You are on page 1of 4

3.

1 Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia


Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang yang
meliputi:

a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)


Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan
tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan
dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat.
Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan tanpa batas akan layanan
kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis,
mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden
1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam
menjalin hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh
ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit
Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga
keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai.

b. Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka


Trend perawatan luka yang digunakan saat ini adalah menjaga kelembaban area luka. Luka yang lembab
akan dapat mengaktivasi berbagai growt factor yang berperan dalam proses penutupan luka, antara lain
TGF beta 1-3, PDGF, TNF, FGF dan lain sebagainya. Yang perlu diperhatikan adalah durasi waktu dalam
memberikan kelembapan pada luka sehingga resiko terjadinya infeksi dapat diminimalkan. Selain itu
prinsip ini juga tidak menghambat aliran oksigen, nitrogen dan unsur-unsur penting lainnya serta
merupakan wadah terbaik untuk sel-sel tubuh tetap hidup dan melakukan replikasi secara optimal,
sehingga dianggap prinsip ini sangat efektif untuk penyembuhan luka. Hal ini akan berdampak pada
layanan keperawatan, meningkatkan kepuasan pasien serta memperpendek lama hari perawatan.
Namun demikian, prinsip ini belum diterapkan di semua rumah sakit di seluruh Indonesia.

c. Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group


Remaja merupakan masa dimana fungsi reproduksinya mulai berkembang, hal ini akan berdampak pada
perilaku seksualnya. Salah satu perilaku seksual yang rentan akan memberikan dampak terjadinya HIV-
AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang dikembangkan model peer group sebagai salah satu cara dalam
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksinya dengan harapan
suatu kelompok remaja akan dapat mempengaruhi kelompok remaja yang lain. Metode ini telah
diterapkan pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes maupun lembaga swadaya masyarakat. Adapun
angka kejadian AIDS pada kelompok remaja hingga Juni 2008 adalah sebesar 429 orang dan 128 orang
remaja mengidap AIDS/IDU. Hal ini akan sangat mengancam masa depan bangsa dan negara ini.
Diharapkan dengan metode Peer Group dapat menurunkan angka kejadian, karena diyakini bahwa
kelompok remaja ini lebih mudah saling mempengaruhi.

d. Program sertifikasi perawat keahlian khusus


Bermacam-macam program sertifikasi saat ini mulai berkembang dalam tatanan layanan keperawatan,
khususnya pada bidang keperawatan medikal bedah misalnya sertifikasi perawat luka oleh INETNA,
sertifikasi perawat anastesi, perawat emergency, perawat hemodialisa, perawat ICU, perawat ICCU,
perawat instrument OK. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah standarisasi setiap sertifikasi sudah
sesuai dengan kompetensi perawat profesional karena menurut analisa kami program tersebut berjalan
sendiri-sendiri tanpa arahan yang jelas dari organisasi profesi dan terkesan hanya proyek dari lembaga-
lembaga tertentu saja.

e. Hospice Home Care


Hospice home care adalah perawatan pasien terminal yang dilakukan di rumah setelah dilakukan
perawatan di rumah sakit, dimana pengobatan sudah tidak perlu dilakukan lagi. Bidang garapnya
meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual yang bertujuan dalam memberikan dukungan fisik dan psikis,
dukungan moral bagi pasien dan keluarganya, dan juga memberikan pelatihan perawatan praktis. Di
Indonesia, metode perawatan ini di bawah pengelolaan Yayasan Kanker Indonesia. Sedangkan di
beberapa rumah sakit yang lain program ini sudah dikembangkan, namun belum dilakukan secara legal.

f. One Day Care


Merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien tidak memerlukan perawatan lebih dari satu
hari. Setelah menjalani operasi pembedahan dan perawatan, pasien boleh pulang. Biasanya dilakukan
pada kasus minimal. Berdasarkan hasil analisis beberapa rumah sakit, di Indonesia didapatkan bahwa
metode one day care ini dapat mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak menimbulkan
penumpukkan pasien pada rumah sakit tersebut dan dapat mengurangi beban kerja perawat. Hal ini
juga dapat berdampak pada pasien dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin.

g. Klinik HIV
Saat ini mulai berkembang klinik HIV di beberapa Rumah Sakit pemerintah maupun swasta. Hal ini
dilakukan dalam usaha mendeteksi dini akan HIV dan mencegah penyebaran HIV di masyarakat. Target
penderita adalah kelompok masyarakat dengan resiko tinggi, misalnya pekerja sex, penderita HIV-AIDS,
remaja, kelompok IDU (injection drug use). Klinik ini masih terbatas dikembangkan dibeberapa rumah
sakit saja. Hal ini disebabkan karena kurangnya persiapan tenaga yang kompeten dalam bidang tersebut
serta sarana dan prasarana yang masih minimal. Selain itu masyarakat masih belum siap untuk
memanfaatkan klinik ini, karena ada stigma dimasyarakat masih menganggap bahwa penyakit ini adalah
penyakit kutukan dan harus dikucilkan. Namun demikian, dalam praktik nyata, telah ada wadah khusus
dari Depkes RI untuk menjaring pengidap HIV/AIDS oleh VCT (Voluntary Counselling and Testing). Usaha
ini telah berhasil menjaring sejumlah pengidap AIDS dimana hingga bulan Juni 2008 telah terdeteksi
12.686 (Depkes, 2008). Dari sejumlah pasien ini, apabila diibaratkan dengan fenomena gunung es, maka
sebenarnya disekeliling kita sudah terdapat banyak pasien dengan HIV/AIDS.

h. Klinik Rawat Luka


Saat ini mulai bermunculan klinik rawat luka yang dikelola oleh sekelompok perawat yang minat dalam
perawatan luka. Klinik ini tidak lepas dari kolaborasi dokter-ners. Sifat layanannya dapat berupa home
visit atau pasien berkunjung ke klinik secara langsung.
i. Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan
Sejak diakuinya perawat sebagai profesi yang profesional, saat ini mulai bermunculan organisasi profesi
perawat kekhususan dalam keperawatan medikal bedah, misalnya HIPKABI (Himpunan Perawat Kamar
Bedah Indonesia), InETNA (Indonesia Enterostomal Therapy Nursing Association), IOA (Indonesia
Ostomy Association), dan sebagainya. Hal ini akan menjadi sarana bagi perawat untuk mengembangkan
dirinya menjadi lebih profesional dalam bidang garapan tertentu, namun demikian akan timbul
permasalahan karena jenis keperawatan akan menjadi lebih bervariasi dan berdampak lebih luas pada
organisasi keperawatan lebih luas karena akan terkesan terpetak-petak. Selain itu standar dari masing-
masing kekhususnan belum jelas.

j. Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup
Keperawatan Medikal Bedah
Kegiatan-kegiatan penelitian diklinik akan mendukung kualitas pelayanan keperawatan dalam
mendukung sistem pelayanan kesehatan. Kegiatan tersebut meliputi membentuk komite riset,
menciptakan lingkungan kerja yang ilmiah, kebijakan kegiatan riset dan pemanfaatan hasilnya dan
pendidikan berkelanjutan. Akan tetapi pelaksanaan di Indonesia belum maksimal. Hal ini dibuktikan
dengan minimnya kegiatan ilmiah keperawatan di rumah sakit, hasil penelitian jarang didiseminasikan
dan dimanfaatkan untuk pengembangan praktik klinis keperawatan.

3.2 Isue Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia


a. Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.
Beberapa klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum diberikan
NaCl 0,9 %. Hal ini dilakukan agar kotoran-kotoran yang menempel pada luka dapat terbawa oleh aliran
air. Kemudian dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah diencerkan dan dilanjutkan irigasi
dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian prosedur ini masih menimbulkan beberapa kontroversi
karena kualitas tap water yang berbeda di beberapa tempat dan keefektifan dalam pengenceran
betadine.

b. Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan
versi atau modelnya sendiri-sendiri.

c. Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter


Ada beberapa pendapat bahwa perawatan luka adalah kewenangan medis, akan tetapi dalam
kenyataannya yang melakukan adalah perawat sehingga dianggap sebagai area abu-abu. Apabila
ditinjau dari bebarapa literatur, perawat mempunyai kewenangan mandiri sesuai dengan seni dan
keilmuannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kerusakan integritas kulit.

c. Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan.


Saat ini mulai terdengar istilah euthanasia, baik aktif maupun pasif. Euthanasia aktif merupakan
tindakan yang sengaja dilakukan untuk membuat seseorang meninggal. Sedangkan euthanasia pasif
adalah tindakan mengurangi ketepatan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau
tindakan pendukung lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas keduanya kabur,
bahkan merupakan sesuatu yang tidak relevan. Di Nederland euthanasia sudah dalam proses untuk
dilegalisasi. Dikatakan bahwa 72% dari populasi lebih cenderung untuk menjadi relawan euthanasia
aktif. Dalam praktik nyata, masyarakat telah melegalkan euthanasia pasif terutama dalam proses aborsi.
Diyakini bahwa 30 tahun yang akan datang, euthanasia akan bergeser dari sesuatu yang samar-samar
menjadi sesuatu yang legal. Dalam hal ini, perawat berada dalam posisi yang sangat baik untuk
mengkajinya secara lebih obyektif, sehingga akan menjadi kesempatan terbaik bagi perawat untuk
mengambil bagian terlibat aktif dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan terkait, khususnya pada
kasus keperawatan medikal bedah.

d. Pengaturan sistem tenaga kesehatan


Sistem tenaga kesehatan di Indonesia saat ini belum tertata dengan baik, pemerintah belum berfokus
dalam memberikan keseimbangan hak dan kewajibaan antar profesi kesehatan. Rasio penduduk dengan
tenaga kesehatan pada tahun 2003 menunjukkan perawat 108,53, bidan 28,40 dan dokter 17,47 per
100.000 penduduk. Berdasarkan hasil penelitian dari DEPKES menyebutkan bahwa puskesmas belum
mempunyai sistem penghargaan bagi perawat.

e. Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1


Dengan alasan tidak kuat menggaji lulusan S1 Keperawatan, banyak rumah sakit pemerintah dan swasta
yang menyerap lulusan D3 keperawatan. Dilihat dari jumlah formasi seleksi CPNS, jumlah S1 sedikit
dibutuhkan dibandingkan D3 keperawatan. Hal ini akan berdampak pada kualitas layanan asuhan
keperawatan pada lingkup medikal bedah yang hanya berorientasi vokasional tidak profesional.

f. Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga
implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.

You might also like