You are on page 1of 8

1.

Nama Latin, Nama Daerah Tumbuhan Matoa

Matoa (Pometia pinnata) merupakan tumbuhan daerah tropis yang


banyak ditemukan dan terdapat di hutan-hutan pedalaman Pulau Irian
(sekarang Papua). Dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Matoa.
Di tempat lain matoa dikenal dengan berbagai nama, yaitu Kasai
(Kalimantan Utara, Malaysia, Indonesia), Malugai (Philipina), dan Taun
(Papua New Guinea). Sedangkan nama dari berbagai daerah adalah Kasai,
Kongkir, Kungkil, Ganggo, Lauteneng, Pakam (Sumatera); Galunggung,
Jampango, Kasei, Landur (Kalimantan); Kase, Landung, Nautu, Tawa,
Wusel (Sulawesi); Jagir, Leungsir, Sapen (Jawa); Hatobu, Matoa, Motoa,
Loto, Ngaa, Tawan (Maluku); Iseh, Kauna, Keba, Maa, Muni, (Nusa
Tenggara); Ihi, Mendek, Mohui, Senai, Tawa, dan Tawang (Papua) (Dinas
Kehutanan DATI I Irian Jaya, 1976).
2. Klafikasi Tanaman Tumbuhan Matoa

Kingdom : Plantae

Filum : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Sapindaceae

Genus : Pometia J. R. Forst. & G. Forst.

Spesies : Pometia pinnata J. R. Forst. & G. Forst.

(GBIF, 2017).

3. Gambar
(GBIF, 2017).

4. Kandungan Kimia
Dari hasil analisis fitokimia secara kualitatif ditemukan terdapat
kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etanol kulit batang matoa.
Hasil analisis fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etanol kulit batang
matoa mengandung senyawa flavonoid, tanin, terpenoid dan saponin yang
disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis fitokimia ekstrak kulit batang matoa

Analisis Hasil Tes

Alkaloid -

Steroid -

Saponin +

Triterpenoid +

Tanin +

Flavonoid +
Keterangan : (-) : tidak terdeteksi
(+) : terdeteksi

Uji fitokimia dilakukan untuk melihat kandungan metabolit sekunder


dalam sampel uji sehingga memperkuat gagasan penulis bahwa kulit batang
matoa memiliki potensi sebagai bakteri karena menurut Cowan (1999),
senyawa golongan fenolik memiliki efektifitas yang tinggi sebagai agen
antibakteri.

(Ngajow et al, 2013)

5. Aktivitas Kandungan Kimia Daun Kemuning


Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah menghambat
enzim reverse transkriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri
tidak dapat terbentuk. Tannin memiliki aktifitas antibakteri yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk menginaktifkan adhesin sel
mikroba juga menginaktifkan enzim, dan menggangu transport protein pada
pada lapisan dalam sel. Tanin juga mempunyai target pada polipeptida
dinding sel sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna.
Hal ini menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik
maupun fisik sehingga sel bakteri akan mati. Selain itu, kompleksasi dari
ion besi dengan tanin dapat menjelaskan toksisitas tanin. Mikroorganisme
yang tumbuh di bawah kondisi aerobik membutuhkan zat besi untuk
berbagai fungsi, termasuk reduksi dari prekursor ribonukleotida DNA. Hal
ini disebabkan oleh kapasitas pengikat besi yang kuat oleh tanin (Ngajow et
al, 2013).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk
senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat
merusak membrane sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa
intraseluler. Selain berperan dalam inhibisi pada sintesis DNA RNA
dengan interkalasi atau ikatan hidrogen dengan penumpukan basa asam
nukleat, flavonoid juga berperan dalam menghambat metabolisme energi.
Senyawa ini akan mengganggu metabolisme energi dengan cara yang mirip
dengan menghambat sistem respirasi, karena dibutuhkan energi yang cukup
untuk penyerapan aktif berbagai metabolit dan untuk biosintesis
makromolekul (Ngajow et al, 2013).
Senyawa terpenoid juga diketahui aktif melawan bakteri, tetapi
mekanisme antibakterial triterpenoid masih belum benar-benar diketahui.
Aktifitas antibakteri terpenoid diduga melibatkan pemecahan membran oleh
komponen-komponen lipofilik. Selain itu, senyawa fenolik dan terpenoid
memiliki target utama yaitu membran sitoplasma yang mengacu pada sifat
alamnya yang hidrofobik (Ngajow et al, 2013).
Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan
tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar.
Senyawa ini berdifusi melalui membran luar dan dinding sel yang rentan,
lalu mengikat membran sitoplasma dan mengganggu dan mengurangi
kestabilan itu. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel yang
mengakibatkan kematian sel. Agen antimikroba yang mengganggu
membran sitoplasma bersifat bakterisida (Ngajow et al, 2013).

6. Uji Aktivitas Antibateri Tumbuhan Matoa


Dengan metode difusi agar (sumuran) dilakukan uji antibakteri
ekstrak terhadap bakteri Stphylococcus aureus. Hasil positif jika terbentuk
zona hambat di sekitar sumuran. Setelah diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 370C, hasilnya dilihat dengan membandingkan ekstrak dengan kontrol
positif dan kontrol negatif.

Gambar 1. Hasil Uji Anti Bakteri Ekstrak Etanol Kulit Batang Matoa
terhadap Bakteri Staphylococcus aureus.

Dari hasil pengamatan terhadap sumuran yang berisi ekstrak kulit


batang matoa menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya zona hambat
di sekitar sumuran. Hal ini disebabkan oleh keberadaan metabolit sekunder
sehingga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri uji.
Setelah dilihat pengujian menunjukkan hasil positif, selanjutnya
dilakukan pengukuran untuk mengetahui diameter zona hambat dari
masingmasing sampel ekstrak dan larutan kontrol.

Dari 3 kali pengulangan dengan masing masing 3 sumuran, didapat


hasil yang bisa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan


Rata rata Diameter (
mm )
Ulangan 1 16.84

Ulangan 2 12.5
Ulangan 3 14.5
Kontrol Positif 29.67
Kontrol Negatif 0

Ketentuan antibakteri adalah sebagai berikut ; daerah hambatan 20


mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 20 mm berarti kuat,
5 10 mm berarti sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang bararti
lemah.

Dengan hasil yang di dapat di atas, bisa disimpulkan bahwa kulit


batang matoa memiliki pengaruh antibakteri yang kuat terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, karena rata - rata diameter berada di kisaran 10
20 mm. Hal ini didukung oleh hasil positif terhadap uji fitokimia.

(Ngajow et al, 2013)


Konsentrasi Hambat dan Bunuh Minimum dari Ekstrak Daun P. pinnata

Klasifikasi Penghambatan Bakteri

(Kuspradini et al, 2016)

7. Uji Praklinik Daun Kemuning


Uji Diuretik pada Tikus
Hewan uji terlebih dahulu diadaptasikan selama 3-7 hari
ditempatkan di masing-masing kandang yang sesuai kelembaban dan
cahaya. Selama proses adaptasi makanan dan minuman yang diberikan
seragam dan tidak dilakukan perlakuan apapun.
Tikus dibagi dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok kontrol positif
yang diberi perlakuan berupa furosemide, kelompok kontrol negatif yang
diberi perlakuan berupa larutan kontrol negatif CMC 0,5%, dan tiga
kelompok uji yang diberi perlakuan berupa pemberian ekstrak etanol daun
matoa dengan variasi dosis 50 mg/kg BB; 100 mg/kg BB; 150 mg/kg BB.
Urin ditampung dan diukur pada jam ke-1, ke2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dan
ke-24 setelah perlakuan bahan uji. Persen diuretik dapat dihitung dengan
rumus volume urin kumulatif/ volume air yang dioralkan x 100%.
Ekstrak daun matoa memiliki kandungan aktivitas sebagai diuretik.
Dosis ekstrak matoa yang paling efektif sebagai diuretik adalah 100 mg/ kg
bb.
(Purwidyaningrum et al, 2015)
8. Dosis Daun Kemuning
Ekstrak daun matoa memiliki kandungan aktivitas sebagai diuretik.
Dosis ekstrak matoa yang paling efektif sebagai diuretik adalah 100 mg/ kg
bb (Purwidyaningrum et al, 2015).
9. Cara Pemakaian

10. Sediaan yang beredar di Pasaran


-
DAFTAR PUSTAKA

Cowan, M.M. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical


Microbiology Reviews. 12: 564 582.
Dinas Kehutanan DATI I Propinsi Irian Jaya. 1976. Mengenal Beberapa Jenis Kayu
Irian Jaya Jilid I. Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I Irian Jaya. Jayapura.
GBIF. 2017. Pometia pinnata J. R. Forst. & G. Forst.. In Catalogue of Life.
Available online at https://www.gbif.org/species/5577338 [Accesed on 3
November 2017].

Kuspradini, H., Frernaleonardo, W.P, Irawan. 2016. Aktivitas Antioksidan dan


Antibakteri Ekstrak Daun Pometia pinnata. Jurnal Jamu Indonesia 1(1) :
26-34

Ngajow, M., Abidjulu, J., dan Kamu, V.S. 2013. Pengaruh Antibakteri Ekstrak
Kulit Batang Matoa (Pometia pinnata) Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus secara in vitro. Jurnal Mipa Unsrat Online 2(2) pp. 128-132.

Purwadyningrum, Ika dan Dzakwan, M. 2015. Uji Aktivitas Diuretik EKstrak


Daun Matoa (Pometia pinnata) Pada Tikus Jantan Galur Wistar. Jurnal
Farmasi Indonesia vol. 12 No. 1

You might also like