g. Multi basinal adalah pola pengaliran yang tidak sempuma, kadang nampak di permukaan bumi, kadang tidak nampak. Pola ini berkembang pada kawasan karst atau morfologi gurun. h. Contorted, adalah pola pengaliran dimana arah alirannya berbalik / berbalik arah. Kontrol struktur yang bekerja berupa pola lipatan yang tidak beraturan. CATATAN: Perkaya diri Sdr tentang pola penyaluran ini, dengan menyimak gambarannya dalam buku karya Bloom, A.L., 1978 3.2.5 Penegertian morfogenesa fluvial Morfogenesa (umum menyebut bentang-alam) fluvial merupakan_ tingkatan tertinggi dari satuan geomorfologi, pembentukannya erat dengan proses fluvial (erosi, transportasi dan sedimentasi). Bentukan khas dari morfogenesa ini adalah area lahan rendah (low land area) dengan ketinggian relatif yang tidak jauh berbeda dengan sungai yang ada. Litologi penyusunnya merupakan endapan dari proses fluvial (endapan sungal), dan proses endogenik yang ada tidak dominan pengaruhnya. Sungai adalah aliran air alam yang telah memiliki saluran tetap. Namun, karena ada sungai berpindah (shifting), Kemungkinan sebaran morfogenesa fluvial menjadi agak jauh dari aliran sungai saat ini. Morfogenesa fluvial dijumpai pada daerah berstadia erosi dewasa-tua, yang umumnya memiliki telah dataran banjir (food plain) yang luas di sekitar sungai (Gambar 3.12). 27 pat og Gambar 3.12 Morfogenesa fluvial, dan profil sayatan melintang & memanjang (Plummer et al, 2007) 3.2.6 Potensi kebumian morfogenesa fluvial ‘Sesumber: Morfogenesa fluvial merupakan kawasan yang potensial untuk dimanfaatkan, khususnya di sekitar alur sungal. Kawasan ini potensial sebagai lokasi penambangan didukung oleh sesumber yang banyak terdapat di dalam sungai, misalnya sebagai penyedia air irigasi, bahan baku air minum, air sungai untuk PLTA/Pusat Listrik Tenaga Air (Gambar 3.13) dan bahan sity untuk bahan bangunan. Morfologi delta yang sudah tidak kejenuhan air, potensial sebagai lahan pertanian pangan, seperti pada Delta Sungai Nil di negara Mesir, Afrika Utara. Apabila bebatuan pembentuk morfogenesa fluvial mengalami penenggelaman dan terkubur di bawah laut dalam rentang waktu geologi yang memadai, akan berpeluang sebagai Kawasan prospek sesumber hidrokarbon dan bahan galian logam. Sebagei sesumber hidrokarbon seperti pada delta purba Sungai Mahakam di Kalimantan Timur. ‘Sebagai bahan galian logam misalnya temuan granit mengandung mineral kasiterit pada endapan fluvial di pantai-pantai Kepulauan Bangka-Belitung. Apabila penguburan di darat, morfogenesa fluvial potensial sebagai akuifer air tanah. 28 ‘Gambar 3.13 Kenampakan tataguna lafan untuk bendungan PLTA Selain sesumber yang terkandung, morfogenesa fluvial potensial menyimpan aspek kebencanaan. Di bagian hulu berpeluang terjadi gerakan massa akibat dari erosi vertikal. Pada bagian tengah — hilir potensial terjadi banjir (Gambar 3.14). Kebencanaan banjir di bagian hilir hanya berpeluang terjadi pada kawasan pantai yang hampir datar. Sedimentasi fluvial di lepas pantai berpeluang menimbulkan pendangkalan dasar laut. Gambar 3.14 Banjir bandang di aSungai Spring Creek, Colorado, USA (Plummer et al, 2007) Soal latihan 1, Sebutkan 3 macam proses fluvial !(Jawab : Erosi, transportasi dan sedimentasi) 2, Jelaskan apa itu sungai perennial! (Jawab : sungai yang volume aimya relatif tetap baik di ‘musim penghujan maupun musim kemarau ) 3. Pola penyaluran apa yang berkembang pada daerah dengan litologi yang homogen dan kontrol struktur yang tidak dominan? (Jawab : Dendritik) 29 Tugas Mandiri 1, Jelaskan bagaimana mekanisme rejuvinasi (peremajaan kembali) aliran sungai? (Jawaban dengan sketsa gambar lebih baik) 2. Jelaskan tentang stadia sungai dan ciri khas masing-masingnya! 3. Jelaskan pola penyaluran sungai dan apa faktor pengontrol dominan yang membentuk dari gambar di bawah ini! ‘Gambar soal no 3 Buku yang disarankan : Bloom, Arthut L., 1969, Geomorphology ; A systematic Analysis of Late Cenozoic Landforms, Englewood Cliffs, New Jersey Kondolf, G.M., 2003, Tools in Fluvial Geomorphology, Jihn Wiley & Sons., England. Plummer, Charles C., Carlson, Diane H., Mc Geary, The Late D., 2007, Physical Geology : Eleventh Eaition, Mc Graw Hill International Edition, New York. Thornbury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, John USA, 2nd.Edt. iley & Sons, Inc., New York, Situs web yang disarankan: i uy -alam-fluvial, httpv//aryadhani,blogspot.com/: ntang-alam-fluvial.html http://ardygeologinside.blogspot.com/20 11/04/laporan-bentang-alam-fluvial.htm! is m7 30 POKOK BAHASAN IV MORFOGENESA STRUKTURAL 4.1 Pendahuluan Dekripsi_singkat, geologi, mencakup: syarat struktur geologi agar dapat dianalisis dari _morfologi, klasifikasi morfogenesa structural, dan aplikasinya. isi pokok bahasan ini adalah —analisis morfologi untuk struktur Manfaat / relevansi dari pokok bahasan ini, ialah pengantar kepada aplikasinya sebagai potensi lingkungan geolog! ‘Tuuan__instruksional_khusus (learning outcome) secara khusus _bertujuan memahamkan kepada peserla didik mengenai mempelajari struktur geologi dari kenampakan morfologi, kemudian memahami aplikasinya sebagai potensi lingkungan geologi 4.2 Pengertian Morfogenesa struktural merupakan morfologi yang mengekspresikan struktur geologi tertentu. Struktur geologi yang dimaksud terbentuk oleh proses endogen / tektonik, yang menghasilkan: pengangkatan, relakan, patahan, dan lipatan pada batuan. Keberadaan morfogenesa ini _mudah dikenali, secara_sederhana__ dengan identifixasifanalisis ‘tinggian’ topografi yang tanpa disertai gejala vulkanisme, tampak dalam deretan memanjang, melengkung atau melingkar. CONTOH di sekitar Yogyakarta : 1. Pegunungan Selatan Jawa Timur di sebelah tenggara Yogyakarta 2. ‘Oblong dome’ di sebelah barat Yogyakart Syarat Pembentukan Morfogenesa Struktural, yaitu: tensitas yang tinggi i utuh Struktur geologi yang dihasilkan memiliki it 1 2. Batuan yang mengalami diastrofisme dalam kondis 3. Apabila batuan sedimen, maka yang terbaik resistensinya bervariasi 4, roses fluvial berlangsung efektif 31 Ciri-ciri Morfogenesa Struktural dari peta kontur/topografi 1. Pola penyaluran yang khas Struktur geologi seperti retakan, patahan dan lipatan akan dicirikan oleh pola penyaluran: trelis, rektanguler, angulate, anuler, atau paralel PERKAYA DIRI SDR., dengan pendalaman pola penyaluran ini dengan membaca karya Bloom, A.L. 1978. 2. Perubahan (off-sets) arah aliran sungai secara tiba-tiba Gambar 1. Perubahan arah aliran sungai karena sesar (Tarbuck, 2008) 3. Kelurusani(inement) morfologi (lembah, bukit, dan pegunungan) secara individu, kelurusan saling sejajar, atau kelurusan saling memotong 4, Pada penampang morfologi (arah transversal kelurusan) cenderung ada perbedaan slope Klasifikasi Morfogenesa Struktural Dasar Klasifikasinya (mengacu batuan sedimen yang mengalami tektonik) adalah kemiringan/dip perlapisan batuan, terdiri dari: 1. Morfologi lapisan horisontal (Gambar 2) Menurut ketinggian/elevasinya dataran dapat dibagi menjadi dua yakni: ‘+ Dataran rendahiplain adalah dataran yang berada pada elevasi 0-500 kaki di atas muka air laut ‘+ Dataran tinggi/plateau adalah dataran yang berada pada elevasi lebih dari §00 kaki di atas muka air laut. Batas luar pada dataran tinggi memiliki relief terjal. Kita juga bisa menjumpai morfologi messa, butte dan pinnacle pada dataran tinggi. 32 Gambar 2. The Columbia Plateau di Idaho, Washington dan Oregon ‘Sumber : http:/global.britannica, com/media/full/121636 Morfologi lapisan miring satu arah / homoklin / monoklin (Gambar 3.) Penyebab utama morfologi ini oleh lapisan yang miring satu arah akibat proses tektonik. Morfologi ini dibedakan menjadi tiga yakni cuesta, hogback, razor back. ‘* Cuesta, memiliki besar slope lereng depan yang lebih besar daripada lereng belakang dengan kemiringan lapisan batuan kurang dari 30°. + Hogback, memi besar slope lereng depan yang sama dengan lereng belakang sehingga tampak sebagai bukit atau gunung yang simetri. Hogback kemiringan lapisan batuan lebih dari 30°. Cuesta S Hogback: een Bay Lake tichioan ‘ Gambar 3. Cuesta dan Hogback ‘Sumber : hitp:/fastwindtoaim, blogspot con/2013/02/erosion-landform-04-cuesta html + Razor back, mirip dengan hogback namun memilki kemiringan batuan 90°. Morfologi lapisan miring dua arah / lipatan (Gambar 4.) Lipatan terjadi karena lapisan batuan mengalami kompresi/tekanan, terinci menjadi antiktin, dan sinklin Antiklin memiliki ciri lapisan yang miring ke arah luar, pada stadia inisial lipatan berupa punggungan. Sinklin miring ke arah dalam, pada stadia inisiallipatan berupa lembah. Penafsiran antiklin berdasarkan kenampakan saling berhadapan antara lereng- 33 depan (fore-slope), sedangkan jika lereng-belakang (back-slope) yang saling berhadapan maka disebut sinklin. Pola penyaluran yang terbentuk pada morfolog! ini adalah trelis. Pada stadia dewasa akan terjadi topografi terbalik (inverted topography) sehingga antiklin menjadi lembah sedangkan sinklin menjadi punggungan. —— eye d orale —d Gambar 4. Morfologi antiklin dan sinklin (Tarbuck, 2008) PERDALAM: gejala beda panjang dari anak sungai (pada p.p. trelis) yang saling berhadapan 4, Morfologi lapisan miring tiga arah / lipatan menunjam (Gambar 5.) Terdapat dua morfologi lapisan miring tiga arah (plunging fold) yakni morfologi antiklin dan sinklin menunjam. Morfologi ini merupakan jenis lain dari morfologi antiklin dan sinklin karena ada penunjaman atau penambahan satu kemiringan lapisan batuan. Pada keadaan pembalikan topografi, apabila 3 lereng-depan saling berhadapan disebut lembah antiklin menunjam. Sedangkan apabila 3 lereng-belakang yang saling berhadapan, disebut punggungan sinklin menunjam. CONTOH : morfologi antiklin menunjam adalah perbukitan amphitheater Karangsambung. Lokus morfologi ini berada 25 km di sebelah utara Kota-kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Di daerah ini ditemukan komplek batuan tertua di Pulau Jawa ( cari tahu lebih lanjut ! ) Gambar 4.5. Morfologi antiktin dan sinklin menunjam (Tarbuck, 2008) 5. Morfologi lapisan miring empat arah / lipatan tertutup (Gambar 4.6) Morfologi ini berupa kubah/dome dan cekunganibasin. Morfologi kubah memiliki ciri kemiringan lapisan ke arah luar. Pada keadaan pembalikan topografi, lereng-depan menghadap ke arah dalam dengan pola penyaluran anular tetapi bisa dijumpai pula pola penyaluran radier memancar keluar (radier sentrifugal). Lapisan paling tua berada di pusat kubah. Contoh morfologi ini: Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. (perdalam keistimewaan kubah kubah Sangiran, Kelurahan Krikilan, Kecamatan Kalijambe, i) gan lapisan batuan ke arah dalam, pola Morfologi cekungan mem kontur melingkar tertutup. Lapisan paling tua berada di tepian cekungan. Pada stadia muda dijumpai pola penyaluran radier memusat (radier sentrifugal). i ciri_ kemir Gambar 4.6 Morfologi kubah dan cekungan (Tarbuck, 2008) Morfologi kekar (Gambar 4.7) Kekar terbentuk karena proses endogenik pada batuan yang menyebabkan terpisahnya massa batuan tanpa dislokasi. Struktur geologi ini dikelompokkan menjadi tiga yakni kekar gerus / shear joint, kekar tarik / tension joint, dan kekar keseimbangan / release 36 joint. Sedangkan kenampakan secara obyektif kekar dibedakan menjai tiang / columnar joint dan struktur gi dua yakni kekar jergali / jig saw structure. Dua jenis (kekar) terakhir dikelompokkan berdasarkan proses endogenik-singenetik LATIHAN: Apakah semua jenis kekar dapat diidentifikasikan secara morfologi?. Gambar 4.7 Devil's Tower, Wyoming merupakan morfologi kekar tiang ‘Sumber : hitp://education.nationalgeographic. com/education/medialdevils-tower- geology/?ar_ a= 7. Morfologi sesar / patahan/ fault (Gambar 4.8 — 4.10) Sesar / patahan terjadi karena proses endogenik pada batuan yang menyebabkan pergeseran posisi batuan dari kedudukan semula. Berdasarkan arah gerak relatif, sesar dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni sesar geser / strike slip fault, sesar turun / normal fault, dan sesar naik / thrust fault. Sesar turun akan menghasilkan morfologi horst dan graben. Triangular facet +k, 2008) 36 Gambar 4.9 Sesar naik (Tarbuck, 2008) Horst Gambar 4.10 Horst dan Graben ‘Sumber : hito:/blogs.agu, org/martianchronicles/20 10/04/26/marssed20 10-field-tri-day'/ Kiiteria morfologik sebagai petunjuk sesar adalah : Beda tinggi yang menyolok pada luasan daerah yang sempit Mempunyai resisitensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir sama. Adanya kenampakan dataran / depresi yang sempit memanjang. Dijumpai sistem kelurusan gawirlescarpment (pola kontur yang panjang lurus dan rapat), kemunculan mata air di bawah gawir, dan terdapat bukit-bukit terisolir / isolated bil. ‘Adanya batas yang curam, tegas antara perbul n dan dataran yang rendah. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan ada segmen sungai membelok secara tiba-tiba (menyimpang dari arah umum).. Sering ada pemunculan (kelurusan) mata air pada blok yang naik (hanging wall). Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rektangular, trelis, angulate dan contorted, serta modifikasi dari ketiganya. 37 Potensi Kebumian Morfogenesa Struktural 1. Sumber bahan galian dan wisata Morfogenesa struktural memiliki daya tarik wisata, khususnya wisata gunung yang memiliki elevasi tinggi, lereng terjal dan iklim dingin. Beberapa temuan bahan galian dijumpai pada singkapan morfogenesa struktural. Kebencanaan Pada bentang alam struktural banyak terdapat gerakan massa seperti rayapan / creeping, jatuhan batuan / rock fall, lengseran / sliding. Hal ini dikarenakan adanya beda elevasi yang tinggi pada luasan daerah yang sempit Latihan Soal 1. Apakah butte, messa dan pinnacle? (Gambar 4.11) Butte, messa dan pinnacledijumpai pada morfologi dataran tinggi. Butte memilki kenampakan ketinggian yang lebih besar daripada lebar morfologi tersebut. Messamemilki kenampakan ketinggian yang lebih kecil daripada lebar morfologi tersebut sedangkan pinnacle memiliki kenampakan menjulang tinggi dan meruncing pada ujungnya. Gambar 4.11 Plateau, Butte, Messa, Pinnacle 2. Apa saja kriteria morfologi sebagai petunjuk adanya pembentukan kekar? lak ada beda tinggi pada luasan daerah yang sempit * Pada elevasi yang sama, batuan yang terpisah oleh kekar memiliki resistensi yang sama * Kelurusan sungai melalui kekar dan mendadak berbelok mengikuti kekar ‘* Pola penyaluran rektanguler, trelis dan modifikasi keduanya 3. Sebutkan contoh-contoh morfologi bentang alam struktural yang ada di dunia! © Waterberg Plateau, Namibia 38 The San Rafael Monocline, Utah * Eye of Sahara, Mauritania + San Andreas Fault, California ‘* Sheep Mountain, Wyoming Perbukitan Jiwo, Klaten Latihan: 1. Identifikasikan jenis struktur geologi pada soal nomor 3! 2. Jelaskan keterkaitan antara stadia erosi, pembalikan topografi, dan struktur antiklin tersesarkan normal yang memotong mengikuti arah dip lapisan batuannya! 3. Jenis morfologi struktural erat kaitannya dengan gerakan massa. Tuliskan penjelasan pemyataan diatas! Pustaka Acuan Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology an Introduction to the study of landscape, Me Graw-Hill Book Company, USA Lobeck, A.K., and Tellington,t,|1944, Aerial Photograph and Topographic Interpretaion Thornbury, W.D., 1969, Principle of Geomorphology, John Wiley & Sons, Inc., New York Turbuck, E.., and Lutgens, F.K., 2008, Earth, An Introduction to Physical Geology, Pearson Prentice Hall, USA. htto:/Awww.geomorphology.org.uk httoyvwww.geomorph.ora/ 39 POKOK BAHASAN V MORFOGENESA VULKANIK 5.1 Pendahuluan Deskripsi_singkat isi dari pokok bahasan Morfogenesa Vulkanik, mengajarkan tinjauan vulkanisme, Klasifikasi, vulkanistratigrafi, kepentingan, dan aplikasinya Manfaatirelevansi dari pokok bahasan ini, ialah sebagai pengantar kepada bidang limu vulkanologi yang lebih luas, dan ilmu lain melalui fenomena morfologi, aplikasi, serta kepentingannya terkait wilayah NKR. ‘Tujuan__Instruksional_Khusus (learning outcome) secara khusus _bertujuan memahamkan kepada peserta didik mengenai proses vulkanisme, jenis-jenis morfologi vulkanik, vulkanistratigrafi, dan aplikasi morfogenesa vulkanik sebagai potensi lingkungan kebumian. 5.2 Uraian 5.2.1 Proses vulkanisme Vulkanisme adalah proses alam, merupakan semua gejala yang terkait aktivitas magma sampai muncul di permukaan bumi. Gerakan magma terjadi karena magma mengandung gas yang merupakan sumber tenaga magma. Vulkanisme umumnya dihubungkan dengan tektonik global (subduksi, pemekaran lantai samudra), Vulkanisme berhubungan dengan subduksi, diepresentasikan sebaran cincin gunung api (ring of fire) di benua sekeliling Samudra Pasifik, di mana Indonesia merupakan bagian dari cincin ini, Pemekaran lantai samudra, seperti di Samudra Pasifik menghasilkan kompleks vulkan di Kepulauan Hawaii. Interaksi, atau aksi tunggal lempeng (plate) yang kemudian menghasilkan vulkanisme, pastinya membawa konsekuensi dua tipe vulkanisme yang berbeda. (TELUSURI DI PUSTAKA 'VULKANOLOGI’) Secara deskriptif, berkembang dua tipe vulkanisme, terdiri dari 1. Vulkanisme Mayor, yaitu pembentukan gunungapi (vulkano) 2. Vulkanisme Minor, yaitu pembentukan gas, antara lain: fumarol, solfatara, mofet, dan geyser 40 5.2.2 Kla a. Gunungapi Gunungapi adalah morfologi hasil proses vulkanisme, atau lokasi keluarnya magma, bahan rombakan batuan padat dan gas dari dalam bumi ke permukaan bumi (Flint and Skinner, 1974 : 309). Gunungapi memilki ciri yang khas meliputi bentuk.tipe erupsi dan kasi Gunungapi material yang dihasilkan. Perbedaan ini berhubungan erat dengan komposisi magma dan letak gunungapi tersebut terhadap kedudukan tektonik lempeng. a1 Tipe Erupsi Gunungapi Escher (1952, pada Azwar, dkk, 1987) mengklasifikasi letusan gunungapi berdasarkan tekanan gas, derajat kecairan magma dan kedalaman dapur magma. (Gambar 5.1), berikut klasifikasinya : 1. Tipe Hawaii Lavanya sangat cair, bergerak dan mengalir ke segala arah. Geometri gunung menyerupai perisai, skala letusannya relatif lebih kecil namun intensitasnya cukup tinggl Contoh gunung: gunung-api dikepulauan Hawaii (Maona Kea, Gunung Maona Loa dan Kilauea). 2. Tipe Stromboli Magma sangateair, cir erupst: letusan pendek disertai ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupa abu, bom, lapili dan setengah padatan bongkah lava. 3. Tipe Volcano Magma kental, dapur magma dangkal - dalam, sehingga tekanan (saat erupsi) sedang - tinggi, daya rusak cukup besar. Contoh: Gna. Semeru (Jawa Timur), serta Gna Vesuvius dan Etna (Italia), 4, Tipe Merapi Lava kental sehingga menyumbat mulut kawah, akibatnya tekanan gas _bertambah kuat dan memecahkan sumbatan lava yang menimbulkan. awan panas letusan. 5. Tipe Peele Kekentalan magma hampir sama tipe Merapi, tekanan gas cukup besar. Kekhasanya adalah letusan gas kearah lateral 6. Tipe Vincent Lava agak kental, tekanan gas sedang, dan terdapat danau kawah, pada waktu meletus memuntahkan lahar letusan (suhu + 100°C) disusul oleh pelontaran bom, lapili dan awan pijar. a4 7. Tipe Perret Lava encer, tekanan gas sangat kuat. Sifat letusan merusak, diduga terkaita dengan pembentukan kaldera. aa aA PEON Theor Tea carte Cale Tipe Moraph ae on 2 oy a0 Tamas | Rent Kedar Scn | oat ‘Gambar 5.1 Tipe letusan gunungapi berdasarkan derajat kecairan magma, tekanan gas, dan kedalaman dapur magma menurut Escher (1952) a.2 Geometri gunungapi 1, Stratovolcano Berbentuk mirip kerucut. Gununapi di Indonesia paling banyak termasuk tipe ini. Contoh gunung api: Merapi, Tangkubanperahu, Semeru. 42 2. Maar Volcano Memiliki karakteristik lubang kepundan berbentuk scorong. Contoh gunung api: Vesuvius di Italia, Vesuvius 3. Shield Volcano Berbentuk seperti perisai, relatif datar dan landai, dikarenakan jenis lava cair. Contoh ‘gunung api: di Hawaii. 43 Maona Loa a.3 Zonalfasies gunungapi Morfologi gunungapi dibedakan menjadi 3 zona (Gambar 5.2), dicirikan oleh perbedaan jenis litologi dan asosiasi morfologi, yaitu : Zona Pusat Erupsi Volcanic dome zona Proksimali Hot, viscous lava Gambar 5.2 Pembagian zona pada gunungapi 1. Zona Pusat Erupsi (Central Zone ) a) Banyak Radial dike / sill b) Sumbat kawah ©) Crumble breccia 44 d) Zona hidrotermal, e) Piroklastik berukuran kasar f) Morfologi kubah dengan pusat erupsi 2. Zona Proksimal a) Material piroklastik agak terorientasi b) Sering dijumpai parasitic cone ©) Banyak dijumpal ignimbrite, welded tuff 3. Zona Distal a) Material piroklastik berukuran halus b) Banyak dijumpal lahar 5.2.3 Jenis morfologi vulkanik Berdasarkan kenampakan morfologi, Srijono (1984, dalam Widagdo, 1984) mengklasifikasi menjadi (Gambar 5.3): 4. Kubah kulkanik Merupakan morofologi gunungapi yang mempunyai bentuk cembung ke atas. dibedakan (atas dasar asal kejadian) menjadi : 1, Keruout Semburan dan Keruout Perisai Morofiog! ini terbentuk oleh erupsi lava yang encer basatis, sedang lava yang bersifat granitis menghasilkan morfologi Kubah sumbat (plug dome). 2. Kerucut Parasit (Parasitic Cone) Mofolo 3. Kerucut Sinder (Cinder Cone) Merupakan kubah yang terbentuk oleh letusan kecil pada kaki gunungapi, berupa kerucut ini terbentuk sebagai hasil erupsi pada lereng gunungapi yang lebih besar. rendah dengan bagian puncak tampak cekung datar.. 45 Kerucut semburan Kerucut sinde \ = Kerucut parasit ‘Gambar 5.3 Sketsa morfologi kubah vulkanik 2. Depresi vulkanik (Gambar 5.4) Depresi Vulkanik : bagian vulkan yang secara umum berupa cekungan, berdasarkan material pengisinya dibedakan menjadi 3 (Gambar 5.4) : 4. Danau Vulkanik, terisi oleh air dan membentuk danau. 2. Kawah, terbentuk akibat letusan, diameter < 1,5 km, dan terisi oleh material hasil letusan. 3. Kaldera, terbentuk belum tentu oleh letusan, didahului amblesan, dan diameter > 1,5 km, Padanya sering muncul gunungapi baru. 46 Gambar 5.4 Ilustrasi Pembentukan Kaldera Maninjau http://etmala,wordpress.com/tag/kaldera-maninjau! 3.Dataran vulkanik Secara relatif, dataran vulkanik (Gambar 5.5) dicirikan oleh topografi datar, dengan variasi beda tinggi (relief) tidak menyolok. Macamnya adalah: dataran rendah basal, plato basal, dan dataran kaki vulkan. 47 aN CF ncritearRe tay Gambar 5.5 Sketsa morfologi dataran vulkanik 5.2.4 Vulkan semu (pseudo volcan) Vulkan semu merupakan morfologi mirip kerucut gunungapi, bahan pembentuknya berasal dari vulkan yang berdekatan, dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut terhadap suatu vulkanyang telah lama tidak menunjukkan aktivitasnya (mati/dormant), contoh: volcanic neck (Gambar 5.6) CONTOH: Gunung Gendol, di Muntilan, Jawa Tengah pada dataran kaki vulkan gunungapi Merapi. Gambar III.6 Kenampakan morfologi volcanic neck Vulkan semu jenis lain adalah leher vulkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang terbentuk bila suatu kubah vulkanik tererosi sehinggga tinggal retas yang memanjang (radial dike). Gunung lumpur (mud volcano) 48 Kawah meteorik (meteoric crater) Teluk Karolina (caroline bay) 5.2.5 Potensi lingkungan morfogenesa vulkanik Gunungapi dapat _mempengaruhi lingkungan, balk pengaruh baik (sesumber), maupun pengaruh buruk (bencana) bagi manusia. 1) Sesumber a) Sebagai sumber bahan galian seperti batu dan pasir yang dapat digunakan sebagi bahan bangunan dan sebagainya. b) Sebagai sumber mineral seperti belerang, gipsum, zeolit, dan sebagainya ©) Energi panas bumi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik. d) Daerah wisata karena berada pada ketinggian tertentu dan umumnya memilki keindahan alam e) Daerah yang subur dan sangat cocok untuk perkebunan dan pertanian. 2) Kebencanaan Erupsi gunungapi dapat berdampak ancaman primer seperti awan panas, guguran material gunung api, aliran lava, serta abu vulkanik. Sedangkan dampak ancaman sekunder erupsi adalah lahar, yang dapat membahayakan manusia, jatuhnya korban serta kehilangan harta benda lainnya, 5.2.6 Bentang Alam Vulkanik dalam bentuk Peta Topografi Pada peta topografi, bentang alam volkanik memiliki kenampakan yang Khas. Umumnya pola kontur yang dibentuk oleh bentang alam vulkanik adalah radier sesuai dengan bentuk bentang alamnya. Pola penyaluran pada bentang alam vulkanik adalah radial. 49 5.2.7 Kepentingan Volkanisme dan Morfogenesa Volkanik. Kepentingen Volkanisme dan Merfogenesa Volkanik dlirjau dari sudut pendang kebumian alas, keberadaan kepuiauan wilayah Negara Kesatan Republi Indonesia di perukaan bum. Wiayah Negara kia: 1. Pada tatanan tektoni« global, kepulauan Kila berada di bagian barat — tengah lingkar Pasi. Lingkar ini dxenal sebagai cincn api (ring of fire), maknanya adalah pembentukan deretan ‘gunungapi aktif di sekeliling Samudra Pasifik. Gunungapi di wilayah ini mencakup 66 % dari total gunungapi aktif di dunia, dan sekitar 20% nya terbentuk di bumi kita. Gunungapi aktif di kepulauan kita berjumlah lebih kurang 125 buah, dan hanya Pulau Kalimantan wilayah Indonesia yang tidak ada gunungapi. 2. Keunikan sejarah pembentukan gunungapi di Indonesia. Pada akhir abad 20 salah satu permunculan gunungapi beru di Pulau Flores, dan pembeniuican kubah lava yang sangat cepat di tahun 2007 ‘sampai menuiup’ seluruh kiasan danau kawah di puncak Gunungapi Kelud, Jawa Timur. 3. Gunungapi di Indonesia terbentuk akbat subdaks! dua lempeng yang fidak sejonis sehingga bauan yang dhasikan bersfat andesitk yang kaya hara (unsur nuts yang sangat dibutukan eh ‘etumbuhan) sehingga merupakan wiayeh yang subur. Secara bidang pertanian, wlayah gunungap\ ni dsebut ‘dengan sabuk hijau (green batt) 50 4, Wiyah gunungapi merupakan pian fokasi hunian setelah wiayah pesisr dan panta, Alasan emithan karena kesjukan udara, dan panorama pemnandangen yang indah diikawasen gunungep. 5.2.8 Volkanistratigrafi Banyaknya gunungapi aktif di Indones membuka peluang berkembangnya imu kegunungapian (volkanologi), antara lain pembahasan periodisasi _pembentukan volkaniklastik berumur Kuater dan disebut volkanistratigrafi. Dalam cabang ilmu tersebut, kriteria morfologi sebagai ufuk/horison penentu. Elevasi dan keterbikuan (desection) merupakan unsur morfologi yang banyak dimanfaatkan dalam kriteria ufuk 5.2.9 Soal 1. Apa yang dimaksud dengan bentang alam vulkanik? Jawaban : bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh proses vulkanisme 2. Sebutkan pembagian morfologi di dalam Bentang Alam Volkanik Jelaskan! Jawaban a. Zona Pusat Erupsi (Central Zone ), ciri-ciri nya dijumpai: Radial dike / sill, sumbat kawah, crumble breccia, zona hidrotermal, piroklastik berukuran kasar, morfologi kubah dg pusat erupsi b. Zona Proksimal, ciri-ciri nya dijumpai: orientasi piroklastik, parasitic cone, ignimbrite, welded tuff ©. Zona Distal, ciri-ciri nya dijumpai: piroklastik berukuran halus, lahar 3. Sebutkan dampak positif dan negatif dari bentang alam vulkanik? Jawaban a. Dampak positif Panas bumi, sebagai tempat wisata, daerah pertanian yang subur, recharge air tanah, bahan galian b. Dampak negatif Bahaya primer : Aliran lava, bom gunung api, pasir lapili, awan pijar, abu gunung api, gas beracun, gempa, gerakan tanah. Bahaya sekunder : lahar, gerakan tanah Latihan: 4, Jelaskan macam-macam tipe erupsi gunungapi dan berikan contohnya! 5. Apakah perbedaan kawah dengan kaldera? 6. Sebutkan ciri— ciri Bentang Alam Vulkanik di dalam peta topografil 51 Sumber tambahan : Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology an Introduction to the study of landscape, Mc Graw- Book Company, USA Selby, 1985, Earth's hanging Surface An Introduction to Geomorphology, Clarendon Press ~ Oxford, Great Britain Thornbury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, John Wiley & Sons, Inc., New York, USA, 2nd. Edt. 52 POKOK BAHASAN VI MORFOGENESA KARS 6.1 Pendahuluan Deskripsi_singkat_isi dari pokok bahasan Morfogenesa Vulkanik, mengajarkan tinjauan proses karstifikasi kars Klasifikasi, kepentingan, dan aplikasi morfogenesa kars. Manfaatirelevansi dari pokok bahasan ini, ialah sebagai pengantar kepada bidang ilmu lainnya yang lebih luas, dan aplikasi, serta kepentingan pokok bahasan ini terkait wilayah NKRI ‘Tuluan__Instruksional_Khusus (learning outcome) secara khusus _bertujuan memahamkan kepada peserta didik mengenai proses karstifikasi, jenis-jenis morfologi kars, dan aplikasi morfogenesa kars sebagai potensi lingkungan kebumian 6.2 Uraian 6.2.1 Pengertian Morfogenesa kars adalah roman muka bumi yang terbentuk akibat pelarutan batugamping atau dolomite oleh air meteorik. Kata kars diambil dari kata krs, sebuah nama kota di pegunungan Dinaric Alps bekas Negara Yugoslavia, kota ini berada di dekat kota Trieste dan berbatasan dengan Italia. Kota ini diberi nama krs yang diambil dari bahasa Slavia untuk menyebut suatu tempat yang memiliki permukaan topografi yang gundul, berbatu-batu, dan sedikit ditemukannya aliran air permukaan Peneliti pertama alas kota Krs, dan kemudian mengenalkannya kepada kita mengenai teori pembentukan kars adalah Cvijic (1893). Bloom (1978) menginformasikan apresiasi kars tertua adalah lukisan dari China Daratan bagian Selatan (menara kars Kweilin, Propinsi Kwangsi) oleh pelukis_ pada Dinasti T'ang (tahun 618 — 907). Penelitian kars antara lain oleh Junghuhn di Gunung Sewu, Yogyakarta - Indonesia (1835) dalam kerangka survei lahan untuk tanaman obat dan pertanian pada umumnya, serta Sawkins (1869) dan Cox (1874) di Amerika. Morfogenesa Kars tersebar di berbagai tempat di seluruh dunia. Ciri-cir fisik tersebut adalal 1. Memilki itologi berupa batugamping atau dolomit. Memiliki pola penyaluran multibasinal. ‘Adanya aliran sungai yang menghilang secara tiba-tiba ke dalam tanah. Adanya aliran air permukaan yang cukup deras dan berasal dari gua Ren 53 5. Memiliki morfologi yang khas, seperti kerucut kars dan menara kars. Persyaratan pembentukan morfogenesa kars meliput 1. Batuan (batugamping dan dolomit yang dominan) perlapisannya masif (minimal 1 m), mengalami diagenesa di darat 2. Enkontrol struktur geologi yang menghasilkan peronggaan, dan tinggian morfologi 3. Keterlibatan mikrobia/bakteri, utamanya pada ujung perakaran tetumbuhan 4. Iklim yang mendukung berkembangnya erosi, (kimia/pelarutan, mekanik / pemecahan batuan), karstifikasi Menurut Ritter (1978), pembentukan topografi kars diawali dengan perubahan sifat penyaluran dari permukaan menjadi aliran bawah permukaan (sub drainage). Pada tahapan ini akan membentuk doline, dan lembah-lembah di permukaan. Tahapan selanjutnya pembentukan bukit-bukit terpisah (/solated hills), dan kemudian diakhiri_ dengan pembentukan corrosional peneplain. Gambaran rupabumi kars tampak sebag ukitigunung kerucut (soliter, labirin) dengan variasinya, di sekitarnya teridentifikasi morfologi depresi, dan penyaluran permukaan kering. LATIHAN: Membaca rupabumi kars dari peta topografi /RBI, citra, atau DEM Wilayah NKRI kaya morfogenesa kars. Semua pulau besar memilkinya, dengan kekhasan masing-masing. CONTOH: Kars Maros (Sulawesi Selatan) dicirikan oleh kars menara (tower karst), Kars Gunung Sewu (Yogyakarta) sebagai world heritage PERKAYA DIRI SDR: menelusuri/browsing di website 6.2.2 Klasifikasi Morfogenesa Kars 1) Berdasarkan ukuran, ada tiga tingkatan, yaitu kars mikro, minor, dan makro/mayor. Kars mikro, sifatnya mikroskopik, hasil _diagenesa batugamping stadium 7-8, pori sekunder tipe vuggy (Longman, 1980). Kars minor tampak mata, pada permukaan batuan, dengan kenampakan berupa alur, parit, dan ceruk-ceruk dangkal. Kars makro/mayor, perkembangannya tampak pada roman muka bumi. 54 Berdasarkan kriteria keberadaan kars secara geografi dan iklim, Sweeting (1972, dikutip, Tjia, 1987) membagi kawasan kars menjadi kars tulen (holokarst), glasiasi (glaciokarst), fluvial (Nuviokarst), tropik (tropical karst), dan kars iklim ering (arid Karst). Sebagai dasar adalah keberadaannya dengan datum _permukaan_tanah, dibagi menjadi: eksokars, dan endokars. Eksokars keberadaannya di atas permukaan tanah. Apabila pembentukan kars di bawah permukaan tanah, maka disebut endokars. Klasifikasi dengan kriteria terkait_batuan_alas (basement rocks) di bawahnya, pembagiannya: merokars, dan, holokars. Penyebutan merokars, apabila terbentuk tidak sempurna. Holokars, pembentukan kars berkembang sempurna Kriteria stadia erosi merupakan klasifikasi klasik, dan pembagiannya: kars muda, dewasa, dan tua. Kars muda memperiihatkan tinggian morfologi kars belum terintegrasi, penyaluran permukaan masih berkembang. Kars dewasa dicirikan pembentukan bukit kerucut, pembentukan lembah lebar, penyaluran bawah tanah. Kars tua dicirikan oleh kerucut rendah-terpisah, semua penyaluran bawah tanah. 6.2.3 Morfologi pada Morfogenesa Kars a. Kars Konstruksional Kars konstruksional dibentuk oleh proses pelarutan batugamping atau pengendapan material karbonat, dan dikelompokkan menjadi 2, yaitu kars minor, dan bentuk-bentuk mayor. Menurut Bloom (1978), kars minor yang tak dapat diamati pada foto udara atau peta topografi, sedangkan kars mayor dapat diamati baik di dalam foto udara maupun peta topografi. Bentuk kars konstruk: nal dalam wujud eksokars antara lain : 1. Kars split, adalah celah pelarutan, merupakan kumpulan kars-runnel (solution runnel) yang saling berpotongan. Apabila karts split memanjang membentuk parit kars 2. Palung kars adalah alur yang besar dan lebar Kedalaman alur sampai 50 cm. Lapies (bahasa Perancis) | Karren (bahasa Jerman) / clints (bahasa Inggeris) adalah bentuk tidak rata pada permukaan batugamping akibat pelarutan, penggerusan atau karena proses lain. Sementara Ritter (1978) mengklasifikasikan lapies menjadi dua kelompok, yaitu yang mempunyai bentuk lurus dan melingkar / seperti bulan sabit (Tabel 6.1) 55 1 Tabel 6.1. Klasifikasi lapies (Ritter, 1978) Bentuk Nama Keterangan Linier Solution flutes | Berupa lekukan halus, lurus, kedalaman 1-2 om, (Kurva lebar kira-kira 2 om, seragam, panjang 10 om - linier) beberapa meter, antar celahnya dibatasi oleh pematang yang tajam, terorientasi searah dengan slope. Solution Berupa alur terbatas, dalamnya kira-kira 40 om, tunnels lebar 40 — 50 cm, panjang lebin dari 2 m, bila terjadi_ pada Kekar/bidang perlapisan disebut grikes. Solution ripple | Berupa gelembur gelombang yang tegak lurus terhadap slope, tingginya 10-50 cm, terbentuk pada permukaan yang miring curam, Melingkar | Rain pits Berupa lubang kecil pada permukaan yang datar, (bulan sabit) diameter 3 cm, dalamnya kira-kira 2 cm, terbentuk oleh tetesan air hujan. Solution pans | Berupa cekungan dengan lantai yang datar, dalamnya 1-50 cm, lebar 3cm — 3 m, terbentuk pada batuan dasar yang tertutup vegetasi. Solution | Berupa jejak (reads) dan lereng (scarps) yang bevels datar dan licin, panjang treads 20 cm - 1 m, tinggi scarps 3-5 cm, terbentuk oleh gerakan air di atas batuan dasar yang miring rendah. Kars konstruksional mayor adalah ‘Surupan (dolines) | sink | sink-hole, adalah depresi tertutup, diameter meter - kilometer, kedalaman mencapai ratusan meter, dan bentuk bundar-oval Jenning (1971, dalam Bloom 1978) membagi lima, yaitu surupan: runtuhan (collapse doline), pelarutan (solution doline), subsidence doline, subjacent karst collapse doline dan star shape doline Uvala, adalah depresi tertutup yang besar, terdiri dari gabungan beberapa doline, lantai dasarnya tidak rata. Ukuran diameter berkisar 5-1.000 m dan kedalamannya berkisar 1— 200 m, dindingnya curam. Polje, adalah depresi tertutup yang luas, lantai datar, dan dinding curam, bentuknya tidak teratur. Pembentukannya dikontrol oleh litologi dan struktur. 56 4, Jendela kars (karst windows), adalah lubang pada atap gua yang menghubungkan antara ruang dalam gua dengan udara di luar, pembentukannya akibat atap gua atau atap sungai bawah tanah menalami runtuh. 5. Lembah kars (karst valleys), adalah lembah atau alur yang luas pada lahan kars, Pembentukannya oleh erosi aliran air permukaan. Secara umum, lembah kars dibedakan menjadi empat macam (Ritter, 1978), yaitu : a. Allogenic valley, yaitu lembah yang bagian hulunya berada pada batuan yang kedap air kemudian masuk ke dalam daerah kars. b. Lembah buta (blind valley), yaitu lembah atau sungai pada lahan kars yang secara tiba-tiba berakhir pada suatu tempat dan biasanya pada akhir lembah ini sungai permukaan akan masuk ke bawah permukaan (sub drainage). ©. Pooket valley, yaitu lembah yang dimulai dari tempat keluarnya air yang masuk melalui surupan. Pada umumnya pocket valley berassosiasi dengan mata air yang besar yang keluar di atas batuan kedap air yang terletak di bawah lapisan batugamping yang tebal. d. Lembah kering (dry valleys) terbentuk pada lahan kars, mirip dengan lembah fluvial, kondisinya kering. Kars konstruksional endokars yang sangat dikenal adalah gua kars dengan modifikasinya, dan pembentukan ornamen baik pada atap atau dinding dan pada dasamya. Rincian dari masing-masing bentukan adalah sebagai berikut 1. Gua kars (karst caves, karst caverns) adalah serambi atau ruangan bawah tanah. Kalau jarak antara dua pintu pendek, maka akan tampak sebagai jembatan alam (natura! bridge). Apabila lorong itu lebih panjang, Thornbury (1969) menyebutnya sebagai terowongan alam (natural tunne/) dan masyarakat Gunungkidul menamakan sebagai song untuk gua kering dengan lorong lateral yang relatif tidak panjang, sedangkan apabila lorongnya vertikal disebutnya luweng. 2. Fitokars (phytokarst), adalah permukaan yang berlekuk-lekuk, dengan perlubangan saling berhubungan, memberikan bentuk seperti bunga karang. Pembentukannya karena pengaruh algae yang tumbuh di batugamping. 3. Speleotem (Speleothems) adalah hiasan yang terdapat pada langit-langit, dinding, atau lantai suatu gua kars. Omamen hasil tetesan air disebut batu-tetes (dripstone), dimana ragam bentuknya dipengaruhi oleh jenis mineral karbonat dan laju pertumbuhannya. Batu-tetes terbentuk oleh tetesan air, dengan media tetesan adalah zona struktur geologi, atau bidang perlapisan. Jenis batu-tetes adalah: serutan soda / 97 soda straw / straw stalactite, bottlebrushes, mammilaries (cave clouds), poo! fingers, helictite, draperies, moonmilk, ballons, blisters, showerheads, flowers, popcoms, dan shileds. Jenis lain, yaitu: Sikat-botol (bottlebrushes), Mammitaries atau awan gua (cave clouds), Pool fingers, Draperie, Moonmilk, Balon (balloons), Blisters ‘Showerheads, Bunga (flowers), Berondong (popcorn), dan Perisai (shield). LATIHAN: kaj, cermati gambarannya dari buku teks ! Pembentukan ornamen menggantung yang lebih besar garis menghasilkan stalaktit (stalactite). Apabila tetesan air jatuh dilantal gua, kemudian kristalisasi, akan terbentuk stalagmit (stalagmite). Bersambungnya stalaktit dan stalagmit akan menghasilkan tiang masif (massive column). Seperti halnya pada langit-langit dan dinding gua, banyak ragam ornamen yang terbentuk pada lantai gua kars, yaitu stalagmit. flowstone, cave pearl, rimstone dam / gour dam, cave coral, cave raft, dan dogtooth spar. Stalagmit, Batualir (flowstone), terbentuk di atas dan mengikuti permukaan batuan alas, sebagai endapan Mutiara gua (cave pearl), Rimstone dam /gour dam, Koral gua (cave coral), Es kalsit (cave raf), dan scalenohedrons La Al caji, cermati gambarannya dari buku teks ! b.Bentuk Sisa/Destruksional Morfologi sisa pelarutan adalah morfologi karena pelarutan dan erosi berlangsung sangat lama sehingga meninggalkan sisa yang khas. Morfologi sisa_ berkembang baik di daerah tropis basah (Bloom, 1979), macamnya yaitu: - Kerucut kars, adalah bukit Kars Depresi tertutup di antara bukit sisa, berbentuk bintang atau tidak teratur disebut sebagai cockpits. ‘Menara kars, adalah bukit sisa pelarutan dan erosi yang berbentuk menara dengan lereng yang terjal, tegak atau menggantung, terpisah satu dengan lainnya dan dikelilingi oleh dataran aluvial (Ritter, 1978). Menara Kars disebut juga pepino hills atau haystacks atau turmkarst. Contoh menara kars Indonesia adalah di Kabupaten Maros ~ Pangkep, ‘Sulawesi Selatan. Mogote, adalah bukit terjal merupakan hasil sisa karstifikasi, umumnya dikelilingi oleh dataran aluvial yang hampir rata. 58 6.2.4 Potensi Morfogenesa Kars a) Sesumber Morfogenesa kars memiliki poten sebagai sesumber, antara lain adalah, 1. Bidang Pertanian Lahan kars sebagai habitat tumbuh kembang yang baik bagi pohon jati. Pohon jati justru dapat berkembang dengan sangat balk pada daerah yang kering dan sulit untuk memperoleh air di permukaan. 2. Bidang Pertambangan Batugamping pembentuk Kars merupakan bahan galian industri. Pemanfaatannya sebagai bahan baku mulai untuk kosmetika, sampai bahan baku industri semen. Diantara batugamping sebagai pembawa fosfat marin (marine phosphate)... Batugamping terubah menjadi marmer. Marmer ini memiliki texture yang indah, banyak digunakan lantai-dinding rumah, dan ornamen. 3. Perminyakan Morfogenesa kars yang telah terkubur (buried karst) atau paleokars. Peronggaan paleokars berpeluang terisi oleh hidrokarbon. Contoh pemanfaatan paleokars sebagai reservoir rock adalah karst Miosen (Miocene Karst) di Indonesia. 4, Pariwisata Bentukan-bentukan morfologi pada morfogenesa kars memiliki suatu keindahan alam tersendiri. Salah satu bentukan morfologi pada morfogenesa kars yang memiliki keindahan serta potensi pariwisata adalah gua kars dengan segala ornamennya. b) Kebencanaan pada Daerah Morfogenesa Kars 1. Runtuh langit-langit (roof collapse). Peristiwa ini berpeluang terjadi pada kondisi batuan mengalami dua macam tekanan, masing-masing adalah karstifikasi efektif terus berlangsung, dan dinamika pemanfaatan di alas gua. 2. Krisis air Air permukaan yang sangat diperiukan bagi pertanian dan kehidupan fauna, di kars air ini krisis. Air baku juga mengalami krisis, dikarenakan kesadahan dari air kars tinggi sehingga merupakan air berat, apabila dikonsumsi manusia tanpa ada perlakuan tertentu dapat menyebabkan gagal ginjal. Krisis air dapat disebabkan pula oleh aktivitas penambangan batugamping yang Kurang bijak, atau terjadinya banjir bandang pada sungai bawah permukaan, 59 3. Jatuhan batuan Bencana ini berpeluang terjadi pada rupabumi yang lerengnya terjal, diakibatkan hasil interaksi sifat rapuh batugamping, pembentukan struktur geologi, dan terpicu oleh aktvitas penambangan batugamping, atau oleh erosi gelombang pada pantai kars. Pertanyaan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kars dan karstifikasi! Jelaskan pula perbedaan diantara keduanya! 2. Sebutkan dan jelaskan masing-masing 2 macam manfaat dan kebencanaan yang dapat terjadi pada daerah morfogenesa kars! 3. Mengapa aliran sungai di permukaan dapat menghilang secara tiba-tiba dan muncul sebagai mataair pada daerah morfogenesa kars? Jawaban: Baca, cermati kembali uraian pada teks di atas ! Latihan 1. Sebutkan daerah-daerah di Indonesia yang memiliki morfogenesa kars! 2. Jelaskan pengaruh struktur geologi, khususnya kekar dan pengangkatan, dalam pembentukan morfogenesa kars! PUSTAKA ACUAN: Utama: Ritter, 1978, Processes Geomorphology Tambahan: Srijono, Salahuddin, H., dan Budiadi, Ev., 2010, Geomorfologi, Buku ajar, Edisi ke 1Jur. Teknik Geologi FT UGM, Yogyakarta. 60 POKOK BAHASAN VII MORFOGENESA GLASIAL 7.1 Pendahuluan Deskripsi_singkat isi dari pokok bahasan Morfogenesa Glasial adalah: Tinjauan proses glasiasi, Klasifikasi morfogenesa glasial, dan aplikasi. Manfaat/relevansi dari pokok bahasan ini, ialah sebagai pengantar pemahaman teori glasiasi, dikarenakan pembentukan glasiasi di Pegunungan Tengah — Papua. ‘Tujuan__Instruksional_Khusus (learning outcome) secara khusus _bertujuan memahamkan glasiasi, Klasifikasi, dan aplikasinya, 7.2 Uraian 7.2.1 Pengertian Morfogcnesa glasial terbentuk pada lokasi sangat terbatas. Pembentukan morfogenesa ini diageni oleh gletser (salju yang bergerak). Salju dijumpai di daerah lintang kutub, lintang tinggi pada musim dingin, dan daerah berelevasi minimal 4.000 m dpl. Ketentuan seperti itu mengakibatkan lokus pembentukannya maupun luasannya terbatas. ‘Wilayah NKRI, meskipun seluruhnya termasuk tropis, namun terbentuk pula morfogenesa glasiasi. Kategorinya termasuk glasiasi di ketinggian. Agihan morfogenesa ini di Pegunungan ‘Tengah — Papua, dengan puncak yang dikenal sebagai Carstenz Pyramide. Secara hipotetik luasan salju di pegunungan tersebut menyempit, penyebabnya adalah imbas meluasnya penambangan oleh PT Freeport di Pegunungan Grassberg, LATIHAN: Pastikan/caritahu mengenai hipotese di atas Gletser sebagai media erosi, transportasi, dan sedimentasi; atau agen pembentuk morfologi, mempunyai densitas (kerapatan massa) yang tinggi. Sifat tersebut mengindikasikan gletser akan merasuk dalam celah-celah batuan (plucking), sambil terus bergerak menggerus dasar dan dinding lembah yang teralirinya. Pada permukaan batuan akan ditinggalkan bekas-bekas yang tampak sebagai mikromorfologi, antara lainlekukan, tonjolan, goresan, penyemiran (polishing). 61 a) Topografi Akibat proses glasiasi mempunyai kenampakan yang khas. Tebing-tebing yang ditinggalkan nyaris tegak, bahkan tidak sedikit ada tebing menggantung (hanging valley). Kenampakan seperti itu mirip dengan tebing yang dihasilkan oleh aktivitas lahar pada volkanisme. Disebabkan arch gletser terarah dan tertentu, maka utamanya di bagian bawahirendah sistem glasial akan menghasilkan kenampakan lembah atau pasangannya (perbukitan kecil) yang saling sejajar. Kenampakan lembah yang dalam dengan tebing tegak, dan saling sejajar masih teramati sampai di pantai dan dikenal sebagai pantai fyord. Kenampakan tebing-tebing, dan lembah-lembah mirip gambaran huruf "U* dan dalam. b) Topografi hasil sedimentasi Endapan/sedimen hasil proses glasiasi mempunyai sifat sejenis dengan sifat lahar, atau endapan fluvio-volkanik lainnya. Sifat tersebut adalah, tektur: berukuran butir mulai dari lempung sampai dengan bongkah, kemas terbuka dengan kadang-kadang terbentuk butiran/massa mengambang (floating mass). Strukur sedimen yang terbentuk dapat terjadi laminasi untuk till dan morena, selain itu dicirikan sortasi/pemilahan butir yeng buruk. Endapan-endapan tersebut dihasilkan tanpa harus terlebuh dahulu melalui fase pelapukan. Sedimentasi bebatuan tersebut di atas_menghasilkan moroflogi glasiasi yang baru, yaitu pembentukan kipas alluvial di depan gawir, atau di mulut corong sungal yang hulunya di pegunungan glasiasi. Selain itu pembentukan drumlins di kawasan dataran fluvio- glasiasi, dengan morfometri gumuk (hummocky) 7.2.3 Potensi Kebumian a. Sesumber Karena keterdapatannya pads geografis tertentu, Iahannya berdaya tank sebagai daerah tujuan wisata, dan arena olahraga es. Banyaknya saljules memberi peluang kawasan tersebut sebagai sumber air tawar. b. Kebencanaan Bencana yang sering terjadi di morfogenesa ini adalah guguran avalansi (debris avalanche), hal dapat terjadi ketika dengan cara plucking, gletser terus bergerak. 62 POKOK BAHASAN VIII MORFOGENESA EOLIAN 8.1 Pendahuluan Deskripsi singkat isi dari pokok bahasan Morfogenesa Eolian adalah: Tinjauan proses glasiasi, Klasifikasi morfogenesa eolian, dan aplikasi. Manfaatirelevansi dari pokok bahasan ini, ialah sebagai pengantar pemahaman teori eolian, dikarenakan pembentukan dunes di Parangtritis, Yogyakarta. ‘Tujuan__Instruksional_Khusus (learning outcome) secara khusus _bertujuan memahamkan eolian, klasifikasi, dan aplikasinya. 8.2 Uraian 8.2.1 Pengertian Pembentukan morfogenesa eolian diageni oleh angin. Ditinjau dari koordinat lintang, morfogenesa ini terbentuk pada lintang menengah (30°-50° LS/LU), atau di daerah aliran sungai besar, daerah bekas salju/gletser mencair, atau zona pesisir yang di depannya terbentang samudra Persyaratan pembentukan morfogenesa ini: angin yang kencang dan arah tetap, pasokan pasir kontinyu, tutupan vegetasi yang jarang Pada peta topografi, mudah dimengerti dari kenampakan banyaknya frekuensi depresi (oase, wadi, bolson), pola penyaluran sungai jenis multibasinal. Pada morfogenesa eolian intens terbentuk, morfologi gumuk pasir (sand dunes) dapat diamati melalui kontur. CAMKAN: Di Indon (Yogyakarta), dan ini satu-satunya gumuk pasir pantai di Asia terdapat_gumuk pasir di Pantai Parangkusumo 8.2.2 Kepentingan 1. Wilayah Indonesia kepulauan, sebagian pantai berhadapan dengan samudra lepas, berpeluang terbentuk dunes. Mungkinkah seperti di Parangkusumo. 2. Endapan pasinya sesumber alternatif bahan industri pasir. 3. Endapan pasimya potensial sebagai akuifer. 63 8.2.3 Kekhasan proses angin 1) Erosi Erosi angin menempuh dua cara yaitu abrasi dan deflasi. Abrasi yaitu proses penggerusan oleh partikel yang terbawa oleh angin, sedangkan defiasi yaitu proses lepasnya tanah dan partikel kecil, diangkut dan dibawa oleh angin. 2) Transportasi Transportasi secara melayang (suspesion) dan menggeser di permukaan (traction). ‘Ada dua jenis menggeser, meliputi: meloncat (saltation) dan menggelinding (rolling). PERTANYAAN: Apakah ukuran partikel yang terangkut sama ? 3) Deposisi Hasil sedimentasi oleh angin mempunyai banyak kesamaan dengan sedimen hasil pembentukan oleh proses fluvial. LATIHAN: telaah rincian kesamaan, dan perbedaannya 8.2.4 Klasifikasi morfologi 1. Hasil deflasi 1. Cekungan deflasi (Gambar 8.1), pada daerah yang lunak dan tidak terkonsolidasi, atau tersemen jelek, Contoh: Gurun Gobi, Cina daratan. Ukuran 300 m - lebih 45 km, dan kedalaman 15 ~ 150m. Gambar 8.1. Cekungan Deflasi 2. Lag gravel. Kumpulan dari material yang berukuran kerakal hingga berangkal pada suatu blowout akan membentuk suatu morfologi yang disebut sebagi lag deposits. Kenampakan tersebut ditemukan di daerah gurun (Gambar 8.2). Gambar 8.2 Lag gravel 3. Desert varnish. Beberapa lagstone yang tipis, permukaaan mengkilat oleh oksida besi, berwarna hitam atau coklat, dikenal sebagai desert varnish (Gambar 8.3). Gambar. 8.3. Desert varnish 2) Hasil abrasi Abrasi oleh angin terjadi di dekat permukaan tanah. Bagnold (1941, dalam Thornbury, 1969) menyatakan semburan pasir maksimum setinggi 2 m. Hasil abrasi berupa a. Bavelad stone sisa batuan membentuk inkater atau dreikanter (singel ‘edge, three edge in English). Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan arah angin yang konstan (tetap), sedangkan dreikanter perpotongannya tidak tetap sehingga membentuk banyak. ng permukaan yang 65 Gambar 8.4 (a) Einkanter (b) Dreikanter a. Polish Polish terjadi karena gosokan oleh angin yang mengandung pasir, sehingga hlebih mengkilat (Gambar 8.5). Gambar 8.5. Polish b. Grooves Sebagai alur, kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas (Gambar 8.6). Gambar 8.6 Grooves cc. Sculpturing Sejenisnya adalah batujamur / mushroom rock (Gambar 8.7). 66 Gambar 8.7. Batujamur 8.2.5 Hasil deposisi Hasil pengendapan aktivitas angin membentuk dunes (gumuk pasit). Tipe dune (Hace, 1941, dalam Thornbury, 1969) dibagi menjadi 3, yaitu: a. Transversal Dune Transversal dune merupakan gumuk pasir memanjang tegak lurus terhadap arah angin. Tipe ini tidak dipengaruhi oleh vegetasi (Gambar 8.8). Wind B Transverse dunes Gambar.8.8. Transverse dunes b. Parabolic Dune Parabolic dune adalah dune yang berbentuk sekop/sendok atau berbentuk parabola. Tipe ini dipengaruhi oleh adanya vegetasi (Gambar 8.9) or Passes Gambar 8.9. Parabolic dunes . Longitudinal dune Longitudinal dune adalah punggungan-punggungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin yang relatif tetap (Gambar 8.10). Wd N D Longue cree) ‘Gambar 8.10 Longitudinal Dunes Menurut Emmon’s (1960), bentuk dune tergantung pada: pertambahan pasir, pengendapan di tanah, tumbuhan penghalang, dan arah angin yang tetap. Tipe dune (Emmon's, 1960): a. Lee Dune Lee dune atau sand rift adalah dune yang berkembang memanjang, merupakan punggungan pasir yang sempit di belakang bebatuan atau tetumbuhan (Gambar 8.11). 68 Gambar.8.11. Lee Dunes b. Longitudinal Dune . Barchan Dune Barchan terbentuk pada daerah terbuka, tak terhalangi oleh tetumbuhan, arah angin tetap, dan penambahan pasir terbatas. Geometri bulan sabit (Gambar 8.12) A Berchans. Gambar 8.12. Barchans Dunes 4. Seif Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan (Gambar 8.13) 69 Gambar 8.13. Seif Dunes e. Transversal Dune £. Complex Dune Complex dune terbentuk pada daerah dengan angin berubah-ubah, pasir, dan vegetasinya agak banyak (Gambar 8.14). Gambar 8.14 Complex Dunes ‘Selain bentukan dunes, juga dapat membentuk suatu loess. Loess berada di daerah yang luas, terdiri dari pasir halus dan lepas, dan tidak menampakkan bentukan khusus (Gambar 8.15) Gambar 7.17. Loess 70 8.2.6 Contoh Morfogenesa E Morfogenesa Eolian terbentuk di Indonesia (iklim tropis basah), jenis morfologi dunes pantai berkembang di Parangtritis. Di sana pembentukan kompleks dunes yang sekuensial, terdiri dari: memanjang, bulan sabit, dan melintang. LATIHAN: pelajari lagi/sebaran (secara spasial), dan keterangan kenapa terbentuk seperti itu, dan khas di Parangtritis 8.2.7 Potensi Kebumian Morfogenesa Eolian a. Sesumber 1. Sementara ini baru diketahui (khususnya di Parangttitis) lahan berpasir berperan sebagai akuifer air-bawahtanah dangkal. 2. Sumber bahan bangunan pasir (kualitasnya kurang baik, KENAPA??) 3. Penyaring (filter) alami terhadap intrusi air laut 4. Agen pembentuk morfogenesa eolian adalah angin. Agen ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi alternatif pembangkit tenaga listrik b. Kebencanaan 1. Kebencanaan yang ditimbulkan akibat mobilitas pasir, berpeluang mengancam kelangsungan jalan umum, lahan pertanian, dan permukiman penduduk di wilayah wisata Pantai Parangtritis. Usaha penghijauan, dan sekaligus menghambat laju pergerakan pasir dapat dilakukan di atas lahan gumuk-pasir dengan tetumbuhan yang sesuai dan mengikuti sistem sikat/sisir (comb / brush system), Pertanyaan : 1. Apa yang dimaksud dengan Morfogenesa Eolian ? Jawab : Morfogenesa yang terbentuk Karena aktivitas angin, dimana angin tersebut mendominasi dalam pembentukan suatu morfologi 2. Sebutkan dan terangkan proses-proses yang disebabkan oleh angin ! Jawab : Dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi. Yaitu deflasi adalah proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan yang diangkut dan dibawa oleh angin, sedangkan abrasi adalah proses penggerusan batuan dan permukaan lain oleh partikel-partikel yang terbawa oleh aliran angin 3. Bagaimana pengaruh vegetasi terhadap pembentukan gumuk pasir. ? Jawab : pengaruh vegetasi pada suatu pembentukan gumuk pasir nantinya akan n berpengaruh pada bentukan yang akan dihasilkan pada suatu gumuk pasir itu sendiri. Pada gumuk pasir yang terdapat vegetasi bentukannya akan menjadi parabolic dune, sedangkan yang tidak terpengaruh vegatasi akan menjadi transversal dune, Soal Latihan. 1, Sebutkan dan terangkan macam-macam Bentang Alam Eolian hasil proses deflasi ! 2. Gumuk pasir bintang terbentuk Karena datangnya angin dari segala arah. Mengapa tumpukan pasir yang telah terbentuk tidak rusak ketika angin dari arah yang berlawanan datang? 3. Apakah posisi lintang suatu kawasan mempengaruhi pembentukan morfologi eolian gurun. Contoh kasus di daerah lintang rendah dibandingkan dengan lintang sedang? Jelaskan! Pustaka Acuan ‘Thombury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, John Wiley & Sons, Inc., New York, USA, 2nd. Edt. 72 POKOK BAHASAN IX MORFOGENESA PANTAI DAN DELTA 9.1 Pengertian Pantai (coast) adalah zona memanjang yang menjadi batas antara daratan dan laut. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk morfologi pantai adalah batuan pembentuk (morfostruktur pasif), tektonik (morfostruktur aktif, dan proses eksogenik (morfostruktur dinamik). Pada lingkungan pantai tidak dapat terlepas dari unsur garis pantal (shore line) dan gisik (beach). 9.2 Kepentingan Mempelajari geomorfologi pantai mempunyai beberapa kepentingan, terkait situasi global, ke-Indonesia-an, keilmuan, dan pengembangan wilayah 1, Situasi global. Permukaan bola dunia, tersusun hampir 70% laut, dan s 30% daratan, Panjang garis pantai pada masa Holosen ini lebih panjang dibanding dengan garis pantai ketika (lebih dari 200 juta tahun lalu) daratan di bu 2. Wilayah Indonesia terdiri minimal berjumlah 17.000 pulau yang berubah-ubah jumlahnya karena proses alam, dengan panjang garis pantai lebih dari 80.000 km. 3. Dalam zona yang relatif sempit yaitu pantai, terjadi interaksi dua proses alam yang berasal anya satu (Benua Pangea). dari daratan dan dari lautan, sehingga secara keilmuan menghasilkan zona ekosistem-mikro tersendiri. 4, Pengembangan wilayah. Permukiman pantai datar menempati urutan tertinggi sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi, dan mudah dikembangkan sebagai wilayah terpadu, 9.3 Proses dan Jenis Morfologi 9.3.1 Erosi Erosi di pantai sebenamya diageni oleh proses fluvial (lihat lagi pokok bahasan terkait), dan abrasi gelombang.. Pada pantai terjal abrasi gelombang lebih dominan dibandingkan erosi fluvial. Pada kawasan pantai yang terbentuk oleh bebatuan tua (bukan hassil pengendapan masa Holosen), abrasi akan meninggalkan jejak marine/sea cliff beserta wave-cul notch, sea cave, dan stack. 73 Tebing laut (marine/sea cliff) sebagai topografi kenampakannya merupakan tebing yang curam (kadang-kadang karena kerasnya batuan tebing dapat betul-betul tegak / 90”. Wave-cut notch merupakan ceruk verlikal pada tebing laut, kelinggian puncak ceruk menggambarkan tinggi maksimum abrasi gelombang. Gua laut (sea cave), terbentuk karena batuan (terdiri batugamping, karbonatan, volkanik berukuran maksimum pasir) menjorok ke laut, dan terkena arus sepanjang pantai (longshore current). Dicontohkan gua laut di Pantai Wisata Karangbolong, Gombong - Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah. Stack merupakan ‘pulau’ sisa abrasi, agaknya tektonik mengontrol pembentukannya. Contoh pembentukan stack di Pantai Kukup ~ Wediombo, DIY; dan Pantai Kuta di Pulau Lombok. Pada kawasan pantai terbentuk teras/undak laut (marine terrace), pertanda dasar ‘cekungan aslinya datar. Longsorlahan pantai (coastal landslide) terbentuk pada pantai terjal (sea olf), batuan kurang kompak. Gambar 9.1 Sea stack, sea arch, dan sea cave. 9.3.2 Sedimentasi Sedimentasi fluvial masih berpeluang terjadi di pantai, dengan lereng miring landai ~ datar. Diawali pembentukan sungai_anastomotik (anastomotic), atau alur sungai menyebar (distributary channel). Hal ini pertanda sedimentasi lebih efektif dibanding erosi, dan membentuk delta, gisik (beach), beach drift of sand, littoral drift > spit, tombolo, dan off shore bar. Apabila pertumbuhan spit meluas hingga menghubungkan dua daratan yang ‘akhimya terpisah, akan terbentuk tombolo (analogi: leher), Contoh jembatan daratan tombolo antara lain menyatunya: 1. Pulau Gunungapi Muria dengan Pulau Pegunungan Kendeng di Jawa Tengah. 2. Pulau Nusa Dua dengan Pulau Gunungapi Agung di Bali, dan 74 3. Pulau Pegunungan Selatan dengan Pulau Gunungapi Bay Barer ‘Gambar 9.2. Morfologi_ spits, tombolo dan bay barrier. (Nelson, 2012) 9.3.3 Tumbuh kembang terumbu Terumbu (reef) dalam tumbuh kembang di laut dangkal. Posisi hidupnya tertaut langsung dengan garis pantai yang akan membentuk fringing reefs, di lepas pantai yang membentuk terumbu penghalang (barrier reefs), atau melingkari pulau yang terisoler ‘sehingga menghasilkan bentukan atol (atolls). 9.3.4 Morfologi depresi sisa Morfologi depresi sisa dicirikan tubuh air di dekat pantai, airnya asin, jenisnya: marsh / swale, lagoon / laguna, dan estuarine. Pembedaan jenis morfologi tersebut berdasarkan sebaran, dan ukurannya. Marsh / swale merupakan rawa pantai, sebaran lokal, sempit, tertutup. Ke dalam morfologi ini terjadi sedimentasi lumpur (mud flat), atau garam (salt marsh). Lagoon / laguna adalah marsh yang luas, memanjang, dan menerus, sebarannya di belakang barrier, dicirikan pembentukan tidal inlets yang terisi tidal deposits Estuarine merupakan muara sungai berbentuk corong, dan tetap. Pada limpah banjir (floodplain deposits) tetapi pembentukan delta seperti pengendapan di dataran posisi geografi di muara sungai 9.4 Klas ikasi Pantai 1. Klasifikasi Pantai Secara Klasik Johnson (1919) mendasarkan pada karakteristik geomorfik yang disebabkan oleh naik turunnya muka laut. Keuntungan klasifikasi_ini pembagiannya sederhana, sedangkan 75 kelemahannya sulit diterapkan, karena pengaruh penenggelaman akibat transgresi laut kala Holosen, dan naiknya muka laut pada fase-antara glasiasi selama Pleistosen. Johnson (1919) mengelompokkan pantai menjadi > Pantai tenggelam (submergence coast) Pantai yang dibentuk karena penenggelaman daratan atau naiknya muka laut, garis, pantai tidak teratur, adanya pulau-pulau di depan pantai, teluk yamg dalam, dan lembah- lembah yang turun. Contoh pantai ini adalah : a) Pantai Ria: pantai yang sebelum teggelam mengalami erosi darat. b) Pantai Fyord : pantai tenggelam sebelum glasiasi (lihat gambar). > Pantai Naik (emergence coast) Pantai yang dibentuk oleh majunya garis pantai ataupun turunnya muka laut, garis pantai lurus, relief rendah, terbentuk undak pantai, gosong pantai, atau tanggul di muka pantai. > Pantai Netral Pantai yang tidak mengalami penenggelaman ataupun penaikan dan biasanya dicirikan oleh adanya garis pantai yang relatif lurus, pantainya landai dan ombak tidak besar. Beberapa contoh pantai ini antara lain, pantai delta, pantai dataran aluvial, pantai gunungapi, pantai terumbu karang dan pantai sesar. > Pantai Campuran Pantai yang mempunyai kenampakan lebih dahulu terbentuk daripada yang lain. Seperti kenampakan undak pantai, lembah yang tenggelam, yang merupakan hasil dari naik turunnya permukaan air laut. 2. Klasifikasi Pantai Secara Genetik dan Deskriptif Valentine (1952) menggabungkan pengaruh muka laut dan dinamika pantai. Susunan Klasifikasi pantai menurut Valentine (1952, dalam Sunarto (1991): 76 Pantai naik : pantai pengangkatan daser laut [7 Phytogenik : pantai bakau Pantai yang maju. ~~ Bentukan cern [ Zoogenic: pantai terumbu Pantai maju Deposisi laut : pantai penghalang pantai gumuk pasir Bentukan Non organisme LL. Deposisi fluvial : pantai delta Bentukan dso, + Panta waa Pantai yang mundur ‘Bentukan Fluvial : pantai perlipatan pegunungan tua > Pantai mundur : pantai cliff Erosi : pantai Fyord Deposisi : forden coast 3. Klasifikasi Pantai Berdasarkan Tenaga Geomorfik Shepard (1963) dikutip Sunarto (1991) mengelompokkan pantai menjadi 2, yaitu > Pantai primer (muda). Pantai primer terbentuk oleh tenaga-tenaga dari darat (erosi, deposisi darat, gunung api, sesar dan lipatan), macamnya: a. Pantai karena erosi dari daratan. Erosi baik oleh sungai maupun glasial sebelum mengalami pengangkatan. + Pantal erosi fluvial yang tenggelam, misalnya pantai ria. + Tenggelamnya lembah-lembah glasial, misalnya pantai Fyord. b. Pantai yang dibentuk oleh pengendapan asal darat. + Pantai hasil pengendapan fluvial, misalnya pantai delta, pantai daratan aluvial yang turun (Contoh : Pantai Semarang). * Pantal pengendapan glasial, misalnya sebagai morena atau drumiine yang tenggelam Pantai yang Karena pengendapan pasir oleh angin (prograding sand dune) ¢ Meluasnya tumbuh-tumbuhan pada pantal atau rawa bakau yang luas ¢. Bentuk pantai akibat aktivitas volkanisme + Pantai yang dipengaruhi oleh aliran lava masa kini. + Pantai amblesan volkanik dan pantai kaldera 7 d. Pantai yang terbentuk akibat adanya pengaruh diatropisme atau tektonik + Pantal yang terbentuk karena patahan, + Pantal yang terbentuk karena lipatan Pantai sekunder terjadi dari hasil proses laut, meliputi erosi laut, deposisi laut dan bentukan organik, macamnya: a. Bentuk pantai karena erosi laut + Pantai yang berliku-liku + Pantal terjal yang lurus b. Bentuk pantai karena pengendapan laut + Pantai yang lurus karena pengendapan gosong pasir (bars) yang memotong teluk. + Pantai yang maju karena pengendapan laut. + Pantai dengan gosong pasir lepas pantai (offshore bars and longshore spit) 4. Klasifikasi Pantai secara iato-genetik Davies (1980, dikutip Sunarto (1991) mengklasifika: genetik,terdiri dari 3, yaitu: In pantai secara klimato- 4) Pantai Pantai ini dicirkan oleh energi gelombang rendah dan lingkungan angin_pasat. Sedimen pantai banyak, sehingga banyak pantai berbatu di daerah tropis. Pantal ini habitat mangrove tumbuh di daerah beriklim tropis panas-basah, dapat terbentuk gumuk pantai 2) Pantai Lintang tengah Pantai ini terdapat di lingkungan gelombang berenergi tinggi. Karena aktivitas intang Rendah gelombang dan abrasi bertenaga tinggi itu, maka cliff dan bentukan yang berasosiasi dapat berkembang dengan baik. 3) Pantai Lintang Tinggi Pantai ini dicirikan dengan gelombang berenergi rendah. Kebanyakan merupakan sisa-sisa pembekuan. Gisik terbentuk dengan dominasi kerikil dan kerakal. Perkembangan orfologi cliff dipengaruhi kuat oleh gerakan massa batuan dalam skala besar. 78 Selain klasifikasi tas, berdasarkan elevasinya maka pantai dapat dibagi menjadi 1. Pantai Dengan elevasi Rendah Gambar 9.3. Pantai dengan elevasi rendah. 2. Pantai Dengan Elevasi Tinggi a a B YE Gambar 9.4. Pantai dengan elevasi tinggi Proses-Proses di Pantai. Proses Merusak membentuk Cliffs dan Shore Platforms. Proses membangun membentuk beaches, barriers island, tidal flat dan delta, Il Bentang Alam Delta Delta adalah suatu bentuk yang menjorok keluar dari garis pantai (seperti huruf D), terbentuk saat sungai masuk ke laut, dengan banyaknya suplai sedimen yang dibawa air sungai lebih cepat dibanding proses pendistribusian oleh proses-proses di pantai. |. Proses yang Mempengaruhi Pembentukan Delta a. Iklim b. Debit Sungai, tergantung dari iklim, berpengaruh atas geometri dari delta. ¢. Produk Sedimen 79 ze OMRENSaN Energi Gelombang, energi gelombang merusak garis pantai / muara sungai sehingga menghasilkan delta yang sejajar dengan garis pantai. Proses Pasang Surut Arus Pantai Kelerengan Paparan Bentuk Cekungan Penerima dan Proses Tektonik LATIHAN: Bagaimana penjelasan butir a — h ? Syarat-Syarat terbentuknya Delta ‘Arus sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan yang minimum. Jumlah bahan yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup banyak Laut pada daerah muara sungai cukup tenang Pantainya relatif landai. Bahan-bahan hasil sedimentasi tidak terganggu oleh aktivitas air laut. Tidak ada gangguan tektonik (kecuali penurunan dasar laut seimbang dengan ) pengendapan sungai, contoh : Delta Mi Unsur-unsur Dasar Delta ~ Sungai : sebagai sarana pengangkut material - Distributary Channel - Delta Plain : Bagian delta yang berada di daratan, umumnya merupakan rawa-rawa. - Delta Front / Delta Slope : bagian delta yang berada di depan delta plain, dan merupakan laut dangkal. - Pro delta : bagian terdepan dari delta yang menuju ke laut lepas. 80 Gambar 9.5. Unsur-unsur dasar delta (Allen and Chambers, 1998) Klasifikasi Delta 4. Menurut Fisher, dkk, (1969) : Dasar klasifikasinya adalah : ‘a. Proses fluvial dan influks sedimen. b. Proses laut (gelombang dan arus bawah permukaan). Fisher membagi delta menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu : 1. Cuspate Delta. 2. Lobate Delta. 3. Elongate Delta / Bird Food Detta. at Gambar 9.6. Klasifikasi delta berdasarkan Fisher (1969), 2. Menurut Galloway (1975) : Galloway membagi delta berdasarkan dominasi proses fluvial, gelombang dan pasang surut, yaitu : a. Bird foot delta : jika pengaruh fluvial paling dominan. b. Cuspate delta: jika pengaruh gelombang paling dominan. c. Estuarine delta : ka pengaruh pasang surut paling dominan. ‘Ada 2 hal yang penting untuk diperhatikan 1. Sungai & Sedimen Homopyonal Flow Mixing Hyperpyonal Flow 2. Laut sebagai wadal Hypopyonal Flow ‘A. Homopyonal Flow : densitas air sungai dan laut equal B. Hyperpyonal Flow : densitas air sungai lebih tinggi CC. Hypopyonal Flow : densitas air sungai lebih rendah Pertanyaan: 1. Pertanyaan : Jelaskan proses pembentukan sea stack ! lawaban : Proses pembentukan sea stack secara garis besar dijelaskan oleh gambar alir di bawah ini. (sumber : Nelson, 2012) 82 (1) Karena pengaruh gelombang yang kuat, suatu garis pantai menghasilkan bentukan semenanjung dengan tebing yang terjal. (2) Akibat proses difraksi pada gelombang, maka kekuatan gelombang lebih terpusat dan intensif pada semenanjung pantai. Akhimya karena proses erosi yang intensif dari gelombang menciptakan morfologi sea caves dan sea arc. (3) Proses erosi akhimya menyebabkan sea arch menjadi runtuh (collapse) sehingga menyisakan batuan resistan yang terisolasi dari daratan utama, biasanya dalam bentuk sea arch. (4) Karena proses erosi dan runtuhan yang terus berlangsung akhimya terbentuk pilar-pilar yang disebut sea stacks. (5) Sea stacks dapat terus mengalami erosi menjadi morfologi sea stump. 2. Pertanyaan : Berdasarkan klasifikasi delta menurut Fisher (1969), termasuk dalam jenis delta apakah delta di bawah ini ? a. Delta Sungai Baram, Malaysia b. Delta Sungai Nil, Mesir c. Delta Missisipi, Amerika Jawabar Di bawah ini merupakan foto kenampakan masing-masing delta di atas, dari kiri ke kanan berturut-turut : Delta Sungai Baram, Delta Sungai Nil, Delta Missisipi. Dari kenampakan delta tersebut, dapat diketahui : 83 a. Delta Sungai Baram, Malaysia, termasuk jenis delta cuspate. b. Delta Sungai Nil, Mesir, termasuk jenis delta /obate. ©. Delta Missisipi, termasuk jenis delta elongate. 3. Pertanyaan : Pada bagian delta manakah yang mempunyai potensi sebagai sumber kandungan batubara yang paling tinggi ? Jawaban : Bagian delta yang mempunyai potensi paling tinggi sebagai sumber kandungan batubara adalah Delta plain. Hal tersebut dikarenakan bagian delta tersebut berupa dataran yang sering tergenang oleh air dan membentuk rawa-rawa yang ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan yang mati kemudian teronggok di daerah tersebut membentuk gambut, yang lama-kelamaan, apabila proses penimbunan yang menghasilkan tekanan dan suhu yang tinggi berjalan terus-menerus, akan berubah menjadi batubara. 84 Latihan : 1. Menurut pendapat anda pantai selatan Jawa termasuk jenis pantai apa berdasarkan Klasifikasi yang telah dijabarkan di atas? Berikan alasannya! 2. Sebutkan 3 faktor yang berpengaruh pada pembentukan delta di pantai utara dan pantai selatan Jawa, serta jelaskan perbedaan pengaruhnya pada pembentukan delta di kedua pesisir tersebut ! 3. Apakah Indonesia merupakan daerah yang potensial untuk pembentukan delta? Berikan alasannya! Daerah mana yang potensial untuk pembentukan delta? Pustaka Acuan Bloom, A. L,, 1969, Geomorphology ; A Systematic Analysis of Late Cenozoic Landforms, Englewood, Ciffs, New Jersey Fisher, B., Scott, McGowen, 1969, Delta systems in the exploration for oil and gas Bureau of ‘economic geology, The University of Texas at Austin, Texas, Galloway, W.E., 1975, Process framework for describing the morphologic and stratigraphic evolution of deltaic: depositional system; dalam Broussard, M.L, Deltas, Houston Geological Society, him. 87-98 Gunter et al, 1980, General Oceanography : an Introduction John Wiley Inc. Sons, USA Macdonald, Gordon,A.& Abott, Agatin T., 1977, Volcanoes in the sea, University of Hawaii Press, USA Nelson, S.A., 2012, Oceans and Coasts — Physical Geology, Tulane University Selby, Mu., 1985, Earth's Changing Surface, An Introduction to Geomorphology, Clarendon Press — Oxford, Great Britain Stowe, Keith, 1987, Essentials of Ocean Science, John Wiley & Sons, Inc., USA ‘Thombury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, John Wiley & Sons, Inc., New York, USA, 2nd. Edt htto/www.tulane.edu/~sanelson/eens1110/oceans.htm 85 POKOK BAHASAN X MORFOLOG! BAWAH LAUT A. Pendahuluan 1. Deskripsi singkat Morfologi bawah laut bermakna mempelajari roman muka bumi di dasar laut, mencakup sebaran, geometri, genesis pembentukannya, dan potensi yang terkandung baik di permukaan maupun di dalamnya. Cabang ilmu ini menjadi populer dan diminati sejak mulai adanya ekspedisi geologi bawah laut (submarine geology) pada tahun 1872 dan 1876 (Thornbury, 1969). Ekspedisi berikut dilakukan dengan frekuensi semakin sering dan sekaligus menggunakan peralatan survei & penelitian yang semakin canggih., antara lain hadimnya fathiogram yang merupakan hasil rekaman kedalaman laut secara kontinu, penggunaan kamera bawah laut dimulal tahun 1940, dan pada tahun 1960 US Navy telah mengebor di Challenger Deep off Guam sampai kedalaman 35.800 feet. Setelah adanya penelitian dasar laut dengan gelombang elektronik berkembang, maka pengetahuan tentang bentuk permukaan bumi pada dasar laut ikut berkembang pula. Anggapan yang kurang tepat bahwa dasar laut merupakan cekungan yang luas, datar dengan sedikit relief, secara berangsur menjadi tidak ada lagi Layaknya di daratan, dinamika di bawah laut juga berlangsung. Pengaruh yang secara berangsur semakin berkurang adalah radiasi panas dari sinar matahari Secara umum di bawah laut berkembang pula proses erosi, transportasi, dan sedimentasi. Faktor-faktor yang selalu berpengaruh terhadap tiga proses tersebut adalah rotasi bumi, gerak-gerak lempeng yang menjadi alas bagi air laut di atasnya, posisi geografis, dan kedalaman. Hasil dari ketiga proses itu pada gilirannya akan terekam dan meninggalkan jejak pada konfigurasi morfologi dasar laut, 2. Manfaat a. Lautan menutupi permukaan Bumi hingga 70%. Mempelajari morfologi bawah laut berarti mempelajari proses dinamika sebagian besar permukaan Bum. b. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Sebagian besar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan lautan. Lautan sebagai penghubung antar pulau (dikenal pula sebagai ‘nusa antara’, sebagai akar kata 86 nusantara) menjadi wilayah yang wajib dipahami secara geologi untuk dapat mengenal kondisi geologi yang menyusun Indonesia. Indonesia memiliki karakter fisiografi dasar laut yang beragam, dari paparan hingga palung laut dalam, Geologi penyusun dasar laut Indonesia pun juga beraneka, dari terumbu karang hingga gunungapi dasar laut. Karakter fisiografi dan geologi tersebut memberikan kontribusi kekayaan sumberdaya alam yang harus dipahami dengan balk. ©. Saat ini pemahaman terhadap dinamika Bumi sangat dipengaruhi oleh pendekatan Tektonika Lempeng (plate tectonics). Salah satu fondasi tektonika lempeng adalah teori pemekaran dasar samudera (sea floor spreading) yang sangat mendalkan data-data geologi bawah laut. d. Dasar laut menyimpan banyak potensi mineral ekonomis dan bernilai energi seperti nodul mangan, cebakan hidrokarbon, hingga kantong gas hidrat. Selain itu kebutuhan akan bahan tambang untuk konstruksi juga dapat disediakan oleh laut, seperti pasir dan batu e. Air laut dan gerak dinamikanya menjadi potensi energi terbarukan (renewable energy) yang saat energi panas, dan lain sebagainya, dapat diambil tanpa henti oleh manusia. f. Sebagian besar masyarakat dunia hidup di daerah pesisir yang mendapat pengaruh langsung dari dinamika laut. Ketika air laut sedang bergerak dalam penyaluran energi tinggi dalam bentuk badai dan tsunami, maka potensi menjadi alternatif. Potensi arus pasang-surut, gelombang, kerusakan dan kerugian yang dialami oleh kota-kota pesisir akan sangat besar. Memahami mekanisme dan dinamika bencana geologi asal laut adalah mutlak dalam kerangka mitigasi bencana. Relevansi Melihat pemaparan manfaat di atas, pembelajaran morfologi dasar laut dibutuhkan dalam pembelajaran tektonika, eksplorasi sumberdaya mineral dan energi, dan mitigasi bencana geologi Luaran pembelajaran (learning outcomes) Setelah_mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami: a. Morfologi dasar laut b. Sumberdaya geologi dasar laut c. Potensi bencana geologi asal laut 7 B. Uraian 1. Jenis Morfologi a. Tepi Benua Tepi benua pada bagian paling tepi disebut laras benua (continental shelf). Kelerengannya landai dari pantai sampai kedalaman 150 — 200 m. pada akhir dari laras (shelf break) kelerengannya menjadi curam secara tiba-tiba disebut lereng benua (continental slope). Bagian di bawah tepi benua yang menumpang di atas kerak samudera menyerupai tinggian disebut jendulan benua (continental rise). Kenampakan laras benua, lereng benua dan jendulan benua menunjukkan tepi pasif (passive margin) dari benua pada lempeng litosfer. Laras benua (Continental Shelf) Sekitar 15 % dari bentang lahan bawah samudera merupakan laras benua dan lereng benua (Menard & Smith, 1969, dalam Bloom, 1978). Laras benua didefinisikan sebagai dataran atau teras yang dangkal dari pantai ke arah laut suatu benua yang dibatasi oleh kelerengan yang menjadi curam secara tiba-tiba dengan kedalaman berkisar 20 — 200 m (Shepard, 1973, dalam Bloom, 1978). Lebar rata-rata dari laras benua adalah 75 km dengan kelerengan 0°07" (sekitar 2 m/ km). Akumulasi sedimen pada laras benua 70 % nya merupakan hasil deposisi yang terjadi sewaktu muka air laut mengalami regresi. Lereng benua (Continental Slope) Lereng benua adalah kenampakan permukaan topografi yang paling tinggi, paling curam dan paling panjang di dasar laut (Dietz, 1964, dalam Bloom, 1978). Dari batas laras benua, kedalaman sekitar 200 m, lereng benua menunjam sepanjang 1 — 3 km menuju puncak dari jendulan benua pada kedalaman 1500 m dengan kelerengan sekitar 4°17" (sekitar 75m/km). Gawir yang curam pada lereng benua terjadi oleh kontrol struktur, beberapa lereng benua merupakan gawir patahan. b. Dasar Laut Dalam Jendulan Benua (Continental Rise) Pada Jendulan benua terakumulasi sedimen dengan jumlah sangat besar dan membaji (mencapai ketebalan hingga 6 km) memanjang hingga 300 - 600 km dihitung dari dasar lereng. Sedimen tersebut berasal dari laras 88 benua , dan merupakan akumulasi sedimen yang terbesar yang terdapat di bumi (Emery, et al., 1970, dalam Bloom, 1978). Sedimen pada jendulan benua tersusun oleh endapan pelagik berbutir halus, campuran massa air bersamaan lumpur, pasir dan kerikil terbawa oleh masa aliran arus pekat dan gerakan massa bawah samudera. Kipas bawah samudera merupakan bagian terluar dari jendulan benua. Pada kipas ini terdapat lembah-lembah bermeander berfungsi sebagai kanal yang secara episosodik membawa aliran lumpur dari lereng benua (Shepard & Dill, 1966, dalam Bloom, 1978). Lembah tersebut tampak berbentuk percabangan menyebar (distributary). Dataran Tubir (Abyssal Plain) dan Bukit-bukit tubir (Abyssal hills) Sekitar 42 % dari dasar samudera, atau hampir mencapai 30 % dari permukaan bumi, merupakan dataran tubir dan perbukitan tubir (Menard & Smith, 1966, dalam Bloom, 1978). Kedalamannya berkisar 3 — 6 km di bawah muka air laut dengan ketinggian bukit tubir mencapai beberapa ratus hingga 1000 m dari dasar samudera dan merupakan fungsi dari umur kerak samudera. Dari hasil pemotretan diketahui bahwa perbukitan tubir terbentuk dari basalt pahoehoe (Bonatti, 1967, Ballard, et al., 1975, dalam Bloom, 1978). Beberapa bukit tubir merupakan lakolit, tetapi hampir semuanya adalah blok patahan (Luyeniyk, 1970, Ballard & Van Andel, 1977, dalam Bloom, 1978) Punggungan Tengah Samudera (Mid Ocean Ridge) Punggung tengah samudera merupakan barisan pegunungan bawah samudera pada kedalaman laut Kurang dari 4 km, tetapi pada sisi-sisinya merupakan samudera yang lebih dalam. Lebar bentuk lahan ini mencapai ribuan km dengana ketinggian mencapai 2 km, dan agihannya mencapai sepertiga dari bentuk lahan samudera (Bloom, 1978). Punggung tengah samudera adalah bagian paling muda dari kerak samudera yang membentuk dasar samudera, dan hanya memiliki lapisan sedimen yang tipis di atasnya. Bentuk lahan ini dicirikan oleh adanya kompleks sesar geser (transform fault). Cekungan Samudera (Ocean Basin) Cekungan samudera berada antara lereng benua dan sistem punggungan tengah samudera dan mempunyai rata-rata kedalaman 4000 — 6000 m. Luas cekungan samudera ini merupakan 30 % dari luas keseluruhan 89 permukaan bumi Pada dasar Cekungan samudera ribuan abyssal hill, juga kadang seamount. ferdapat ratusan hingga v. Seamount dan guyot (gunung api bawah samudera) Sebagian kecil dari dasar samudera terdiri dari gunung api, terisolasi atau merupakan pegunungan yang bukan merupakan bagian dari punggung tengah samudera. Elevasi yang menjulang sekitar 3 — 4 km dari dasar samudera sampai beberapa ratus meter di bawah permukaan laut. Gunung api bawah samudera dengan puncak berupa kerucut vulkanik disebut seamount, sedangkan yang berpuncak datar biasa disebut guyot (Hess, dalam Bloom, 1978).Puncak yang datar dari guyot ini selain akibat erosi, juga dapat terbentuk oleh erupsi vulkanik. vi. Palung Samudera (trench) dan Busur Kepulauan (Island arc) Bagian paling dalam dari samudera tidak terletak di tengahnya , tetapi pada bagian dekat tepi. Sekitar setengah dari tepi benua dibatasi oleh palung yang .memiliki kedalaman sampai 2 kali kedalaman dasar samudera. Palung samudera adalah suatu jalur yang terjal, sempit dan memanjang pada dasar samudera yang dapat mencapai kedalaman 10.000 m. Keberadaan palung pada umumnya selalu berasosiasi dengan busur kepulauan, yaitu rangkaian- pulau-pulau atau busur punggungan yang memisahkan laut dangkal dengan laut dalam serta sering merupakan pusat gempa dan aktivitas vulkanisme. 2. Sumberdaya geologi dasar laut a. Minyak dan gas bumi Saat ini, ekstraksi minyak bumi dari dasar laut menyumbang 20% kebutuhan dunia, sedangkan untuk gas bumi sebesar 5% (Erickson, 2003), Dengan laju kebutuhan energi fosil saat ini, diharapkan kontribusi dasar laut dapat mencapai 50% kebutuhan dunia di masa mendatang. b. Mineral ekonomis Mineral ekonomis seperti bijih logam berupa tembaga, seng, emas, dan perak, di dasar laut ditemukan berasosiasi dengan sirkulasi larutan panasbumi (hidrotermal) di daerah punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Larutan panas hidrotermal juga membawa sulfida besi dan mangan dari bagian bawah kerak samudera naik ke dasar laut, yang kemudian mengendap sebagai nodul (konkresi mineral berbentuk bola). 90 3. Potensi kebencanaan asal laut a. Tsunami Tsunami merupakan gelombang pasang yang sangat besar, dapat mencapai ketinggian 80 meter, yang disebabkan oleh adanya pergerakan permukaan dasar laut (Erickson, 2003). Ada 3 penyebab terjadinya tsunami, yaitu: (i) gempabumi yang dipicu oleh patahan turun atau patahan naik yang menyebabkan perubahan permukaan dasar laut, (li) letusan gunungapi dasar laut, seperti yang pernah terjadi saat letusan Gunungapi Krakatau di Selat Sunda tahun 1883, dan (ii) longsoran tebing dasar laut. b. Pemanasan global ‘Semenjak akhir jaman es yang terakhir, 20.000 tahun silam, air laut terus naik sebesar 120 m. Kisaran kenaikan terbesar terjadi antara 20.000 hingga 6000 tahun silam. Semenjak 6000 tahun silam hingga sekitar tahun 1900 kenaikan air laut yang terjadi berjalan perlahan. Penyebab utama kenaikan muka laut tersebut adalah pencairan es di kutub Burn Namun sejak 1900, kecepatan kenaikan air laut _meningkat. Intergovernmental Panel on ate Change (IPCC) pada tahun 2001 melaporkan adanya kenaikan air laut global sebesar 25 cm selama 100 tahun terakhir. Mereka menduga bila kenaikan tersebut disebabkan adanya pemanasan global sebesar 0.6°C, yaitu suatu fenomena penambahan konsentrasi gas rumah kaca (terutama karbon dioksida) oleh aktifitas industri manusia dalam atmosfer Bumi, Selama 100 tahun ke depan, diprediksi bila peningkatan temperatur atmosfer Bumi akan terjadi sebesar 5.8°C, bila tidak diterapkan langkah-langkah strategis mengurangi pengeluaran gas rumah kaca oleh masyarakat dunia. Peningkatan temperatur tersebut dapat menyebabkan kenaikan muka laut hingga 48 om. Padahal, kenaikan sebesar 19 om saja telah mampu menenggelamkan sebagian besar negara-negara kepulauan, seperti Maladewa dan Kepulauan Marshall di Samudera Pasifik, dan mampu pula menenggelamkan 40,000 km* dataran Cina. C. Penutup ih Tes a. Apa yang dimaksud dengan tepi benua (continental margin)? 1 b. Mengapa terdapat dua jenis tepi benua, yaitu tepi benua aktif dan tepi benua pasif? . Jelaskan proses terbentuknya punggungan tengah samudera (mid oceanic ridge). <._ Mengapa palung (trench) umumnya berasosiasi dengan busur kepulauan? e. Apa perbedaan laut utara Jawa dan Sammudera Hindia? Kaitkan jawaban anda dengan pendekatan tektonik lempeng. 2. Materi pengayaan a. Morfologi dasar laut Indonesia (htto://mai.esdm.go.id/content/morfologi-dasar- laut-indonesia) b. Morfologi dasar laut dan teknik observasi (htto://aeology. uprm.edu/MorelockSite/morelockonline/diabk/SeafiMorph. pdf) Pembentukan guyot (http://www.utdallas.edu/~pujana/oceans/quyot htm!) ‘Sumberdaya geologi di dasar laut htto://mhs.wepss.netteachers/murphy/earthscienceltextbook/este144.od) e. Kenaikan air muka laut (http://ocean nationalgeographic. com/oceanicriti issues-sea-leveltise/) Daftar Pustaka Bloom,Arthur L., 1969, Geomorphology:A Systematic Analysis of Late Cenozoic Landforms,Englewood Cliffs, New Jersey Erickson, J., 2003, Marine Geology, Facts on File, Inc., USA, 317 h. Gunter et al, 1980, General Oceanography : an Introduction John Wiley Inc. Sons, USA Hamblin, W.K. and E.H. Christiansen, 2003, Earth's Dynamic Systems, 10th ed., Prentice Hall, 816 h. Selby, M.J., 1985, Earth's Changing Surface, An Introduction to Geomorphology, Clarendon Press — Oxford, Great Britain ‘Stowe, Keith, 1987, Essentials of Ocean Science, John Wiley & Sons, Inc., USA The Diagram Group, 2006, Marine Science, Chelsea House Publisher, New York, 208 h. Thornbury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, John Wiley & Sons, Inc., New York, USA, 2nd. Edt 92 S004 ack saume aan ocean sence] \ conten ose sual pe cent spe \ \ 7 sutras cen ypc 80, oe es; Gambar 1. Profil topografi yang memperlihatkan perbedaan antara tepi benua pasif (timur ‘Amerika Selatan dan barat Afrika) dan tepi benua aktif (barat Amerika Selatan). Skala vertikal eksagerasi 100 x. (Hamblin & Christiansen, 2003) Gambar 2, Profil seismik pantul yang mampu menembus lapisan sedimen laut, memperlihatkan karakter profil tepi benua pasif. Beberapa lembah dasar laut terbentuk pada lereng benua, sedangkan sedimen tebal menutupi jendulan benua hingga dataran tubir. (Hamblin & Christiansen, 2003) Abyssal hile Gambar 3. Profil seismik pantul pada tepi benua aktif. Tidak terlihat sedimen tebal yang menutupi dataran tubir sebagaimana pada profil tepi benua pasif. Palung (trench) adalah tempat dimana kerak samudera menunjam ke dalam mantel, (Hamblin & Christiansen, 2003) 93 Gambar 4. Profil seismik pantul pada punggungan tengah samudera. Lembah pemekaran (rift valley) adalah tempat dimana kerak samudera baru terbentuk dan mendorong kerak ‘samudera lama menjauh ke arah berlawanan (sea floor spreading). Lembah pemekaran merupakan tempat dimana kegiatan gunungapi dasar laut sangat aktif dalam membentuk kerak samudera, Sedimen laut dalam semakin menebal ke arah menjauh dari lembah pemekaran. (Hamblin & Christiansen, 2003) ‘Ayal hill : Abyssal pine urine secant 1 sr gi APR BOA Gambar 5. Profil. seismik pantul pada dataran tubir (abyssal plain). Dataran tersebut sesungguhnya dibentuk oleh sedimen laut dalam yang tebal, menutupi batuan kerak ‘samudera yang dicirikan oleh gunungapi dasar laut. Sebagian gunungapi dasar laut belum tertimbun sedimen sepenuhnya, sehingga tampak mencuat pada dataran tubir, dan dikenal ‘sebagal bukit-bukit tubir (abyssa/ his). (Hamblin & Christiansen, 2003) Gyet “i Mace Gambar 6. Profil seismik pantul pada dataran tubir (abyssal plain) yang memperlihatkan ‘gunungapi dasar laut dan guyot. (Hamblin & Christiansen, 2003) 94 Gambar 7. Nodul mangan di dekat Kepulauan Marshall, pada kedalaman 4300 kaki (Erickson, 2003) Recent Sea Level Rise 30 25 Amusl Tis Gauge Reoores ‘= Tae Your average j = Sate tiny Amul Sania Cetarre + saute gnc nano > ama Ti | enENeNanAS Po ec me (Gambar 8. Kurva kenaikan muka ait laut semenjak 8000 tahun silam (kir), dan kurva yang lebih detail semenjak tahun 1880 (kanan). Gambar diunduh dari http:/mww.globalwarmingart.com/ 95 POKOK BAHASAN XI PALEOGEOMORFOLOGI 14.1 Pendahuluan Deskripsi_singkat isi dari pokok bahasan Paleogeomorfologi adalah: pengertian paleogeomorfologi, klasifikasi, dan aplikasi. Manfaatirelevansi dari pokok bahasan ini, ialah sebagai pengantar pemahaman teori paleogeomorfologi, dikarenakan banyaknya temuan paleogeomorfologi antara lain di Yogyakarta ‘Tuluan__Instruksional_Khusus (learning outcome) secara khusus _bertujuan memahamkan mengenai pengertian, kepentingan belajar paleogeomorfologi, Klasifkasi dan contoh paleogeomorfologi, serta potensi Kebumian, 14.2 Uraian 14.2.1 Pengertian Paleogeomorfologi merupakan bagian dari geomorfologi yang mempelajari roman muka bumi purba. Morfologi tersebut dipelajari karena kehendak ingin mengetahui runtutan proses kebumian pada masa geologi lampau yang terekam dan tertinggal jejaknya sebagai morfologi tertentu. Konsep pembentukan omorfologi purba secara sedethana dapat diterangkan sebagai berikut, apabila suatu episode proses geomorfik ‘selesai’ past terekam pada fenomena morfologi yang khas. Pada episode berikut, proses geomorfik yang bekerja berubah, dan ini akan meninggalkan jejaknya sebagai morfologi tertentu yang berbeda dibandingkan dengan morfologi purba sebelumnya. Demikian pula pada episode proses geomorfik seterusnya, dan pada episode terakhir teramati morfologi masa Kini sebagal jejak dari proses geomorfik yang terakhir. 11.2.2 Kepentingan Ketika seseorang mempelajari fenomena paleogeomorfologi ada beberapa kepentingan, antara lain: 1. Kellmuan. Dalam salah satu konsep dasar geomorfologi dinyatakan adanya keseragaman proses dan yang berbeda hanya intensitasnya. Konsep itu dapat dimaknai bahwa proses geomorfik masa lalu semestinya terekam pada fenomena 96 paleogeomorfologi. Kemudian dari hasil analisis fenomena tersebut, ditindaklanjuti dengan sintesa mengenai proses masa lalu, implisit di dalamnya ada tidaknya perbedaan intensitasnya dibandingkan dengan proses sejenis pada masa sekarang. 2. Prospek sesumber kebumian. Kadang suatu fenomena paleogeomorfologi telah mengalami rangkaian proses geomorfik yang tidak sama. Akibatnya ada salah satu paleo proses berpeluang menghasilkan suatu sesumber kebumian tertentu. Oleh karena itu apabila seseorang memahami permasalahan paleogeomorfologi diharapkan mampu menimplementasikannya pada kegiatan prospeksi sesumber kebumian dengan acuan fenomena paleogeomorfologi 11.2.3 Klasifikasi Paleogeomorfologi Kiasifikasi jenis-jenis paleomorfologi mendasarkan kepada Keberadaannya dengan datum permukaan topogr ‘aat ini, dengan melibatkan proses geomorfik yang bekerja padanya. Atas dasar kriteria tersebut, ditetapkan ada tiga jenis morfologi purba, masing- masing adalah topografi terkubur (buried topography), topograti sisa (relict topography), dan topografi tersingkap ulang (exhumed topography). ‘Topografi terkubur, diyakini pembentukannya dari selesainya suatu prses kebumian, seperti peristiwa pengangkatan cekungan sedimentasi diikuti hiatus (rumpang waktu tanpa ada pengendapan), peristiwa itu berarti morfologi hasil dua proses tersebut menampakkan fenomena tertentu dan ditempatkan pada elevasi tertentu. Episode berikut terjadi pengendapan di atas morfologi tadi, pada episode ini bidang hiatus tidak lagi sebagai permukaan topografi paling atas, dan disebut sebagai_topografi terkubur. Topoarafi_sisa. Apabila proses penguburan topografi di atas tidak sampai mengubur semua permukaan topografi episode sebelumnya, artinya ada sisa dari permukaan topografi terdahulu dan kenampakan ini disebut dengan topografi_sisa. Pembentukan topografi sisa diduga karena permukaan topografi terdahulu tidak rata pada satu elevasi tertentu, atau bahkan merupakan topografi dengan relief setempat yang tinggi seperti pembentukan perbukitan-pegunungan struktural. Sehingga pada waktu penguburan, masih menghasilkan bukit-bukit terisoler sebagai topografi sisa. 7 Topografi_tersingkap _ulang. Secara konseptual, pembentukan_ topografi tersingkap ulang disebabkan oleh proses yang mengerosi endapan pengubur topografi terkubur. Proses erosi terakhir tersebut sebagian ulah proses antropogenik. Hasil akhirnya kita dapat mengamati topografi tersingkap ulang, dengan harapan mendapat manfaat selanjutnya 11.2.4 Contoh Paleogeomorfologi di Yogyakarta Di Yogyakarta dan sekitar dapat dikemukakan sebagai contoh dari masing- masing paleogeomorfologi. Daerah contoh difokuskan di kotamadia, dan bagian timur Yogyakarta sekitar aliran Sungai Opak. Pembentukan paleogeomorfologi melibatkan minimal 2x proses geomorfik alami, yaitu diastrofisme dan volkanisme, serta minimal 2x proses antropogenik. Episode awal adalah pengangkatan (diastrofisme) pada Kala Plistosen terhadap cekungan sedimentasi Pegunungan Selatan yang berumur Tersier. Episode berikut adalah Gunungapi Merapi (berumur Kuarter - Holosen), diteruskan proses antropogenik mendirikan sejumlah kompleks candi pada masa kerajaan Mataram Hindu, diikuti lagi volkanisme Gunungapi Merapi pada masa Holosen, dan yang paling kini (tahun 2000 an) terjadi proses antropogenik pada kegiatan penambangan sirtu (pasir, dan batu). Permukaan batuan alas yang terbentuk oleh bebatuan berumur Tersier, berada pada kedalaman minimal 40 meter di bawah permukaan tanah Kotamadia Yogyakarta, Keberadaan tersebut secara paleogeomorfologi disebut topografi terkubur akibat penguburan batuan volkaniktastik Gunungapi Merapi pra Kerajaan Mataram Hindu. Contoh lain dari topografi terkubur adalah topografi permukaan puluhan candi Mataram Hindu di lereng selatan Gunungapi Merapi. Pembentukannya diakibatkan Penguburan batuan volkanikiastik Gunungapi Merapi pra Kerajaan Mataram Hindu ternyata tidak berhasil menutupi seluruh permukaan batuan alas. Besar kemungkinan hal ini disebabkan topografi hasil pengangkatan cekungan Pegunungan Selatan antara lain berujud bukit, perbukitan, atau bahkan pegunungan, sehingga masih menyisakan bukit terisoler (isolated hills). Dengan Kriteria batuan pembentuk, bukit terisoler disebut in layer, karena batuan pembentuk bukit berumur lebih tua dibandingkan dengan batuan penyusun topografi sekitar. Bukit terisoler secara paleogeomorfologi disebut topografi sisa. Di sekitar aliran Sungai Opak, di wilayah Kabupaten Sleman selatan — timur dan Bantul bagian timur, 98 sejumlah topografi sisa dapat diidentifikasi, antara Gunung Bangkel (batuan pembentuk Formasi Semilir) di barat Piyungan, gumuk Karangsemut (batuan pembentuk Formasi Oyo) di tepi Sungai Opak, gumuk Mojo (batuan pembentuk Formasi Nglanggeran) di sekitar muara Sungai Oyo, dan gumuk Imogiri (batuan pembentuk Formasi Wonosari). Topografi tersingkap ulang di Yogyakarta terbentuk karena proses antropogenik yaitu penambangan sirtu yang semakin marak sejak sembilan tahun terakhir. Akibat kegiatan penambangan menyingkap ulangkan permukaan beberapa candi. Candi-candi yang dimaksud antara lain Candi Kadisoka, Candi Kedulan, dan Candi Sambisari. Puncak-puncak bangunan candi berada pada kedalaman minimal dua meter di bawah permukaan topografi sekarang. 11.2.5 Potensi Kebumian Paleogeomorfologi 1. Prospek hidrokarbon ditemukan pada paleo-delta, dan paleo-kars. Untuk paleo delta dicontohkan temuan minyak bumi dialiran Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Sebagian besar (selain Cekungan Sumatera Tengah) prospek hidrokarbon wilayah Indonesia pada reservoar paleo-kars di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Salawati/ Kepala Burung di Papua Barat, Jawa Barat utara, dan Jawa Timur utara 2. Prospek timah di perairan Kepulauan Bangka-Belitung. Menurut para ahi kebumian, Perairan Laut Jawa merupakan fenomena paleogeomorfologi jenis topografi terkubur. Sebelum mengalami penguburan akibat naiknya air laut sampai setinggi sekitar 75 m, kawasan Laut Jawa merupakan beberapa daerah aliran sungai, salah satunya bermuara di sebelah timur Pulau Sumatera. Pada kawasan muara itulah terbentuk endapan placer timah putih (kasiterit). Pertanyaan: 1. Mengapa paleomorfologi sering diincar oleh manusia untuk kepentingan ekonomis? 2. Apakah proses yang membentuk 3 jenis paleomorfologi itu sama? jelaskan! 3. Bagaimana cara menganalisa dan mengidentifkasi adanya paleomorfologi? jelaskan! 4, Bagaimana terbentuknya paleokars?apa saja cirinya? 99 Pustaka Acuan: ‘Thombury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, John Wiley & Sons, Inc., New York, USA, 2nd. Edt 100 POKOK BAHASAN XII PEMETAAN GEOMORFOLOGI 12.1 Pendahuluan Deskripsi singkat isi dari pokok bahasan Pemetaan Geomorfologi adalah mencakup pengertian, sejarah pemetaan, jenis & skala peta, tahap & kegiatan pemetaan, satuan geomorfologi, kaidah penyalian, contoh, dan aplikasi. Manfaatirelevansi dari pokok bahasan ini, ialah sebagai pengantar pemahaman peta geomorfologi untuk tujuan/keperluan tertentu ‘Tujuan__Instruksional_Khusus (learning outcome) secara khusus _bertujuan memahamkan mengenai pengertian, peta geomorfologl yang baku. 12.1 Pengertian Geomorfologi merupakan suatu disiplin imu yang mencakup banyak aspek terkait dengan morfologi dan perkembangannya. Aspek terkait tidak selalu dapat dipresentasikan dalam bentuk kalimat, terutama menyangkut bentuk, ukuran dan posi sebaran. Dengan alasan tersebut, fenomena morfologi dapat dis Peta dalam pengertian umum merupakan gambaran proyeksi vertikal sesuatu dan tertentu. an dengan tepat melal Peta geomorfologi adalah peta tematik mengenai morfologi, didalamnya terkandung gambaran lokasi sebaran, ciri-ciri, dan perkembangan proses geomorfik dari masing-masing satuan geomorfologi. Konsep kajian geomorfologi dewasa ini menyebutkan peta geomorfologi kategori umum sebagai ‘peta analitis’ yang dihasilkan dari telaah monodisiplin mendalam, dan peta geomorfologi kategori terapan sebagai ‘peta sintetis’ yang dihasilkan dari telaah multidisiplin dengan mempertimbangkan aspek ekologis (Van Zuidam, 1983), Meski berbeda pendekatan antara kedua kategori peta tersebut, kajian geomorfologi sintetis yang bersifat terapan membutuhkan kemampuan telaah mendalam yang mampu mengupas iplin. berbagai aspek geomorfologi sebagai ilmu mono Van Zuidam (1983) mengajarkan kepada kita, terdapat empat aspek penting dalam kajian geomorfologi analitis, yaitu morfogenesa (morphogenesa), morfologi (morphology), morfokronologi (morphochronology), dan morfoaransemen (morphoarrangement). Morfogenesa, kata yang berarti asalmula dan perkembangan proses pembentukan bentuklahan tetapi dalam konteks pemetaan geomorfologi, morfogenesa merupakan hirarki tertinggi satuan geomorfologi. Pada morfogenesa terkandung pengertian (a) morfostruktur pasif terkait dengan batuan pembentuk bentuklahan, (b) morfostruktur aktif berarti 101 memasukkan unsur struktur geologi akibat tektonik dan volkanisme, dan (c) morfodina atau proses-proses eksogenik yang saat ini bekerja di permukaan bumi. Tata-cara penamaan, dicontohkan morfogenesa struktural. Morfologi merupakan satuan geomorfologi setingkat di bawah morfogenesa. Satuan ini meampilkan: a) morfografi atau aspek deskriptifikualitatif satuan geomorfologi, dan b) morfometri atau aspek kuantitatif, seperti sudut lereng (s/ope) atau keterbikuan (dissected) lereng dari satuan morfologi (Gambar 12.1). Tata-cara penamaan, dicontohkan perbukitan kuesta, ini artinya salah satu satuan tingkatan morfologi dari morfogenesa struktural, jenis kuesta (aspek morfografi) dengan kenampakan sebagai perbukitan (aspek morfometri) Tabel 12.1 Klasifikasi Morfometri (Van Zuidam , 1983) Morfologi Kemiringan lereng (%) Rata atau hampir rata 0-2 Bergelombang 3-7 Perbukitan berlereng landai 8-13 Perbukitan berlereng sedang 14-20 Perbukitan berlereng terjal 21-55 Pegunungan 56 - 140 Pegunungan terjal >140 Morfokronologi atau penentuan urutan proses pembentukan masing-masing satuan geomorfologi. Dalam salah satu konsep dasamya, Thobury (1969) menyatakan bahwa sebagian besar morfologi yang ada sekarang ini hasil pembentukan pada Zaman Kuater. Terkait dengan bidang geologi, aspek morfokronologi kurang begitu diperhatikan. Hal ini disebabkan dalam pemetaan geologi, disepakati pengertian kronologi terkait dengan umur batuan, Morfoaransemen atau hubungan spasial dan proses yang terintegrasi_antar satuan geomorfologi yang satu terhadap satuan lainnya. Peta geomorfologi secara tersirat telah mencerminkan aspek morfoaransemen, karena sebaran satuan geomorfologl secara spasia/keruangan telah bermakna hubungan antar satuan geomorfologi. Proses yang terintegrasi antar satuan geomorfologi disajikan dalam ujud narasi(essay). 12.2 Sejarah Pemetaan Geomorfologi Sejarah pemetaan geomorfologi seiring dengan sejarah pemetaan topografi yang dimulai awal abad ke 19 di Perancis yang melahirkan bapak kartografi modern yaitu Cassini, 102 Pemetaan topografi menampilkan bentuk-bentuk utama dari permukaan bumi dalam ujud garis-garis kontur, hachures, hill-shading. Melalui kontur itu orang dapat belajar morfografi morfometri, dan morfogenesa. Lebih lanjut kita mendapatkan informasi mengenai bentuk, dimensi, elevasi, dan sudut lereng , tetapi bukan umurnya. Menurut Klimaszewski, dan Krakow (1988), gagasan paling awal pemetaan geomorfologi dilakukan oleh Passarge (1912). Beliau menyajikan makalah ‘Uber Herausgabe eines physiologisch geomorphologischen Atlas’, dan pada tahun 1920 diterbitkan Morphologischer Atlas: Morphologie des Messtischblattes Saalfeld. Atlas Morfologi itu pada skala 1:100.000, terdiri dari delapan peta, masing-masing adalah: peta topografi-orografi dengan vegetasi, peta lereng dengan klasifikasi lima kelompok sudut lereng: 0-5°, 5-10°, 10-20°, 20-35°, dan >35°, peta bentuk lembah, peta geologi (stratigrafi), peta fisiografi dan resistensi kimia dari batuan, peta petrografi, dan peta perkembangan relief. Pada waktu bersamaan, Gehne (1912) mempublikasi Geomorphologische Karte der Umgebung von Thale nach neuen Methoden auf Grund eigener Beobachtungen dargestell. Menurutnya, dalam peta geomorfologi tercakup informasi morfografi, struktur, morfologi dan asal relief. Makalah awal 1910 an di atas selanjutnya mengilhami publikasi peta morfologi rincl antara lain Smolenski (1919), Weber (1924), Mayer (1926), Markow (1929), dan Swariczewska (1937), dan Klimaszewski (1939-1950). Kekhasan peta saat masa itu adalah terbatas pada aspek bentangalam tertentu, dan belum diterapkannya suatu sistem pemetaan tertentu. Perkembangan pemetaan geomorfologi selanjutnya dimulai sesudah Perang Dunia Il, belajar bentangalam lebih eksak. Para ahli geomorfologi mulai tertarik memahami peranan kondisi ikim dan batuan terhadap pembentukan bentangalam, dan memetakannya pada peta topografi sebagai peta dasar. Peta yang dihasilkan adalah peta geomorfologi inci (skala 1:50.000 atau lebih besar). Menurut Klimaszewski, dan Krakow (1988), ahli-ahli yang mempublikasi peta geomorfologi antara lain Boesch (1945), Annaheim (1945, 1956), Markow (1948), Klimaszewski (1950, 1953, 1956, 1963), Borisewicz (1950), Spiridonow (1952), dan Tricart (1954). Berkaitan dengan sejarah pemetaan geomorfologi, momentum Kongres Uni Geografi Intemasional (IGU Congress) ke 18 tahun 1956 sangat berperan. Pada waktu itu diketengahkan dua skema, yaitu presentasi peta geomorfologi rinci oleh Annaheim dan Klimaszewski dan menugaskan kepada Komisi Geomorfologi Terpakai supaya memikirkan mengenai pemetaan geomorfologi. Pada Kongres IGU berikut tahun 1960, dipresentasikan sejumlah makalah pemetaan geomorfologi, berasal dari negara Swiss, Peranci Rusia, 103 Polandia, Czekoslovakia, Jepang, Belgia, dan Hongaria. Kongres selanjutnya menugaskan kepada Subkomisi Pemetaan Geomorfologi supaya: 1) menulis mengenai metode pemetaan untuk tujuan membuat peta geomorfologi rinci, 2) menyerap sistem pemetaan yang sama dan kemudian dibandingkan, dan 3) menyediakan bagi ekonomi nasional dengan berbasis peta inci terimplementasi dalam pemanfaatan lahan secara rasional. Hasil kerja dari penugasan yang dilengkapi dengan serangkaian pertemuan para ahli geomorfologi disepakati peta geomorfologi rinci berskala 1:25.000 — 1:50.000, dilengkapi dengan legenda yang jumlahnya mencapai 570 simbol yang berbeda, di dalamnya harus menginformasikan morfogenesa, dan mudah dibaca antara lain dengan caa pewamaan 12.3 Jenis dan Skala Peta Geomorfologi Peta geomorfologi disajikan dalam skala tertentu. Pemilihan skala membawa konsekuensi jenis pekerjaan lapangan yang dilakukan (Van Zuidam, 1983). Berdasarkan skala, peta geomorfologi dibagi menjadi dua kelompok, peta skala besar - medium dan peta skala kecil Peta skala besar dan medium, terdiri dari dua kelas, yakni a) peta skala (detail scale maps), berskala 1:10.000 — 1:25.00, pengecekan lapangan dilakukan secara penuh, dan sangat sedikit atau tanpa generalisasi. b) peta skala agak rinci (semi-detail scale maps), berskala 25.000 - 1:250.000, dilakukan cek lapangan secara umum dan langkah- langkah ekstrapolasi maupun generalisasi diperkenankan. Peta skala kecil dibagi dua, yakni a) peta skala kecil normal, berskala 1:250.000 — 1:5.000.000, pelaksanaan cek lapangan secara kasual, dan perlakuan generalisasi dan ekstrapolasi sangat besar, dan b) peta rekonaisans berskala lebih besar dari 1:500.000, hasil kompilasi dari peta-peta skala besar dan medium, dan sangat digeneralisasi. 12.4 Tahap dan Kegiatan Pemetaan Geomorfologi Tahap pra lapangan atau tahap persiapan dilakukan di studio. Kegiatan yang dilakukan menyiapkan peta dasar yang pada saatnya nanti akan dipergunakan untuk mengeplot informasi geomorfologi. Selain itu, mengumpulkan data sekunder seperti peta geologi, peta tanah, peta penggunaan lahan, informasi geografi, hasil penelitian terdahulu, dan lain-lain yang kira-kira dibutuhkan terkait dengan pemetaan geomorfologi. Peta dasar dapat diperankan oleh peta topografi, foto udara, peta foto, atau citra penginderaan jauh, Setiap alternatif jenis peta dasar mempunyai keunikan, Kelebihan dan kekurangan masing- masing. Setelah data sekunder dan peta dasar siap, Kemudian dilakukan analisis peta dasar. Kriteria analisis ada dua, yaitu terkait unsur pokok, dan unsur penafsiran dari peta 104 dasar. Kriteria unsur pokok dari peta dasar yaitu letak, pola, tekstur, dan untuk non peta topografi: grey scale / tone J rona. Kriteria unsur penaf yaitu pola/bentuk, kekhasan (arah, Kelurusan) dan sebaran suatu relief (dua unsur: sudut lereng / slope, beda elevasi) dan penyaluran alami utamanya penyaluran (ada dua: tipe sungai, dan polanya / patterns), Analisis peta dasar bermakna mengimplementasikan unsur pokok dan unsur penafsiran dalam deliniasi satuan geomorfologi. HasilkKeluaran deliniasi berujud peta geomorfologi tentativisementara, dikarenakan masih harus dilakukan kaji lapangan pada tahap berikut Tahap pemetaan lapangan (ground check) secara prinsip merupakan Uji kebenaraan terhadap peta geomorfologi tentativ. Kegiatan pada tahap ini meliputi kaji ulang (checking) pada titik/area kritis, pengumpulan data ciri-ciri maupun kekhasan, dan pengambilan contoh-contoh yang diperlukan untuk an: n dari peta dasar meliputi dua hal, is laboratorium dari masing-masing satauan geomorfologi. Data yang dikumpulkan (collecting data) dari lapangan, meliputi kelerengan sebenamya, beda elevasi, bentuk lembah, ilustrasi dari satuan geomorfologi dapat berupa sketsa, foto, atau gambaran. Jumlah waktu yang dibutuhkan dalam tahap pemetaan lapangan sangat ditentukan oleh ku kualitas peta sesuai dengan tujuan pembuatannya, maka akan semakin singkat waktu yang diperlukan pada tahap ini. Hasil yang diperoleh dari tahap pemetaan lapangan adalah peta geomorfologi terkoreksi, dan contoh komponen geomorfologi yang siap untuk dianalisis di s peta geomorfologi tentativ. Semakin baik laboratorium atau di studio. Tahap pasca lapangan, atau tahap studio ke II. Isi kegiatan pada tahap ini mencakup deliniasi ulang/revisi terdukung masukan data tambahan dari lapangan. Selain itu, dilakukan analisis: contoh (batuan, struktur geologi / bersamaan untuk kepentingan geologi), relief, penyaluran sungai. Integrasi dari Komponen deliniasi ulang, Keluaran analisis contoh dari laboratorium, angka-angka dan kekhasan relief, serta kekhasan penyaluran sungai dari daerah yang dianalisis geomorfologinya akan dihasilkan peta geomorfologi tetap. 12.5 Satuan Geomorfologi Mengacu pada Dessaunetts (1969) mengenai hakekat bentuk lahan, maka dalam pembahasan genesa suatu bentuk lahan menyangkut 2 hal yaitu litologi dan proses geomorfik. Pembahasan litologi kaitannya dengan pembentukan bentuk lahan meliputi sifat resistensi batuan, tekstur dan struktur batuan, pola penyebaran, dan stratanya dalam dimensi vertikal. Proses geomorfik meliputi bahasan intensitas dan kulaitas proses, waktu, agen geomortik, dan dominasi proses. 105 Hasil dari interaksi proses geomorfik terhadap batuan meninggalkan kenampakan bentuk lahan tertentu. Suatu bentuk lahan akan berbeda dengan bentuk lahan lainnya, hal ini disebabkan karena perbedaan proses geomorfik,litologi dan kondisi interaksinya. Dilihat dari genesanya, bentuk lahan dapat dibedakan menjadi 8 macam, yaitu Bentuk Asal Fluvial Bentuk Asal Vulkanik Bentuk Asal Fluvial Bentuk Asal Pelarutan / kars Bentuk Asal Eolian Bentuk Asal Marine Bentuk Asal Denudasional SNPARYNS Bentuk Asal Glasiasi 108 Pemisahan satuan peta gemorfologi adalah membedakan satuan-satuan bentuk lahan berdasarkan aspek relief, drainage, litologi dan genesanya. Penekanan salah satu aspek sebagai dasar utama pemisahan satuan bentuk lahan, sangat tergantung dari aspek genetik yang bekerja disetiap kenampakan relief dan drainnage di daerah tersebut. Langkah pertama untuk dapat memisahkan satuan bentuk lahan haruskah dikenali lebih dahulu proses geologi (genetik) apa yang mempengaruhi terbentuknya relief di daerah itu. Selanjutnya barulah dipertimbangkan aspek lainnya seperti relief dan litologi, atau yang lain. Tabel 1.: Tata-cara Penamaan Satuan Geomorfologi Tingkatan Satuan Geomorfolog Morfogenesa Morfolo: ~pegunungan blok (blocked Penamaan Morfogenesa Struktural | mountain) -perbukitan kuesta (cuesta hill) 12.6 Kaidah Peny: Filosofi suatu peta adalah bersifat komplet, namun tetap mempertahankan kesan tidak ruwet (crowded). Peta geomorfologi disebut komplet, apabila memuat sebanyak mungkin aspek morfogenesa, morfologi, morfoaransemen, dan morfokronologi (khusus aspek ini menyesuaikan tujuan pemetaan geomorfologi). Ketidak-ruwetan tampilan, pada saat sekarang dapat diatasi dengan teknologi komputerisasi. Untu setiap aspek dalam peta geomorfologi telah ditetapkan coding (pewamaan/tinting, bayangan/shading, _garis- garis/hachuring, simbolisasi) tertentu. Perkembangan sistem pemetaan geomorfologi dewasa ini menunjukkan peta geomorfologi publikasi dari ITC, Belanda, menampilkan empat aspek secara komplet, jelas dan mudah dibaca (komunikasi pribadi van Zuidam, 1981; Gambar 12.2). Peta geomorfologi sistem ITC menggunakan beberapa tingkatan dalam menyajikan informasi bentuklahan, yaitu: 1. Lapis pertama berupa morfogenesa dan disajikan dalam simbol pewaraan/tinting wilayah sebaran satuan tingkat morfogenesa. Mengacu kepada Verstappen dan Van Zuidam (1969), pewarnaan pada peta untuk morfogenesa struktural (diwarnai ungu / purple), volkanik (merah | red), fluvial (biru tua / dark-blue), pantai dan laut (hijau / 107 green), kars (oranye / orange), eolian (kuning / yellow), glasial (biru muda / light blue), dan denudasional (coklat / brown) 2. lapis ke dua berupa litologi (morfostruktur pasif) dan ditampilkan dalam pewarnaan mono terang melatar-belakangi (shading) waa satuan. 3. lapis ke tiga berupa morfologi yang ditampilkan dengan simbol alfabet dalam warna mono terang. 4. lapis ke empat berupa morfokronologi yang ditampilkan dengan simbol alfabet warna hitam, dan 5. lapis terakhir bila diinginkan untuk memuat aspek morfodinamik, sebagian di antaranya ditampilkan dengan symbol garis/hachuring. 12.7 Contoh Peta Geomorfologi Contoh Peta Geomorfologi(dikutip dari ITC Belanda, 1975, dengan perubahan): 108

You might also like