Professional Documents
Culture Documents
BAB I Baru
BAB I Baru
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam praktek akuntansi manajemen, sistem manajemen biaya secara
luas diklasifikasikan menjadi functional-based (perhitungan biaya berdasarkan
fungsional) dan activity-based (perhitungan biaya berdasarkan aktifitas). Saat
ini, sistem manajemen biaya berdasarkan functional-based digunakan lebih
luas daripada activity-based system. Kemudian hal ini berubah seiring degan
kebutuhan terhadap keakuratan informasi biaya yang semakin meningkat,
bertambahnya kompleksitas produk, product life cycles yang semakin pendek,
kebutuhan peningkatan kualitas dan tekanan kompetisi yang intens. Untuk
perusahaan atau organisasi yang menghadapi hal seperti ini pada umumnya
menggunakan pendekatan produksi just-in time dan menggunakan teknologi
manufaktur yang maju. Functional-based sangat tidak tepat jika di
implementasikan pada perusahaan atau organisasi seperti ini. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu sistem yang tepat dan lebih akurat untuk membangun
keuntungan jangka panjang. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan activity-
based costing (ABC) systems.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Activity Based Costing (ABC)?
2. Apa manfaat dari Activity Based Costing (ABC)?
3. Apa keunggulan dan kekurangan dari Activity Based Costing (ABC)?
4. Apa perbedaan Job Order Costing dengan Activity Based Costing (ABC)?
5. Apa saja tingkatan-tingkatan aktivitas?
6. Bagaimana tahapan penerapan Activity Based Costing (ABC)?
7. Bagaimana contoh kasus penerapan Activity Based Costing (ABC)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Activity Based Costing (ABC).
2. Untuk mengetahui manfaat dari Activity Based Costing (ABC).
1
3. Untuk mengetahui keunggulan dan kekurangan dari Activity Based Costing
(ABC).
4. Untuk mengetahui perbedaan Job Order Costing dengan Activity Based
Costing (ABC).
5. Untuk menegtahui tingkatan-tingkatan aktivitas.
6. Untuk mengetahui tahapan penerapan Activity Based Costing (ABC).
7. Untuk mengetahui contoh kasus penerapan Activity Based Costing (ABC).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
produk dengan multi tariff sesuai cost pool masing-masing. ABC digunakan
untuk laporan internal perusahaan sebagai dasar pembuatan keputusan oleh
manajemen, ABC bukan untuk laporan ekternal. Perusahaan yang
menggunakan ABC adalah perusahaan yang memproduksi berbagai jenis
barang seperti dalam perusahaan yang menggunakan job order costing.
B. Manfaat Activity Based Costing (ABC)
Menurut Cooper dan Kaplan (1991), terdapat tiga manfaat Activity
Based Costing systems bagi manajemen perusahaan.
1. Improved Decision
Perhitungan biaya produk dengan menggunakan Activity Based Costing
systems menghasilkan informasi yang lebih akurat, sehingga manajemen
perusahaan dapat mengambil keputusan dengan tepat karena terhindar
dari distorsi yang terjadi pada perhitungan biaya produk menggunakan
sistem tradisional.
2. Continuous Improvement Activities to Reduce Overhead Costs
Dalam penerapan Activity Based Costing systems penghematan biaya
secara signifikan dapat dilakukan dengan cara penanganan bahanbaku
secara lebih efisien tanpa harus menurunkan harga beli bahanbaku,
mengurangi biaya set up dan membuat penjadwalan produksi. Dengan
disertai perbaikan aktivitas secara terus menerus dan penggunaan
informasi yang lebih akurat maka seharusnya penghematan biaya tersbut
dapat tercapai.
3. Ease of Determining Relevant Cost
Activity Based Costing systems mengurangi kebutuhan untuk
melaksanakan pembelajaran khusus mengenai analisa yang lebih
mendalam untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam rangka
keputusan tertentu dengan meningkatkan akurasi dari laporan biaya
produk dan menghasilkan biaya secara terpisah dari keempat kategori
aktivitas.
4
C. Keunggulan dan Kekurangan
Beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing dalam
penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut :
1. Biaya produk yang lebih realistik.
2. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Analisis sistem
biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga
biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.
3. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya
bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.
4. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku
biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi
aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.
5. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang
modem dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost
drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi
(transaction-based) dari pada berbasis volume produk.
6. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari
biaya produk variabel jangka panjang yang relevan terhadap pengambilan
keputusan yang strategik.
7. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,
pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk.
Disamping terdapat kelebihan juga memiliki beberapa kelemahan
yang pada umumnya cenderung dihadapi manajemen, yaitu :
1. Di dalam implementasinya ABC relatif sulit direalisasikan
2. Dalam implemetasinya sering mengabaikan aktivitas proses produksi
karena tuntutan adanya usaha pengurangan biaya aktivitas.
3. Penerapan ABC cenderung menimbulkan pertentangan antara manajemen
dengan pekerja karena adanya efeseiensi biaya yang amat ketat.
4. Karena Laporan Keuangan sifatnya timeliness maka ABC sulit
dilaksanakan karena adanya kendala periode waktu.
5
D. Perbedaan Job Order Costing dengan Activity Based Costing (ABC)
Perusahaan yang menggunakan ABC adalah perusahaan yang
memproduksi berbagai jenis barang seperti dalam perusahaan yang
menggunakan job order costing. Sistem job oreder costing disebut sistem
tradisional (traditional costing system). Beberapa perbedaan system tradisional
dan ABC adalah:
6
E. Tingkatan Aktivitas-Aktivitas Biaya
Pengelompokkan aktifitas sejenis adalah proses pengumpulan aktifitas
yang memiliki tingkat aktifitas dan klasifikasi penggerak aktifitas yang sama.
Pengklasifikasan berdasarkan tingkat menempatkan aktifitas ke dalam satu
dari empat kategori:
1. Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit
Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah aktivitas yang
dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya
aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi.
Sebagai contoh tenaga langsung, jam mesin, dan jam listrik (energi)
digunakan setiap saat satu unit produk dihasilkan.
2. Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch
Aktivitas-aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap
kali suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini
dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas
yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas
penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerakan bahan dan
order pembelian), aktivitas inspeksi.
3. Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk
Aktivitas-aktivitas berlevel produk adalah aktivitas yang dikerjakan untuk
mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas
ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau
memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Contoh aktivitas yang
termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan
pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi produk,
perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.
4. Aktivitas Berlevel Fasilitas
Aktivitas berlevel fasilitas adalah meliputi aktivitas untuk menopang
proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan
fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk namun banyak
sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran
7
produk yang diproduksi. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya :
manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan,
penerangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta
depresiasi pabrik.
8
transaksi-transaksi yang homogen. Semakin tinggi tingkat kesamaan
aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan, semakin sedikit cost pool
yang dibutuhkan untuk membebankan biaya-biaya tersebut. Sistem biaya
yang menggunakan beberapa cost pool akan lebih menjelaskan hubungan
sebab-akibat antara biaya yang timbul dengan produk yang dihasilkan.
Cost pool berguna untuk menentukan cost pool rate yang
merupakan tarif biaya overhead pabrik per unit cost driver yang dihitung
untuk setiap kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus
total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar
pengukuran aktivitas kelompok tersebut.
3. Menentukan tarif untuk masing-masing kelompok (cost pool).
Tarif dihitung dengan cara membagi jumlah semua biaya didalam
cost pool dengna suatu ukuran aktivitas yang dilakukan. Tarif pool ini juga
berarti biaya per unit pemacu biaya (cost driver). Cost driver atau pemicu
biaya digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada output yang
secara struktural berbeda dengan yang digunakan dalam sistem biaya
konvensional. Atau faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi
overhead. Cost driver merupakan dasar yang digunakan untuk
membebankan biaya yang terkumpul pada cost pool kepada produk.
Tahap Kedua
9
tidak berkaitan dengan volume produk. BOP merupakan biaya yang akan
diatribusikan kepada produk berdasarkan pemicu biaya (cost drivers), bukan
berdasarkan volume produk.
Alokasi biaya overhead = Tarif kelompok x Dasar pembebanan
yang dikonsumsi. Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost
driver bila dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi
biaya tradisional. Sebelum sampai pada prosedure pembebanan dua tahap
dalam Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:
1. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost
Driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-
biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat
aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitas aktivitas
selanjutnya. Ada dua jenis cost driver, yaitu:
Cost Driver berdasarkan unit, Cost Driver berdasarkan unit
membebankan biaya overhead pada produk melalui
penggunaan tarif overhead tunggal oleh seluruh departemen.
Cost Driver berdasarkan non unit, Cost Driver berdasarkan non
unit merupakan factor-faktor penyebab selain unit yang
menjelaskn konsumsi overhead. Contoh cost driver berdasarkan
unit pada perusahaan jasa adalah luas lantai, jumlah pasien,
jumlah kamar yang tersedia.
2. Rasio konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang
dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah
aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah
keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
3. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya
dari overhead yang variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu
pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok biaya
yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead secara logis harus
berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua
produk.
10
G. Studi Kasus
Untuk menganalisis selanjutnya, dibawah ini akan diuraikan data-data
yang telah dikumpulkan dalam perhitungan biaya produksi pada PT. Martina
Berto pada tahun 2007 untuk memproduksi jenis produk bedak padat. Data
tersebut adalah sebagai berikut:
11
Bedak Padat Type I 284.532.204,00
Bedak Padat Type II 321.447.622,00
Bedak Padat Type III 192.622.826,00
Bedak Padat Type IV 690.958.526,00
TOTAL 1.489.561.178,00
Sumber : PT. Martina Berto
Tabel 4. Biaya Overhead Pabrik Bedak Padat
PT. Martina Berto
Tahun 2007
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
Biaya Bahan Penolong 697.006.992,00
Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung 4.912.060.102,00
Biaya Utility (Listrik, Air, dan Bahan Bakar) 1.480.786.167,00
Biaya Telepon 100.919.822,00
Biaya Penyusutan Peralatan 521.576.274,00
Biaya Penyusutan Mesin 269.748.308,00
Biaya Penyusutan Gedung 680.973.002,00
Biaya Penyusutan Kendaraan 69.795.017,00
Biaya Riset dan Pengembangan 26.408.925,00
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Pabrik 598.916.698,00
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Kendaraan 11.189.444,00
Biaya Asuransi Pabrik 62.249.610,00
TOTAL 9.431.630.361,00
Sumber : PT. Martina Berto
12
Tabel 9. Pengidentifikasian Biaya Overhead Pabrik ke dalam Kategori
Aktivitas
Biaya Overhead Pabrik Kategori Aktivitas
- Biaya Bahan Penolong Unit Level
- Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Unit Level
- Biaya Utility (Listrik, Air, dan Bahan Bakar) Unit Level
- Biaya Telepon Unit Level
- Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Pabrik Batch Level
- Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Kendaraan Batch Level
- Biaya Riset dan Pengembangan Product Level
- Biaya Penyusutan Peralatan Facility Level
- Biaya Penyusutan Mesin Facility Level
- Biaya Penyusutan Gedung Facility Level
- Biaya Penyusutan Kendaraan Facility Level
- Biaya Asuransi Pabrik Facility Level
13
Biaya Penyusutan Mesin Jam Kerja Mesin
III Biaya Penyusutan Gedung Luas Persegi
Biaya Asuransi Pabrik Luas Persegi
14
Dari perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) dengan sistem Tradisional
(Konvensional), dengan pengalokasian Biaya Overhead Pabrik atas jam kerja
mesin di dapat Harga Pokok Produksi.
Cost Pool II
Biaya Utility (Listrik, Air, dan Bahan Bakar) (Rp) 1.480.786.167,00
Biaya Telepon (Rp) 100.919.822,00
Biaya Penyusutan Peralatan (Rp) 521.576.274,00
Biaya Penyusutan Mesin (Rp) 269.748.308,00
Total Biaya (Rp) 2.373.030.571,00
Jam Kerja Mesin (Jam) 6.433.362
Tarif Biaya Overhead Pabrik Cost Pool II (Rp) 368,86
Cost Pool III
Biaya Penyusutan Gedung (Rp) 680.973.002,00
Biaya Asuransi Pabrik (Rp) 62.249.610,00
Total Biaya (Rp) 743.222.612,00
Luas Persegi (m2) 40.980
Tarif Biaya Overhead Pabrik Cost Pool III (Rp) 18.136,23
Tahap Kedua
Tabel 13. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC)
Bedak Padat Type I
15
Cost Pool II
Rp 368,86 x 1.452.270 Jam 535.684.312,20
Cost Pool III
Rp 18.136,23 x 10.245 m2 185.805.676,35
Total Biaya Overhead Pabrik
(Rp) 1.928.410.203,05
Total Biaya Produksi (Rp) 7.140.581.615,05
Jumlah Produk yang Diproduksi (Unit) 718.298
Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit (Rp) 9.940,97
Tabel 14. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC) Bedak Padat Type II
Tabel 15. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC)
16
Bedak Padat Type III
Biaya Bahan Baku (Rp) 3.334.419.984,00
Biaya Tenaga Kerja Langsung (Rp) 192.622.826,00
Biaya Overhead Pabrik :
Cost Pool I
Rp 1.680,25 x 486.004 Unit 8 16.608.221,00
Cost Pool II
Rp 368,86 x 579.125 Jam 213.616.047,50
Cost Pool III
Rp 18.136,23 x 10.245 m2 185.805.676,35
Total Biaya Overhead Pabrik (Rp) 1.216.029.944,85
Total Biaya Produksi (Rp) 4.743.072.754,85
Jumlah Produk yang Diproduksi (unit) 486.004
Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit (Rp) 9.759,33
Tabel 16. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC)
Bedak Padat Type IV
17
Total Biaya Produksi (Rp) 16.850.786.9256,15
Jumlah Produk yang Diproduksi (Unit) 1.743.216
Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit (Rp) 9.666,49
Dari perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) per unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC) untuk Bedak Padat Type I adalah Rp 9.940,97;
Bedak Padat Type II adalah Rp 9.830,61; Bedak Padat Type III adalah Rp 9.759,3
3; Bedak Padat Type IV adalah Rp 9.666,49.
Tabel 17. Perhitungan Biaya Overhead Pabrik dengan Sistem Activity Based
Costing (ABC) Per Produk Per Unit
Dari perhitungan diatas dapat diketahui Biaya Overhead Pabrik per unit
untuk Bedak Padat Type I sebesar Rp 2.684,69; Bedak Padat Type II sebesar Rp
2.573,66; Bedak Padat Type III sebesar Rp 2.501,10; dan Bedak Padat Type IV
sebesar Rp 2.409,18.
18
Terjadinya perbedaan pengalokasian Biaya Overhead Pabrik dan
perbedaan Harga Pokok Produksi (HPP), karena Activity Based Costing (ABC)
menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan seberapa
besar setiap overhead tidak langsung dari setiap produk bedak padat
mengkonsumsikan.
Sistem Activity Based Costing (ABC) menghasilkan perhitungan biaya
produksi yang lebih akurat dibandingkan sistem Tradisional (Konvensional).
Tingkat akurasi ini sangat penting bagi perusahaan dalam menetapkan keputusan
yang berkaitan dengan manajemen perusahaan, misalnya dalam penetapan Harga
Jual. Sehingga dapat digunakan untuk menghadapi persaingan yang semakin
kompetitif.
19
untuk mencapai impas (break event) atas produk-produk yang dihasilkan. Selain
itu manajemen PT. Martina Berto juga dapat merekayasa kembali proses
manufacturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih efisien dan lebih
tinggi.
Rp12,000.00
Rp10,000.00
Rp8,000.00
Rp6,000.00 HPP
BOP
Rp4,000.00
Rp2,000.00
Rp-
Bedak Padat Bedak Padat Bedak Padat Bedak Padat
Type 1 Type 2 Type 3 Type 4
Kesimpulan:
Dilihat dari grafik diatas bahwa lebih efisien dari hasil perhitungan BOP
dikarenakan harga jualnya lebih rendah daripada HPP yaitu senilai Bedak Padat
Type 1 Rp 2.684,69 , Bedak Padat Type 2 Rp 2.573,66 , Bedak Padat Type 3 Rp
2.501,10 , dan Bedak Padat Type 4 Rp 2.409,18 . Sehingga dapat menarik
konsumen untuk membeli Bedak Padat yang ditawarkan oleh perusahaan.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Activity Based Costing System (ABC System) adalah suatu sistem biaya
yang mengumpulkan biaya-biaya ke dalam aktivitas-aktivitas yang terjadi
dalam perusahaan lalu membebankan biaya atau aktivitas tersebut kepada
produk atau jasa, dan melaporkan biaya aktivitas dan produk atau jasa tersebut
pada manajemen agar selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan,
pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan. (Charles T. Hongren,
Sundem, & Stratton, 1996 : 502).
Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya-biaya dibebankan
kepada aktivitas, aktivitas yang berkaitan digabungkan menjadi satu kelompok,
kelompok biaya sejenis dibentuk, dan tarif kelompok dihitung. Pada tahap
kedua, setiap permintaan produk untuk sumber daya kelompok diukur dan
biaya-biaya dibebankan kepada produk dengan menggunakan permintaan ini
dan tarif kelompok yang mewakili. Namun, untuk menghindari kerancuan pada
konsep dasar, kita menghindari setiap pembahasan detail dari beberapa langkah
prosedur tahap pertama.
Manfaat Activity Based Costing (ABC) adalah Improved Decision,
Continuous Improvement Activities to Reduce Overhead Costs, Ease of
Determining Relevant Cost.
21
DAFTAR PUSTAKA
22