Professional Documents
Culture Documents
Biopelet Bima
Biopelet Bima
Menurut Giampietro dan Mayumi (2009) dalam buku The Biofuel Delusion,
pengembangan energi biofuel dengan skala besar akan sulit menuai kesuksesan di
negara-negara berkembang. Dari pernyataan tersebut, maka selain pengembangan
pelet kayu skala besar untuk pemenuhan energi listrik, perlu juga dikembangkan pelet
kayu sebagai sumber energi dalam lingkup rumah tangga, seperti untuk keperluan
memasak.
Mewujudkan pelet kayu sebagai sumber energi rumah tangga boleh jadi akan
lebih mudah dalam proses adopsi dan adaptasinya. Seperti diketahui, masyarakat
Indonesia telah lama akrab dengan penggunaan kayu bakar untuk memasak. Banyak
pendapat dari masyarakat tradisional bahwa memasak dengan kayu bakar selain
hemat dan tersedia di lingkungannya, juga memberi cita rasa yang khas pada
masakannya. Meskipun terdapat efek negatif berupa asap yang mengepul, namun hal
ini tidak akan ditemui pada pelet kayu karena tingkat abunya yang rendah jika
dikonversi dengan teknologi yang tepat.
Melihat data tersebut, pengenalan pelet kayu sebagai sumber energi rumah
tangga haruslah memperhatikan karakteristik masyarakat dalam menggunakan kayu
bakar selama ini. Pelet kayu harus didistribusikan secara efisien sehingga harga pada
tingkat masyarakat masih dalam jangkauan.
Selain itu, proses adopsi dan adaptasi tersebut harus dilakukan dengan
pendekatan teknologi dimana perlu diciptakan tungku sederhana yang dapat
digunakan dengan mudah oleh masyarakat.
Gambar 2. Kompor gasifikasi dan nyala apinya yang dikembangkan oleh Universitas Janabadra
Yogyakarta (adopsi dari Kompor Belonio)
Gambar 3. Kompor Belonio dengan Dua Tungku yang Bersih dan Praktis
Salah satu desain kompor gasifikasi biomassa adalah tungku/kompor Belonio. Kompor
ini merupakan dari hasil rancangan Alexis Belonio, seorang Profesor di Central Philippine
University yang menerima penghargaan Rolex Award atas usahanya menemukan dan
mempromosikan teknologi kompor sekam padi. Kompor ini dapat menggunakan sekam padi
sebagai bahan bakarnya. Kompor ini terdiri dari beberapa bagian yaitu burner, reaktor gasifikasi,
penampung abu, dan blower/kipas. Fungsi blower untuk mensuplai udara ke dalam reaktor.
Proses gasifikasi terjadi di dalam reaktor, kemudian gas yang dihasilkan dibakar di burner. Pada
bagian ini terdapat lubang-lubang udara sebagai suplai tambahan untuk proses pembakaran.
Karena tidak semua sekam terbakar, artinya ada abu yang tersisa, maka pada bagian bawah
diberi penampung abu. Lamanya kompor ini berkerja tergantung dari ukuran reaktor sebagai
wadah bahan bakarnya.
Hasil pembakaran dengan kompor ini relatif bersih dan apinya berwarna biru. Hasil
pengujian menggunakan bahan bakar lain seperti kayu, briket dan arang kayu juga memberikan
hasil yang sama baiknya. Pelet kayu juga tentunya akan menghasilkan pembakaran yang lebih
baik karena mempunyai karekteristik yang lebih baik dari sekam padi maupun kayu bakar yaitu
bentuknya yang seragam dan kadar air yang rendah memudahkan aliran mekanis dalam proses
gasifikasi.
Tungku-tungku seperti Tungku Belonio tersebut sudah saatnya diperkenalkan dan
dikembangkan di masyarakat. Selain ramah lingkungan, sentuhan teknologi pada tungku tersebut
akan lebih mudah diterima oleh masyarakat menengah ke atas karena relatif bersih dan praktis
dalam penggunannya seperti penggunaan kompor gas. Masyarakat kelas menengah ke atas pun
cukup sensitif dengan faktor kebersihan dan kesehatan. Sehingga unsur teknologi dan
pengenalan yang masif kepada masyarakat sangat diperlukan dalam pengembangan sumber
energi pelet kayu. Tungku belonio dan distribusi pelet kayu dengan kemasan kantong plastik
yang rapi dan menarik menjadi solusi agar pelet kayu dapat diterima oleh masyarakat. Jika
proses adopsi dan adaptasi penggunaan pelet kayu sebagai sumber energi rumah tangga ini
berjalan dengan baik, maka penggunaan minyak tanah dan gas yang saat ini mendominasi
kebutuhan rumah tangga akan disubstitusi oleh pelet kayu yang lebih ramah lingkungan dan
membantu meningkatkan ketahanan energi Indonesia.
Secara umum, terkait dengan besarnya potensi pengembangan energi biomassa
di Indonesia, maka dalam proses pengembangannya perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Pasar yang kompetitif perlu diciptakan sehingga sumber energi biomassa memiliki ruang
untuk berkembang dan diterima oleh masyarakat
2. Pengembangan sumber energi biomassa harus diintegrasikan dengan kebijakan terkait dari
sektor energi, lingkungan, pertanian, dan kehutanan, sehingga terjadi insentif yang
merangsang pertumbuhan dari semua sektor yang diintegrasikan.
3. Kebijakan yang dibuat harus berjangka panjang untuk merangsang investasi
4. Pengembangan energi dari biomassa perlu didukung teknologi konversi yang efektif,
efisien, dan ramah lingkungan.
5. Pengembangan kompor gasifikasi secara masif perlu dilakukan untuk meningkatkan
penerimaan masyarakat terhadap sumber energi biomassa pada lingkup rumah tangga.
Untuk itu, pengembangan energi dari biomassa yang berkesinambungan secara ekonomi,
lingkungan dan sosial, harus pula memperhatikan beberapa kriteria berikut:
1. Biomassa yang digunakan harus berasal dari sumber yang dapat diperbaharui yang
dikelola dengan manajemen yang berkelanjutan.
2. Biaya-biaya proses harus dijaga rendah untuk memastikan efisiensi ekonomi.
3. Bahan input lain yang dipergunakan dalam rantai teknologi konversi yang berasal dari
sumber yang tidak dapat diperbaharui harus tetap rendah untuk menekan tingkat emisinya
dan dengan tetap menggunakan teknologi konversi terbaik.
4. Rancangan pengembangan bioenergi harus bermanfaat bagi pembangunan masyarakat
secara luas.
Untuk mendapatkan suplai jumlah besar dan kontinyu serbuk gergaji dari
limbah-limbah gergajian tidak bisa diandalkan.Untuk itulah sebagian produser
pellet menggunakan batang kayu sebagai bahan bakunya. Kondisi ini kurang
disukai karena nilai investasi dan biaya operasionalnya. Kondisinya akan semakin
kompleks jika produsen akan memproduksi A1 Class Pellet. Hal ini karena perlu
pengelupasan kulit (debarking) ditambahkan diproses tersebut. Kulit kayu (bark)
tersebut selanjutnya bisa digunakan untuk bahan baku di tungku dengan gas dari
pembakarannya digunakan untuk media pemanas diproses pengeringan. Tetapi
apabila kulit kayu (bark) akan digunakan sebagai bahan baku pellet maka akan
dihasilkan pellet dengan kadar abu tinggi.
Kayu kaliandra dari jenis tanaman trubusan atau SRC (short rotation
copicces) memiliki kadar abu sekitar 2% dan masuk dalam A2 Class Pellet. Kayu
kaliandra dengan menggunakan batang kayunya sebagai bahan bakunya perlu
dikecilkan ukurannya dan dikeringkan sebelum pemelletan. Secara dimensi kayu
kalliandra berdiameter kurang dari 10 cm sehingga investasi dan biaya operasional
pada persiapan bahan baku tidak terlalu besar.
Chipping Coarse Grinding
Jika biomasa berkayu sebagai bahan baku yang digunakan beranekaragam ukurannya maka alat
pertama yang digunakan dalam process line wood pellet adalah chipper. Chipper digunakan untuk
tahap awal untuk penghancuran kasar dengan ukuran chip sekitar 1-3 cm. Saat ini di pasaran
tersedia sejumlah tipe chipper yakni: drum chipper, disc chipper, screw chipper, dan wheel
chipper. Drum chipper paling banyak digunakan karena ketahanan dan kehandalan. Drum chipper
besar bahkan dapat menghancurkan batang kayu hingga ukuran diameter 1 m. Dalam drum chipper
bahan dihancurkan dengan pisau-pisau yang dipasang melintang pada drum yang berputar secara
horizontal
Ukuran partikel bahan baku yang dihasilkan dari chipper kurang kecil untuk produksi pellet.
Sehingga penghancuran tahap selanjutnya dilakukan untuk mendapatkan ukuran partikel yang
sesuai untuk produksi pellet.Semakin kecil ukuran partikel maka ongkos produksi untuk
penghancuran material tersebut semakin mahal. Sebagai contoh untuk produksi pellet dengan
diameter 6 mm maka ukuran partikel bahan baku harus dibawah 4 mm.
Hal itulah mengapa pada umumnya hammer mill dipasang setelah pengering. Percobaan yang
dilakukan Mani et al, pengecilan batang kayu dengan hammer mill ukuran menjadi ukuran 3,2 mm
mengkonsumsi listrik 25-30 kWh/t sedangkan untuk ukuran 1,6 mm mengkonsumsi listrik 55-60
kwh/ton.
Alat ini terdiri dari pisau sebagai chipper dan serangkaian hammer sebagai hammer mill. Alat ini
mampu menghasilkan serbuk kayu seukuran serbuk gergaji dengan mengumpankan biomasa kayu
ke dalamnya atau hanya sekali proses. Hal ini karena chipper dan hammer mill telah menjadi satu
kesatuan. Kekurangan alat ini hanya mampu menghancurkan batang kayu dengan ukuran relative
kecil dengan maksimal diameter 10 cm.
Batang kayu kaliandra dari kebun energi setelah cukup kering bisa langsung diumpankan ke karena
ukuran diameter batang kayu kaliandra wood crusher untuk mendapatkan ukuran partikel sesuai
untuk bahan baku pellet. Hal ini yang digunakan hanya kecil yakni kurang dari 10 cm. Supaya
serbuk kayu yang dihasilkan tidak berhamburan sehingga menjadi polusi dan sulit handling-nya
maka pada umumnya cyclone ditambahkan untuk menangkap serbuk kayu yang dihasilkan.
Drying
Pemadatan atau densifikasi biomasa yang efisien sangat tergantung dari ukuran partikel bahan
bakunya, seperti halnya kadar air dalam bahan baku tersebut. Dryer atau pengering digunakan
untuk menyetel kadar air sampai tingkat yang diinginkan. Dryer dikelompokkan menjadi dua,
yakni : pengeringan alami dan pengeringan buatan. Tentu pengering alami adalah yang paling
mudah dan murah. Tetapi sejumlah percobaan membuktikan bahwa kadar air optimum untuk skala
industri tidak bisa dicapai dengan pengering alami ini. Sehingga pengering buatan-lah yang bisa
diandalkan. Saat ini ada beberapa dryer dipasaran, yakni :tube bundle dryer, drum/rotary dryer,
belt dryer, low temperature dryer, superheated steam dryer dan fluidized bed dryer. Drum/rotary
dryer-lah yang paling umum digunakan untuk industri wood pellet.
Proses pemanasan drum/rotary dryer dapat secara langsung (directly) atau tidak langsung
(Indirectly). Pada pemanasan langsung yakni menggunakan flue gas dengan suhu berkisar 350-
600 C yang dihasilkan dari tungku sebagai sumber panasnya. Sedangkan pada drum/rotary dryer
dengan pemanasan tidak langsung (indirect rotary dryer) proses pemanasan menggunakan alat
penukar panas (heat exchanger) untuk mengeringkan bahan baku. Indirect rotary dryer lebih aman
tetapi juga lebih mahal sehingga hampir semua pabrik pellet menggunakan direct rotary dryer
dengan dilengkapi sejumlah alat safety seperluanya.
Untuk menghasilkan gas panas, tungku digunakan. Berbagai bahan bakar bisa digunakan untuk
menjalankan tungku tersebut : seperti LPG, BBM, limbah biomasa dan sebagainya. Limbah
biomasa adalah pilihan sebagian besar pabrik pellet karena paling ekonomis. Drum dryer
berbentuk silindris dengan sejumlah sirip (flight) pada bagian dalam untuk membantu pengeringan
secara homogen dan mentransport bahan didalamnya. Cyclone umumnya dipasang pada bagian
akhir rotary dryer untuk memisahkan bahan yang kering dengan aliran udara panas.
Sewaktu proses pengeringan dalam pengering sejumlah senyawa organik diemisikan ke atmosfer.
Senyawa organik tersebut dikelompokkan menjadi dua, yakni volatile organic compound (VOC)
dan condensable compound.Selain itu juga terdapat particulate emission.Ada sejumlah peralatan
untuk menurunkan emisi tersebut.
Hal tersebut tergantung dari kriteria emisi gas yang diberlakukan dan peraturan lingkungan daerah
yang bersangkutan, yang sangat bervariasi dari berbagai wilayah.Particulate emission pada
umumnya bisa diatasi secara efisien dengan cyclone atau bag filter.
Proses conditioner yakni menambahkan kukus kering (superheated steam) sering dilakukan pada
pabrik skala besar. Proses ini umumnya akan menaikkan kadar air dari bahan baku hingga 2%,
yang nantinya juga akan dipisahkan lagi sewaktu di cooler. Selain meningkatkan kualitas dan
kuantias pellet yang dihasilkan, conditioning juga meningkatkan keawetan dari ring die dan roller
pada pelletiser. Proses produksi pellet dari kayu kaliandra dengan kapasitas 1 ton/jam yang
dilakukan di Bangklan, tidak melakukan conditioning, karena akan meningkatkan investasi biaya
peralatan dan biaya produksi.
2. Pemelletan
Pellet yang dihasilkan selanjutnya meninggalkan pelletiser dengan panjang tak terbatas, untuk
itulah pisau khusus ditambahkan untuk memotong pellet tersebut pada panjang yang dikehendaki
(biasanya kurang dari 40 mm). Pelletiser dibedakan berdasarkan : press ratio, jumlah lubang die
(channels) dan area bagian alam dari channels. Press ratio adalah rasio antara diameter dan panjang
lubang dan ini sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan. Pada biomasa kayu seperti
kaliandra berkisar antara 1:3 hingga 1:5. Dan tekanan yang digunakan berkisar 3-5 Mpa/s.
Tumpukan pellet terbuka akan cenderung menyerap air yang menyebabkan pellet menjadi rapuh
dan mengundang aktivitas mikrobia. Mikrobia tersebut mengeluarkan emisi CO, CO2 dan
meningkatkan suhu pellet tersebut.
Seandainya ada percikan api membuat mudah terbakar, selain itu emisi CO khususnya
membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan manusia.Pastikan Sehingga handling pellet perlu
dilakukan dengan cermat.
Untuk pemasaran pellet harus dikemas dengan kapasitas tertentu. Pellet bisa dikemas kemasan
kecil (10-25 kg) atau dengan jumbo bag (500-1000 kg). Industri pellet selanjutnya menyimpan
pellet tersebut untuk sementara sebelum dipasarkan. Karena pellet sangat higroskopis dan mudah
hancur karena terkena air maka perlu diproteksi dengan baik, yakni dengan memberi alas seperti
pallet kayu pada tumpukan pellet. Sedangkan pada produksi wood pellet skala besar, wood pellet
tidak dikemas tetapi berupa curah (bulk) dimasukkan dalam vessel kapal
Bagaimana Tidak?
Energi Yang
: Listrik / Solar.
Digunakan
Dimensi : 600 mm x 300 mm x 800 mm.
Penggerak : Motor Listrik / Motor Diesel.
Tegangan Listrik : 220 V ( Motor Listrik ).
Frekuensi Listrik : 50 Hz / 60 Hz ( Motor Listrik ).
Daya ( Power ) : 1 HP ( Motor Listrik ) / 5,5 PK ( Motor Diesel ).
Kapasitas : 30 Kg 50 Kg / Jam.
Bahan Cetakan : Steel Alloy.
Tipe Saringan : Mesh 60 / Mesh 80.
Rangka : Besi Siku 40 mm / 40 mm.
2. Mesin Penepung FFC 23
Energi Yang
: Listrik / Solar.
Digunakan
Dimensi : 700 mm x 450 mm x 1000 mm.
Penggerak : Motor Listrik / Motor Diesel.
Tegangan Listrik : 220 V ( Motor Listrik ).
Frekuensi Listrik : 50 Hz / 60 Hz ( Motor Listrik ).
Daya ( Power ) : 2 HP ( Motor Listrik ) / 8 PK ( Motor Diesel ).
Kapasitas : 100 Kg 200 Kg / Jam.
Material Cetakan : Steel Alloy.
Tipe Saringan : Mesh 60 / Mesh 80.
Rangka : Besi Siku 40 mm / 40 mm.