You are on page 1of 16

Efloresensi

Efloresensi adalah kelainan kulit yang dapat terlihat, dibagi menjadi efloresensi primer dan
sekunder.

Makula : kelainan kulit terbatas berupa perubahan warna semata-mata

Contoh : melanoderma, leukoderma, purpura, petekie, ekimosis

Eritema : kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler yang
reversibel.

Urtika : edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan

Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari cm garis
tengah, dan mempunyai dasar; vesikel berisi darah disebut vesikel hemoragik.

Pustul : vesikel berisi nanah, bila nanah mengendap di bagian bawah vesikel disebut
vesikel hipopion.

Bula : vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal juga istilah bule hemoragik, bula
purulen, dan bula hipopion.

Kista : ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Dinding kista
merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat dan biasanya dilapisi sel epitel atau
endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang melebar dan tertutup, saluran kelenjar, pembuluh
darah, saluran getah bening, atau lapisan epidermis. Isi kista terdiri dari atas hasil
dindingnya, yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel, lapisan tanduk, dan
rambut.

Abses : merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit berarti di dalam
kutis atau subkutis. Batas antara ruangan yang berisikan nanah dan jaringan di sekitarnya
tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari infiltrat radang. Sel dan jaringan hancur
membentuk nanah. Dinding abses terdiri atas jaringan sakit, yang belum menjadi nanah.
Papul : penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran diameter lebih kecil
dari cm, dan berisikan zat padat. Letak papul dapat epidermal atau kutan.

Nodus : massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol, jika
diameternya lebih kecil daripada 1 cm disebut nodulus.

Plak (plaque) : peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata dan berisi zat padat
(biasanya infiltrat), diameternya 2 cm atau lebih.

Tumor : benjolan yang berdasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan.

Infiltrat : tumor terdiri atas kumpulan sel radang

Vegetasi : pertumbuhan berupa penonjolan bulat atau runcing yang menjadi satu. Vegetasi
dapat di bawah permukaan kulit, misalnya pada tubuh. Dalam hal ini disebut granulasi,
seperti pada tukak.
Dermatitis Seboroik
Definisi

Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai pada kulit kepala,
dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan.1 Istilah dermatitis seboroik (D.S.)
dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat
predileksi di tempat-tempat seboroik.2 Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan
produksi sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya
akan folikel sebaceous. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali.
Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan
sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.3,4 Penyakit ini dapat mengenai semua golongan
umur, tetapi lebih dominan pada orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung
berulang, tetapi biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya
dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan keluar saraf (cradle cap) pada bayi.5

Insidens dan Prevalensi

Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi penyakit ini diyakini lebih
banyak ditemukan daripada psoriasis, misalnya, mempengaruhi minimal 2-5 % dari populasi.
Dermatitis seboroik sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki dan berusia kepala dua, satu di bayi
dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai ketujuh
kehidupan. Prevalensinya 40-80 % pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome.3
Sedangkan di Amerika Serikat prevalensi dari Dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% dari
jumlah populasi umum, dan 3-5% terjadi pada dewasa muda.4

Etiopatogenesis

Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan konstitusi


berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum
dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit yang berminyak (seborrhoea), tetapi
mengenai hubungan antara kelenjar minyak dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang
mengatakan kambuhnya penyakit ini (yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh
makanan yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.1,2
Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea), meskipun
peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien ini. Seborrhea merupakan
faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik, namun dermatitis seboroik bukanlah penyakit
yang terjadi pada kelenjar sebasea. Kelenjar sebasea tersebut aktif pada bayi baru lahir,
kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormone androgen dari ibu
berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang
pada usia sebelum akil balik dan insidensinya mencapai puncaknya pada umur 18 40 tahun,
dan kadang-kadang pada umur tua. Tingginya insiden dermatitis seboroik pada bayi baru lahir
setara dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea pada usia tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa bayi yang baru lahir memiliki kelenjar sebasea dengan tingkat sekresi sebum yang tinggi.
Pada masa kecil, terdapat hubungan yang erat antara dermatitis seboroik dengan peningkatan
produksi sebum. Kondisi ini dikenal sebagai dermatitis seboroik pada bayi, hal tersebut normal
ditemukan pada bulan pertama kehidupan, berbeda dengan kondisi dermatitis seboroik yang
terjadi pada masa remaja dan dewasa. Pada dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang erat
antara peningkatan produksi sebum dengan dermatitis seboroik, jika terjadi puncak aktivitas
kelenjar sebasea pada masa awal pubertas, dermatitis seboroik mungkin terjadi pada waktu
kemudian. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor predisposisi
timbulnya Dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara
keaktifan kelenjar tersebut dengan sukseptibilitas untuk memperoleh Dermatitis seboroik.2, 3, 4

Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah wajah,


telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan kelenjar sebasea. Dua
penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama di daerah ini yaitu dermatitis seboroik dan
Acne.3

Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh
bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan
P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya
yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel
limfosit T dan sel Langerhans. Penelitian di Rosenberg telah menunjukkan bahwa 2%
ketokonazole kream dapat mengurangi jumlah dari organism yang terdapat pada lesi di kulit
kepala atau kulit yang berminyak, pada saat yang bersamaan juga dapat menghilangkan gejala
dermatitis seboroik. Penjelasan ini dimana jamur yang menjadi penyebabnya dapat dilkakukan
pencegahannya. Akan tetapi, penelitian lain menunjukkan bahwa P. ovale dapat terjadi pada kulit
kepala yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penyakit ini. Status seboroik sering berasosiasi
dengan meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa
mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.2,3

Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti
psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya.
Pada orang yang telah mempunyai factor predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh
faktor kelelahan, stress, emosional, infeksi, atau defisiensi imun.2

Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress emosional dapat
mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga menjadi komplikasi dari
Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea. Pengobatan dari parkinson dengan
levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak seborrhea pertama kali ditemukan, tetapi tidak ada
efeknya pada kecepatan ekskresi sebum yang normal. Obat neuroleptik yang digunakan untuk
menginduksi parkinsonsnisme, salah satunya haloperidol, dapat juga menginduksi terjadinya
dermatitis seboroik.

Histopatologis

Gambaran histologi bermacam-macam sesuai dengan stadium penyakitnya. Pada dermatitis


seboroik akut dan subakut, tersebar superficial infiltrat perivascular dari limfosit dan histiosit,
dari spongiosis yang ringan sampai yang berat, hiperplasia bentuk psoriasis ringan, Pinkuss
spurting papilla hampir sering terlihat sebgai ciri khas dari dermatitis seboroik sama seperti
psoariasis, tetapi abses Munro tidak ada. Penyumbatan folikel oleh karena orthokeratosis dan
parakeratosis dan kerak-kerak yang mengandung neutrofil. Pada dermatitis seboroik yang kronis
terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler dan vena pada plexus superficial.3

Gejala klinis

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan,
batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala
berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh
kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika
(ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai
eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan
rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak
disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga postaurikular dan leher.
Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung.

Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor,
dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-
debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.

Gambar 1. Dermatitis seboroik yang berat pada


wajah

Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di
bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat terjadi pula
blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-skuama halus. Pada tepi bibir bias
kemerahan dan berbintik-bintik (marginal blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan
juga dapat terkena. Lipatannya dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang
tidak jelas. Pruritus juga bisa terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga mungkin
terdapat kerak pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada lipatan bibir mungkin terdapat
perubahan warna berupa kerak yang kekuningan atau kemerahan, kadang-kadang dengan
lubang-lubang. Pada pria, radang folikel rambut pada kumis juga bisa terjadi.

Gambar 2. Dermatitis seboroik pada wajah

Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang telinga luar,
lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di bawah mamae pada wanita,
interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi,
kelainan dapat berupa papul-papul.

Gambar 3. Dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial pipi, alis mata, dan hidung.
Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang daun telinga ayng
disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit terkelupas pada lubang telinga, dan
disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada daerah ini kulit biasanya berubah
menjadi kemerahan, dengan lubang-lubang dan bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada
telinga dan daerah sekitarnya. Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi polymyxin B-
hydrocortisone, 4 tetes pada saluran telinga, biasanya untuk membersihkan. Tridesilon Otic
lotion, 0,5 persen desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.

Gambar 4. Dermatitis seboroik pada telinga

Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada pipi, hidung dan
dahi. Kemerahan yang tampak pada area alar-malar disebut dyssebacea. Sodium sulfacetamide,
bisa digunakan pada 10% krim yang cocok diantaranya desonide (Tridesilon), hampir menjadi
pengobatan yang spesifik untuk dyssebacea.

Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-kadang terdapat perubahan
pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa. Tampak bibir berwarna merha terang, kering,
terkelupas, dan berlobang.

Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat seperti kurap,
psoariasis, atau jamuran. Garisnya terlihat seperti kulit terkelupas pada keduanya dan simetris.
Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan mungkin juga terdapat garis psoariformis
dengan kulit kering pada beberapa kasus.

Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat
menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.

Gambaran klinis dan perjalanan penyakit dari dermatitis seboroik berbeda pada bayi dan
orang dewasa.

I. Dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu 10 minggu)3

Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama kehidupan sebagai
penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut dan kulit kepala dengan lipatan
intertriginosa berminyak yang disertai sisik dan kerak. Daerah lainnya seperti wajah,
dada, dan leher juga dapat terpengaruh.

1. Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle crap, dengan
krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar kemerahan dan kurang /
tidak gatal

2. Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan leher, lesi tampak
kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan skuama yang berminyak,
kurang / tidak gatal.

Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai bulanan.
Kekambuhan jarang terjadi. Dan prognosis penyakit ini pada bayi adalah baik.

Differensial diagnosis dari dermatitis seboroik pada bayi termasuk didalamnya dermatitis
atopik (yang biasanya dimulai setelah bulan ketiga kehidupan), psoriasis pada bayi baru
lahir, penyakit yang jarang seperti skabies dan histiositosis X. Yang paling baik untuk
membedakan ciri antara dermatitis atopik dengan dermatitis seboroik adalah

Erythroderma desquamativum (Leiners disease)3

Komplikasi dari dermatitis pada bayi ini pertama kali dijelaskan oleh Leiner pada tahun
1908 dimana waktu itu penyakit ini ditemukan pada bayi yang baru lahir dan pada saat
perwatan di rumah sakit dari umur bayi 6 sapai 20 minggu yang terlihat sebagai
dermatitis exfoliativa pada seluruh tubuh dengan tanda kemerahan dan kulit yang
terkelupas, biasanya sama seperti beberapa type dari dermatitis seboroik.

Penyakit ini biasanya dimulai dari bagian sekitar anus dan daerah ketiak, lalu terlihat
kulit terkelupas, area intertriginosa, leher, dan ekstremitas. Awal mulanya ditemukan
inflamasi kemerahan yang menyebar, yang meliputi seluruh tubuh. Semakin lama kulit
akan diliputi tumpukan kulit kering yang berwarna putih keabu-abuan. Pada faktanya,
dalam proses yang terjadi akan terjadi eksfoliasi umum, dan penipisan dari kulit. Kulit
kepala selalu terlihat krusta tipis dan kulit yang hancur. Terdapat pembesaran kelenjar.

Menyerang pada bayi yang baru lahir yang kebanyakan ditemukan pada masyarakat yang
miskin. Diare, muntah, dan infeksi berkelanjutan pasti akan terjadi.

Gambar 4. Erythroderma desquamativum pada neonatus berusia 6 minggu


Gambar 5. Penyakit Leiner

B. Dermatitis seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-40 tahun,
dapat pada usia tua)3

Gambaran klinis dan perjalanan dari penyakit ini berbeda antara remaja dan bayi.

1. Umumnya gatal

2. Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular, atau papulae,

kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi, skuama

dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak.

3. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahan stress, atau

paparan sinar matahari.

Perjalanan penyakit biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Periode perbaikan
pada musim panas dan kambuh kembali pada musim dingin. Pembesaran lesi dapat
terjadi sebagai akibat dari perubahan musim terutama efek dari paparan sinar matahari.

Diagnosis banding
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang berminyak dan
kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik.

Psoariasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama-skuama yang


berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda. Jika
psoariasis mengenai scalp dibedakan dengan dermatitis seboroik Perbedaannya ialah skuamanya
lebih tebal dan putih seperti mika, kelaianan kulit juga pada perbatasan wajah dan scalp dan
tempat-tempat lain sesuai dengan tempat predileksinya. Psoariasis inversa yang mengenai daerah
fleksor juga dapat menyerupai dermatitis seboroik.

Pada lipatan paha dan perianal dapat menyerupai kandidosis. Pada kandidosis terdapat
eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya.

Dermatitis seboroik yang menyerang saluran telinga luar mirip otomikiosis dan otitis
eksterna. Pada otomikosis akan terlihat elemen jamur pada sediaan langsung. Otitis eksterna
menyebabkan tanda-tanda radang, jika kaut terdapat pus.

Difrensial diagnosis dari penyakit ini beragam di setiap tempatnya.

Kepala : dandruff, psoriasis, dermatitis atopic, impetigo

Saluran telinga : psoriasis atau dermatitis kontak, irritant atau alergi

Wajah : rosacea, dermatitis kontak, psoriasis, impetigo

Dada dan punggung : pityriasis versicolor, pityriasis rosea, psoriasis

Kelopak mata : dermatitis atopic, psoriasis, demodex folliculorum (demodicosis)

Daerah intertriginosa : psoriasis dan candidiasis

Pengobatan
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan, meskipun
penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan, misalnya stres
emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.

Pada Bayi3

1. Kulit kepala

Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air, diaplikasikan
emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama beberapa hari, sampo bayi,
perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream, dan pasta.

2. Area intertriginosa

Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol dalam zinc lotion atau zinc
oil. Pada kandidiasis lotion atau cream nistatin atau amphotericin B dapat dicampur dengan pasta
lembut.

Pada dewasa

1. kulit kepala

Dianjurkan sampo yang mengandung selenium sulfide, imidazoles, zinc pyrithion, benzoyl
peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Keraknya dapat diperbaiki dengan pemberian
glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam salisilat dalam larutan air. Tinctura, larutan
alkohol, tonik rambut, dan produk sejenis biasanya memicu terjadinya inflamasi dan harus
dihindari.3

2. Wajah dan badan

Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan sabun. Larutan alkohol,
penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak dianjurkan. Glucocorticosteroid dosis
rendah (hydrocortison) cepat membantu pengobatan penyakit ini, penggunaan yang tidak
terkontrol akan menyebabkan dermatitis steroid, rebound phenomenon steroid, steroid rosacea
dan dermatitis perioral.3
Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien dengan
AIDS. Sehingga merupakan salah satu lesi tanda dan harus lebih hati-hati dalam menangani
pasien dengan resiko tinggi.

3. Antifungal

Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang baik. Biasanya digunakan
2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang berbeda menunjukkan 75-95 % terdapat
perbaikan. Dalam percobaan ini hanya ketokonazol dan itakonazol yang dipelajari, imidazole
yang lain seperti econazole, clotrimazol, miconazol, oksikonazol, isokonazol, siklopiroxolamin
mungkin juga efektif. Imidazol seperti obat antifungal lainnya, memiliki spektrum yang luas, anti
inflamasi dan menghambat sintesis dari sel lemak.3

4. Metronidazole

Metronidazol topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk dermatitis seboroik.
Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan rosacea. Tidak ada studi yang formal,
dan obat ini hanya terdaftar sebagai pengobatan untuk rosacea. Rekomendasi ini berdasarkan
pengalaman pribadi.3

Pengobatan sistemik

Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg sehari. Jika
telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai infeksi sekunder diberi
antibiotik.

Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi aktivitas
kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi
pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan
tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama
beberapa tahun yang ternayta efektif untuk mengontrol penyakitnya.

Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01) yang cukup
aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar
penderita mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan ketokonazol,
dosisnya 200 mg per hari.

Pengobatan topical

Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 3 kali scalp dikeramasi selama 5 15 menit,
misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien,
misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk D.S. ialah :

- ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar


- resorsin 1-3%
- sulfur praesipitatum 4 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 - 6%
- Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2 %. Pada kasus dengan inflamasi yang
berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat, asalkan
jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.
- Krim ketokonasol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat banyak P.
ovale.
Obat-obat tersebut sebaiknya diapakai dalam krim.

Komplikasi
Infeksi Sekunder akibat bakteri atau jamur

Prognosis

Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak
sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.2

Edukasi Pasien

1. Ajari pasien tentang pengendalian daripada pengobatan dermatitis seboroik

2. Tekankan tentang pentingnya membiarkan sampo medikasi sedikitnya 5-10 menit


sebelum membilas

3. Ajari tentang menggunakan kortikosteroid topikal seperlunya untuk mengendalikan


eritema, skuama, atau rasa gatal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S, Ilmu


penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2

2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM,
Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1. Fourth edition. United States of
America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73

3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of dermatology.
Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific Publications ; 1992 : 545-51

4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan pertama. Jakarta :
Hipokrates ; 1998 : 188-90

5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H, et al.


Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan ketiga. Surabaya :
Airlangga University Press ; 2007 : 112-6

You might also like