You are on page 1of 45

MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

DARUSSALAM OKU SELATAN - Dahulu, para ilmuwan Islam


berduyun-duyun mencari pengetahuan walaupun harus
melalui padang pasir dengan waktu berbulan-bulan lamanya
serta perbekalan seala kadarnya.

Bahkan, walaupun mereka telah hapal dan menguasai


ribuan hadits, walau mereka telah menghasilkan ratusan
karya ilmiah. Namun jiwa mereka masih kehausan dengan
ilmu pengetahuan. Dan mereka tetap mencari dan mencari
walau kesulitan mejerat mereka sehingga kejayaan Islam
pada masa itu bersinar ke penjuru dunia.

Tapi kini, kobaran jiwa seperti itu telah hilang. Keberkahan


ilmu mulai pudar. Bila akal setiap muslim telah puas dengan
pengetahuan dalam dirinya, bila jiwa tholabul 'ilmi telah
dicabut dari hati-hati para muslim, bila orang-orang sibuk
mengajar dan lupa belajar, bila orang-orang fanatik kepada
pendapatnya sendiri maka kejayaan Islam mana mungkin
akan kembali ke pangkuan sebaik-baik ummat.

Di masa keemasan dan kejayaan Islam dahulu, penerangan


listrik belum ada, kendaraan bermesin belum wujud, butuh
waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan untuk saling
komunikasi jarak jauh.

Namun, dahulu para ulama salaf di tengah gelap gulita


dengan diterangi cahaya redup lampu dengan minyak seala
kadarnya bahkan hanya dengan mengandalkan cahaya bulan
mereka sanggup menghasilkan kitab beribu-ribu halaman.

1 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Dengan qolam (pena) yang terbuat dari serutan kayu atau


bulu hewan dengan tinta celup mereka mampu
menghasilkan kitab berpuluh-puluh jilid dan karya yang luar
biasa dan fenomenal hingga sekarang.

Dengan berjalan kaki berhari-hari bahkan berbulan-bulan


dalam mencari hadits, mereka mampu menghapal dan
menguasai ratusan ribu hadits bahkan hapal jutaan hadits
seperti Imam Ahmad Ibnu Hanbal.

Dengan fasilitas yang serba kekurangan, rintangan yang


berat dalam tholabul ilm, biasa berteman dengan lapar
yang hebat, namun mereka mampu menguasai bahkan
menjadi pakar tidak hanya dalam satu spesialis bidang ilmu,
namun bercabang-cabang spesialis ilmu sanggup mereka
kuasai hingga ke akar-akarnya. Coba lihat Ibnu Rusyd
(Averroes) ahli filsafat, kedokteran dan fikih, Muhammad
bin Ms al-Khawrizm ahli matematika, astronomi,
astrologi, dan geografi, Abu Bakar Muhammad bin Zakaria
ar-Razi (Rhazes) ahli filsafat, kimia, matematika,
kedokteran dan kesastraan, Ibnu Haitham (Alhazen) ahli
sains, falak, matematika, geometri, pengobatan dan
filsafat, Al-Khindi (Al Kindus) ahli matematika, fisika,
kedokteran, geografis, filsafat arab dan yunani kuno.

Adakah manusia sekarang dengan kelengkapan fasilitas


moderen yang menjadi ahli/pakar lebih dari 2 (dua) bidang
ilmu ?...

2 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Kisah berikut mungkin akan menggugah hati kita betapa


luar biasanya orang-orang salaf begitu gigih dalam menggali
dan mendapatkan pengetahuan :

Said Ibnu Al-Musayyad adalah seorang tabi'in yang


termasyhur, beliau berkata :"Untuk mempelajari satu
hadits saja, aku mengembara dengan berjalan kaki selama
beberapa hari".

Imam Bukhari ketika berusia 11 tahun telah hapal dan


menguasai kitab-kitab karangan Abdullah Ibnu Mubarak.
Ketika berusia 22 tahun mengembara mencari pengetahuan
ke Mekkah, Kuffah, Asqolan, Hims dan Damsyik sehingga
pada usia semuda itu beliau telah menjadi guru hadits.

Abdullah Ibnu Mubarak adalah Muhaddits terkenal.


Kesungguhannya dalam mencari ilmu sangat terkenal.
Beliau sendiri berkata : Saya mendapatkan hadits-hadits
setelah mengembara dengan mempelajarinya dari 4.000
(empat ribu) ulama ahli hadits.

Ibnu Jauziy berkata :Aku telah menulis 2.000 (dua ribu)


jilid dengan jari-jariku. Ibnu Jauziy memiliki sekitar 250
judul kitab tulisannya sendiri. Setiap judul kitab ada yang
mencapai puluhan jilid. Kebiasaanya adalah menulis 4 jilid
setiap hari.
Bila beliau memberikan pelajaran, diperkirakan 100.000
(seratus ribu) lebih penuntut ilmu dan ulama yang duduk di

3 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

majlisnya sehingga para menteri dan sultan pun ikut duduk


dalam majlisnya.
Beliau sendiri berkata : 20.000 orang telah masuk Islam
melalui tanganku dengan ijin Allah.

Yahya Ibnu Muin seorang guru hadits yang masyhur


berkata : Saya telah menulis 1.000.000 (satu juta) hadits
dengan tanganku sendiri.
Ibnu Jarir Thobariy adalah seorang ahli sejarah.
Kebiasaannya selama 40 tahun adalah menulis 40 lembar
setiap hari.

Imam Fakhrudin Ar-Raziy, wafat dalam usia 63 tahun.


Namun beliau telah meninggalkan sekitar 200 judul kitab
karangannya. Salah satu judul karangannya ada yang terdiri
30 jilid.

Imam An-Nawawiy, wafat dalam usia 45 tahun. Dalam


sehari beliau menyelesaikan 12 macam disipiln ilmu lengkap
dengan syarah ( penjelasan detail) nya dan tashihnya.
Dalam sehari beliau menghasilkan 4 judul kitab.

Ibnu Hazm mengarang sampai 400 jilid dan memuat kira-


kira 80.000 lembar kertas.

Ibnu Syahin mengarang sebanyak 330 kitab. Salah satu dari


kitab tersebut adalah tafsir yang terdiri dari 1.000 jilid dan
juga kitab hadits yang terdiri 1.500 jilid.

4 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Imam Ibnu Taimiyah wafat pada usia 67 tahun. Menurut


imam Adz-Dzahabi karangan imam Ibnu Taimiyah mencapai
500 jilid. Sedangkan menurut Ibnu Rajab bahwa jumlah
karangan Imam Ibnu Taimiyah sangat banyak sekali sehingga
sulit untuk menentukan jumlahnya dengan pasti.

Di dalam Shahih Muslim disebutkan keterangan dari Yahya


bin Abi Katsir, yang mengatakan, Ilmu itu tak didapat
dengan bersantai-santai.
Syair berikut ini juga menuturkan hal yang sama:
Janganlah engkau duga bahwa kemuliaan itu bagaikan
kurma yang engkau makan, Engkau tak akan mencapai
kemuliaan sampai engkau merasakan kesabaran yang luar
biasa.

Panutan kita, Imam Syafii, pernah mengatakan,


Tidak mungkin orang yang menuntut ilmu ini (ilmu agama)
dengan cepat bosan dan merasa puas akan beruntung,
melainkan yang beruntung adalah yang menuntutnya
dengan menahan diri, merasakan kesempitan hidup, dan
berkhidmat untuk ilmu.

Beliau juga mengatakan, Tidak akan beruntung orang yang


menuntut ilmu kecuali yang menuntutnya dalam keadaan
serba kekurangan. Aku dahulu mencari sehelai kertas pun
sangat sulit. Tidak mungkin seseorang menuntut ilmu de-
ngan keadaan serba ada dan harga diri yang tinggi
kemudian ia beruntung.

5 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Begitulah, sedemikian besar perhatian para ulama masa lalu


terhadap ilmu, sehingga mereka rela menanggung kepa-
yahan dalam memikirkannya sepanjang hayat.

Tokoh sufi terkemuka yang sangat termasyhur, Sayyid


Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, juga mengalami masa-masa
sulit yang luar biasa dalam menuntut ilmu.

Dengarlah cerita yang dituturkannya:


Aku memunguti selada, sisa-sisa sayuran, dan daun carob
dari tepi kali dan sungai. Kesulitan yang menimpaku karena
melambungnya harga yang terjadi di Baghdad, membuatku
tidak makan selama berhari-hari. Aku hanya bisa
memunguti sisa-sisa makanan yang terbuang untuk
kumakan.

Suatu hari, karena sangat laparnya, aku pergi ke sungai


dengan harapan mendapatkan daun carob, sayuran, atau
selainnya yang bisa kumakan. Tetapi tidaklah aku
mendatangi suatu tempat melainkan ada orang lain yang
telah mendahuluinya.

Ketika aku mendapatkannya, aku melihat orang-orang


miskin itu memperebutkannya. Maka, aku pun
membiarkannya, karena mereka lebih membutuhkan.

Seorang tokoh ulama, Syaikh Ibrahim bin Yaqub,


menceritakan bagaimana kondisi yang dialami Imam Ahmad
bin Hanbal demikian: Imam Ahmad suatu saat shalat

6 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

bersama Abdurrazzaq. Suatu hari beliau lupa dalam


shalatnya. Maka Abdurrazzaq bertanya mengapa ia bisa
lupa. Ia memberi tahu bahwa ia belum makan apa-apa sejak
tiga hari.

Renungkanlah pula apa yang dikatakan Said Nursi Badiuz-


Zaman, tokoh ulama Turki abad ke-19 hingga ke-20 yang
sangat termasyhur, ketika menggambarkan hakikat ilmu dan
proses pencapaiannya.

Ia mengatakan, Ketahuilah, ilmu itu suatu keperluan yang


lambat (tak segera dibutuhkan), cita-cita yang jauh, yang
tidak dapat tercapai dengan anak panah, tidak terlihat di
dalam tidur, tidak diwarisi dari orangtua dan paman.

Melainkan bagaikan pohon yang tidak akan baik kecuali bila


ditanam dan tidak dapat ditanam kecuali di dalam jiwa, ti-
dak dapat diairi kecuali dengan belajar, dan tidak dapat
menjadi baik kecuali dengan bersandar pada batu,
senantiasa tak tidur malam (untuk belajar), sedikit tidur,
menyambungkan malam dengan siang.

Tak akan dapat mencapainya kecuali orang yang selalu


menggunakan matanya.

Apakah seorang yang menyibukkan waktu siangnya dengan


mengumpulkan harta dan menyibukkan waktu malamnya
berkumpul dengan wanita menyangka akan tampil sebagai
seorang faqih? Tidak!

7 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Demi Allah, ia tak akan meraih itu sampai ia menuju


kepada buku-buku catatannya, menemani tinta-tinta pena-
nya, terus menuntut ilmu siang dan malam, serta
menerima kepahitan-kepahitan karena sabar.

Sumber : Habib Ali Abdurrahman Al-Habsyi

MENJUAL RUMAH UNTUK MEMBELI KITAB

Al-Hafidz Abul Alaa a-Hamadzaaniy menjual rumahnya


seharga 60 dinar untuk membeli kitab-kitab Ibnul Jawaaliiqy

KEMAMPUAN MEMBACA YANG LUAR BIASA

Ibnul Jauzy sepanjang hidupnya telah membaca lebih dari


20.000 jilid kitab
Al-Khothib al-Baghdady membaca Shahih al-Bukhari dalam
3 majelis ( 3 malam), setiap malam mulai bada Maghrib
hingga Subuh (jeda sholat)

Catatan : Shahih alBukhari terdiri dari 7008 hadits,


sehingga rata-rata dalam satu kali majelis (satu malam)
dibaca 2336 hadits.

Abdullah bin Said bin Lubbaj al-Umawy dibacakan kepada


beliau Shahih Muslim selama seminggu dalam sehari 2 kali

8 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

pertemuan (pagi dan sore) di masjid Qurtubah Andalus


setelah beliau pulang dari Makkah.

Catatan : Shahih Muslim terdiri dari 5362 hadits

Al-Hafidz Zainuddin al-Iraqy membaca Musnad Ahmad


dalam 30 majelis (pertemuan)

Catatan : Musnad Ahmad terdiri dari 26.363 hadits,


sehingga rata-rata dalam sekali majelis membacakan lebih
dari 878 hadits.

Al-Izz bin Abdissalaam membaca kitab Nihaayatul


Mathlab 40 jilid dalam tiga hari (Rabu, Kamis, dan Jumat)
di masjid.

Al-Mutaman as-Saaji membaca kitab al-Fashil 465


halaman (kitab pertama tentang Mustholah hadits) dalam 1
majelis.

Salah seorang penuntut ilmu membacakan di hadapan


Syaikh Bin Baz Sunan anNasaai selama 27 majelis

Catatan : jika yang dimaksud adalah Sunan anNasaai as-


Sughra terdiri dari 5662 hadits, sehingga rata-rata lebih dari
209 hadits dalam satu majelis.

9 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rata-rata


menghabiskan waktu selama 12 jam sehari untuk membaca
buku-buku hadits di perpustakaan.

MENGULANG-ULANG MEMBACA SUATU KITAB HINGGA


BERKALI-KALI

Al-Muzani berkata: Aku telah membaca


kitab arRisalah (karya asy-Syafii) sejak 50 tahun lalu dan
setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak
ditemukan sebelumnya.

Gholib bin Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby telah


membaca Shahih alBukhari sebanyak 700 kali.

KESUNGGUHAN MENULIS

Ismail bin Zaid dalam semalam menulis 90 kertas dengan


tulisan yang rapi.
Ahmad bin Abdid Da-im al-Maqdisiy telah menulis/
menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab. Jika senggang,
dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk
dalam sehari menyalin 2 buku.

Ibnu Thahir berkata: saya menyalin Shahih al-Bukhari,


Shahih Muslim, dan Sunan Abi Dawud 7 kali dengan upah,
dan Sunan Ibn Majah 10 kali

10 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Ibnul Jauzy dalam setahun rata-rata menyalin 50-60 jilid


buku

Muhammad bin Mukarrom yang lebih dikenal dengan Ibnu


Mandzhur penulis Lisaanul Arab- ketika meninggal
mewariskan 500 jilid buku tulisan tangan

Abu Abdillah alHusain bin Ahmad alBaihaqy adalah


seseorang yang cacat sehingga tidak memiliki jari tangan,
namun ia berusaha untuk menulis dengan meletakkan kertas
di tanah dan menahannya dengan kakinya, kemudian
menulis dengan bantuan 2 telapak tangannya.

Ia bisa menghasilkan tulisan yang jelas dan bisa dibaca.


Kadangkala dalam sehari ia bisa menyelesaikan tulisan
sebanyak 50-an kertas.

SANGAT BERSEMANGAT DALAM MENCATAT FAIDAH

Al-Imam anNawawy berkata: Janganlah sekali-kali


seseorang meremehkan suatu faidah (ilmu) yang ia lihat
atau dengar. Segeralah ia tulis dan sering-sering
mengulang kembali.

Al-Imam al-Bukhary dalam semalam seringkali terbangun,


menyalakan lampu, menulis apa yang teringat dalam
benaknya, kemudian beranjak akan tidur, terbangun lagi ,
dan seterusnya hingga 18 kali.

11 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Abul Qosim bin Ward atTamiimy jika diberikan kepada


beliau suatu kitab beliau akan membaca dari atas hingga
bawah, jika menemukan faidah baru beliau tulis dalam
kertas tersendiri hingga terkumpul suatu pokok bahasan
khusus.

BERSAMA ILMU HINGGA MENJELANG AJAL

Abu Zurah arRaaziy ketika menjelang ajal dijenguk oleh


sahabat-sahabatnya ahlul hadits mereka mengisyaratkan
hadits tentang talqin Laa Ilaaha Illallaah. Hingga Abu Zurah
berkata:

: )) :-
((
Abdul Humaid bin Jafar meriwayatkan dari Sholih bin Abi
Uraib dari Katsir bin Murroh dari Muadz dari Nabi
shollallaahu alaihi wasallam: Barangsiapa yang akhir
ucapannya adalah Laa Ilaaha Illallaah maka ia masuk surga.

Kemudian Abu Zurah meninggal dunia

Ibn Abi Hatim berkata: Aku masuk ke ruangan ayahku (Abu


Hatim arRaziy) ketika beliau menjelang ajal dalam keadaan
aku tidak mengetahuinya . Aku bertanya kepadanya tentang
Uqbah bin Abdil Ghofir apakah ia adalah Sahabat Nabi?

12 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Ayahku menggeleng.
Aku bertanya: Apakah ia Sahabat Nabi? Ayahku berkata:
Bukan. Ia adalah tabiin. Tidak berapa lama kemudian Abu
Hatim meninggal dunia

Tradisi Belajar Ulama Salaf

Membaca adalah kebiasaan para ulama dan orang orang


shalih bahkan ketika mereka menghadiri berbagai walimah
dan pertemuan. Al-Fath bin Khaqan selalu membawa kitab
(buku) di saku bajunya.

Apabila dia meninggalkan majlis untuk shalat atau kencing,


dia mengeluarkan kitab dan membacanya sambil berjalan
hingga dia sampai di tempat tujuan. Kemudian dia
melakukan hal yang sama pada saat dia kembali
kemajlisnya.

Tsalab (seorang imam qiraah) tidak pernah berpisah dari


kitabnya. Apabila dia diundang kesebuah walimah, dia
mensyaratkan agar diletakkan tempat selebar kulit domba
sebagai tempat kitab yang akan dibacanya.

An-Nadhr bin Syumail berkata, seseorang tidak akan bisa


merasakan nikmatnya belajar, sampai dia lapar dan
melupakan laparnya.

13 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Beberapa orang berkata kepada Abdullah bin


Mubarak Ketika engkau telah menunaikan shalat, mengapa
engkau tidak duduk bersama kami? Dia menjawab, Saya
pergi untuk duduk bersama para sahabat dan tabiin.
Mereka bertanya, dimana mereka?.

Dia menjawab, Saya pergi lalu membaca kitab kitab, maka


saya mengetahui amal amal dan keteladanan mereka. Apa
yang bisa saya lakukan bersama kalian? Sementara kalian
hanya duduk membicarakan aib orang lain.

Abdullah bin Abdul Azis Al-Umairi sering menyendiri di


kuburan dengan membawa kitab (buku) untuk dibaca. Dia
ditanya tentang itu, diapun menjawab, Tidak ada nasihat
yang lebih mendalam daripada kuburan. Tidak ada teman
yang lebih baik daripada kitab. Dan tidak ada yang lebih
menjamin keselamatan daripada kesendirian.

Ibn Asakir, selama 40 tahun tidak pernah menyibukkan diri


kecuali dengan tasmi (mengulang hafalan hafalannya),
mengumpulkan, menulis dan menyusun ilmu sampai pada
waktu pergi buang hajat atau sambil berjalan.

Seseorang bertanya kepada Imam Syafii, Bagaimana


semangat anda dalam menuntut ilmu?. Beliau menjawab,
Ketika mendengar ilmu yang belum pernah saya dapatkan,
seakan seluruh tubuh saya mempunyai telinga untuk
mendengarnya. Bagaimana kesungguhan anda dalam
mencari ilmu?.

14 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Beliau menjawab, Seperti seorang ibu yang mencari anak


semata wayang yang hilang entah kemana.

Majduddin bin Taimiyah apabila masuk WC, berkata


kepada kepada orang di sekitarnyaBacalah kitab ini
untukku, keraskanlah suaramu sehingga aku
mendengarnya.

Hal ini dia lakukan karena ingin menjaga waktu buang


hajatnya tidak sia-sia. Ahmad bin Ali bertanya kepada
Abdurrahman bin Abu Hatim Ar-Razi, Apa penyebab anda
banyak mendengar hadits dari bapakmu dan anda banyak
bertanya kepadanya?.

Dia menjawab,Mungkin karena ketika dia makan, saya


belajar hadits kepadanya. Ketika dia berjalan saya belajar
kepadanya. Ketika dia buang hajat, saya belajar kepadanya
dan ketika dia masuk rumah mencari sesuatu, saya belajar
kepadanya. Inilah gairah membara yang membuahkan
karya monumental Imam

Abdurrahman bin Abu Hatim Aljarh wat tadil dalam 9


jilid besar dan Al-Musnad dalam seribu juz (kurang lebih
20 ribu lembar).

Ibn Uqail Al-Hambali berkata, Tidak halal bagiku untuk


menyia-nyiakan sesaat saja dari umurku, sehingga apabila
lisanku telah lelah membaca dan berdiskusi, mataku lelah

15 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

membaca, maka aku menggunakan pikiranku dalam


keadaan beristirahat (berbaring diatas tempat tidur). Aku
tidak berdiri, kecuali telah terlintas di benakku apa yang
akan aku tulis. Dan aku mendapati kesungguhanku belajar

Bahkan kesungguhan Imam Ibn Uqail dalam menjaga


waktunya mencapai tingkat yang mengagumkan.

Dia berkata, Aku menyingkat semaksimal mungkin waktu


waktu makan, sehingga aku memilih makanan roti basah
daripada roti kering (roti basah memerlukan waktu lebih
pendek yang cukup untuk membaca 50 ayat, antara 4-5
menit), karena selisih waktu mengunyahnya bisa aku
gunakan untuk membaca atau menulis suatu faedah yang
sebelumnya tidak aku ketahui.

Kira kira apa yang dikatakan Ibn Aqil kalau dia mendapatkan
zaman kita, bahwa kebanyakan manusia menghabiskan
waktu yang lama di meja makan sambil bergurau dan
berbincang yang tidak ada manfaatnya?

Amir bin Abdul Qais melewati orang orang pemalas dan


pengangguran. Mereka duduk berbincang bincang tanpa
arah. Mereka berkata kepada Amir, Kemarilah! Duduklah
bersama kami Amir menjawab, Tahanlah matahari agar
ia tidak bergerak, baru saya akan nimbrung berbincang-
bincang dengan kalian.

16 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Al-Muammal bin Al-Hasan melihat seorang sahabatnya


(Sulaim) menggerakkan kedua bibirnya berzikir kepada Allah
(agar waktunya tidak berlalu sementara dia menganggur)
ketika sedang meraut penanya yang tumpul akibat terus
menerus digunakan untuk menulis.

Imam Muhammad Bin Hasan As Syaibani tidak tidur


malam. Dia meletakkan kitab (buku) disisinya untuk dibaca.
Apabila bosan dengan satu kitab berpindah kepada kitab
yang lain. Dia mengusir kantuk dengan air.

Imam Al-Muzani (salah seorang murid Imam Syafii)


berkata, Saya membaca kitab Ar-Risalah (kitab ushul fiqh
pertama karangan Imam syafii) sebanyak 500 kali, setiap
kali membacanya saya selalu menemukan ilmu yang baru.
Az-Zarkasyi, pada remajanya berhasil menghafal kitab
Minhajuth Thalibin karya Imam Nawawi (4 jilid besar),
sehingga ia dijuluki dengan Minhaj.

Fudhail bin Gazwan berkata, Aku pernah duduk duduk


bersama Ibnu Syubrumah dan beberapa sahabat lainnya,
pada suatu malam guna berdiskusi (muzakarah) tentang
fikih. Lalu kami sama sekali tidak berdiri hingga mendengar
kumandang azan subuh.

Imam Abdullah bin Farrukh pergi menemui Abu Hanifah


untuk belajar darinya. Ketika Abdullah duduk di rumah Abu
Hanifah, tiba tiba batu bata jatuh dari atap rumah

17 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

mengenai kepala Abdullah hingga terluka. Abu Hanifah


berkata Apakah anda memilih harga denda atau tiga
ratus hadits? Abdullah menjawab, Saya memilih tiga
ratus hadits. Kemudian beliau mengajarinya hadits
tersebut.

Khalaf bin Hisyam berkata, Sebuah bab dari pelajaran


Nahwu sulit bagiku, lalu saya menghabiskan 8000 dirham
untuk mempelajarinya, sehingga sayapun paham tentang
bab tersebut.

Abdullah bin Ahmad al-Khasysyab membeli kitab seharga


500 dinar, tapi ia tidak memiliki apapun. Lalu ia meminta
tempo selama tiga hari. Kemudian dia pergi dan melelang
rumahnya seharga 500 dinar. Maka pemilik kitab
membelinya dengan tunai. Ia pun menjualnya seharga 500
dinar dan membayar harga kitab.

Imam Muhammad bin Ishaq menuntut ilmu semenjak


berusia 20 tahun dan kembali kedaerahnya setelah berusia
65 tahun.

Beliau rihlah (perjalanan ilmiah) selama 45 tahun dan


kembali ke daerahnya sudah menjadi tua. Ulama salaf
melakukan rihlah dengan naik onta, bahkan ada yang
berjalan kak,seperti Abul la Al-Hamdani yang dalam satu
hari mampu berjalan 30 farsakh (sekitar 150 KM) sambil
membawa kitab di pundaknya.

18 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Masyruq bin Al-Ajda melakukan rihlah karena satu masalah


ilmu. Bahkan Hasan al-Bashri melakukan rihlah karena satu
huruf.

Imam Ahmad menghafal jutaan hadits. Ibnul anbari


menghafal 300.000 bait syair tentang bukti kejaiban Al-
Quran. Sofyan Ats Tsauri melewati seorang penjahit di
pasar sambil menyumbat telinganya karena khawatir akan
menghafal apa yang dikatakannya.

Asy-Syabi berkata, Saya tidak pernah menulis di atas


kertas hingga hari ini, tidak seorangpun yang membacakan
hadits kepada saya kecuali saya menghafalnya. Beliau
tidak perlu menulis karena ilmunya ada di dalam dada
laksana tulisan.

Majlis Imam Bukhari di hadiri oleh 70.000 orang.

Majlis Abu Bakar An-Naisaburi dihadiri 30.000 orang.

Majlis Abu Bakar an-Najjad dihadiri oleh 10.000 orang.

Majlis Ali Bin ashim dihadiri oleh lebih 30.000 orang.

Majlis Imam Ahmad bin Hanbal tidak kurang dari 5000


orang.

Tradisi Menulis Ulama Salaf

19 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Imam Syafii -karena sangat miskinnya- menulis catatan


ilmiahnya di atas pelepah kurma, tulang unta, bebatuan
dan kertas yang dibuang orang. Sampai suatu saat kamarnya
penuh sesak dengan benda tersebut dan tidak dapat
menjulurkan kakinya ketika tidur.

Akhirnya, beliau menghafal semua catatan itu dan benda


tersebut dikeluarkan dari kamarnya. Karyanya yang terkenal
adalah Al-Umm (fikih) dan Ar-Risalah (ushul fikih).

Abu Manshur Muhammad bin Husain -karena sangat


fakirnya- menulis pelajaran dan mengulangi bacaannya di
bawah cahaya rembulan.

Imam Al-Bukhari tidur diatas tikarnya, bila terlintas di


benaknya sebuah masalah, beliau bangun dari tidurnya,
mengambil korek api dan menyalakan lampu, kemudian
menulis hadits dan memberinya tanda. Ketika beliau
menaruh kepalanya untuk tidur, terlintas kembali di hatinya
sebuah masalah.

Sekali lagi beliau menyalakan lampu kemudian menulis


haditsnya dan memberinya tanda.

Hal ini beliau lakukan lebih dari 15-20 kali dalam satu
malam. Semangat membara ini melahirkan kitab
monumentalnya Shahih Bukhari yang mejadi rujukan
kedua setelah Al-Quran, yang ditulis selama 16 tahun.

20 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Ibnu Hajar al-Asqalani, menulis kitab Fathul Bari Syarah


Shahih Bukhari berjumlah 17 jilid selama 29 tahun.

Imam Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam menulis kitab


Gharibul Hadits selama 40 tahun.

Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama multidispilin ilmu.


Majelis pengajiannya dijuluki dengan Majelis 300 sorban
besar. Karyanya tersebar dalam berbagai fan ilmu, yang
paling fenomenal adalah Ihya Ulumuddin (4 jilid besar).

Imam An-Nawawi, seorang ulama yang sangat


menakjubkan. Ia wafat pada usia 45 tahun dan belum
sempat berumah tangga. Tapi kitab yang ditulisnya beratus
ribu halaman.

Diantara karyanya yang terkenal adalah Al-Majmu dan


Minhajuth thalibin (kitab fikih standar yang dipakai seluruh
pesantren di Indonesia).

Inilah sekelumit semangat membara para ulama salaf


yang notabenenya tidak mengenal media pembelajaran
canggih; komputer, internet, infokus dan mesin cetak.
Mereka tak mengerti istilah kurikulum yang selalu berganti
warna bagai bunglon seperti, CBSA, KBK, KTSP.

Bagaimana dengan kondisi kita di era kontemporer dan


teknologi canggih? Berapa judul kitab (buku) yang telah kita
hafal dan telaah?

21 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Berapa karya ilmiah yang telah kita lahirkan? Logikanya


-dengan berbekal media serba lux- kita bisa menghasilkan
ratusan kali lipat prestasi dibanding mereka.

Tapi realitasnya, kita justru ketinggalan jauh ibarat


jaraknya langit dan bumi. Akankah kita bangkit di tahun
baru ini?

Jadilah seorang yang kakinya di bumi, tapi semangatnya


menjulang di ketinggian langit.

Wallahu Alam bishhsahwab

22 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

KESUNGGUHAN YANG MENAKJUBKAN


Para salafus sholih dalam tholabul ilm

Para ulama salaf telah memberi contoh terbaik dan teladan


yang agung tentang bagaimana bersemangat
dalam menuntut ilmu agama, meraihnya serta rindu
kepadanya.

Marilah wahai saudaraku tercinta, mengembara bersama


kami untuk memetik mawar-mawar mereka.

Abdun bin Humaid berkata, ketika pertama kali duduk,


Yahya bin Main bertanya kepada saya tentang sebuah
hadits.

Saya sampaikan kepadanya, haddatsana Hammad bin


Salamah an , Yahya bin Main pun memotong
seandainya engkau membacakan hadits dari kitabmu
niscaya itu lebih baik dan lebih kuat (validitasnya).

Lalu aku katakan, kalau demikian saya akan pergi untuk


mengambil kitab saya. Tiba-tiba Yahya bin Main
memegang bajuku dan berkata, kalau begitu bacakan saja
dari hafalanmu, karena saya khawatir tidak bertemu anda
lagi (maksudnya ia khawatir Abdun bin Humaid wafat ketika
mengambil kitab).

23 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Maka aku pun membacakannya dari hafalanku, lalu saya


pergi mengambil kitabku dan membacakannya lagi (Al
Jami li Akhlaqir Rawi Wa Adabis Sami, Al Khatbib Al
Baghdadi).

Syaikh Abdullah bin Hamud Az Zubaidi belajar kepada


Syaikh Abu Ali Al Qaali. Abu Ali memiliki kandang ternak di
samping rumahnya. Beliau mengikat tunggangannya di sana.

Suatu ketika, murid beliau, Abdullah bin Hamud Az Zubaidi,


tidur di kandang ternaknya agar bisa mendahului murid-
murid yang lain menjumpai sang guru sebelum mereka
datang. Agar bisa mengajukan pertanyaan sebanyak
mungkin sebelum orang berdatangan.

Allah mentakdirkan Abu Ali keluar dari rumahnya sebelum


terbit fajar. Az Zubaidi mengetahui hal tersebut dan
langsung berdiri mengikutinya di kegelapan malam.

Merasa dirinya dibuntuti oleh seseorang dan khawatir kalau


itu seorang pencuri yang ingin mencelakai dirinya, Abu Ali
berteriak, celaka, siapa anda?. Az Zubaidi berkata, aku
muridmu, Az Zubaidi.

Abu Ali berkata, sejak kapan anda membuntuti saya? Demi


Allah tidak ada di muka bumi ini orang yang lebih tahu
tentang ilmu Nahwu selain anda, maka pergilah tinggalkan
saya (Inaabatur Ruwat ala Anbain Nuhaat, Al Qifthi,
2/119).

24 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Bayangkan! Semoga Allah menjaga anda wahai pembaca


sekalian, betapa menggelora semangat Az Zubaidi untuk
menuntut ilmu dan meraihnya.

Kemauan keras yang membuat seorang murid rela tidur


bersama ternak agar bisa cepat menemui gurunya dan
mengambil ilmu darinya. Bagaimana kita bisa dibandingkan
dengan mereka?

Jafar bin Durustuwaih berkata, kami harus mengambil


tempat duduk di sebuah majelis sejak ashar untuk
mengikuti kajian esok hari, karena saking padatnya
pengajian Ali bin Al Madini.

Kami menempatinya sepanjang malam karena khawatir


esoknya tidak mendapatkan tempat untuk mendengarkan
kajiannya karena saking penuh sesaknya manusia.

Saya melihat seorang yang sudah tua di majelis tersebut


buang air kecil di jubahnya karena khawatir tempat
duduknya diambil apabila ia berdiri untuk buang air (Al
Jami li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami, Al Khatib Al
Baghdadi, 2/199).

Kisah seperti ini tidaklah mengherankan karena tempat


kajian bukan di masjid tetapi di salah satu tempat yang luas
di tengah kota atau di pinggirnya.

25 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Murid yang cerdas ini sedang menunggu kehadiran gurunya


untuk menyampaikan pelajaran selain di waktu shalat,
seperti shalat Shubuh atau Ashar atau antara Zhuhur dan
Ashar.

Dia ingin kencing namun takut kalau dia berdiri dari tempat
duduknya maka akan diduduki oleh orang lain. Jadi dia
kencingi jubahnya, dan tidak ada seorang pun yang melihat
auratnya. Tempat kajian biasanya besar dan luas.

Dia mengeluarkan jubahnya dan melipatnya. Ketika


pelajaran usai, ia tumpahkan air seni dari jubahnya,
kemudian mencucinya. Apa yang asing dari hal ini?

Abu Hatim berkata, saya mendengar Al Muzani


mengatakan, Imam Asy Syafii pernah ditanya, bagaimana
semangatmu dalam menuntut ilmu?. Beliau menjawab,
saya mendengar kalimat yang sebelumnya tidak pernah
saya dengar.

Maka anggota tubuh saya yang lain ingin memiliki


pandangan untuk bisa menikmati ilmu tersebut
sebagaimana yang dirasakan telinga. Lalu beliau ditanya
lagi, bagaimana kerakusan anda terhadap ilmu?. Beliau
menjawab, seperti rakusnya orang penimbun harta, yang
mencapai kepuasan dengan hartanya. Ditanya lagi,
bagaimana anda mencarinya?.

26 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Beliau menjawab, sebagaimana seorang ibu mencari


anaknya yang hilang, yang ia tidak memiliki anak lain selain
dia (Tawaalit Tasis bin Manaqibi Muhammad bin Idris,
Ibnu Hajar Al Asqalani, 106).

Ibnu Jandal Al Qurthubi berkata, saya pernah belajar pada


Ibnu Mujahid.

Suatu hari saya mendatanginya sebelum fajar agar saya bisa


duduk lebih dekat dengannya. Ketika saya sampai di
gerbang pintu yang menghubungkan ke majelisnya, saya
dapati pintu itu tertutup dan saya kesulitan membukanya.

Saya berkata dalam hati, Subhaanallah, saya sudah datang


sepagi ini tapi tetap saja tidak bisa duduk di dekatnya?.
Kemudian saya melihat sebuah terowongan di samping
rumahnya. Saya membuka dan masuk ke dalamnya. (Itu
adalah sebuah terowongan di dalam tanah, saya masuk agar
bisa sampai ke ujung terowongan hingga keluar darinya
menuju ke majelis ilmu).

Ketika sampai di pertengahan terowongan yang semakin


menyempit, saya tidak bisa keluar ataupun kembali. Maka
saya mencoba melebarkan terowongan selebar-lebarnya
agar bisa keluar.

Pakaian saya terkoyak, dinding terowongan membekas di


tubuh saya, dan sebagian daging badan saya terkelupas.

27 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Allah menolong saya untuk bisa keluar darinya,


mendapatkan majelis Syaikh dan menghadirinya.

Sementara saya dalam keadaan yang sangat memalukan


seperti itu (Inaabatur Ruwat ala Anbain Nuhaat, Al Qifthi,
2/363 dengan saduran).

Said bin Jubair berkata, saya pernah bersama Ibnu


Abbas radhiallahuanhuma berjalan di salah satu jalan di
Mekkah pada malam hari. Dia mengajari saya beberapa
hadits dan saya menulisnya di atas kendaraan dan paginya
saya menulisnya kembali di kertas (Sunan Ad Darimi,
1/105).

Imam Asy Syafii berkata, saya seorang yatim yang tinggal


bersama ibu saya. Ia menyerahkan saya ke kuttab (sekolah
yang ada di masjid). Dia tidak memiliki sesuatu yang bisa
diberikan kepada sang pengajar sebagai upahnya mengajari
saya.

Saya mendengar hadits atau pelajaran dari sang pengajar,


kemudian saya menghafalnya. Ibu saya tidak memiliki
sesuatu untuk membeli kertas. Maka setiap saya
menemukan sebuah tulang putih, saya mengambilnya dan
menulis di atasnya.

Apabila sudah penuh tulisannya, saya menaruhnya di dalam


botol yang sudah tua (Jamiu Bayanil Ilmi wa Fadhilihi,
Ibnu Abdil Barr, 1/98).

28 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Salim Ar Razy menceritakan bahwa Syaikh Hamid Al


Isfirayaini pada awalnya adalah seorang penjaga (satpam)
di sebuah rumah. Beliau belajar ilmu dengan cahaya lampu
di tempat jaganya karena terlalu fakir dan tidak mampu
membeli minyak tanah untuk lampunya. Beliau makan dari
gajinya sebagai penjaga (Thabaqatus Syafiiyah Al Kubra,
Tajuddin As Subki, 4/61).

Ibnu Asakir ketika menyebutkan biografi seorang hamba


yang shalih, Abu Manshur Muhammad bin Husain An
Naisaburi, beliau berkata, beliau (Abu Manshur) adalah
orang yang selalu giat dan semangat dalam belajar.

Meski dalam keadaan faqir dan tidak punya. Sampai-sampai


beliau menulis pelajarannya dan mengulangi membacanya
di bawah cahaya rembulan.

Karena tidak punya sesuatu untuk membeli minyak tanah.


Walaupun beliau dalam keadaan faqir, namun beliau selalu
hidup wara dan tidak mengambil harta yang syubhat
sedikitpun (Tabyiin Kidzbil Muftari, Ibnu Asakir Ad
Dimasyqi).

Ditulis ulang dari buku 102 Kiat Agar Semangat Belajar


Agama Membara, hal 30-33, terbitan Elba Surabaya,
merupakan terjemahan dari kitab Kaifa Tatahammas fi
Thalabil Ilmis Syari karya Abul Qaqa Muhammad bin Shalih
Alu Abdillah

29 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

KESUNGGUHAN YANG MENAKJUBKAN


Para sahabat Nabi & Ulama Salaf dalam tholabul
ilm

UMAR BIN AL-KHATTAB

Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari bahwasaya Umar bin al-


Khattab berkata, Aku dan tetanggaku seorang Anshar
(yakni Aus bin Khauli), seorang dari bani Umayyah bin Zaid,
kami saling bergantian mendatangi majelis Rasulullah , Ia
datang pada suatu hari dan aku pada hari lainnya.

Apabila aku yang menghadiri majelis, akan aku sampaikan


kepadanya tentang wahyu dan penjelasan lainnya pada hari
itu. Apabila ia yang datang, ia pun melakukan hal yang
sama. (HR. al-Bukhari dalam Kitab al-Ilm 89).

Umar bergantian dengan tetangganya karena mereka


meluangkan waktu antara belajar agama dan mencari
nafkah. Kalau hidup di dunia yang fana ini butuh usaha
untuk mencukupinya, tentu kehidupan akhirat yang kekal
butuh usaha ekstra untuk bekalnya.

30 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

ABDULLAH BIN ABBAS

Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma bercerita tentang


perjalannya mempelajari agama. Mengambil bagian dari
warisan Rasulullah.

Ia berkisah, Ketika Rasulullah wafat, aku berkata kepada


seorang laki-laki Anshar, Wahai Fulan, marilah kita
bertanya kepada sahabat-sahabat Nabi, mumpung mereka
masih banyak (yang hidup) saat ini.

Mengherankan sekali kau ini, wahai Ibnu Abbas! Apa kau


anggap orang-orang butuh kepadamu sementara di dunia ini
ada tokoh-tokoh para sahabat Rasulullah sebagaimana yang
kaulihat?

Ibnu Abbas melanjutkan, Aku pun meninggalkannya. Aku


mulai bertanya dan menemui para sahabat Rasulullah.
Suatu ketika, aku mendatangi seorang sahabat untuk
bertanya tentang suatu hadits yang kudengar bahwa dia
mendengarnya dari Rasulullah.

Ternyata dia sedang tidur siang. Lalu aku rebahan


berbantalkan selendangku di depan pintunya, dan angin
menerbangkan debu ke wajahku. Begitu keadaanku sampai
ia keluar.

Ketika ia keluar, ia terkejut dengan kehadiranku. Ia


berkata, Wahai putra paman Rasulullah, kenapa engkau

31 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

ini? tanyanya. Aku ingin mendapatkan hadits yang


kudengar engkau menyampaikan hadits itu dari Rasulullah.
Aku ingin mendengar hadits itu darimu, jawabku.
Mengapa tidak kau utus saja seseorang kepadaku agar
nantinya aku yang mendatangimu? katanya. Aku lebih
berhak untuk datang kepadamu, jawabku.

Setelah itu, ketika para sahabat telah banyak yang


meninggal, orang tadi (dari kalangan Anshar tadi) melihatku
dalam keadaan orang-orang membutuhkanku. Dia pun
berkata padaku, Engkau memang lebih cerdas daripada
aku. (Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlihi, 1/310).

Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma menjelaskan kisah


ini, kisah kesungguhannya belajar agama. Aku pernah
datang ke rumah Ubay bin Kab. Saat itu ia sedang tidur.

Kutunggu ia sambil tidur siang di depan pintu rumahnya.


Kalau Ubay tahu, pasti dia membangunkanku, karena
dekatnya kedudukanku (sepupu) dengan Rasulullah. Tapi
aku tidak suka mengandalkan hal itu.

Dalam riwayat lain, beliau radhiallahu


anhuma menyatakan, Aku mendekati tokoh-tokoh sahabat
Rasulullah dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Aku
bertanya kepada mereka tentang peperangan Rasulullah
dan tentang ayat-ayat Alquran.

32 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Setiap sahabat yang kudatangi pasti senang dengan


kedatanganku karena kedekatan nasabku dengan Rasulullah.
Aku bertanya kepada Ubay bin Kaab radhiallahu anhu.

Ia adalah seorang yang dalam ilmunya. Aku bertanya


tentang ayat-ayat Alquran yang turun di Madinah. Ia
menjawab, Di Madinah diturunkan 27 surat, dan selainnya
di Mekah. (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra,
2/371).

ASY-SYABI

Beliau adalah seorang ulama tabiin. Ia pernah ditanya,


Dari mana kau peroleh seluruh ilmumu? Ia menjawab,
Dengan cara tidak bersandar (bermalas-malasan).

Bersafar ke berbagai daerah. Sabar, sebagaimana sabarnya


keledai. Bersegera sedari pagi sebagaimana burung gagak.
(adz-Dzahabi dalam Tadzkirah al-Huffazh, 1/81).

IMAM ASY-SYAFII

Lihatlah bagaimana Imam asy-Syafii berlelah letih dalam


belajar, hingga ia mencapai derajat yang kita ketahui saat
ini. Beliau rahimahullah bercerita tentang proses
belajarnya, Aku telah menghafalkan Alquran saat berusia 7
tahun.

33 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Dan menghafal al-Muwaththa (buku hadits yang disusun


Imam Malik) saat berusia 10 tahun. (Abu al-Hajjaj al-Mizzi
dalam Tadzhib al-Kamal, 24/366).

Menurut sebagian orang, alangkah beratnya masa kanak-


kanak Imam asy-Syafii. Namun apa yang ia capai di masa
kecil melahirkan orang sekelas dirinya di saat dewasa.

Melalui dirinya, Allah memberikan manfaat kepada umat


manusia. Kemanfaatan berupa ilmu. Tidak hanya untuk
orang-orang di zamannya saja.

Tapi manfaat tersebut terus terasa hingga jauh dari masa


hidupnya. Hingga masa kita sekarang ini.

Imam asy-Syafii mengatakan, Ketika aku telah


menghafalkan Alquran (30 juz), aku masuk ke masjid. Aku
mulai duduk di majelisnya para ulama. Mendengarkan
hadits atau pembahasan-pembahasan lainnya. Aku pun
menghafalkannya juga.

Ibuku tidak memiliki sesuatu yang bisa ia berikan padaku


untuk membeli kertas (buku untuk mencatat). Jika kulihat
bongkahan tulang yang lebar, kupungut lalu kujadikan
tempat menulis.

34 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Apabila sudah penuh, kuletakkan di tempaian yang kami


miliki. (Ibnu al-Jauzi dalam Shifatu Shafwah, 2/249 dan
Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 51/182).

Saat beliau mulai beranjak besar, antara usia 10-13 tahun,


beliau butuh kertas untuk menulis apa yang telah
dipelajari, tapi tidak ada uang untuk membeli kertas-kertas
itu.

Ia pergi ke suatu tempat untuk mendapatkan kertas yang


telah terpakai di satu sisi halamannya. Separuh lembar yang
kosong itu, beliau gunakan untuk mencatat ilmu (Abu al-
Hajjaj al-Mizzi dalam Tadzhib al-Kamal, 24/361).

Untuk apa usaha besar itu dilakukan oleh Asy-Syafii kecil,


padahal ia masih terlalu muda? Jawabnya untuk ilmu yang
menurutnya begitu berharga.

Ibnu Abi Hatim mendengar cerita dari al-Muzani,


bahwasanya Imam asy-Safii pernah ditanya, Bagaimana
obsesimu terhadap ilmu? Imam asy-Syafii menjawab,
Ketika aku mendengar suatu kalimat yang belum pernah
kudengar, maka seluruh anggota badanku merasakan
kenikmatan sebagaimana nikmatnya kedua telinga saat
mendengarkannya.

Beliau juga ditanya, Bagaimana semangatmu dalam


mendapatkannya? Ia menjawab, Sebagaimana orang yang

35 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

bersemangat mengumpulkan harta dan pelit membaginya


merasakan kenikmatan terhadap harta.

Beliau ditanya pula, Bagaimana engkau menginginkannya?


Aku menginginkannya sebagaimana seorang ibu yang
kehilangan anaknya, tidak ada yang dia ingin kecuali
anaknya. Jawabnya.

Kita bisa tahu, apa yang beliau ucapkan ini bukanlah omong
kosong yang tak bermakna. Kalau bukan dengan obsesi
sebesar itu, semangat sehebat itu, dan keinginan sekuat
itu, tentu ia tidak menjadi seperti Syafii yang kita tahu.

Derajat imam (pemimpin) dalam ilmu itu tidak diperoleh


dengan santai-santai. Banyak hal yang harus dikorbankan.
Sebagaimana kata Ibnu Taimiyah, Sesungguhnya
kedudukan keimaman dalam agama hanya didapatkan
dengan kesabaran dan keyakinan. (Ibnu Taimiyah
dalam Majmu al-Fatawa, 3/358).

Dan Allah mengajarkan kita sebuah doa:







Dan jadikanlah kami pemimpin orang-orang yang
bertakwa. (QS. Al-Furqan: 74).

Menurut Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma maksud


ayat ini adalah Jadikan kami pemimpin-pemimpin yang
diteladani dalam kebaikan. (Ibnu Katsir dalam Tafsir al-
Quran al-Azhim, 3/439).

36 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

SUFYAN ATS-TSAURY

Kemiskinan tidak menjadi penghalang belajar. Sedikitnya


bekal tidak menghalangi perjalanan. Itu pula yang terjadi
pada Sufyan ats-Tsaury (ulama generasi tabi
tabiin) rahimahullah.

Ia menjadi tokoh bangsa Arab. Seorang fakih dan ahli


hadits. Digelari dengan amirul muknin fil hadits (pemimpin
orang-orang yang beriman dalam masalah hadits) tentu
menggambarkan betapa tinggi kedudukannya.

Sufyan berkisah, Saat aku mulai belajar, aku mengadu


(kepada Allah), Ya Rabb, aku harus memiliki penghasilan.
Sementara ilmu itu pergi dan menghilang. Apakah aku
bekerja mencari penghasilan saja? Aku memohon kepada
Allah kecukupan.

Sufyan ats-Taury adalah seorang yang miskin dan belajar


butuh modal. Fokus belajar, membuatnya tidak punya harta
untuk belajar. Tapi jika belajar sambil bekerja, ilmu yang
didapatkan hanya setengah-setengah, tidak optimal.

Kemudian Allah memberikan jalan keluar dan mengabulkan


doanya. Doa tulus untuk mempelajari agama-Nya. Ibunya
berjanji menanggung keperluannya belajar. Wahai anakku,
belajarlah! Aku yang akan mencukupkanmu dari hasil usaha
tenunanku ini, kata ibunya (Abu Nuaim dalam Hilyatul
Auliya. 6/370).

37 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Dengan usaha menenun, ibunya membelikan buku dan


mencukupi kebutuhannya dalam belajar. Tidak hanya
mendanai Sufyan, ibunya juga selalu memberi semangat
dan menasihatinya agar terus giat memperoleh ilmu.

Ibunya mengatakan, Anakku, jika engkau menulis 10 huruf,


perhatikan apakah ada pada dirimu perasaan semakin
takut (kepada Allah), semakin lembut, dan semakin tenang.
Jika engkau tidak merasakannya, ketahuilah apa yang kau
pelajari memudharatkanmu. Tidak bermanfaat untukmu.
(Ibnul Jauzi dalam Sifatu Shafwah, 3/189).

Nasihat ibu Sufyan juga sangat layak kita jadikan renungan.


Introspeksi diri yang mungkin jarang kita lakukan. Sudahkah
ibadah kita makin giat, akhlak semakin baik, dan rasa takut
serta tawakal kepada Allah kian kuat, setelah kita belajar?

Ibu Sufyan menjadikan 10 huruf, hanya 10 huruf, untuk


introspeksi sejauh mana pengaruh ilmu untuk dirinya.
Dengan lantaran ibunya, Sufyan ats-Tsaury menjadi Sufyan
ats-Tsaury yang kita tahu. Seorang pemimpin dalam ilmu
dan imam dalam agama.

JABIR BIN ABDILLAH

Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu adalah seorang sahabat


Rasulullah yang memiliki semangat luar biasa dalam
mempelajari agama. Ia dan ulama-ulama lainnya tidak

38 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

mencukupkan diri belajar di negerinya sendiri. Mereka


bersafar, melangkahi jalan-jalan, menghilangkan ketidak-
tahuan.

Kisah perjalanan mereka ini seperti dongeng. Karena


mereka berjalan bermi-mil hanya untuk sesuatu yang
menurut sebagian orang adalah kecil. Tantangan mereka
pun berat dan fasilitas mereka tidaklah hebat. Perjalanan
pun tetap beralangsung.
Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu melakukan perjalanan
sebulan menuju Abdullah bin Unais radhiallahu anhu,
hanya untuk satu hadits.

Jabir bercerita, Aku mendengar ada satu hadits yang


diriwayatkan oleh seorang dari sahabat Rasulullah. Lalu aku
membeli seekor onta, dan kuikat bekalku sebulan pada onta
itu.

Tibalah aku di Syam. Ternyata sahabat tersebut adalah


Abdullah bin Unais. Aku berkata kepada penjaga pintunya,
Katakan kepadanya, Jabir sedang di pintu. Dia bertanya,
Jabir bin Abdillah? Aku menjawab, Ya.

Lalu Abdullah bin Unais keluar dan dia merangkulku, aku


berkata, Sebuah hadits, aku mendengarnya ada padamu,
kamu mendengarnya dari Rasulullah, aku khawatir mati
atau kamu telah mati sementara aku belum mendengarnya.
Lalu ia menyebutkan hadits tersebut

39 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

(Riwayat al-Bukhari dalam Adabul Mufrad 970, Ahmad


16085, dan al-Hakim 3638).

Setelah mendangar hadits tersebut, Jabir langsung pulang,


kembali ke Madinah. Tidak ada motivasi lain bagi dirinya,
berangkat menuju Syam kecuali satu hadits tersebut.

ABU AYYUB AL-ANSHARI

Abu Ayyub al-Anshari pernah bersafar dari Madinah ke


Mesir. Untuk menemui Uqbah bin Amir al-Juhni. Ia ingin
meriwayatkan satu hadits darinya. Sesampainya di Mesir,
bertemu Uqbah dan mendengar haditsnya, ia langsung
kembali ke Madinah (Riwayat Ahmad 17490, Abdurrazzaq
18936, Ibnu Abi Syaibah 13729).

ASAD BIN FURAT

Asad bin Furat rahimahullah adalah seorang ahli fikih


madzhab maliki. Ialah yang membukukan madzhab Imam
Malik rahimahullah.

Asad adalah hakim di Qairawan. Ia juga seorang mujahid.


Turut serta membebaskan wilayah Sicilia di Italy pada tahun
213 H. Asad bercerita tentang perjalanannya belajar
agama:

40 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Ia pergi ke Madinah, belajar kepada Imam Malik. Lalu


menuju Irak dan belajar dari murid-muridnya Imam Abu
Hanifah.

Di Irak pula ia belajar kepada Muhammad bin Hasan asy-


Syaibani. Ribuan orang hadir di majelis Muhammad bin
Hasan, sulit bagi Asad untuk bertanya sesuatu yang ia
inginkan.

Akhirnya ia bisa menyampaikan uneg-unegnya kepada


Muhammad bin Hasan. Aku adalah orang asing (bukan
orang Irak) yang sedikit bekalnya. Mendengar ucapanmu (di
majelis) sangat sulit karena padatnya jamaah.

Dan orang-orang yang belajar denganmu banyak. Adakah


solusi untukku?
Muhammad bin Hasan rahimahullah menjawab,
Dengarkanlah bersama orang-orang Irak di siang hari.
Malam harinya kukhususkan untukmu saja. Menginaplah di
tempatku. Aku akan memperdengarkanmu (ilmu).

Asad bin Furat mengatakan, Aku pun menginap di


rumahnya. Kuletakkan di hadapanku suatu wadah yang
berisi air. Mulailah aku belajar.

Apabila malam larut, dan aku merasakan kantuk, kubasahi


tanganku dan kuusapkan di wajahku, aku pun segar
kembali. Itulah caranya dan caraku. Sampai akhirnya aku
merasa puas mendengarkan ilmu darinya.

41 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Perhatikanlah kesungguhan dua ulama ini. Bagaimana


Muhammad bin Hasan meluangkan waktunya siang dan
malam untuk mengajar. Dan ia khususkan malam untuk
Asad bin Furat. Mengapa? Karena ia tahu, melalui Asad ilmu
yang ia miliki akan tersebar ke negeri yang tidak mampu ia
jangkau.

Lihat pula kesungguhan Asad bin Furat rahimahullah, ia


tidak merasa cukup belajar dari ulama sekelas Imam
Malik rahimahullah. Padahal apa yang dia dapat dari Imam
Malik sangat banyak. Ia tetap merasa haus dan lapar akan
ilmu agama. Sehingga senantiasa mempelajarinya selama
masih bernyawa.

Diriwayatkan oleh ad-Darimi dengan sanad yang shahih,


mursal dari Thawus bin Kaisan rahimahullah, ia berkata,
Rasulullah pernah ditanya, Wahai Rasulllah, siapa orang
yang paling berilmu? Beliau menjawab, Orang yang
mengumpulkan ilmu banyak orang menjadi ilmunya.

Setiap pelajar ilmu agama adalah ghartsanu(orang yang


lapar, tidak merasa cukup) terhadap ilmu. (HR. Ad-Darimi,
Husain Silmi seorang muhaqqiq Sunan ad-Darimi berkata,
Sanadnya shahih.).

42 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

IMAM AL-BUKHARI

Al-Bukhari rahimahullah terbangun dalam satu malam.


Kemudian ia menghidupkan lenteranya. Ia menulis
pelajaran. Kemudian ia padamkan lenteranya. Lalu
terbangun lagi, lagi, dan lagi. Hingga hampir 20 kali (Ibnu
Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, 11/25).

IMAM AN-NAWAWI

Imam an-Nawawi rahimahullah bercerita tentang dirinya,


Pernah selama dua tahun aku tidak pernah membaringkan
pungguku di bumi (lantai). Apabila rasa kantuk
menghampiriku, aku tersandar pada buku-buku sesaat,
kemudian bangun kembali. (Ibnu Qadhi Syubhah
dalam Thabaqat asy-Syafiiyah).

Beliau tidak pernah tidur berbaring selama dua tahun.


Duduk menelaah buku-buku, lalu tertidur dan segera
bangun kembali. Untuk apa beliau lakukan itu? Untuk ilmu
yang berharga, warisan Nabi, ilmu agama.

FAKHRUDDIN MUHAMMAD AS-SAATI

Fakhruddin Muhammad adalah seorang ilmuan kedokteran


dalam sejarah Islam. Ia menceritakan bagaimana ia
mempelajari ilmu kedokteran dengan mengatakan,

43 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

Kaumku hasad kepadaku atas apa yang telah kuperbuat.


Karena antara aku dan mereka adalah tempat tidur.

Aku bergadang di malam hari. Sementara mereka


terkantuk-kantuk. Tentu tidak sama antara orang yang
belajar dan yang ngantuk. (Ibnu Abi Ushaibiah
dalam Uyunul Anba fi Thabaqat al-Atibba, 4/162).

IMAM AHMAD

Imam Ahmad bercerita tentang masa kecilnya, Aku


berangkat pagi-pagi untuk hadits, yakni beliau keluar dari
rumahnya di saat pagi untuk mencari tempat duduk yang
nyaman untuknya saat belajar hadits. Ibuku menyimpan
pakaianku hingga saat adzan subuh (berkumandang). (adz-
Dzahabi dalam Siyar Alamin Nubala).

Imam Ahmad di masa kecilnya telah menyiapkan diri untuk


belajar hadits sebelum datangnya waktu subuh. Tapi ibunya
takut kalau anaknya keluar sebelum waktu subuh tiba.
Karenanya, bajunya baru ia berikan setelah adzan subuh
berkumandang.

44 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA


MUJAHADAH ULAMA SALAF DALAM MENUNTUT ILMU

45 | TPQ/TQA DARUSSALAM MUARADUA

You might also like