You are on page 1of 22

Tugas Pembekalan Klinik

NUTRITIONAL CARE PROCESS: MNT LIVER DISEASE


PENATALAKSANAAN GIZI PADA PASIEN DEWASA GIZI KURANG
DENGAN DIAGNOSA MEDIS SIROSIS HEPATIS DENGAN
SPLENOMEGALI DISERTAI ASITES DAN EDEMA

Dosen Pengampu:
Bu Kanthi Permaningtyas T., S.Gz, M.PH

Disusun oleh:
Anggota Kelompok 2
Mustika Arum Hamengku WPJ. NIM. 170070100111010

PROGRAM STUDI DIETISIEN


JURUSAN GIZI KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pendahuluan
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati
yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.
Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk
mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian
atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis
serta Hepatosellular carsinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai
dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka
kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika
berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.
1.2. Definisi
1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer, FKUI, 2001).
2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).
3. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati
adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti
dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram.
Letaknya dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang
rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan
tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati
menjadi unit-unit kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan
fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang berbeda. Sebagian
besar suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-
zat gizi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati
lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut
mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel
hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid
darah mengalir ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena
hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena kava 7 inferior. Jadi terdapat
dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu
lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel
retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati,
sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel
(seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.
Fungsi metabolik hati:
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan diubah menjadi
glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah kembali
menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk
mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis
oleh hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini hati
menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau laktat yang
diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk amonia
sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh proses
metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum
juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini
hati mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum yaitu
senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin, faktor-faktor
pembekuan darah protein transport yang spesifik dan sebagian besar lipoprotein
plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin dan sebagian faktor
pembekuan lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi
sintesis protein.
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda keton.
Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk ke dalam aliran
darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan
asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk
metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang tidak
terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi.
6. Metabolisme obat
Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun pada
sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk
metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah
senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat
diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi bilirubin.
7. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran
empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai
pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.
8. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada
sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit
mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat
konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut didalam
larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam
kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati,
bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang
berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan
sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin. (Smeltzer & Bare, 2001)

1.3. Etiologi
Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7. Zat toksik

1.4. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi
dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun
asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga
pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan
pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer
& Bare, 2001).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu
lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman
keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk
pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau
fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah
dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun
(Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit
nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis
mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat
induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik
(Tarigan, 2001).

1.5. Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
1. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit
yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan
pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba
berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif
praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang
sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan
konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis;
dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan
demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini
cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan
pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan
asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau
gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau
dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering
dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita
sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok
serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh
darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian
bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah
kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid
tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi
akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan
perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui
perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih
25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami
hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin
tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan
dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal
bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut
menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan
status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan
hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati
dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu
dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan
kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

1.6. Splenomegali
Pembesaran limpa merupakan temuan patologi yang umum dan penting. Pembesaran
pada pulpa merah terjadi karena adanya peningkatan jumlah sel-sel fagosit dan atau
peningkatan jumlah sel darah. Pada infeksi yang bersifat kronis, hiperplasia jaringan
limfoid dapat ditemukan. Terdapat 5 pnyebab terjadinya plenomegali (pembesaran limpa),
yaitu:
1. Infeksi dan inflamasi
Pada kasus infeksi bakterial yang bersifat akut, ukuran limpa sedikit membesar.
Pembesaran terjadi akibat peradangan yang menyebabkan peningkatan infiltrasi
sel-sel fagosit dan sel-sel neutrofil. Jaringan atau sel-sel yang mati akan dicerna
oleh enzim, sehingga konsistensi menjadi lembek, apabila disayat mengeluarkan
cairan berwarna merah, bidang sayatan menunjukkan warna merah merata.
Permukaan limpa masih lembut dan terlihat keriput. Peradangan dapat ,meluas
sampai pada kapsula limpa yang disebut sebagai perisplenitis dengan atau tanpa
disertai abses.
- Infeksi akut: infeksi mononukleosis, infeksi hepatitis, sub akut bakterial
endokarditis, psittacosis
- Infeksi kronis: tb milier, malaria, brucellosis, kala-azar, sifilis Sarcoidosis,
secondary amyloidosis, connective tissue disorder (SLE, Feltys syndrome)
2. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi dapat menyebabkan kongesti pembuluh darah pada
limpa.keadaan kongesti ini dapat disebkan oleh 2 kondisi utama yaitu, gagal jantung
kongestif (congstive heart failure / CHF) dan sirosis hati / hepatic cirrhosis. Kondisi
gagal jantung (dilatasi) menyebabkan kongesti umum / sistemik pembuluh darah
balik, terutama vena porta dan vena splenik. Keadaan ini menyebabkan tekanan
hidrostatik vena meningkat dan mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa. Pada
kondisi sirosis hati aliran darah pada vena porta mengalami obstruksi, karena terjadi
fibrosis hati. Keadaan seperti ini menyebkan peningkatan tekanan hidrostatik vena
porta dan vena splenik , sehingga mengakibatkan pembesaran limpa. Pembesaran
limpa yang diakibatkan sirosis hati ini dapat disertai penebalan lokal pada kapsula.
3. Degenerasi dan strorage disease
Lesi tipe ini jarang ditemukan , contohnya: amiloidosis, lipid strorage disease,
kelainan glycogen storage.
4. Neoplasma / tumor
Dapat bersifat primer dan sekunder. Pada kondisi primer, sel sel onkogenik limpa
secara primer tumbuh menjadi sel tumor. Kondisi sekunder pada umumnya terjadi
karena pengaruh pada saat penyebaran (metastatik) sel limfoma dan leukimia.
5. Kelainan sel darah
Pembesaran limpa akibat kelainan darah dapat disebbkan oleh produksi sel-sel
darah abnormal (contohnya pada kasus anemia hemolitika yaitu idiopatik
trombositopenia), pada leukimia, dan limfoma serta gagal sumsum tulang kronis
karena fibrosis atau infiltrasi sekunder sel tumor
BAB II
NUTRITIONAL CARE PROCESS

Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 52 tahun
Ruang / bed : Seruni / 11
Diagnosa Medis : Sirosis Hepatis dengan Splenomegali Disertai Asites dan Edema

ASSESSMENT MONITORING &


DIAGNOSA INTERVENSI
DATA DASAR SINTESA DATA EVALUASI
Antropometri (NC 4.1.2) Malnutrisi akibat ND 1.2 Modifikasi jenis, a. Antropometri
LiLA : 26,5 cm kondisi dan penyakit kronis jumlah makanan dan zat AD 1.1.7
TL : 44,1 cm berkaitan dengan asupan makan gizi. Perkiraan
%LiLA : 26,5/29,9 x 100% = 88,6% Status gizi kurang terdahulu tidak adekuat akibat Pemberian Diet Khusus
Biokimia ditandai dengan indikator %LILA Penyakit Hati, padat kompartemen tubuh
(18 Maret 2014) Hb rendah (sirosis hepatis, = 88,6% energi, bentuk makanan yaitu LiLA (di awal
Data Lab Nilai Nilai Normal pendarahan traktus biasa yang diberikan dan akhir
Hemoglobin 8,7 mg/dl 12-17 mg/dl gastrointestinal) (NI 2.1) Kekurangan intake secara peroral dengan pengamatan).
Leukosit 5.600 4-10 ribu/cmm LED tinggi (infeksi makanan dan minuman oral memperhatikan tujuan,
LED 93 mm/ jam 4-20 mm/jam kronis/radang) berkaitan dengan kondisi pasien prinsip, dan syarat diet, b. Biokimia (setiap kali
Trombosit 175.000 150-450 ribu PCV rendah (sirosis hepatis) mual muntah, nafsu makan serta memenuhi kebutuhan pemeriksaan)
PCV 26,5 40-50 % GDS tinggi menurun, mudah kenyang, dan energi dan zat gizi sebagai BD 1.2.7 Kalium
GDS 132 mg/dl 70 110 mg/dl (ketidakmampuan liver perut sebah ditandai dengan berikut: BD 1.10 Profil
Faal Hati: membentuk glikogen intake energi dan zat gizi defisit Energi: 1858,5 kkal anemia gizi
- SGOT 80 <33 u/L hiperglikemia) berat, yaitu intake energi 11,2 Protein: 79,65 gram BD 1.10.1
- SGPT 62 < 42 u/L %, protein 1,4%, lemak 12,2%, Lemak: 51,6gram Hemoglobin
SGOT tinggi (kerusakan sel) dan KH 14,4%. KH: 269,48 gram BD 1.10.2
SGPT tinggi (kerusakan sel) Natrium: 1000-1200 mg Hematokrit
Fisik/Klinis (mempertimbangkan BD 1.10.3
Peningkatan kebutuhan zat gizi
(18 Maret 2014) penggunaan obat diuretik) MCV,MCH, MCHC
spesifik (protein) berkaitan
Perubahan BB: (+) Perubahan BB (+) dengan kondisi pasien anemia SGOT, SGPT
Kesulitan mengunyah / menelan: (- / -) ND 4 Feeding
dintandai dengan Hb, PCV
Mual dan muntah: (+) Mual muntah (+) Assistance. c. Fisik Klinis
rendah dan LED tinggi.
Diare/konstipasi: (- / -) Menyediakan asisten PD 1.1.9 Tanda-
Alergi/intoleransi zat gizi: (- / -) pendukung (keluarga tanda vital (setiap
(NI 5.4) Penurunan kebutuhan
Diet khusus: (+) Diet khusus (+) pasien) untuk membantu hari), yaitu: tekanan
zat gizi spesifik (natrium)
Enteral/parenteral: (- / -) makan pasien. darah, KU, RR,
berkaitan dengan kondisi pasien
Serum albumin rendah: (-) Heart Rate, suhu
gangguan fungsi liver ditandai
Keadaan Umum: baik E-1 Edukasi Gizi tubuh, mual
dengan data fisik klinis pasien
Kesadaran: CM Pemberian konseling muntah, asites,
terdapat asites (++) dan edema
Tekanan Darah (mmHg): 120/80 mmHg kepada pasien dan edema
(+).
Nadi: 80x/mnt keluarga pasien, dengan Target: TTV normal,
keluhan berkurang/hilang
Suhu: 36C konten:
(NI 5.4) Penurunan kebutuhan
RR: 20x/mnt d. Dietary (setiap hari)
Ascites: (++) Ascites (+) zat gizi spesifik (cairan) penjelasan umum FH 1.1.1 Total
Edema: (+) Edema (+) berkaitan dengan kondisi pasien terkait kondisi pasien Intake energi
gangguan fungsi liver ditandai saat ini beserta diet FH 1.5.1 Total
Dietary dengan data fisik klinis pasien selama MRS intake lemak
Sekarang: terdapat asites (++) dan edema Penatalaksanaan diet FH 1.5.2 Total
- Alergi makanan: tidak ada (+). yang tepat terkait intake protein
- Nafsu makan kurang: (+) Nafsu makan kurang (NB 1.1) Pengetahuan yang kondisi pasien. FH 1.5.3 Total
- Kebiasaan makan pasien tidak teratur karena Pasien mudah kenyang, kurang terkait makanan dan gizi Memotivasi dan intake KH
pasien selalu merasa kenyang dan selalu merasa perut sebah. berkaitan dengan pasien belum mendukung pasien FH 1.6.2.7 Intake
tidak enak saat makan karena perut sebah yang pernah mendapatkan edukasi dan keluarga pasien Natrium
dialami pasien gizi sebelumnya ditandai untuk mengatasi FH 1.6.2.5 Intake
dengan: masalah gizi pasien Kalium
Hasil 24 hours Recall Asupan Makan Pasien - Konsumsi makanan pokok bersama.
Energi Protein Lemak KH kurang: Nasi, singkong BE 2.9 Social Support

(kkal) (gr) (gr) (gr) dan mie @ 50 gr Memonitoring apakah

Asupan 208,5 1,1 6,3 38,7 - Konsumsi buah jarang pasien telah mendapat

makanan - Konsumsi makanan dukungan dari keluarga.

Kebutuhan 1858,5 79,65 51,6 269,48 digoreng dan disantan


tinggi: gorengan 3- BE 1.2.1 Peningkatan
%tkkonsumsi 11,2 1,4 12,2 14,4
4x/minggu, pengolahan pengetahuan terkait:
lauk digoreng dan - Kepatuhan diet.
Dahulu:
Makan tidak teratur, 1-2 x disantan. - Pemilihan dan
- Kebiasaan makan 1 2 kali sehari dengan waktu
sehari pengetahuan terkait
makan yang tidak teratur
Konsumsi makanan pokok makanan yang
- Makanan pokok: Nasi, singkong dan mie @ 50
kurang: Nasi, singkong dan dianjurkan dan dibatasi.
gr
mie @ 50 gr - Menanyakan kembali
- Lauk hewani : Ayam @ 50gr, Telur 60 gr.
materi yang diberikan.
Lauk hewani dimasak dengan digoreng atau
dengan santan kental.
H-3.1 Suplementasi dan
- Lauk nabati: Tempe/tahu 1-2x/hari sebanyak
obat.
1potong sedang ( 50 gr), Tempe/tahu sering Monitoring interaksi obat
dimasak dengan cara digoreng. dan makanan dari obat
- Sayuran: Hampir semua sayur dengan frekuensi yang diresepkan oleh
2-3x/hari sebanyak gelas. Sayuran sering dokter, dipantau oleh
dimasak dengan cara ditumis dietisien dan perawat
- Buah: Jarang, yang paling sering pisang dan Konsumsi buah jarang dipantau setiap hari
pepaya (2x/minggu). dengan cara observasi.
- Snack: Gorengan, 3-4x/minggu. Konsumsi makanan
- Cara pengolahan: digoreng untuk pengolahan digoreng dan disantan tinggi: BE 2.9 Social Support
lauk nabati (tahu, tempe) dan lauk hewani (ayam, gorengan 3-4x/minggu, Memonitoring apakah
ikan), dan ditumis untuk sayuran. pengolahan lauk digoreng pasien telah mendapat
dan disantan. dukungan dari keluarga.
Ekologi
Sosial Budaya:
- Agama: Islam
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan: BPJS

Riwayat Penyakit / Keluhan


- Pusing dan batuk-batuk Pusing (+)
- Perut membesar dan terasa penuh sekali Batuk (+)
- Terasa nyeri dibagian perut kebelakang Perut membesar, terasa
penuh, nyeri (+)
Data Umum Pasien
- Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga,
- Pasien belum pernah mendapat edukasi gizi Edukasi gizi (-)

Data Aktifitas Pasien


- Pasien tidak terbiasa olahraga. Aktifitas fisik kurang

Interaksi Obat dan


Obat-obatan yang Dikonsumsi Makanan
- Ranitidine (maag, peningkatan asam lambung) - Ranitidine: konsumsi
- Furosemide (loop diuretik edema karena bersamaan dengan
penyakit hati, jantung, ginjal) makanan menurunkan
- Spironolactone (potassium-sparing diuretic absopsi obat hingga
hipertensi, edema akibat gagal jantung kongestif, 33%, konsumsi jangka
sirosis hepatis) panjang defisiensi vit
- Curcuma (antioksidan,anti-inflamasi sel hati) B12, thiamin, zat besi
- Asam folat (vitamin,mengatasiefek samping - Furosemide:
ranitidine) meningkatkan ekskresi
potassium, menghindari
konsumsi licorice.
- Spironolactone:
makanan dapat
meningkatkan absorpsi
obat, menghindari
licorice, hindari intake
potassium, dan garam.
- Curcuma
- Asam folat
Lampiran Tabel Pola Makan Pasien
Pola Makan
Frekuensi Frekuensi
Bahan Makanan Bahan Makanan
TP J S TP J S
Karbohidrat Sayuran
Nasi Sayuran hijau
Jagung Sayuran kacang
Mie Sayuran tomat/wortel
Roti Buah-buahan
Biscuit Pisang
Singkong Pepaya
Mak. Nabati Jeruk/apel/pir
Tempe Susu
Tahu Susu Segar
Kacang hijau SKM
Kacang tanah Susu tepung whole
Kacang merah Susu tepung skim
Mak.Hewani Susu kedelai
Ayam Lemak-minyak
Telur ayam Minyak/gorengan
Daging Kelapa/santan
Hati Margarine/mentega
Telur bebek Serba-serbi
Ikan basah Teh manis
Ikan kering Kopi manis
Udang/kerang Sirup
Keju Minuman Alkohol
Keterangan:
TP: Tidak Pernah
J : Jarang (1-2 kali/ minggu)
S : Sering ( >2 kali/minggu)
BAB III
INTERVENSI GIZI

4.1. Daftar Perhitungan


4.1.1. Perhitungan Tinggi Badan Estimasi, Berat Badan Estimasi dan Ideal
LiLA : 26,5 cm
TL : 44,1 cm
%LiLA : 26,5/29,9 x 100% = 88,6%

TB estimasi = 84,88 + (1,83 x TL) (0,24 x U)


= 84,88 + (1,83 x 44,1) (0,24 x 52)
= 84,88 + 80,703 12,48
= 153,1 cm
BBA estimasi = (0,826 x TL) + (2,116 x LiLA) (0,133 x U) 31,486
= (0,826 x 44,1) + (2,116 x 26,5) (0,133 x 52) 31,486
= 36,43 + 56,07 6,916 31,486
= 54,1 kg (Jung, 2004)
BBI = TB 100
= 153,1 100
= 53,1 kg

4.1.2. Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi


- Kebutuhan energi
= 35 kkal x BBI
= 35 kkal x 53,1 kg
= 1858,5 kkal
- Kebutuhan protein
= 1,5 gram x BBI
= 1,5 gram x 53,1 kg
= 79,65 gram (17%)
- Kebutuhan lemak
= (25% x energi) : 9
= (25% x 1858,5 kkal) : 9
= 51,6 gram
- Kebutuhan KH
= (58%x energi) : 4
= 1077,93 : 4
= 269,48 gram

4.2. Preskripsi Diet


a. Tujuan Diet
- Memberikan makanan yang cukup untuk mempertahankan status gizi.
- Mencegah terjadinya perdarahan dan meningkatkan kadara Hb darah apabila
terjadi penurunan.
- Mencegah ensefalohepatis.
b. Prinsip Diet
- Diet Khusus Penyakit Hati
- Padat energi
- Rendah natrium
- Bentuk makanan biasa
c. Syarat Diet
- Energi diberikan 35 kkal/kgBBI, yaitu sebesar 1858,5 kkal.
- Protein diberikan 1,5 gram/kgBBI, yaitu sebesar 79,65 gram (17%). Diberikan
secara bertahap sesuai dengan perkembangan klinis dengan BCAA : AAA =3 : 1
- Lemak diberikan cukup yaitu 25% dari kebutuhan energi total sebesar 51,6 gram,
dengan jenis MCT.
- Karbohidrat diberikan 58% dari kebutuhan energi total sebesar 269,48 gram,
yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi yang berasal dari protein dan
lemak.
- Natrium dibatasi yaitu sebesar 1000-1200 mg (1/4 sdt garam dapur = 2 gram),
dan dihindari pemberian bahan makanan tinggi natrium, dengan
mempertimbangkan penggunaan obat diuretik.
- Cairan dibatasi bila kadar elektrolit Na darah <120 mEq yaitu jumlah urine
selama 24 jam + 500 ml.
- Porsi kecil dan sering.
4.3. Rencana Edukasi Gizi
a. Tujuan :
- Untuk meningkatkan pengetahuan berkaitan dengan gizi dan kondisi yang
dialami pasien.
- Membantu proses pemulihan melalui makanan selama pasien di RS maupun
nanti setelah pulang dari RS.
- Mengingatkan kembali pasien dan keluarga untuk mengetahui makanan yang
dianjurkan, boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh pasien.
- Memperbaiki kebiasaan dan pola makan pasien.
- Memotivasi dan mendukung pasien dan keluarga pasien untuk mengatasi
masalah gizi pasien bersama.
b. Sasaran :
- Pasien
- Keluarga pasien
c. Waktu : 15 menit
d. Tempat : Ruang Rawat Inap Pasien
e. Metode : Konseling gizi, tanya jawab, diskusi
f. Media : Leaflet, Daftar Bahan Makanan Penukar
g. Materi :
- Diskusi terkait penyebab masalah terjadinya kesalahan pola makan pada pasien,
meskipun pernah mendapatkan edukasi gizi sebelumnya.
- Gambaran umum penyakit yang diderita pasien.
- Prinsip dan tatalaksana Diet Khusus Penyakit Hati, termasuk bahan makanan
atau zat gizi yang dianjurkan bagi pasien.
- Menekankan untuk tidak melewatkan dan selalu menghabiskan makanan dari
RS.
- Pemberian motivasi kepada pasien dan keluarga pasien untuk mengatasi
masalah gizi terkait kondisi penyakit pasien.
- Daftar Bahan Makanan Penukar
h. Monitoring Evaluasi :
- Tanya jawab
- Menanyakan materi yang telah diberikan
- Kepatuhan diet yang diberikan
BAB IV
CRITICAL APPRAISAL

JURNAL 1
Answer
Question
No. Cant tell
Yes No
SCREENING QUESTIONS
1. Did the study ask a clearly-focused question?
2. Was this a randomized controlled trial (RCT) and was it
appropriately so?
Is it worth continuing? YES
DETAILED QUESTIONS
3. Were participant appropriately allocated to intervention and control
groups?
4. Were participant, staff and study personnel blind to participants
study group?
5. Were all of the participants who entered the trial accounted for at its
conclusion?
6. Were the participants in all groups followed up and data collected in
the same way?
7. Did the study have enough participants to minimise the play of
chance?
8. How are the results presented and what is the main result?
- Dalam uji coba RCT ini, suplementasi vitamin D meningkatkan konsentrasi serum 25 (OH) D
pada pasien sirosis

9. How precise are these results?


-

10. Were all important outcomes considered so the results can be


applied?
JURNAL 2

Answer
Question
No. Yes Cant tell No
SCREENING QUESTIONS
1. Did the study ask a clearly-focused question?
2. Was this a randomized controlled trial (RCT) and was it
appropriately so?
Is it worth continuing? YES
DETAILED QUESTIONS
3. Were participant appropriately allocated to intervention and control
groups?
4. Were participant, staff and study personnel blind to participants
study group?
5. Were all of the participants who entered the trial accounted for at its
conclusion?
6. Were the participants in all groups followed up and data collected in
the same way?
7. Did the study have enough participants to minimise the play of
chance?
8. How are the results presented and what is the main result?
- Intervensi dini BCAA oral dapat menjaga cadangan hati pada sirosis dengan memperbaiki
kadar total serum bilirubin dan serum albumin pada penderita sirosis.

9. How precise are these results?


-

10. Were all important outcomes considered so the results can be


applied?

You might also like