Professional Documents
Culture Documents
ABDUL ANAS
K11112033
Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang tiada lelah
proposal penelitian yang diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
Muhammad SAW, sang suri tauladan segala zaman yang telah menggulung tikar
kebatilan dan menebar cahaya ilahi di seantero muka bumi. Semoga semangat
dukungan dari berbagai pihak, proposal penelitiani ini dapat terselesaikan dengan
Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih
mendapatkan balasan dari Allah SWT dan tulisan ini dapat memberikan manfaat
Proposal penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu dengan segenap
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK...................................................................................................................
KATA PENGANTAR. i
1. Spesifikasi Temephos........... 28
D. Metode Pengukuran.... 42
E. Alur Penelitian........................................ 44
F. Pengumpulan Data..... 45
H. Penyajian Data........................................................................................ 49
BAB VI PENUTUP 51
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran ...................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA 72
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
menjadi perhatian dunia karena sering menimbulkan kejadian luar biasa dengan
kematian yang besar. Selain itu, penyakit DBD juga menempati posisi penting
masyarakat. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia terutama di negara tropik dan
subtropik (Fradin & John, 2002). Adapun titik koordinat yang biasa dihuni oleh
nyamuk ini berada antara garis lintang 35U dan 35S (WHO, 1999).
Hal ini terjadi karena masih banyak daerah berstatus endemik. Daerah endemik
Dimana setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD dimulai dengan peningkatan
milyar penduduk dunia menetap di lebih dari 100 negara endemik serta daerah
dimana virus dengue dapat ditularkan yang artinya lebih dari 40% populasi dunia
berisiko terinfeksi DBD. Terdapat 50 juta orang terinfeksi DBD setiap tahunnya
dengan 500.000 kasus DBD serta 22.000 kejadian kematian akibat DBD (WHO,
2009). Faktor yang mempengaruhi kejadian DBD yaitu densitas larva Ae. aegypti.
Pernyataan ini didukung oleh jurnal penelitian yang dilakukan Wati,dkk tahun
2009 bahwa keberadaan larva Ae. aegypti memiliki hubungan dengan kejadian
DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan tahun 2009 dengan nilai p=0,001.
bebas jentik (ABJ) yang meskipun meningkat dari tahun 2009 sebesar 78%, pada
tahun 2010 menjadi 79,96%, di tahun 2011 dan 2012 berturut-turut sebesar 87%
serta 90%. Namun pada tahun 2013 ABJ turun menjadi 77,02% dimana masih
adalah 95% dimana ABJ akan mempengaruhikepadatan vektor nyamuk yang juga
vektor penyakit DBD. Tujuan dari pengendalian vektor adalah untuk menurunkan
kemampuan sebagai vektor pembawa penyakit menghilang. Secara garis besar ada
4 cara pengendalian vektor yaitu dengan cara kimiawi, biologis, radiasi, dan
Salah satu cara pengendalian vektor yang dapat dilakukan adalah dengan
umum digunakan adalah temephos atau yang lebih dikenal dengan nama abate.
Temephos merupakan larvasida kimia organofosfat yang dapat mengendalikan
Selain itu, temephos sebagai larvasida kimia memiliki efek samping yaitu dapat
menyebabkan mual, pusing, dan gangguan saraf lain apabila dosis yang diberikan
1981, diperoleh hasil bahwa penggunaan abate massal dapat menurunkan index
larva Aedes aegypti secara bermakna selama 2 (dua) minggu. Namun, index
densitas larva Aedes aegypti kemudian meningkat lagi secara bertahap hingga
mencapai 50% dari index sebelum abatisasi setelah 3 (tiga) bulan (Raharjo, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Wati, 2010 bahwa dosis temephos sebesar
10 mg/L sudah mampu membunuh 100% larva selama 24 jam dengan 5 kali
pengulangan. Hal ini berarti, dosis temephos yang digunakan dapat ditekan dari
dosis maksimal yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan keputusan WHO
(1981), bahwa dosis tentatif temephos yang disarankan adalah 0,02 mg/L dimana
dosis ini dianggap dapat membunuh larva sebesar 95% (LD95). Sedangkan
menurut penelitian Ridha dan Khairatun (2011) bahwa dosis yang dapat
membunuh 99% (LD99) larva adalah sebesar 0,027 mg/L. Variasi dosis yang
digunakan dalam mg/L adalah 0, 0,005, 0,010, 0,015, 0,020, 0,025, dan 0,030.
mengontrol kepadatan larva Aedes aegypti. Salah satu alternatif larvasida alami
yaitu air perasan Citrus aurantium sub spesies sinensis (kulit jeruk manis).
Penelitian Wati (2010) menyatakan bahwa air perasan kulit jeruk manis
berpengaruh terhadap tingkat kematian larva Aedes aegypti instar III dengan LC50
sebesar 0,946% dan LC99 sebesar 4,064%. Lethal concentration (LC) merupakan
konsentrasi yang digunakan dalam air untuk membunuh larva sesuai dengan
persentase yang telah ditentukan. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian
tersebut adalah sebesar 1.025 ekor larva dengan dosis 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5%,
2,0%, dan 2,5% dengan dosis pendahuluan sebesar 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%.
larvasida juga dapat dilihat dari waktu kematian larva. Perbandingan waktu
kematian larva dapat diukur menggunakan lethal time (LT). Dalam jurnal
penelitian ini dilakukan pengamatan pada LT50 dan LT95 dimana keduanya berarti
waktu yang dibutuhkan untuk membunuh 50% dan 95% larva Aedes aegypti.
Kulit jeruk manis memiliki kandungan yang dapat mematikan larva tetapi
tidak berbahaya untuk mamalia (Amusan, dkk, 2005). Kandungan tersebut yaitu
saponin, tanin, flavonoid, dan triterpenoid (Sari, 2008 dalam Wati, 2010). Hasil
penelitian Wati (2010) juga menyebutkan bahwa air perasan kulit jeruk manis
memiliki efektivitas yang lebih tinggi sebagai larvasida dibandingkan dengan air
perasan buah belimbing wuluh. Dimana LC99 air perasan buah belimbing wuluh
adalah 5,502%.
Kulit jeruk manis dipilih menjadi salah satu alternatif larvasida karena kulit
masyarakat hanya mengonsumsi isi buah jeruk manis tanpa memanfaatkan bagian
kulitnya. Kulit jeruk ini kemudian menjadi sampah yang tidak dimanfaatkan lagi.
Maka dari itu, dengan menggunakan kulit jeruk manis sebagai larvasida sehingga
aurantium sub spesies sinensis) dan Temephos terhadap Mortalitas Larva Aedes
aegypti. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah temephos masih efektif sebagai
dan larvasida alami yaitu air perasan kulit jeruk manis untuk mengontrol
B. Rumusan Masalah
nyamuk Aedes aegypti. Hingga saat ini demam berdarah masih menjadi penyakit
95%, daerah dengan ABJ terendah adalah Pampang (75%) (Dinkes Kota
gram/100 liter air. Selain temephos, adapula larvasida alami yang bisa digunakan
oleh masyarakat yaitu air perasan kulit jeruk manis. Maka dari itu, peneliti ingin
perasan kulit jeruk manis (Citrus aurantium sub spesies sinensis) dan temephos
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
aurantium sub spesies sinensis) dan temephos terhadap mortalitas larva Aedes
aegypti.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
baik bagi institusi pemerintah yang terkait maupun swasta, Perguruan Tinggi/
peneliti, diantaranya :
1. Manfaat Ilmiah
hal ini Dinas Kesehatan Kota Makassar maupun instansi kesehatan lain dalam
secara kontinyu.
3. Manfaat Praktis
TINJAUAN PUSTAKA
cepat karena vektornya yang selalu tersedia (Soemirat, 2011). Penyakit ini
merupakan penyakit endemis yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit ini
ditularkan oleh nyamuk Aedes dengan vektor utama nyamuk Aedes aegypti
manusia (Chandra, 2006). Penyakit DBD adalah penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh virus dengue dan dapat menyebabkan kematian terdiri atas 4
serotipe (DEN-1, DEN -2, DEN -3, dan DEN -4) (CDC, 2009). Virus DEN
(Soegijanto, 2006).
Kejadian luar biasa (KLB) DBD pertama kali terjadi di Asia tepatnya
Manila pada tahun 1954 dan dilaporkan oleh Quintas. Pada tahun 1958 terjadi
tahun setelah KLB di Manila pada tahun 1968, terjadi KLB pertama kali di
9
kejadian kematian sebanyak 24 orang (CFR=41,5%). Di tahun berikutnya,
2006). KLB DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan pedesaan.
KLB hampir terjadi setiap tahun di wilayah yang berbeda namun seringkali
menggigit manusia yang sedang sakit dan menderita viremia (terdapat virus
8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya. Ketika nyamuk yang telah
terinfeksi menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama
air liur nyamuk. Virus ini kemudian berkembang selama 4-6 hari dan orang
tersebut akan mengalami sakit DBD. Virus ini kemudian memperbanyak diri
dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu
(Soegijanto, 2006).
hidupnya. Nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menularkan virus dengue
beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat umum yang dimaksud
lokasi asal.
Salah satu vektor yang paling efisien untuk arbovirus adalah nyamuk
manusia) dan hidup dekat dengan manusia serta sering hidup di dalam rumah
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera (bersayap dua)
Famili : Culicidae
Suku : Culicini
Genus : Aedes
sempurna, termasuk Aedes aegypti. Lama sikus hidup dari telur Aedes aegypti
menjadi nyamuk dewasa adalah selama 7 8 hari dimana pada fase telur
dilewati selama 1 -2 hari, larva selama 4 5 hari, dan pupa selama 1-2 hari
a. Fase Telur
Seekor nyamuk selama hidupnya dapat bertelur 4-5 kali dan dapat
memproduksi telur + 100 butir dalam sekali bertelur. Jumlah telur yang
700 butir. Aedes aegypti suka bertelur di air jernih yang tidak kontak
aegypti berwarna hitam dengan ukuran + 8 mm, telur ini dapat bertahan
selama 6 bulan di tempat kering atau tanpa air. Telur kemudian akan
menetas menjadi larva dalam kurun waktu dua hari setelah terendam air
(Zuldarisman, 2013).
b. Fase Larva
(instar) yang harus dilalui larva sebelum berubah menjadi pupa sesuai
kepala yang cukup besar dan toraks serta abdomen yang cukup jelas.
Posisi larva Aedes dalam air menggantung vertikal dengan ujung siphon
berubah menjadi pupa. Aedes aegypti biasa bergerak lincah dan aktif,
c. Fase Pupa
pupa yang optimal sekitar 27-30oC. Pada tahap ini, pupa tidak
bagian tubuh lainnya. Fase ini akan berlangsung selama 2-3 hari dan
d. Fase Dewasa
buahan dan bunga. Nyamuk betina menghisap darah dan tiga hari
kaki dan dikenal dari bentuk morfologi yang khas sebagai nyamuk yang
mempunyai gambaran lire (Lyre form) yang putih pada punggungnya.
Proboscis bersisik hitam, palpus pendek dengan ujung hitam bersisik putih
pera, serta ukuran sayap sebesar 2,5 3,0 mm bersisik hitam (Sigit &
Hadi, 2006).
Morfologi Aedes aegypti dimulai dari fase telur berwarna putih saat
berbentuk oval dengan panjang + 0,5 mm dan diletakkan pada dinding wadah
(Zuldarisman, 2013). Adapun pada fase larva, ada tiga bagian utama yang
perlu diperhatikan, yaitu kepala, toraks dan abdomen. Diantara ketiga bagian
telur nyamuk.
Pada bagian ini terdapat corong udara pada segmen terakhir (ruas
kedelapan) dan terdapat sebaris gigi sisir berbentuk khas (comb scale)
sebanyak 8 21 atau berjejer 1 3 yang mempermudah untuk membedakan
antara jentik Anopeles, Aedes dan Culex karena hanya jentik nyamuk aedes
memiliki siphon (alat pernafasan) yang pendek pada bagian ekor yang
dilengkapi pecten teeth dan sepasang rambut serta jumbai yang berfungsi
untuk mencegah evaporasi yang berlebihan lewat pori-pori ini (Nasir, 2014).
dewasa, nyamuk Aedes aegypti terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan
perut. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang
darahnya. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap
samping kanan dan kiri proboscis terdapat palpus yang terdiri dari 5 ruas serta
sepasang antena yang terdiri dari 15 ruas. Antena pada nyamuk jantan
berambut lebat dan disebut plumose sedangkan pada nyamuk betina berambut
(heksapoda) yang melekat pada toraks dimana setiap kaki terdiri atas 1 ruas
pupa) dan stadium dewasa. Hal ini menyangkut tempat dan waktu nyamuk
behaviour), jarak terbang (fly range), perilaku istirahat (resting habit) dari
iklim, serta curah hujan yang mempengaruhi kehidupan nyamuk (Sitio, 2008).
genangan air yang tertampung pada suatu tempat di dalam dan sekitar rumah
atau tempat-tempat umum yang jaraknya tidak melebihi 500 meter dari
rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air
bambu.
tempat gelap, penampungan air jernih atau sedikit kotor. Nyamuk ini lebih
menyukai di dalam rumah daripada di luar rumah. Nyamuk ini menggigit dan
menghisap darah pada pagi dan sore hari antara pukul 08.00-12.00 dan 15.00-
Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti + 100 meter. Nyamuk ini juga
tahan terhadap suhu panas dan kelembaban yang tinggi (Widoyono, 2005).
Tempat istirahat yang disenangi oleh nyamuk Aedes aegypti adalah tempat
yang lembap, gelap dan sedikit angin. Kebiasaan istirahat lebih banyak di
ini, belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit DBD. Untuk
mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan cara untuk menanggulangi
yang umum digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan
(Soegijanto, 2006).
penggunaan net atau kawat kasa di rumah serta memakai pakaian yang
dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk serta dapat pula digunakan
penampungan air sehingga nyamuk tidak dapat bertelur pada genangan air
(Sembel, 2009).
sehingga jentik yang ada tidak dapat berkembang menjadi vektor nyamuk
manis karena memiliki rasa yang manis serta ada juga yang rasanya manis
disertai seikit asam. Jeruk manis ditanam di daerah 20-40oLU dan 20-40oLS.
Di daerah subtropis, ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 dpl,
tidak mengenal musim, sehingga buahnya tersedia setiap saat. Umur tanaman
jeruk yang dibudidayakan dengan baik, maksimal dapat mencapai umur 10-15
dipanen dalam jangka waktu 3 tahun walaupun hasilnya masih sedikit. Dalam
waktu 5 tahun, buah telah cukup banyak (Napitupulu, H.A., 2010). Tanaman
jeruk manis memiliki nama lain jeruk peras atau sunkis merupakan tanaman
dengan nama ilmiah Citrus aurantium sub spesies sinensis, adapun taksonomi
a. Kingdom : Plantae
b. Divisi : Magnoliphyta
c. Kelas : Magnoliopsida
d. Ordo : Rutales
e. Famili : Rutaceae
f. Genus : Citrus
Buah jeruk manis merupakan jenis berry dengan ukuran yang lebih
besar. Buah jeruk berbentuk bulat dengan tekstur kulit yang halus tidak
berbulu, dan agak sedikit mengkilap. Diameter buah jeruk berkisar dua
Ketebalan kulit buah jeruk manis berkisar 0,3-0,5 cm, dari tepi
melekat pada dinding buah (Pracaya, 1992 dalam Switaning, dkk, 2010 ).
mm.
jeruk manis yaitu saponin, tanin, flavonoid, sitronela, dan limonoid (Sari,
a. Saponin
3) Menghemolisa eritrosit
lainnya
tension)
b. Tanin
substansi yang tersebar dalam tanaman seperti pada kulit buah, daun, buah
yang belum matang, batang, dan kulit kayu. Adapun sifat-sifat tanin, yaitu
dalam air dapat membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan
Setiawan, 2010).
c. Flavonoid
kerusakan pada siphon yang mengakibatkan larva tidak bisa bernapas dan
d. Sitronela
sifat toksik terhadap larva. Mekanisme kerja sitronela yaitu senyawa ini
masuk ke dalam tubuh larva melalui kulit, celah atau lubang alami pada
Limonoid adalah salah satu senyawa pada kulit jeruk manis yang
bersifat racun bagi larva. Limonoid dapat menyebar ke jaringan saraf dan
(Wati, 2010).
Tabel 2.1
Efektivitas Kulit Jeruk Manis Terhadap Larva Aedes aegypti
Peneliti dan
Metode
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Penelitian
Penelitian
1 Fatna Andika Variabel bebas Jenis penelitian yang Air perasan kulit
dalam penelitian digunakan adalah
Wati (2010). jeruk manis (Citrus
ini adalah air eksperimental
Pengaruh Air perasan kulit jeruk laboratorium dengan aurantium sub
manis, variabel cara pengambilan
Perasan Kulit spesies sinensis)
terikat adalah sampel
Jeruk Manis jumlah kematian menggunakan cara berpengaruh terhadap
larva Aedes Simple Random
(Citrus tingkat kematian
aegypti instar III , Sampling (SRS).
aurantium sub variabel kendali Besar sampel yang larva Aedes aegypti
adalah stadium digunakan dalam
spesies sinensis) instar III In vitro
larva instar III, penelitian ini adalah
terhadap media hidup, 1.025 ekor dengan dengan LC50 sebesar
kepadatan larva, dosis 0%, 0,5%,
Tingkat 0,964% dan LC99
lama pemaparan 1,0%, 1,5%, 2,0%
Kematian Larva selama 24 jam dan 2,5%. sebesar 4,064%.
Pengulangan
Aedes aegypti Dosis abate sebesar 1
dilakukan sebanyak
Instar III In 5 kali. mg/100 ml dapat
Vitro membunuh larva
selama 24 jam dalam
1 x24 jam dengan 5
kali ulangan
2 A.A.S. Amusan, Variabel bebas Jenis penelitian yang 1. Ekstrak minyak kulit
dalam penelitian digunakan adalah jeruk manis tersusun
A.B. Idowu dan
ini adalah ekstrak eksperimental murni atas bahan-bahan yang
F.S.Arowolo minyak daun teh dengan dapat membunuh
dan kulit jeruk. menggunakan uji-t serangga dan larva
(2005).
Variabel terikat untuk tetapi bersifat low
Comparative dalam penelitian membandingkan toxicity untuk mamalia.
ini adalah larva efek toksik kedua 2. Ekstrak minyak kulit
Toxicity Effect
nyamuk Aedes ekstrak pada larva jeruk manis
of Bush Tea aegypti Aedes aegypti. mengakibatkan angka
Sampel penelitian kematian tertinggi pada
Leaves (Hyptis
adalah larva Aedes konsentrasi 0,8 ppm
suaveolens) and aegypti instar III. 995%) dan 0,3 ppm
Konsentrasi yang (90%).
Orange
digunakan yaitu 0,9 3. Rata-rata lethal dose
Peel(Citrus ppm, 0,8 ppm, 0,7 untuk LD10 adalah 0,15
ppm, 0,6 ppm, 0,5 ppm, LD50 adalah 0,4
sinensis) Oil
ppm, 0,4 ppm, 0,3 ppm dan LD90 adalah
Extract on ppm, 0,2 ppm 0,9 ppm.
dengan empat kali
Larvae of the
replikasi.
Yellow Fever
Mosquito Aedes
aegypti
D. Tinjauan Khusus Tentang Temephos
manusia. Namun apabila digunakan pada dosis yang tidak sesuai maka akan
mengakibatkan overstimulasi sistem saraf sehingga akan terjadi pusing, mual dan
kebingungan. Pada pajanan yang tinggi dapat mengakibatkan paralise nafas dan
1. Spesifikasi Temephos
tidak melebihi batas (EPA, 2001). Dosis temephos pada program abatesasi
terhadap larva apabila tidak menggunakan dosis yang sesuai (Lauwrens, dkk,
2014).
abate 50%-90%.
temephos yaitu :
b. Bahan asli atau murni berbentuk kristal dan berwarna putih, bentuk
padat
sebesar 90%
g. Stabil pada suhu 25oC selama 2 tahun namun akan cepat rusak pada
temperature 120oC 125oC. Temephos akan stabil dengan baik dalam air
sedangkan pada suasana asam (pH di bawah 2) hidrolisa akan cepat terjadi
menjadi fosfat ester lebih cepat dibandingkan lalat rumah, temephos diubah
dosis 1 gram temephos 1% pada 10 liter air sangat efektif dan memiliki efek
residual selama minimal 1 bulan. Hal ini terjadi karena mekanisme kerja
temephos yang ditaburkan ke dalam wadah sampai ke dasar wadah dan akan
pada dinding bejana sampai pada batas permukaan air dan sebagian larut
KERANGKA KONSEP
Aedes aegypti dalam hal ini larvasida dapat mmutus rantai perkembangbiakan
vektor nyamukk Aedes aegypti pada fase larva. Ada berbagai macam larvasida
yang dapat digunakan, larvasida yang paling umum digunakan masyarakat adalah
temephos 1%, larvasida ini juga digunakan pada program abatesasi nasional.
Selain temephos dapat pula digunakan larvasida alami yaitu air perasan kulit jeruk
manis.
lain :
besar jumlah kematian larva berarti semakin tinggi ABJ di suatu wilayah
ditekan. Dosis yang digunakan pada uji pendahuluan yaitu 1%, 2%, 3%, 4%,
3. Temephos
pada larva serta mengganggu proses pernapasan larva Aedes aegypti. Dosis
temephos yang digunakan pada uji pendahuluan adalah 0,5 mg/L, 1 mg/L, 1,5
mg/L, 2,0 mg/L, dan 2,5 mg/L lalu pada uji sebenarnya digunakan dosis LD95
fungsi temephos dan air perasan kulit jeruk manis sebagai larvasdia dalam
Kejadian DBD
Prilaku bertelur nyamuk
Aedes aegypti
Kepadatan telur
Kepadatan pupa
Hidup Mati
Agen (Virus
dengue)
Gambar 3.1. Kerangka Teori Faktor yang Berperan dalam Kejadian DBD
Modifikasi (Dwinata, 2012) (Arsin, 2013)
B. Pola Pikir Variabel yang Diteliti
Kelompok
I (kontrol)
Kelompok II
(Pemberian - LC95 untuk
Selang
Air Perasan air perasan waktu
Kulit Jeruk Mortalitas kulit jeruk Mortalitas 15,30,45
Manis) larva
manis larva Aedes ,60,120, LT95
1%, 2%, 3%, Aedes
- LD95 untuk aegypti 240,480,
4%, 5%
aegypti 1440
temephos
menit
Kelompok III
(Pemberian
temephos 1%)
0,5 mg/L, 1,0
mg/L, 1,5 mg/L, 1. Suhu
2,0 mg/L, dan 2. pH
2,5 mmg/L
Keterangan :
: Variabel Kendali
\
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
(bergerak aktif) yang telah berumur 3-5 hari setelah telur menetas dimana
menurut WHO (2005), jumlah larva yang digunakan dalam penelitian adalah
Universitas Hasanuddin.
dengan air dengan dosis 100 gr kulit jeruk manis dicampurkan dengan 100 ml
akuades lalu diblender. Hasil blender kemudian diperas dan disaring lalu
diambil airnya.
Efektif : Apabila air perasan kulit jeruk manis dalam dosis yang
3. Temephos
2005).
perasan kulit jeruk manis dan temephos) dimana larva tidak lagi bergerak
D. Hipotesis Penelitian
Tidak ada perbedaan efektivitas antara air perasan kulit jeruk manis
Ada perbedaan efektivitas antara air perasan kulit jeruk manis dan
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
rancangan penelitian post-test only with control group design, dimana tidak
dilakukan pre test terhadap larva Aedes aegypti yang digunakan sebagai objek
percobaan dalam penelitian ini, dengan kata lain kondisi awal dianggap sama.
memiliki kapasitas asosiasi yang lebih tinggi. Studi eksperimental terbagi atas
Design berarti tidak diadakan pretes karena sampel yang telah dirandomisasi
(kelompok I) tidak diberi perlakuan apapun dengan kata lain kelompok ini
merupakan kelompok kontrol dari percobaan. Kelompok kedua (kelompok II)
diberi air perasan kulit jeruk manis. Kelompok ketiga (kelompok III) diberi
temephos 1%. Kelompok keempat (kelompok IV) diberi kulit jeruk manis. Air
yang digunakan sebagai media adalah air sumur bor dimana air sumur bor tidak
Sebelum digunakan sebagai media pada uji yang akan dilakukan, terlebih dahulu
dilakukan penyaringan terhadap air sumur bor menggunakan penyaring kain agar
B. Lokasi Penelitian
1. Populasi
Aedes aegypti yang diambil di daerah dengan angka bebas jentik (ABJ) di
bawah 95%.
2. Sampel
Pampang. Sampel dalam penelitian ini adalah larva Aedes aegypti instar III-IV
yang bergerak aktif dengan umur 3-5 hari . Sampel dipilih secara random dari
larva Aedes aegypti yaitu kontrol, pemberian air perasan kulit jeruk manis,
kulit jeruk manis tanpa perasan dan pemberian temephos 1%. Adapun jumlah
Keterangan :
Sehingga :
3 (r-1) > 15
3r-3 > 15
r>6
Total sampel larva yang digunakan berjumlah 1450 larva. Rentan waktu untuk
menit, 120 menit, 240 menit, 480 menit, dan 1440 menit (WHO, 2005).
Pemantauan kematian tiap pembagian waktu tertentu dilakukan untuk
D. Metode Pengukuran
1. Untuk mengukur dosis air perasan kulit jeruk manis digunakan satuan persen
(%).
Larva Aedes
Randomisasi sampel
Diamati dan dicatat waktu dan jumlah larva yang mati setiap
15, 30, 45, 60, 120, 240, 480, dan 1440 menit
Keterangan :
Kelompok III : Diberi temephos sebanyak nilai LD95 yang didapat pada
uji pendahuluan
Kelompok IV : Diberi kulit jeruk manis sebanyak nilai LD95 yang didapat
c. Apabila telah menjadi pupa, larva dipindahkan ke dalam gelas plastik lalu
a. 100 gr kulit jeruk manis dicuci bersih dengan air mengalir untuk
hasil perasan.
c. Irisan itu dilarutkan dengan 100 ml akuades dan dilumatkan dengan
blender. Dengan kata lain, perbandingan antara kulit jeruk manis dan
akuades adalah 1 : 1.
d. Hasilnya diperas dan disaring dengan saringan plastik yang dilapisi kain,
a. Siapkan 18 wadah plastik yang telah diisi air sebanyak 1 liter pada uji
pendahuluan.
b. Ditentukan konsentrasi air perasan kulit jeruk manis sebesar 0%, 1%, 2%,
c. Air perasan kulit jeruk manis diambil dengan pipet ukur lalu dimasukkan
ke dalam wadah.
g. Ditentukan dosis temephos 1% sebesar 0 mg/L, 0,5 mg/L, 1,0 mg/L, 1,5
menit, 240 menit, 480 menit, dan 1440 menit (WHO, 2005).
s. Kelompok II diberikan air perasan kulit jeruk manis pada dosis sebesar
menit, 240 menit, 480 menit, dan 1440 menit (WHO, 2005).
dosis LD95.
menit, 240 menit, 480 menit, dan 1440 menit (WHO, 2005).
y. Suhu, pH, dan salinitas pada tiap wadah diukur dan dicatat.
z. Kelompok IV diberikan kulit jeruk manis yang telah ditimbang sebanyak
dosis LD95.
bb. Catat waktu kematian setiap 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 120
menit, 240 menit, 480 menit, dan 1440 menit (WHO, 2005).
dd. Setelah 1 x 24 jam larva yang mati dikeluarkan dan air diganti.
F. Pengumpulan Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder
penelitian, artikel ilmiah, dan hasil penelitian sebelumnya (KTI, skripsi, dan
tesis) dengan cara mengutip langsung maupun browsing dari internet untuk
analisis komputerisasi, dimana terdapat tiga analisis statistik yang digunakan yaitu
larvasida yang digunakan untuk membunuh 99% larva Aedes aegypti (LC99/
LD99). Dalam penelitian ini, analisis probit digunakan untuk mengetahui nilai
dari LC50, LC95/ LD95 dan LT95 dari air perasan kulit jeruk manis dan temephos
2. Uji anova digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel
hitung > F tabel (P < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Namun jika F
hitung < F tabel (P > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dalam penelitian
ini, uji anova digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan anatara
pemberian larvasida yaitu air perasan kulit jeruk manis, kulit jeruk manis tanpa
perasan dan temephos terhadap mortalitas larva Aedes aegypti. Namun terlebih
windows.
perbedaan antara kedua variabel. Namun jika F hitung < F tabel (P > 0,05)
maka tidak ada perbedaan antara kedua variabel. Dalam penelitian ini, uji
pemberian air perasan kulit jeruk manis dan temephos terhadap mortalitas larva
4. Penyajian Data
Pada penelitian ini, data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel dan
air perasan kulit jeruk manis, kulit jeruk manis dan temephos terhadap mortalitas
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Rata-rata populasi mortalitas larva Aedes aegypti akibat pemberian air perasan
2. Lama waktu yang dibutuhkan air perasan kulit jeruk manis untuk mematikan
4. Lama waktu yang dibutuhkan temephos untuk mematikan larva Aedes aegypti
5. Tidak terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara air perasan kulit
jeruk manis dan temephos untuk mematikan larva Aedes aegypti namun ada
kontrol.
B. Saran
liter air.
mengenai cara yang dapat dilakukan air perasan kulit jeruk manis mupun kulit
jeruk manis tanpa perasan tidak mengganggu standar fisik air bersih ketika
digunakan mengingat air perasan kulit jeruk manis juga memiliki kemampuan
sebagai larvasida.
3. Kepada pemerintah dalam hal ini pegawai kesehatan terkait untuk dapat
penggunaan temephos.
DAFTAR PUSTAKA
Amusan, A.A.S, A.B.Idow & F.S. Arowolo, 2005. Comparative Toxicity Effect of
Bush Tea Leaves (Hyptis Suaveolens) and Orange Peel(Citrus Sinensis) Oil Extract
On Larvae Of The Yellow Fever Mosquito Aedes aegypti. Tanzania Health Research
Bulletin 7, 174-178. [Online] www.ajol.info%2Findex.php [diakses tanggal 14
November 2014].
Aradilla, A.S., 2009. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba
(Azadirachta indica) tehadap Larva Aedes aegypti. Laporan Akhir Penelitian.
Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro, Semarang.
Chandra, B., 2006. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran.
Dinkes Kota Makassar, 2013. Angka Bebas Jentik Kota Makassar. Makassar : Dinas
Kesehatan Kota Makassar.
Fradin, M.S & John, F.D., 2002. Comparative Efficacy of Insect Repellents Against
Mosquito Bites. Journal of Medicine, Vl 347 (1) 13-18. [Online] www.nejm.org
[diakses tanggal 16 Februari 2015].
Lawrens, F.I.J, G.J. Wahongan & J.B. Bernadus, 2014. Pengaruh dosis abate
terhadap jumlah populasi jentik nyamuk Aedes spp di Kecamatan Malalayang Kota
Manado. [Online] journal.unsrat.ac.id [diakses tanggal 14 November 2014].
Mashoedi, I.D., 2007. Hubungan antara Distribusi Serotipe Virus Dengue dari Isolat
Nyamuk Aedes spp dengan Tingkat Endemisitas Demam Berdarah Dengue(Studi
Kasus Di Kota Semarang). Tesis. Magister Epidemiologi. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Milind, P & Chaturvedi, D., 2012. Orange : Range of Benefit. International Research
Journal Of Pharmacy 3(7). [Online] www.irjponline.com[diakses tanggal 14
November 2014].
Nopianti, S, Dwi Astuti & Sri Darnoto, 2008. Efetivitas Buah Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L.) untuk Membunuh Larva Nyamuk Anopheles aconitus instar
III. Jurnal Kesehatan 1 (2) 91-96 [Online]
http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080/handle/123456789/1461?show=full [diakses
tanggal 14 November 2014].
Nugroho, A.D., 2011. Kematian Larva Aedes aegypti setelah Pemberian Abate
Dibandingkan Dengan Pemberian Serbuk Serai. Jurnal Kesehatan Masyarakat 7 (1).
[Online] download.portalgaruda.org [diakses tanggal 14 November 2014].
Nurhaeni, 2011. Perbandingan Efektifitas Abate dan Air Perasan Buah Mengkudu
(Morinda citrifolia L) terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti. Skripsi Sarjana.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Uniprot. Citrus sinensis (Sweet Orange) (Citrus auranitum var. sinensis). [Online]
http://www.uniprot.org/taxonomy/2711 [diakses tanggal 14 November 2014].
Raharjo, B., 2006. Uji Kerentanan (Susceptibility Test) Nyamuk Aedes aegypti
(Linnaeus) dari Surabaya, Palembang dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap
Larvasida Temephos (Abate 1 SGS). Skripsi Sarjana. Sekolah Ilmu dan Teknologi
Hayati. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Raharjo,J., 2009. Uji Efektivitas Temephos Terhadap Larva Aedes aegypti pada
Berbagai Sumber Air dan Jenis Bahan Tempat Penampungan Air. Jurnal Penelitian
Balaba Vol.5. No.02. [Online] ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/blb/ [diakses
tanggal 14 November 2014].
Ridha, M.R & Khairatun, N., 2011. Larva Aedes aegypti Sudah Toleran teradap
Temephos di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Jurnal Vektora Vol. III No.2.
[Online] http://download.portalgaruda.org/article.php?article=127557&val=4885
[diakses tanggal 14 November 2014].
Sastroasmoro,S & Sofyan, I., 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi
ke-4. Jakarta : Sagung Seto.
Sembel, D.T., 2009. Entomologi kedokteran.Yogyakarta : Penerbit Andi.
Service, M.W., 2008. Medical Entomology for Student. [e-book]. Britania Raya :
Cambridge University Press
http://books.google.co.id/books?id=8U5i8C_I8ykC&pg=PA291&dq=Service,+M.W.,
+2008.+Medical+Entomology+for+Student&hl=id&sa=X&ei=4Th0VMv8FMKOuA
TBw4KQCw&ved=0CB8Q6AEwAA#v=onepage&q=Service%2C%20M.W.%2C%2
02008.%20Medical%20Entomology%20for%20Student&f=false [diakses tanggal 22
November 2014].
Setiawan, Y.D & Zainal, F., 2014. Efektifitas Larvasida Temephos (Abate 1g)
terhadap Nyamuk Aedes aegypti Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul DIY Tahun
2013. Media Bina Ilmiah 33. [Online] www.lpsdimataram.com [diakses tanggal 14
November 2014].
Setiawan, Y.F., 2010. Efek Granul Ekstrak Daun Temebelekan (Lantana camara L.)
terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti L.Skripsi Sarjana. Fakultas Kedokteran.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Shinta, Yunita A., Wigati & Supratman, S., 2011. Efektivitas Larvasida Al Tosid 1,3
G terhadap Aedes aegypti di Laboratorium. [Online]
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=70987&val=4882 [diakses
tanggal 14 November 2014].
Sigit, H & Hadi, U., 2006. Hama Permukiman Indonesia, Pengenalan, Bologi Dan
Pengendalian, Uji Kajian Pengendalian Hama Pemukiman. Bogor : Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
Sitio, A., 2008. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Dan
Kebiasaan Keluarga Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan
Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008. Tesis. Magister Kesehatan Lingkungan.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Sulthanont, N., 2009. Chemical Composition and Larvacidal Activity of Edible Plant-
Derived Essential Oils Against the Pyrethroid-Susceptible and Resistant Strains of
Aedes aegypti (Diptera : Culicidae). Journal of Vector Ecology, Vol 35 (1)106-11.
[Online] http://www.researchgate.net/profile/Wej_Choochote [diakses tanggal 16
Februari 2015].
Switaning, R, Nurul F & Mochammad A.D.A., 2010. Ekstraksi Minyak Atsiri dari
Limbah Kulit Jeruk Manis di Desa Gadingkulon Kecamatan Dau Kabupaten Malang
sebagai Campuran Minyak Goreng untuk Penambah Aroma Jeruk. Program
Kreativitas Mahasiswa. Universitas Negeri Malang, Malang.
Wati, W.E, Adwi, S. & Sri, D., 2009. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Demam Berdarah Fengue (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan
tahun 2009. [Online] http://www. journal.litbang.depkes.go.id. [diakses tanggal 20
November 2014].
Wati, F.A., 2010. Pengaruh air perasan kulit jeruk manis (Citrus aurantium sub
spesies sinensis) terhadap tingkat kematian larva Aedes aegypti instar III in vitro.
Skripsi Sarjana. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
WHO, 2005. Guidelines for Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvacides.
[Online]. http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/who_cds_whopes_gcdpp_2005.13.pdf
[diakses tanggal 20 November 2014].
WHO. 2009. Impact of dengue. [Online].
http://www.who.int/csr/disease/dengue/impact/en/ [diakses tanggal 14 November
2014].
Zettel, C & Philip, K., 2013. Common Name : Yellow Fever Mosquito. [Online]
http://entnemdept.ufl.edu/creatures/aquatic/aedes_aegypti.htm [diakses tanggal 20
November 2014].
Zuldarisman, M., 2013. Efektivitas Air Perasan Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L) terhadap Kematian Larva Aedes aegypti dan Larva Anopheles subpictus.
Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin, Makassar.