You are on page 1of 42

KUNJUNGAN KE PT.

PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

KEBUN NGOBO

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Teknologi Hasil Pertanian ini adalah mengetahui
proses pengolahan komoditas hasil perkebunan
B. TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas
penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga
merupakan negara kepulauan memiliki potensi alam yang besar untuk
mengembangkan pertanian. Di Indonesia pertanian mempunyai kontribusi penting
baik terhadap perekonomian maupun terhadap pemenuhan kebutuhan pokok
masyarakat, tetapi dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang berarti
bahwa kebutuhan akan pangan juga semakin meningkat (Kesumasari, 2013).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) kontribusi sektor pertanian pada Tahun
2011 di Jawa Tengah, khususnya sumbangan terhadap PDRB Jawa Tengah yaitu
sebesar Rp 35.421,5 milyar rupiah dengan laju pertumbuhan sebesar 1,3%.
Kontribusi sektor pertanian ini tidak terlepas dari sumbangan subsektornya, salah
satunya adalah subsektor perkebunan. Dimana pertumbuhan dari sub sektor
perkebunan sebesar 6,06%.
Sektor perkebunan merupakan sub sektor pertanian yang menjadi salah
satu faktor yang dapat mendukung kegiatan perekonomian Indonesia. Salah satu
sektor perkebunan yang cukup besar potensinya dalam perekonomian Indonesia
adalah perkebunan karet. Hal ini terlihat dari meningkatnya eksport karet kering
dari tahun 2006 sebesar 554.634 ton, tahun 2007 meningkat menjadi 578.484 ton
dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 586.081 ton (BPS, 2013).
Menurut Kasman (2009) Tanaman karet merupakan salah satu komoditi
utama dari perkebunan di Indonesia untuk ekspor maupun untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Indonesia merupakan negara produsen karet dunia
bersama 2 negara produsen karet alam lainnya yaitu Thailand dan Malaysia.
Indonesia memberikan kontribusi sebesar 26 % dari total produksi karet alam
dunia. Tanaman karet banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama di
Pulau Sumatera, dan juga di pulau lain yang diusahakan baik oleh perkebunan
negara, swasta maupun karet rakyat. Dalam skala yang lebih kecil perkebunan
karet didapatkan pula di Jawa, Kalimantan dan Indonesia bagian Timur. Selain
sebagai penyumbang devisa tanaman karet juga memberikan kontribusi yang
sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-
akhir ini menjadi isu penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin
memprihatinkan.
Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan
biomassa dapat digunakan untuk mendukung fungsi perbaikan lingkungan seperti
rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi
tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah
kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman
karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus tanaman
karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pertanaman karet
sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu berperansebagai
penyimpan dan sumber energi (Indraty, 2005).
Kebutuhan pasar dunia akan karet semakin meningkat sejalan dengan
semakin berkembangnya perindustrian. Karet dijadikan sebagai bahan baku
industri antara lain sebagai bahan baku industri ban kendaraan, peralatan medis
maupun sebagai pelengkap dan peralatan industri itu sendiri. Industri karet tidak
akan pernah mati, bahkan terus berkembang dan menunjukkan perkembangannya.
Data dari International Rubber Study Group (IRSG) dalam Diennazola dkk
(2012) menyebutkan, diperkirakan pada 2020 mendatang, konsumsi karet dunia
akan menyentuh angka 35,9 juta ton. Dari angka ini, konsumsi karet alam
sebanyak 16,5 juta ton dan karet sintetis 19,3 juta ton. Maka dari itu, Indonesia
berusaha memanfaatkan peluang ini untuk mengembangkan ekspor karet dengan
memperbaiki budidaya karet agar kualitas dan kuantitas karet dari Indonesia dapat
mempertahankan posisinya di pasar dunia. Perkebunan karet di Indonesia tercatat
memiliki pertumbuhan yang pesat, baik luasan areal maupun produksi.
Pengusahaan tanaman karet di Indonesia merupakan pertanaman rakyat yang
sudah ada sejak lama dan masih diusahakan.
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang
bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya
pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet (lateks) tersebut
bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah
(crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Kayu tanaman karet,
bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat digunakan untuk bahan
bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan lain-lain
(Moreno et al., 2005)
Karet merupakan komoditi perkebunan primadona ekspor. Indonesia
bersama dua negara podusen karet alam terbesar dunia yaitu Thailand dan
Malaysia, memberikan kontribusi sebesar 75% terhadap total produksi karet alam
dunia. Khususnya Indonesia memberikan kontribusi sebesar 26% dari total
produksi karet alam dunia. Diproyeksikan hingga tahun 2020 konsumsi karet
alam dunia akan terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,6 % per tahun
(Balitbangtan, 2005).
Prospek agribisnis karet diprediksi oleh para ahl/i akan semakin
menjanjikan di masa yang akan datang. Peningkatan harga karet alam di pasaran
dunia terjadi karena adanya defisit suplai karet alam dibanding permintaan yang
terus meningkat tajam disertai tingginya harga bahan baku karet sintetis yang
merupakan barang substitusi karet alam akibat tingginya harga minyak mentah
dunia. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan China
merupakan contoh konsumen besar karet alam. Defisit suplai karet alam dunia
salah satunya disebabkan oleh rendahnya produktivitas tanaman karet. Usaha-
usaha yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas tanaman di antanya
adalah penggunaan bahan tanam unggul dan penerapan sistem eksploitasi yang
tepat. Selain kedua faktor tersebut, faktor lain yang memiliki pengaruh signifikan
terhadap produktivitas adalah pemeliharaan tanaman baik pada fase betum
menghasilkan (TBM) maupun fase menghasilkan (TM) (Anwar, 2006).
Produktivitas tanaman karet sangat ditentukan oleh kapasitas produksi
tanaman dan hamparan, sedangkan kapasitas produksi secara langsung
dipengaruhi oleh tingkat pemeliharaan tanaman. Oleh sebab itu, pemeliharaan
memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas tanaman. Seperti
halnya tanaman perkebunan pada umumnya, tanaman karet memerlukan tindakan
pemeliharaan secara agronomis untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangannya. Tanaman karet yang tidak dipelihara dengan baik akan
menghasilkan tanaman karet yang heterogen sehingga produktivitas areal menjadi
rendah. Di samping itu, tanaman juga mengalami hambatan pertumbuhan dan
perkembangan sehingga matang sadap dicapai dalam waktu yang lebih lama.
Pemeliharaan tanaman yang baik hendaknya dilakukan sejak pertama kali
tanaman dipindah ke lapangan (Aguele et.al., 1995).
Menurut Setyamidjaja (1999), karet dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliosida

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiareae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasililensis


Tanaman karet berupa pohon, ketinggiannya dapat mencapai 30-40 meter.
Sistem perakarannya padat/kompak, akar tunggangnya dapat menghunjam tanah
hingga kedalaman 1-2 meter, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10
meter (Syamsulbahri, 1996). Umumnya batang karet tumbuh lurus ke atas dengan
percabangan dibagian atas. Dibatang inilah terkandung getah yang lebih terkenal
dengan nama lateks (Setiawan dan Andoko, 2005).

Tanaman karet adalah tanaman berumah satu (monoecus). Pada satu


tangkai bunga yang berbentuk bunga majemuk terdapat bunga betina dan bunga
jantan (Setyamidjaja, 1999). Buah karet dengan diameter 3-5 cm, terbentuk dari
penyerbukan bunga karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya
3-6 ruang. Setiap ruangan berbentuk setengah bola (Setiawan dan Andoko, 2005).
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya tinga,
kadang enam. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya cokelat kehitaman
dengan bercak-bercak berpola khas. Daun berselang-seling, tangkai daun panjang,
3 anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau dan berpanjang 3,5 30 cm.
Helaian anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong oblong
(Sianturi, 2001).

Tanaman karet bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman karet diduga


sebagai tanaman asli dari Brasil, Amerika Selatan. Di Indonesia, sekitar abad ke
18 penyebaran tanaman karet mulai dikembangkan. Pengembangan usaha
tanaman karet di Indonesia saat ini dapat dibuktikan dengan masih tingginya
volume ekspor karet Indonesia ke 34 negara di dunia pada tahun 2012, antara lain
Amerika, Jepang, China dan lain-lain (Cahyono, 2010).
Syarat Tumbuh Tanaman Karet
1) Iklim
Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi pada kondisi
iklim sebagai berikut, yaitu didataran rendah sampai dengan ketinggian 200 m
diatas permukaan laut, suhu optimal 28. Daerah yang cocok untuk tanaman karet
adalah pada zone antara 15 dan 15. Bila ditanam diluar zone tersebut,
pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat
(Setyamidjaja, 1999).
Vegetasi yang sesuai untuk kondisi lintang tersebut adalah hutan hujan
tropis yang disertai dengan suhu panas dan kelembaban tinggi. Curah hujan rata-
rata yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman karet adalah sekitar 2000 mm per
tahun dengan jumlah hari hujan 100-150 hari (Syamsulbahri, 1996).
2) Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah bersolom dalam, jeluk lapisan padas lebih
dari 1 m, permukaan air tanah rendah yaitu 1 m. Sangat toleran terhadap
keasaman tanah, dapat tumbuh pada hingga 8,0 (Sianturi, 2001). Tanaman karet
dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis muda
ataupun vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah gambut. Tanah-tanah vukanis
umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup baik, terutama dari segi struktur,
tekstur, solom, kedalaman air tanah, aerase, dan drainasenya
(Setyamidjaja, 1999).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti tanah
berpasir hingga laterit merah dan padsolik kuning, tanah abu gunung, tanah
berilat serta tanah yang mengandung peat. Tampaknya tanaman karet tidak
memerlukan kesuburan tanah yang khusus ataupun topografi tertentu
(Syamsulbahri, 1996).
Karet alam (Natural Rubber) lateks yang dikumpulkan dari pohon Hevea
ada sebagai suspensi koloid (Budiman, 1976). Jumlah lateks diperoleh pada
setiap penyadapan adalah sekitar 300 nmL. Penyadapan biasanya dilakukan 2-3
hari sekali selama 9 bulan setiap tahun. Biasanya, lateks dikumpulkan adalah
diolah dengan asam format dan diangkut dari perkebunan ke pabrik
(Asche, 1999).
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi
dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25m. Batang
tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di
beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke
arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama
lateks (Nazarrudin dan Paimin, 2006). Sedangkan menurut Setiawan (2005)
tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.
Pohon dewasa dapat mencapai tinggi antara 15-30 m. Perakarannya cukup kuat
serta akar tunggangnya dalam dengan akar cabang yang kokoh. Pohonnya
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Klasifikasi tanaman
karet menurut Direktur Jenderal Perkebunan (2011) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama di Brazil yang
beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di daerah daerah tropis lainnya.
Daerah tropis yang baik ditanami karet mencakup luasan antara 15o Lintang
Utara sampai 10o Lintang Selatan. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya tetap
menyimpan kelembapan yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman
karet rata-rata 25-30o C. Apabila dalam jangka waktu panjang suhu harian rata
rata kurang dari 20 oC, maka tanaman karet tidak cocok di tanam di daerah
tersebut. Pada daerah yang suhunya terlalu tinggi, pertumbuhan tanaman karet
tidak optimal (Setiawan, 2000).
Karet alam yang digunakan untuk membuat berbagai macam produk,
mulai dari ban, untuk sol sepatu dan sarung tangan medis. Sekitar 70% dari
utama karet alam olahan digunakan untuk memproduksi ban mobil, dan
konsumsi telah meningkat karena pertumbuhan industri otomotif. Perkebunan
utama bidang karet alam berada di negara-negara Asia, terutama Thailand,
Indonesia, dan Malaysia. Pada tahun 2008, ketiga negara menyumbang 67,7%
dari utama dunia. Produksi karet alam olahan sebesar 10,6 juta ton. Harga pasar
karet alam internasional telah pada uptrend berkelanjutan akibat peningkatan
permintaan tersebut. Karet alam menyajikan isu-isu penting baik untuk maju
negara, mengamankan pasokan yang stabil, dan paling tidak berkembang negara,
perluasan industri sebagai ekspor utama. Dalam terakhir tahun, penanaman karet
alam dan budidaya di sedikitnya negara-negara maju di sub-wilayah Mekong
seperti Kamboja, Myanmar, dan Laos telah mendapatkan peningkatan perhatian
sebagai sumber baru pasokan (Hirohata and Kazuhiro, 2011).
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan
ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun
pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Kayu karet juga akan mempunyai
prospek yang baik sebagai sumber kayu menggantikan sumber kayu asal hutan.
Indonesia sebagai negara dengan luas areal kebun karet terbesar dan produksi
kedua terbesar di dunia (Goenadi et al., 2005).
Karet alam (Natural Rubber) lateks yang dikumpulkan dari pohon Hevea
ada sebagai suspensi koloid (Budiman, 2001). Jumlah lateks diperoleh pada
setiap penyadapan adalah sekitar 300 nmL. Penyadapan biasanya dilakukan 2-3
hari sekali selama 9 bulan setiap tahun. Biasanya, lateks dikumpulkan adalah
diolah dengan asam format dan diangkut dari perkebunan ke pabrik
(Asche, 1999).
Selain dapat diambil lateksnya untuk bahan baku pembuatan aneka barang
keperluan manusia, sebenarnya karet masih memiliki manfaat lain. Manfaat ini
walaupun sekedar sampingan tetapi memberi keuntungan yang tidak sedikit bagi
pemilik perkebunan karet. Hasil sampingan lain dari tanaman karet yang
memberi keuntungan adalah kayu atau batang pohon karet. Biasanya tanaman
karet yang tua perlu diremajakan dan diganti dengan tanaman muda yang masih
segar dan berasal dari klon yang lebih produktif. Tanaman tua yang ditebang
dapat dimanfaatkan batangnya atau diambil kayunya. Hasil sampingan lain dari
perkebunan karet yang selama ini kurang dimanfaatkan hingga nyaris terbuang
adalah biji karet. Dilihat dari komposisi kimianya, ternyata kandungan protein
biji karet terhitung tinggi. Daya guna protein biji karet yang meningkat dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, terutama sebagai suplemen atau
komplemen produk makanan. Jenis-jenis produk makanan yang bisa dicampur
dengan konsentrat biji karet adalah daging sintetis, roti, aneka snack, makanan
bayi dan masih banyak lagi. Ketika tanaman karet masih kecil, berumur dibawah
3-4 tahun, lahan tanaman dapat dimanfaatkan untuk usaha tani sampingan, yaitu
tanaman palawija seprti kedelai, kacang tanah, kacang hijau, jahe atau bahkan
padi gogo. Upaya pemanfaatan lahan tanaman karet secara produktif dapat
dilakukan dengan usaha peternakan domba. Usaha ini sangat menguntungkan
pemilik perkebunan atau petani karet rakyat karena kedua usaha ini dijalankan
pada areal yang sama, maka pekerjaan tambahan sebagai peternak domba tidak
terlalu menghabiskan waktu. Berarti produktivitas lahan dapat ditingkatkan dan
pendapatan petani karet juga bertambah (Tim Penulis PS, 1994).
PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo merupakan salah
satu unit kebun dari PT. Perkebunan Nusantara IX di seluruh Jawa Tengah. PT.
Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo semula merupakan kebun
milik swasta Belanda yang bernama Firma MC. TH. Crone. Kemudian pada
tanggal 10 Desember 1957 dinasionalisasi oleh pemerintah Republik Indonesia
(RI) dengan nama PPN (Persatuan Perkebunan Negara). Dan pada tanggal 1
Agustus 1973 berubah lagi menjadi PT. Perkebunan XVIII (Persero). Unit
produksi PTP XVIII terdiri dari dua kebun, yaitu Kebun Ngobo dan Jatirunggo
serta Kebun Gebugan. Berdasarkan surat keputusan No: XVIII/KPTS/135/1980
pada tanggal 23 April 1980 Kebun Ngobo digabung dengan Kebun Jatirunggo-
Gebugan menjadi nama baru Kebun Ngobo/ Jatirunggo/ Gebugan. Sejak tanggal
1 Mei 1980 namanya menjadi Kebun Ngobo, yang terdiri dari empat afdelling
yaitu Afdeling Jatirunggo, Gebugan, Setro dan Klepu (Kesumasari, 2013).
Pengusahaan tanaman karet merupakan usaha yang potensial untuk
dikembangkan di Indonesia, karena selain keadaan alam yang mendukung,
dilihat dari aspek pasar usaha ini juga menguntungkan. Mengingat prospek
perdagangan karet yang cerah maka PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero)
melakukan pengusahaan tanaman karet yang berlokasi Unit Kebun Ngobo
Kabupaten Semarang. Sebagai sebuah perusahaan yang melakukan investasi
pada pengusahaan karet, tentunya PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun
Ngobo menginginkan keuntungan yang maksimum dan kontinyu
(Kesumasari, 2013).
C. METODOLOGI
1. Tempat dan Waktu Kegiatan
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 18 Mei
2017 di PTPN IX Kebun Ngobo, Semarang. PT. Perkebunan Nusantara IX
(Persero) dikenal sebagai perusahaan yang membawahi perkebunan se-Jawa
Tengah. Kebun Ngobo merupakan salah satu unit kebun dari PTPN IX yang
berada di Kabupaten Semarang. Praktikum Teknologi Hasil Pertanian ini
dilakukan dengan kunjungan ke PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero)
Kebun Ngobo, Kabupaten Semarang
2. Metode Penulisan
Penulisan ini bermaksud mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai
profil PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo, Kabupaten
Semarang, komoditas karet, serta proses pembuatan olahan karet. Metode
penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif melalui telaah
pustaka.
3. Sumber Data
. Data primer diperoleh dari hasil studi banding di PT. Perkebunan
Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo, Kabupaten Semarang (tempat
berlangsungnya praktikum) secara langsung berupa presentasi dari pihak
perusahaan maupun wawancara dengan karyawan ataupun buruh pada
perusahaan tersebut. Data sekunder diperoleh dari materi perkuliahan dan dari
berbagai literatur maupun pustaka hasil penelitian terdahulu yang memiliki
kaitan dengan tujuan dan objek penulisan. Penulisan laporan praktikum ini
menggunakan data primer (data diambil secara langsung) dan sekunder.
4. Teknik Pengumpulan Data
a) Wawancara (Interview)
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan
melakukan wawancara langsung dengan sinder kebun, sinder kantor dan
pihak lain yang terkait. Metode Wawancara yaitu metode pengambilan
data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada
responden.
b) Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan
kepada pencarian data dan informasi melalui dokumen-dokumen, baik
dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang
dapat mendukung dalam proses penulisan. Studi pustaka yang dilakukan
pada praktikum ini digunakan sebagai penunjang atau pendukung
sekaligus pelengkap sebagai konfirmasi data pada hasil yang didapatkan
selama praktikum.
5. Teknik Analisa Data
Analisa data yang dilakukan dalam penulisan laporan praktikum ini
melalui beberapa tahap. Tahap tersebut diantaranya pengumpulan data berupa
data primer yang diperoleh dari hasil praktikum di PT. Perkebunan Nusantara
IX (Persero) Kebun Ngobo, Kabupaten Semarang, dan data sekunder yang
diperoleh dari buku-buku, jurnal, penelitian terdahulu baik dalam bentuk cetak
maupun elektronik. Setelah pengumpulan data, data disajikan kemudian
direduksi hal-hal yang dianggap penting yang sesuai dengan fokus
pembahasan untuk selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan terkait
teknologi pengolahan hasil perkebunan berupa karet di PT. Perkebunan
Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo, Kabupaten Semarang
D. PEMBAHASAN
1. Profil PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo
PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) didirikan pada tanggal 11
Maret 1996 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1996 tanggal
14 Februari 1996, merupakan peleburan dari PT Perkebunan XVXVI
(Persero) dan PT. Perkebunan XVIII (Persero). Pendirian PT. Perkebunan
Nusantara IX (Persero) tersebut tertuang pada Akta Notaris Harun Kamil,
S.H. nomor 42 tanggal 11 Maret 1996, yang disahkan oleh Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor C2-8337.HT.01.01.TH.96 tanggal 8 Agustus 1996, diubah
dengan Akta Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo, S.H. No.1 tanggal 9 Agustus
2002 dan disyahkan oleh Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Nomor: C-19302 HT.01.04.TH.2002 tanggal 7 Oktober 2002.
PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) yang saat ini memiliki
wilayah kerja di Provinsi Jawa Tengah. PT Perkebunan Nusantara IX
(Persero) memiliki dua Divisi. Pertama, Divisi Tanaman Tahunan yang
membudidayakan dan menghasilkan produk- produk dari tanaman karet, kopi,
kakao, dan teh. Kedua, Divisi Tanaman Semusim (Pabrik Gula) yang
menghasilkan produk-produk dari tanaman tebu. Produk-produk PT
Perkebunan Nusantara IX (Persero) dipasarkan di pasar domestik maupun
pasar luar negeri. PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) akan dikembangkan
menjadi perusahaan perkebunan dengan bisnis karet sebagai tulang punggung
(keluasan mendekati 50.000 Ha), dan bisnis Gula sebagai salah satu penopang
pendapatan perusahaan.
PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo merupakan
salah satu unit kebun dari PT. Perkebunan Nusantara IX di seluruh Jawa
Tengah. PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo semula
merupakan kebun milik swasta Belanda yang bernama Firma MC. TH. Crone.
Kemudian pada tanggal 10 Desember 1957 dinasionalisasi oleh pemerintah
Republik Indonesia (RI) dengan nama PPN (Persatuan Perkebunan Negara).
Dan pada tanggal 1 Agustus 1973 berubah lagi menjadi PT. Perkebunan
XVIII (Persero). Unit produksi PTP XVIII terdiri dari dua kebun, yaitu Kebun
Ngobo dan Jatirunggo serta Kebun Gebugan. Berdasarkan surat keputusan
No: XVIII/KPTS/135/1980 pada tanggal 23 April 1980 Kebun Ngobo
digabung dengan Kebun Jatirunggo-Gebugan menjadi nama baru Kebun
Ngobo/ Jatirunggo/ Gebugan. Sejak tanggal 1 Mei 1980 namanya menjadi
Kebun Ngobo, yang terdiri dari empat afdelling yaitu Afdeling Jatirunggo,
Gebugan, Setro dan Klepu.
Letak Geografis Kebun Ngobo
PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo berada di Desa
Wringinputih, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa
Tengah. Desa yang berbatasan dengan kantor induk (emplasemen) yaitu:
Utara : Desa Gandaria
Barat : Desa Kajangan, Kalongan dan Beji
Selatan : Desa Wringin Putih
Timur : Desa Klepu
Kebun Ngobo terdiri dari empat afdeling yaitu afdeling Setro, Klepu,
Jatirunggo dan Gebugan. Kebun Ngobo berada kurang lebih 8 km ke ungaran
dan kurang lebih 30 km ke Semarang. Luas dari kebun Ngobo seluruhnya
yaitu 2.257,44 ha. Terletak 8 km sebelah Selatan Kota Ungaran dan 30 Km
dari Semarang. Kebun Ngobo terletak di 5 wilayah Kecamatan : Bergas,
Pringapus, Bawen, Ungaran Barat, dan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
Tanah, Iklim, Topografi dan Budidaya
Luas : 2.257,44 Ha
Jenis Tanah : Latosol, Regusol, Glehumik, Andosol, Grumosol
Letak Derajat : 7 LS 110 BT
Temperatur : 190C 310C
Budidaya : Karet, Kopi, Pala
Tinggi Tempat : 300 1.700 Meter dpl
Berikut luasan dan jarak Afdeling dengan kantor induk Kebun Ngobo :
a. Afdeling Setro dengan luas 702 ha yang berada satu tempat dengan kantor
induk.
b. Afdeling Klepu dengan luas 347,10 ha yang berada 4 km dari kantor induk.
c. Afdeling Jatirunggo dengan luas 643,34 ha yang berada 9 km dari kantor
induk.
d. Afdeling Gebugan dengan luas 568 ha yang berada 10 km dari kantor
induk.
Tabel 3. Luas dan Produksi Tanaman di Perkebunan PTPN IX (Persero)
Kebun Ngobo, Kabupaten Semarang Tahun 2011
No Komoditas Luas Areal (ha) Produksi (ton)
1 Karet 1.550,28 1.025,98
2 Kopi 185,75 20,27
3 Pala 166,25 3,44
Sumber: Profil PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo dalam
Kesumasari (2013)
2. Komoditas Karet PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik
sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong
pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet
maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Kayu karet juga akan
mempunyai prospek yang baik sebagai sumber kayu menggantikan sumber
kayu asal hutan. Indonesia sebagai negara dengan luas areal kebun karet
terbesar dan produksi kedua terbesar di dunia (Goenadi et al., 2005). Karet
alam (Natural Rubber) lateks yang dikumpulkan dari pohon Hevea ada
sebagai suspensi koloid (Budiman, 2001). Jumlah lateks diperoleh pada
setiap penyadapan adalah sekitar 300 nmL. Penyadapan biasanya dilakukan 2-
3 hari sekali selama 9 bulan setiap tahun. Biasanya, lateks dikumpulkan
adalah diolah dengan asam format dan diangkut dari perkebunan ke pabrik
(Asche, 1999).
Selain dapat diambil lateksnya untuk bahan baku pembuatan aneka
barang keperluan manusia, sebenarnya karet masih memiliki manfaat lain.
Manfaat ini walaupun sekedar sampingan tetapi memberi keuntungan yang
tidak sedikit bagi pemilik perkebunan karet. Hasil sampingan lain dari
tanaman karet yang memberi keuntungan adalah kayu atau batang pohon
karet. Biasanya tanaman karet yang tua perlu diremajakan dan diganti dengan
tanaman muda yang masih segar dan berasal dari klon yang lebih produktif.
Tanaman tua yang ditebang dapat dimanfaatkan batangnya atau diambil
kayunya. Hasil sampingan lain dari perkebunan karet yang selama ini kurang
dimanfaatkan hingga nyaris terbuang adalah biji karet. Dilihat dari komposisi
kimianya, ternyata kandungan protein biji karet terhitung tinggi. Daya guna
protein biji karet yang meningkat dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, terutama sebagai suplemen atau komplemen produk makanan.
Jenis-jenis produk makanan yang bisa dicampur dengan konsentrat biji karet
adalah daging sintetis, roti, aneka snack, makanan bayi dan masih banyak lagi.
Ketika tanaman karet masih kecil, berumur dibawah 3-4 tahun, lahan tanaman
dapat dimanfaatkan untuk usaha tani sampingan, yaitu tanaman palawija
seprti kedelai, kacang tanah, kacang hijau, jahe atau bahkan padi gogo. Upaya
pemanfaatan lahan tanaman karet secara produktif dapat dilakukan dengan
usaha peternakan domba. Usaha ini sangat menguntungkan pemilik
perkebunan atau petani karet rakyat karena kedua usaha ini dijalankan pada
areal yang sama, maka pekerjaan tambahan sebagai peternak domba tidak
terlalu menghabiskan waktu. Berarti produktivitas lahan dapat ditingkatkan
dan pendapatan petani karet juga bertambah (Tim Penulis PS, 1994).
PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo yang bertempat
di Kabupaten Semarang merupakan salah satu unit kebun PTPN IX (Persero)
yang membawahi Perkebunan di wilayah Jawa Tengah. PT. Perkebunan
Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo mengusahan tanaman kopi, pala dan
karet, tetapi yang utama adalah tanaman karet. Produksi karet yang kontinyu
dan prospek ekspor yang sangat menjanjikan, mendorong perusahaan untuk
tetap mengembangkan pengusahaan tanaman karet. PT. Perkebunan
Nusantara IX merupakan perusahaan di Jawa Tengah yang mengusahakan
tanaman perkebunan. Dari banyaknya jumlah kebun yang ada di PTPN IX
salah satu kebun yang mengusahakan tanaman karet, yaitu Kebun Ngobo,
Kabupaten Semarang. Pengusahaan tanaman karet di Kebun Ngobo
merupakan komoditas utama yang diusahakan daripada tanaman lain seperti
kopi dan pala (Kesumasari, 2013). Areal terluas di Kebun Ngobo digunakan
untuk pengusahaan tanaman karet. Luas dan produksi di Kebun Ngobo dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas dan Produksi Tanaman di Perkebunan PTPN IX (Persero)


Kebun Ngobo, Kabupaten Semarang Tahun 2011
No Komoditas Luas Areal (ha) Produksi (ton)
1 Karet 1.550,28 1.025,98
2 Kopi 185,75 20,27
3 Pala 166,25 3,44
Sumber: Profil PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo dalam
Kesumasari (2013)
PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo berada di Desa
Wringinputih, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Tanaman karet dapat
tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1-600 m dari permukaan laut.
Curah hujan yang cukup tinggi antara 2000-4000 mm setahun. Akan lebih
baik lagi apabila curah hujan itu merata sepanjang tahun (Nazaruddin dan
Paimin, 2006). Curah hujan di Kebun Ngobo termasuk cukup tinggi dengan
rata-rata selama 10 tahun terakhir adalah 2824,3 Mm dan rata-rata hari hujan
161,1 Hh. Keadaan iklim tersebut tidak mengalami perubahan, karena faktor
curah hujan dan hari hujan menyebar merata sepanjang tahun. Grafik sebaran
curah hujan selama 10 tahun terakhir tampak pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Grafik Sebaran Curah Hujan Tahun 2002-2011 di Kebun Ngobo
(Kesumasari, 2013)
Keadaan topografi, iklim dan jenis tanah akan mempengaruhi proses
budidaya dalam pengusahaan tanaman. Jika sesuai persyaratan tumbuh maka
tanaman akan tumbuh subur di tempat tersebut. Keadaan iklim, tanah dan
topografi diKebun Ngobo relatif sama pada setiap afdelingnya.
Tabel 4. Keadaan Topografi, Iklim dan Jenis Tanah di Kebun Ngobo
Adeling Tipe Tinggi Topografi Jenis Tanah Kesuburan
Iklim (m dpl)
Klepu C 300-455 Datar, Landai, Latosol, Regosol, Sedang
Terjal Glei Homik
Setro C 300-455 Datar, Landai, Latosol, Aluvial Sedang
Jatirunggo C 350-600 Datar, Landai, Latosol, Regosol Sedang
Terjal dan
Bergelombang
Gebugan C 500-1700 Bergelombang Latosol, Regosol, Sedang
dan Terjal Andosol,
Grumusol
Sumber: Profil PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobodalam
Kesumasari (2013)
Tabel 5. Areal Konsesi Budidaya Karet Kebun Ngobo
Uraian Klepu Setro Jatirunggo Gebugan Jumlah
TM 200,42 539,89 428,40 61,45 1.230,16
TBM 63,72 91,17 79,24 - 234,13
Jumlah 264,14 631,06 507,64 61,45 1.464,29
- - - - -
- - - - -
Jumlah 264,14 631,06 507,64 61,45 1.464,29
Sumber: Kunjungan ke PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo
Keterangan:
TBM : Tanaman Belum Menghasilkan
TM : Tanaman Menghasilkan
Di Kebun Ngobo afdeling yang dijadikan sebagai tempat budidaya
tanaman karet adalah Klepu. Jatirunggo, dan paling besar adalah di afdeling
Setro sedangkan afdeling Gebugan khusus untuk tanaman pala (Kesumasari,
2013). Topografi tanahnya rata-rata datar dan landai. Sedangkan jenis
tanahnya sebagian besar latosol dan regosol. Menurut Nazarrudin dan Paimin
(2006) tanah-tanah yang kurang subur seperti podsolik merah kuning yang
terhampar luas di Indonesia dengan bantuan pemupukan dan pengelolaan
yang baik bisa dikembangkan menjadi perkebunan karet dengan hasil yang
memuaskan. Selain jenis podsolik merah kuning, tanah latosol dan alluvial
juga bisa dikembangkan untuk penanaman karet. Tanah yang derajat
keasamannya mendekati normal cocok untuk ditanami karet. Derajat
keasaman yang paling cocok adalah 5-6. Batas toleransi pH tanah bagi pohon
karet adalah 4-8. Topografi tanah sedikit banyak juga mempengaruhi
pertumbuhan tanaman karet. Akan lebih baik apabila tanah yang dijadikan
tempat tumbuhnya pohon karet datar dan tidak berbukit- bukit.
Besarnya hasil produksi tanaman karet akan mempengaruhi
pendapatan perusahaan karena tanaman karet merupakan produk utama dari
PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo. Hasil dari produk
tanaman karet yang diambil melalui penyadapan untuk diolah selanjutnya
menjadi bahan olah karet disebut lateks. Lateks dapat diolah menjadi sheet,
lateks pekat, dan karet remah. Hasil olahan karet merupakan peluang pangsa
ekspor yang menjanjikan tentunya dengan mutu dan standar ekspor yang baik.
Maka dari itu PTPN IX Kebun Ngobo, Kabupaten Semarang berusaha
memanfaatkan peluang ekspor ini dengan mengelola komoditi karet sebagai
usaha yang menjanjikan. Sehingga hal inilah yang mendorong untuk meneliti
besarnya profitabilitas yang dihasilkan dari pengusahaan tanaman karet
(Kesumasari, 2013).
Karet alam yang digunakan untuk membuat berbagai macam produk,
mulai dari ban, untuk sol sepatu dan sarung tangan medis. Sekitar 70% dari
utama karet alam olahan digunakan untuk memproduksi ban mobil, dan
konsumsi telah meningkat karena pertumbuhan industri otomotif. Perkebunan
utama bidang karet alam berada di negara-negara Asia, terutama Thailand,
Indonesia, dan Malaysia. Pada tahun 2008, ketiga negara menyumbang 67,7%
dari utama dunia. Produksi karet alam olahan sebesar 10,6 juta ton. Harga
pasar karet alam internasional telah pada uptrend berkelanjutan akibat
peningkatan permintaan tersebut. Karet alam menyajikan isu-isu penting baik
untuk maju negara, mengamankan pasokan yang stabil, dan paling tidak
berkembang negara, perluasan industri sebagai ekspor utama. Dalam terakhir
tahun, penanaman karet alam dan budidaya di sedikitnya negara-negara maju
di sub-wilayah Mekong seperti Kamboja, Myanmar, dan Laos telah
mendapatkan peningkatan perhatian sebagai sumber baru pasokan
(Hirohata and Kazuhiro, 2011).
3. Jenis Produk Olahan Karet
Hasil dari produk tanaman karet yang diambil melalui penyadapan
untuk diolah selanjutnya menjadi bahan olah karet disebut lateks. Lateks
dapat diolah menjadi sheet, lateks pekat, dan karet remah. Hasil olahan karet
merupakan peluang pangsa ekspor yang menjanjikan tentunya dengan mutu
dan standar ekspor yang baik. Maka dari itu PTPN IX Kebun Ngobo,
Kabupaten Semarang berusaha memanfaatkan peluang ekspor ini dengan
mengelola komoditi karet sebagai usaha yang menjanjikan. Sehingga hal
inilah yang mendorong untuk meneliti besarnya profitabilitas yang dihasilkan
dari pengusahaan tanaman karet.
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan
yang bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah
karetnya pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet
(lateks) tersebut bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan
(kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri
karet. Kayu tanaman karet, bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga
dapat digunakan untuk bahan bangunan, misalnya untuk membuat rumah,
furniture dan lain-lain (Moreno et al., 2005).

Berdasarkan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia pada


tahun 2012, pemasaran karet alam dilakukan dalam beberapa bentuk yakni
berupa getah cair (lateks), bongkahan, lembaran, dan serpihan. Produk karet
alam tersebut akandi perjualbelikan dalam komoditi yang menjadi bahan baku
bagi industri hilir dalam kelompok bahan olah karet, lateks pekat, karet
bongkah (block rubber), karet spesifikasi teknis atau karet remah (crumb
rubber), dan tyre rubber. Sehingga secara garis besar pasar karet meliputi
perdagangan karet cair dan karet padat. Penjelasan masing-masing produk
adalah sebagai berikut :
1. Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun
yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Bahan olah karet sering
diproduksi dari bahan olahan karet rakyat dan bukan dari perkebunan besar.
Berdasarkan pengolahannya, bahan olah karet terdiri atas empat jenis, yaitu:
Lateks kebun, yaitu cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon
karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik melalui
penambahan atau tanpa penambahan antikoagulan (zat pemantap).
Sheet angin, yaitu bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah
disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang
sudah digiling tetapi belum jadi.
Slab tipis, yaitu bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah
digumpalkan dengan asam semut.
Lump segar, yaitu bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan
lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.
Dalam perdagangan karet, bahan olah karet umumnya dikenal sebagai
karet alam konvensional yang terdiri dari golongan karet sheet dan
crepe. Jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional adalah
sebagai berikut:
a) Ribbed smoked sheet (RSS), yaitu jenis karet berupa lembaran
sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.
b) White crepe dan pale crepe, yaitu jenis crepe yang berwarna
putih atau muda, ada yang tebal dan ada pula yang tipis.
c) Estate brown crepe, yaitu jenis crepe yang berwarna coklat dan
banyak dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan besar atau
estate. Jenis ini juga dibuat dari bahan yang kurang baik seperti
yang digunakan untuk pembuatan off crepe serta dari sisa
lateks, lump atau kogulum yang berasal dari prakoagulasi, dan
srap atau lateks kebun yang sudah kering di atas bidang
penyadapan.
d) Compo crepe, yaitu jenis crepe yang dibuat dari bahan lump,
scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah.
e) Thin brown crepe remilis, yaitu crepe coklat dan tipis karena
digiling ulang.
f) Thick blanket crepes ambers, yaitu crepe banket yang tebal dan
berwarna cokelat, biasanya dibuat dari slab basah, sheet tanpa
proses pengasapan dan lump serta srap dari perkebunan atau
kebun rakyat yang baik mutunya, tetapi scrap tanah tidak boleh
digunakan.
g) Flat bark crepe, yaitu karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis
crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah,
termasuk scrap tanah yang berwarna hitam.
h) Pure smoked blanket crepe, yaitu crepe yang diperoleh dari
penggilingan karet asap yang khusus berasal dari RSS,
termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau dari sisa
pemotongan RSS. Jenis karet lain atau bahan bukan karet tidak
boleh digunakan.
i) Off crepe, yaitu crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau
standar. Biasanya tidak dibuat melalui proses pembekuan
langsung dari bahan lateks yang masih segar, melainkan dari
contoh-contoh sisa penentuan kadar karet kering, lembaran-
lembaran RSS yang tidak baik menggilingnya sebelum diasapi,
busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak
mengandung lateks serta bahan-bahan lain yang jelek.
2. Lateks Pekat
Latek pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak
berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat dijual di pasaran ada
yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui
proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak
digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi
seperti sarung tangan karet untuk kesehatan.
1. Karet bongkah (Block Rubber)
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang
menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah
ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna
tersendiri.
2. Karet spesifikasi teknis (Crumb Rubber)
Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber atau juga dikenal sebagai karet
remah adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu
teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Penetapan
mutu dan golongan crumb rubber tidak didasarkan atas penilaian visual
seperti yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis jenis karet
sheet, crepe maupun lateks pekat.
3. Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai
barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik
untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam
lainnya.

Industri barang karet di Indonesia pada umumnya tergolong dalam beberapa


kelompok tergantung pada jenis produknya sebagai berikut:
a. Ban (sepeda, sepeda motor, mobil penumpang, truk ringan, bus, pesawat,
kendaraan berat) dan produk terkait (ban dalam, katup, dll.)
b. Barang karet teknik untuk industri dan otomotif: conveyor belts,
komponen otomotif, komponen elektronik, bearing.
c. Barang lateks: sarung tangan, kondom, benang karet, balon,
spignomanometer, kateter, lateks busa.
d. Barang karet umum: karpet, alas kaki, peralatan olahraga, peralatan rumah
tangga
(Rahman and Uhendi., 2016).
Berdasarkan kunjungan yang telah dilakukan pada praktikum dapat diketahui
bahwa, terdapat beberapa jenis olahan karet pada prosespengolahan produksi
berupa sheet dan crepe melalui 1 teknis pengolahan lateks karet antara lain :
a) Ribbed Smoke Sheet (RSS)
RSS (Ribbed Smoked Sheet) merupakan salah satu produk karet alam
olahan, berupa lembaran lembaran (sheet) dari lateks yang digunakan
sebagai bahan baku industri karet. RSS diproses melalui pengasapan dengan
baik terlebih dahulu. Ketentuan utama adalah karet harus benar benar
kering, bersih, kuat, warna merata, tidak ditemukan noda atau bekas karet.
Mutu karet RSS terdiri dari berbagai mutu mulai dari yang paling baik yaitu X
RSS, RSS1, RSS2, RSS3, RSS4 dan RSS 5. Dari semua produk RSS, produk
olahan RSS I mempunyai kualitas terbaik dan mudah untuk dipasarkan baik di
dalam maupun di luar negeri, sehingga produk olahan RSS I harus sesuai
dengan International Standards of Quality and Packing for Natural Rubber
Grades (The Green Book) atau standar internasional untuk kualitas karet alam
olahan. Konsumen paling banyak yang memakai produk karet olahan RSS I
sebagai bahan baku adalah industri ban kemudian industri karet elastis, karet
penghapus, sol dan lain sebagainya (Kunjungan ke PT Perkebunan Nusantara
IX (Persero) Kebun Ngobo, 2017).
Berdasarkan kunjungan yang dilakukan pada praktikum, proses
pengolahan RSS (Ribbed Smoked Sheet), pada prinsipnya adalah mengubah
bentuk benda cair (lateks) menjadi benda padat berupa lembaran RSS yang
terukur, baik dinilai secara visual maupun hasil analisa laboratorium. Terukur
dalam arti semua hasil produksi harus memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan yang telah digariskan oleh perusahaan, seperti : Juklak, Juknis, SE,
Penegasan Kunjungan, Buku Pedoman Pengolahan RSS yang Dibakukan,
maupun standar mutu yang telah ditetapkan oleh perdagangan. Standar mutu
karet jenis RSS (Ribbed Smoked Sheet) adalah suatu parameter yang tertuang
dalam buku The Green Book, SNI, yang memuat tentang persyaratan
persyaratan yang harus dicapai/dipenuhi oleh perusahaan terhadap kualitas
hasil produksinya (RSS), sehingga mempermudah dalam melaksanakan
prosesnya. Pada proses pengolahannya terdapat beberapa langkah meliputi :
1. Penerimaan Lateks di Pabrik
2. Proses Pengenceran dan Pembekuan
3. Proses Penggilingan
4. Proses pengasapan / Pengeringan
5. Proses Sortasi
Hasil Pengolahan dipetakkan menjadi 3 macam grade, untuk memilahkan
hasil pengolahan dan produksi pada tingkat yang baik dan buruk digunakan
standar berdasarkan The Green book dan SNI 06-0001-1987, antara lain:
- Mutu RSS 1
Kelas ini harus memenuhi persyaratan yaitu, lembaran yang dihasilkan
harus benar-benar kering, bersih, kuat, tidak ada cacat, tidak berkarat,
tidak melepuh serta tidak ada benda-benda pengotor. Jenis RSS 1 tidak
boleh ada garis-garis pengaruh dari oksidasi, lembaran lembek, suhu
pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan
berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Bila terdapat gelembung-
gelembung berukuran kecil (seukuran jarum pentul) masih diperkenankan,
asalkan letaknya tersebar merata. Pembungkusan harus baik agar tidak
terkontaminasi jamur. Tetapi, bila sewaktu diterima terdapat jamur pada
pembungkusnya, masih dapat diizinkan asalkan tidak masuk ke dalam
karetnya.
- Mutu RSS 4
Standar karet RSS 4 harus kering, kuat, tidak cacat, tidak melepuh serta
tidak terdapat pasir atau kotoran luar. Yang diperkenankan adalah bila
terdapat gelembung udara kecil-kecil sebesar 4 kali ukuran jarum pentul,
karet agak rekat atau terdapat kotoran kulit pohon asal tidak banyak.
Mengizinkan adanya noda-noda asalkan jernih. Lembaran lembek, suhu
pengeringan terlalu tinggi dan karet terbakar tidak bisa diterima. Bahan
damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar bandela serta
pada lembaran, asalkan tidak melebihi 20% dari keseluruhan masih
mungkin untuk kelas RSS 4
- Cutting A
Bagian yang buruk tidak dapat diolah sehingga tidak digunakan aau
dibuang.

Jenis RSS dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 1. Jenis RSS 1 Gambar 2. Jenis RSS 2 Gambar 3. Jenis


RSS 3

Gambar 4. Jenis Cut A


b) BRCR (Brown Crepe)
Hasil Pengolahan dipetakkan menjadi 3 macam grade, untuk memilahkan
hasil pengolahan dan produksi pada tingkat yang baik dan buruk digunakan
standar berdasarkan The Green book dan SNI 06-0001-1987, antara lain:
- Mutu Crepe 1X
- Mutu Crepe 2X
- Mutu Crepe 3X
Gambar 5. Hasil Sortasi Brown Crepe
Sumber : Kunjungan ke PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo
4. Proses Pembuatan Olahan Karet di PT. Perkebunan Nusantara IX
(Persero) Kebun Ngobo
Proses pengolahanlatekskaret di PT.Perkebunana Nusantara IX
KebunNgobohanya adasatumacamyaitupengolahan RSS (Ribbed Smoked
Sheet). Proses pengolahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) adalah mengubah
bentuk lateks cair menjadi lembaran RSS yang terukur, baik dinilai secara
visual maupun hasil analisa laboratorium dan memenuhi parameter pada The
Green Book maupun SNI terhadap kualitas Ribbed Smoked Sheet.

Gambar 6. Diagram alir proses pengolahan RSS


Proses pengolahan Ribbed Smoked Sheet melewati 5 proses yaitu
penerimaan lateks di pabrik, proses pengenceran dan pembekuan, proses
penggilingan, proses pengasapan atau pengeringan dan yang terakhir proses
sortasi.
1. Proses Penerimaan Lateks di Pabrik.
Pada proses ini dilakukan pengambilan contoh untuk di uji kadar karet
keringnya (KKK), penyaringan lateks di bak penerimaan (bulking tank)
ukuran saringan 40 mesh atausaringan aluminium dengan besar lubang 0.4
mm, selain itu juga dilakukan pengukuran volume lateks dalam tanki
penerimaan untuk menentukan ketepatan pemberian air pengencer dan
penentuan air pengencer dan persiapan kebutuhan bak pembeku.

Gambar 6. Wujud Lateks yang baik Gambar 7. Wujud Latetks yang


buruk
2. Proses Pengenceran dan Pembekuan
- Proses Pengenceran
Proses Pengenceran Lateks Di Lakukan Pada Bak Pembeku (Bak Pembeku
yang Sudah Terisi Air Pengencer). Ukuran Bak Koagulasi : 92 cm, Panjang
304 cm, dan Tinggi 40 cm, dalam Satu Bak terdapat 75 Sekat, jadi Bekuan
yang Dihasilkan Sebanyak 76 Lembar. Kadar pengenceran (standar
pengenceran) (kkb) pengolahan RSS antara 11 13 %.
- Proses Pembekuan
Langkah Langkah Pengawasan Dalam Proses Pembekuan :
1. Pemberian Asam Semut
Asam Semut digunakan untuk menggumpalkan Lateks. Asam Semut
dituangkan ke dalam bak pembeku dengan dosis pemakaian yang sudah
dihitung jumlah liter pemakaiannya. Asam Semut yang dierikan telah diencer
dari 90% Asam semut menjadi 2% sehingga apabila terdapat laruan awal
sebanyak 1 L maka hasil pengenceran dapat mencapai 45 ml dimana terdapat
perbandingan antara asam semut dengan air yaiu sebesar 1 : 44
2. Pengadukan
Larutan Asam Semut di Masukkan di bak pembeku dan di aduk hingga
merata. Jumlah adukan di anjurkan 12x yaitu 6 kali maju dan 6 kali mundur.
KKB 11 12 % ( Tergantung Kondisi Lateks) > 11,5 %
Tinggi Olah 24 CM
Asam dasar 4 - 6 cc/kg kering
ADUKAN I 6 X
ADUKAN KE- II 4-6 X bolak - balik ( melihat kondisi lateks)
Pengocoran Air setelah pembekuan 2 jam
3. Pemasangan Plat Penyekat
Plat penyekat harus disiram dahulu sebelum di pasang agar nantinya tidak
lengket dengan slab.
4. Proses Penggumpalan
Waktu untuk penggumpalan sempurna 3 4 jam, satu jam sebelum di giling,
bak pembeku di siram dengan air bersih sampai semua permukaan slab
terendam air.
Rendaman pada bekuan sangat penting untuk :
> Menghindari Oksidasi
> Membersihkan Slab Dari Serum Yang Mengandung Asam.
> Menghindari Terjadi Lengket Antar Slab.
3. Penggilingan
Penggilingan dilakukan setelah 3 jam pembekuan. Setelah sheet digiling,
kemudian akan ditiriskan.
Standar Kerapatan Mesin Giling Sheet
Mangel no. 1 : 3,30 mm
Mangel no. 2 : 2,40 mm
Mangel no. 3 : 2,35 mm
Mangel no. 4 : 1,65 mm
Mangel no. 5 : 1,30 mm
Mangel no. 6 : 0,30 mm
4. Pengawasan Proses Pengasapan
- Pengasapan dan Pengeringan Bertujuan :
a). Mengawetkan lembaran RSS supaya tahan lama apabila di simpan,
karena kayu karet mengandung fenol atau formaldehyde yang berfungsi
sebagai desinfektan.
b). Memberi warna coklat cerah akibat asap, sehingga mutu RSS yang
dihasilkan akan meningkat baik.
c). Menurunkan kandungan air sampai batas batas yang dikehendaki.
- Urut urutan Proses Pengeringan sbb :
a). Ruang Pengasapan harus bersih, glantang / gantungan RSS juga bersih.
b). Lembar RSS basah dari mesin Giling harus ditiriskan 1 jam.
c). Pekerjaan mengantungkan lembaran RSS harus teliti.
d). Pemberian api atau tungku dinyalakan setelah penirisan air diperkirakan
cukup (1 2 jam setelah penggantungan RSS terakhir.
e). Proses pembalikan / pembesetan pada hari ke dua.
Penirisan di kamar asap minimal 2 jam (diasapi setelah 2 jam)
Suhu Pengasapan
HARI I : 40 oC - 45 oC
HARI 2 : 45 oC - 50 oC
HARI 3 : 50 oC - 55 oC
HARI 4 : 55 oC - 60 oC
HARI 5 : 60 oC
5. Sortasi
Berdasarkan pada instruksi kerja sortasi PTPN IX (Persero), dapat diketahui bahwa tujuan
proses sortasi adalah untuk memisahkan RSS berdasarkan pada jenis/grade yaitu grade RSS 1, RSS
2, RSS 3, RSS 4, Cutting A, dan Cutting B berpedoman pada green book dan
SNI.
6. Proses Pengepresan dan Pengebalan
Tujuan Proses Pengepresan dan Pengebalan adalah :
1).Memperkecil bentuk dan volume bandela sehingga mempermudah dalam
proses pengiriman.
2).Melindungi kontaminasi kotoran / air dan benda asing dari luar.
3). Mengawetkan bandela RSS (tidak mudah timbul
Peralatan yang digunakan dalam proses pengepresan dan pengebalan antara
lain :
1). Timbangan ekspor, kapasitas 500 kgs.
2). Mesin Hydrolist press kapasitas 20 kgm.
3). Meja tempat labor / marking bandela
4). Papan press

Gambar 7. Hasil Olahan Karet RSS PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero)


Kebun Ngobo
Proses Pengolahan Brcr (Brown Crepe)

Gambar 8. Diagram alir proses pengolahan BRCR

Gambar 9. Hasil Olahan BRCR


Sumber : Kunjungan ke PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo
5. Perbandingan antara teori yang dipelajari/ada dengan keadaan di
lapangan

PTPN IX Kebun Ngobo merupakan salah satu perusahaan perkebunan


yang memiliki komoditi utama berupa karet. Di perusahaan tersebut,
pengolahan karet dari lateks dilakukan dalam suatu pabrik. Akan tetapi,
pengolahan lateks yang dilakukan di perusahaan tersebut hanya pengolahan
sheet dan tidak melakukan jenis pengolahan produk yang lain. Di perkuliahan
diajarkan mengenai pengolahan lateks menjadi beberapa produk seperti krep,
sheet, maupun lateks pekat.
Pengolahan lateks menjadi sheet di PTPN IX Kebun Ngobo melalui
beberapa tahapan seperti penerimaan lateks dari kebun ke pabrik, proses
pengenceran dan pembekuan, proses penggilingan, proses pengasapan atau
pengeringan, serta proses sortasi lalu dilakukan pengepresan dan
pembungkusan. Jenis sheet yang diproduksi merupakan jenis RSS (Ribbed
Smoked Sheet). Pengolahan RSS memiliki prinsip berupa mengubah bentuk
cair (lateks) menjadi benda padat berupa lembaran RSS yang terukur sesuai
standar.
Penentuan kadar karet kering (KKK) lateks kebun PTPN IX Kebun
Ngobo sekitar 18-25% dan penyaringan yang dilakukan menggunakan
saringan 15 mesh dengan penambahan amonia pada lateks sebesar 20%. Pada
tahap penerimaan lateks di pabrik dilakukan penyaringan dengan saringan 40
mesh. Kemudian dilakukan penyaringan yang kedua dengan ukuran saringan
60 mesh lalu diencerkan hingga kadar karet basah (KKB) mencapai 11-13%.
Kemudian ditambahkan asam semut (asam formiat) 1% lalu dibekukan selama
3 jam. Setelah itu dilakukan penggilingan dengan tebal lembaran 2,5-3 mm.
Kemudian dilakukan pengasapan dengan beberapa variasi suhu kamar asap
pada hari ke 1-3 suhu 40-55C, dan pada hari ke 4 dan 5 suhu 55-60C serta
di hari ke 6, sheet diturunkan. Setelah pengasapan dilakukan sortasi sesuai
mutu RSS dan kemudian dilakukan pengemasan.
Proses pengolahan sheet ini apabila dibandingkan dengan teori di
perkuliahan sudah hampir sama dan hanya berbeda sedikit. Di perkuliahan,
KKK lateks kebun berkisar antara 20-40% dan KKB pengenceran sekitar 12-
14% serta lama pembekuan selama 3-4 jam. Selain itu, ada tahap
dikeringanginkan selama 1-2 jam dan suhu pengasapan selisih 5C lebih
rendah dari yang ada di perusahaan. Di perusahaan tersebut pada proses
pengasapan di hari ke 6 dilakukan penurunan. Apabila dibandingkan dengan
teori Nazzarudin et al. (1992) dalam Rahardiansyah dkk (2014), proses
pengasapan dilakukan selama 5 hari dengan suhu yang berbeda-beda dan di
hari ke 6 sheet diturunkan untuk dilakukan proses sortasi. Dalam SNI 06-
2047-2002 pengenceran lateks hingga diperoleh KKB sebesar 15% dan
penambahan asam semut sebesar 10% serta lama penggumpalan (pembekuan)
selama 2-6 jam. Kemudian pada proses penggilingan, sheet digiling hingga
ketebalan 5 mm lalu digiling lagi hingga tebal 3 mm. Dari beberapa
perbandingan tersebut dapat dinyatakan bahwa pengolahan sheet di PTPN IX
Kebun Ngobo sudah cukup sesuai dengan teori dan standar yang telah
dijabarkan.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan prakikum Teknologi Hasil Pertanian yang telah dilakukan
dapat disimpukan bahwa :
1. Sektor perkebunan merupakan sub sektor pertanian yang menjadi salah satu
faktor yang dapat mendukung kegiatan perekonomian Indonesia. Salah satu
sektor perkebunan yang cukup besar potensinya dalam perekonomian
Indonesia adalah perkebunan karet.
2. Pengolahan lateks menjadi sheet di PTPN IX Kebun Ngobo melalui beberapa
tahapan seperti penerimaan lateks dari kebun ke pabrik, proses pengenceran
dan pembekuan, proses penggilingan, proses pengasapan atau pengeringan,
serta proses sortasi lalu dilakukan pengepresan dan pembungkusan.
DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Luas Tanaman Perkebunan Besar
Menurut Jenis Tanaman di Indonesia. Jakarta: BPS Indonesia.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2009. Ekspor Karet dalam Bentuk Remah Menurut
Negara Tujuan Utama, 2000-2013. Jakarta: BPS Indonesia.
Aguele, Felix Osarumhense., Justice Agbonayinma Idiaghe., dan Tochukwu Uzoma
Apugo-Nwosu. 2015. A Study of Quality Improvement of Natural Rubber
Products by Drying Methods. Journal of Materials Science and Chemical
Engineering, Vol.3 No.1 Hal : 7-12
Anwar, Chairil. 2006. Perkembangan pasar dan prospek agribisnis karet di Indonesia
. Prosiding Lokakarya Budidaya Tanaman Karet. Pusat penelitian Karet.

Asche F, Teveteras R. 1999. Modeling Production Risk With A Two-Step Prosedure.


Journal of Agricultural and Resource Economics Vol. 24 No.2 Hal:424-439.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah
Pengambangan Agribisnis Karet. Departemen Pertanian. Jakarta

Budiman S. 1976. Beberapa Aspek Penting Pada Pengolahan Karet Remah Dari
Bahan Baku Lump. Menara Perkebunan Vol. 44 No. 2 Hal: 111-121.
Cahyono, B. 2010.Cara Sukses Berkebun Karet. Cetakan Pertama. Pustaka Mina.
Jakarta
Diennazola, R., S. Utama, dan W. Listianingsih. 2012. Sadap Dengan Benar,
Produksi Optimal. Tabloid Agribisnis Agrina.Bogor

Goenadi, Didiek Hadjar., Achmad Suryana., Bambang Dradjat., Luqman


Erningpraja., dan Budiman Hutabarat. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Hirohata Nobuo and Fukuyo Kazuhiro. 2011. Comparative Study of Large-scale
Investment in Plantation in Least Developed Countries Applying the
Investment Profitability Analysis Model. International Journal of Innovation
and Management Vol. 1 No. 1
Indraty, I.S. 2005. Tanaman Karet Menyelamatkan Kehidupan dari Ancaman
Karbondioksida. Warta Penelitian dan Pengemabangan Pertanian. Vol. 27
No. 5 Hal: 10-12
Kasman. 2009. Pengembangan Perkebunan Karet Dalam Usaha Peningkatan
Ekonomi Daerah Dan Pendapatan Petani di Provinsi aceh. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol.10 No. 2 Hal : 250 266.
Kesumasari, Oka Iffata. 2013. Analisis Profitabilitas Pengusahaan Tanaman Karet di
PT. Perkebunan Nusantara (PERSERO) Kebun Ngobo Kabupaten Semarang.
Skripsi. Fakultas Pertanian.Univesritas Sebelas Maret Surakarta
Moreno, Rogrio Manoel Biagi., Mariselma Ferreira., Paulo de Souza Gonalves.,
dan Luiz Henrique Capparelli Mattoso. 2005. Technological properties of
latex and natural rubber of Hevea brasiliensis clones. Sci. Agric. (Piracicaba,
Braz.), Vol.62, No.2 Hal : .122-126
Nazarudin dan Paimin. 2006. Strategi Pemasaran dan Pengolahan Karet. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rahardiansyah, H., I. Taruna, S. Soekarno. 2014. Kajian Pengeringan Lateks dengan
Unit Pengering Bertenaga Listrik pada Pengolahan Karet (Heven
brassiliensis). Jurnal Agroteknologi Vol. 08 No.2Hal : 179-184.
Rahman, Nelly and Uhendi Haris. 2016. Rubber Downstream Industry Development
in Indonesia: Current Status, Opportunities and Challenges. Bogor Research
Center for Rubber Technology. Bogor.
Setiawan, D. H. dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setyamidjaja, D., 1999. Karet. Kanisius.Yogyakarta.

Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumatera Utara


Press, Medan.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Tim Penulis, PS. 1994. Karet : Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan
Pengolahan. Cetakan VI. Jakarta : Swadaya.
LAMPIRAN

A. PENGOLAHAN RSS RUBBER SMOKED SHEET)

1. Penerimaan Lateks

Gambar 10. Penerimaan Lateks

2. Proses Pembekuan
a) Pengenceran Asam Semut

Gambar 11. Pengenceran Asam semut


b) Proses Pembekuan

Gambar 12. Proses Pembekuan di Ruang Pembekuan


3. Proses Penggilingan

Gambar 13. Proses Penggilingan


4. Proses Pengasapan

Gambar 14. Proses Penataan Gambar 15. Penyalaan Api untuk


Bahan Pengasapan

Gambar 16. Penirisan dari Pengasapan

Proses Pengasapan di dan dari Ruang Pengasapan

Gambar 17. Proses Pengasapan di dan dari Ruang Pengasapan


5. Sortasi

Gambar 18. Hasil Sortasi

6. Sortasi, Pengepresan dan Pengebalan

Gambar 19. Proses Akhir Pengolahan Produksi Karet


LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
KUNJUNGAN KE PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)
KEBUN NGOBO, SEMARANG JAWA TENGAH

Disusun oleh:

NAMA : Yasinta Apsarina


NIM : H0915086

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

You might also like