You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam praktek akuntansi manajemen, sistem manajemen biaya secara
luas diklasifikasikan menjadi functional-based (perhitungan biaya berdasarkan
fungsional) dan activity-based (perhitungan biaya berdasarkan aktifitas). Saat
ini, sistem manajemen biaya berdasarkan functional-based digunakan lebih
luas daripada activity-based system. Kemudian hal ini berubah seiring degan
kebutuhan terhadap keakuratan informasi biaya yang semakin meningkat,
bertambahnya kompleksitas produk, product life cycles yang semakin pendek,
kebutuhan peningkatan kualitas dan tekanan kompetisi yang intens. Untuk
perusahaan atau organisasi yang menghadapi hal seperti ini pada umumnya
menggunakan pendekatan produksi just-in time dan menggunakan teknologi
manufaktur yang maju. Functional-based sangat tidak tepat jika di
implementasikan pada perusahaan atau organisasi seperti ini. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu sistem yang tepat dan lebih akurat untuk membangun
keuntungan jangka panjang. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan activity-
based costing (ABC) systems.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Activity Based Costing (ABC)?
2. Apa manfaat dari Activity Based Costing (ABC)?
3. Apa keunggulan dan kekurangan dari Activity Based Costing (ABC)?
4. Apa perbedaan Job Order Costing dengan Activity Based Costing (ABC)?
5. Apa saja tingkatan-tingkatan aktivitas?
6. Bagaimana tahapan penerapan Activity Based Costing (ABC)?
7. Bagaimana contoh kasus penerapan Activity Based Costing (ABC)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Activity Based Costing (ABC).
2. Untuk mengetahui manfaat dari Activity Based Costing (ABC).

1
3. Untuk mengetahui keunggulan dan kekurangan dari Activity Based Costing
(ABC).
4. Untuk mengetahui perbedaan Job Order Costing dengan Activity Based
Costing (ABC).
5. Untuk menegtahui tingkatan-tingkatan aktivitas.
6. Untuk mengetahui tahapan penerapan Activity Based Costing (ABC).
7. Untuk mengetahui contoh kasus penerapan Activity Based Costing (ABC).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Activity Based Costing (ABC)


Activity Based Costing System (ABC System) adalah suatu sistem biaya
yang mengumpulkan biaya-biaya ke dalam aktivitas-aktivitas yang terjadi
dalam perusahaan lalu membebankan biaya atau aktivitas tersebut kepada
produk atau jasa, dan melaporkan biaya aktivitas dan produk atau jasa tersebut
pada manajemen agar selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan,
pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan. (Charles T. Hongren,
Sundem, & Stratton, 1996 : 502).
Menurut Amin Widjaja (1995), activity based costing tidak hanya
memberikan kalkulasi biaya produk yang lebih akurat, tetapi juga memberikan
kalkulasi apa yang menimbulkan biaya dan bagaimana mengelolanya,
sehingga juga dikenal sebagai sistem manajemen yang pertama.
ABC merupakan pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan
biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang
disebabkan karena aktivitas. Dasar pemikiran pendekatan penetuan biaya ini
bahwa produk atau jasa perusahaan dilakukan oleh aktivitas dan aktivitas yang
dibutuhkan tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya
biaya.
Dengan ABC biaya overhead pabrik dibebankan ke objek biaya seperti
barang atau jasa dengan mengidentifikasi sumber daya, aktivitas dan biayanya
serta kuantitas aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memproduksi
output.
ABC (activity based costing) menghitung biaya produksi (production
cost) berdasarkan aktivitas yang meliputi biaya pra produksi, biaya produksi,
biaya adsminitrasi, dan biaya pemasaran baik yang variable maupun tetap.
Dalam perhitungannya, biaya dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya yang
dapat ditelusur (traceble cost) dan biaya yang tidak dapat ditelusur (non
traceble cost). Biaya yang tidak dapat ditelusur dibebankan/dialokasikan ke

3
produk dengan multi tariff sesuai cost pool masing-masing. ABC digunakan
untuk laporan internal perusahaan sebagai dasar pembuatan keputusan oleh
manajemen, ABC bukan untuk laporan ekternal. Perusahaan yang
menggunakan ABC adalah perusahaan yang memproduksi berbagai jenis
barang seperti dalam perusahaan yang menggunakan job order costing.
B. Manfaat Activity Based Costing (ABC)
Menurut Cooper dan Kaplan (1991), terdapat tiga manfaat Activity
Based Costing systems bagi manajemen perusahaan.
1. Improved Decision
Perhitungan biaya produk dengan menggunakan Activity Based Costing
systems menghasilkan informasi yang lebih akurat, sehingga manajemen
perusahaan dapat mengambil keputusan dengan tepat karena terhindar
dari distorsi yang terjadi pada perhitungan biaya produk menggunakan
sistem tradisional.
2. Continuous Improvement Activities to Reduce Overhead Costs
Dalam penerapan Activity Based Costing systems penghematan biaya
secara signifikan dapat dilakukan dengan cara penanganan bahanbaku
secara lebih efisien tanpa harus menurunkan harga beli bahanbaku,
mengurangi biaya set up dan membuat penjadwalan produksi. Dengan
disertai perbaikan aktivitas secara terus menerus dan penggunaan
informasi yang lebih akurat maka seharusnya penghematan biaya tersbut
dapat tercapai.
3. Ease of Determining Relevant Cost
Activity Based Costing systems mengurangi kebutuhan untuk
melaksanakan pembelajaran khusus mengenai analisa yang lebih
mendalam untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam rangka
keputusan tertentu dengan meningkatkan akurasi dari laporan biaya
produk dan menghasilkan biaya secara terpisah dari keempat kategori
aktivitas.

4
C. Keunggulan dan Kekurangan
Beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing dalam
penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut :
1. Biaya produk yang lebih realistik.
2. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Analisis sistem
biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga
biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.
3. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya
bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.
4. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku
biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi
aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.
5. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang
modem dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost
drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi
(transaction-based) dari pada berbasis volume produk.
6. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari
biaya produk variabel jangka panjang yang relevan terhadap pengambilan
keputusan yang strategik.
7. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,
pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk.
Disamping terdapat kelebihan juga memiliki beberapa kelemahan
yang pada umumnya cenderung dihadapi manajemen, yaitu :
1. Di dalam implementasinya ABC relatif sulit direalisasikan
2. Dalam implemetasinya sering mengabaikan aktivitas proses produksi
karena tuntutan adanya usaha pengurangan biaya aktivitas.
3. Penerapan ABC cenderung menimbulkan pertentangan antara manajemen
dengan pekerja karena adanya efeseiensi biaya yang amat ketat.
4. Karena Laporan Keuangan sifatnya timeliness maka ABC sulit
dilaksanakan karena adanya kendala periode waktu.

5
D. Perbedaan Job Order Costing dengan Activity Based Costing (ABC)
Perusahaan yang menggunakan ABC adalah perusahaan yang
memproduksi berbagai jenis barang seperti dalam perusahaan yang
menggunakan job order costing. Sistem job oreder costing disebut sistem
tradisional (traditional costing system). Beberapa perbedaan system tradisional
dan ABC adalah:

No Tradisional (Job Order Costing) ABC


1 Semua produk dibebani biaya Tarif BOP ditentukan di depan berdasarkan
produksi, meskipun produk tertentu biaya yang dianggarkan atau tingkatan
tidak mengkonsumsi biaya produksi aktivitas yang diharapkan
tersebut
2 Biaya non produksi (Non Beberapa biaya produksi dikeluarkan atau
manufacturing costs) seperti biaya tidak dimasukkan sebagai biaya produksi
adsminitrasi dan pemasaran tidak barang tertentu, jika biaya produksi tersebut
dibebankan ke produk tertentu, muncul bukan karena memproduksi barang
meskipun biaya tersebut muncul tertentu tersebut. Atau dengan kata lain,
karena memproduksi produk tertentu biaya produksi barang tertentu hanya
tersebut. dibebani biaya yang timbul karena
memproduksi barang tersebut.
3 Biaya produksi selain bahan baku Terdapat lebih dari satu pool atau kelompok
dan tenaga kerja langsung dijadikan biaya yang tidak dapat ditelusur (BOP,
satu kelompok BOP (biaya overhead Adsminitrasi, Pemasaran), dimana masing-
pabrik) dengan satu ukuran, masing kelompok biaya mempunyai ukuran
umumnya diukur berdasarkan jam aktivitas tersendiri, sehingga mempunyai
kerja tenaga kerja langsung atau jam tariff tersendiri.
kerja mesin
4 Tarif BOP ditentukan di depan Tarif alokasi biaya didasarkan pada tingkat
berdasarkan biaya yang dianggarkan aktivitas sesungguhnya, bukan akktivitas
atau tingkatan aktivitas yang yang dianggarkan ataupun yang diharapkan
diharapkan

6
E. Tingkatan Aktivitas-Aktivitas Biaya
Pengelompokkan aktifitas sejenis adalah proses pengumpulan aktifitas
yang memiliki tingkat aktifitas dan klasifikasi penggerak aktifitas yang sama.
Pengklasifikasan berdasarkan tingkat menempatkan aktifitas ke dalam satu
dari empat kategori:
1. Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit
Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah aktivitas yang
dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya
aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi.
Sebagai contoh tenaga langsung, jam mesin, dan jam listrik (energi)
digunakan setiap saat satu unit produk dihasilkan.
2. Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch
Aktivitas-aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap
kali suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini
dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas
yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas
penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerakan bahan dan
order pembelian), aktivitas inspeksi.
3. Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk
Aktivitas-aktivitas berlevel produk adalah aktivitas yang dikerjakan untuk
mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas
ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau
memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Contoh aktivitas yang
termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan
pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi produk,
perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.
4. Aktivitas Berlevel Fasilitas
Aktivitas berlevel fasilitas adalah meliputi aktivitas untuk menopang
proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan
fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk namun banyak
sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran

7
produk yang diproduksi. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya :
manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan,
penerangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta
depresiasi pabrik.

Pada aktifitas unit level, batch level, product level merupakan


aktivitas yang berhubungan dengan produk karena aktivitas dapat dipecahkan
berdasarkan rasio konsumsi.
Aktivitas rasio konsumsi juga menggunakan cost driver yang sama untuk
pengalokasian biaya jadi seluruh aktivitas dalam setiap kelompok yang
memiliki cost driver yang sama dikelompokkkan dalam sebuah kelompok.
Tujuan utama dilakukannya klasifikasi biaya adalah untuk
membentuk homogeneous cost pool sehingga aktivitas dapat dibebankan
kepada produk jika telah terbentuk dapat dihitung dengan cara
menjumlahkan seluruh biaya untuk setiap aktivitas yang tergabung dalam
bagian (pool) tersebut kemudian dibebankan kepada produk dengan
menggunakan cost driver yang dipilih secara cermat.
Untuk aktifitas tingkat Fasilitas dan biaya merupakan aktivitas dan
biaya yang dinikmati oleh seluruh produk yang dihasilkan biaya ini
diberlakukan sebagai biaya periodic dan merupakan biaya tetap yaitu biaya
yang tidak disebabkan oleh berbagai macam cost driver seperti 3 kelompok
aktivitas lainnya.
F. Tahapan Penerapan Activity Based Costing (ABC)
Tahap Pertama
1. Biaya overhead pabrik dibebankan pada aktivitas-aktivitas yang sesuai.
2. Biaya-biaya aktivitas tersebut dikelompokkan dalam beberapa cost pool
yang homogeny
Cost Pool adalah kelompok biaya yang disebabkan oleh aktivitas
yang bersama dengan satu dasar pembebanan (cost driver). Cost pool
berisi aktivitas yang biayanya memiliki korelasi positif antara cost driver
dengan biaya aktivitas. Tiap-tiap cost pool menampung biaya-biaya dari

8
transaksi-transaksi yang homogen. Semakin tinggi tingkat kesamaan
aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan, semakin sedikit cost pool
yang dibutuhkan untuk membebankan biaya-biaya tersebut. Sistem biaya
yang menggunakan beberapa cost pool akan lebih menjelaskan hubungan
sebab-akibat antara biaya yang timbul dengan produk yang dihasilkan.
Cost pool berguna untuk menentukan cost pool rate yang
merupakan tarif biaya overhead pabrik per unit cost driver yang dihitung
untuk setiap kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus
total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar
pengukuran aktivitas kelompok tersebut.
3. Menentukan tarif untuk masing-masing kelompok (cost pool).
Tarif dihitung dengan cara membagi jumlah semua biaya didalam
cost pool dengna suatu ukuran aktivitas yang dilakukan. Tarif pool ini juga
berarti biaya per unit pemacu biaya (cost driver). Cost driver atau pemicu
biaya digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada output yang
secara struktural berbeda dengan yang digunakan dalam sistem biaya
konvensional. Atau faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi
overhead. Cost driver merupakan dasar yang digunakan untuk
membebankan biaya yang terkumpul pada cost pool kepada produk.
Tahap Kedua

Biaya-biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi


atau permintaan aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi pada tahap ini
biaya-biaya tiap pool aktivitas ditelusur ke produk dengan menggunaan tarif
pool dan ukuran besarnya sumber daya yang dikonsumsi oleh tiap produk.
Ukuran besarnya sumber daya tersebut adalah penyederhanaan dari kuantitas
pemacu biaya dikonsumsi oleh tiap produk. etiap permintaan produk untuk
sumber daya kelompok diukur dan biaya-biaya dibebankan kepada produk
dengan menggunakan permintaan ini dan tarif kelompok yang mewakili.
Konsep ABC System, bahwa biaya produk ditimbulkan oleh aktivitas,
baik aktivitas yang berkaitan dengan volume produk maupun aktivitas yang

9
tidak berkaitan dengan volume produk. BOP merupakan biaya yang akan
diatribusikan kepada produk berdasarkan pemicu biaya (cost drivers), bukan
berdasarkan volume produk.
Alokasi biaya overhead = Tarif kelompok x Dasar pembebanan
yang dikonsumsi. Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost
driver bila dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi
biaya tradisional. Sebelum sampai pada prosedure pembebanan dua tahap
dalam Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:
1. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost
Driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-
biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat
aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitas aktivitas
selanjutnya. Ada dua jenis cost driver, yaitu:
Cost Driver berdasarkan unit, Cost Driver berdasarkan unit
membebankan biaya overhead pada produk melalui
penggunaan tarif overhead tunggal oleh seluruh departemen.
Cost Driver berdasarkan non unit, Cost Driver berdasarkan non
unit merupakan factor-faktor penyebab selain unit yang
menjelaskn konsumsi overhead. Contoh cost driver berdasarkan
unit pada perusahaan jasa adalah luas lantai, jumlah pasien,
jumlah kamar yang tersedia.
2. Rasio konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang
dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah
aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah
keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
3. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya
dari overhead yang variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu
pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok biaya
yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead secara logis harus
berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua
produk.

10
G. Studi Kasus
Untuk menganalisis selanjutnya, dibawah ini akan diuraikan data-data
yang telah dikumpulkan dalam perhitungan biaya produksi pada PT. Martina
Berto pada tahun 2007 untuk memproduksi jenis produk bedak padat. Data
tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Produksi dan Jam Kerja Mesin Bedak Padat

PT. Martina Berto


Tahun 2007
Jenis Produk Jumlah Produksi (Unit) Jam Kerja Mesin (Jam)
Bedak Padat Type I 718.298 1.452.270
Bedak Padat Type II 811.081 1.460.787
Bedak Padat Type III 486.004 579.125
Bedak Padat Type IV 1.743.216 2.941.180
TOTAL 3.758.599 6.433.362
Sumber : PT. Martina Berto
Tabel 2. Biaya Bahan Baku

PT. Martina Berto


Tahun 2007
Jenis Produk Jumlah Biaya (Rp)
Bedak Padat Type I 4.927.639.208,00
Bedak Padat Type II 5.564.526.642,00
Bedak Padat Type III 3.334.419.984,00
Bedak Padat Type IV 11.960.100.384,00
TOTAL 25.786.686.218,00
Sumber : PT. Martina Berto
Tabel 3. Biaya Tenaga Kerja Langsung
PT. Martina Berto
Tahun 2007
Jenis Produk Jumlah Biaya (Rp)

11
Bedak Padat Type I 284.532.204,00
Bedak Padat Type II 321.447.622,00
Bedak Padat Type III 192.622.826,00
Bedak Padat Type IV 690.958.526,00
TOTAL 1.489.561.178,00
Sumber : PT. Martina Berto
Tabel 4. Biaya Overhead Pabrik Bedak Padat
PT. Martina Berto
Tahun 2007
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
Biaya Bahan Penolong 697.006.992,00
Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung 4.912.060.102,00
Biaya Utility (Listrik, Air, dan Bahan Bakar) 1.480.786.167,00
Biaya Telepon 100.919.822,00
Biaya Penyusutan Peralatan 521.576.274,00
Biaya Penyusutan Mesin 269.748.308,00
Biaya Penyusutan Gedung 680.973.002,00
Biaya Penyusutan Kendaraan 69.795.017,00
Biaya Riset dan Pengembangan 26.408.925,00
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Pabrik 598.916.698,00
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Kendaraan 11.189.444,00
Biaya Asuransi Pabrik 62.249.610,00
TOTAL 9.431.630.361,00
Sumber : PT. Martina Berto

Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Berdasarkan Sistem


Activity Based Costing (ABC) Tahap Pertama

a. Penggolongan berbagai aktivitas dan pengasosiasian berbagai biaya dengan


berbagai aktivitas

12
Tabel 9. Pengidentifikasian Biaya Overhead Pabrik ke dalam Kategori
Aktivitas
Biaya Overhead Pabrik Kategori Aktivitas
- Biaya Bahan Penolong Unit Level
- Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Unit Level
- Biaya Utility (Listrik, Air, dan Bahan Bakar) Unit Level
- Biaya Telepon Unit Level
- Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Pabrik Batch Level
- Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Kendaraan Batch Level
- Biaya Riset dan Pengembangan Product Level
- Biaya Penyusutan Peralatan Facility Level
- Biaya Penyusutan Mesin Facility Level
- Biaya Penyusutan Gedung Facility Level
- Biaya Penyusutan Kendaraan Facility Level
- Biaya Asuransi Pabrik Facility Level

b. Penentuan kelompok biaya yang homogen


Tabel 10. Aktivitas Biaya Produksi

Cost Pool Jenis Biaya Overhead Pabrik Cost Driver


I Biaya Bahan Penolong Jumlah Produksi
Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Jumlah Produksi
Biaya Penyusutan Kendaraan Jumlah Produksi
Biaya Riset dan Pengembangan Jumlah Produksi
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Pabrik Jumlah Produksi
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Kendaraan Jumlah Produksi
II Biaya Utility (Listrik, Air, dan Bahan Bakar) Jam Kerja Mesin
Biaya Telepon Jam Kerja Mesin
Biaya Penyusutan Peralatan Jam Kerja Mesin

13
Biaya Penyusutan Mesin Jam Kerja Mesin
III Biaya Penyusutan Gedung Luas Persegi
Biaya Asuransi Pabrik Luas Persegi

Tabel 11. Alokasi Perhitungan Sistem Activity Based Costing (ABC)


Tahun 2007
Bedak
Keterangan Padat Bedak Padat Bedak Padat Bedak Padat Total
Type I Type II Type III Type IV
Jumlah Produksi
(Unit) 718.298 811.081 486.004 1.743.216 3.758.599
Jam Kerja Mesin
(Jam) 1.452.270 1.460.787 579.125 2.941.180 6.433.362
Luas Persegi
(m2) 10.245 10.245 10.245 10.245 40.980
Sumber : PT. Martina Berto

c. Penentuan tarif kelompok


Tabel 12. Tarif Kelompok Biaya Overhead Pabrik dengan Sistem Activity
Based Costing (ABC)
Cost Pool 1
Biaya Bahan Penolong (Rp) 697.006.992,00
Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung (Rp) 4.912.060.102,00
Biaya Penyusutan Kendaraan (Rp) 69.795.017,00
Biaya Riset dan Pengembangan (Rp) 26.408.925,00
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Pabrik (Rp) 598.916.698,00
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Kendaraan (Rp) 11.189.444,00
Total Biaya (Rp) 6.315.377.178,00
Jumlah Produksi (Unit) 3.758.599
Tarif Biaya Overhead Pabrik Cost Pool I (Rp) 1.680,25

14
Dari perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) dengan sistem Tradisional
(Konvensional), dengan pengalokasian Biaya Overhead Pabrik atas jam kerja
mesin di dapat Harga Pokok Produksi.
Cost Pool II
Biaya Utility (Listrik, Air, dan Bahan Bakar) (Rp) 1.480.786.167,00
Biaya Telepon (Rp) 100.919.822,00
Biaya Penyusutan Peralatan (Rp) 521.576.274,00
Biaya Penyusutan Mesin (Rp) 269.748.308,00
Total Biaya (Rp) 2.373.030.571,00
Jam Kerja Mesin (Jam) 6.433.362
Tarif Biaya Overhead Pabrik Cost Pool II (Rp) 368,86
Cost Pool III
Biaya Penyusutan Gedung (Rp) 680.973.002,00
Biaya Asuransi Pabrik (Rp) 62.249.610,00
Total Biaya (Rp) 743.222.612,00
Luas Persegi (m2) 40.980
Tarif Biaya Overhead Pabrik Cost Pool III (Rp) 18.136,23

Tahap Kedua
Tabel 13. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC)
Bedak Padat Type I

Biaya Bahan Baku (Rp) 4.927.639.208,00


Biaya Tenaga Kerja Langsung (Rp) 284.532.204,00
Biaya Overhead Pabrik :
Cost Pool I
Rp 1.680,25 x 718.298 Unit 1.206.920.214,0

15
Cost Pool II
Rp 368,86 x 1.452.270 Jam 535.684.312,20
Cost Pool III
Rp 18.136,23 x 10.245 m2 185.805.676,35
Total Biaya Overhead Pabrik
(Rp) 1.928.410.203,05
Total Biaya Produksi (Rp) 7.140.581.615,05
Jumlah Produk yang Diproduksi (Unit) 718.298
Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit (Rp) 9.940,97

Tabel 14. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC) Bedak Padat Type II

Biaya Bahan Baku (Rp) 5.564.526.642,00


Biaya Tenaga Kerja Langsung (Rp) 321.447.622,00
Biaya Overhead Pabrik :
Cost Pool I
Rp 1.680,25 x 811.081 Unit 1.362.818.850,5
Cost Pool II
Rp 368,86 x 1.460.787 Jam 538.825.892,82
Cost Pool III
Rp 18.136,23 x 10.245 m2 185.805.676,35
Total Biaya Overhead Pabrik
(Rp) 2.087.450.419,42
Total Biaya Produksi (Rp) 7.973.424.683,42
Jumlah Produk yang Diproduksi (Unit) 811.081
Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit (Rp) 9.830,61

Tabel 15. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC)

16
Bedak Padat Type III
Biaya Bahan Baku (Rp) 3.334.419.984,00
Biaya Tenaga Kerja Langsung (Rp) 192.622.826,00
Biaya Overhead Pabrik :
Cost Pool I
Rp 1.680,25 x 486.004 Unit 8 16.608.221,00
Cost Pool II
Rp 368,86 x 579.125 Jam 213.616.047,50
Cost Pool III
Rp 18.136,23 x 10.245 m2 185.805.676,35
Total Biaya Overhead Pabrik (Rp) 1.216.029.944,85
Total Biaya Produksi (Rp) 4.743.072.754,85
Jumlah Produk yang Diproduksi (unit) 486.004
Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit (Rp) 9.759,33

Tabel 16. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC)
Bedak Padat Type IV

Biaya Bahan Baku (Rp) 11.960.100.384,00


Biaya Tenaga Kerja Langsung (Rp) 690.958.526,00
Biaya Overhead Pabrik :
Cost Pool I
Rp 1.680,25 x 1.743.216 Unit 2.929.038.6840
Cost Pool II
Rp 368,86 x 2.941.180 Jam 1.084.883.6540
Cost Pool III
Rp 18.136,23 x 10.245 m2 185.805.676,35
Total Biaya Overhead Pabrik (Rp) 4.199.728.015,15

17
Total Biaya Produksi (Rp) 16.850.786.9256,15
Jumlah Produk yang Diproduksi (Unit) 1.743.216
Harga Pokok Produksi (HPP) Per Unit (Rp) 9.666,49

Dari perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) per unit dengan Sistem
Activity Based Costing (ABC) untuk Bedak Padat Type I adalah Rp 9.940,97;
Bedak Padat Type II adalah Rp 9.830,61; Bedak Padat Type III adalah Rp 9.759,3
3; Bedak Padat Type IV adalah Rp 9.666,49.

Tabel 17. Perhitungan Biaya Overhead Pabrik dengan Sistem Activity Based
Costing (ABC) Per Produk Per Unit

Keterangan Bedak Padat Bedak Padat Bedak Padat Bedak Padat


Type I Type II Type III Type IV
Total Biaya
Overhead
Pabrik (Rp) 1.928.410.203,05 2.087.450.419,2 1.216.029.944,85 4.199.728.015,15
Jumlah
Produksi
(Unit) 718.298 811.081 486.004 1.743.216
Biaya
Overhead
Pabrik Per
Unit
(Rp) 2.684,69 2.573,66 2.502,10 2.409,18

Dari perhitungan diatas dapat diketahui Biaya Overhead Pabrik per unit
untuk Bedak Padat Type I sebesar Rp 2.684,69; Bedak Padat Type II sebesar Rp
2.573,66; Bedak Padat Type III sebesar Rp 2.501,10; dan Bedak Padat Type IV
sebesar Rp 2.409,18.

18
Terjadinya perbedaan pengalokasian Biaya Overhead Pabrik dan
perbedaan Harga Pokok Produksi (HPP), karena Activity Based Costing (ABC)
menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan seberapa
besar setiap overhead tidak langsung dari setiap produk bedak padat
mengkonsumsikan.
Sistem Activity Based Costing (ABC) menghasilkan perhitungan biaya
produksi yang lebih akurat dibandingkan sistem Tradisional (Konvensional).
Tingkat akurasi ini sangat penting bagi perusahaan dalam menetapkan keputusan
yang berkaitan dengan manajemen perusahaan, misalnya dalam penetapan Harga
Jual. Sehingga dapat digunakan untuk menghadapi persaingan yang semakin
kompetitif.

Keberhasilan Sistem Activity Based Costing (ABC) dalam Memperbaiki


Kelemahan Sistem Tradisional (Konvensional)

Apabila PT. Martina Berto ingin mencoba alternatif penerapan sistem


Activity Based Costing (ABC), maka ada tiga petunjuk yang perlu
diperhatikan, yaitu:

1. Usahakan sistem sesederhana mungkin dan mudah dimengerti. Sistem


tersebut harus merefleksi bagaimana perusahaan menyebabkan biaya
terjadi.
2. Setiap perusahaan adalah berbeda. Sifat biaya secara luas berbeda dari
suatu perusahaan keperusahaan lain. Hal ini berguna dalam pemilihan
Cost Driver.
3. Memahami tujuan apa yang manajemen inginkan adalah sistem biaya
mendukungnya. Manajemen perusahaan mempunyai banyak keputusan yang
dibuat sehubungan dengan desain sistem.
Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, seperti yang
dilakukan sistem Activity Based Costing (ABC) pada kasus perhitungan Harga
Pokok Produksi (HPP) dimuka, maka pihak manajemen PT. Martina Berto dapat
melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan

19
untuk mencapai impas (break event) atas produk-produk yang dihasilkan. Selain
itu manajemen PT. Martina Berto juga dapat merekayasa kembali proses
manufacturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih efisien dan lebih
tinggi.

Grafik Perbandingan HPP dan BOP

Rp12,000.00

Rp10,000.00

Rp8,000.00

Rp6,000.00 HPP
BOP
Rp4,000.00

Rp2,000.00

Rp-
Bedak Padat Bedak Padat Bedak Padat Bedak Padat
Type 1 Type 2 Type 3 Type 4

Kesimpulan:

Dilihat dari grafik diatas bahwa lebih efisien dari hasil perhitungan BOP
dikarenakan harga jualnya lebih rendah daripada HPP yaitu senilai Bedak Padat
Type 1 Rp 2.684,69 , Bedak Padat Type 2 Rp 2.573,66 , Bedak Padat Type 3 Rp
2.501,10 , dan Bedak Padat Type 4 Rp 2.409,18 . Sehingga dapat menarik
konsumen untuk membeli Bedak Padat yang ditawarkan oleh perusahaan.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Activity Based Costing System (ABC System) adalah suatu sistem biaya
yang mengumpulkan biaya-biaya ke dalam aktivitas-aktivitas yang terjadi
dalam perusahaan lalu membebankan biaya atau aktivitas tersebut kepada
produk atau jasa, dan melaporkan biaya aktivitas dan produk atau jasa tersebut
pada manajemen agar selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan,
pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan. (Charles T. Hongren,
Sundem, & Stratton, 1996 : 502).
Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya-biaya dibebankan
kepada aktivitas, aktivitas yang berkaitan digabungkan menjadi satu kelompok,
kelompok biaya sejenis dibentuk, dan tarif kelompok dihitung. Pada tahap
kedua, setiap permintaan produk untuk sumber daya kelompok diukur dan
biaya-biaya dibebankan kepada produk dengan menggunakan permintaan ini
dan tarif kelompok yang mewakili. Namun, untuk menghindari kerancuan pada
konsep dasar, kita menghindari setiap pembahasan detail dari beberapa langkah
prosedur tahap pertama.
Manfaat Activity Based Costing (ABC) adalah Improved Decision,
Continuous Improvement Activities to Reduce Overhead Costs, Ease of
Determining Relevant Cost.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. AkuntansiManajemen, Edisi 1. Yogyakarta : BPFE. 2005.


Armila KrisnaWarindrani. AkuntansiManajemen. Yogyakarta : Graha Ilmu.
2006
AminWidjaja Tunggal. Activity-Based Costing : untukManufakturing dan
Pemasaran, Edisi Revisi. Jakarta : Harvarindo. 2003.
https://akuntansiterapan.com/2014/02/17/activity-based-costing/
http://gakmesti.wordpress.com
https://brankaseverest.wordpress.com/artikel/activity-based-costing/

22

You might also like