Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.
Definisi hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Menurut data WHO tahun 2013, penderita hipertensi
hampir mencapai 1 milyar jiwa di seluruh dunia. Kematian akibat hipertensi diperkirakan 7,5 juta
jiwa setiap tahunnya. Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskedas) Departemen Kesehatan tahun 2013 mencapai sekitar 25,8%. Kementerian Kesehatan
(2013) juga menyatakan bahwa terjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari 7,6% tahun 2007
menjadi 9,5% pada tahun 2013. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran
pada usia >18 tahun sebesar 25,8%, sedangkan data penderita hipertensi di Kepulauan Riau
diketahui sebanyak 22,4%.1,2
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat
menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak
(menyebabkan stroke). Kematian akibat komplikasi hipertensi tercatat 9,4 juta setiap tahunnya;
45% kematian akibat sakit jantung dan 51% kematian akibat stroke disebabkan oleh hipertensi. Di
samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak
tersedia.1,2
Kemampuan pasien hipertensi agar tidak menjadikan penyakitnya semakin parah adalah
menjaga perilaku pola makan yang salah satunya melakukan diet rendah garam dengan membatasi
konsumsi natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau hipertensi, yang terdiri
dari diet Rg I, Rg II, dan Rg III (Almatsier, 2006).
Data World Hypertension League Brochure 2009 menyebutkan bahwa hipertensi lebih 1/3 dari
1,5 miliar jiwa di seluruh dunia akibat garam yang berlebihan adalah faktor utama dalam
meningkatkan tekanan darah. Pola konsumsi garam dalam diet menurut Badan Kesehatan Dunia
yaitu WHO merekomendasikan pola konsumsi natrium yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi adalah tidak lebih dari 2400 miligram natrium atau 6 gram garam perhari (Almatsier,
2008).
Konsumsi natrium yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan diluar sel
akan meningkat. Akibatnya natrium akan menarik keluar banyak cairan yang tersimpan dalam sel,
sehingga cairan tersebut memenuhi ruang diluar sel. Berjejalnya cairan diluar sel membuat volume
darah dalam sistem sirkulasi meningkat. Hal ini menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk
mengedarkan darah keseluruh tubuh dan menyebabkan tekanan darah meningkat sehingga
berdampak pada timbulnya hipertensi (Apriadji, 2007).
Namun demikian keberhasilan menjalankan diet rendah garam baik dirumah ataupun dirumah
sakit selama perawatan pada pasien hipertensi sangat dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan pasien
dalam menjalankan diet tersebut. Pada kenyataannya, kepatuhan akan diet rendah garam masih
sangat rendah. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi makanan yang asin
serta garam merupakan tambahan yang penting dalam suatu masakan karena garam akan membuat
masakan menjadi enak, jika tidak menggunakan garam masakan akan terasa hambar yang akan
berpengaruh pada selera makan. Berdasarkan survey awal yang saya lakukan bahwa lebih banyak
pasien rawat inap yang tidak mematuhi diet rendah garam yang diberikan, mereka lebih menyukai
dan lebih banyak mengkonsumsi makanan yang di bawa oleh keluarga dari pada makanan yang
diberikan dengan alasan tidak enak, tidak asin dan tidak berselera mengkosumsi makanan tersebut.
Kepatuhan akan diet yang diberikan sangat mempengaruhi kestabilan tekanan darah pasien
hipertensi. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Aris Sobirin bahwa hasil tabulasi silang
antara diet Natrium dengan kestabilan tekanan darah pada hipertensi primer menunjukan tekanan
darah stabil lebih banyak pada diet Natrium baik, sedangkan tekanan darah tidak stabil lebih
banyak pada responden yang diet natriumnya kurang baik (Sobirin.A, 2005).
2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Menurut WHO, hipertensi merupakan peningkatan sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan atau tekanan diastolik saama atau lebih besar 95 mmHg. Menurut JNC VII
berpendapat hipertensi adalah peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Menurut
Kementrian Kesehatan, hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari sama dengan
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang.3-6
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention (JNC VII)
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,
hipertensi derajat satu dan dua.7
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII.7
2.1.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:7,8
a) Hipertensi primer/Hipertensi esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan
kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang gerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadinya
pada sekitar 90% penderita hipertensi.
b) Hipertensi sekunder/Hipertensi non esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya
adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
2.1.4 Patogenesis
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan
darah tersebut adalah: 8
a) Faktor risiko seperti genetik.
b) Sistem saraf simpatis
Tonus simpatis
Variasi diurnal
c) Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi. Endotel pembuluh darah
berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstitium juga memberikan
kontribusi akhir.
d) Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan
aldosterone.
2.1.5 Faktor Risiko Hipertensi
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Genetis
Hipertensi seperti banyak kondisi kesehatan lain, terjadi dalam keluarga. Jika satu atau dua
orang dari orang tua atau saudara kandung menderita hipertensi peluang untuk mendita
hipertensi semakin besar. Penelitian menunjukkan bahwa 25% dari kasus hipertensi esensial
dalam keluarga mempunyai dasar genetis.
b. Usia
Hipertensi biasanya terjadi pada usia lebih tua. Pada usia antara 35 dan 65 tahun,
tekanan sistolik meningkat rata-rata sebanyak 20 mmHg dan terus meningkat setelah usia 70
tahun. Peningkatan risiko yang berkaitan dengan faktor usia ini sebagian besar menjelaskan
tentang hipertensi sistolik terisolasi dan dihubungkan dengan peningkatan peripheral vascular
resistence (hambatan aliran darah dalam pembuluh darah perifer) dalam arteri.
c. Jenis Kelamin
Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga puluhan, sedangkan wanita
sering mengalami hipertensi setelah menopause. Tekanan darah wanita, khususnya sistolik
meningkat lebih tajam sesuai usia. Setelah usia 55 tahun, wanita mempunyai risiko lebih tinggi
untuk menderita hipertensi. Salah satu penyebab terjadinya pola tersebut adalah perbedaan
hormon kedua jenis kelamin. Produksi hormon estrogen menurun saat menopause, wanita
kehilangan efek menguntungkannya sehingga tekanan darah meningkat.
d. Ras
Orang Afrika Amerika menunjukkan tingkat hipertensi lebih tinggi dibandingkan populasi
lain, dan cenderung berkembang lebih awal dan agresif. Hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor satu pada orang Afrika Amerika.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
a. Merokok
Peningkatan tekanan darah pada perokok terjadi karena nikotin yang dihisap atau dikunyah,
menyempitkan pembuluh darah sehingga memaksa jantung untuk bekerja lebih keras. Sebagai
hasilnya kecepatan jantung dan pembuluh darah meningkat.
b. Obesitas
Kelebihan berat badan dan hipertensi sering berjalan beriringan, karena tambahan beberapa
kilogram membuat jantung bekerja lebih keras. Obesitas dinyatakan bila berta badan lebih dari
20% berat badan ideal. Orang dengan kelebihan lemak diatas pinggul lebih berisiko terkena
hipertensi.
c. Kurang Olahraga
Dibandingkan dengan mereka yang aktif secar fisik, orang yang sering duduk secara signifikan
lebih mengkin mengalami hipertensi dan serangan jantung. Keuntungan kardiovaskular dari
olahraga adalah menurunkan berat badan, meningkatkan level LDL, dan menurunkan
trigliserida (lemak dari makanan yang menjadi bagian dari sirkulasi darah dalam aliran darah).
d. Kafein
Kebanyakan penelitian tidak menunjukkan indikasi yang jelas bahwa asupan kafein dalam
jumlah normal (< 100 mg/hari) menyebabkan hipertensi.
e. Penggunaan Alkohol
Banyak penelitian yang menghubungkan asupan alkohol dengan hipertensi. Minum alkohol
secara berlebihan, yaitu tiga kali atau lebih dalam sehari merupakan faktor penyebab 7% kasus
hipertensi.
f. Stress
Stress memainkan peranan dalam hipertensi. Bila level stress menurun maka tekanan darah
juga akan menurun.
g. Kelebihan Garam
Badan Kesehatan Dunia yaitu WHO merekomendasikan pola konsumsi natrium yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi adalah tidak lebih dari 2400 miligram natrium atau 6
gram garam perhari (Almatsier, 2008). Hampir 50% orang yang memiliki hipertensi sensitif
terhadap garam, yang berarti terlalu banyak mengkonsumsi garam langsung menaikkan
tekanan darah mereka (Casey dan Benson, 2012).
Pengaturan masukan garam merupakan metode pengendalian hipertensi yang penting di
samping obat antihipertensi. Untuk mengatasi pengaturan masukan garam dalam pengendalian
hipertensi maka dibutuhkan keseriusan dan kesanggupan dalam menjalankan diet Rendah
Garam, kepatuhan akan diet sangat berpengaruh pada kestabilan tekanan darah pada pasien
hipertensi.
2.2 Diet Rendah Garam
Diet rendah garam adalah garam natrium seperti yang terdapat di dalam garam dapur (NaCl),
soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoate, dan vetsin (mono natrium glutamate).
Dalam keadaan normal jumlah natrium yang dikeluarkan tubuh melalui urin sama dengan
jumlah yang dikonsumsi, sehingga terdapat keseimbangan.
Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan sehingga tidak ada
penetapan kebutuhan natrium sehari. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam
dapur hingga 6 gram sehari ekivalen dengan 2400 mg Na. Asupan natrium yang berlebihan
terutama dalam bentuk natrium klorida, dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan
tubuh, sehingga menyebabkan edema atau asites dan atau hipertensi.
Tujuan dari diet rendah garam adalah membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam
jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Syarat diet rendah garam
adalah cukup energy, protein, mineral dan vitamin, bentuk makanan sesuai denga keadaan
penyakit, jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air atau
hipertensi (Almatsier, 2006).
Almatsier (2006) membagi diet rendah garam menjadi:
1. Diet rendah garam I (200-400 mg Na)
Diet rendah garam I diberikan kepada pasien dengan edema, asites atau hipertensi berat. Pada
pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari makanan yang tinggi kadar
natriumnya.
2. Diet rendah garam II (600-800 mg Na)
Diit rendah garam II diberikan kepada pasien dengan edema, asites atau hipertensi tidak terlalu
berat. Pemberian makanan sehari sama dengan diit rendah garam I. Pada pengolahan
makanannya menggunakan sendok teh garam dapur atau 2 gram. Dihindari bahan makanan
yang tinggi kadar natriumnya.
3. Diet rendah garam III (1000-1200 mg Na)
Diit rendah garam III diberikan pada pasien dengan edema atau penderita hipertensi ringan.
Pemberian makanan sehari sama dengan diet garam rendah 1. Pada pengolahan makanannya
mengunakan 1 sendok teh atau 4 gram garam dapur.
Pengurangan penggunaan garam yang dimaksud bukanlah dilaksanakan pada semua jenis
garam, namun pengurangan yang ada lebih kepada maksud pembatasan jumlah garam atau
natrium klorida (NaCl) dalam makanan selain penyedap masakan (monosodium glutamat =
MSG), serta sodium karbonat. Sangat dianjurkan pada pelaku diet ini untuk mengonsumsi
garam dapur (garam yang mengandung iodium) tidak lebih daripada 6 gram per hari atau setara
dengan satu sendok teh. Untuk memudahkan diet ini cobalah untuk :
1. Tidak meletakkan garam di atas meja makan.
2. Pilihlah sayuran yang segar. Makanan yang terdapat di kemasan kaleng banyak
mengandung garam. Jika pun mau tidak mau harus mengonsumsi sayuran kaleng maka cuci
bersih sayuran dengan air sebelum dikonsumsi untuk mengurangi kandungan garam yang
melekat di sayuran tersebut.
3. Pilihlah buah yang segar, karena umumnya buah-buah yang segar memiliki kandungan
rendah natrium namun kaya akan kandungan kalium.
4. Menambahkan rasa di makanan dengan bumbu atau rempah lainnya seperti bawang putih,
bawang merah, jahe, kunyit, salam, gula, atau cuka selain garam.
5. Untuk makanan camilan pilihlah kacang, biskuit, dan makanan camilan lainnya yang tidak
mengandung banyak garam.
Hindarilah penggunaan saus tomat, terasi, petis, MSG, tauco pada makanan yang akan anda
konsumsi (Sapardan, 2009).
2.3 Hubungan Diet Rendah Garam dengan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Kepatuhan diet rendah garam berpengaruh pada kestabilan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Pasien yang secara teratur mematuhi diet rendah garam yang diberikan oleh pihak
rumah sakit dengan hanya mengkonsumsi makanan yang diberikan dan menghabiskan
makanan tersebut cenderung terjaga kestabilan tekanan darahnya dibandingkan dengan pasien
yang tidak mematuhi secara teratur diet rendah garam dengan sama sekali tidak mengkonsumsi
makanan yang diberikan atau mengkonsumsi makanan yang diberikan juga mengkonsumsi
makanan dari luar. Hal ini dapat terlihat dari asupan natrium pasien sesuai atau tidaknya
dengan tingkat retensi garam atau hipertensi. Pasien yang menjalani diet Rendah Garam I
dengan tekanan darah 180 / 110 mmHg asupan natriumnya maksimal 400 mg Na/hari,
diet Rendah Garam II dengan tekanan darah 160-179/100-109 mmHg asupan natriumnya
maksimal 800 mg Na/hari dan diet Rendah Garam III dengan tekanan darah 140-159/90-99
mmHg asupan natriumnya maksimal 1200 mg Na/hari (Almatsier, 2006)
Konsumsi natrium yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan diluar sel
akan meningkat. Akibatnya natrium akan menarik keluar banyak cairan yang tersimpan dalam
sel, sehingga cairan tersebut memenuhi ruang diluar sel. Berjejalnya cairan diluar sel membuat
volume darah dalam sistem sirkulasi meningkat. Hal ini menyebabkan jantung bekerja lebih
keras untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh dan menyebabkan tekanan darah meningkat
sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Apriadji, 2007).
Pasien yang secara teratur mematuhi diet rendah garam cenderung terjaga kestabilan tekanan
darahnya dibandingkan dengan pasien yang tidak mematuhi secara teratur diet rendah garam
tersebut. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Aris Sobirin bahwa hasil tabulasi silang
antara diet Natrium dengan kestabilan tekanan darah pada hipertensi primer menunjukan
tekanan darah stabil lebih banyak pada diet Natrium baik, sedangkan tekanan darah tidak stabil
lebih banyak pada responden yang diet natriumnya kurang baik (Sobirin. A, 2005).
Dr. Gregg C. Fonarow, profesor Kardiologi di Universitas Carolina, Los Angeles, setuju bahwa
garam dapat berperan di dalam resistensi hipertensi. Penelitian ini sangat menarik karena
menunjukkan bahwa pasien hipertensi resisten, dengan diet rendah garam yang dilakukan dan
dikonsumsi secara teratur memiliki pengaruh besar di dalam menurunkan tekanan darahnya
dengan cara mengurangi retensi atau penumpukan cairan di intravaskuler dan memperbaiki
fungsi vaskularisasi atau pembuluh darah (Sapardan, 2012).
2.4.Pengetahuan
2.4.1.Konsep Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian
besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera
penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas yang
berbeda-beda (Notoatmodjo,2010).
2.4.2.Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu:
a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan
yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba dengan
kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan
seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut
metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba-salah coba-coba.
b. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan- kebiasaan dan tradisi-tradisi
yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau
tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi
berikutnya, dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau
kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli- ahli ilmu
pengetahuan. Prinsip ini adalah, orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang
yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik
berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena
orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa yang dikemukakannya adalah
benar.
c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah, pepatah ini mengandung maksud
bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu
cara untuk memperoleh pengetahuan.
d. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari
sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan
jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
e. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah.
Cara ini disebut "metode penelitian ilmiah", atau lebih popular disebut metodologi penelitian
(research methodology).
2.4.3.Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
terbuka (overt behavior). Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6
tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu (Notoatmodjo,2010).
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat
menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat meng-interpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo,2010). Orang yang telah paham terhadap objek
atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Fitriani, 2011).
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan
atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Contohnya orang
yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana
saja (Notoatmodjo,2010).
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian
mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek
yang diketahui.Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis
adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
objek tersebut (Notoatmodjo, 2010).
5. Sintetis (synthesis)
Sintetis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk meletakkan dan merangkum dalam
suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki dengan kata
lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang telah ada (Notoatmodjo, 2010). Misalnya dapat menyusun, meringkas, merencanakan,
dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada (Fitriani, 2011).
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2010)
2.4.4.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1. Pengalaman
Dipengaruhi dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang
diperolehi dapat memperluaskan pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2005).
2. Umur
Pertambahan umur seseorang akan menyebabkan proses perkembangan mentalnya semakin
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental
ini tidak secepat seperti ketika berusia belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang banyak
dipengaruhi oleh umur. Dari uraian dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya umur
seseorang, akan mempengaruhi pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi
pada satu umur tertentu atau pada menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau
mengingat suatu pengetahuan berkurang (Notoatmodjo, 2005).
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang dapat memperluas pengetahuan dan wawasan seseorang. Secara
umumnya, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi, akan mempunyai pengetahuan yang
lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih
rendah (Notoatmodjo, 2005)
4. Keyakinan
Keyakinan biasanya diperoleh secara turun menurun dan tanpa ada pembuktian terlebih dahulu.
Keyakinan ini biasanya akan mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik dari segi positifnya
maupun yang negatifnya (Notoatmodjo, 2005).
5. Sumber Informasi
Sumber informasi yang baik akan meningkatkan pengetahuan seseorang meskipun seseorang
itu memiliki pendidikan yang rendah. Sumber informasi dimasa sekarang sangat banyak
antaranya termasuklah radio, televisi, majalah, koran dan buku (Notoatmodjo, 2005).
6. Penghasilan
Sebenarnya penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap tingkat pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang mempunyai penghasilan yang cukup besar, maka beliau akan mampu
untuk menyediakan fasilitas-fasilitas sumber informasi (Notoatmodjo, 2005).
2.4.5.Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan
skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
1) Baik : hasil presentase 76-100%
2) Cukup : hasil presentase 56-75%
3) Kurang : hasil presentase< 56% (Dewi dan Wawan, 2011).
2.5 Kerangka Teori
Jenis Kelamin
Merokok
Menopause
Usia
Nikotin
Aktivitas HDL
Fisik
Kejadian
Hipertensi
Kejadian
Obesitas
Pengetahuan
Diet Rendah Kadar
Garam Natrium
2.5 Kerangka Konsep
Pengetahuan Diet
Rendah Garam
Jenis Kelamin
Kejadian Hipertensi
Merokok
Kejadian Obesitas
BAB III
Metedologi Penelitian
3.4 Populasi
3.4.1 Populasi Target
Semua pasien dengan usia 56-65 tahun di wilayah Puskesmas Batu 10.
3.4.2 Populasi Terjangkau
Semua pasien dengan usia 56-65 tahun di wilayah Puskesmas Batu 10 pada Oktober
2017.
3.5 Kriteria
3.5.1 Kriteria inklusi
Semua pasien berusia 56-65 tahun yang datang berobat di wilayah Puskesmas Batu
10pada bulan Oktober 2017 dan bersedia mengikuti penelitian.
Keterangan:
n1 = jumlah sampel minimal
n2 = jumlah sampel ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen
responden yang mungkin drop out)
z = nilai konversi pada tabel kurva normal, dengan nilai = 5% didapatkan
z pada kurva normal = 1,96
p = Proporsi variabel yang ingin diteliti, yaitu hipertensi di Kepulauan Riau
pada tahun 2013, sebesar 22,4% , sehingga p = 22,4% = 0,224
q = 100%-p = 100% - 22,4% = 77,6% = 0,776
L = Derajat kesalahan yang masih dapat diterima sebesar 10%
Berdasarkan rumus diatas, didapatkan angka:
(0,1)2
n1 = 66,776
Untuk menjaga adanya kemungkinan subyek penelitian yang drop out, maka dihitung:
Jenis kelamin
Kejadian obesitas
Riwayat Merokok
Data disusun dalam bentuk laporan penelitian yang selanjutnya akan dipresentasikan dihadapan
staf Puskesmas Batu 10.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari
atau sama dengan 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik lebih dari atau sama
dengan 90 mmHg dengan menggunakan manset yang diletakan di lengan atas dimana
orang yang diperiksa berada dalam posisi duduk dengan posisi lengan yang akan
diperiksa berada di atas meja dan setelah beristirahat minimal 15 menit. Pengukuran
dilakukan selama 2 kali dengan selang waktu 5 menit.
Cara ukur : Mengukur tekanan darah
Alat ukur : Sphygmomanometer + stetoskop
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur :
Kategori Tekanan Darah Koding
3.10.6 Merokok
Merupakan sebuah kegiatan menghisap tembakau dalam bentuk rokok ataupun pipa.
Cara ukur : Mengisi kuesioner
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur :
Kategori Jumlah Rokok per Hari Koding
Bukan perokok 0 1
Perokok ringan <10 2
Perokok sedang 10-20 3
Perokok berat >20 4