You are on page 1of 6

Cholelithiasis

Definisi

Cholelithiasis merupakan penyakit hepatobilier yang kronis dan rekuren, disebabkan


karena gangguan metabolism kolesterol, bilirubin dan asam empedu, dengan karakteristik
pembentukan batu pada duktus hepatikus, duktus biliaris comunis, atau kandung empedu.

Anatomi

Epidemiologi

Batu kandung empedu lebih sering terjadi di negara bagian barat. Pembentukan batu
kandung empedu meningkat setelah usia 50 tahun. Di amerika, NHANES III mengungkapkan
prevalensi batu kandung empedu sebesar 7.9% pada laki-laki dan 16.6% pada perempuan.
Prevalensi tertinggi pada Mexican American, kemudian ras kulit putih non Hispanic, dan
terendah pada African americans.

Manifestasi klinis

Batu kandung empedu biasanya menyebabkan gejala dengan membuat inflamasi atau
obstruksi dengan migrasi ke common bile duct (CBD). Gejala yang spesifik dan merupakan
karakteristik dari batu kandung empedu merupakan biliary colic pain yang terjadi konstan dan
jangka panjang. Obstruksi dari CBD oleh batu dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal dan distensi yang tidak menghilang dengan kontraksi kantung empedu berulang
kali. Nyeri visceral dengan karakteristik nyeri berat, konstan atau perasaan penuh di daerah
epigastrium atau perut kanan atas dan menjalar ke area interscapula, scapula kanan, atau bahu.
Kolik bilier bisa terjadi tiba-tiba dan bertahan dengan intensitas berat selama 30 menit
sampai 5 jam. Satu episode dari kolik bilier yang bertahan lebih dari 5 jam meningkatankan
kecurigaan pada akut kolesistitis. Nyeri bilier biasanya diserat dengan mual dan muntah.
Peningkatan serum bilirubin dan atau alkaline fosfatase menunujukkan batu di CBD. Gejala
demam dan menggigil biasanya menunjukkan komplikasi seperti kolesistitis, pankreatitis atau
kolangitis. Faktor predisposisi dari kolik bilier adalah mengonsumsi makanan berlemak,
mengonsumsi makanan dalam porsi besar setelah lama berada dalam keadaan puasa, dan
biasanya terjadi pada malam hari.

Faktor resiko

a. Faktor genetic atau demografi. Prevalensi tertinggi terdapat di amerika utara dan
Hispanic, kemudian di eropa utara dan terendah di asia terutama jepang.
b. Obesitas dan sindroma metabolic. Kadar asam empedu dalam batas normal tetapi terjadi
peningkatan pada sekresi kolesterol.
c. Penurunan berat badan. Mobilisasi kolesterol dapat meningkatkan sekresi dari kolesterol
sedangkan terjadi penurunan dari sirkulasi enterohepatik asam empedu.
d. Hormone seks wanita.
Estrogen menstimulasi reseptor lipoprotein hepar dimana terjadi meningkatan
uptake dari dietary kolesterol dan peningkatan pada sekresi kolesterol.
Natural estrogen, estrogen lainnya, dan kontrasepsi oral dapat menyebabkan
penurunan sekresi garam empedu dan penurunan konversi dari kolesterol menjadi
kolesterol ester.
e. Kehamilan. Terjadi gangguan pengosongan kandung empedu yang disebabkan oleh
progesterone dan estrogen dan meningkatkan sekresi dari kolesterol.
f. Usia. Terjadi peningkatan sekresi dari kolesterol, penurunan ukuran asam empedu, dan
penurunan sekresi garam empedu.
g. Hipomotilitas kandung empedu dapat menyebabkan stasis dan pembentukan sludge. Hal
ini disebabkan oleh nutrisi parenteral jangka panjang, puasa, kehamilan, dan obat seperti
octreotide.
h. Terapi clofibrate. Dapat meningkatkan sekresi dari kolesterol.
i. Penurunan sekresi dari asam empedu. Disebabkan oleh defek genetic pada gen CYP7A1.
j. Penurunan sekresi fosfolipid. Disebabkan oleh defek genetic pada gen MDR3.
k. Lain-lain. Tinggi kalori dan diet tinggi lemak serta trauma spinal cord.

Patogenesis

Pathogenesis dari batu empedu disebabkan oleh multifactorial yang merupakan interaksi
kompleks dari faktor genetic dan faktor lingkungan. Pembentukan batu kolesterol disebabkan
oleh hipersekresi kolesterol, hipomotility kandung empedu, dan akumulasi mucin. Batu pigmen
hitam berasal dari pengendapan kalsium hydrogen bilirubin dimana terjadi pigmen
supersaturation dan deposisi garam anorganik, fosfat dan kalsium bikarbonat yang mempercepat
nukleasi tersebut. Pigmen supersaturation biasanya terjadi pada gangguan hemolitik, ganggua
ileum dan atau pembedahan. Inflamasi kronis dari dinding kandung empedu dan hipersekresi
musin merupakan pathogenesis dari batu kandung empedu.

Batu kolesterol terbentuk di kantung empedu karena terjadinya gangguan hubungan


antara komponen empedu utama, kolesterol, fosfolipid, dan asam empedu. Pembentukan batu
kandung empedu melibatkan 3 tahapan yaitu saturasi, kristalisasi, dan pertumbuhan.

Nuclear receptors (NR) memegang peranan penting dalam mengontrol transkripsi dari
transport hepatobilier dan mengontrol inflamasi pada hepar. Formasi dari batu terdiri dari bile
acid, lesitin dan kolesterol. Kolesterol yang mengalami supersaturasi dapat berkumpul bersama
dan membentuk multi layer (liposomal) liquid-crytal structured. Saat terjadi penurunan kontraksi
dari kantung empedu, liposom mengalami konversi menjadi solid kolesterol monokristal.

Diagnosis

Anamnesis

Menanyakan faktor resiko yang mungkin dimiliki pasien yang dapat menyebaban
terjadinya kolelitiasis seperti

a. Usia
b. Kehamilan
c. Obesitas atau riwayat penurunan berat badan
d. Faktor genetic

Pemeriksaan fisik
a. Pada pasien dengan asimptomatik gallstone tidak ditemukan tanda tanda abnormal dari
pemeriksaan fisik.
b. Pada pasien dengan simptomatik gallstone yang tidak disertai dengan inflamasi kandung
empedu memiliki gejala nyeri yang bersifat local dan visceral serta tidak didapatkan
demam.
c. Pada pasien dengan akut kolesistitis, keadaan inflamasi pada kandung empedu, dapat
ditemukan nyeri pada regio epigastrik dan kanan atas, murphy sign yang positif dan
demam.
d. Gejala demam dengan takikardi, hipotensi dan jaundice dapat ditemukan jika terjadi
komplikasi dari kolelitiasis seperti kolesistitis, kolangitis, dan pankreatitis.

Pemeriksaan penunjang

a. Ultrasonografi dari kandung empedu sangat akurat dalam mengidentifikasi


kolelitiasis. USG dapat mengidentifikasi batu berukuran 1,5 mm dengan karakteristik
bayangan opak dari lumen kandung empedu yang berubah posisi dengan pergerakan
posisi atau dengan gravitasi. Kejadian positif atau negative palsu pada USG sebesar 2
sampai 4 %. USG juga dapat digunakan untuk memeriksa fungsi pengosongan
kandung empedu.
b. Plain abdominal x-ray dapat mendeteksi kandung empedu yang mengandung batu
kalsium dengan karakteristik radioopak (10-15% kolesterol dan 50% batu pigmen).
Plain radiografi bisa juga digunakan untuk mendiagnosis emphysematous
cholecystitis, porcelain gallbladder, limey bile dan gallstone ileus.
c. Oral cholecystografi (OCG) digunakan sebagai prosedur dalam mendiagnosis batu
kandung empedu akan tetapi saat ini telah digantikan oleh USG. OCG dapat menilai
patensi dari CBD dan fungsi pengosongan kandung empedu. OCG juga dapat menilai
ukuran dan jumlah dari batu dan menentukan apakah batu tersebut sudah
terkalsifikasi atau belum.
d. Radiopharmaceuticals seperti 99m- Tc-labeled N-subtituted iminodiacetic acids
(HIDA, DIDA, DISIDA, dan lainnya) secara cepat diekresikan kedalam darah dalam
keadaan peningkatan serum bilirubin yang ringan ataupun sedang. Penampilan duktus
bilier yang tidak disertai dengan penampilan kandung empedu mengindikasikan
tejadinya obstruksi CBD, dan akut atau kronis kolesistitis.
Tatalaksana

Farmakologi

Tatalaksana farmakologi dapat digunakan pada pasien dengan fungsi kandung empedu
yang normal dan ukuran batu <10 mm. disolusi komplit dapat tercapai pada 50% pasien dalam
waktu 6 bulan sampai 2 tahun. Untuk hasil yang lebih baik, sebaiknya terapi farmakologi
digunakan pada pasien dengan ukuran batu < 5 mm. batu yang berukuran >10 mm sulit
mengalami disolusi dan biasanya tidak responsive terhadap terapi Ursodeoxycholic acid
(UDCA). Dosis UDCA : 10-15 mg/kgBB/hari. Nama dagang UDCA : Ursodiol, Actigall, Urso
forte.

Operasi

Pada pasien dengan gejala asimptomatik, kemungkinan terjadi gejala simptomatik dan
komplikasi cukup kecil. Cholecystectomy direkomendasikan pada pasien dengan batu kandung
empedu berdasarkan 3 faktor berikut ini :

a. Gejala simptomatik yang timbul cukup berat atau sangat berat sehingga mengganggu
aktivitas umum pasien.
b. Timbulnya komplikasi dari penyakit batu kandung empedu seperti akut kolesistitis,
pankreatitis, dan gallstone fistula.
c. Terdapat kondisi yang mendasari menjadi faktor predisposisi bagi pasien dalam
peningkatan resiko terjadinya komplikasi dari batu kandung empedu ( misalnya porcelain
gallbladder atau serangan akut kolesistitis sebelumnya)
d. Prophylactic cholecystectomy disarankan pada pasien dengan batu berukuran > 3cm.
Laparoscopic cholecystectomy menjadi gold standard dalam menangani cholelithiasis
yang simptomatik karena a. kejadian komplikasi terjadi pada 4% pasien, b. angka kematian
rendah <0.1%, dan c. kejadian trauma pada duktus biliaris rendah sekitar 0.2-0.6% dibandingkan
dengan open cholecystectomy.

Daftar Pustaka
1. Reshetnyak VI. Concept of the pathogenesis and treatment of cholelithiasis. World J
Hepatol. 2012 Feb 27;4(2):18.

2. Schwartzs Principles of Surgery 10th edition

3. Harrisons Principles of Internal Medicine 19th edition

You might also like