You are on page 1of 50

BAB I.

Pendahuluan

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 2


BAB I
PENDAHULUAN PTK MAKRO

PTK
Makro A. Tujuan Pembelajaran

1. Untuk meningkatkan pemahaman seluruh pejabat yang menangani ketenagakerjaan akan pentingnya perencanaan tenaga kerja
dalam menentukan kebijakan, dan dalam berkoordinasi dengan instansi lain;
2. Memahami akan dasar hukum akan perencanaan tenaga kerja;
3. Memahami akan konsep dan difinisi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, khususnya yg berkenaan dengan PTK Makro;
4. Memahami kerangka piker akan PTK Makro.

PTK
A. Makro
B. Uraian

1. Latar Belakang
a. Perencanaan tenaga kerja Makro (PTK) merupakan urusan wajib bagi pemerintah pusat, daerah (Provinsi, kabupaten/
kota), Instansi sektoral dan non sectoral pusat dan daerah. Hal ini tercermin dari Pasal 7 ayat 3 Undang-undang No 13

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 3


Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi bahwa setiap penyusunan kebijakan, strategi dan program
ketenagakerjaan yang berkesinambungan harus berdasarkan perencanaan tenaga kerja;

b. Permasalahan ketenagakerjaan semakin banyak dan komplek, seperti tingginya tingkat penganggur terbuka (TPT),
bersarnya jumlah setengah penganggur, kualitas tenaga kerja yg belum sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja,
produktivitas tenaga kerja yg relative rendah, hubungan industrial tenaga kerja yang belum harmonis, upah tenaga kerja
yang relative masih rendah, kecelakaan tenaga kerja yang tinggi dan masalah ketenagakerjaan lainnya. Berdasarkan
Sakernas Agustus 2015 jumlah penganggur terbuka sebanyak 7,56 juta ( 6,18 %), sedikit meningkat bila dibanding
Agustus 2011 yang mencapai 7,24 juta ( 5,94 %). Untuk penyelesaian itu diperlukan langkas strategis dan komprehensif,
untuk itu perlu perencanaan tenaga kerja.

c. Tantangan ketenagakerjaan ke depan juga semakin komplek, seperti bonus demografi, era globalisasi serta tuntutan
teknologi. Penganggur. Bonus demografi dimana kondisi penduduk Indonesia yang produktif jumlahnya sangat banyak.
Agar penduduk yang produktif dapat didayagunakan diperlukan suatu rencana yang komprehenship, baik dari pendidikan
formal, latihan kerja sampai dengan penempatan. Dengan adanya era globalisasi, batasan antar wilayah dan negara
semakin semakin berkurang, seperti di berlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Diberlakukannya MEA
merupakan peluang dan tantangan bagi bangsa Indonesia, peluang karena Indonesia surplus akan angkatan kerja,
sehingga bila dipersiapkan pendidikan dan ketrampilanya sesuai dengan kebutuhan pasar Asean, maka tenaga kerja
Indonesia bias bekerja di kawasan Asean. MEA juga tantangan, bila kita lengah dalam mempersiapkan tenaga kerja,
maka peluang kesempatan kerja di dalam negeri juga akan direbut tenaga kerja dari negara lain. Teknologi dunia industri

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 4


berkembang sangat cepat, guna menuntut kualitas dan persaingan usaha, untuk itu diperrlukan tenaga kerja yang siap
mengoperasionalkan teknologi tersebut. Hal itu semua diperlukan suatu rencana tenaga kerja yang dapat memprediksi
akan kebutuhan tenaga kerja yang akan datang.

d. Masalah ketenagakerjaan dan harapan pembangunan ketenagakerjaan yang ingin di capai, bukan merupakan tanggung
jawab instansi yang bertanggung jawab ketenagakerjaan sendiri, melaikan tanggung jawab seluruh instansi, baik instansi
pendidikan, perindustrian, perdagangan, perhubungan, konstruksi, BKPM dan instansi lainnya. Untuk itu perlunya
koordinasi antar instansi dan lembaga guna penyelesaian masalah tersebut. Agar tugas dan kewajiban setiap instansi/
lembaga jelas, maka diperlukan rencana tenaga kerja.

2. Dasar Hukum
a. Pasal 7 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Dalam penyusunan kebijakan, strategi,
dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada
perencanaan tenaga kerja
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan
serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja
c. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempata Kerja
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2010 tentang Perencanaan Tenaga Kerja
Makro
e. Keputusan Menakertrans RI Nomor KEP 309 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan PTK Provinsi dan Kabupaten/
Kota.
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 5
f. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Penataan Tatalaksana (business Process)
Kementerian Ketenagakerjaan.

3. Tim Penyusun Perencanaan Tenaga Kerja


Perencanaan Tenaga Kerja baik tingkat pusat (Nasional dan Sektoral pusat) dan daerah (provinsi dan Kabupaten/kota) disusun
oleh anggota Tim Penyusun Perencanaan Tenagakerja. Pedoman pembentukan Tim penyusunan PTK diatur dalam Bab II
tentang Pedoman Pembentukan Tim PTK Makro, yakni Pasal 24 sampai dengan Pasal 73. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2010 tentang Perencanaan Tenaga Kerja Makro. Sebagai contoh Tim Penyusunan PTK
Provinsi adalah sebagai berikut :
a. Pembina : Gubernur
b. Ketua : Kepala Dinas
c. Sekretaris : Sekretaris Dinas atau Eselon III yang menangani Perencanaan Tenaga Kerja;
d. Anggota : Kepala Bappeda, Kepala Dinas Diknas, Kepala Dinas pembina sektor ( Pertanian, perikanan, pertambangan,
industry, bangunan/konstruksi, perhubungan, pariwisata, keuangan dll), BKPMD, BPS, Apindo, Kadin, Serikat
Pekerja dan Perguruan Tinggi.
e. Sekretariat : Sekretariat Dinas Yang Bertanggung Jawab di Bidang Ketenagakerjaan.

Untuk pedoman pembentukan Tim Kabupaten/ Kota, Sektoral, Sub sektor Provinsi dan kabupaten Kota serta tugasnya masing-
masing elemen dapat dilihat di Permenakertrans tersebut.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 6


4. Konsep dan difinisi :
a. Perencanaan Tenaga Kerja yang selanjutnya disingkat PTK, adalah Proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara
sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program
pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
b. Perencanaan Tenaga Kerja Makro yang selanjutnya disebut PTK Makro, adalah proses penyusunan rencana
ketenagakerjaan secara sistematis yang memuat pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif guna
mendukung pertumbuhan ekonomi atau sosial, baik secara nasional, daerah, maupun sektoral sehingga dapat membuka
kesempatan kerja seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh.
c. Perencanaan Tenaga Kerja Nasional yang selanjutnya disebut PTK Nasional, adalah proses penyusunan rencana
ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program
pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan secara nasional.
d. Perencanaaan Tenaga Kerja Provinsi yang selanjutnya disebut PTK Provinsi, adalah proses penyusunan rencana
ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan
pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan di provinsi.
e. Perencanaan Tenaga Kerja Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut PTK Kabupaten/ Kota, adalah proses penyusunan
rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan
pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan di kabupaten/ kota.
f. Perencanaan Tenaga Kerja Sektoral/ Sub Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota yang selanjutnya disebut
PTK Sektoral/ Sub Sektoral, adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar
dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang
berkesinambungan secara sektoral/ sub sektoral nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 7


g. Rencana Tenaga Kerja yangselanjutnya disingkat RTK, adalah hasil kegiatan PTK yang memuat perkiraan dan rencana
persediaan tenaga kerja, kebutuhan akan tenaga kerja, serta neraca dan program pembangunan ketenagakerjaan.
h. Rencana Tenaga Kerja Makro yang selanjutnya disebut RTK Makro, adalah hasil kegiatan PTK Makro yang meliputi
seluruh sectoral atau satu sektoral/sub sectoral di tingkat nasional, atau satu daerah.
i. Rencana Tenaga Kerja Nasional yang selanjutnya disebut RTK Nasional, adalah hasil kegiatan PTK Nasional yang
memuat perkiraan dan rencana persediaan tenaga kerja, perkiraan dan rencana kebutuhan akan tenaga kerja, serta
neraca dan program pembangunan ketenagakerjaan di tingkat nasional.
j. Rencana Tenaga Kerja Provinsi yang selanjutnya disebut RTK Provinsi, adalah hasil kegiatan PTK Provinsi yang memuat
perkiraan dan rencana persediaan tenaga kerja, perkiraan dan rencanamkebutuhan akan tenaga kerja, serta neraca dan
program pembangunan ketenagakerjaan di tingkat provinsi.
k. Rencana Tenaga Kerja Kabupaten/ Kota yang selanjutnya disebut RTK Kabupaten/ Kota, adalah hasil kegiatan PTK
Kabupaten/ Kota yang memuat perkiraan dan rencana persediaan tenaga kerja, perkiraan dan rencana kebutuhan akan
tenaga kerja, serta neraca dan program pembangunan ketenagakerjaan di tingkat kabupaten/ kota.
l. Rencana Tenaga Kerja Sektoral/ Sub Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota yang selanjutnya disebut RTK
Sektoral/ Sub Sektoral, adalah hasil kegiatan PTK Sektoral/ Sub Sektoral.

5. Kerangka Pikir Perencanaan Tenaga Kerja


Perencanaan tenaga kerja (PTK), baik yang bersifat Nasional, Provinsi, kabupaten kota serta sektoral terdiri dari beberapa
pokok bahasan, diantaranya :
a. Persediaan Tenaga Kerja adalah jumlah dan kualitas angkatan kerja yang tersedia dengan berbagai karakteristiknya.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 8


b. Kebutuhan akan tenaga kerja adalah jumlah dan kualitas angkatan kerja yang diperlukan untuk mengisi kesempatan kerja
yang tersedia dengan berbagai karakteristiknya.
c. Neraca tenaga kerja adalah keseimbangan atau kesenjangan jumlah dan kualitas antara persediaan tenaga kerja dengan
kebutuhan akan tenaga kerja dengan berbagai karakteristiknya.
d. Kebijakan dan program, merupakan kebijakan dan program yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah serta strategi
untuk mencapai tujuan pembangunan bidang ketenagakerjaan.
Gambar 1 : Pola Pikir Perencanaan Tenaga Kerja

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 9


BAB II
PERSEDIAAN TENAGA KERJA

PTK
Makro
A. Tujuan Pembelajaran

1. Untuk meningkatkan pemahaman seluruh pejabat yang menangani perencanaan tenaga kerja khususnya persedian tenaga
kerja dalam menentukan kebijakan, dan dalam berkoordinasi dengan instansi lain dalam hal penentuan persedian tenaga kerja;
2. Memahami data dan informasi yang diperlukan dalam proyeksi persediaan tenaga kerja;
3. Memahami akan tahapan proyeksi persedian tenaga kerja;
4. Memahami akan konsep dan difinisi yang berkaitan dengan persedian tenaga kerja;

PTK
C. Makro
B. Uraian

1. Latar Belakang
a. Persediaan tenaga kerja mempunyai persamaan pengertian dengan istilah angkatan kerja dan penduduk yang aktif secara
ekonomis (economically active population) yaitu merupakan sejumlah orang (bagian dari penduduk) yang mampu dan

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 10


bersedia untuk melakukan pekerjaan, baik yang saat ini sedang melaksanakan pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan.
Dalam hal ini penawaran tenaga kerja sudah memasukkan unsur upah yang merupakan balas jasa atau imbalan atas tenaga
yang diberikan untuk suatu proses produksi tertentu. Dengan demikian penawaran tenaga kerja mempunyai arti sejumlah
orang yang mau bekerja pada tingkat upah tertentu.

b. Secara umum persediaan tenaga kerja dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan struktur umur. Semakin banyak penduduk
dalam umur anak-anak, semakin kecil jumlah yang tergolong tenaga kerja. Kenyataan juga menunjukkan bahwa tidak semua
tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja siap untuk bekerja, karena sebagian besar dari mereka masih bersekolah,
mengurus rumah tangga dan kelompok lain sebagai penerima pendapatan. Dengan kata lain, semakin kecil persediaan
tenaga kerja. Jumlah yang siap kerja dan yang belum bersedia untuk bekerja, dipengaruhi oleh kondisi masing-masing
keluarga, kondisi ekonomi dan sosial secara umum, dan kondisi pasar kerja itu sendiri.

c. Persediaan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh lamanya orang bekerja setiap minggu. Lamanya orang bekerja setiap minggu
tidak sama. Ada orang yang bekerja penuh, akan tetapi banyak juga orang yang bekerja hanya beberapa jam seminggu atas
keinginan dan pilihan sendiri atau karena terpaksa berhubungan terbatasnya kesempatan untuk bekerja penuh. Oleh sebab
itu, analisis persediaan tenaga kerja tidak cukup hanya memperhatikan jumlah orang yang bekerja, akan tetapi perlu juga
memperhatikan jumlah berapa jam setiap orang itu bekerja dalam seminggu.

d. Persediaan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh tingkat produktivitas kerja. Banyak orang yang bekerja keras, akan tetapi
banyak juga orang yang bekerja dengan hanya sedikit usaha. Produktivitas kerja seseorang juga dipengaruhi oleh motivasi
dari tiap-tiap individu, tingkat pendidikan dan latihan yang sudah diterima, dan kemampuan manajemen. Orang yang
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 11
berpendidikan dan atau memperoleh latihan yang lebih tinggi pada dasarnya mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi
juga. Manajemen yang relatif baik akan mampu mengerahkan tenaga kerjanya untuk berproduktivitas kerja tinggi.

2. Konsep dan definisi :


a. Persediaan tenaga kerja, adalah angkatan kerja yang tersedia, dengan berbagai karakteristiknya.
b. Penduduk
Menurut Sensus Penduduk (SP) 2000 yang dimaksud dengan penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah
geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan untuk menetap.

c. Penduduk Usia Kerja


Pendudukan Usia Kerja (PUK) adalah penduduk yang berumur 15 tahun keatas yang terdiri dari angkatan kerja (bekerja,
mencari kerja) dan Bukan Angkatan Kerja (bersekolah, mengurus rumah tangga dan mereka yang tidak masuk dalam
kategori diatas).

d. Angkatan Kerja
Adalah Penduduk usia kerja yang bekerja, atau punya penya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.

e. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)


Adalah gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam
periode survey. Atau perbandingan antara angkatan kerja dengan jumlah seluruh penduduk usia kerja.
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 12
3. Jenis Data dan Sumber Data
Data dan informasi yang diperlukan untuk Persediaan Tenaga Kerja adalah:
a. Penduduk
b. Penduduk Usia Kerja (PUK)
c. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
d. Angkatan Kerja (AK)

Data tersebut diatas dirinci dengan berbagai karakteristik, seperti : Jenis kelamin, pendidikan, golongan umur, desa kota,
Kabupaten/Kota dan lainnya ( untuk kategori jenis kelamin, pendidikan, golongan umur, desa kota, Kabupaten/ Kota dapat
dijelaskan sewaktu menyampaikan materi) .

Data dan informasi yang diperlukan untuk penyusunan Perencanaan Tenaga Kerja bersumber :
a. Badan Pusat Statistik
b. Dinas Yang Bertanggung Jawab Ketenagakerjaan
c. Kantor Catatan Sipil
d. Dan lain sebagainya

4. Metodologi Penghitungan Persediaan Tenaga Kerja


Untuk memperkirakan seberapa besar dari pesediaan tenaga kerja dimasa yang akan datang, adalah bagaimana dapat
memperkirakan jumlah angkatan kerja dengan berbagai karakteristik. Angkatan kerja sendiri banyak dipengaruhi faktor turunan
sebelumnya, yakni Tingkat Partisipasi Angakatan Kerja (TPAK), Penduduk Usia Kerja dan Penduduk itu sendiri.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 13


Besarnya penduduk dipengaruhi tingkat kelahiran, tingkat kematian, migrasi masuk dan keluar. Untuk memperkirakan besarnya
angkatan kerja dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Memproyeksikan jumlah penduduk.
Jumlah penduduk diproyeksikan sampai dengan tahun tertentu dengan berbagai karakteristik. Untuk proyeksi penduduk
Nasional dan provinsi Tahun 2010-2035 telah dilakukan oleh Bappenas, BPS, UNFPA, untuk tingkat kabupaten/ kota perlu
melakukan proyeksi sendiri, dengan menggunakan formula yang sederhana seperti geometrik atau pertambahan penduduk
dan rumus laju pertumbuhan.

KKti = KKoi ( 1 + rai )t (rumus 2.1)

Keterangan:
KKti = Proyeksi Penduduk kelompok umur -i
KKoi = Data dasar penduduk kelompok umur -i
rlai = Laju pertumbuhan kelompok umur -i
t = Jarak (selisih) tahun proyeksi (tn) dengan tahun data dasar (to)

(rumus 2.2)

rli = Laju pertumbuhan penduduk kelompok umur i/th (%)


Lin = Jumlah penduduk kelompok umur tahun akhir
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 14
Lio = Jumlah penduduk kelompok umur tahun awal
T = Jarak (selisih) tahun proyeksi (tn) dengan tahun data dasar (to)

Contoh :
Penduduk Kabupaten X Pada Tahun 2010 sebanyak 2.453.461 orang, pada tahun 2015 meningkat menjadi 2.875.875.
Bila diasumsikan laju pertumbuhan penduduk masih sama dengan periode tersebut, berapa jumlah penduduk pada tahun
2019.

Penghitungannya adalah sebagai berikut :


Perkiraan jumlah Pendududuk tahun 2019 diperkirakan sebesar :
Laju pertumbuhan penduduk tahun 2010-2015 sebesar r = 3,23 %, laju pertumbuhan sebesar ini dijakadikan dasar proyeksi
penduduk tahun 2019.
Penduduk 2019 = 2.875.875* (1+3,23%)^4
Penduduk 2019 = 3.265.831
(untuk memproyeksikan penduduk dengan berbagai karakteristik dapat menggunakan metode tersebut)

b. Memproyeksikan jumlah penduduk usia kerja (PUK)


Dalam menghitung PUK yakni dengan melalui pengurangan penduduk yang berusia dibawah 15 tahun dengan berbagai
karakteristik.

PUK = Penduduk Usia 0-14 (rumus 2.3)

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 15


Contoh:
Untuk memproyeksi penduduk usia kerja (PUK) pada tahun 2019, menggunakan hasil proyeksi penduduk tahun 2019 (
point a diatas), dengan mengeluarkan pendudik pada kelompok umur 0-15 tahun. Sebagaimana kasis diatas hanya jumlah,
maka dapat dilakukan proyeksi bukan usia kerja (BUK), katakanlah 30%, maka PUK tahun 2019 sebagai berikut:
Penduduk 2019 = 3.265.831

Penduduk Usia Kerja (PUK ) sebesar 70 persen, maka PUK tahun 2019 sebesar.

PUK 2019 = 3.265.831 * 0.7 = 2.286.082.

c. Memproyeksikan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)


Perhitungan proyeksi TPAK propinsi yang telah dirinci menurut kelamin dan kelompok umur didasarkan pada 3 jenis model
yaitu :
Regresi Linear Sederhana (rumus 2.4)
Y = a + bx
Regresi Transformasi Logaritma Ganda (rumus 2.5)
Y = axb log Y = a + b log x
Regresi Transformasi Semi Logaritma (rumus 2.6)
X = aby Y = a + b log

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 16


Contoh :
TPAK, tahun 2010=61,51, 2011=61,78, 2012=62,16, 2013=62,25, 2014=62,45, 2015=62,75
Berapa perkiraan TPAK di Kabupaten X tersebut pada tahun 2019.
Untuk memperkirakan TPAK tahun 2019 dengan menggunan linier sederhana, dimana :
Y = a + bx
TPAK 2019 = 63.69

d. Memproyeksikan Angkatan Kerja


Untuk memproyeksikan Angkatan Kerja denga berbagai karakterisitik, yakni dengan rumus mengkalikan Penduduk Usia
Kerja (PUK) dikalikan dengan Tingkat Pastisipasi Angkatan Kerja (TPAK).
AK = PUK X TPAK (rumus 2.7)

Angkatan Kerja Tahun 2019, adalah sebagai berikut:


PUK 2019 = 2.286.082.
TPAK 2019 = 63.69 %
AK 2019 = 2.286.082 X 63,69 % = 1.456.038.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 17


BAB III
KEBUTUHAN TENAGA KERJA

PTK
Makro A. Tujuan Pembelajaran

1. Untuk meningkatkan pemahaman seluruh pejabat yang menangani perencanaan tenaga kerja khususnya kebutuhan tenaga
kerja dalam menentukan kebijakan, dan dalam berkoordinasi dengan instansi lain dalam hal penentuan kebutuhan tenaga kerja;
2. Memahami data dan informasi yang diperlukan dalam proyeksi kebutuhan tenaga kerja;
3. Memahami akan tahapan proyeksi kebutuhan tenaga kerja;
4. Memahami akan konsep dan difinisi yang berkaitan dengan kebutuhan tenaga kerja;

PTK
D. Makro
B. Uraian

1. Latar Belakang
a. Memperkirakan besarnya kebutuhan tenaga kerja di masa mendatang sebenarnya bukanlah pekerjaan yang terlalu sulit,
kalau data yang diperlukan tersedia secara lengkap dan konsisten. Kenyataannya data yang di perlukan, Khususnya data
ketenagakerjaan tidak selalu lengkap tersedia, bahkan untuk skala nasional, propinsi ataupun kabupaten dapat berbeda

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 18


derajat keterinciannya. Oleh karena itu berbagai teknik dan model alternatif harus dipertimbangkan penggunaannya, dan
tidak selalu model untuk nasional dapat berlaku untuk propinsi apalagi untuk kabupaten.

b. Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja adalah penentuan penjabarannya
menjadi pertumbuhan ekonomi nasional/regional seerta penjabarannya menjadi pertumbuhan ekonomi sektoral.
Pertumbuhan ekonomi umumnya dinyatakan sebagi kenaikan (PDB/PDRB) atas dasar harga konstan suatu tahun dasar
(2010). Berdasarkan target pertumbuhan ekonomi ini kemudian dicari pola hubungan antara pertumbuhan kesempatan kerja
dengan pertumbuhan ekonomi menggunakan model dan teknik tertentu secara umum, pendekatan ini disebut Manpower
Requirement Approach (MRA), yang menyatakan bahwa terciptanya suatu pertumbuhan tenaga kerja. Lebih lanjut
pendekatan kebutuhan tenaga kerja (MRA) Ini harus mampu pula menjabarkan kesempatan kerja sektoral menurut
kebutuhan jabatan (occupation) dan pendidikannya. Masalahnya adalah apakah hubungan antara pertumbuhan ekonomi
nasional dan kesempatan kerja tetap proporsional selama kurun waktu tertentu, atau tidak adalah faktor-faktor lain yang
dapat mengganggu atau bahkan merubah pola hubungan tersebut. Masalah inilah yang menjadi salah satu perhatian
nantinya dalam mendiskusikan model dan teknik kebutuhan tenaga kerja.

c. Dengan mempertimbangkan minimnya ketersediaan data ketenagakerjaan di Kabupaten/kota, serta terbatasnya sumber
daya manusia sebagai pelaksana penyusunan perencanaan tenaga kerja di kabupaten/kota serta provinsi, baik yang
disebabkan karena seringnya terjadi mutasi antar instansi maupun sebab lain, maka modul penyusunan perencanaan tenaga
kerja untuk proyeksi kebutuhan tenaga kerja, khususnya modul e-learning ini, hanya menggunakan metodologi elastisitas
tenaga kerja.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 19


2. Konsep dan definisi :
a. Kebutuhan tenaga kerja adalah angkatan kerja yang diperlukan untuk mengisi kesempatan kerja yang tersedia, dengan
berbagai karakteristiknya.
b. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu.
c. Kesempatan Kerja, Istilah Kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia
untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian pengertian kesempatan kerja adalah
mencakup lapangan pekerjaan yang masih lowong.
d. Sektor Pekerjaan (Lapangan Usaha)
Sektor pekerjaan atau lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/tempat bekerja/perusahaan/kantor dimana
seseorang bekerja. Dalam analisis ketenagakerjaan, pengelompokkan sektor pekerjaan biasanya dilakukan sesuai dengan
yang terdapat dalam buku Klarifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Klasifikasi memuat penggolongan dari satu digit
kode lapangan usaha hingga lebih rinci dalam lima digit kode. Klsifikasi satu digit KLUI yang biasa digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Pertanian, kehutanan, perburuhan, perikanan
2. Pertambangan dan pengalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas, dan air
5. Bangunan
6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan da hotel
7. Angkutan, pergudangan, komunikasi
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 20
8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, jasa perusahaan
9. Jasa Kemasyarakatan
10. Lainnya

e. Status Pekerjaan
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam unit usaha/kegiatan dalam melakukan kegiatan sebagai apa. Status
pekerjaan dibagi ke dalam 7 (tujuh) Kelompok, yaitu :
1. Berusaha Sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak
kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak mengunakan pekerja
dibayar maupun pekerja tidak dibayar, termasuk yang sifat pekerejaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus.
2. Berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap/ buruh tidak dibayar adalah bekerja atau berusaha atas resiko sendiri, dan
menggunakan buruh/pekerja tak dibayar dan atau buruh/ pekerja tidak tetap.
3. Berusaha dengan buruh tetap/buruh dibayar, adalah berusaha atas resiko sendiri dan mempekerjaan paling sedikit satu
orang buruh/ pekerja tetap yang dibayar.
4. Buruh/Karyawan/Pegawai, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap
dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang.
5. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap( lebih dari 1
majikan dalam sebulan terakhir) di usaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah
tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang, barang, dan baik dengan sistem
pembayaran harian maupun borongan.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 21


6. Pekerja bebas di non pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap( lebih
dari 1 majikan dalam sebulan terakhir) di usaha non pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha
rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang, barang, dan baik dengan
sistem pembayaran harian atau borongan.
7. Pekerja tak dibayar, adalah seseorang yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat
upah/gaji, baik berupa uang maupun barang.
Jumlah orang yang bekerja dengan status (a), (b), (e), ( f) dan (g) diatas seringkali digunakan sebagai pendekatan untuk
memperkirakan jumlah orang yang bekerja di sektor informal; sedangkan jumlah orang yang bekerja dengan status (c)
dan (d) di gunakan untuk pendekatan pada sektor formal.

f. Jenis Jabatan
Istilah jabatan berasal dari kata dalam bahasa inggris occupation dan seringkali di sebut dengan istilah lain seperti jenis
pekerjaan (biasa digunakan dalam publikasi-publikasi Biro Pusat Statistik).
Jabatan atau jenis pekerjaan adalah macam pekerjaan yang sedang dilakukan oleh orang-orang yang termasuk golongan
bekerja atau orang-orang yang sedang mencari pekerjaan dan pernah bekerja. Penggolongan jabatan dimuat dalam buku
Klasifikasi Jabatan Indonesia (KJI).

Jenis Pekerjaan dalam KJI di golongkan ke dalam 8 (delapan) golongan besar, yakni:
1. Tenaga profesional, teknisi dan sejenisnya
2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan
3. Tenaga tata usaha dan tenaga sejenisnya

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 22


4. Tenaga usaha penjualan
5. Tenaga usaha jasa
6. Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan
7. Tenaga produksi, operator alat angkutan
8. Tenaga kasar lainnya

g. Setengah Penganggur
Adalah mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Setengah penganggur terdiri dari:
1. Setengah Penganggur Terpaksa adalah mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu),
dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan.
2. Setengah penganggur Sukarela adalah mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu),
tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain.

h. Produktifitas Tenaga Kerja


Secara sederhana produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Untuk variabel
output biasanya digunakan keluaran nasional atau regional berupa nilai produksi dan nilai tambah masing-masing sektor
lapangan usaha. Sedangkan sebagai input biasanya digunakan variabel tenaga kerja.

i. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Produk Domestik Bruto (PDB) Merupakan nilai produk neto barang dan jasa (nilai produksi-biaya antara) yang dihasilkan oleh
seluruh sektor ekonomi yang melakukan kegiatan produksi dalam batas wilayah suatu negara. Dalam pengertian sektoral,

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 23


PDB merupakan penjumlahan dari nilai tambah yang diciptakan oleh seluruh sektor ekonomi, yang dalam penggolongannya
besarnya terdiri dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air minum,
bangunan/kontruksi, perdagangankegiatan produksi di suatu sektor. Oleh sebab itu komponen PDB terdiri dari upah dan gaji,
surplus usaha (bunga,sewa dan keuntungan), penyusutan pajak tak langsung.

3. Jenis Data dan Sumber Data


Data dan informasi yang diperlukan untuk Kebutuhan Tenaga Kerja adalah:
a. Penduduk Yang Bekerja.
b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
c. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi yang akan datang.
d. Produktivitas Tenaga Kerja.
e. Perkiraan Investasi.
f. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
g. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
h. Rencara strategis.
i. Potensi daerah dan sumber daya alam
j. Peraturan Perundang-undangan, dan lainnya.

Data dan informasi yang diperlukan untuk penyusunan Kebutuhan Tenaga Kerja bersumber :
a. Badan Pusat Statistik
b. Bappeda

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 24


c. Dinas Yang Bertanggung Jawab Ketenagakerjaan
d. Dinas Yang Bertanggung Jawab Sektoral
e. Badan Penanaman Modal Daerah
f. Dan lain sebagainya

4. Metodologi Penghitungan Kebutuhan Tenaga Kerja


Sebagaimana telah dipaparkan di pendahuluan, bahwa dengan keterbatasan data dan sumberdaya manusia penyusun
perencanaan tenaga kerja, maka untuk memproksikan kebutuhan tenaga kerja (kesempatan kerja) dengan metodologi
elastisitas tenaga kerjan. Elastisitas merupakan koefisien daya serap lapangan kerja. Koefisien ini menunjukan besarnya
persentase perubahan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan atau diminta terhadap besanya persentase perubahan jumlah
output.

Bentuk umum dari rumus eleastisitas ( rumus 3.1) dan laju pertumbuhan (rumus 2.2) adalah sebagai berikut :

(rumus 3.1)

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 25


Keterangan:
Ei = Elastisitas tenaga kerja sektor i
rli = Laju pertumbuhan penduduk yang bekerja sektor i/th (%)
ryi = Laju pertumbuhan ekonomi (PDRB) i pertahun (%)
Li = Jumlah penduduk yang bekerja sektor - i
Yi = Jumlah PDRB sektor i
N = Data tahun akhir
O = Data tahun awal
t = Jarak (selisih) tahun proyeksi (tn) dengan tahun data dasar (to)

Tahapan penghitungan proyeksi kebutuhan tenaga kerja (kesempatan kerja) dengan pendekatan elastisitas adalah sebagai
berikut :

a. Mentabulasi data historis penduduk yang bekerja dan PDRB berdasarkan harga konstan tahun yang sama, menurut
lapangan usaha.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 26


Tabel 1 : Penduduk Yang Bekerja dan PDRB harga kostan Tahun 2010,
Menurut lapangan Usaha, Kabupaten XXX, Tahun 2011-2015

LAPANGAN USAHA PYB (ribu) PDRB (juta)


2011 2015 2011 2015
1. Pertanian 898 890 9,317 11,155
2. Pertambangan 12 12 2,614 2,447
3. Industri 73 75 3,550 3,414
4. LGA 4 6 131 164
5. Bangunan 114 125 2,501 3,224
6. Perdagangan 299 340 7,069 9,141
7. Angkutan 69 75 2,580 3,127
8. Keuangan 25 26 661 851
9. Jasa 359 395 6,283 7,840
JUMLAH 1,853 1,944 34,706 41,363
Sumber : ....... (hanya bahan simulasi)

b. Menghitung laju pertumbuhan penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha (rumus 2.2) dan laju pertumbuhan PDRB
menurut lapangan usaha menggunakan rumus laju pertumbuhan :

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 27


Tabel 2 : Laju Pertumbuhan Penduduk Yang Bekerja dan PDRB harga kostan Tahun 2010,
Menurut lapangan Usaha, Kabupaten XXX, Tahun 2011-2015 (%)

LAPANGAN USAHA Laju Pertumbuhan (% )


PYB PDRB
1. Pertanian - 0.22 4.60
2. Pertambangan 0.66 - 1.63
3. Industri 0.68 - 0.97
4. LGA 10.67 5.72
5. Bangunan 2.33 6.56
6. Perdagangan 3.26 6.64
7. Angkutan 2.11 4.92
8. Keuangan 0.78 6.51
9. Jasa 2.42 5.69
Kabupaten XXX 1.21 4.48

c. Menghitung elastisitas menurut lapangan usaha atau sektor dengan menggunakan rumus elastisitas kesempatan kerja (
rumus 3.1):

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 28


Tabel 3 : Elastisitas kesempatan kerja,
Menurut lapangan Usaha, Kabupaten XXX, Tahun 2011-2015 (%)

LAPANGAN USAHA Laju Pertumbuhan (% ) Elastisitas


PYB PDRB
1. Pertanian - 0.22 4.60 -0.05
2. Pertambangan 0.66 - 1.63 -0.40
3. Industri 0.68 - 0.97 -0.70
4. LGA 10.67 5.72 1.86
5. Bangunan 2.33 6.56 0.36
6. Perdagangan 3.26 6.64 0.49
7. Angkutan 2.11 4.92 0.43
8. Keuangan 0.78 6.51 0.12
9. Jasa 2.42 5.69 0.42
Kabupaten XXX 1.21 4.48 0.27

d. Menghitung laju pertumbuhan kesempatan kerja menurut lapangan usaha sampai dengan tahun proyeksi, yaitu
mengalikan antara elastisitas perubahan dengan perkiraan ekonomi menurut lapangan usaha menggunakan rumus.

(rumus 3.2)

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 29


Keterangan:
rlai = Laju pertumbuhan kesempatan kerja baru sektor i
Eai = Elastisitas perubahan
ryai = Perkiraan laju pertumbuhan ekonomi sektor i

Tabel 4 : Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja ,


Menurut lapangan Usaha, Kabupaten XXX, Tahun 2019 (%)

Laju Ekonomi Elastisitas Laju KK


LAPANGAN USAHA
2019 2019
1. Pertanian 5 -0.05 -0.24
2. Pertambangan 4 -0.40 -1.61
3. Industri 7 -0.70 -4.90
4. LGA 6 1.86 11.18
5. Bangunan 6 0.36 2.13
6. Perdagangan 6 0.49 2.95
7. Angkutan 5 0.43 2.14
8. Keuangan 7 0.12 0.84
9. Jasa 7 0.42 2.97
Kabupaten XXX 6 0.27 1.62
*) Laju Ekonomi 2019 bersumber RPJMD

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 30


e. Menghitung proyeksi kesempatan kerja menurut lapangan usaha, sampai dengan tahun proyeksi menggunakan rumus
geometric (rumus 2.1), dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 5 : Perkiraan Kesempatan Kerja, Menurut lapangan Usaha, Kabupaten XXX, Tahun 2019 (ribu)

Laju KK Kesempatan kerja


LAPANGAN USAHA
2019 2019
1. Pertanian -0.24 881
2. Pertambangan -1.61 12
3. Industri -4.90 61
4. LGA 11.18 9
5. Bangunan 2.13 136
6. Perdagangan 2.95 382
7. Angkutan 2.14 82
8. Keuangan 0.84 27
9. Jasa 2.97 444
Kabupaten XXX 1.62 2,034

f. Menghitung proyeksi tambahan kesempatan kerja menurut lapangan usaha menggunakan rumus:

(rumus 3.3)

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 31


Keterangan:
TKKi = Tambahan kesempatan kerja sektor -i
PKKi = Proyeksi kesempatan kerja sektor i
PYBi = Penduduk yang bekerja sektor i

Tabel 6 : Perkiraan Tambahan Kesempatan Kerja ,


Menurut lapangan Usaha, Kabupaten XXX, Tahun 2015- 2019 (ribu)

PYB Kesempatan kerja Tambahan KK


LAPANGAN USAHA
2015 2019 2015-2019
1. Pertanian 890 881 - 9
2. Pertambangan 12 12 - 1
3. Industri 75 61 - 14
4. LGA 6 9 3
5. Bangunan 125 136 11
6. Perdagangan 340 382 42
7. Angkutan 75 82 7
8. Keuangan 26 27 1
9. Jasa 395 444 49
Kabupaten XXX 1944 2,034 90

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 32


g. Proyeksi kesempatan kerja menurut karakteristik selain lapangan usaha seperti :
1. Jenis kelamin;
2. Golongan Umur:
3. Tingkat Pendidikan;
4. Status pekerjaan Utama;
5. Jam Kerja;
6. Jabatan;
7. Daerah ( Kabupaten/kota);
8. Desa dan Kota.

Dapat menggunakan rumus yang ada, seperti Geometrik (rumus 2.1) atau linier sederhana ( rumus 2.4), agar jumlahnya
sama dengan proyeksi menurut lapangan usaha, maka per dilakukan penyesuian dengan cara proporsi.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 33


BAB IV
KESEIMBANGAN DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

PTK
Makro
A. Tujuan Pembelajaran

1. Untuk meningkatkan pemahaman seluruh pejabat yang menangani perencanaan tenaga kerja khususnya keseimbangan dan
produktivitas;
2. Memahami data dan informasi yang diperlukan dalam proyeksi keseimbangan dan produktivitas tenaga kerja;
3. Memahami akan tahapan proyeksi keseimbangan dan produktivitas tenaga kerja;
4. Memahami akan konsep dan difinisi yang berkaitan dengan keseimbangan dan produktivitas tenaga kerja;

PTK
E. Makro
B. Uraian

1. Latar Belakang
a. Keseimbangan tenaga kerja merupakan langkah akhir proyeksi perencanaan tenaga kerja, yakni dari persediaan tenaga
kerja dengan berbagai karakteristik disandingkan dengan proyeksi kebutuhan tenaga kerja juga dengan berbagai

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 34


karakteristik. Keseimbangan tenaga kerja tidak hanya menghasilkan kelebihan atau kekurangan angkatan kerja saja,
melainkan juga dari sisi kualitas maupun kwantitasnya serta berbagai elemen lainnya;

b. Keseimbangan tenaga kerja yang menghasilkan kelebihan angkatan kerja. Hal ini menggambarkan perkiraaan
penganggur terbuka. Penganggur terbuka dapat dirinci dengan berbagai karakteristik, seperti jenis kelamin, golongan,
umur, pendidikan, kabupaten/kota dan daerah, dan gambaran penganggur terbuka juga dapat dilihat dari Tingkat
Penganggur Terbuka (TPT).

c. Produktivitas tenaga kerja menganggambarkan tingkat efisiensi, efektifitas serta ketrampilan pekerja dalam melaksanakan
pekerjaan untuk menghasilkan barang dan jasa.

2. Konsep dan definisi :


a. Keseimbangan tenaga kerja disusun dengan membandingkan antara persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan tenaga
kerja, untuk mengetahui kesenjangan tenaga kerja

b. Penganggur Terbuka
Terdiri dari :
1. Mereka yang mencarai pekerjaan
2. Mereka yang mepersiapkan usaha
3. Mereka yang tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
4. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 35
c. Tingkat Penganggur Terbuka
Tingkat Pengangguran merupakan rasio antara banyaknya pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja.

d. Produktifitas Tenaga Kerja


Secara sederhana produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Untuk variable
output biasanya digunakan keluaran nasional atau regional berupa nilai produksi dan nilai tambah masing-masing sektor
lapangan usaha. Sedangkan sebagai input biasanya digunakan variabel tenaga kerja.

3. Jenis Data dan Sumber Data


Data dan informasi yang diperlukan untuk Keseimbangan Tenaga Kerja adalah:
a. Proyeksi persediaan tenaga kerja dengan berbagai karakteristik;
b. Proyeksi kebutuhan tenaga kerja dengan berbagai karakteristik;
c. Proyeksi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha.

Data tersebut diatas dirinci dengan berbagai karakteristik, seperti : Jenis kelamin, pendidikan, golongan umur, desa kota,
Kabupaten/Kota dan lainnya (untuk kategori jenis kelamin, pendidikan, golongan umur, desa kota, Kabupaten/ Kota dapat
dijelaskan sewaktu menyampaikan materi).

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 36


4. Metodologi Penghitungan Keseimbangan dan Produktivitas Tenaga Kerja.

Keseimbangan Tenaga Kerja;


Untuk mengetahui keseimbangan/ kesenjangan antara persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan tenaga kerja diperlukan
neraca tenaga kerja yaitu pengurangan antara proyeksi AK dengan proyeksi kesempatan kerja berbagai karakteristik dengan
menggunakan rumus:

NTK = PAK - PKK

Keterangan :
NTK : Perkiraan Penganggur Terbuka (selisih antara persediaan dan kebutuhan TK)
PAK : Proyeksi angkatan kerja dengan berbagai karakteristik
PKK : Proyeksi kesempatan kerja/ Penduduk Yang Bekerja dengan berbagai karakteristik
Dengan menghitung keseimbangan tenaga kerja, dapat diperoleh hasil kekurangan tenaga kerja atau kelebihan tenaga kerja.
Untuk Indonesia pada Umumnya adalah kelebihan tenaga kerja atau masih banyaknya penganggur terbuka. Hal ini perlu di
perkirakan dengan berbagai karakteristik.

Untuk menghitung Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) adalah membandingkan jumlah penganggur terbuka dengan angkatan
kerja dikalikan 100 persen. Dengan rumus:

TPT = PT / AK X 100

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 37


Keterangan :
TPT : Tingkat Penganggur Terbuka
PT : Penganggur Terbuka
AK : Angkatan Kerja

Contoh :
Proyeksi Angkatan Kerja Tahun 2019 ( Materi Pokok 1) sebesar 1.456.038, proyeksi kesempatan kerja tahun 2019 (materi
pokok 2) sebesar 1.340.938.
Dari data tersebut hitung :
a. Keseimbangan tenaga kerja.
b. Tingkat penganggur terbuka.

Untuk menghitung keseimbangan tenaga kerja tahun 2019, dihitung dengan rumus:

NTK = PAK - PKK


NTK = 1.456.038 1.340.938
NTK = 115.100

Sehubungan angkatan kerja lebih besar dibanding dengan kesempatan kerja, maka sebesar 115.100 adalah perkiraan
penganggur terbuka.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 38


Untuk menghitung Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) tahun 2019, dihitung dengan rumus:
TPT = PT / AK X 100

TPT = 115.100 / 1.456.038 X 100


TPT = 7,91 %

Produktivitas Tenaga Kerja


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai produk neto barang dan jasa (nilai produksi-biaya antara) yang
dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi yang melakukan kegiatan produksi dalam batas wilayah suatu negara. Dalam pengertian
sektoral, PDRB merupakan penjumlahan dari nilai tambah yang diciptakan oleh seluruh sektor ekonomi, yang dalam
penggolongannya besarnya terdiri dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air
minum, bangunan/kontruksi, perdagangankegiatan produksi di suatu sektor.
Untuk memperkirakan PDRB dimasa yang akan datang dapat menggunakan formula :

Pt = Po( 1 + r )t

Keterangan:
Pt = Proyeksi PDRB sektor -i
Po = Data dasar PDRB sektor -i
R = Laju pertumbuhan PDRB sektor -i
t = Jarak (selisih) tahun proyeksi (tn) dengan tahun data dasar (to)
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 39
Perhitungan produktivitas terdiri dari produktivitas tenaga kerja, produktivitas kapital dan produktivitas total. Produktivitas
merupakan suatu ukuran sampai sejauhmana sumber daya alam, teknologi atau manusia dipergunakan dengan baik dalam
suatu proses produksi untuk mewujudkan hasil tertentu yang diinginkan. Secara sederhana produktivitas merupakan
perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Untuk variabel output biasanya digunakan keluaran nasional atau
regional berupa nilai produksi dan nilai tambah masing-masing sektor lapangan usaha. Sedangkan sebagai input biasanya
digunakan variabel tenag kerja dan varibel modal/kapital.

Proyeksi Produktivitas Tenaga kerja ke depan yakni perbandingan dengan Proyeksi PDRB dengan dibagi dengan Proyeksi
Kesempatan Kerja. Menggunakan rumus:

Keterangan :
Prod = Produktivitas Tenaga Kerja
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
KK = Kesempatan Kerja/ Penduduk yang bekerja

Dari Modul Kebutuhan Tenaga kerja.


PDRB Sektor pertanian Tahun 2016 sebesar Rp 5,987 juta. Perkiraan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5 persen.
PDRB sektor pertanian 2019 = Rp 6,931 juta (dengan menggunakan rumus geometrik lihat modul kebutuhan TK).

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 40


Proyeksi kesempatan kerja sektor pertanian tahun 2019 sebanyak 263 orang.
Produktivitas TK sektor pertanian 2019 = 5,987/263 = 26,37 juta rupiah/ tenaga kerja

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 41


BAB V
KEBIJAKAN TENAGA KERJA

PTK
Makro A. Tujuan Pembelajaran

1. Untuk meningkatkan pemahaman seluruh pejabat yang menangani perencanaan tenaga kerja khususnya kebijakan tenaga kerja;
2. Memahami bentuk-bentuk kebijakan ketenagakerjaan yang harus disusun;
3. Memahami informasi yang dibutuhkan dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan;
4. Memahami cara menyusun kebijakan ketenagakerjaan.

PTK
F. Makro
B. Uraian

1. Latar Belakang.
Penyusunan kebijakan dalam perencanaan tenaga kerja adalah yang paling penting, karena dengan penyusunan kebijakan ini
merupakan tahapan akhir dari proses perencanaan tenaga kerja. Kebijakan merupakan arah yang harus dilakukan, baik untuk
menyelesaikan masalah yang ada maupun target yang harus dilakukan. Maka kebijakan ini memuat kebijakan dari sisi
persedian tenaga kerja, kebutuhan tenaga kerja dan keseimbangan teaga kerja maupun harapan/ target yang harus kita capai
dimasa yang akan datang.
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 42
Kebijakan ketenagakerjaan tidak hanya berkaitan dengan permintaan (suppy) tenaga kerja atau kebutuhan (demand)
tenaga kerja saja melain kan sangat laus, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Dari sisi persediaan,
adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan persediaan tenaga kerja, yakni dari kebijkan fertilitas, kebijakan pendidikan dan
latihan para angkatan kerja merupakan kebijakan persediaan tenaga kerja.Kebijakan yang berkenaan dengan kebutuhan tenaga
kerja, yakni kebijakan yang mengatur tenatng uinvestasi, pemanfaatan sumberdaya serta kebijakan penciptaan kesempatan
kerja.
Kebijakan pelatihan tenaga kerja, yakni kebijakan tentang jenis kejuruan, lembaga pelatihan, peralatan akreditasi lembaga
pelatihan serta sertifikasi pelatihan tersebut. Kebijakan penempatan juga mengatur tentang penempatan tenaga kerja Indonesia
baik di dalam maupun di Luar Negeri, mekasnisme pasar tenaga kerja, penempaan tenaga kerja asing serta segala sesuatu
yang berkenaan dengan tenaga kerja. Kebijakan hubungan industrian, yakni berkenaan dengan Peraturan Perusahaan (PP),
Kesepakatan Kerja Bersama (PKB), Lebaga Bipartyit, Upah minimum, BPJS dan lain sebagainya. Kebijakan tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan, berkenaan dengan ketaatan meneraptkan peraturan perusahaan, kecelakaan kerja, serta
kegiatan pengawasan ketenagakerjaan lainnya.

2. Konsep dan difinisi :


a. Kebijakan adalah cara dan tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah pembangunan tertentu atau untuk mencapai
Tujuan pembangunan tertentu dengan mengeluarkan keputusan, strategi, perencanaan maupun implementasinya
dilapangan dengan menggunakan instrumen tertentu.
b. Elemen penting dalam penyusunan kebijakan, antara lain ;
1) Masalah yang akan diatasi dengan kebijakan;
2) Cara untuk mengatasi masalah tersebut;

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 43


3) Tujuan yang akan dicapai;
4) Kepentingan yang diinginkan
5) Aktor yang akan melakukannya;
6) Instrumen atau perangkat untuk melaksanakan kebijakan;
7) Aturan untuk menggunakan instrumen tersebut.

3. Jenis Data dan Sumber Data.


Data dan informasi yang diperlukan untuk Keseimbangan Tenaga Kerja adalah:
a. Proyeksi persediaan tenaga kerja dengan berbagai karakteristik;
b. Proyeksi kebutuhan tenaga kerja dengan berbagai karakteristik;
c. Proyeksi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha.

Data tersebut diatas dirinci dengan berbagai karakteristik, seperti : Jenis kelamin, pendidikan, golongan umur, desa kota,
Kabupaten/ Kota dan lainnya (untuk kategori jenis kelamin, pendidikan, golongan umur, desa kota, Kabupaten/ Kota dapat
dijelaskan sewaktu menyampaikan materi) .

4. Metodologi Penyusunan Kebijakan Tenaga Kerja.


Kebijakan dan program Perencanaan Tenaga Kerja yang dibutuhkan adalah kebijakan berkaitan dengan perluasan kesempatan
kerja, pembinaan angkatan kerja dan peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Secara umum kebijakan dalam PTK
adalah sebagai berikut :
a. Perluasan Kesempatan Kerja

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 44


Perluasan kesempatan kerja ini terdiri atas empat kebijakan, yaitu kebijakan umum, kebijakan sektoral, kebijakan regional
dan kebijakan khusus, dengan uraian sebagai berikut :
1) Kebijakan Umum
Kebijakan umum adalah kebijakan makro yang erat kaitannya dengan penciptaan iklim yang kondusif untuk perluasan
dan penciptaan kesempatan kerja. Lingkup kebijakan tersebut meliputi bidang moneter (nilai tukar dan tingkat suku
bunga pinjaman), fiskal (pajak dan bea masuk), investasi (perijinan dan fasilitas), ekspor-impor (kredit dan fasilitas),
keamanan, kepastian hukum, ketenagakerjaan, pendidikan, penggunaan teknologi, birokrasi dan sebagainya.

2) Kebijakan Sektoral

Dimensi sektoral yang merupakan perujudan dari pembagian atau klasifikasi dari seluruh aktivitas ekonomi sesuai
dengan pengklasifikasian usaha/ Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), mempunyai peranan yang sangat
penting dalam perluasan kesempatan kerja. Pada hakekatnya, semua kegiatan ekonomi baik yang berskala besar,
menengah maupun kecil, formal dan informal mempunyai identitas sektoral. Setiap sektor atau sub sektor
mempunyai instansi pembina, baik di tingkat pusat, maupun tingkat provinsi atau kabupaten/ kota. Dengan demikian,
maka kebijakan sektoral menjadi ujung tombak dalam penciptaan kesempatan kerja.

3) Kebijakan Regional

Regional yang terdiri atas wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/ kota adalah bagian integral dari negara kesatuan
Indonesia. Walaupun otonomi daerah yang luas telah diberikan kepada daerah untuk melaksanakan urusan rumah
tangganya masing-masing, namun kebijakan yang lingkupnya nasional tetap wajib dijalankan di setiap daerah secara

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 45


konsisten. Posisi daerah, khususnya kabupaten/ kota menjadi sangat penting, karena kabupaten/ kota bersentuhan
langsung dengan kegiatan aktivitas produksi sektoral.

4) Kebijakan Khusus

Kebijakan khusus adalah kebijakan perluasan kerja bagi kelompok-kelompok khusus atau wilayah-wilayah khusus
yang karena karakteristiknya, memerlukan penanganan khusus. Kelompok/ wilayah tersebut seperti misalnya
penganggur muda terdidik, wanita, penyandang cacat, kelompok miskin dan atau tertinggal, wilayah terpencil dan
sebagainya. Kebijakan khusus untuk kelompok atau wilayah tertentu tersebut diarahkan agar mereka memiliki
kemampuan untuk dapat mengakses kesempatan kerja yang tersedia bagi kelompok atau wilayah lainnya. Kegiatan
proyek padat karya merupakan salah satu diantaranya.

b. Kebijakan Pengendalian Angkatan Kerja


Permasalahan di Indonesia pasar kerja yang timpang, dimana pasar kerja Indonesia ditandai dengan kelebihan tenaga
kerja yang sangat besar jumlahnya, yang disebabkan terutama oleh struktur ekonomi negara kita yang belum mampu
menyerap seluruh angkatan kerja yang ada, yang kenyataannya bertambah setiap tahun.
Peningkatan kualitas angkatan kerja khususnya usia muda akan memberikan kontribusi dalam merubah struktur penduduk
kelompok berpendidikan rendah ke pendidikan yang lebih tinggi. Pengembangan tingkat pendidikan selain meningkatkan
kualitas juga produktivitas.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 46


c. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Meningkatkan produktivitas dan efisiensi ditempuh melalui peningkatan mutu sumber daya manusia, pergeseran dari
sektor yang produktivitasnya rendah ke sektor yang produktivitasnya tinggi, serta peningkatan kemampuan penguasaan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu kebijakan yang perlu dilaksanakan untuk
mengatasi permasalahan di bidang ketenagakerjaan, khususnya untuk mengatasi rendahnya SDM. Hal ini merupakan visi
dan misi dalam pembangunan ketenagakerjaan dan sekaligus untuk menghadapi semakin kompetitifnya persaingan global
yang menuntut langkah-langkah strategis pemerintah dalam peningkatan SDM yang berkualitas.

d. Penempatan Tenaga Kerja.


Dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja, pemerintah banyak menciptakan kesempatan kerja di berbagai sektor, dan
pemerintah berusaha untuk dapat menempatkan pencari kerja di kesempatan kerja yang ada, namun keterbatasan
kesempatan kerja yang ada di dalam negeri pemerintah berusaha untuk mendapatkan lowongan kerja di luar negeri.

e. Perlindungan dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja


Perlindungan dan peningkatan kesejahteraan pekerja adalah merupakan hal penting bagi terciptanya hubungan industrial
yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Beberapa strategi yang diperlukan bagi perlindungan dan peningkatan
kesejahteraan pekerja antara lain :
Mendorong penentuan upah yang lebih fleksibel disesuaikan dengan peningkatan produktivitas pekerja dan tingkat
kebutuhan hidup pekerja.
Pembebasan pekerja untuk mendirikan serikat pekerja dimasing-masing perusahaan.
Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 47
Mencegah terjadinya perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja.
Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.
Meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

f. Sistimatika Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi, Kabupaten/Kota (RTKP, RTKK)

Sambutan Gubernur, Bupati, Walikota


Kata Pengantar Kepala Dinas
Executif Summary
Daftar Isi
Daftar Tabel
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Dasar Hukum
C. Maksud dan Tujuan
D. Metodologi
E. Pengertian dasar, Difinisi

BAB II. KODISI KETENAGAKERJAAN TAHUN.


A. Kodisi Perekonomian
B. Penduduk Usia Kerja

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 48


C. Angkatan Kerja
D. Penduduk Yang Bekerja
E. Penganggur Terbuka
F. Produktivitas Tenaga Kerja
G. Pelatihan Tenaga Kerja
H. Penempatan Tenaga Kerja
I. Perlindungan Tenaga Kerja

BAB III. PERKIRAAN PERSEDIAN TENAGA KERJA TAHUN.


A. Perkiraan Penduduk Usia Kerja
B. Perkiraan Tingkat Partisi[pasi Angkatan Kerja
C. Perkiraan Angkatan Kerja

BAB IV. PERKIRAAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA TAHUN.


A. Perkiraan perekonomian
B. Perkiraan Penduduk Yang Bekerja
C. Perkiraan Produktivitas Tenaga Kerja
D. Perkiraan Pelatihan Tenaga Kerja
E. Perkiraan Penempatan Tenaga Kerja
F. Perkiraan Perlindungan Tenaga

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 49


DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang no 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007 tentang Tatacara memperoleh Informasi Ketenagakerjaan, Penyusunan dan
Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perlusan Kesempatan Kerja;
4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor
5. Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Permenakertrans Nomor 16 Tahun 2011 tentang Perencanaan Tenaga Kerja Makro.
6. Keputusan Menakertrans RI Nomor KEP 309 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan PTK Provinsi dan Kabupaten/Kota.
7. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Penataan Tatalaksana (business Process) Kementerian
Ketenagakerjaan.
8. Kementerian Ketenagakerjaan, Rencana Tenaga Kerja Nasional, Tahun 2015-2019.
9. Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Rencang Bangun Ketenagakerjaan 2009 -2025, Tahun 2008.
10. Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Model Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi.
11. Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Metodologi perhitungan persedian dan kebutuhan tenaga kerja.
12. Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi Depnakertrans, Pedoman Penyusunan Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi,
Kabubupaten/Kota.
13. Yudo Swasono, DR, dan Endang Sulistyaningsing, DR, MSc. Metode Perencanaan Tenaga Kerja, BPFE Yogyakarta.

Modul Perencanaan Tenaga Kerja Makro 50

You might also like