You are on page 1of 77

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA

PEGAWAI PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

DAERAH PROVINSI PAPUA

TESIS

Oleh:

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik dan

daya tarik yang kuat pada setiap orang. Kepemimpinan senantiasa memberikan

penjelasan tentang bagaimana menjadi pemimpin yang baik, sikap, dan gaya

yang sesuai dengan situasi kepemimpinan pada suatu organisasi.

Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal, sebagian besar

ditentukan oleh faktor gaya kepemimpinan. Sementara itu, suatu ungkapan mulia

yang mengatakan bahwa pemimpinlah yang dapat disebut sebagai pengembala

karena pengembala akan dipertanyakan tentang perilaku pengembalaannya.

Berdasarkan hal ini, dapat dibuktikan bahwa seorang pemimpin apapun

wujudnya, dimanapun letaknya akan selalu mempunyai beban untuk

mempertanggungjawabkan kepemimpinannya, bertanggung jawab atas

kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, karena kedudukan pemimpin dalam

suatu organisasi merupakan faktor penentu yang sangat penting. Oleh sebab itu,

seorang pemimpin seharusnya mampu membenikan suatu kontribusi yang positif

terhadap pencapaian tujuan bersama-sama dengan bawahannya dalam

melaksanakan tugas yang telah dibebankan kepadanya.


Seorang pegawai akan memiliki semangat kerja yang, dalam

melaksanakan tugas-tugas yang telah dibebankan kepadanya, apabila

pemimpinnya mampu memberikan motivasi. Hal ini dapat terjadi karena apa

yang telah menjadi motivasi dan juga motivasinya dalam bekerja terpenuhi.

Sekalipun seorang pegawai diketahui memiliki kemampuan operasional yang

baik, tetapi apabila tidak memiliki motivasi dalam bekerja, maka hasil akhir yang

diperoleh dan pekerjaannya akan menjadi tidak memuaskan.

Mengingat pentingnya peranan motivasi yang dibutuhkan dalam

pekerjaan, maka wujud perhatian pemimpin mengenai masalah motivasi adalah

dengan adanya pemberian penghargaan dan pemenuhan kebutuhan bagi pegawai

dalam bekerja dan juga mengenai adanya pemberian kompensasi yang layak dan

adil bagi para pegawai negeri sipil (PNS), khususnya yang berada di lingkungan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi, Papua. Secara

umum, dengan adanya motivasi yang diberikan oleh pemimpin sangatlah penting

dalam menentukan dan mengkoordinasikan perencanaan penyelengaraan

pembangunan khususnya di Provinsi Papua.

Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menciptakan iklim kerja yang

baik berdasarkan dukungan peraturan perundangundangan yang berlaku,

termasuk penyederhanaan prosedur dan kemudahan-kemudahan Iainnya dalam

gerakan disiplin nasional, pendidikan, latihan jabatan, penjenjangan, analisis

jabatan, kenaikan pangkat otomatis, jabatan fungsional, pengawasan melekat,

dan lain sebagainya. Pada dasarnya banyak pula upaya yang telah dilakukan
dalam proses mendayagunakan aparatur pemerintah yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) aparatur. Akan tetapi,

atas dasar dan berbagai laporan pengawasan yang telah dilakukan oleh berbagai

institusi maupun organisasi lain, ternyata hasil pengamatan menunjukkan bahwa

masih banyak permasalahan yang ditemukan di lapangan yang belum sesuai

dengan apa yang diharapkan sehingga banyak menimbulkan kesenjangan yang

terjadi antara pimpinan dan bawahan.

Berdasarkan pada penerapan teori kepemimpinan telah diketahul bahwa

gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin memiliki daya tarik

yang kuat dalam mempengaruhi bawahan untuk menirunya. Dengan hal ini dapat

diperhitungkan seberapa besar pemimpin yang benar-benar mampu memimpin

bawahannya dengan baik dan membawa kejayaan bagi suatu pengabdiannya

dalam suatu institusi ataupun organisasi.

Bertolak pada segala fenomena yang sebagaimana telah diuraikan, hal

inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan

judul Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Papua.


1.2 Perumusan Masalah

Bertitik tolak dan fenomena di atas, maka dapat dirumuskan masalah

pokok dalam penelitian mi, antara lain:

1. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap peningkatan kineria

pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi

Papua?

2. Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan terhadap peningkatan kinerja

pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi

Papua?

3. Bagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan di Iingkungan Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini, antara

lain:

1. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan yang

diterapkan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Provinsi Papua.

2. Untuk mengukur dan menganalisis seberapa besar pengaruh gaya

kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua.


3. Untuk mengukur dan menganalisis penerapan gaya kepemimpinan

terhadap kinerja pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Pi-ovinsi Papua.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ml diharapkan dapat memberikan manfaat,

diantaranya:

1. Bagi Pendilti, dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang

Iebih luas dan mendalam, khususnya pada bidang pengembangan

sumber daya manusia (SDM).

2. Bagi Pemerintah Daerah Pro vinsi Papua, dapat digunakan sebagai

gambaran dalam menganalisis dampak penerapan gaya kepemimpinan

dan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai, khususnya di Iingkungan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua.

3. Dan segi Praktis, dapat memberikan kontribusi akademis dan kontribusi

praktis sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lanjutan dalam

upaya mengkaji penerapan gaya kepemimpinan dan pengaruhnya.

terhadap kinerja pegawai.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

2.1.1 Perilaku Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan dan

Semangat Kerja Pegawai di Lingkungan Kantor Kecamatan di

Wilayah Kabupaten Cilacap.

Menurut Bambang Tedjo (2006), dalam penelitiannya yang

berjudul Perilaku Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan dan

Semangat Kerja Pegawai di Lingkungan Kantor Kecamatan di Wilayah

Kabupaten Cilacap variabel penelitian yang digunakan, terdiri dari:

a. Variabel bebas (independen) : Perilaku kepemimpinan (X)

b. Varibel terikat (dependen) : Semangat kerja ( Y )

Selanjutnya untuk variabel bebas (independen) diuraikan menjadi:

Variabel bebas X1 = Tipe kepemimpinan;

Variabel b as X2 = Pen mbilan keputusan;

Variabel bebas X3 = Disiplin/ ke tan; dan

Variabel bebas X4 = Ketertiban dalam pengambilan keputusan


Dari hasil penelitian ini dapat diuraikan hubungan antara variabel

bebas (independen) variabel terikat (dependen), dimana hubungan

diuraikan antara variabel Y den.MpriabeI

X , , dan Xj yang4 kesemuanya mempunyai hubungan

yang sangat signifikan dan dapat diuraikan sebagal berikut:

4. Terdapat hubungan positif atau signifikan antara tipe

kepemimpinan dengan semangat kerja (R = 0,462);

5. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengambilan keputusan

dan semangat kerja (R = 0,331)

6. Terdapat hubungan yang signifikan antara disiplin/ ketaatan

dengan semangat kerja (R = 0,395)

7. Terdapat hubungan yang disignifikan antara keterlibatan

pengambilan keputusan dengan semangat kerja (R = 0,395);

Dengan demikian, pada kesimpulannya perilaku kepemimpinan

dalam pengambilan keputusan mempunyal pengaruh atau

berdampak pada semangat kerja pegawai, khususnya di

Iingkungan Kantor Kecamatan di wilayah Kabupaten Cilacap.

2.1. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Aparat di Lingkungan

sekretariat Daerah Tingkat I jawa Tengah.

Menurut Agus Waryanto (2003), dalam penelitiannya

yang berjudul Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Aparat di


Lingkungan Sekretariat Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dimana

Variabel yang digunakan, terdiri dari:

a. Varia I bebas (independen) : Motivasi erja (X) dan

b. Variabel ten t (dependen) : Kiner aparat (Y)

Selanjutnya, untuk variabel bebas (independen) diuraikan

menjadi:

- Vaniabel ebas X1 = Kebutuhan penghargaan, dan

- V abel bebas X2 = Kebutuhan aktualisasi din

Berdasarkan hasil analisa dengan rnenggunakan metode regresi

linear berganda diperoleh perhitungan dari berbagai rumusan yang

menunjukkan adanya hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja

aparat,, sebag-ai-beriRiirr

Dapat diketahui bahwa persamaan di atas menunjukkan bahwa motivasi kerja sangat

berpengaruh terhadap kinerja aparat; bahkan tanpa adanya motivasi kerja, maka

kinerja aparat juga akan menjadi negatif (merugikan). Pengaruh yang tinggi dapat

dilihat dalam hal kebutuhan akan penghargaan. Dengan demikian, dapat diantikan

bahwa apabila karyawan diberi penghargaan atas hash kerja yang telah

diselesaikannya,
maka walaupun kecil nilainya namun akan memberikan kenerja yang tinggi (0,9767).

21 (StudLpadaDinas-KesehtWKM1artg)

Menurut An Heryanto (2007), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Gaya

Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawal (Studi pada Dinas Kesehatan Kota Malang)

dimana penelitian mi bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan

dengan empat variabel terhadap kinerja pegawai, dan juga untuk mengetahui gaya

kepemimpinan manakah yang paling dominan dalam mempengaruhi kinerja pegawai,

khususnya di Iingkungan Dinas Kesehatan Kota Malang. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian mi adalah explanatoay research dengan metode survey. Variabel

prediktor yang digunakan, antara lain gaya kepemimpinan instruktif, gaya

kepemimpinan konsultatif, gaya kepemimpinan partisipatif, dan gaya kepemimpinan

delegatif. Variabel knitenium yang ditentukan adalah kinerja pegawai.

mi dilakukan terhadap 82 responden yang telah ditetapkan sebagai sam n mewakili

keseluruhan jumlah pegaw ng ada di Iingkungan Dinas hatan Kota M g. Adapun

metode pengumpulan data yang digunakan


dalam penelitian mi dilakukan melalui metode pengisian angketl kuesioner yang

disebarkan kepada responden, metode observasi (pengamatan secara langsung tentang

segala fenomena yang terjadi di lokasi penelitian), dan juga metode dokumentasi

yang terdiri dan pengumpulan data primer dan sekunder. Setelah itu, terhadap

jawaban yang telah diberikan oleh masing-masing responden dilakukan uji validitas

dan uji reliabilitas. Selanjutnya, terhadap instrumen pertanyaan yang valid den

reliabel, dilakukan uji asumsi normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas.

Berdasarkan hasH perhitungan uji asumsi normalitas, ternyata data tersebut

memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan, dan hasil uji asumsi multikolinieritas

diperoleh bahwa variabel gaya kepemimpinan instruktif dan gaya kepemimpinan

delegatif tidak terdapat masalah multikolinieritas (multiko), sedangkan pada variabel

gaya kepemimpinan konsultatif dan gaya kepemimpinan partisipatif terdapat

hubungan multiko, sehingga salah satu dan variabel ml harus dibuang atau

dikeluarkan. Dan hasil uji asumsi heteroskedastisitas, ternyata diperoleh hasH dimana

tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga uji mi telah memenuhi syarat

heteroskedastisitas (tidak terjad i sifat hetero).


Setelah itu, dilakukan analisa deskriptif terhadap butirbutir instrumen pertanyaan dan

variabel gaya kepemimpinan dan kinerja pegawai untuk mengetahui seberapa besar

nilai rata-rata (mean), median, standard deviasi, minimum dan maksimum dan para

responden dalam membenikan nilai/ skor secara persepsi terhadap gaya

kepemimpinan dan kinerja pegawai. Selanjutnya, dilakukan uji pengaruh parsial dan

masing-masing gaya kepemimpinan yang telah ditetapkan (uji t), uji pengaruh

keseluruhan (uji F), dan analisis data dengan menggunakan regresi linear berganda.

Dan hash analisis tersebut diperoleh bahwa secara keseluruhan keempat variabel

tersebut berpengaruh terhadap kinerja pegawai dan dan hash uji t diperoleh bahwa

signifikansi pengaruh variabel gaya kepemimpinan konsultatif dan gaya

kepemimpinan delegatif terhadap kinerja pegawah (nilai t> 0,5) sehingga

pengaruhnya tidak signifikan dan oleh karena variabel gaya kepemimpinan

konsultatif juga mengalami multiko dengan variabel gaya kepemimpinan partisipatif,

maka vaniabel gaya kepemimpinan konsultatif dikeluarkan dan model regresi linear

berganda yang telah ditetapkan. Selanjutnya, dilakukan lagi analisis regresi Ihnier

berganda tanpa mengikut sertakan gaya kepemimpinan konsultatif, hasilnya

menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif dan gaya kepemimpinan

instruktif
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai. Dan pada

kesimpulan penilitian menyatakan bahwa variabel yang paling dominan dalam

mempengaruhi kinerja pegawai adalah gaya kepemimpinan partisipatif.

2.2. Konsep Pemimpin dan Kepemimpinan

Secara etimologi, pemimpin dan kepemimpinan berasal dan kata pimpin (to lead).

Kemudian, dengan adanya penambahan imbuhan (konjunysi) perubahan menjadi

pemimpin (leader) dan kepemimpinan (leadership). Dalam kepemimpinan terdapat

hubungan saling mempengaruhi yang terjadi dan pemimpin dan juga hubungan

kepatuhan/ ketaatan dan para bawahan karena dipengaruhi oleh kewibawaan

pemimpin.

Pemimpin dan kepemimpinan tersebut bersifat universal (menyeluruh), artinya selalu

ada dan senantiasa diperlukan pada setiap usaha bersama manusia dalam segenap

organisasi bisnis maupun pemerintahan, mulai dan tingkat yang paling kecil atau inti,

yaitu keluarga, sampai pada tingkat kampung, distrik, kabupaten/ kota, provinsi dan

negara; dan tingkat lokal, regional sampai nasional dan internasional; dimanapun dan

kapanpun.

Telah banyak konsep yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian

pemimpin dan kepemimpinan. Diantaranya Alan C. Filley dalam kutipan Moeftie W

(1987:39) merumuskan bahwa


pengertian pemimpin dan kepemimpinan, sebagal berikut

Kepemimpinan adalah proses seseorang menggunakan pengaruh kemasyarakatannya

terhadap para anggota suatu kelompok lainnya (leadership is a process by one person

expert social influence over the member of the group). Sedangkan, Pemimpin adalah

seseorang yang dengan daya kekuatannya terhadap orang lain melakukan wewenang

untuk tujuan mempengaruhi tata laku mereka (A leader is a pearson with power over

other who exercise this power for the purpose of influencing their behavior).

Sedangkan Kartini Kartono (1992:25) menguraikan bahwa Pemimpin adalah

seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan

kelebihan di suatu bidang tertentu sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk

bersamasama melakukan aktivitas tertentu, demi pencapaian suatu atau beberapa

tujuan, sedangkan Kepemimpinan adalah suatu proses yang mengarahkan dan

mempengaruhi serta melibatkan/ menggerakan orang lain atau kelompok orang untuk

mencapai tujuan seseorang atau kelompok dalam situasi tertentu.

Kepemimpinan dapat terjadi jika didalamnya terpenuhi unsurunsur, sebagai berikut:

1. Ada orang-orang atau pihak yang mempengaruhi atau menggerakan (yang

memimpin atau bertindak sebagal pimpinan)


2. Ada orang atau pihak yang dipengaruhi atau digerakkan untuk mencapai tujuan

tertentu (yang dipimpin atau bertindak sebagai bawahan).

Pengertian kepemimpinan demikian mempunyai ruang lingkup yang luas. Artinya,

bisa saja terjadi di luar organisasi yang tanpa dibatasi oleh aturan dan birokrasi serta

tata karma organisasi. Dengan kata lain, dapat dinaytakan bahwa manajemen/

manajer merupakan jenis pemikiran yang khusus dan A. S. Munir (1988:35) yang

mengutarakan bahwa kepemimpinan dalam organisasi kerja atau kepemimpinan

manajemen, yaitu suatu kepemimpinan yang bersifat sebagai proses pengarahan

terhadap pencapaian suatu tujuan dan pembinaan atas tenaga atau orang yang terlibat

di dalam proses pencapaian tujuan tersebut dengan cara mempengaruhi, memotivasi

dan mengendalikan.

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Sondang P. Siagian (2006:76) menyatakan

bahwa ditinjau dan segi manajemen Kepemimpinan harus diartikan sebagai

kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar rela, mampu,

dan dapat mengikuti keinginan manajemen demi tercapainya suatu tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya dengan efisien, efektif dan ekonomis.


Dalam proses kepemimpinan manajemen dijalankan oleh para manajer pada seluruh

tingkatan manajemen melalui pelaksanaan keseluruhan fungsi-fungsi manajemen.

Sehingga seorang manajer dapat berperan sebagai seorang pemimpin, yaitu pada saat

manajer tersebut mampu mempengaruhi perilaku bawahannya untuk mencapai tujuan

tertentu. Pada kesimpulannya seorang manager dapat bertindak sebagai seorang

pemimpin, tetapi seorang pemimpin belum tentu dapat bertindak sebagai seorang

manajer.

2.3. Teori Tentang Kepemimpinan

Dan berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli tentang kepemimpinan

telah menghasilkan berbagai teori atau pendekatan dalam menjelaskan apa

sebenarnya yang dapat membuat seorang menjadi pemimpin dalam kepemimpinan

yang efektif. Menurut Marwah Asri dan Suprihantio (1986:35) mengemukakan

adanya tiga pendekatan dalam kepemimpinan, antara lain:

1. Traitis, cara pendekatan terhadap sifat-sifat pemimpin (sifat kepemimpinan yang

telah ada sejak lahir), sifat mi tidak dapat dipelajari;

2. Behavior, cara pendekatan dengan melihat perilaku (mempelajari apa saja yang

dilakukan oleh perilaku yang aktif), sifat mi dapat dipelajari; dan


3. Contingency, cara pendekatan dengan melihat situasi, sifat in) juga dapat

dipelajari.

2.3.1. Kemimpinan menurut Teori Sifatl Ciri-Ciri (Traits)

Teori in) memandang bahwa kepemimpinan merupakan suatu bentuk kombinasi sifat-

sifat bawaan yang tampak, berlaku universal (menyeluruh) yang dimiliki oleh seorang

pemimpin yang bersifat efektif dalam keadaan apapun. Sifat-sifat bawaan yang ideal

diinginkan dalam din seorang pemimpin diantaranya mencakup tentang pandangan,

pengetahuan, kecerdasan, imajinasi, kepercayaan dir), integritas, kepandaian

berbicara, pengendaalian dan keseimbangan mental maupun emosional, bentuk fisik,

pergaulan sosial dan persahabatan, dorongan antusiasme, dan lain sebagainya.

2.3.2 Kepemimpinan menurut Teori Perilaku

Pendekatan dengan teori penilaku mencoba untuk melihat dan menemukan tentang

bagaimana perilaku para pimpinan yang efektif, bagaimana mereka melakukan

pendelegasian tugas, bagaimana pemimpin berkomunikasi, bagaimana cara

memberikan motivasi, dan bagaimana pemberian sanksi atau hukum yang layak, dan

lain sebagainya.
Melalui pendekatan mi diharapkan dapat memberikan jawaban yang lebih definitive

mengenal kepemimpinan, yaitu dengan mengidentifikasikan perilaku-perilaku

tertentu yang diterapkan oleh pemimpin, sehingga dengan demikian dapat

mempersiapkan orang-orang untuk menjadi pemimpin melalui pelatihan

kepemimpinan.

Telah banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan perilaku

dan menghasilkan berbagai gaya kepemimpinan. Penelitian tersebut, antara lain:

1. Studi Kepemimpinan Universitas Ohio

Studi mi dilakukan berdasarkan pada pemikiran pokok bahwa efektivitas

kepemimpinan seseorang dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya terlihat

pada dua jenis perilaku. Pertama, sampai sejauhmana seorang pemimpin dapat

memberikan penekanan pada peranannya selaku pemrakarsa struktur tugas yang akan

dilaksanakan oleh bawahannya. Kedua, sampai sejauhmana dan dalam bentuk apa

seorang pemimpin dapat memberikan perhatian kepada bawahannya. Hasil dan

penelitian mi ditemukan adanya dua dimensi utama yang selalu muncul dalam suatu

kepemimpinan, yaitu perhatian (consideration) dan struktur pengambilan in isiatif

(initiating structure);
2. Studi Kepemimpinan Universitas Michigan

Studi mi dilakukan oleh Pusat Survey Universitas Michigan pada tahun 1947. Studi

mi bertujuan untuk menentukan prinsip-prinsip yang mempengaruhi produktivitas

kelompok atas dasar partisipasi yang mereka berikan.

Hasil dan studi mi menemukan adanya perilaku kelompok pemimpin yang

berorientasi pada bawahannya (employee oriented) dan perilaku kelompok

pemimpmn yang berorientasi pada pekerjaan (job oriented).

3. Sikap Kepemimpinan Managerial Grid

Pendekatan perilaku kepemimpinan managerial grid mi dikembangkan oleh Robert R.

Blake dan James S. Mauton. Dalam pendekatan mi dikenal ada dua macam perilaku

pimpinan yang berorientasi pada produksi (concern for production) dan perilaku yang

berorientasi pada orang (concern for people).

2.3.3. Kepemimpinan berdasarkan Teori Situasional

Pendekatan dengan teori situasional mi menyatakan bahwa menjadi pemimpin yang

efektif itu sangat dipengaruhi oleh beraneka ragamnya faktor situasi organisasional

yang dihadapi. Sutarto (1995:44) mengangkat beberapa faktor situasional yang


ditemukan berpengaruh pada gaya kepemimpinan, yaitu

berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan gaya kepemimpinan, anatara

lain sifat pribadi sesama pemimpin organisasi; struktur organisasi; tujuan organisasi;

kegiatan yang dilakukan organisasi; motivasi kerja; harapan pemimpin maupun

bawahan; adat, tradisi, kebiasaan, dan budaya Jingkungan kerja; tingkat pendidikan

pemimpin maupun bawahan; lokasi perusahaan/ organisasi; kebijakan pemimpin/

atasan; penerapan teknologi; peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan juga

situasi dan kondisi ekonomi, politik, serta keamanan yang sedang berlangsung di

sekitarnya.

Dengan pendekatan gaya kepernimpinan situasional mi, efektivitas kepemimpinan

seseorang pada umumnya sangat dominan ditentukan oleh kemampuannya untuk

membaca situasi yang sedang dihadapi dan disesualkan dengan gaya

kepemimpinannya sedemikian rupa agar cocok/ sesuai dan mampu memenuhi

tuntutan situasi yang dihadapi. Gaya kepemimpinan situasional menurut Blanchard

yang dikutip oleh Miftah Toha (1993:57) adalah didasarkan pada saling berhubungan

diantara hal-hal berikut mi:

a. Jumlah tugas dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan? atasan (perilaku

tugas/ pengarahan);
b. Jumlah dukungan emosional yang diberikan oleh pimpinan/ atasan (perilaku

hubungan/ dukungan); dan

c. Tingkat kesiapan atau kematangan pegawai/ bawahan yang ditunjukkan dalam

melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.

Dengan demikian walaupun terdapat banyak variabelvariabel situasional yang

penting lainnya sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, akan tetapi dalam gaya

kepemimpinan situasional mi pengamatan hanyalah pada perilaku pemimpmn dan

bawahannya saja. Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin terhadap bawahan

terdapat dua hal yang umumnya dadikan sebagai indikator pengamatan, antara lain

perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung.

Perilaku men garahkan, berbicara mengenai sejauh mana pemimpin/ atasan dapat

melibatkan din dalam komunikasi satu arah, memberitahukan dan menetapkan apa

dan bagaimana serta peranan yang seharusnya dikerjakan atau dilaksanakan oleh

bawahan, dan juga melakukan pengawasan secara ketat kepada bawahannya.

Perilaku mendukung, berbicara mengenai sejauh mana seseorang pemimpin/ atasan

dapat melibatkan din dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengarkan,

menyediakan
dukungan dan dorongan interaksi dan melibatkan bawahan

dalam keputusan.

2.4. Pengertian Kepemimpinan

Hakekat kepemimpinan dalam suatu organisasi pada dasarnya terdapat keempat unsur

fungsi manajemen yang umum, yaitu Planning (Perencanaan), Organization

(Organisasi), Actuating (Penggerakkan), dan Controling (Pengawasan). Apabila salah

satu unsur fungsi manajemen tersebut tidak berjalan dengan baik, maka akan

menimbulkan ketimpangan-ketimpangan dalam semua aktivitasnya, sehingga akan

mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan dan untuk dapat

melaksanakan fungsi manajemen tersebut, maka diperlukan adanya seorang

pemimpin.

Seorang pemimpin yang dimaksudkan dalam hal mi adalah seorang yang mempunyai

wewenang untuk memerintah orang lain, yang dalam pekerjaannya untuk mencapai

tujuan organisasi, memerlukan kerjasama dengan orang lain. Sebagai seorang

pemimpin ia mempunyai peranan yang aktif dan senantiasa ikut campur tangan dalam

segala masalah yang berkenan dengan kebutuhan anggota organisasi (orang yang

dipimpinnya). Pemimpin ikut membantu menjawab berbagai kebutuhan-kebutuhan

dan juga berperan serta dalam berbagai kegiatan yang dilakukan.


Selanjutnya, ada pula beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh

para ahli di bidang sumber daya manusia, antara lain menurut Gibson (1996:57),

Kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan

(concosir) untuk memotivasi orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan

tertentu. Menurut Susilo Maiyoto (1997:38), Kepemimpinan adalah keseluruhan

aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk

mencapal tujuan yang memang dinginkan bersama. Sedangkan menurut Garay Yuki

(1994:4 1), Kepemimpinan adalah sebuah proses pengaruh sosial yang dirasakan

bersama diantara berbagai anggota dan sistem tersebut. Berdasarkan pendapat-

pendapat tersebut di atas, dapat diperoleh pengertian bahwa setiap pemimpin

mempunyai kewajiban untuk mencapal tujuan organisasi dan memberikan perhatian

terhadap kebutuhan para pegawai/ bawahannya.

2.5. Ciri Ciri Kepemimpinan

Ciri-ciri kepemimpinan menurut Sondang P. Siagian dalam bukunya Sistem

Informasi Untuk Pen gambilan Keputusan yang di kutip oleh Susilo Martoyo

(1996:47) mempunyai beberapa ciri-ciri, sebagai berikut:

a. Pendidikan umum yang luas;

b. Kemampuan berkembang secara mental;


C. Ingin tahu;

d. Kemampuan analitis;

e. Memiliki daya ingat yang kuat;

f. Kapabilitas integratif;

g. Keterampilan komunikasi;

h. Keterampilan mendidik;

I. Rasionalitas dan obyektivitas;

j. Pragmatis;

k. Since of urgency;

I. Since of timing;

m. Since coheseveness;

n. Since relevance;

o. Kesederhanaan;

p. Kemampuan mendengar;

q. Keberanian;

r. Adaptabilitas dan fleksibilitas; dan

s. Ketegasan.

2.6. Gaya Kepemimpinan

Gaya atau style kepemimpinan merupakan suatu metode atau cara yang digunakan

oleh seorang pimpinan dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. Siagian S (2006:

208) ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal secara luas yaitu:
a. Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan

keputusan sebagai keputusan bersama dan seluruh anggota sistem sosial yang

bersangkutan.

b. Otokrasi yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan

tergantung kepada pemimpinnya sendiri.

c. Laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusan

kepada masing-masing anggota sistem sosial itu sendiri.


Gaya kepemimpinan yang ada dalam su

tergantung pada situasi yang terdapat pada organisasi t

Dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak

menguntungkan cenderung gaya kepemimpinannya bersifat otoriter. Pada situasi

dimana hubungan antara anggota dengan pemimpinnya sedang-sedang saja atau

anggota kelompok sangat dipentingkan maka gaya kepemimpinan Iebih diarahkan

pada gaya kepemimpinan demokratis tergantung pada situasi yang terdapat pada

kelompok? masyarakat tersebut.

Dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan

cenderung gaya kepemimpinannya bersifat otoriter. Pada situasi dimana hubungan

antara anggota dengan pemimpinnya sedang-sedang saja atau anggota kelompok

sangat dipentingkan maka gaya kepemimpinan Iebih diarahkan pada gaya

kepemimpinan demokratis.

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat

orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat (Miftha

Thoha, 1993:

69).

Menurut Miftha Thoha, (1993:71) Gaya kepemimpinan diidentifikasikan kedalam

dua kategori yaitu:


1. Gaya Kepemimpinan Otokratis

Gaya kepemimpinan otokratis dipandang sebagai gaya yang disarkan atas kekuatan

posisi dan penggunaan otoritas.

2. Gaya Kepemiminan Demokratis

Gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan personal dan

keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan

keputusan.

Wahjosumidjo (1994:29) mengatakan bahwa perilaku pemimpin dalam proses

pengambilan keputusan dan pemecahan masalah sesuai dengan gaya kepemimpinan

seseorang. Gaya tersebut adalah sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan Direktif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar

bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara

segala kegiatan yang akan dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata.

2. Gaya kepemimpinan Konsultatif adalah kemampuan memperigaruhi orang lain

agar bersedia bekerja sama untuk mencapal tujuan yang telah ditetapkan dengan cara

berbagai kegiatan yang akan dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan

masukan/saran dan bawahan.

3. Gaya kepemimpinan Partisipatif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar

bersedia bekerja sama untuk


mencapai tujuan yang telah dftetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan

dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.

4. Gaya kepemimpinan Delegatif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar

bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara

berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.

2.7. Peranan Pemimpin Dalam Organisasi

Miftah Thoha (1993:80), menyebutkan peranan adalah

serangkaian perilaku yang teratur, yang timbul karena satu jabatan tertentu karena

satu jabatan tertentu atau karena adanya suatu kantor/lembaga yang sudah dikenal

Apabila kita mengkaji pengertian peranan tersebut, dapatlah dikatakan peranan

seorang pemimpin muncul karena memahami bahwa pemimpin tersebut tidak bekerja

sendiri, melainkan merupakan suatu tim kerja dalam organisasi. Seseorang pemimpin

mempunyai lingkungan tertentu yang setiap saat diperlukan untuk berinteraksi, pada

umumnya dalam suatu organisasi. Seorang pemimpin mempunyai Iingkaungan

tertentu yang setiap saat diperlukan untuk berinteraksi, pada umumnya dalam suatu

organisasi formal seperti di Dinas Sosial, mempunyai 3 (tiga) Iingkungan

kepemimpinan yang
berlainan ruang lingkupnya, tetapi peranan yang harus dimainkan adalah sama,

namun Iingkungan sedikit berbeda yang pada akhirnya membuat bobot peranan itu

sedikit berbeda. Seorang pemimpin yang berkedudukan pada lingkungan kerja yang

paling tinggi dalam organisasii itu, disebut Kepala. Melihat lingkungannya yang

meliputi staf-stafnya, nampak pula beberapa pesaing, dan atau rekanan yang

mempengaruhi kehidupan organisasi. Kepala Sub Dinas (middle management)

melihat lingkungannya terdiri dan beberapa kelompok karyawan atau pegawainya,

sedangkan Kepala Seksi dan Sub Bagian (pemimpin paling bawah). Melihat

lingkungannya adalah dikelilingi oleh pekerja, (staf, operator komputer). Dalam

kegiatan atau proses organisasi mencapai tujuan, semua lingkungan kerja, baik yang

berada pada top leader, middle leader maupun low leader, haruslah menjalankan

peranannya yang sesuai dengan kedudukan diatas, Mifta Thoha (1994:89)

menyebutkan ada 3 (tiga) peranan penting yang dapat dimainkan oleh seorang

pemimpin dalam menjalankan tugas dan fungsinya dimanapun dia berada, yaitu:

1. Peranan hubungan antar pribadi (inter personal role)

Dalam hubungan antar pribadi ml seorang pemimpin harus berperan sebagai:

a. Sebagal figur Head, yakni suatu peranan yang dijalankan untuk mewakili

organisasi yang dipimpinnya di dalam setiap kesempatan dan persoalan yang

timbul secara formal. Seorang


figur Head yang karena otoritasnya maka dianggap sebagai simbol yang

berkewajiban yang setiap saat melakukan seerangkaian tugas-tugas yang melibatkan

aktiva-aktiva pribadi, (menghadiri upacara-upacara resmi)

b. Berperan sebagai pemimpin (leader). Dalam peranannya sebagai pemimpin, selalu

melakukan hubungan interpersonal dengan para pengikutnya, dengan melakukan

fungsi-fungsi pokoknya antara lain pemimpin, memotivasi, mengembangkan dan

mengendalikan. Pada organisasi informal biasanya, pemimpin dilkuti karena

mempunyai kekuasaan kharismatik, atau kekuatan fisik. Dalam organisasi formal

pemimpin yang diangkat dan atas sering kali tergantung dan kekuasaan yang melekat

pada jabatannya tersebut.

C. Berperan sebagai pejabat perantara (liaison manager). Dalam hal mi seorang

pemimpin melakukan perannya dengan cara berinteraksi dengan teman-teman

sejawat, dengan staf-stafnya, dan bahkan dengan organisasi yang berada diluar

organisasinya, dalam rangka memperoleh informasi yang dibutuhkan. Karena

organisasi yang dipimpinnya tidak berdiri sendiri, maka pemimpin meletakan peranan

liaison dengan cara banyak berhubungan dengan sejumlah individu atau

kelompokkelompok tertentu yang berada diluar organisasinya.


2. Peranan yang berhubungan dengan informasi (informational role) Seorang

pemimpin untuk memperoleh informasi yang cukup dalam rangka memecahkan suatu

permasalahan yang timbul dalam organisasi yang dipimpinnya, pemimpin tersebut

harus berperan sebagai berikut:

a. Sebagai monitor, seorang pemimpin diidentifikasikan sebagal penerima dan

pengumpul informasi dalam rangka mendeteksi perubahan-perubahan dan

mengidentifikasikan persoalan-persoalan dan kesempatan yang ada untuk keperluan

pembuatan keputusan. Dengan demikian pemimpin akan memperoleh informasi yang

luas mungkin dan berbagal sumber baik dan luar maupun dan dalam organ isasinya.

Informasi yang diterima manajer dapat dikelompokan dalam kategori sebagai berikut:

International operational, Yaitu informasi tentang perkembangan pelaksanaan

pekerjaan didalam organisasi, dan semua peristiwa-penistiwa yang berhubungan

dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut. Informasi mi dapat berupa laporan standar

pelaksanaan pekerjaan, maupun masukan dan tim yang ada.


Eksternal Evens, yaitu informasi yang diterima manajer menyangkut peristiwa-

peristiwa diluar organisasi, misalnya informasi Iangganan, pesaing-pesaing dan

perkembangan ekonomi, politik yang amat bermanfaat bagi organisasi.

Informasi dan hasil analisis, semua analisis dan laporan mengenai berbagai isu yang

berasal dan sumber-sumber yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan.

Buah pikiran dan Kecndrungan, manajer memerlukan suatu sarana untuk

mengembangkan suatu pengertian baik atas kecendrungan- kecendrungan yang

tumbuh dalam masyarakat, dan mempelajari ide-ide baru sebagai suatu cara untuk

mempelajani buah pikiran dan kecendrungan- kecendrungan.

Tekanan-tekanan, manajer perlu mengetahui informasi yang ditimbulkan dan

tekanan-tekanan oleh pihak-pihak tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi

kebijakan pimpinan/manajer.

b. Sebagai Desiminator (penyampai informasi dan luar ke dalam). Informasi

yang diperolehnya dan luar, oleh seorang pemimpin disampaikan kepada staf-

stafnya yang ada dalam


organisasi. Informasi yang disampaikan ada dua macam yaitu, informasi yang

berhubungan kenyataan yang menyangkut pengembangan organisasi; adanya

undangan seminar tentang perencanaan pembangunan daerah, dimana informasi mi

disampaikan kepada pimpinan menengah atau pimpinan tingkat bawah agar mereka

mengikuti acara tersebut.

c. Sebagal Spokesman (juru bicara), peranan mi digunakan manajer untuk

menyampaikan informasi keluar lingkungan organisasinya, dalam hal mi manajer

bertindak atas nama organisasinya. Sebagal manajer juga ia merupakan pusat

informasi, yang mengetahui tentang organisasinna. Untuk bertindak efektif, manajer

dapat melakukan lobbying dengan pihak luar dan mungkin juga bertindak sebagai

orang ahli dibidang tertentu yang dijalankan organisasinya.

3. Peranan dalam hubungan pembuatan keputusan (decisional rule) Seorang

pemimpin yang baik adalah yang bertanggung jawab terhadap organisasi yang

dipimpinnya, maju mundurnya, dan atau hidup matinya organisasi tergantung kepada

pemimpinnya. Oleh karena itu seorang pemimpin harus terlibat dalam suatu proses

pembuatan strategi didalam pengambilan keputusan-keputusan organisasi secara

signifikan dan berhubungan. Dalam decisional role mi manajer berperan sebagai

berikut.
a. Peranan sebagal enterpreneur, dalam peran mi manajer bertindak sebagai

pemrakarsa dan perancang , dan banyak perusahaan-perusahaan yang terkendali

dalam organisasi. Peranan ml dimulal denga aktivitas melihat atau memahami secara

teliti persoalan-persoalan organisasi yang mungkin bisa digarap. Sebagai kelanjutan

dan peran ml manajer akan merancang suatau kegiatan untuk mengadakan

perubahanperubahan yang terkendali.

b. Pernaan sebagai penghalau gangguan (disturbance handler). Peran mi menuntut

tanggung jawab manajer terhadap organisasi bila terancam bahaya, misanya

organisasi akan dilikuidasi dan sebagainya. Bila terjadi gangguan demikian tindakan

koreksi diharapkan segera datang dan manajer.

c. Peranan sebagai berbagai sumber (resource allocator). Dalam proses mi manajer

memainkan peranan untuk memutuskan kemana sumber dana akan didistribusikan

dengan cara yang bijaksana balk berupa uang, waktu, perbekalan, reputasi dan

tebanaga kenja.

d. Ukuran sebagai negosiator, peran mi meminta kepada manajer untuk aktif

berpartisipasi dalam arena negosiasi kedalam maupun keluar organisasm. Dalam

keadaan seperti mi manajer bertindak sebagai pemimpin kontingannya untuk


membicarakan segala perkara yang diagendakan dalam negosiasi tersebut. Proses

seperti mi meminta manajer untuk menyusun strategi yang menguntungkan

organisasinya, dan pada gilirannya pengambilan keputusan sebagai salah satu

aktivitas yang tidak dapat dihindari.

2.8. Kinerja Pegawai

Setiap organisasi selalu berupaya untuk berhasil dalam mencapai tujuan

organisasinya, hal mi dilakukan agar kelangsungan hidup organisasi tetap terjaga.

Untuk itu langkah yang perlu diambil dalam menjaga kestabilian produktifitasnya

(tenaga kerja), bila perlu ditingkatkan. Produktifitas tidak lebih dan sekedar ilmu

pengetahuan, teknologi, manajemen karena produktifitas mengandung serta sikap

mental yang selalu bermotivasi pada pengembangan din menjadi yang lebih balk.

Wether (1986:399), mengartikan produktifitas adalah rasio antara output (barang-

barang dan jasa-jasa) terhadap input (tenaga kerja, modal, material dan energi).

Livitan (1984:5) mengatakan produktifitas adalah hubungan antara kualitas barang-

barang atau jasa-jasa yang diproduksi selama periode tertentu dan input tenaga kerja,

modal dan sumber alam yang digunakan dalam proses produksi. Jhon Suprianto

(1988:219) mengartikan bahwa produktifitas sebagal kemampuan seperangkat

sumber-sumber ekonomi untuk


menghasilkan sesuatu atau diartikan juga perbandingan antara pengorbanan (input)

dengan penghasilan (output).

Mengingat terbatasnya literatur yang membahas dan atau mengkaji tentang kerangka

konsepsional dan kinerja khususnya kinerja dalam organisasi pemerintah (birokrasi),

maka dalam pembahasan di bawah mi peneliti mengutip Iangsung dan Tangkilisan

(2005:169-182), antara lain:

1. Model-model Kinerja

Dengan adanya perkembangan paradigma organisasi sektor publik, maka kinerja

organisasinya pula telah memasuki domain kinerja organisasi sektor privat tersebut.

Beberapa indikator yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja organisasi privat

maupun publik adalah work load/demand, economy, aficiency, efektivitas, dan equity

Periy, (1990) dalam Dwiyanto, (1995:101).

Menyusun tujuan pembentukann organisasi publik, yaitu untuk memenuhi kebutuhan

dan melindungi kepentingan publik Dwiyanto, (1995: 131) bahwa kesulitan dalam

kinerja organisasi pelayanan publik sebagian muncul karena tujuan dan misi

organisasi pelayanan publik sering kali tidak hanya sangat kabur, akan tetapi juga

bersifat multidimensional. Tolak ukur kinerja organisasi publik dapat berkaitan

dengan ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut. Satuan

ukuran yang
relevan digunakan ada!ah efisiensi dalam pengelolaan dana dan tingkat kualitas

pelayanan yang dapat diberikan kepada publik.

Mengemukakan bahwa terlepas dan besar, jenis sektor atau spesialisasinya, setiap

organisasi biasanya cenderung tertarik pada pengukuran kinerja dalam Aspek

Finansial. Aspek Finansial meliputi anggaran rutin dan pembangunan dan suatu

instansi pemerintah. Aspek finansial merupakan aspek penting yang penlu

diperhatikan dalam pengukuran kinerja karena aspek finansial dapat digolongkan

sebagai aliran darah dalam tubuh manusia.

Berdasarkan ulasan dan pendapat dan pakar manajemen dan organisasi publik

tersebut di atas, maka pengertian kinerja organisasi adalah suatu kegiatan yang

berkaitan dengan keberhasilan organisasi dalam menjalankan misi yang dimilikinya,

yang dapat diukur dan tingkat produktivitas, kualitas Iayanan, responsibilitas dan

akuntabilitas; yang mana ukuran-ukuran mi akan diterapkan pada pengukuran kinerja

organisasi yang di capai.

2. Faktor-Faktor Peningkatan Kinerja

Kinerja organisasi berhubungan dengan aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada

organisasi. Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi sesungguhnya

memberikan informasi mengenal prestasi, pelaksanaan dan unit-unit organisasi,

dimana organisasi memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas


seluruh aktivitas yang sesuai dengan tujuan organisasi Yuwono dkk (2002 : 23).

Dengan munculnya berbagai paradigma, organisasi harus digerakkan oleh suatu

sistem kinerja organisasi yang efektif yang memillki beberapa syarat menurut

Kirkpatrick, (2006:39), antara lain:

a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi.

b. Evaluasi atas berbagai aktivitas dengan menggunakan pandangan dan orientasi

pada pelayanan masyarakat.

c. Membutuhkan penilaian yang menyeluruh dan berbagai aspek kinerja aktivitas

yang mempengaruhi pelayanan masyarakat.

d. Kinerja organisasi yang harus diketahui oleh seluruh anggota organisasi sebagai

umpan balik bagi mereka untuk mengenali masalah-masalah yang dihadapi

organisasi.

Pengetahuan mengenai kinerja organisasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc

Mnn dan Nanni (1994 : 56):

a. Menelusuri kinerja organisasi terhadap harapan pegawai sehingga akan membawa

pimpinan dekat dengan pegawainya dan membuat seluruh anggota organisasi terlibat

dalam upaya pelayanan bagi masyarakat.

b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat secara

maksimal.
c. Mengidentifikasi berbagai faktor yang ada secara langsung mempengaruhi hasil

kinerja organisasi yang dapat dicapai.

d. Membuat suatu tujuan yang dapat dicapai.

e. Membangun konsensus bagi intervensi terencana untuk pengembangan organisasi.

Faktor-faktor yang dominan yang mempengaruhi kinerja suatu organisasi meliputi

manajemen budaya organisasi, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh

organisasi, dan kepemimpinan yang efektif mengidentifikasi faktor-faktor yang

berpengaruh Iangsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi menurut

Yuwono dkk (2002 : 53), antara lain:

a. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk

menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi semakin berkualitas,

maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.

b. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi

c. Kualitas lingkungan fisik, yang meliputi : keselamatan kerja, penataan ruangan,

dan kebersihan.

d. Budaya organisasi sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar

bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi.


e. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi yang

bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi

f. Pengelolaan sumber daya manusia, yang meliputi : aspek kompensasi imbalan,

promosi, dan lain-lain.

Kinerja suatu organisasi pemerintah (birokrasi) di masa depan sangat dipengaruhi

oleh faktor-faktor, antara lain:

a. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi

kinerja.

b. Kebijakan pengelolaan yang berupa visi dan misi organisasi

c. Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan kualitas pegawai untuk bekerja dan

berkarya secara optimal.

d. Sistem Informasi Manajemen yang berhubungan dengan pengelolaan data base

untuk digunakan dalam meningkatkan kinerja organisasi.

e. Sarana dan prasarana yang dimiliki yang berhubungan dengan penggunaan

teknologi pada penyelenggaraan setiap aktivitas organisasi Soesilo, (2000:73).

Faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja organisasi

pemerintah, antara lain:


1. Faktor eksternal, yang terdiri dan:

a. Faktor polifik, yaitu : Hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan

negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi

ketenangan organisasi untuk berkarya secara optimal.

b. Faktor ekonomi, yaitu : Tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada

tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor-sektor

lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar.

c. Faktor sosial, yaitu : Orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat yang

mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi

peningkatan kinerja organisasi.

2. Faktor internal, yang terdiri dan:

a. Tujuan Organisasi, yaltu : Apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi

oleh suatu organisasi.

b. Struktur Organisasi, yaitu : Sebagal hasil desain antara fungsi yang akan

dUalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.

c. Sumber Daya Manusia, yaltu : Kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai

penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.


d. Budaya Organisasi, yaltu : Gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja

yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

Dan keseluruhan pendapat tersebut di atas, dapat disebutkan bahwa ada begitu

banyak faktor yang dianggap oleh para pakar sebagal faktor yang dominan dalam

mempengaruhi tingkat kinerja yang dapat dicapai oleh organisasi. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa kinerja suatu organ isasi sangat dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang datang dan dalam organisasi maupun faktor yang datang dan luar

organisasi. Beberapa faktor yang ada pada dasarnya mampu mengoptimalkan kinerja

organisasi, salah satunya adalah faktor Sumber Daya Manusia.

Faktor Sumber Daya Manusia (human resources) adalah unsur terpenting dalam

keherhasilan suatu organisasi. Hal mi bermuara pada kenyataan bahwa manusia

merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi. Manusia merupakan satu-

satunya sumber daya yang dapat membuat sumber daya organisasi lainnya bekerja

dan berdampak langsung terhadap kesejahteraan organisasi

Dalam organisasi, manajemen sumber daya manusia melakukan dua fungsi utama,

yaitu fungsi manajerial dan fungsi operatif, yang meliputi:


a Memperoleh Tenaga Kerja

b. Mengembangkan Tenaga Kerja

c. Kompensasi

d. Mempertahankan Tenaga Kerja

e. Memisahkan din

Ada dua elemen mendasar yang dimiliki oleh setiap pegawai dan berkaitan dengan

Pengembangan Sumber Daya Manusia, yaitu Pendidikan dan Keterampilan. Kedua

elemen tersebut berhubungan dengan Perencanaan Karier pegawai dan pada akhirnya

bermuara pada Kinerja Organisasi yang berlangsung secara berkelanjutan. Mengenai

kedua elemen tersebut, Pendidikan merupakan faktor untuk menentukan penempatan

formasi atau jabatan dalam suatu organisasi, sementara Keterampilan berkaitan

dengan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan secara efisien,

tepat, dan efektif.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka sistem dan mekanisme Pendidikan dan

Pelatihan (Diklat) perlu di desain secara baik, sehingga dapat menjawab tantangan

kebutuhan di masa yang akan datang, khususnya tuntutan menciptakan Aparatur pada

abad ke-21 yang memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang

bersih dan berwibawa, andal serta efektif dan efisien. Termasuk dalam upaya

penyempurnaan
kendala-kendala yang dihadapi serta mengoptimalkan setiap peluang yang ada.

Dalam rangka mewujudkan sosok Aparatur yang mempunyai kualitas dan daya saing

tinggi tersebut, maka beberapa aspek yang perlu dibina, antara lain : Pembinaan yang

I ntensif (imitative), Kreativitas (creativity), Kepercayaan terhadap Din Send in (self-

confidence), Tangg ung Jawab (Responsibility), Dinamika atau Mobilitas (mobility),

Kemampuan Menyesuaikan Din (flexible), Kesiapan Din untuk Menerima

Pengetahuan Baru (readiness to learn), Sadar terhadap Kualitas (quality

consciousness), Kemampuan untuk Bekerja Sama (capability to cooperate),

Kemampuan Musyawarah untuk Mufakat (compromise), Memiliki Loyalitas terhadap

Organ isasi (loyality), Siap Melakukan Pengambilan Keputusan (prepared for

decision making), Memiliki Pemahaman terhadap Sistem yang Kompleks (under

standing of complex system), Memiliki Kemampuan Berkomunikasi (communication

skills), serta mempunyai Semangat untuk Bekerja Secara Kelompok (team spirit).

Keseluruhan upaya tersebut diharapkan dapat mewujudkan kualitas Sumber Daya

Manusia (khususnya Aparatur Pemenintah) dalam Manajemen Pembangunan, yakni

mereka yang memiliki tiga kualifikasi, antara lain:


a. Melekatnya sifat-sifat loyalitas, dedikasi, dan motivasi kerja dalam mengemban

tugas-tugasnya.

b. Memiliki kemampuan dan keahlian profesional.

c. Melaksanakan sikap-sikap mental yang berorientasi pada etos kerja yang tertib,

jujur dan disiplin, produktif, dan bekerja tanpa pamrih.

Dengan demikian dan keseluruhan dimensi yang ada, terlihat bahwa Kualitas Sumber

Daya Manusia bertumpu pada dua indikator penting yang berkaitan dengan bidang

kerja yang ditangani pegawai, yaitu Pendidikan dan Keterampilan. Pendidikan

merupakan aspek yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan, demikian pula

keterampilan yang dimiliki pegawai untuk mengerjakan proses kerja yang ada pada

unit organisasi yang menjadi tanggung jawabnya.

Kinerja dapat dinilai berdasarkan pertimbanganpertimbangan ekonomi, efisiensi,

efektifitas, dan persamaan pelayanan. Aspek ekonomi dalam kinerja diartikan sebagai

strategi untuk menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dalam proses

penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik. Efisiensi kinerja publik menunjuk suatu

kondisi tercapainya perbandingan terbaik (proporsional) antar input pelayanan dan

output pelayanan, Aspek efektifitas kinerja pelayanan untuk melihat tercapainya

pemenuhan kebutuhan tujuan atau target pelayanan yang telah


ditentukan dengan hash yang dicapal. Persamaan pelayanan publik dilihat sebagai

ukuran untuk mellhat seberapa jauh suatu bentuk pelayanan yang telah memberikan

aspek-aspek keadhlan dan membuat publik memiliki akses yang sama terhadap

sistem pelayanan yang ditawarkan.

Berdasarkan hasil kajian literatur mengenai kinerja sebagaimana yang dipaparkan di

atas, menunjukkan bahwa kinerja dapat dibedakan dalam dua tipe kinerja, yaitu

Kinerja Organisasi/ Institusi dan Kinerja yang lebih diarahkan dan difokuskan pada

Penilaian Kinerja Perorangan, sedangkan untuk Penilaian Kinerja Institusi

diasumsikan berdasarkan Kinerja Perorangan/ Pegawal. Dengan kata lain, jika

Penilaian Kinerja Perorangan/ Pegawai baik, maka secara otomatis Penilahan Kerja

secara Institusional akan baik pula.

2.9. Arti Penting Pengukuran Kinerja pada Instansi Pemerintah

Pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dengan dilakukannya pengukuran kinerja

maka kita dapat memastikan apakah pengambilan keputusan dilakukan secara tepat

dan obyektif, selain itu kita juga bisa memantau dan mengevaluasi pelaksanaan

kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan

untuk memperbaiki kinerja pada periode


berikutnya; terjadinya peningkatan atau penurunan produktivitas bisa ditunjukkan dan

kegiatan mi. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penhlalan kemajuan pekerjaan

terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Informasi yang

termasuk dalam pengukuran kinerja, antara lain:

1. Efisiensi pengggunaan sumber daya dalam menghasilkan pelayanan publik yang

berkualitas.

2. Kualitas pelayanan publik (seberapa pelayanan publik yang diberikan kepada

masyarakat dan sampal seberapa jauh masyarakat terpuaskan).

3. Hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan.

4. Efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.

Instansi pemerintah adalah organisasi yang pure non profit orientied. Kinerja instansi

pemerintah harus diukur dan aspek-aspek yang komprehensif baik finansial maupun

non finansial. Berbagai aspek yang harus diukur, antara lain:

Kelompok masukan (input), Kelompok proses (process), Kelompok keluaran

(output), Kelompok hash (outcome), Kelompok manfaat (Benefit), Kelompok

dampak (Impact).

Selain itu ruang lingkup pengukuran kinerja sangat luas sehingga pengukuran kinerja

juga harus mencakup beberapa hal, antara lain : Kebijakan (policy), perencanaan dan

penganggaran
(planning and budgeting), kualitas (quality), penghematan (economy), keadilan

(Equity), dan juga pertanggung jawaban (Accountability).

Dalam rangka menciptakan sistem pengukuran kinerja yang mencerminkan

akuntabilitas publik seharusnya organisasi sektor pubilk mempertimbangkan

indikator input, indikator output, indikator outcome, indikator manfaat, dan juga

indikator dampak. Indikator input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar

pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan output. Indikator proses

adalah segala besaran yang menunjukan upaya yang dilakukan dalam rangka

mengolah input menjadi output. Indikator output adalah sesuatu yang diharapkan

Iangsung dicapai dan suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan! atau nonfisik.

Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan fungsinya output kegiatan

pada jangka menengah. Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan

akhir dan pelaksanaan kegiatan. Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan

balk positif maupun negatif pada setiap tingkatan berdasarkan asumsi yang telah

ditetapkan.

Perumusan indikator kinerja diatas tetap berpedoman pada tujuan, program, dan

fungsi dan instansi yang ada. Karena setiap kantor pemerintah mempunyai

karakteristik yang berbeda maka tentunya indikator kinerja setiap instansi akan

berbeda-beda pula. Dalam arti, tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan

untuk menunjukkan tingkat keberhasilan secara komprehensif untuk semua


jenis instansi pemerintah. Indikator kinerja yang dipillh akan sangat tergantung pada

faktor kritikal keberhasilan yang telah diidentifikasi.

Indikator keberhasilan yang didesain harus mempertimbangkan indikator ekonomi,

efesiensi, dan efektifitas baik dilihat dan sudut stakeholders dan finansial maupun dan

perspektif masyarakat. Pendekatan value for money dan balance scorecard dapat

digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja yang efektif.

2.10. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai

Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seseorang dalam

mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja sama dan berdaya

upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Keberhasilan suatu organisasi baik sebagal keseluruhan maupun berbagai

kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada efektivitas

kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Dapat dikatakan

bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan

yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam

menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para

pegawainya (Siagian, 1999:235).

Pemimpin yang terdapat pada organisasi harus memiliki kelebihan-kelebihan

dibandingkan dengan bawahannya, yaitu pegawai


yang terdapat di organisasi yang bersangkutan, sehingga dapat menunjukkan kepada

bawahannya untuk bergerak, bergiat, berdaya upaya yang tinggi untuk mencapai

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi hanya mengerahkan seluruh pegawai

saja tidak cukup, sehingga perlu adanya suatu dorongan agar para pegawainya.

mempunyai minat yang besar terhadap pekerjaanya. Atas dasar inilah selama

perhatian pemimpin diarahkan kepada bawahannya, maka kinerja pegawainya akan

tinggi.

2.10. Kerang ka P1 kir C O,uA_e, LA7C-u a-j

Pada dasarnya perilaku kepemimpinan dan seorang pemimpin umumnya

mereflesikan sifat-sifat dan tujuan dan kelompoknya. Sementara itu tingkat

keberhasilan suatu organisasi dapat dikatakan sebagian besar ditentukan oleh

keberhasilan pemimpin dan kepemimpinannya dalam menjalankan tugas dan

fungsinya. Proses jalannya suatu kepemimpinan tidak terlepas dan penilaku atau

caracara yang diterapkan oleh pemimpin dalam mempengaruhi para bawahannya,

dengan demikian bawahan akan menjaankan tugas/pekerjaan secara efektif dan

produktif, jika pemimpin menerapkan perilaku kepemimpinan tertentu. Dalam

menjalankan tugas dan fungsinya setiap top maupun middle management memiliki

penilaku kepemimpinan masing-masing. Perilaku kepemimpinan yang


digunakan adalah perilaku kepemimpinan instruksi, konsultasi, partisipasi dan

delegasi

Pada kenyataannya keberhasilan suatu organisasi balk itu swasta maupun pemerintah,

bukan saja ditentukan oleh pemimpin dan kepemimpinannya, melainkan juga dan

para bawahan sebagai pelaksana dan sejumlah aktivitas suatu organisasi memberikan

peranan yang sangat strategis. Segenap bawahan yang memiliki semangat dan

motivasi yang tinggi akan mampu meningkatkan tingkat kinerja yang Iebih tinggi.

OIeh karena itu penilaku kepemimpinan dan seorang pemimpin mutlak sangat

diperlukan guna meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu organisasi khususnya di

Iingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua.


Kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah mi:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

BAPPEDA

PROVINSI PAPUA

GAYA KEPEMIMPINAN

(X)

1. Gaya Direktif

2. Gaya Konsultatif

3. Gaya Partisipatif

4. Gaya Delegatif

KINERJA PEGAWAI

(Y)

HASIL ANALISIS

REKOMENDASI

(Sumber: OIah Data, 2009)


2.11. Hipotesa

Mengacu pada perumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis empiris

penelitian sebagai berikut:

Diduga bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap peningkatan kiner] a

pegawal, khususnya di fin gkun gan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Pro vinsi Papua Hipotesa dalam penelitian ml termasuk jenis hipotesa

Nol. Hipotesis Nol merupakan hipotesa yang diuji dengan statistik, yang kemudian

dibandingkan dengan tabel F dan tabel t. Hipotesa ml terdiri dan dua bentuk:

H0 Diduga bahwa tidak ada hubungan linear antara variabel gaya kepemimpinan

dengan kinerja pegawal di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pro

vinsi Papua.

H1 = Diduga bahwa ada hubungan linear antara variabel gaya kepemimpinan

dengan kinerja pegawal di Iingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pro

vinsi Papua.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ml dirancang sebagai peneiltian explanatoiy (penelitian pengujian hipotesis

yang bersifat menjelaskan). Metode yang digunakan adalah metode survey dengan

menyebarkan kuisioner pada responden sebagal instrumen penelitiannya.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi penelitian mi dilakukan di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Provinisi Papua, dengan waktu penelitian selama 7 bulan yaitu pada bulan

September 2008 sampal dengan Maret 2009.

3.3. Jenis dan Sumber Data

3.3.1. Jenis Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian mi, antara lain:

1. Data Kualitatif

Data Kualitatif, merupakan serangkaian informasi yang diperoleh dalam bentuk

keterangan-keterangan data saja (tidak dalam bentuk angka) yang diperoleh dan
pengamatan Wawancara, Kepustakaan, untuk menjabarkan Analisis secara Deskriptif

2. Data Kuantitatif

Data Kuantftatif, merupakan serangkaian informasi yang diperoleh dalam bentuk

angka-angka (numerik) yang diperoleh dan hasil pengolahan pengisian data kusioner

yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian mi.

3.3.2. Sumber Data

Sedangkan, surnber data yang digunakan dalam penelitian mi, antara lain:

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian mi adalah data yang diperoleh melalui daftar pernyataan

dan pegawal yang ditetapkan sebagai sampel atau responden di lingkungan Kantor

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinisi Papua. Data primer dikumpulkan

melalui observasi, wawancara, dan pengisian kuisioner (yang berkaitan dengan

variabel dan indikatornya).

2. Data Sekunder

Data Sekunder, yaitu data yang telah diolah berupa publikasi, laporan-laporan, serta

berbagai bacaan yang


dengan permasalahan yang diteliti dan yang diperoleh secara tidak Iangsung pada

Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinisi Papua, berupa Visi dan

Misi, Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab, Struktur Organisasi, dan Gambaran

Umum tentang keadaan Pegawai.

34. Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

Populasi dalarn penelitian mi adalah seluruh pegawai di Iingkungan Kantor Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Provinisi Papua yang berjumlah 155 orang.

3.4.2. Sampel

Penentuan besarnya sampel menggunakan rumus Slovin, sebagai berikut (Umar,

2004):

n = 1+Ne

Dimana:

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena

kesalahan pengambilan sampel yang masih

dapat ditolerir atau diinginkan (dalam penelitian

ml nilai e seIesar 10% atau tingkat


kepercayaan 90%)

Berdasarkan rumus Slovin, diperoleh hasH sebagai berikut:

155

1+ 155 (10%)2

n = 99,358 100

Jadi, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian mi sebanyak 100 orang.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan Data yang dilakukan dalam penelitian mi, meliputi:

3.5.1 Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan (field research) adalah peneiltian yang dilakukan dengan cara

memberikan pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka dengan cara Iangsung

mendatangi responden (pegawai) yang bersangkutan. Usaha pengumpulan data

dilakukan Iangsung dengan menghubungi para responden untuk mendapatkan data

yang berhubungan dengan penelitian mi. Dalam penelitian Papangan mi teknik yang

digunakan untuk pengumpulan data adalah:


a. Kuisioner

Kuisioner merupakan teknik untuk mendapatkan Data Primer. Pengumpulan data

dilakukan melalui daftar pertanyaan yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat

dengan mudah dijawab oleh para responden. Sifat dan kuisioner yang diajukan ialah

pertanyaan tertutup, yaitu pertanyaan yang variasi jawabannya sudah ditentukan dan

disusun terlebih dahulu sehingga para responden hanya memilih jawaban yang telah

disediakan.

Bentuk tanggapan/ jawaban yang dipakai dalam kuisioner disusun dalam rentang nilai

data ordinal berbentuk skala rating (rating scale) dengan interval 1-4, dimana

responden dimungkinkan untuk membedakan tanggapan/ Jawaban mereka melalui

desain sedemikian rupa agar responden menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan

derajat tertentu. Variasi tersebut melambangkan bahwa jawaban yang paling rendah

(bernilai 1) adalah pertanyaan yang bernilai negatif, sedangkan jawaban yang paling

tinggi (bernilal 4) adalah pertanyaan yang bernilai positif.


b. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan (obsetvasi) adalah metode pengumpulan data dimana peneliti atau

kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama

penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa tersebut dapat dilakukan dengan

melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat seobyektif mungkin.

C. Wawancara (Interview)

Wawancara (inteiview) adalah bentuk komunikasi Iangsung antara peneliti dan

responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan

tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang

melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu, wawancara tidak hanya menangkap

pemahaman atau ide, tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi,

motif, yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan.

3.5.2 Penelitian Kepustakaan (library research)

Melalui metode penelitian yang didasarkan Studi Literatur. Dalam hal ml peneliti

berusaha untuk mencari dan membaca serta mendapatkan sumber-sumber ilmiah

yang terdapat dalam buku-buku yang relevan dengan penelitian ml.

3.6. Variabel, Indikator, dan Pengukuran.

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian mi adalah variabel-variabel

yang terkandung didalam hipotesis, yang terdiri atas dua bagian, yaitu variabel bebas

(X) dan variabel terikat (Y). Yang menjadi Variabel bebas yaltu Gaya Kepemimpinan

(X). Sedangkan, yang menjadi variabel terikat adalah Kinerja Pegawai (Y).
Tolak ukur penelitian menggunakan rating-scale yang dinyatakan dalam angka skor

kategori Selalu diberi nilai (4), Sering (3), Kadang-kadang (2), dan Tidak Pernah (1).

Matriks tolak ukur variabel motivasi kerja (X) dan variabel kinerja pegawai (Y) dapat

dilihat pada TabeI3.1. di bawah ml:

Tabel 3.1.

Matriks Totak Ukur Variabel-Variabel Penelitian

Jenis Variabel Sub Variabel Indikator Kategori dan skala


X Gaya 1. Gaya Direktif Kebebasan berpendapat, Selalu =4
Kepemimpinan 2. Gaya Konsultatif
petunjuk kerja, perilaku Sering =3
3. Gaya Partisipatif
atasan, instruksi kerja, Kadang-kadang =2
4. Gaya Delegatif
pembagian tugas, instruksi Tidak Pernah =1

dan araha, pembagian

tugas, menciptakan rasa

aman, sanksi dan

hukuman, keterlibatan

kerja

Y Kinerja Fasilitas pendukung, Selalu =4

Pegawai Dikiat, Jenis Pekerjaan, Sering =3

kesempatan pelatihan, Kadang-kadang =2

kontribusi kerja, Tidak Pernah =1

pemenuhan kebutuhan

fisiologis, kesejahteraan,
promosi,

(Sumber: Data diolah,, 2009)

3.7. Metode Analisa Data

Metode Analisis Data yang digunakan dalam penelitian mi adalah : Metode Kualitatif

dan Metode Kuantitatif. Metode Kualitatif digunakan untuk menganalisis

permasalahan secara deskriptif dengan menggunakan Tabel Frekuensi, dengan

formula sebagai berikut:

P = F I N x 100%b (Anton Dayan)

Dimana

P = Prosentase

F = Jumlah jawaban responden yang menjawab pertanyaan

N = Sampel penelitian

100% = Angka konstanta


Selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakar teknik analisis Regresi

Linier Sederhana untuk mengukur atau mengetahul hubungan antara variabel bebas

terhadap variabel terikat dengan perhitungan menggunakan program SPSS Versi 17.

1. Analisis Regresi Linier Sederhana

Perhitungan dengan menggunakan rumus Regresi Linear

Sederhana:

Y=a+bX

Keterangan rumus:

Y = Kinerja

X = Gaya Kepemimpinan

a = Konstanta

b = Koefisien Regresi
3.8. Definisi Operasional

Definisi operasional yang akan dijadikan acuan dalam penelitian mi adalah sebagai

berikut:

1. Gaya Kepemimpinan

Gaya Kepemimpmnan yang dimaksudkan adalah sifat-sifat atau cara-cara yang

digunakan atasan! pimpmnan pada kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Provinsi Papua dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya

untuk

melakukan aktivitas pekerjaan yang diberikan kepadanya guna mencapal pelayanan

publik yang Iebih baik.

2. Kinerja Pegawal

Kinerja Pegawai yang dimaksudkan adalah hash yang dicapai dan pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi

Papua dalam kurun waktu tertentu. Penilaian kinerja pada penelitian mi dilakukan

dengan membandingkan antara beban tugas dan hasil pelaksanaannya dan masing-

masing pegawai (staf) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi

Papua yang menjadi responden.


BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1. Sejarah Singkat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provins

Papua

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 27 Tahun 1980

tentang Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Keputusan Menteri

Dalam Negeri No. 185 Tahun 1980 tentang Tata Kerja Badan Perencaan

Pembangunan Daerah, dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061, 181 675

tentang Pengesahan Peraturan Daerah Propinsi Tingkat I Irian Jaya Nomor 3 Tahun

1983 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Tin gkat I Irian Jaya


Maka terbentuklah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang dikenal dengan

BAPPEDA yang merupakan salah satu komponen kelembagaan Administrasi

Negara yang berada pada Tingkat Daerah, balk pada Daerah Tingkat I dengan

sebutan BAPPEDA Tingkat II Kabupaten atau BAPPEDA Kota.

Badan mi yang kedudukannya merupakan Badan Stat Iangsung berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, begitupun dengan

BAPPEDA Tingkat II yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada

BupatiiWalikota. BAPPEDA Propinsi mempunyai fungsi:

a. Menyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah yang terdiri atas pola Umum

Pembangunan Jangka Panjang dan Pola Umum PELITA Daerah Tingkat I.

b. Menyusun Repelita Daerah Tingkat I.

c. Menyusun program-program tahunan sebagai pelaksanaan rencana-rencana

tersebut pada huruf a dan b yang dibiayai oleh daerah sendiri ataupun yang di usulkan

kepada Pemerintah Pusat untuk di masukan ke dalam proram tahunan nasional.

d. Melakukan koordinasi perencanan diantara dinas-dinas, satuan organisasi lain

dalam lingkungan Pemerintah Daerah, Instansiinstansi vertical, daerah-daerah

Tingkat II dan badan-badan lain yang berada dalam Wilayah Daerah Tingkat I yang

bersangkutan.
e. Menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan B&anja Daerah Tingkat I bersama-

sama dengan Biro Keuangan Daerah dengan koordinasi Sekretaris Wilayah Daerah

Tingkat I.

f. Melaksanakan koordinasi dan atau mengadakan penelitian untuk kepentingan

perencanaan pembangunan di Daerah.

g. Mengikuti persiapan dan perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan di

Daerah untuk penyempurnaan perencanaan lebih lanjut.

h. Memonitor pelaksanaan pembangunan di Daerah.

I. Melakukan kegiatan-kegiatan lain dalam rangka perencanaan sesuai dengan

petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Selama pelaksanaan REPELITA I penanganan mengenai perencanaan, pembinaan

dan pengendalian pembangunan didaerah diselenggarakan oleh unit organisasi yang

dibentuk oleh pemerintah daerah karena Badan Koordinasi Pembangunan Daerah

(BAKOPDA) yang dibentuk dengan Keputusan Presiden RI Nomor. 19 Tahun 1964

tidak sesual lagi dengan perkembangan dan terutama tuntutan pembangunan yang

dilaksanakan oleh Orde Baru.

Unit organisasi yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Irian Jaya tersebut

adalah pelaksana Pembangunan Daerah (LAKBANGDA) berdasar SK Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I Irian Barat No. 1641G1B/1970, namun demikian dalam

pelaksaan Repelita I itu telah ada unit organisasi perencanaan yang dibentuk oleh
pemerintah daerah, akan tetapi pada kenyataannya unit organisasi perencanaan yang

dibentuk oleh pemerintah daerah, akan tetapi pada kenyataannya unit organisasi

perencanaan inipun belum dapat memecahkan masalah perencanaan yang timbul

didaerah karena organisasi mi disamping belum seragam, juga dalam ruang geraknya

sangat terbatas.

Dalam Repelita II telah ditegaskan bahwa Badan Perencanaan dalam Pelaksanaan

Pembangunan akan dapat Iebih berhasil apabila suatu sistem administrasi pemerintah

yang efektif dan efesien pula. Penyempurnaan Administrasi itu meliputi bidang

kelembagaan (struktur organisasi) kepegawaian, ketatalaksanaan serta fasilitas

kerja. Untuk mengatasi dan menghindari supaya kejadian-kejadian yang timbul dalam

pelaksanaan Repelita I tidak terulang kembali, maka pemerintah pusat telah

mengambil Iangkah-Iangkah positif untuk membina unit-unit perencaan

pembangunan disetiapkan propinsi berdasar keputusan Presiden RI Nomor 142

Tahun 1975 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 142 Tahun 1974 yang

sekarang Iebih dikenal dengan sebutan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA).

Dasar-dasar pertimbangan pembentukan BAPPEDA sebagaimana dikemukakan

diatas diperkuat lagi dengan undangUndang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-

pokok pemerintahan di daerah juga mengatur tentang asas-asas penyelenggaraan dan


pasal 18 UUD 1945. Maka berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 27 Tahun

1980 tanggal 29 Maret 1980 tentang pembentukan BAPPEDA Provinsi Papua,

mempunyal tugas membantu Gubernur? Kepala Daerah Provinsi dalam membentuk

kebaksanaan pembangunan di daerah provinsi serta penilaian atas pelaksanaannya.

4.2. Tugas Pokok dan Fungsi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Papua sebagal

Badan Staf yang berperan dan menentukan kebijaksanaan diberbagal bidang

pembangunan serta penilaian atas pelaksanaannya untuk menyelenggarakan tugas-

tugas tersebut..

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi

Papua mempunyai fungsi sebagal berikut:

1. Menyusun Pola dasar pembangunan daerah.

2. Program pembangunan 5 (ilma) tahun atau Rencana Strategi (RENSTRA) Provinsi

Papua.

3. Menyusun Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETADA) dan

mengkoordinasikan perencanaan serta mengendalikan dan menhlai pembangunan.

4. Merumuskan kebijakan teknis bidang perencanaan wilayah, ekonomi, sosial

budaya, fisik prasarana serta pengendalian pembangunan pembangunan.


5. Menata tata kehidupan masyarakat yang berkualitas, sejahtera lahir dan batin,

berkeadilan, demokratis serta merata dalam kemakmuran

6. Menyusun rencana APBD Provinsi Papua bersarna-sama Biro Keuangan dengan

koordinasi Sekretaris Daerah.

7. Menyusun program-program tahunan sebagai pelaksanaan rencana-rencana

tersebut pada angka I dan 2 diatas yang dibiayai oleh daerah sendiri ataupun yang

diusulkan kepada pemerintah untuk dimasukan kedalam Program Tahunan Nasional.

8. Melakukan koordinasi perencanaan diantara dinas-dinas, satuan organisasi lain

dalam lingkungan pemerintah daerah, Badan-Badan lain yang berada di provinsi dan

kabupaten/kota.

9. Melaksanakan koordinasi dan atau mengadakan penelitian untuk kepentingan

perencanaan pembangunan didaerah.

1O.Mengikuti persiapan dan perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan di

daerah untuk penyempurnaan perencanaan Iebih lanjut.

11. Memonitor pelaksanaan pembangunan di daerah.

12.Melakukan kegiatan fain dalam ranka perencanaan sesuai dengan petujuk

Gubernur Provinsi Papua.

4.3 Struktur Organisasi


Uraian struktur organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Provinsi Papua sebagai berikut:

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua terdiri dan:

a. Kepala

b. Sekretanis

c. 5 (lima) Kepala Bidang

2. Sekretaris membawahi 4 (empat) sub bagian, yakni:

a. Sub Bagian Umum

b. Sub Bagian Kepegawian

c. Sub Bagian Program

3. Bidang Perencanaan Wilayah terdiri dan:

a. Sub Bidang Wilayah Perbatasan

b. Sub Bidang Wilayah Kabupaten Kota

c. Sub Bidang Pedalaman dan Terpencil

4. Bidang Ekonomi terdini dan:

a. Sub Bidang Pertanian, Kahutanan, dan Perkebunan

b. Sub Bidang Kelautan, Pertambangan dan Energi

c. Sub Bidang Pengembangan Dunia Usaha, Investasi, dan Lembaga Keuangan


5. Bidang Sosial Budaya terdiri dan:

a. Sub Bidang Pemerintahan

b. Sub Bidang Kesejahteraan Rakyat

c. Sub Bidang Penerangan dan Kependudukan

6. Bidang Fisik Prasarana terdiri dan:

a. Sub Bidang Perhubungan

b. Sub Bidang Pendataan dan Informasi

c. Sub Bidang Analisis dan Evaluasi

d. Sub Bidang Pelaporan

7. Bidang Pengendalian Pembangunan terdiri dan:

a. Sub Bidang Administrasi Program

b. Sub Bidang Pendapatan dan Informasi

c. Sub Bidang Analisis dan Evaluasi

d. Sub Bidang Pelaporan

4.4 Visi dan Misi

Visi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua adalah :

Men] adikan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pro vinsi Papua

seba gal suatu lembaga perencanaan dan pen gendalian pembangunan yang pro

fesiona!, dan didukung oleh sikap, moralitas dan komitmen yang tin ggi

Misi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua adalah,

sebagai berikut:

1. Menyusun rencana pembangunan daerah secara demokratis dan ad ii.


2. Meningkatkan kapasitas institusi perencanaan dan pengendalian pembangunan

daerah

3. Meningkatkan profesionalisme dan integritas dalam perencanaan dan pengendalian

pembang unan daerah.

4. Menata sistem perencanaan dan pengendalian yang koordinatif dengan instansi-

instansi teknis Iainnya dibidang fisik dan prasarana, perekonomian dan keuangan,

pemerintah dan sosial budaya serta pengembangan wilayah.

4.5. Strategi dan Kebijakan Umum

Strategi umum yang ditempuh dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Provinsi Papua, sebagai berikut:

1. Perbaikan kualitas sumber daya manusia aparatur untuk meningkatkan

keberpihakan kepada masyarakat dan mampu berperan dibidang pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan masyarakat.

2. Pengauaran kapasitas ke!embagaan sehingga mampu berpartisipasi dalam proses

pembangunan daerah.
3. Peningkatan kualitas pelayanan publik dan perluasan jangkauan pelayanan.

Strategi kebijakan umum dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Provinsi Papua, meliputi:

1. Meningkatkan kualitas perencanaan dan pengendalian pembangunan.

2. Meningkatkan profesionalisme dalam perencanaan dan pengendalian

pembangunan daerah.

3. Melakukan penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan institusi Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua sesual dengan tuntutan

pembangunan yang didasarkan pada kegiatan capacity building for local goverment

4. Menempatkan aparat perencanaan dan pengendalian pembangunan sesuai dengan

tugas dan latar belakang ilmu yang dikuasal.

5. Meningkatkan koordinasi kerja dengn pola pendekatan terpadu terhadap semua

instansi dalam merencanakan, mengendalikan kegiatan pembangunan daerah.

6. Melakukan kajian dan memberi arahan jenis kegiatan perenanaan dan pengendalian

yang dilakukan oleh instansi teknis.

4.6 Keadaan Pegawai .


Jumlah pegawai pada Badan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua sebanyak 155 orang,

dan semuanya merupakan pegawal tetap. Jumlah peawai pada Badan Perencanaan

Pembangunan Daearah (Bappeda) Provinsi Papua, dapat diuraikan pada Tabel 4.1.

TabeI4.1

Keadaan Pegawal di Lingkungan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua

NO

ESELON

Jumlah

3.

I\f

III

II

99 -

-.

Jumlah

155
(Sumber: Bappeda Provinsi Papua, 2009)

Berciasarkan Tabe! 4.1 tersebut, maka dapat dilihat bahwa peningkatan karier

pegawai menurut eselon IV berjumlah 7 pegawal, eselon III berjumlah 99 pegawai

,dari eselon II berjumlah 34 pegawai.

Keberadaan pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Provinsi Papua, dapat dikiasifikasikan menurut pendidikan, dapat diuraikan pada

Tabel 4.2.

Tabel 4.2
Keberadaan Pegawai di Lingkungan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua

No.

Tingkat Pendidikan

Jumlah

Sarjana (S-3)

Sarjana (S-2)

Sarjana(S-1)

Sarjana Muda (D-lII)

SMU

SLTP

SD

31

56

10
52

Jumlah

155

(Sumber: Bappeda Provinsi Papua, 2009)

Dan uraian Tabel 4.2.diatas, maka dapat dilihat bahwa tingkat

pendidikan Doktor (5-3) sebanyak I orang, Magister (S-2) sebanyak

31 orang pegawai, Sarjana (S-I) sebanyak 56 orang pegawai, Sarjana

Diploma sebanyak 10 orang pegawai, Sekolah Menengah Umum

(SMU) sebanyak 42 orang pegawai, Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama (SLTP) sebanyak 2 orang pegawal dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3

orang pegawai.

You might also like