You are on page 1of 8

SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK

Definisi
Sindroma ovarium polikistik merupakan serangkaian gejala yang
dihubungkan dengan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yang berhubungan
dengan kelainan endokrin dan metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit
primer pada kelenjar hipofise atau adrenal yang mendasari. Anovulasi kronik
terjadi akibat kelainan sekresi gonadotropin sebagai akibat dari kelainan sentral
dimana terjadi peningkatan frekuensi dan amplitudo pulsasi GnRH dengan akibat
terjadi peningkatan kadar LH serum dan peningkatan rasio LH/ FSH serta
androgen. Hiperandrogenisme secara klinis dapat ditandai dengan hirsutisme,
timbulnya jerawat (akne), alopesia akibat androgen dan naiknya konsentrasi
serum androgen khususnya testosteron dan androstenedion. Sedangkan kelainan
metabolik berhubungan dengan timbulnya keadaan hiperandrogenisme dan
anovulasi kronik.

Prevalensi
Penelitian tentang prevalensi SOPK masih terbatas. Di Amerika Serikat
prevalensinya berkisar 4-6%. Menurut Leventhal sindroma ini terjadi 1% - 3 %
dari semua wanita steril, 3%-7% wanita yang mempunyai pengalaman ovarium
polikistik serta 15-25% wanita usia reproduksi akan mengalami siklus yang tidak
berovulasi. Sebanyak 75% dari siklus yang tidak berovulasi itu berkembang
menjadi anovulasi kronis dalam bentuk Ovarium polikistik (OPK). Telah
ditemukan bahwa 80% dari kelainan ovarium polikistik ini secara klinis tampil
sebagai Penyakit Ovarium Polikistik (POPK). Pada 5-10% wanita usia reproduksi,
Penyakit Ovarium polikistik ini akan bergejala lengkap sebagai Sindroma
Ovarium polikistik (SOPK).

Etiologi
Etiologi SOPK tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan sangat
dipengaruhi oleh genetik. Bila dalam satu keluarga terdapat penderita SOPK maka
50% wanita dalam keluarga tersebut akan menderita SOPK pula. Pada masa ini
terdapat peningkatan penemuan tentang hipotesa etiologi dari SOPK yaitu
tekanan darah tinggi selama kehamilan yang dapat berdampak bagi ibu dan
anak, salah satu dampak bagi anak tersebut adalah timbulnya ovarium
polikistik.
Tanda awal SOPK umumnya terlihat setelah menarche. Remaja dengan
periode haid sekitar 45 hari perlu mendapatkan pemeriksaan lanjutan untuk
menyingkirkan kemungkinan SOPK. Pada beberapa penderita, gejala SOPK
muncul setelah berat badan meningkat pesat.

Patofisiologi
Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang
menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan
hubungan umpan balik antara pusat (hipotalamus-hipofisis) dan ovarium sehingga
kadar estrogen selalu tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan
kadar FSH yang cukup adekuat. Selain itu dijumpai pula peningkatan kadar
androgen. Kelainan metabolik berupa hiperinsulinemia dan resistensi insulin ikut
berperan dalam timbulnya SOPK.
Pada sindrom ovarium polikistik terjadi peningkatan aktivitas sitokrom p-
450c17 (enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium) dan
terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine
releasing hormone(GnRH) yang meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan
sekresi androgen dari ovarium bertambah karena ovarium pada penderita sindrom
ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin. Peningkatan produksi androgen
menyebabkan terganggunya perkembangan folikel sehingga tidak dapat
memproduksi folikel yang matang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya estrogen
yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan LH yang memicu
terjadinya ovulasi. Selain itu adanya resistensi insulin menyebabkan keadaan
hiperinsulinemia yang mengarah pada keadaan hiperandrogen, karena insulin
merangsang sekresi androgen dan menghambat sekresi SHBG hati sehingga
androgen bebas meningkat.
Gambaran Klinis
1. Gangguan menstruasi dan infertilitas
Penderita SOPK sering datang dengan keluhan gangguan menstruasi dapat
berupa oligomenorea, amenorea dan infertilitas. Hal ini disebabkan oleh adanya
anovulasi kronik dan hiperandrogenemia.
2. Hirsutisme
Keadaan dengan pertumbuhan rambut yang berlebihan pada kulit ditempat
yang biasa, seperti kepala dan ekstremitas. Keadaan ini terjadi akibat
pembentukkan androgen yang berlebihan akibat kerusakan enzim 3
betahidroksisteroid dehidrogenase.
3. Obesitas
Wanita dengan berat badan yang berlebihan, 4-5 kali lebih sering terjadi
gangguan fungsi ovarium. Wanita yang gemuk menunjukkan aktivitas kelenjar
suprarenal yang berlebihan, peningkatan produksi testosteron, androstenedion
serta peningkatan rasio estron/estradion 2,5. Selain itu dikemukakan pula
penurunan kadae SHBG serum. Androgen merupakan hormon yang diperlukan
oleh tubuh untuk menghasilkan estrogen. Enzim yang diperlukan untuk mengubah
androgen menjadi estrogen adalah aromatase. Jaringan yang dimiliki kemampuan
untuk mengaromatisasi androgen menjadi estrogen adalah sel-sel granulosa dan
jaringan lemak.
Perubahan androstenedion menjadi E1 terjadi terutama di jaringan lemak,
dan tingkat perubahan ini berhubungan dengan jumlah jaringan lemak.
Pengurangan berat badan pada wanita gemuk berhubungan dengan pengurangan
kadar androgen dan estrogen terutama estron serum. Hiperestronemia dan
hiperinsulinemia adalah 2 hal yang berhubungan dengan kegemukan yang
berperan dalam patogenesis ovarium polikistik.
4. Akne, seborrhoe, pembesaran klitoris, pengecilan payudara.
Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan androgen yang berlebihan.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
1. Data-data subjektif dan objektif :
Infertilitas, gangguan haid, perubahan suara kelaki-lakian, jerawat,
hirsutisme, hipertropi klitoris, hipertropi otot, obesitas (+/-), gambaran
USG dan gangguan hormonal.
2. Temuan penunjang :
Ultrasonografi: pemeriksaan USG transabdominal untuk pemeriksaan
ovarium polikistik mempunyai spesifitas yang tinggi, tetapi kurang
sensitif terutama pada wanita gemuk. Tetapi kelemahan ini dapat diatasi
dengan cara USG transvaginal.
3. Pemeriksaan hormonal :
Pemeriksaan hormonal yang digunakan untuk mendiagnosis adanya
penyakit ovarium polikistik adalah kadar: progesterone, LH, testosteron,
androstenedion, nisbah LH/FSH, nisbah testosteron/SHBG, nisbah gula
darah puasa/insulin puasa.
4. Resistensi insulin
Ada beberapa cara pengukuran untuk menentukan adanya resistensi
insulin, antara lain :
a. Uji Toleransi Glukosa Oral
b. Uji toleransi insulin
c. Infus glukosa secara berkesinambungan
d. Tehnik klem euglikemik, ini merupakan baku emas untuk
mengukur sensitivitas jaringan terhadpa insulin.
e. Nisbah gula darah puasa / insulin puasa.

Menurut kesepakatan National Institute of Health National Institute of


Child Health and Human Development NIH-NICHD untuk mendiagnosa SOPK
ditetapkan Kriteria mayor:
- Anovulasi
- Hiperandrogenemia
- Tanda klinis hiperandrogenisme
- Penyebab lainnya dapat disingkirkan
Kriteria minor :
- Resistensi insulin
- Hirsutisme dan obesitas yang menetap
- Meningkatnya perbandingan rasio LH-FSH
- Anovulasi intermiten yang berhubungan dengan hiperandrogenemia
- Bukti secara ultrasonografi terdapat ovarium polikistik
Terdapat dua kriteria mayor untuk mendiagnosis SOPK: anovulasi dan
adanya hiperandrogenisme yang ditetapkan secara klinis dan laboratorium.
Adannya dua kelainan ini cukup untuk mendiagnosis SOPK tanpa adanya
penyakit primer pada kelenjar hipofise atau adrenal yang mendasari seperti
neoplasma adrenal atau ovarium, sindrom Cushing, hypogonadotropic atau
gangguan hypergonadotropic, hyperprolactinemia, dan penyakit tiroid.
Dibutuhkan 1 kriteria mayor yaitu anovulasi dan 2 kriteria minor yaitu rasio
LH/FSH > 2,5 dan terbukti adanya ovarium polikistik secara USG. USG dan atau
laparoskopi merupakan alat utama untuk diagnosis. Dengan USG, hampir 95 %
diagnosis dapat dibuat. Terlihat gambaran seperti roda pedati, atau folikel-folikel
kecil berdiameter 7-10 mm. Baik dengan USG, maupun dengan laparoskopi, ke
dua, atau salah satu ovarium pasti membesar.
Wanita SOPK menunjukkan kadar FSH, PRL, dan E normal, sedangkan
LH sedikit meninggi (nisbah LH/FSH>3). LH yang tinggi ini akan meningkatkan
sintesis T di ovarium, dan membuat stroma ovarium menebal (hipertikosis). Kadar
T yang tinggi membuat folikel atresi. LH menghambat enzim aromatase. Bila di
temukan hirsutismus, perlu diperiksa testosteron, dan umumnya kadar T tinggi.
Untuk mengetahui, apakah hirsutismus tersebut berasal dari ovarium, atau
kelenjar suprarenal, perlu di periksa DHEAS. Kadar T yang tinggi selalu berasal
dari ovarium (> 1,5 ng/ml), sedangkan kadar DHEAS yang tinggi selalu berasal
dari suprarenal (> 5-7ng/ml). Indikasi pemeriksaan T maupun DHEAS dapat di
lihat dari ringan beratnyapertumb uhan rambut. Bila pertumbuhan rambut yang
terlihat hanya sedikit saja (ringan), maka kemungkinan besar penyebab tingginya
androgen serum adalah akibat gangguan pada ovarium, berupa anovulasi kronik,
sedangkan bila terlihat pertumbuhan rambut yang mencolok, maka peningkatan
androgen kemugkinan besar berasal dari kelenjar suprarenal, berupa hiperplasia,
atau tumor.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding termasuk variasi yang luas dari sejumlah gangguan lain
yang berakibat pada abnormalitas pelepasan gonadotropin, anovulasi kronik, dan
ovarium yang sklerokistik. Ovarium yang sklerokistik merupakan ekspresi
morfologi yang nonspesifik dari anovulasi kronik pada pasien-pasien
premenopause, dan dapat disertai :
a. Lesi adrenal, misalnya sindroma Cushing, hiperplasia adrenal kongenital,
dan tumor-tumor adrenal virilisasi.
b. Gangguan hipotalamus-pituitari primer
c. Lesi-lesi ovarium yang memproduksi jumlah yang berlebihan dari
estrogen atau androgen, termasuk tumor-tumor sex-cord stromal, tumor-
tumor sel steroid dan beberapa lesi nonneoplastik seperti hiperplasia sel
Leydig dan hipertekosis troma.
Ovarium sklerokistik juga terjadi pada pasien-pasien dengan ooforitis
autoimun, setelah penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, berhubungan
dengan adhesi periovarium, setelah terapi androgen jangka panjang pada wanita
agar menjadi pria transeksual dan ditemukan normal pada individu-indivudi
prespubertas.

Penatalaksanaan
Olahraga secara teratur, konsumsi makanan sehat, serta menghentikan
kebiasaan merokok dan mengendalikan berat badan merupakan kunci utama
pengobatan SOPK. Alternatif pengobatan lainnya adalah dengan menggunakan
obat untuk menyeimbangkan hormon.
Tidak terdapat pengobatan definitif untuk SOPK, namun pengendalian
penyakit dapat menurunkan resiko infertilitas, abortus, diabetes, penyakit jantung
dan karsinoma uterus.
Terapi Medikamentosa
Pengobatan tergantung tujua pasien. Beberapa pasien membutuhkan terapi
kontrasepsi hormonal, dimana yang lainnya membutuhkan induksi ovulasi.
Kebanyakan pasien dengan SOPK mencari pengobatan untuk hirsutisme dan
infertilitasnya. Hirsutisme dapat diobati dengan obat antiandrogen yang
menurunkan kadar androgen tubuh. Infertilitas pada SOPK sering berespon
terhadap klomifen sitrat.
1. Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral kombinasi menurunkan produksi adrenal dan androgen,
dan mengurangi pertumbuhan rambut dalam 2/3 pasien hirsutisme. Terapi dengan
kontrasepsi oral memiliki beberapa manfaat, antara lain :
1. Komponen progestin menekan LH, mengakibatkan penurunan produksi
androgen ovarium
2. Estrogen meningkatkan produksi hepatik SHBG, menghasilkan
penurunan testosteron bebas.
3. Mengurangi kadar androgen sirkulasi.
4. Estrogen mengurangi konversi testosteron menjadi dehidrotestosteron
pada kulit dengan menghambat 5-reduktase.
2. Medroksiprogesteron Asetat
Penggunaan medroksiprogesteron asetat secara oral atau intramuskuler telah
berhasil digunakan untuk pengobatan hirsutisme. Secara langsung mempengaruhi
axis hipofise-hypothalamus oleh menurunnya produksi GnRH dan pelepasan
gonadotropin, sehingga mengurangi produksi testosteron dan estrogen oleh
ovarium. Meskipun penurunan SHBG, kadar androgen total dan bebas berkurang
secara signifikan. Dosis oral yang direkomendasikan adalah 20-40 mg per hari
dalam dosis terbagi atau 150 mg diberikan intramuscular setiap 6 minggu sampai
3 bulan dalam bentuk depot. Pertumbuhan rambut berkurang sebanyak 95%
pasien. Efek samping dari pengobatan termasuk amenorea, hilangnya kepadatan
mineral tulang, depresi, retensi cairan, sakit kepala, disfungsi hepatik, dan
penambahan berat badan.
3. Agonis Gonadotropin releasing Hormone (Gn-RH)
Penggunaan GnRH agonis memungkinkan diferensiasi androgen adrenal
yang dihasilkan oleh ovarium. Ini ditujukan untuk menekan kadar steroid ovarium
pada pasien SOPK. Pengobatan dengan leuprolid asetat yang diberikan
intramuskular setiap 28 hari mengurangi hirsutisme dan diameter rambut pada
hirsutisme idiopatik atau pada hirsutisme sekunder pada SOPK. Tingkat androgen
ovarium secara signifikan dan selektif ditekan. GnRH agonis dapat diberikan
dengan dosis tunggal, 3 mg pada hari ke 8 siklus haid, atau dengan dosis ganda
setiap hari 0,25 mg mulai hari ke 7 siklus haid. Penambahan kontrasepsi oral atau
terapi penggantian estrogen untuk pengobatan agonis GnRH dapat mencegah
keropos tulang dan efek samping lainnya dari menopause, seperti hot flushes dan
atrofi genital. Supresi hirsutisme tidak menambah potensi dengan terapi
penambahan estrogen untuk pengobatan agonis GnRH.
4. Ketokonazol
Ketokonazol, agen antijamur yang disetujui oleh US Food and Drug
Administration, menghambat kunci sitokrom steroidogenik. Diberikan pada dosis
rendah (200 mg/hari), dapat secara signifikan mengurangi tingkat androstenedion,
testosteron, dan testosteron bebas.
5. Flutamide
Flutamid merupakan antiandrogen nonsteroid yang dilaporkan tidak
mempunyai aktivitas progestasional, estrogenik, kortikoid, atau antigonadotropin.
Pada banyak studi, kadar perifer T dan T bebas tidak berubah, meskipun beberapa
dilaporkan modulasi produksi androgen. Flutamid mempunyai efikasi yang serupa
dengan spironolakton dan cyproteron. Obat ini telah digunakan untuk mengobati
kanker prostat pada laki-laki. Obat ini diguakan secara umum dalam dosis 125-
250 mg dua kali sehari. Efek samping yang umum ialah kulit kering dan
meningkatkan nafsu makan.
Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus infertilitas akibat
SOPK yang tidak segera mengalami ovulasi setelah pemberian terapi
medikamentosa. Melalui pembedahan, fungsi ovarium di pulihkan dengan
mengangkat sejumlah kista kecil.

You might also like