BAB I
PENDAHULUAN
A. Landasan Pendidikan Pancasila
1. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses seja-
tah yang cukup panjang, dari masa Kutai — Sriwi-
jaya — Majapahit - masa penjajahan dan kemudian
mencapai kemerdekaan. Di dalam kehidupan
bangsa Indonesia terdapat prinsip hidup yang ter-
simpul di dalam pandangan hidup atau filsafat hi-
dup bangsa (jati diri). Jati diri menunjukkan ada-
nya ciri khas, sifat, karakter bangsa yang berbeda
dengan bangsa tain. Kemudian oleh para pendiri
bangsa/negara dirumuskan dalam rumusan seder-
hana namun mendalam yang meliputi lima prinsip,
yaitu Pancasila.
2. Landasan Kultural
Setiap bangsa memiliki pandangan hidup, filsa-
fat hidup, dan ciri khas tersendiri. Bangsa Indone-
PENDAHULUAN |sia memiliki kepribadian yang tercermin di dalam
nilai-nilai budaya yang telah lama ada. Nilai-nilai
budaya sebagai nilai dasar berkehidupan berbang-
sa dan bernegara dirumuskan dalam Pancasila. Hal
ini yang membedakan kita dengan bangsa lain.
Mereka juga memiliki pandangan hidup yang ber-
ciri tersendiri seperti liberalisme dan komunisme.
3. Landasan Yuridis
Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 ten-
tang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Peme-
tintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan
Tinggi, Keputusan Dirjen Dikti Nomor 467 Tahun
1999 mengatur tentang perlunya mata kuliah Pen-
didikan Pancasila. Pasal 2 Keputusan Ditjen Dikti
tersebut menjelaskan bahwa mata kuliah Pendidik-
an Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk ma-
hasiswa di Perguruan Tinggi (Program Diploma &
Program Sarjana). Pasal 3 menjelaskan bahwa
Pendidikan Pancasila memberikan pengertian ke-
Pada mahasiswa tentang Pancasila sebagai filsafat/
tata nilai bangsa, dasar negara Indonesia.
4. Landasan Filosofis
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum ber-
negara adalah bangsa yang berketuhanan dan ber-
perikemanusiaan sehingga hal ini merupakan ke-
hyataan objektif bahwa manusia adalah makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
Syarat mutlak negara adalah persatuan yang
terwujud dari rakyat, maka secara filosofis negara
2 SAR! PENDIDIKAN PANCASILA DAN UUD 1945
berpersatuan dan berkerakyatan. Konsekuensinya,
rakyat merupakan dasar ontologis demokrasi kare-
na rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara.
Dengan demikian nilai-nilai Pancasila merupakan
dasar filsafat negara. Maka, dalam aspek penye-
lenggaraannya negara harus bersumber pada nilai-
nilai_ Pancasila termasuk sistem perundang-
undangan di Indonesia.
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Surat Keputusan Ditjen Dikti Nomor 265 Tahun
2000 dijelaskan bahwa untuk mencapai_tujuan
pendidikan nasional, wajib diberikan mata kuliah
Pendidikan Pancasila kepada peserta didik. Pendi-
dikan Pancasila dirancang dengan maksud untuk
memberikan pengertian kepada mahasiswa ten-
tang Pancasila sebagai filsafat/Tata Nilai Bangsa,
sebagai Dasar Negara dan Ideologi dengan segala
implikasinya. Pendidikan Pancasila bertujuan untuk
menghasilkan peserta didik yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berperi-
kemanusiaan yang adil dan beradab, mendukung
kerakyatan yang mengutamakan kepentingan ber-
sama di atas kepentingan individu/golongan, men-
dukung upaya mewujudkan suatu keadilan sosial
dalam masyarakat.
C. Pembahasan Pancasila secara Imiah
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dikaji se-
cara ilmiah untuk mendapatkan kebenaran yang
PENDAHULUAN = 3terdalam. Kajian ilmiah terhadap Pancasila bersifat
interdisipliner sehingga melibatkan berbagai sudut
pandang ilmu-ilmu yang saling berkaitan.
Kajian ilmiah terhadap Pancasila berarti dalam
pembahasannya harus memenuhi syarat-syarat
umum suatu ilmu sebagai berikut.
1. berobjek
2. bermetode
3. bersistem
4. bersifat universal
1. Berobjek
Syarat pengetahuan ilmiah yang pertama ialah
harus memiliki objek, yang terdiri atas objek formal
dan objek material. Objek formal Pancasila adalah
suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan
Pancasila atau dengan kata lain dari sudut pandang
apa Pancasila itu dibahas. Objek material Pancasila
adalah suatu objek yang merupakan sasaran kaji
atau bahasan Pancasila, baik yang bersifat empiris
maupun non-empiris. Pancasila merupakan hasil
budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian, bang-
sa Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam
bermasyarakat dan bernegara adalah objek ma-
terial dari Pancasila atau asal mula nilai-nilai Pan-
casila. Objek material yang bersifat non-empiris
merupakan objek yang lebih bersifat abstrak, tidak
dapat diindera secara langsung seperti nilai-nilai
moral, religius yang tercermin di dalam kepriba-
dian, sifat, karakter dan pola budaya bangsa Indo-
nesia.
4 SARI PENDIDIKAN PANCASILA DAN UUD 1945,
2. Bermetode
Setiap pengetahuan ilmiah harus memiliki me-
tode untuk mendapatkan kebenaran objektif. Da-
lam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada
objek formal dan objek material. Ada beberapa
metode yang digunakan dalam pembahasan Pan-
casila, antara lain analitiko-sintetik yaitu perpadu-
an antara analisis dan sintesis.
Pancasila berkaitan dengan sejarah dan budaya,
maka digunakan metode hermeneutika, yaitu me-
tode untuk menemukan makna, pemahaman serta
penafsiran atas suatu objek ilmu. Metode lain yang
digunakan yaitu metode koherensi historis. Kese-
mua metode tersebut di atas merupakan dasar hu-
kum logika (induktif dan deduktif) untuk menarik
kesimpulan.
3. Bersistem
Pengkajian Pancasila secara ilmiah harus me-
rupakan satu kesatuan yang utuh. Terlebih lagi
Pancasila sebagai rumusan bangsa Indonesia me-
mang sudah tersusun secara utuh, satu kesatuan
majemuk tunggal, yaitu kelima sila baik rumusan-
nya, inti isi dari sila-sila Pancasila merupakan satu
kebulatan dan kesatuan.
Pancasila sebagai objek pemahaman ilmiah ber-
sifat koheren tanpa ada pertentangan satu sama
lain sehingga makna di dalamnya menunjukkan
adanya suatu kesatuan sistem.
PENDAHULUAN = 54. Bersifat Universal
Kebenaran pengetahuan ilmiah harus bersifat
umum atau universal, artinya tidak terbatas ruang
dan waktu. Dalam kaitannya dengan Pancasila da-
pat diketahui bahwa hakikat ontologis sila-sila Pan-
casila adalah bersifat universal atau dengan kata
lain esensi sila-sila Pancasila itu tidak terbatas oleh
tuang dan waktu, dapat diterapkan di mana saja.
D. Tingkatan Pengetahuan IIlmiah
Untuk membahas Pancasila secara ilmiah maka
perlu diketahui terlebih dahulu tingkatan penge-
tahuan ilmiah sehingga akan mudah memetakan
tingkatan pengetahuan mana yang berkaitan de-
ngan Pancasila.
Ada empat tingkatan pengetahuan ilmiah, yaitu:
. Pengetahuan deskriptif
. Pengetahuan kausal
. Pengetahuan normatif
. Pengetahuan esensial
PWN
1. Pengetahuan deskriptif
Pengetahuan deskriptif memberikan gambaran
suatu objek ilmiah seperti apa adanya. Dengan
menjawab pertanyaan ilmiah “bagaimana” akan
diperoleh suatu pengetahuan yang bersifat deskrip-
tif. Pengetahuan ini adalah jenis pengetahuan yang
memberikan suatu keterangan, kejelasan secara
objektif tanpa ada unsur subjektif. Kaitannya de-
ngan Pancasila yang dikaji secara objektif dapat
6 SARI PENDIDIKAN PANCASILA DAN UUD 1945,
ditunjukkan dengan suatu gambaran yang jelas
bahwa Pancasila merupakan hasil budaya sendiri.
2. Pengetahuan Kausal
Dengan menjawab pertanyaan ilmiah “menga-
pa” akan diperoleh jenis pengetahuan kausal, yaitu
suatu pengetahuan yang memberikan jawaban ten-
tang sebab akibat. Dalam kaitannya dengan Pan-
casila, tingkatan pengetahuan kausal dapat dilihat
dari penjelasan tentang teori kausalitas yang me-
nerangkan empat sebab (kausa) bagi keberadaan
Pancasila, yaitu:
a. Kausa materialis (asal mula bahan), atau bahan
yang menjadi sebab adanya Pancasila, yaitu
adat istiadat, kebudayaan, ajaran agama yang
sudah ada sebelum Pancasila dirumuskan dan
menjadi dasar negara.
b. Kausa formalis (asa! mula bentuk) atau bentuk
yang menjadi sebab adanya Pancasila. Secara
historis dapat diketahui bahwa ada berbagai
versi rumusan calon dasar negara yang diusul-
kan oleh para anggota BPUPKI (rumusan
Soepomo, rumusan Soekarno, dll.), tetapi ru-
musan final yang disahkan sebagai dasar ne-
gara RI adalah sebagaimana tercantum di dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
c. Kausa effisien (asal mula karya/kerja) atau kerja
yang menjadi sebab adanya Pancasila. Peru-
musan Pancasila sebagai dasar negara melalui
proses kerja cerdas para pendiri negara kita
yang tergabung di dalam BPUPKI dan PPKI.
PENDAHULUAN 7Pada tahap usulan-usulan proses kerja ini di-
mulai dari sidang | BPUPKI, sidang Panitia Kecil
dan pada tahap penetapan proses karya ini di-
lakukan di dalam sidang PPKI.
d. Kausa finalis (asal mula tujuan), atau tujuan
yang menjadi sebab adanya Pancasila. Tidak
lain tujuan dirumuskannya Pancasila adalah se-
bagai dasar negara Indonesia merdeka. Suatu
visi bangsa Indonesia dalam menatap masa
depan dan meraih cita-citanya.
3. Pengetahuan Normatif
Tingkatan pengetahuan normatif adalah sebagai
hasil dari pertanyaan ilmiah “ke mana”. Pengeta-
huan normatif berkaitan dengan ukuran, parame-
ter, serta norma-norma. Pancasila tidak cukup di-
bahas dari tingkatan deskriptif saja atau kausalitas
belaka, melainkan perlu dikaji sampai pada ting-
katan normatifnya. Karena Pancasila itu sebagai
dasar negara wajib diamalkan, direalisasikan, di-
kongkritisasikan oleh seluruh warga bangsa Indo-
nesia.
4. Pengetahuan Esensial
Tingkatan pengetahuan esensial adalah sebagai
hasil dari pertanyaan ilmiah “apa”. Pengetahuan
esensial adalah tingkatan pengetahuan yang men-
jawab pertanyaan terdalam dan mendasar. Artinya
pengetahuan esensial itu diperoleh sebagai jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat se-
8 SARI PENDIDIKAN PANCASILA DAN UUD 1945
suatu. Pertanyaan-pertanyaan jenis ini dibicarakan
di dalam kajian ilmu filsafat.
Dalam kaitannya dengan Pancasila yang dikaji
secara esensial, dapat dijelaskan bahwa yang dikaji
adalah hakikat terdalam dari sila-sila Pancasila,
khususnya mengenai makna terdalam dari masing-
masing sila.
PENDAHULUAN = 9