You are on page 1of 14

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GANGGUAN

JIWA DI DESA PARINGAN KECAMATAN JENANGAN KABUPATEN


PONOROGO
Analysis Of Factors Related To Mental Disorder Incidents At Paringan Village
Rio Yanuar
* Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya
Telp. 085259974991, Email : rio_yanuar_1@yahoo.com

ABSTRACT
Introduction: Mental disorders cause suffering to the individual and social barriers in
implementing the role. Disorder characterized by changes in mental function. Usually the causes
is a biological factor, psychological and sociocultural. Method: Design used in this research was
cross sectional. Paringan village has a population of 60 mental disorders. Using quota sampling,
the number of samples taken as many as 30 people. The independent variables are genetic,
personality, self-concept, education, employment and income. Dependent variable is a mental
disorder. Data were analyzed with Chi-Square test with a significance of <0.05. Result and
Analysis: The results showed that, the influence of a mental disorder is genetic (p=0,030),
personality (p=0,033), and self-concept (p=0,033). Meanwhile, that does not affect the
occurrence of mental disorders is education (p=0,871), work (p=0,777), income (p=0,848) and
family support (p=593). Dominant factors that influence the biological factor (p=0,030).
Discussion and Recommendation: Conclusion of this study was the genetic factors, personality
and self-concept has a major influence to determine the occurrence of mental disorders. Type of
job, family support, education level and nominal income is not a cause of mental disorder.
Therefore necessary research on sociocultural again, especially about individual coping in living
patients. About coping in their employment, earn income and education.
Keywords: Mental disorders, biological factors, psychological factors, sociocultural factors.

PENDAHULUAN
Gangguan jiwa menurut Depkes RI Kabupaten Ponorogo (2011) di Desa
(2000) adalah suatu perubahan pada fungsi Paringan Kecamatan Jenangan sebanyak 60
jiwa yang menyebabkan adanya gangguan orang menderita gangguan jiwa. Jumlah ini
pada fungsi jiwa, yang menimbulkan tergolong besar mengingat jumlah penduduk
penderitaan pada individu dan atau desa yang mencapai 6000 jiwa. Jumlah
hambatan dalam melaksanakan peran sosial. tersebut ada kecenderungan meningkat di
Secara umum gangguan jiwa yang dialami tiap tahunnya. Faktor ekonomi diduga
seorang individu dapat terlihat dari menjadi salah satu faktor penyebab kejadian
penampilan, komunikasi, proses berpikir, gangguan jiwa di desa tersebut. Untuk
interaksi dan aktivitasnya sehari-hari penanganan dan pencegahan semakin
(Keliat, 2011). Faktor-faktor yang dapat meluasnya angka kejadian, di desa tersebut
mempengaruhi kejadian gangguan jiwa telah dibangun balai pengobatan untuk
terdiri dari faktor biologis, faktor psikologis penderita gangguan jiwa, namun faktor-
dan faktor sosial budaya (Maramis, 1994). faktor dan bagaimana dukungan keluarga
Berdasarkan data Dinas Kesehatan
1
sehingga menimbulkan kejadian gangguan dll), pemantauan kesehatan di masyarakat,
jiwa belum diketahui. dukungan terhadap penelitian-penelitian di
Menurut Badan Kesehatan Dunia bidang biologi dan psikososial kesehatan
(WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di jiwa. Kontribusi bidang keperawatan dapat
dunia pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Di diwujudkan diantaranya dengan
Indonesia gangguan mental emosional memberikan pelatihan dan dukungan yang
(depresi & ansietas) mencapai 11,6% dari adekuat kepada pasien. Dengan mengetahui
jumlah total penduduk atau sekitar faktor-faktor dan seberapa besar dukungan
24.708.000 orang, sedangkan gangguan jiwa keluarga yang mempengaruhi kejadian
berat (psikosis) mencapai 0,46% dari jumlah gangguan jiwa di Desa Paringan terlebih
total penduduk atau sekitar 1.065.000 orang dahulu, diharapkan dapat memberikan
(Riskesdas, 2007). Provinsi Jawa Timur masukan terhadap Desa, Puskesmas,
meskipun secara nasional tidak termasuk 7 ataupun Dinas terkait untuk dapat
besar provinsi dengan gangguan jiwa mengurangi kejadian gangguan jiwa di Desa
terbanyak, prevalensi gangguan jiwa masih Paringan. Hal ini menjadi penting untuk
terhitung tinggi. Ansietas (kecemasan) dan diteliti, sebagai untuk pencegahan semakin
depresi sebesar 12,3%, dan sebesar 0,3% banyaknya dampak dari kejadian tersebut.
lainnya masuk kategori gangguan jiwa berat
(Riskesdas, 2007). Kejadian gangguan jiwa BAHAN DAN METODE
di Ponorogo tepatnya di Desa Paringan Pada penelitian ini desain penelitian yang
Kecamatan Jenangan, berdasarkan survei digunakan adalah cross sectional. Jenis
awal yang dilakukan tanggal 31 Maret 2012 penelitian ini menekankan waktu
jumlah penderita gangguan jiwa sebanyak pengukuran/observasi data variabel
60 jiwa. Angka tersebut terbilang tinggi independen dan dependen hanya satu kali
mengingat jumlah perbandingan antara pada saat itu. Populasi dalam penelitian ini
warga yang terkena gangguan jiwa dengan adalah masyarakat di Desa Paringan yang
warga yang sehat 1:100. menderita gangguan jiwa sebanyak 60
Upaya penanggulangan kejadian orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini
gangguan jiwa yang dapat dilakukan sebanyak 30 responden. Jumlah tersebut
menurut Kepmenkes no didasarkan pada kuota yang disediakan oleh
220/Menkes/SK/III/2002 adalah dengan pihak Pemerintah Desa Paringan Kecamatan
pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa di Jenangan Kabupaten Ponorogo, dan
pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas dan berdasarkan kriteria inklusi yaitu satu orang
Rumah Sakit Umum), ketersediaan obat dari keluarga pasien atau menjadi care giver
psikotropika di berbagai tingkat pelayanan, bagi pasien dan memiliki usia 17 tahun
tersedianya perawatan kesehatan jiwa di Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
masyarakat, pendidikan masyarakat dalam keluarga yang tinggal satu rumah dengan
rangka meningkatkan kesadaran terhadap pasien dan/atau menjadi care giver bagi
kesehatan jiwa, keterlibatan peran serta pasien sedang sakit, yang apabila dilakukan
masyarakat umum, tenaga kesehatan, penelitian memungkinkan bertambah parah
sukarelawan, keluarga dan konsumen, sakitnya. Penelitian ini dilaksanakan pada
tenaga pendidik, penetapan kebijakan tanggal 2-3 Mei 2012.
nasional, program dan peraturan perundang- Variabel independen dalam
undangan yang tepat, pengembangan penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab
sumber daya manusia (Psikiater), kerjasama terjadinya gangguan jiwa di Desa Paringan
lintas sektor (pendidikan, sosial, hukum, Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo.
2
Variabel dependen dalam penelitian ini Tipe introvert terdiri 16 pertanyaan, terdiri
adalah gangguan jiwa di Desa Paringan dari 7 pertanyaan negatif dan 9 nomer yang
Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. lain adalah pertanyaan positif.
Instrumen yang digunakan untuk Pertanyaan positif jawaban ya nilai 1, bila
pengumpulan data pada penelitian ini tidak nilai 0. Pertanyaan negatif jawaban
menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ya nilai 0, bila tidak nilai 1. Jumlah skor
ini Untuk mengukur genetik digunakan dikategorikan sangat tinggi bila >15, tinggi
kuesioner yang mengacu pada teori 11-14, rata-rata 6-10, rendah 3-5, dan sangat
Cloninger (1989) tentang genetik. Skor yang rendah <3.
digunakan adalah memberi nilai: 1 jika Selanjutnya dalam penelitian ini
jawabannya ya dan 0 jika jawabannya pengklasifikasian tipe introvert dan
tidak. Kemudian jika prosentase skor yang ekstrovert sesuai dengan pendekatan jumlah
didapat antara 50%-100% maka terdapat skor tertinggi yang di dapat. kemudian
faktor genetik jika 50% tidak terdapat diberi kode :1 = Tipe Ekstrovert, 2 = Tipe
faktor genetik. Introvert
Untuk mengukur konsep diri Sedangkan untuk mengukur sisi
digunakan kuesioner yang mengacu pada sosiokultural, kuesioner dibuat dalam bentuk
teori Stuart dan Sundeen (1998) tentang data demografi, dimana pendidikan,
konsep diri. Skor yang digunakan memberi pekerjaan dan penghasilan sudah termuat
nilai: Pertanyaan positif: jika jawabannya didalamnya. Skor yang digunakan dengan
ya maka nilainya 2, jika jawabannya memberikan kode pada setiap pilihan.
tidak maka nilainya 1. Pertanyaan negatif: Untuk mengukur gangguan jiwa
jika jawabannya ya maka nilainya 1, jika menggunakan PPDGJ III. Data untuk
jawabannya tidak maka nilainya 2. Nilai penelitian gangguan jiwa diperoleh dari
jawaban: Terendah = 20 dan jawaban Pustu di Desa Paringan, untuk kemudian
tertinggi 40. Untuk mempermudah diklasifikasikan sesuai dengan data di Pustu.
kepentingan diskriptif maka dikategorikan .Data yang didapatkan akan
Positif jika 31-40 dan negatif jika 20-30. dikumpulkan dan dianalisa dengan uji
Untuk tipe kepribadian mengacu statistik menggunakan program windows
pada teori C.G. Jung tentang kepribadian SPSS 17.0 dan disajikan dalam bentuk tabel.
ekstrovert dan introvert, dan untuk Untuk mengetahui tingkat signifikasi dan
mengukurnya digunakan tes personaliti yaitu mengukur hubungan yang lebih bermakna
modifikasi MMPI (Minessota Multiphasic digunakan uji statistik Chi-square, dengan
Personality Inventory) oleh Yul Iskandar. derajat kemaknaan < 0,05, artinya apabila
Skor yang digunakan memberi nilai: p < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima
(1) Tipe Ekstrovert yang berarti ada hubungan antara variabel-
Tipe ekstrovert terdiri 20 pertanyaan, variabel yang diukur.
terdiri 7 pertanyaan negatif dan 13 nomor
lainnya pertanyaan positif. Pertanyaan HASIL PENELITIAN
positif jawaban ya nilai 1, bila tidak Karakteristik responden dilihat dari
nilai 0. Pertanyaan negatif jawaban ya segi umur didapatkan data mayoritas
nilai 0, bila tidak nilai 1. Jumlah skor responden berumur 41-50 tahun yaitu
dikategorikan sangat tinggi >17, tinggi sebanyak 11 orang (37%). Dilihat dari segi
12-16, rata-rata 6-12, rendah 3-5 dan hubungan responden dengan pasien
sangat rendah <3. didapatkan data mayoritas hubungan
(2) Tipe Introvert responden sebagai anak yaitu sebanyak 14
3
orang (47%). Sedangkan tentang konsep diri menunjukkan bahwa tipe konsep
karakteristik responden dilihat dari segi diri yang dominan pada pasien yang
umur didapatkan mayoritas pasien berumur mengalami gangguan jiwa adalah tipe
antara 19-44 tahun yaitu sebesar 18 orang negatif, sebesar 86,67% (26 orang).
(60%). Dilihat dari segi pendidikan Sedangkan pada riwayat
didapatkan data mayorias pasien hanya sosiokultural yang meliputi pendidikan,
sampai pendidikan tingkat dasar yaitu pekerjaan dan penghasilan menunjukkan
sebesar 22 orang (73%). Dilihat dari segi bahwa pada pasien dengan tingkat
riwayat pekerjaan didapatkan data mayoritas pendidikan dasar, 19 pasien (63,33%)
pekerjaannya petani yaitu sebesar 16 orang menderita gangguan jiwa dengan jumlah
(53%). Dilihat dari segi riwayat penghasilan terbanyak, jenis pekerjaan dengan jumlah
didapatkan data mayoritas pasien kejadian terbanyak adalah lain-lain sebesar
mendapatkan gaji >RP. 745.000,- sebesar 26 70% (21orang). Dan penghasilan
orang (87%). menunjukkan bahwa sebagian besar 86,67%
Jumlah pasien dengan riwayat (26 orang) pasien yang mengalami
anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa mempunyai riwayat
gangguan jiwa sebesar 76,67% (23 orang) penghasilan dibawah Rp. 745.000,00.
dan secara keseluruhan jenis gangguan Dari segi dukungan keluarga
jiwanya adalah skizofrenia. Sedangkan pada menunjukkan bahwa sebagian besar
variabel kepribadian menunjukkan bahwa dukungan keluarga yang diberikan keluarga
pada pasien dengan tipe kepribadian kepada pasien yang mengalami gangguan
ekstrovert, 4 orang (13,33%) mengalami jiwa berada pada tingkatan baik, sebesar
gangguan jiwa, sisanya sebanyak 26 orang 60% (18 keluarga).
(86,67%) merupakan tipe introvert. Pada

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat kecenderungan lebih tinggi dibanding
diketahui bahwa mayoritas pasien memiliki dengan orang yang tidak memiliki faktor
anggota keluarga dengan gangguan jiwa, herediter. Individu yang memiliki hubungan
baik hubungan orang tua, kakek/nenek ayah, ibu, saudara atau anak dari pasien
saudara kandung dan lainnya. Hasilnya yang mengalami gangguan jiwa memiliki
menunjukkan adanya hubungan yang erat kecenderungan 10%, sedangkan keponakan
antara faktor genetik dengan kejadian atau cucu kejadiannya 2-4%. Individu yang
gangguan jiwa (p = 0,03). Nilai p tersebut memiliki hubungan sebagai kembar identik
menunjukkan adanya hubungan yang dengan pasien yang mengalami gangguan
bermakna antara genetik dengan kejadian jiwa memiliki kecenderungan 46-48%,
gangguan jiwa. sedangkan kembar dizygot memiliki
Gangguan jiwa memang termasuk kecenderungan 14-17%. Faktor genetik
penyakit herediter. Cloninger (1989) tersebut juga ditunjang dengan pola asuh
mengatakan bahwa gangguan jiwa terutama yang diwariskan sesuai dengan pengalaman
gangguan persepsi sensori dan gangguan yang dimiliki oleh anggota keluarga pasien
psikotik lainnya erat sekali penyebabnya yang mengalami gangguan jiwa. Rose
dengan faktor genetik termasuk di dalamnya Cooper Thomas dalam Yayah, yang
saudara kembar, atau anak hasil adopsi. melakukan penelitian terhadap hubungan ibu
Individu yang memiliki anggota keluarga dan anak, menemukan bahwa ibu yang
yang mengalami gangguan jiwa memiliki mengalami gangguan jiwa schizophrenia
4
(kecenderungan perilaku yang acuh tak jiwa di desa adalah pendataan secara
acuh), dominan atau cenderung menyeluruh semua pasien yang mengalami
menghasilkan karakter anak yang gangguan jiwa agar diketemukan mana saja
perilakunya suka berontak, jahat, yang punya potensi untuk terkena gangguan
menyimpang, bahkan anti sosial. Anak disini jiwa.
selain memiliki kecenderungan untuk Berdasarkan penelitian menunjukkan
mengalami gangguan jiwa, yang perlu bahwa mayoritas pasien mempunyai tipe
dikhawatirkan adalah ketika anak dari kepribadian introvert. Hal ini terjadi karena
penderita tersebut melihat perilaku yang manusia memiliki sifat berbeda sesuai
ditunjukkan oleh orang tuannya. Masa anak- dengan konsep dirinya. Sedangkan, hasil
anak adalah masa berkembanganya perilaku analisis menggunakan uji statistik diperoleh
anak, jadi apa saja yang anak lihat sedikit nilai (p = 0,033). Nilai p tersebut
banyak akan berpengaruh terhadap menunjukkan bahwa ada hubungan yang
perilakunya di masa yang akan datang. bermakna antara kepribadian pasien dengan
Mayoritas masyarakat paringan yang kejadian gangguan jiwa yang sedang dialami
mengalami gangguan jiwa memiliki riwayat pasien.
anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Kepribadian merupakan pola khas
Meskipun sebelumnya tidak mendapatkan seseorang dalam berpikir, merasakan dan
pendidikan tentang genetika, masyarakat berperilaku yang relatif stabil dan dapat
dan keluarga pasien sebenarnya tahu kalau diperkirakan (Dorland, 2002). Kepribadian
gangguan jiwa tersebut bisa menurun ke berubah dan berkembang terus sesuai
kerabatnya, hal ini karena kejadian tersebut dengan cara penyesuaian terhadap
memang sudah berlangsung lama di desa lingkungan sehingga dapat dikatakan bahwa
Paringan, sehingga masyarakat dapat kepribadian merupakan suatu hasil dan
menyimpulkan sendiri fenomena tersebut. fungsi keturunan dan lingkungan. Setiap
Sebelum didirikannya Pusat Kesehatan perubahan yang terjadi pada lingkungan
Terpadu (Pustu) beberapa pasien sempat juga akan diikuti dengan berubahnya
dipasung dan diisolasi oleh keluarga, tapi kepribadian (Sunaryo, 2004). Jarak antar
setelah Pustu didirikan dan setelah rumah yang saling berjauhan
dilakukan pengobatan serta perawatan, hal memungkinkan seseorang untuk sulit
tersebut bisa diminimalisir. Gangguan jiwa bersosialisasi, hal ini berpengaruh terhadap
memang tidak diturunkan ke keturunan proses berkembangnya kepribadian setiap
secara langsung atau keturunanya mutlak orang. Berdasarkan pengertian tersebut,
terkena gangguan jiwa, tapi kecenderungan dapat disimpulkan bahwa kepribadian
berperilaku yang ditunjukkan oleh kerabat meliputi segala corak perilaku dan sifat yang
yang terkena gangguan jiwa tersebutlah khas dan dapat diperkirakan pada diri
yang perlu diwaspadai, karena perilaku seseorang, yang digunakan untuk bereaksi
tersebut sangat berpengaruh ketika yang dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan,
melihat adalah anak dari penderita gangguan sehingga corak tingkah lakunya itu
jiwa. Upaya yang sudah dilakukan untuk merupakan satu kesatuan fungsional yang
menekan angka gangguan jiwa adalah khas bagi individu itu. Sesuai dengan teori
sosialisasi terkait gangguan jiwa dan yang dikemukakan oleh seorang
berdirinya fasilitas kesehatan berupa Pustu psikoanalisa bernama Carl Gustav Jung
yang khusus menangani gangguan jiwa. yang dikutip Sabri (2001) bahwa
Upaya lain yang perlu dilakukan kepribadian terbagi dalam dua tipe utama
dalam menekan angka kejadian gangguan yaitu Introvert dan Ekstrovert. Dalam
5
kenyataan dilapangan tipe kepribadian datang hanya untuk berkumpul bersama
introvert-lah yang mayoritas dimiliki oleh orang lain namun lebih punya tujuan
pasien gangguan jiwa. tertentu, dalam menghadiri kegiatan mereka
Jumlah penderita gangguan jiwa juga terlihat kurang percaya diri sehingga
dengan tipe kepribadian ekstrovert di desa tidak berani bertindak/tampil dalam
Paringan sebesar 13,33% atau 4 pasien. mengemukakan pendapat, selain itu pasien
Umumnya pasien yang mempunyai tipe dengan tipe kepribadian introvert ini
kepribadian ini apabila bertemu dengan termasuk pemalu. Berbagai sebab diatas
orang lain cenderung akan berinteraksi, ditambah jarak antar rumah yang berjauhan
misalnya bercerita tentang masa lalu dan dan akses yang sulit, sehingga pasien
masa kini. Selain itu, mereka cenderung kesulitan untuk bersosialisasi dengan
suka bergaul dengan teman-teman dan masyarakat sekitar. Upaya yang perlu
tetangganya sekedar untuk bergurau atau dilakukan dalam menghadapi orang dengan
menghilangkan kesedihan, tidak jarang tipe kepribadian introvert adalah
ketika mereka mendapatkan permasalahan, memberikan kesempatan bagi mereka untuk
mereka ungkapkan permasalahan tersebut bersikap lebih terbuka dan bebas
kepada keluarga/orang terdekat pasien, mengungkapkan pendapat, membiasakan
dalam sebuah acara/kegiatan mereka juga untuk ikut aktivitas-aktivitas yang
tidak segan untuk bertanya apabila berhubungan dengan orang banyak
menemukan kebingungan. Disinilah mereka misalnya, syukuran, gotong royong, dll.
mudah mendapatkan teman dan mudah Selanjutnya, memberikan model ekstrovert,
meminta pertolongan dari orang lain jika dalam arti mencarikan
berada dalam kesulitan. Selain itu mereka tetangga/teman/anggota keluarga yang
cenderung bertindak dan lebih berani tampil memiliki kepribadian ekstrovert untuk
di depan orang banyak. berinteraksi, hal ini untuk memancing
Sisanya sebesar 86,67% atau 26 supaya orang dengan tipe kepribadian
pasien dengan tipe kepribadian introvert. introvert bisa lebih terbuka.
Besarnya jumlah tersebut menegaskan Berdasarkan hasil penelitian dapat
bahwa mayoritas pasien memiliki tipe diketahui bahwa mayoritas responden
kepribadian introvert. Tipe kepribadian 86,67% atau 26 orang memiliki tipe konsep
introvert lebih tertuju kepada tenaga/potensi diri negatif dalam kesehariannya. Mereka
yang mendasarinya, orang dengan tipe memiliki permasalahan yang merata di
kepribadian introvert bersifat intuitif dan setiap item konsep diri, baik dibagian citra
berkecenderungan menghayal, merenung diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran
dan merencanakan serta ragu-ragu dalam dan di identitas personal. Hasil penelitian
mencapai keputusan akhir. Sikap suka menunjukkan bahwa konsep diri mempunyai
memendam permasalahan dan lebih suka peranan penting dalam kejadian gangguan
merenung untuk mengatasinya, tampak jiwa yang dialami oleh masyarakat desa
ketika proses pengambilan data, dimana Paringan. Hasil uji statistik menunjukkan
responden mengatakan bahwa tidak adanya hubungan yang erat antara konsep
mengetahui secara pasti permasalahan yang diri dengan kejadian gangguan jiwa (p =
dihadapi pasien sebelum terkena gangguan 0,03). Nilai p tersebut mempunyai makna
jiwa. Hal lain yang menunjukkan tipe bahwa faktor psikologis khususnya konsep
kepribadian interovert tampak ketika mereka diri mempunyai peranan penting dalam
tidak menyenangi keramaian dan apabila munculnya kejadian gangguan jiwa di desa
ada acara/kegiatan, tidak semata-mata Paringan.
6
Konsep diri didefinisikan sebagai tanggung jawab, pasien melakukan dengan
semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan baik tanggung jawab tersebut.
yang membuat seseorang mengetahui Mayoritas psein memiliki konsep diri
tentang dirinya dan mempengaruhi negatif. Konsep diri yang negatif dapat
hubungannya dengan orang lain (Stuart dan dilihat dari hubungan sosial yang
Sundeen, 1998). Dari proses interaksi maladaptif. Pasien yang mengalami
dengan orang lain dan lingkungan dapat gangguan jiwa umumnya memiliki ciri-ciri
diketahui konsep diri seseorang. Konsep diri konsep diri negatif, hal tersebut didukung
adalah citra subjektif dari diri dan oleh data dan pernyataan responden tentang
percampuran yang kompleks dari perasaan, pasien dimasa lalu (sebelum sakit), mereka
sikap dan persepsi bawah sadar maupun tidak mengetahui apa kelemahan dan
sadar. Individu dengan konsep diri positif kelebihannya, mereka umumnya tidak
dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat mengetahui apa yang seharusnya dihargai
dari kemampuan interpersonal, kemampuan dalam hidupnya, pesimis terhadap dirinya,
intelektual dan penguasaan lingkungan. merasa tidak disenangi orang lain, peka
Menurut Mead dalam Baihaki (2010) terhadap kritik, dan lainnya. Berbagai
menyebutkan bahwa konsep diri merupakan pernyataan tersebut tampak ketika
produk sosial, yang dibentuk melalui proses responden mengatakan bahwa pasien sering
internalisasi dan organisasi pengalaman mengatakan keinginan yang sulit dijangkau,
psikologis. Pengalaman psikologis ini selalu memaksakan diri dalam segala hal
merupakan hasil eksplorasi individu dan pasien cenderung tidak mampu
terhadap lingkungan fisik dan refleksi dari mengontrol emosinya. Upaya yang perlu
dirinya yang diterima dari orang-orang dilakukan untuk mengatasi konsep diri
penting disekitarnya. Peranan orang tua dan negatif adalah dengan menetapkan kembali
peranan faktor sosial menjadi sangat tujuan hidup, memperbaiki kebiasaan dan
berpengaruh terhadap terbentunya konsep merubah wacana diri atau membentuk
diri seseorang. persepsi positif terhadap diri, karena
Berdasarkan penelitian yang telah persepsi inilah yang membentuk tindakan
dilaksanakan pasien dengan riwayat tipe selanjutnya. Upaya tersebut bisa dilakukan
konsep diri positif merupakan individu yang oleh keluarga/orang terdekat, karena
tahu betul tentang dirinya, dapat menerima pengaruh dari keluarga dan lingkungan
dan memahami sejumlah fakta yang sosial sangat besar terhadap terbentuknya
bermacam-macam tentang dirinya dan konsep diri seseorang.
mempu menerima keberadaan orang lain. Berdasarkan hasil penelitian dapat
Hal ini tampak ketika responden diketahui bahwa mayoritas pasien memiliki
mengatakan bahwa pasien merupakan orang riwayat pendidikan dasar (SD dan SMP).
yang bisa menghargai orang lain ketika Walaupun demikian masih ditemukan pasien
sedang berbicara, mampu untuk mengontrol yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar.
emosinya, dan selalu menyukuri apa yang Hasil penelitian dengan menggunakan uji
sedang didapat. Individu yang memiliki korelasi Chi-square menunjukkan tidak ada
konsep diri yang positif juga akan hubungan antara faktor sosiokultural
merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan (pendidikan) dengan kejadian gangguan jiwa
realitas, yaitu tujuan yang mempunyai (p = 0,941). Nilai p tersebut memiliki makna
kemungkinan besar untuk dapat dicapai. Hal bahwa faktor sosiokultural khususnya
ini juga tampak ketika responden tingkat pendidikan tidak mempunyai
mengatakan bahwa ketika pasien diberi
7
pengaruh terhadap kejadian gangguan jiwa dapat terpuaskan karena ditolong orang lain,
di desa Paringan. dan ketiga kebutuhan ego yang berhubungan
Pendidikan erat kaitannya dengan dengan keinginan untuk bebas mengerjakan
pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan sesuatu sendiri dan merasa puas bila berhasil
seseorang semakin banyak pula pengetahuan menyelesaikannya. Ketiga kebutuhan diatas
yang didapat. Tingkat pendidikan sangat menjadi kebutuhan pokok yang bisa didapat
berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dengan bekerja.
perilaku hidup. Dalam hal kesehatan Berdasarkan hasil penelitian dapat
seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi diketahui bahwa hampir semua pasien yang
akan memiliki pengetahuan dan sikap yang mengalami gangguan jiwa sebelumnya
baik tentang kesehatan yang akan pernah bekerja, mereka bekerja sebagai
mempengaruhi perilaku hidupnya. Namun buruh tani, swasta, sopir, TKI dan lainnya.
hal tersebut tidaklah mutlak, tingkat Jenis pekerjaan sebagai buruh tani memang
pendidikan yang tinggi tidak menjamin relatif mudah untuk dicapai untuk penduduk
seseorang untuk hidup sehat. Mayoritas desa Paringan, karena sebagaian besar
masyarakat desa mempunyai tingkat memang penduduknya bertani, disamping
pendidikan dasar, penderita gangguan jiwa itu sebagian besar wilayah desa juga
hanya sebagian kecil dari masyarakat desa dipenuhi hamparan sawah yang luas.
yang menyelesaikan pendidikannya sampai Masalah yang dialami oleh penduduk yang
tingkat dasar. Namun yang menjadi bekerja sebagai buruh tani adalah musim
pembeda adalah koping individu mereka tani yang tidak tentu dan penghasilan
masing-masing. Meskipun tingkat sebagai buruh yang bisa dibilang sangat
pendidikannya sama (sampai tingkat dasar), kurang, tidak jarang dalam tahap ini
bukan berarti koping individu mereka sama. sebagaian orang bisa sampai stres. Bagi
Berdasarkan hasil penelitian didapat penduduk yang masih remaja, merantau
bahwa mayoritas pasien memiliki riwayat adalah pilihan terbaik, dan sebagaian besar
pekerjaan sebagai petani. Jenis pekerjaan ini mereka bekerja sebagai TKI ke luar negeri.
sesuai dengan keadaan lingkungan desa. Merantaupun juga tidak bisa lepas dari
Selain bertani, pekerjaan pasien sebagai permasalahan gangguan jiwa. Berdasarkan
sopir, pegawai swasta, TKI, dll. Hasil uji penelitian, terdapat 3 orang yang pergi
statistik menunjukkan tidak ada hubungan merantau tapi ketika pulang dari perantauan
antara pekerjaan dengan kejadian gangguan dengan kondisi terkena gangguan jiwa.
jiwa (p = 0,31). Nilai p tersebut memiliki Umumnya mereka mendapati permasalahan
makna pekerjaan tidak berpengaruh di perantauannya, ada yang ketika di
terjadinya gangguan jiwa. perantauan mengalami kecelakaan, ada yang
Strauss dan Seyle, dalam Isnaini ketika pulang dari perantauan stress karena
(2009) mengatakan bahwa bekerja uang hasil jerih payahnya di perantauan
merupakan salah satu kebutuhan manusia. telah hilang. Sesuai dengan teori dan
Dengan bekerja manusia dapat memenuhi permasalahan diatas pasien dengan
kebutuhannya, yaitu pertama kebutuhan gangguan jiwa pada umumnya terdapat
fisik dan rasa aman yang diartikan sebagai permasalahan dalam pemenuhan
pemuasan terhadap rasa lapar, haus, tempat kebutuhannya, baik itu kebutuhan fisik,
tinggal dan perasaan aman dalam menikmati sosial ataupun ego, yang berujung pada
semua hal tersebut, kedua kebutuhan sosial, gangguan jiwa. Jenis pekerjaan memang
yang menunjukkan ketergantungan satu tidak mempengaruhi kejadian gangguan
sama lain sehingga beberapa kebutuhan jiwa, tapi permasalahan dalam pemenuhan
8
terhadap kebutuhannya dan koping individu penghasilan rata-rata mereka berada di
untuk menghadapi permasalahan diduga antara Rp. 300.000,00 Rp. 600.000,00.
menjadi penyebab terjadinya gangguan jiwa. Tidak hanya bagi mereka yang sekarang
Berdasarkan penelitian dapat terkena gangguan jiwa tapi rata-rata
diketahui bahwa mayoritas responden penghasilan penduduk di desa Paringan
mengatakan bahwa pasien yang terkena memang berada di sekitar angka tersebut,
gangguan jiwa memiliki penghasilan <Rp. tentunya bagi mereka yang bekerja sebagai
745.000,00. Hasil uji statistik menunjukkan buruh tani. Hanya mereka yang bersedia
bahwa tidak ada hubungan antara untuk bekerja di luar desa yang mayoritas
penghasilan dengan kejadian gangguan jiwa mempunyai penghasilan diatas Rp.
di desa Paringan (p = 0,85). Nilai p dalam 745.000,00, umumnya mereka bekerja
uji signifikansi tersebut memiliki makna sebagai TKI, sebagai satpam ataupun sopir.
penghasilan tidak mempengaruhi terjadinya Besar penghasilan memang erat kaitannya
gangguan jiwa. dengan status ekonomi, namun dalam kasus
Tingkat penghasilan yang baik di desa Paringan ini meskipun pasien
memungkinkan untuk memperoleh gangguan jiwa mayoritas memiliki
kebutuhan yang lebih, misalnya di bidang penghasilan di bawah UMR, biaya
pendidikan, kesehatan, pengembangan karir pengobatan dapat tertutupi oleh keluarga
dan sebagainya. Demikian juga sebaliknya ataupun dari pemerintah. Salah satu bentuk
jika penghasilan rendah maka menjadi bantuan dari pemerintah adalah dibangunnya
hambatan untuk pemenuhan kebutuhan- fasilitas kesehatan untuk dapat diakses oleh
kebutuhan tersebut. Jenis pekerjaan erat penduduk desa, dengan biaya gratis mereka
kaitannya dengan tingkat penghasilan dan bisa menggunakan fasilitas tersebut,
lingkungan tempat bekerja, dimana bila sehingga penghasilan tidak serta merta
penghasilan tinggi maka pemanfaatan menjadi alasan tidak terpenuhinya
pelayanan kesehatan dan pencegahan kebutuhan kesehatan.
penyakit juga meningkat, dibandingkan Berdasarkan hasil penelitian dapat
dengan penghasilan rendah akan berdampak diketahui bentuk dukungan yang diberikan
pada kurangnya pemenfaatan pelayanan keluarga kepada pasien sebagian besar sudah
kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan berada di level baik. Hasil uji statistik
karena daya beli obat maupun biaya menunjukkan tidak adanya hubungan
transportasi dalam mengunjungi pusat dukungan keluarga dengan kejadian
pelayanan kesehatan (Zacler, dalam gangguan jiwa dengan didapatkan hasil (p =
Notoatmodjo, 1997). Namun kenyataannya 0,55). Nilai p dalam uji signifikansi tersebut
penghasilan tidak selalu menjadi alasan memiliki makna bahwa dukungan keluarga
untuk tidak sehat, banyak diketemukan tidak mempengaruhi terhadap terjadinya
fasilitas-fasilitas dari pemerintah atau swasta gangguan jiwa.
yang manawarkan pengobatan gratis, dll. Friedman (1998), dukungan sosial
Berdasarkan hasil penelitian dapat keluarga adalah sikap, tindakan dan
diketahui bahwa hampir semua pasien yang penerimaan keluarga terhadap penderita
mengalami gangguan jiwa sebelumnya yang mengalami gangguan jiwa. Anggota
pernah bekerja, meskipun terdapat beberapa keluarga memandang bahwa orang yang
yang tidak bekerja. Namun dari segi bersifat mendukung selalu siap memberikan
penghasilan, yang mereka dapatkan masih pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
dibawah Upah Minimum Regional (UMR) Pertolongan tersebut tidak hanya dalam
kabupaten Ponorogo, yaitu Rp. 745.000,00. dukungan materi tetapi juga termasuk
9
dukungan emosional. Friedman dalam pembantu keluarga dan masyarakat diberi
Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi kemudahan untuk mencapai fasilitas
dasar keluarga antara lain adalah fungsi kesehatan dengan biaya gratis dan pelayanan
efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk yang prima. Selain itu bentuk dukungan baik
pemenuhan kebutuhan psikososial, saling oleh keluarga juga seiring sejalan dengan
mengasuh memberikan kasih sayang serta upaya mayarakat sekitar dan aparat desa
menerima dan mendukung. Fungsi inilah untuk menekan angka gangguan jiwa, tidak
yang juga berpengaruh terhadap kepribadian jarang ketika keluarga pasien sedang
dan konsep diri dari seseorang. Sikap saling berhalangan untuk mengambil obat ke
mengerti yang ditunjukkan oleh keluarga Pustu, tetangga dan aparat desa siap
akan mempercepat proses penyembuhan membantu mengambilkan, dan tidak jarang
bagi penderita gangguan jiwa. pula sebelum didirikannya Pustu,
Sebagian besar pasien yang masyarakat dan aparat desa turut serta
mengalami gangguan jiwa mendapat mengantarkan pasien untuk berobat ke
dukungan yang baik di keluarganya, baik rumah sakit.
sebelum ataupun setelah pasien mengalami Berdasarkan hasil penelitian dan
gangguan jiwa. Dari segi dukungan analisis data yang telah dilakukan,
emosional keluarga tampak dari bentuk diketemukan faktor genetik mempunyai skor
keluarga memberikan pujian dan perhatian (p = 0,03). Hal ini membuktikan bahwa
terhadap perkembangan pasien dan keluarga faktor ini merupakan faktor dominan yang
tetap mencintai pasien selama pasien sakit. menjadi penyebab terjadinya gangguan jiwa
Bentuk dukungan fasilitas yang tunjukkan di desa Paringan.
oleh keluarga tampak dari kesediaan Cloninger (1989) mengatakan
keluarga untuk meluangkan waktu dan bahwa, individu yang memiliki anggota
fasilitas yang menunjang kesembuhan keluarga yang mengalami gangguan jiwa
pasien dan pembiayaan pengobatan pasien. memiliki kecenderungan lebih tinggi
Sedangkan bentuk dukungan informasi yang dibanding dengan orang yang tidak memiliki
telah diberikan keluarga adalah keluarga faktor herediter, dari teori ini bisa kita lihat
mengingatkan untuk menjauhi perilaku- bahwa sebagian besar pasien yang
perilaku yang memperburuk kondisi pasien, mengalami gangguan jiwa memiliki anggota
dan keluarga memberikan informsi kepada keluarga yang terkena gangguan jiwa.
pasien terkait penyakit yang dialamioleh Gangguan jiwa di desa Paringan memang
pasien. Bentuk lain dukungan keluarga sudah termasuk kasus lama dan mayoritas
untuk pasien terlihat dari berbagai upaya penderitanya punya kerabat yang terkena
yang telah dilakukan keluarga untuk gangguan jiwa, namun kasus ini baru terlihat
memperoleh kesembuhan pasien. Terdapat banyak ketika dilakukan pendataan oleh
beberapa keluarga yang mengupayakan pemerintah.
pengobatan hingga ke Solo, Ngawi, Lawang Disamping beberapa hal diatas ada
bahkan Surabaya, yang mereka datangi juga banyak faktor yang mendukung terjadinya
beragam ada dokter, mantri, kiai bahkan gangguan jiwa yang merupakan perpaduan
dukun. Saat ini didirikan puskesmas dari aspek yang saling mendukung yang
pembantu oleh pemerintah, keluarga aktif meliputi biologis, psikologis, dan
untuk mengontrol perkembangan dan sosiokultural. Berdasarkan penelitian faktor
masukan obat pada pasien, sehingga sosiokultural tidak berhubungan dengan
permasalahan kesehatan dapat ditangani kejadian gangguan jiwa, hal ini dikarenakan
secepatnya. Dengan didirikannya puskesmas fokus dari penelitian ini untuk faktor
10
sosiokultural adalah jenis pekerjaan, tingkat pasien ketika menjalani kehidupannya, baik
pendidikan dan nominal penghasilan. itu dalam pekerjaannya, pendidikan ataupun
Sedangkan setelah dilakukan penelitian yang panghasilannya.
jadi fokus masalah adalah koping individu .

11
SIMPULAN DAN SARAN Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian:
Simpulan : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
1. Faktor genetik mempunyai andil yang Rineka Cipta.
besar untuk menentukan terjadinya Baihaki, Eki. 2010. Konsep Diri dan
gangguan jiwa di Desa Paringan Kontruksi Realitas Komunikasi Polisi.
Kecamatan Jenangan Kabupaten Bandung.
Ponorogo. Bart, Smet. 1994. Psikologi Kesehatan.
2. Kepribadian dan konsep diri Jakarta: Gramedia Widiasarana
mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa, Indonesia
mayoritas tipe kepribadian dan konsep Brunner & Suddarth, Alih bahasa Agung W.
diri yang dimiliki oleh pasien adalah tipe 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
kepribadian introvert dan konsep diri Jakarta: EGC
negatif. Clare Kapp. 2001. WHO Report Aims to
3. Tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan Increase Understanding of Mental
nominal penghasilan tidak menjadi Health. ProQuest Biology Journals
penyebab gangguan jiwa di desa Copel, Linda Carman. 2007. Kesehatan
Paringan, karena kejadian gangguan jiwa Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: EGC
lebih dipengaruhi oleh koping individu Dorland, Newman. 2002. Kamus
dalam menghadapi kehidupannya, baik Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
itu dalam pekerjaan, pendidikan, dan Depkes RI 2007. Riset Kesehatan Dasar
penghasilan yang diperoleh. 2007. <http://www.k4health.org/
4. Dukungan keluarga terhadap pasien yang system/files/laporanNasional
mengalami gangguan jiwa tidak menjadi %20Riskesdas%202007.pdf>.Diakses
penyebab terjadinya gangguan jiwa tanggal 25 Maret 2012
karena mayoritas keluarga mampu untuk Elliot & Cloninger. 1994. Genetic
memberikan dukungan secara emosional, Approaches to Mental Disorders.
fasilitas dan informasi. Washington DC: American Psychiatric
5. Faktor biologis merupakan faktor Press
dominan yang menjadi penyebab Friedman, M.M. 2003. Family Nursing
gangguan jiwa di Desa Paringan Research Theory and Practice. 5th Ed.
Kecamatan Jenangan Kabupaten Stamford: Appieton & lange.
Ponorogo. Ghebrehiwet, Tesfamicael & Thomas
Saran : Barrett. 2007. Nurses and Mental
1. Perlu dilaksanakan sosialisasi lebih lanjut Health Service in Developing
terkait gangguan jiwa, tentang bagaimana Countries. ProQuest Biology Journals
untuk mengetahui tanda-tanda awal pg. 1016
terjadinya gangguan jiwa dan bagaimana
mengatasinya. JRKI Jatim. 2011. Kampung Gila. <online>.
2. Perlu dilakukan konseling kepada <http://web.jrkijatim.com/?p=324>.
keluarga pasien terkait bagaimana Diakses tanggal 28 Desember 2011
menghadapi/mengatasi orang dengan tipe Keliat. 1999. Proses Keperawatan
kepribadian dan konsep diri tertentu. Kesehatan Jiwa Ed.1. Jakarta: EGC.
Keliat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas. Jakarta: EGC
KEPUSTAKAAN Kepmenkes Nomor
220/Menkes/SK/III/2002 tentang
12
Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Redfield Jamison, Kay. 2006. The Many
Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Stigmas of Mental Illness. ProQuest
Jiwa Masyarakat <TP KJM> Biology Journals pg. 533
Kreitner and Kinicki. 2004. Organizational Rumini, Sri. 2006. Mengenali Hal-hal Yang
Behavior Ed. 5. New York: McGraw Berkaitan Dengan Stres. Paradigma
Hill. no.01 Th.I, Januari 2006. ISSN1907-
Maslim, Rusdi. 1998. Buku Saku Diagnosis 297X
Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari Stuart dan Sundeen. 1998. Keperawatan
PPDGJ-III. Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC
Makhfudli & Ferry Efendi. 2009. Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan
Keperawatan Kesehatan Komunitas: Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Teori dan Praktik dalam Stuart, G.W. 2009. Principles and Practice
Keperawatan. Jakarta: Salemba of Psychiatric Nursing 9th Edition. St
Medika Louis: Mosby Elsevier
Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Sugiarto, 2003. Tekhnik Sampling. Jakarta:
Surabaya: AUP Gramedia Pustaka Utama
Mohit, Ahmad. 2006. Report of WHO`s Sugiyono, 2006. Statistika Untuk Penelitian.
World Mental Health Survey. Jakarta: IKAPI
ProQuest Biology Journals pg. 968 Sulaigah Baputty, Sabtu Hitam, Sujata Sethi.
Notoadmodjo. 2003. Pendidikan dan 2008. Mental Health Nursing. Kuala
Perilaku Kesehatan. Cetakan I. Lumpur: Oxford
Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo S. 2005, Metodologi Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk
Penelitian Kesehatan. Penerbit PT. Keperawatan. Jakarta: EGC
Rineka Cipta. Jakarta Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan tentang Sistem Pendidikan Nasional
Metodologi Penelitian Ilmu Undang-Undang Nomor 3 tahun 1966
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis tentang Kesehatan Jiwa
dan Instrumen Penelitian Videbeck. 2008. Buku Ajar Keperawatan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Jiwa. Cetakan I. Jakarta: EGC
Medika Weitse A et all. 2011. Global Mental Health
Nursalam. 2007. Konsep dan Penerapan 3 Mental health and psychosocial
Metodologi Penelitian Keperawatan. support in humanitarian settings:
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika linking practice and research.
Pergub Jatim Nomor 81 Tahun 2011 tentang ProQuest Biology Journals
Upah Minimum Kabupaten/Kota WHO, 2001. The World Health Report:
Provinsi Jawa Timur Tahun 2012. Mental Health: New Understanding
Potter P.A. & A. Griffin P. 2005. Buku Ajar New Hope. Geneva: WHO Library
Fundamental Keperawatan: Kosep Cataloguing in Publication Data
Klinis, Proses dan Praktik Edisi 4. Widodo. 2007. Kajian Filosofis Pendidikan
Jakarta: EGC Barat dan Islam. Jakarta: PT. Nimas
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Multima
Mental Psikiatri Terintegrasi dengan
Keluarga Untuk Perawat dan Yosep. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung:
Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Refika Aditama
Fajar Interpratama
13
14

You might also like