You are on page 1of 9

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN

PENYAKIT TB PARU PADA MASYARAKAT DI DAERAH


PERKAMPUNGAN

1
Amanatul Ainiyah Firda
2
Fitria Nurus Sakinah
3
Ummi Solichatur Rachma

Abstract body via the circulatory system, the


Anual WHO report on global TB control
lymphatic duct system, via the
in 2003 stated there were 22 countries
respiratory tract (broncus) or direct
classified as high-burden TB countries,
spread to other body parts (Department
including Indonesia. According to the
of Health, 2000). This study aims to
WHO report, the estimated incidence
determine the relationship of the
rate of TB Indonesia has increased, in
physical environment of the house on
2003 based on the examination of
the incidence of pulmonary TB disease
sputum (acid-fast bacilli / BTA) is
in the community in the area of the
approximately 128 per 100,000. While
township. This study uses secondary
in 2005 the estimated incidence rateTB
data with reference to national and
is as much as 675 per 100,000 (Firdiana,
international journals. Someone who
2008). Indonesia ranks 3rd after China
lives in the house with a physical quality
and India as a contributor to TB patients
that is not healthy to have a 45.5 times
in the world with the number of TB
greater risk than someone who lives in
deaths are disproportionately high, Asia
a house with a healthy physical
including episenterepidemi TB in the
qualities. This result is consistent with
world (Hadiarto, 2001). Pulmonary
the study conducted Achmadi in 2005
tuberculosis is a disease which is
that the risk for getting TB lungs as
controlled by a cell-mediated immune
much as 1.3 times higher among those
responses (Price, 2006). Pulmonary
who live in homes that do not meet
tuberculosis is an infectious disease
health requirements. Construction of
caused by tuberculosis Mycibacterium.
houses and environments that do not
The bacteria usually enter the human
meet health requirements are risk
body through breathing air into the
factors for various diseases
lungs. Then the germs can be spread
transmission source.
from the lungs to other parts of the
Abstrak kualitas fisik yang tidak sehat
mempunyai risiko 45,5 kali lebih
WHO dalam anual report on global besar dibandingkan dengan
TB control 2003 menyatakan seseorang yang tinggal di rumah
terdapat 22 negara dikategorikan dengan kualitas fisik yang sehat.
sebagai high burden countries Hasil penelitian ini sesuai dengan
terhadap TB termasuk Indonesia. dengan penelitian yang dilakukan
Menurut laporan WHO, estimasi Achmadi pada tahun 2005 bahwa
incidence rate TB Indonesia risiko untuk mendapatkan TB Paru
mengalami peningkatan, pada tahun sebanyak 1,3 kali lebih tinggi pada
2003 berdasarkan pemeriksaan penduduk yang tinggal di rumah
sputum (basil tahan asam / BTA) yang tidak memenuhi persyaratan
adalah sebesar 128 per 100.000. kesehatan. Konstruksi rumah dan
Sedangkan pada tahun 2005 estimasi lingkungan yang tidak memenuhi
incidence rateTB adalah sebanyak syarat kesehatan merupakan faktor
675 per 100.000 (Firdiana, 2008). risiko sumber penularan berbagai
Indonesia berada di urutan ke-3 jenis penyakit.
setelah Cina dan India sebagai
penyumbang penderita TB di dunia
dengan angka kematian akibat TB Pendahuluan
yang amat tinggi, Asia termasuk Tubercolosis ( TB Paru )
episenterepidemi TB di dunia masih menjadi masalah kesehatan
(Hadiarto, 2001). Tuberkulosis paru
masyarakat dunia. WHO dalam
adalah penyakit yang dikendalikan
oleh respon imunitas yang Annual Report on Global TB Control
diperantarai sel (Price, 2006). 2003 menyatakan terdapat 22 negara
Tuberkolosis paru adalah penyakit yang dikategorikan sebagai high-
menular yang disebabkan oleh burden countries terhadap TB paru,
Mycibacterium tuberculosis. Bakteri termasuk Indonesia yang menempati
tersebut biasanya masuk ke dalam urutan ketiga setelah India dan
tubuh manusia melalui udara
China. Perkiraan angka kesakitan TB
pernafasan ke dalam paru. Kemudian
kuman tersebut dapat menyebar dari Paru (incidence rate) di Indonesia
paru ke bagian tubuh lainnya melalui berdasarkan hasil pemeriksaan BTA
sistem peredaran darah, sistem positif adalah 128 per 100.000
saluran limfe , melalui saluran penduduk untuk tahun 2003,
pernafasan (broncus) atau sedangkan untuk tahun yang sama
penyebaran langsung ke bagian- estimasi pravaliensi TB paru adalah
bagian tubuh lainnya (Depkes,
295 per 100.000 (WHO, 2005). Bila
2000). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan lingkungan tidak ditanggulangi setiap orang
fisik rumah terhadap kejadian dengan TB paru aktif akan
penyakit TB paru pada masyarakat di menginfeksi rata-rata 10-15 orang
daerah perkampungan. Penelitian ini per tahunnya (WHO, 1999).
menggunakan data sekunder dengan
mengacu pada jurnal nasional Tuberkolosis paru adalah
maupun internasional. Seseorang penyakit menular yang disebabkan
yang tinggal di rumah dengan oleh Mycibacterium tuberculosis.
Bakteri tersebut biasanya masuk ke Paru di Semarang pada tahun 2009
dalam tubuh manusia melalui udara mengalami peningkatan sebanyak 43
pernafasan ke dalam paru. Kemudian kasus dibandingkan tahun 2008 yaitu
kuman tersebut dapat menyebar dari sebanyak 793 kasus. Berdasarkan
paru ke bagian tubuh lainnya melalui data yang diperoleh dari Dinas
sistem peredaran darah, sistem Kesehatan Kota Semarang dari
saluran limfe , melalui saluran Januari sampai dengan Desember
pernafasan (broncus) atau 2006 terdapat penigkatan pasien TB
penyebaran langsung ke bagian- paru yang terdiri dari dewasa dan
bagian tubuh lainnya (Depkes, 2000) anak-anak yaitu sebanyak 901 kassus
. (59%) (Depkes, 2002).

Penyakit TB Paru di Kondisi rumah dan lingkugan


Indonesia merupakan masalah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan yang serius, data Program kesehatan merupakan faktor risiko
Penanggulangan TB Paru (P2TB- sumber penularan penyakit TBC.
Paru) menunjukan adanya Sumber penularan penyakit ini erat
peningkatan kasus TB Paru dari kaitannya dengan kondisi sanitasi
tahun ke tahun. Diperkirakan ada perumahan yang meliputi penyediaan
sekitar 450.000 orang penderita TB- air bersih dan pengolahan limbah
Paru baru setiap tahun dan sebanyak faktor risiko dan lingkungan pada
itu pula yang tidak terdiagnosis di bangunan rumah yang dapat
masyarakat, sedangkan yang memengaruhi kejadian penyakit
meninggal akibat TB-Paru maupun kecelakaan antara lain
diperkirakan 175.000 orang setiap ventilasi, pencahayaan, kepadatan
tahun. Penyakit TBC yang hunian, kelembaban ruangan,
diperkenalkan dengan sebutan TB- binatang penular
paru merupakan penyakit yang penyakit,penyediaan air bersih,
mengganggu sumber daya manusia limbah rumah tangga, hingga
dan umumnya menyerang kelompok penghuni dalam rumah.
masyarakat dengan sosio ekonomi
rendah (Depkes 1999) Kondisi kesehatan
lingkungan rumah berpengaruh
Cakupan penemuan kasus TB secara tidak langsung terhadap
Paru menurut provinsi pada tahun kejadian penyakit TB Paru, karena
2008 yang tertinggi adalah Provinsi lingkungan rumah yang kurang
Sulawesi Utara yakni 89,6% diikuti memenuhi syarat kesehatan akan
DKI Jakarta sebesar 85,5% dan memengaruhi jumlah kepadatan
Banten sebesar 78,6%. Cakupan kuman dalam rumah tersebut,
penemuan kasus kasus TB Paru di termasuk kuman Mycobacterium
Jawa Tengah adalah sebesar 45,8% tuberculosis. Hubungan penyakit
dengan penemuan jumlah kasus tuberculosis paru dipengaruhi oleh
sebanyak 35.951 kasus. Penderita TB kebersihan udara karena rumah yang
terlalu sempit (terlalu banyak sekunder dengan mengacu pada
penghuninya) maka ruangan akan jurnal nasional maupun
kekurangan oksigen sehingga akan internasional.
menyebabkan menurunnya daya
tahan tubuh sehingga memudahkan Hasil Penelitian dan Pembahasan
terjadinya penyakit (Entjang I , Berdasarkan hasil penelitian
2003) . yang dilakukan Hamidah, dkk pada
Lingkungan dan rumah yang 2015, menunjukkan karakteristik
tidak sehat seperti pencahayaan responden terdiri dari kondisi fisik
rumah yang kurang (terutama cahaya rumah.
matahari) , kurangnya ventilasi Hubungan faktor resiko
rumah, kondisi ruangan yang kepadatan hunian terhadap
lembab, hunian yang terlalu padat kejadian tuberkulosis
mengakibatkan kadar CO2 di rumah Proporsi rumah yang
meningkat. Peningkatan CO2 sangat kepadatan huniannya < 9m (tidak2

mendukung perkembangan bakteri. memenuhi syarat) lebih tinggi pada


Hal ini dikarenakan Mycobacterium kelompok kasus (70%) dibanding
tuberculosis adalah aerob obligat dan pada kelompok kontrol (30%).
mendapatkan energi dari oksidasi Secara statistik hasil analisa uji Chi-
banyak komponen karbon sederhana Squere didapatkan p = 0,001 (< 0,05)
(Widoyono, 2005). yang menunjukkan terdapat
Menurut sebuah penelitian hubungan yang bermakna antara
yang telah dilakukan , risiko terkena kepadatan hunian rumah dengan
TB paru 5,2 kali lebih tinggi pada kejadian tuberkulosis paru dengan
penghuni yang memiliki ventilasi nilai OR = 3,500 dengan CI 95% =
buruk dibanding penduduk 1,738-7,480 (Tabel 1). Dengan
berventilasi memenuhi syarat demikian hasil ini memberikan arti
kesehatan. Pencahayaan rumah yang bahwa responden yang tinggal di
tidak memenuhi syarat berisiko 2,5 rumah dengan kepadatan huniannya
kali terkena TB paru dibanding < 9m2 (tidak memenuhi syarat)
penghuni yang memenuhi mempunyai resiko 3,500 kali untuk
persyaratan. Tujuan Penelitian ini menderita tuberkulosis paru
adalah mempelajari faktor risiko dibandingkan dengan responden
lingkungan fisik rumah terhadap yang tinggal di rumah dengan
kejadian penyakit tuberkulosis paru kepadatan penghuni memenuhi
2
syarat (>9 m ) (Hamidah, dkk,
di daerah perkampungan.
2015).
Metode Penelitian
Hubungan kelembaban dengan
Penelitian ini adalah
kejadian Tuberkulosis Paru
penelitian menggunakan data
Pada kelompok kasus dengan kejadian tuberkulosis paru (
kelembaban ruangan dalam rumah = < 0,05) hasil perhitungan OR
pada kategori <40% dan >70% (tidak ditemukan nilai OR = 3,065 dengan
memenuhi syarat) proporsinya CI95% = 1,536-6,117 (Tabel 3).
sebanyak 58,6 %, dan pada kontrol Hasil ini memberikan arti bahwa
proporsinya lebih kecil yaitu responden yang tinggal di rumah
sebanyak 42,9%, untuk kategori dengan luas ventilasi < 10% dari luas
antara 40% - 70% (memenuhi syarat) lantai (tidak memenuhi syarat)
pada kelompok kasus proporsinya mempunyai resiko 3,065 kali untuk
sebanyak 41,4%, dan pada kontrol menderita tuberkulosis paru
proporsinya lebih besar yaitu dibandingkan dengan responden
sebanyak 72,9% (Tabel 2). Hasil yang tinggal di rumah dengan luas
analisis statistik dengan analisa uji ventilasi >10% dari luas lantai
Chi-Squere dipeoleh nilai p = 0,000 (memenuhi syarat) (Hamidah, dkk,
(p < 0,05) ini menunjukkan bahwa 2015).
ada hubungan yang bermakna antara
kelembaban dengan kejadian Hubungan pencahayaan dengan
tuberkulosis paru, hasil perhitungan kejadian Tuberkulosis Paru
OR ditemukan OR = 3,795 dengan Proporsi rumah yang
CI 95% = 1,866-7,716 hasil ini memiliki pencahayaan < 60 lux atau
memberikan arti bahwa responden > 300 lux (tidak memenuhi syarat)
yang tinggal di rumah dengan lebih banyak pada kelompok kasus
kelembaban <40% atau >70% (tidak sebanyak (52,9%) dibanding pada
memenuhi syarat) mempunyai resiko kelompok kontrol yaitu (21,4%).
3,795 kali untuk menderita Sedangkan proporsi rumah yang
tuberkulosis paru dibandingkan memiliki pencahayaan 60 lux - 300
dengan responden yang tinggal di lux (memenuhi syarat) lebih banyak
rumah dengan kelembaban 40% - pada kelompok kontrol sebanyak
70% (memenuhi syarat) (Hamidah, (78,6%) dibanding pada kelompok
dkk, 2015). kasus yaitu (47,1%) (Tabel 5).
Secara statistik hasil analisa Chi-
Hubungan luas ventilasi dengan Squere menunjukkan p = 0,000 (p <
kejadian Tuberkulosis Paru 0,05 ) yang menunjukkan terdapat
Proporsi rumah yang luas hubungan yang bermakna antara
ventilasi < 10% dari luas lantai (tidak pencahayaan rumah dengan kejadian
memenuhi syarat) lebih banyak pada tuberkulosis paru, hasil perhitungan
kelompok kasus (67,1%) dibanding OR ditemukan nilai OR = 4,111
pada kelompok kontrol (40%). dengan CI 95% = 1,963 8,608.
Secara statistik hasil analisa uji Chi- Hasil ini memberikan arti bahwa
Squere diperoleh = 0,002 yang responden yang tinggal di rumah
menunjukkan terdapat hubungan dengan pencahayaan < 60 lux atau >
yang bermakna antara luas ventilasi 300 lux (tidak memenuhi syarat)
mempunyai resiko 4,111 kali untuk lantai rumah dengan kejadian
menderita tuberkulosis paru tuberkulosis paru. Dari hasil
dibandingkan dengan responden perhitungan analisis bivariat di atas
yang tinggal di rumah yang memiliki menunjukkan bahwa faktor risiko
pencahayaan 60 lux - 300 lux lingkungan fisik rumah yang secara
(memenuhi syarat) (Hamidah, dkk, statistik memiliki hubungan dengan
2015). kejadian tuberkulosis paru yang
mempunyai angka tingkat
Hubungan jenis lantai dengan kemaknaan p-value < 0,05 secara
kejadian Tuberkulosis Paru hirarkhis adalah: pencahayaan dalam
Proporsi rumah yang jenis rumah (p-value = 0,000),
lantai rumahnya tidak kedap air lebih kelembaban dalam rumah (p-value =
banyak pada kelompok kasus 0,000), kepadatan hunian dalam
(51,4%) dibanding pada kelompok rumah (p-value = 0,001), dan luas
kontrol (35,7%). Secara statistik ventilasi (p-value = 0.002),
hasil analisa Chi-Square sedangkan jenis lantai terluas di
menunjukkan p = 0,088 (p = > 0,05 ) ruangan dalam rumah (p-value
menunjukkan tidak terdapat =0,088) secara statistik tidak
kemaknaan atau tidak memiliki berhubungan dengan kejadian
hubungan yang signifikan dengan tuberculosis karena p-value > 0,05
demikian dapat dinyatakan bahwa (Hamidah, dkk, 2015).
tidak ada hubungan antara jenis
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara kepadatan hunian rumah, kelembaban, luas ventilasi rumah, dan
pencahayaan dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru. Tidak terdapat
hubungan bermakna antara jenis lantai dengan kejadian penyakit tuberkulosis
paru.

Daftar Pustaka
Firdiana P. 2008. Hubungan antara luas ventilasi dan pencahayaan rumah
dengan kejadian tuberculosis paru anak di wilayah kerja puskesmas
Kedungmundu Kecamatan Tembalang Semarang tahun 2007. Jurnal
kesehatan masyarakat volume 3/ no 2/ januari juni 2008.
Price, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC
Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta
Departeman Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Teknik Penyehatan
Perumahan. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jendral
PPM&PL.

You might also like