You are on page 1of 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan tuntunanNya saya
dapat menyelesaikan refrat yang berjudul “ Hubungan Diabetes Mellitus dengan
Periodontitis”.

Pada kesempatan ini, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Drg.
Johannes Dhartono, MM dan Drg. Anna Maria yang telah memberi bimbingan
dan masukan dalam proses penyusunan refrat ini. Juga tak lupa terima kasih
kepada Ekel dan teman- teman Ko- ass atas semua dukungan yang diberikan.

Adapun tujuan dari pembuatan refrat ini untuk memenuhi tugas kepaniteraan Ilmu
Penyakit Gigi dan Mulut di Rumah Sakit Harapan Depok periode 20 Maret – 23
Mei 2009. Selain itu juga bertujuan untuk menambah wawasan dan informasi bagi
kita semua mengenai “ Hubungan Diabetes Mellitus dengan Periodontitis”.

Seperti ada pepatah “ Tak ada gading yang tak retak”, oleh karena itu semua
kritikan dan saran yang membangun sangat saya harapkan.

Akhir kata, semoga refrat ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Jakarta, 30 April 2009


Penulis

(Maryati Ester Henny)

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATAPENGANTAR……………………………………………………… ….….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………....ii
BAB I PENDAHULUAN………………….……………………………….
………….….1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II. 1.DIABETES MELLITUS
Definisi…………………………………………………………………….3
Etiologi…………………………………………………………………….4
Tanda dan Gejala………………………………………………………….7
Diagnosis…………………………………………………………………10
Terapi……………………………………………………….……………11
II. 2.PERIODONTITIS
Definisi…………………………………………………………………...11
Etiologi…………………………………………………………………...11
Gejala………………………………………………………………...…..14
Diagnosis………………………………………………………………....14
Terapi…………………………………………………………………….14
Pencegahan………………………………………………………….…. 15
II.3.HUBUNGAN DIABETES MELLITUS DENGAN PERIODONTITIS
Peranan DM pada Penyakit Periodontal………………….……………...16
Patogenesis DM pada Penyakit Periodontal……………………….…… 17
Manifestasi Oral pada DM disertai periodontitis……………..…….........18
BAB III.
KESIMPULAN………………………………………………………………..…19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………20
ii
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes merupakan penyakit yang mempermudah terjadinya infeksi di rongga


mulut dan pada akhirnya akan memperparah kondisi yang ada. Diabetes
meningkatkan resiko terjadinya gangguan pada jaringan penyangga gigi. Menurut
data dari US Centers for Disease Control and Prevention, hampir sepertiga
penderita diabetes mengalami periodontitis parah. Hubungan timbal balik antara
diabetes dan periodontitis menyebabkan penanganan menjadi lebih sulit. Diabetes
menyebabkan berkurangnya sirkulasi darah dan mengurangi nutrisi pada daerah
yang memerlukannya sehingga penyembuhannya lebih lambat. Diabetes juga
seringkali menyebabkan produksi ludah menurun sehingga mulut menjadi kering
dan juga mempercepat kerusakan tulang pada periodontitis. Sebaliknya, adanya
periodontitis juga membuat kontrol gula dalam darah semakin sulit dan dapat
menyebabkan komplikasi diabetes pada jantung dan ginjal.
Klasifikasi etiologi Diabetes Mellitus American Diabetes Association (1997)
sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah: ( 9 )
1. Diabetes mellitus tipe I
2. Diabetes mellitus tipe II
3. Diabetes mellitus tipe lain
4. Diabetes mellitus gestasional
Beberapa tanda diabetes pada rongga mulut yang mudah dikenali adalah adanya
keradangan parah pada jaringan mulut, abses akut pada gusi serta jaringan
penyangga, dan kadang dapat dijumpai adanya jamur (candidiasis) yang berwarna
keputihan.
Keringnya mulut pada penderita diabetes merupakan efek samping obat. Mulut
yang kering meningkatkan resiko lubang pada gigi, dan sariawan. Berbagai cara
dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan produksi kelenjar ludah.
1
Mengunyah permen karet bebas gula merupakan cara yang paling mudah untuk
meningkatkan produksi ludah. Berbagai produk lain seperti pelembab, pasta gigi
spesial dan obat kumur khusus untuk mulut yang kering dapat membantu
mengatasi kondisi ini.
Bagi penderita diabetes mellitus dianjurkan melakukan pembersihan karang gigi
dan perawatan periodontitis sebagai usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan
mulut. Mengingat karang gigi seringkali menyebabkan kerusakan tulang
penyangga, gigi goyang dan bau mulut. Karang gigi juga menyebabkan gigi
menjadi sensitif karena akar gigi tidak tertutup gusi lagi. Pembersihan karang gigi
sebaiknya dilakukan secara rutin setiap 6 bulan - 1 tahun sekali untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 DIABETES MELLITUS

DEFINISI
Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani διαβαίνειν, diabaínein, "tembus" atau
"pancuran air", dan kata Latin mellitus, "rasa manis") yang umum dikenal sebagai
kencing manis. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa
(gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara adekuat. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi,
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa
adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140
mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula
maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat
secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang
yang tidak aktif. (10)

Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama
yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat.
Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan
energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah
setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin
sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan
menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan
aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan
glukosa untuk energi. ( 4)
3
ETIOLOGI
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan
respon yang tepat terhadap insulin. ( 4)

Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin,


IDDM) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin.
Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para
ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan ( mungkin berupa infeksi virus atau
faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal ) menyebabkan sistem
kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal
ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil
insulin (sel beta) pada pulau- pulau Langerhans mengalami kerusakan permanen.

4
Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan
insulin secara teratur.Sampai saat ini diabetes tipe I tidak dapat dicegah. Diet dan
olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe I.
Kebanyakan penderita diabetes tipe I memiliki kesehatan dan berat badan yang
baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons
tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama
pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe I
adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas.
Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat
ini, diabetes tipe I hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan
pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor
pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe I, bahkan untuk tahap paling awal
sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetik
ketoasidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga).
Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian
insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24
jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta
dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".(4)

Perawatan diabetes tipe I harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan


mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup,
perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan
dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe I harus sedekat
mungkin ke angka normal ( 80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter
menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl ( 7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah. seperti "frequent hypoglycemic
events".
5
Angka di atas 200 mg/dl ( 10 mmol/l ) seringkali diikuti dengan rasa tidak
nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.
Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan
secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang
rendah, yang disebut hypoglycemia, dapat menyebabkan kejang atau seringnya
kehilangan kesadaran. (4)

Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin,
NIDDM), Terjadi karena kombinasi dari "kecacatan dalam produksi insulin" dan
"resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap
insulin"(adanya defek respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor
insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah
berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya
kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan
berbagai cara dan Obat Anti Diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas
terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin
parah penyakit, sekresi insulinpun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin
kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan
mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral ( fat concentrated
around the waist in relation to abdominal organs, not it seems, subcutaneous fat)
diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin,
mungkin dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( kelompok hormon)
itu merusak toleransi glukosa. (4)

Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi
setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas, 80-90%
penderita mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.

6
Pada penderita diabetes tipe II, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan
dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian
tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon
penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan
untuk diberikan. (4)

Pada diabetes tipe lain dapat disebabkan :


● Defek genetik fungsi sel beta
● Defek genetik kerja insulin
● Penyakit eksokrin pankreas ( pankreatitis, pankreatektomi)
● Endokrinopati: akromegali, sindrom Cushing dan hipertiroidisme
● Karena obat/ zat kimia
● Infeksi: rubella congenital, sitomegalovirus
● Penyebab imunologi yang jarang: antibody antiinsulin
● Sindrom genetik lain yang berhubungan dengan DM : sindrom Down, sindrom
Klinefelter.

TANDA DAN GEJALA


Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM yaitu dilihat
langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula
dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan urine penderita kencing manis
yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti
semut.
Penderita DM umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun
tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak ( Polyuria )
2. Sering atau cepat merasa haus/ dahaga ( Polydipsia )
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak ( Polyphagia )
4. Frekwensi urine meningkat/ kencing terus ( Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
7
6. Kesemutan/ mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/ tergores ( korengan ) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan,
terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe I.

Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe II, umumnya mereka tidak
mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui
telah menderita kencing manis.

Gejala Klinis DM dalam rongga mulut

1. Candidiasis

Disebabkan oleh jamur Candida Albicans yang pertumbuhannya lebih dari


normal. Pada DM tidak terkontrol terjadi gangguan keseimbangan
pertumbuhan flora normal dalam mulut sehingga pertumbuhannya
berlebih.

2. Xerostomia

Mulut kering sehingga mulut terasa terbakar. Ini merupakan akibat


gangguan sekresi saliva, dimana saliva berperan menjaga kelembaban
jaringan lunak dalam mulut ( oral mukosa).

3. Gingiva mudah berdarah

8
4. Spacing

5. Gigi goyang, karena resopsi tulang alveolar.

6. Resopsi tulang alveolar

7. Banyak calculus

8. Abses periodontal

9. Denture sore mouth

Manifestasi Oral Pada Diabetes yang Tidak Terkontrol:


- Cheilosis ( sudut bibir kering dan pecah-pecah).
- Burning sensation ( rasa panas & terbakar pada mukosa)  ada atrofi
papil.
- Bibir kering dan pecah-pecah.
- Aliran saliva berkurang.
- Perubahan microflora dalam rongga mulut. Yang paling besar terjadi
perubahan yaitu; candida (dominan karena terjadi peningkatan kadar gula
dlm saliva), Staphylococcus & Streptococcus hemolitik.
- Nafas pasien berbau aseton ( terutama nafas melalui mulut )
- Indeks karies tinggi.
- Perubahan pola erupsi gigi.
- Jika gigi dilakukan perkusi untuk pemeriksaan akan bertambah
sensitivitasnya (terasa ngilu) karena terjadi kelemahan pada jaringan
periodontal sebagai jaringan penyangga gigi.
- Enamel / email gigi mengelupas (hipoplasia enamel)  klinis ada bercak-
bercak putih pada email.  karena pembentukan dan penyerapan kalsium
tidak sempurna.

9
Manifestasi Oral Pada Diabetes yang Terkontrol
- respon jaringan normal
- insidensi karies normal
- mekanisme pertahanan normal
- pola erupsi gigi normal

DIAGNOSIS
Kadar Gula Dalam Darah Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 -
150 mg/ dL { millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l
{milligrams/ deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja mengalami peningkatan setelah makan
dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur.

Seseorang dikatakan mengalami hiperglikemia apabila kadar gula dalam darah


jauh diatas nilai normal, sedangkan hipoglikemia adalah suatu kondisi dimana
seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa
mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam
setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan
gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa
diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200
mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.

Banyak alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli
dibanyak tempat penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ
Group, Accurate, OneTouch UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa
Diabetes Mellitus, ada baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya.

10
TERAPI
Penderita diabetes tipe I umumnya menjalani pengobatan terapi insulin (Lantus/
Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu
adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu
makanan (diet).

Pada penderita diabetes mellitus tipe II, penatalaksanaan pengobatan dan


penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai
kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan
mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil
yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian
suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar
gula darah.

I. 2 PERIODONTITIS

DEFINISI

Periodontitis (piore) terjadi jika gingivitis menyebar ke struktur penyangga gigi.


Periodontitis merupakan salah satu penyebab utama lepasnya gigi pada dewasa
dan merupakan penyebab utama lepasnya gigi pada lanjut usia.

ETIOLOGI

Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan


bahwaetiologi penyakit periodontal dapat dikelompokkan dalam dua kelompok
yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal dan faktor sistemik sangat erat
hubungannya dan berperan sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan
periodontal. Umumnya, penyebab utama penyakit periodontal adalah faktor lokal.
Keadaan ini dapat diperberat oleh keadaan sistemik yang kurang menguntungkan,
yang memungkinkan terjadinya keadaan yang progresif.

11
II. Lokal.
Disebabkan hanya oleh kelainan dalam mulut. Dibagi menjadi:
1. Faktor iritasi.
Merupakan faktor yang sangat berperan dalam timbulnya proses
peradangan atau masuknya iritan ke jaringan, yang disebabkan oleh :
- faktor inisiasi, oleh plak bakteri
- faktor predisposisi, faktor yg mempermudah berkumpulnya plak.
Contohnya : kalkulus.
Hanya faktor iritasi yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan.

2. Fungsional.
Faktor yang menyebabkan kerusakan jaringan periodontal karena
terjadinya trauma from occlusion. Contohnya : bruksism, premature
contact, hambatan oklusi.
Faktor ini yang mendukung terjadinya kerusakan jaringan periodontal.
Trauma occlusion tidak menyebabkan peradangan tapi menyebabkan
kerusakan Attachment apparatus jaringan periodontal. Kerusakan
oklusi ini disebabkan karena faktor degeneratif.

III. Sistemik
1. Modifying primer (tidak ada peran faktor iritasi).
Contoh : orang yang diterapi dengan Dilantin  terjadi pembesaran
gingiva, karena efek dari terapi.
2. Modifying sekunder (ada peran faktor iritasi).
Contoh : pada wanita hamil terdapat epulis gravidarum yang disertai
oleh faktor iritasi karena Oral hygiene (OH) buruk.

12
Faktor yang berhubungan dengan Sistemik :
1. Faktor Nutrisi
Contoh Defisiensi Vitamin C
2. Hormonal.
Contoh : penyakit Diabetes melitus
3. Hematologi.
Contoh: Leukemia

Terlihat adanya hubungan yang erat antara faktor lokal dan faktor sistemik, yaitu
penyakit diabetes mellitus dapat mengakibatkan meningkatnya insiden karies
dentis dan memperberat gingivitis maupun penyakit periodontal. Sebaliknya
infeksi gigi dan jaringan sekitarnya dapat mempengaruhi stabilitas kadar gula
darah.
Pernah dilaporkan bahwa destruksi jaringan periodontal pada penderita diabetes
mellitus lebih parah dibandingkan dengan yang bukan penderita diabetes mellitus.
Sebagian besar periodontitis merupakan akibat dari penumpukan plak dan karang
gigi (tartar) diantara gigi dan gusi. Akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi
dan meluas ke bawah diantara akar gigi dan tulang dibawahnya.

Kantong ini mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan bebas oksigen, yang
mempermudah pertumbuhan bakteri. Jika keadaan ini terus berlanjut, pada
akhirnya banyak tulang rahang di dekat kantong yang dirusak sehingga gigi lepas.

Kecepatan tumbuhnya periodontitis berbeda pada orang-orang yang memiliki


jumlah tartar yang sama. Hal ini mungkin karena plak dari masing-masing orang
tersebut mengandung jenis dan jumlah bakteri yang berbeda, dan karena respon
yang berbeda terhadap bakteri.

13
Beberapa keadaan medis yang bisa mempermudah terjadinya periodontitis:
- diabetes melitus
- sindroma Down
- penyakit Crohn
- kekurangan sel darah putih
- AIDS.

GEJALA
Gejala-gejala dari periodontitis adalah:
- perdarahan gusi
- perubahan warna gusi
- bau mulut (halitosis).

DIAGNOSA

Pada pemeriksaan mulut dan gigi, gusi tampak bengkak dan berwarna merah
keunguan. Akan tampak endapan plak atau karang di dasar gigi disertai kantong
yang melebar di gusi. Dokter gigi akan mengukur kedalaman kantong dalam gusi
dengan suatu alat tipis dan dilakukan rontgen gigi untuk mengetahui jumlah
tulang yang keropos. Semakin banyak tulang yang keropos, maka gigi akan lepas
dan berubah posisinya. Gigi depan seringkali menjadi miring ke luar. Periodontitis
biasanya tidak menimbulkan nyeri kecuali jika gigi sangat longgar sehingga ikut
bergerak ketika mengunyah atau jika terbentuk abses (pengumpulan nanah).

TERAPI

Seorang dokter gigi bisa membersihkan kantong sampai kedalaman 0,5 cm


dengan alat khusus, yang dapat membuang seluruh karang gigi dan permukaan
akar gigi yang sakit untuk kantong yang dalamnya mencapai 0,6 cm atau lebih,
seringkali diperlukan pembedahan.
14
Seorang dokter gigi juga dapat mengangkat sebagian gusi yang terpisah sehingga
gusi yang tertinggal bisa direkatkan lagi dengan lebih erat ke gigi dan penderita
bisa membersihkan plaknya di rumah. Jika terbentuk abses, diberikan antibiotik.
Ke dalam kantong yang dalam bisa dimasukkan filamen yang mengandung
antibiotik sehingga obat bisa mencapai daerah yang sakit dalam konsentrasi yang
tinggi. Abses periodontal menyebabkan serangan pengrusakan tulang, tetapi
pengobatan segera dengan pembedahan dan antibiotik memungkinkan tulang yang
rusak untuk tumbuh kembali.
Jika setelah pembedahan timbul luka terbuka di mulut, diberikan obat kumur
klorheksidin selama 1 menit, 2 kali/hari untuk sementara waktu, menggantikan
gosok gigi dan pemakaian benang gigi.

PENCEGAHAN
Pencegahan terbaik adalah menjaga kebersihan mulut dan gigi. Pengobatan dan
pencegahan gingivitis dapat mengurangi resiko terjadinya periodontitis. Sebagian
besar periodontitis merupakan akibat dari penumpukan plak dan karang gigi
(tartar) diantara gigi dan gusi. Akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi dan
meluas ke bawah diantara akar gigi dan tulang dibawahnya.
Kantong ini mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan bebas oksigen, yang
mempermudah pertumbuhan bakteri. Jika keadaan ini terus berlanjut, pada
akhirnya banyak tulang rahang di dekat kantong yang dirusak sehingga gigi lepas.
Kecepatan tumbuhnya periodontitis berbeda pada orang-orang yang memiliki
jumlah tartar yang sama. Hal ini mungkin karena plak dari masing-masing orang
tersebut mengandung jenis dan jumlah bakteri yang berbeda, dan karena respon
yang berbeda terhadap bakteri.

15
II. 3 HUBUNGAN DIABETES MELLITUS DENGAN PERIODONTITIS

PERANAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS PADA PENYAKIT


Manifestasi  jaringan  periodontal  dari  penyakit  sistemik  bervariasi  tergantung
penyakit  spesifik,  respons  individual  dan  faktor-faktor  lokal  yang  ada. 
Faktor-faktorsi stemik terlibat dalam etiologi penyakit periodontal dengan saling
hubungannya dengan faktor  lokal.  Secara  umum  diterima  bahwa  faktor-faktor 
sistemik  saja  tidak dapat menyebabkan  respons  inflamasi  pada  gingiva.  Akan 
tetapi  faktor  sistemik ini dapat berperan  dalam  etiologi  tersebut  dengan 
menurunkan  resistensi  jaringan periodontal, membuat lebih rentan terhadap
faktor-faktorlokal.
Loe, tahun 1993 menyatakan bahwa penyakit periodontal merupakan
komplikasi ke-enam. Penelitian lain  melaporkan  hanya DM yang merupakan
penyakit sistemik yang secara positif berhubungan dengan attachment loss (Odds
Ratio=2,32). Sebetulnya pada tahun tahun 1970 telah ada laporan hasil penelitian
longitudinal selama 2 tahun yang memperoleh kesimpulan bahwa skor penyakit
gingival dan periodontal lebih tinggi secara signifikans pada pasien diabetik
dibandingnya non-diabetik. Studi populasi terbesar dilakukan di Arizona pada
penduduk Indian Pima yang memeriksa 1.342 responden.

Studi ini menemukan responden dengan diabetes mellitus tipe 2 mempunyai risiko
2,81 (95% Confidence Interval 1,91-4,13) untuk mengalami periodontitis
destruktif dengan menggunakan ukuran attachment loss dan risiko sebesar (3,43
(95% Confidence Interval : 2,28-5,16) jika menggunakan ukuran bone-loss.  

16
PATOGENESIS DIABETES MELLITUS PADA PENYAKIT
PERIODONTAL

Beberapa  pakar  mengusulkan  peranan  beberapa  faktor  untuk 


menjelaskan lebih parahnya penyakit periodontal pada pasien diabetik. Studi awal
menemukan membrane basalis kapiler gingiva lebih lebar pada diabetik
dibandingkan non-diabetik. Perbedaan yang ditemukan pada membrana dasar
diabetik meliputi penebalan deposit periendotelial dan  perubahan  pada 
lebarnya.  Perubahan  ini  berperanan pada perubahan nutrisi dan penyembuhan
jaringan.Studi lain mengusulkan kerusakan kemotaksis neutrofil pada diabetik 
akan membuat pasien  tersebut  rentan  terhadap  infeksi,  termasuk  infeksi
Mikroflora yang dominan pada lesi periodontal pasien diabetik tipe II. Ada 
berbagai mekanisme yang dapat menjelaskan terjadinya kerentanan penderita DM
untuk menderita penyakit  periodontal,  yang  meliputi  : 

1)  Perubahan  vaskular.  Terjadi  penebalan membrana basalis dari dinding


vaskular sehingga  akan mengurangi  migrasi leukosit, difusi oksigen dan
eliminasi sampah metabolit yang bertambah intensitas nya sesuai dengan
kontrol metabolik dan durasi yang lama dari penyakit diabetesnya sendiri.

2) Perubahan mikroflora terjadi karena pada penderita diabetik, daerah sulkus


gingivanya akan  tercipta lingkungan yang baik untuk berkembang-biaknya
berbagai mikroba.

3) Disfungsi  neutrofil,  melalui  terjadinya  depresi  kemotaksis  maupun 


fagositosis  dalam repons imun.

17
 4) Terjadinya perubahan metabolisme kolagen gingiva, yaitu
melalui berkurangnya  sintesis  kolagen,  berkurangnya  perkembangan  dan 
proliferasi  sel, berkurangnya produksi matriks tulang, bertambahnya
kolagenase gingiva  dan terjadinya gradasi  kolagen  yang  baru  terbentuk. 

5)  Genetik,  diduga  penyakit  periodontal berhubungan dengan HLA, terutama


DR3 dan DR4  melalui mekanisme   molekul-molekul    sel-
sel antigen pada darah tepi  mungkin  memberi  sinyal  bertambahnya
kerentanan terhadap periodontitis.  

MANIFESTASI ORAL PADA DIABETES DISERTAI PERIODONTITIS

- banyak dilihat karang gigi


- pada probing ada kerusakan tulang, jadi banyak poket perios yg diikuti
oleh pembentukan abses periodontal
- gingiva membesar/ gingival enlargement
- didaerah periodontal ada polip baik yang bertangkai dan yang tidak
bertangkai sehingga gingiva banyak benjol- benjol kecil ( polipoid
gingival proliferation)
- gigi goyang
- gigi peka jika diperkusi

18
BAB III
KESIMPULAN

Hubungan  penyakit  diabetes  mellitus  terhadap  penyakit  periodontitis sangat


signifikans. Diabetes mellitus berhubungan erat dengan meningkatnya risiko
status dan keparahan penyakit periodontal. Etiologi utama penyakit periodontitis
adalah plak bakteri. Sedangkan mekanisme terjadinya dan meluasnya penyakit
periodontal pada pasien diabetes diduga faktor perubahan vaskuler, perubahan
mikroflora, disfungsi neutrofil, perubahan  metabolisme  kolagen  gingiva  dan 
faktor  genetik  ikut  berperan  dalam patogenesis penyakit periodontal pada
pasien diabetes mellitus. 

Pencegahan terbaik adalah menjaga kebersihan mulut dan gigi. Pembersihan plak
dan karang gigi sebaiknya dilakukan secara rutin setiap 6 bulan - 1 tahun sekali
untuk mendapatkan hasil yang maksimal.Pengobatan dan pencegahan gingivitis
dapat mengurangi resiko terjadinya periodontitis pada penderita diabetes mellitus.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Harried S Goldman., Michael Z Marder., Physicians’ guite to disease of


oral cavity
2. J. Harold Jones., David K Mason., Oral Manifestations of Systemic
Disease 2th edition 1990
3. CrispianScully, Pedro Diz Dios, Navdeep Kumar. Special Care in
Dentistry
4. http://ilmukedokterangigi.com
5. http://medicastore.com
6. http://www.indonesia indonesia.com
7. http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit- diabetesmellitus-dm htm

20
HUBUNGAN DIABETES MELLITUS
DENGAN PERIODONTITIS

DISUSUN OLEH :
MARYATI ESTER HENNY
(11- 2008- 128)

PEMBIMBING :
Drg. JOHANNES DHARTONO, MM
Drg. ANNA MARIA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT GIGI MULUT
RUMAH SAKIT HARAPAN DEPOK
PERIODE 20 APRIL S/D 23 MEI 2009

You might also like