Professional Documents
Culture Documents
Kel 2 - Mustika - NCP Liver
Kel 2 - Mustika - NCP Liver
Dosen Pengampu:
Bu Kanthi Permaningtyas T., S.Gz, M.PH
Disusun oleh:
Anggota Kelompok 2
Mustika Arum Hamengku WPJ. NIM. 170070100111010
1.1. Pendahuluan
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati
yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.
Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk
mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian
atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis
serta Hepatosellular carsinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai
dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka
kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika
berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.
1.2. Definisi
1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer, FKUI, 2001).
2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).
3. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati
adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti
dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram.
Letaknya dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang
rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan
tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati
menjadi unit-unit kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan
fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang berbeda. Sebagian
besar suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-
zat gizi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati
lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut
mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel
hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid
darah mengalir ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena
hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena kava 7 inferior. Jadi terdapat
dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu
lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel
retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati,
sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel
(seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.
Fungsi metabolik hati:
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan diubah menjadi
glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah kembali
menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk
mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis
oleh hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini hati
menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau laktat yang
diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk amonia
sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh proses
metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum
juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini
hati mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum yaitu
senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin, faktor-faktor
pembekuan darah protein transport yang spesifik dan sebagian besar lipoprotein
plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin dan sebagian faktor
pembekuan lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi
sintesis protein.
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda keton.
Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk ke dalam aliran
darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan
asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk
metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang tidak
terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi.
6. Metabolisme obat
Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun pada
sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk
metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah
senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat
diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi bilirubin.
7. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran
empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai
pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.
8. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada
sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit
mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat
konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut didalam
larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam
kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati,
bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang
berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan
sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin. (Smeltzer & Bare, 2001)
1.3. Etiologi
Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7. Zat toksik
1.4. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi
dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun
asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga
pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan
pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer
& Bare, 2001).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu
lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman
keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk
pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau
fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah
dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun
(Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit
nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis
mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat
induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik
(Tarigan, 2001).
1.6. Splenomegali
Pembesaran limpa merupakan temuan patologi yang umum dan penting. Pembesaran
pada pulpa merah terjadi karena adanya peningkatan jumlah sel-sel fagosit dan atau
peningkatan jumlah sel darah. Pada infeksi yang bersifat kronis, hiperplasia jaringan
limfoid dapat ditemukan. Terdapat 5 pnyebab terjadinya plenomegali (pembesaran limpa),
yaitu:
1. Infeksi dan inflamasi
Pada kasus infeksi bakterial yang bersifat akut, ukuran limpa sedikit membesar.
Pembesaran terjadi akibat peradangan yang menyebabkan peningkatan infiltrasi
sel-sel fagosit dan sel-sel neutrofil. Jaringan atau sel-sel yang mati akan dicerna
oleh enzim, sehingga konsistensi menjadi lembek, apabila disayat mengeluarkan
cairan berwarna merah, bidang sayatan menunjukkan warna merah merata.
Permukaan limpa masih lembut dan terlihat keriput. Peradangan dapat ,meluas
sampai pada kapsula limpa yang disebut sebagai perisplenitis dengan atau tanpa
disertai abses.
- Infeksi akut: infeksi mononukleosis, infeksi hepatitis, sub akut bakterial
endokarditis, psittacosis
- Infeksi kronis: tb milier, malaria, brucellosis, kala-azar, sifilis Sarcoidosis,
secondary amyloidosis, connective tissue disorder (SLE, Feltys syndrome)
2. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi dapat menyebabkan kongesti pembuluh darah pada
limpa.keadaan kongesti ini dapat disebkan oleh 2 kondisi utama yaitu, gagal jantung
kongestif (congstive heart failure / CHF) dan sirosis hati / hepatic cirrhosis. Kondisi
gagal jantung (dilatasi) menyebabkan kongesti umum / sistemik pembuluh darah
balik, terutama vena porta dan vena splenik. Keadaan ini menyebabkan tekanan
hidrostatik vena meningkat dan mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa. Pada
kondisi sirosis hati aliran darah pada vena porta mengalami obstruksi, karena terjadi
fibrosis hati. Keadaan seperti ini menyebkan peningkatan tekanan hidrostatik vena
porta dan vena splenik , sehingga mengakibatkan pembesaran limpa. Pembesaran
limpa yang diakibatkan sirosis hati ini dapat disertai penebalan lokal pada kapsula.
3. Degenerasi dan strorage disease
Lesi tipe ini jarang ditemukan , contohnya: amiloidosis, lipid strorage disease,
kelainan glycogen storage.
4. Neoplasma / tumor
Dapat bersifat primer dan sekunder. Pada kondisi primer, sel sel onkogenik limpa
secara primer tumbuh menjadi sel tumor. Kondisi sekunder pada umumnya terjadi
karena pengaruh pada saat penyebaran (metastatik) sel limfoma dan leukimia.
5. Kelainan sel darah
Pembesaran limpa akibat kelainan darah dapat disebbkan oleh produksi sel-sel
darah abnormal (contohnya pada kasus anemia hemolitika yaitu idiopatik
trombositopenia), pada leukimia, dan limfoma serta gagal sumsum tulang kronis
karena fibrosis atau infiltrasi sekunder sel tumor
BAB II
NUTRITIONAL CARE PROCESS
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 52 tahun
Ruang / bed : Seruni / 11
Diagnosa Medis : Sirosis Hepatis dengan Splenomegali Disertai Asites dan Edema
Asupan 208,5 1,1 6,3 38,7 - Konsumsi buah jarang pasien telah mendapat
JURNAL 1
Answer
Question
No. Cant tell
Yes No
SCREENING QUESTIONS
1. Did the study ask a clearly-focused question?
2. Was this a randomized controlled trial (RCT) and was it
appropriately so?
Is it worth continuing? YES
DETAILED QUESTIONS
3. Were participant appropriately allocated to intervention and control
groups?
4. Were participant, staff and study personnel blind to participants
study group?
5. Were all of the participants who entered the trial accounted for at its
conclusion?
6. Were the participants in all groups followed up and data collected in
the same way?
7. Did the study have enough participants to minimise the play of
chance?
8. How are the results presented and what is the main result?
- Dalam uji coba RCT ini, suplementasi vitamin D meningkatkan konsentrasi serum 25 (OH) D
pada pasien sirosis
Answer
Question
No. Yes Cant tell No
SCREENING QUESTIONS
1. Did the study ask a clearly-focused question?
2. Was this a randomized controlled trial (RCT) and was it
appropriately so?
Is it worth continuing? YES
DETAILED QUESTIONS
3. Were participant appropriately allocated to intervention and control
groups?
4. Were participant, staff and study personnel blind to participants
study group?
5. Were all of the participants who entered the trial accounted for at its
conclusion?
6. Were the participants in all groups followed up and data collected in
the same way?
7. Did the study have enough participants to minimise the play of
chance?
8. How are the results presented and what is the main result?
- Intervensi dini BCAA oral dapat menjaga cadangan hati pada sirosis dengan memperbaiki
kadar total serum bilirubin dan serum albumin pada penderita sirosis.