You are on page 1of 31

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna

sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya.

Agar ternak peliharaan tumbuh sehat dan kuat, sangat diperlukan pemberian

pakan. Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan

ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan menghasilkan produk


(susu, telur, daging) serta tenaga bagi ternak dewasa. Agar ternak tumbuh sesuai

dengan yang diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu

baik dan dalam jumlah cukup.

Di alam ini banyak bahan pakan yang memiliki potensi untuk dapat

memberikan asupan nutrisi pada ternak unggas dengan baik seperti pemanfaatan

dedak padi, bungkil kelapa, dan tepung jagung, dan lain sebagainya. Selain bahan

pakan yang ada di alam, ada juga pemanfaatan limbah untuk pakan unggas

contohnya seperti limbah kulit kerang.

Masing-masing bahan pakan memiliki kandungan dan fungsi yang berbeda

sesuai dengan kebutuhan nutrisi pada unggas tersebut. Oleh karena itu kita perlu

mengetahui jenis-jenis bahan pakan yang baik bagi unggas beserta kandungan

nutrisi yang dimilikinya. Sehingga dilakukanlah praktikum Pengenalan Bahan

Pakan Unggas agar sebagai mahasiswa peternakan kita bisa mengetahui bahan

pakan yang baik untuk unggas.


2

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa saja jenis-jenis pakan unggas.

2. Bagaimana pengujian dasar kualitas pakan unggas secara fisik dan

mikroskopis.

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui mengenai jenis-jenis pakan unggas.

2. Mengetahui pengujian dasar kualitas pakan unggas secara fisik dan

mikroskopis.

1.4 Manfaat Praktikum

1. Mendapatkan informasi mengenai persyaratan pakan unggas

2. Mendapatkan informasi tentang penggolongan pakan unggas berdasarkan

fungsinya.

3. Mendapat informasi mengenai bentuk pakan unggas berdasarkan bentuk

fisiknya.

4. Mendapat informasi mengenai cara mengevaluasi bahan pakan unggas.

1.5 Waktu dan Tempat

Hari, Tanggal : Senin, 20 Maret 2017

Waktu : Pukul 12.30-14.30 WIB

Tempat : Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Peternakan, Universitas Padjadjaran.


3

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengertian Bahan Pakan

Bahan pakan merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak

baik organik maupun anorganik yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna

tanpa menimbulkan gangguan kesehatan pada ternak. Ransum adalah campuran

beberapa bahan pakan yang disediakan bagi hewan untuk memenuhi kebutuhan

akan nutrien yang seimbang dab tepat selama 24 jam meliputi lemak, protein,

karbohidrat, vitamin dan mineral (Anggorodi, 1995).

Pemberian ransum pada ayam pada prinsipnya adalah untuk memenuhi

kebutuhan hidup pokok dan membentuk sel jaringan tubuh. Bahan pakan yang

digunakan untuk menyusun ransum ternak unggas harus mengandung zat-zat

makanan yang dibutuhkan oleh unggas untuk hidup pokok, pertumbuhan dan

untuk berproduksi serta bereproduksi. Ransum yang efisien bagi ayam adalah

ransum yang seimbang antara tingkat energi dan kandungan protein, mineral,

vitamin, serta zat-zat makanan lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan ayam

(Pramu dkk, 1980).

2.2 Macam Bahan Pakan

2.2.1 Jagung

Jagung merupakan energi utama bagi ternak karena kandungan pati

jagung lebih dari 60-80% dan mudah dicerna karena kandungan serat kasar relatif

rendah. Pati jagung berbentuk amilosa amilopektin. Jagung mengandung xantofil


4

yang berguna untuk meningkatkan kepekatan warna kuning pada kaki ayam dan

kuning telur. Kandungan lemak jagung lebih tinggi 3% disbanding sorgum,

gandum, gaplek dan beras. Protein pada jagung hanya 8,5% tetapi jagung

mempunyai kandungan energy metabolisme (ME) sebesar 3430 kkal/kg, serat

kasar 2%, kalsium 0,02%, fosfor 0,3% dan energy tercerna (DE) yang baik

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Jagung merupakan butiran yang mempunyai total nutrien tercerna

(TDN) dan net energi (NE) yang tinggi. Kandungan TDN yang tinggi (81,9%)

adalah karena pertama jagung sangat kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen

(Beta-N) yang hampir semuanya pati. Kedua, jagung mengandung lemak yang

tinggi dibandingkan dengan semua butiran kecuali oat, dan ketiga, jagung

mengandung sangat rendah serat kasar, oleh karena itu mudah dicerna.

Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam amino lisin. Dari butiran

yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung karoten. Kandungan karoten

jagung akan menurun dan/atau hilang selama penyimpanan (Ridla, 2014).

Jagung yang baik terlihat segar, tidak berlubang dan tidak banyak debu

serta kotoran. Jagung yang kusam menggambarkan jagung tersebut sudah lama

disimpan, biasanya timbul serangga dan jamur. Penentuan kualitas jagung giling

yang beredar di pasar lebih sulit karena partikelnya sudah berupa tepung dan

halus. Namun berdasarkan pengalaman masih bisa dibedakan yaitu jagung giling

yang berasal dari stok jagung yang baru hasil gilingan antara butiran dan tepung

sangat kelihatan, artinya butirannya cukup banyak. Apabila jagung berasal dari

stok lama (kualitas rendah) biasanya hasil gilingannya lebih halus dan butirannya

sedikit. Begitu juga pada jagung giling yang dicampur dengan dedak jagung, jelas
5

butirannya lebih sedikit dan lebih ringan bila dibandingkan dengan hasil giling

dan jagung murni (Kushartono, 2000).

2.2.2 Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai merupakan limbah dari produksi minyak kedelai.

Sebagai bahan makanan sumber protein asal tumbuhan, bungkil ini mempunyai

kandungan protein yang berbeda sesuai kualitas kacang kedelai. Kisaran

kandungan protein bungkil kedelai mencapai 44-51%. Hal ini selain oleh kualitas

kacang kedelai juga macam proses pengambilan minyaknya. Pada dasarnya

bungkil kedelai dikenal sebagai sumber protein dan energi (Rasyaf, 1994).

Untuk menentukan kualitas bungkil kedele secara visual sama dengan

yang lain, pertama yang dilihat bagaimana kemasannya. Hal ini penting karena

kemasan yang kurang baik mudah terkontaminasi. Kedua bagaimana tampilan

fisiknya. Bungkil kedele yang baik partikelnya kecil-kecil dan rata, warnanya

kekuning-kuningan (Kushartono, 2000).

Bungkil kedelai ini sangat disukai oleh ternak. Namun penggunaannya

perlu diperhatikan karena zat penghambat trypsin mungkin masih tersisa pada

bungkil kedelai yang diproduksi dengan pemakaian suhu yang rendah. Secara

kualitatif, kualitas bungkil kedelai dapat diuji menggunakan bulk density ataupun

uji apung. Bulk density bungkil kedelai yang baik adalah 594,1610,2 gr/l. Selain

itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk

mengetahui kualitas bungkil kedelai yang baik. Uji sekam dengan larutan

flouroglusinol dapat juga dilakukan untuk mengevaluasi kualitas bungkil kedelai.

Bungkil kedelai agak rendah mengadung kalsium (0,27%). Kandungan fosfor


6

lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata 0,63%.

Seperti biji kedelai, bungkil kedelai tidak menyediakan karotena dan vitamin D.

Bungkil kedelai tidak kaya riboflavin, tetapi kandungannya lebih tinggi

dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya. Kandungan niasin tidak tinggi.

Kandungan thiamin bungkil kedelai sama dengan butiran lainnya (Ridla, 2014).

2.2.3 Dedak

Dedak merupakan hasil sisa dan penumbukan atau penggilingan padi.

Untuk keperluan penyusunan ransum ayam, dedak bisa diberikan 10-30%

(Djanah, 1985). Dedak padi merupakan bahan pakan yang telah digunakan secara

luas oleh sebagian peternak di Indonesia. Sebagian bahan pakan yang berasal dari

limbah agroindustri. Dedak mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pakan

sumber energi bagi ternak (Scott dkk, 1982).

Dedak padi merupakan limbah pengolahan padi menjadi beras dan

kualitasnya bermacam-macam tergantung dari varietas padi. Dedak padi adalah

hasil samping pada pabrik penggilingan padi dalam memproduksi beras. Dedak

padi merupakan bagian kulit ari beras pada waktu dilakukan proses pemutihan

beras. Dedak padi digunakan sebagai pakan ternak, karena mempunyai kandungan

gizi yang tinggi, harganya relatif murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya

tidak bersaing dengan manusia (Rasyaf, 2002).

Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya yang

cukup tinggi, yaitu 13,0% dan adanya senyawa fitat yang dapat mengikat mineral

dan protein sehingga sulit dapat dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah yang

merupakan faktor pembatas penggunaannya dalam penyusunan ransum. Namun,


7

dilihat dari kandungan proteinnya yang berkisar antara 12-13,5 %, bahan pakan

ini sangat diperhitungkan dalam penyusunan ransum unggas. Dedak padi

mengandung energi termetabolis berkisar antara 1640 1890 kkal/kg. Kelemahan

lain pada dedak padi adalah kandungan asam aminonya yang rendah, demikian

juga halnya dengan vitamin dan mineral (Rasyaf, 2004).

Sebagai bahan pakan, dedak padi mempunyai beberapa karakter yaitu

mempunyai bau khas wangi dedak, berwarna cokelat dan tidak menggumpal. Jika

dilihat di bawah mikroskop, dedak padi berbentuk butiran-butiran dengan

permukaan yang tidak rata namun lembut seperti kapas. Dedak padi umumnya

tidak tahan disimpan dan cepat menjadi tengik. Hal ini disebabkan oleh tingginya

kandungan lemak. Dedak padi ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh waktu

atau musim. Pakan ini merupakan bahan yang bersifat mudah rusak selama

penyimpanan jika disimpan melebihi waktu tertentu (Amrullah, 2002).

Cara menentukan kualitas dedak padi dengan secara visual tidak

berbeda dengan jagung, yang pertama dilihat bagaimana kemasannya, karena

biasanya pengusaha dedak kurang memperhatikan kualitas karung yang dipakai.

Akibat pemakaian karung dengan seadanya dedak yang beredar banyak serangga

karena mudah terkontaminasi. Kedua lihat tampilan dedak, dedak yang baik

partikelnya halus dan rata, tidak menggumpal, baunya segar tidak tengik serta

tidak terlihat adanya campuran sekam. Dedak yang baik apabila digenggam dalam

kepalan dedak tersebut bisa menggumpal. Untuk dedak kualitas rendah banyak

mengandung campuran sekam, tidak menyatu atau menggumpal bila digenggam

(Kushartono, 2000).
8

2.2.4 Tepung Ikan

Tepung ikan dapat berasal dari ikan jenis kecil maupun jenis besar atau

limbah/sisa bagian-bagian ikan yang tidak diikutsertakan dalam pengalengan.

Kendala yang sering dijumpai adalah bahwa kadar lemak yang tinggi dari tepung

ikan karena bahan baku awal tinggi lemak atau dalam proses pengolahan tidak

dilakukan pembuangan lemaknya. Tepung ikan yang baik bila kadar lemak 10%

dan tidak asin. Rasa asin ini terjadi karena penambahan NaCl sebagai pengawet

sering ditambahkan pada bahan baku ikan yang kurang segar. Tepung ikan yang

ada di Indonesia dibedakan antara impor dan lokal. Sementara ini tepung impor

dianggap lebih baik karena protein kasar lebih dari 60% dan kadar lemak rendah,

sedangkan tepung ikan lokal dengan konversi randemen 20% dari bahan baku

hanya mempunyai kadar protein kasar 5558% dan termasuk grade C. Pemakaian

tepung ikan untuk ransum unggas berkisar 1015% dengan syarat sumbangan

lemak ransum dari tepung ikan maksimal 1% (Ridla, 2014).

Tepung ikan kualitasnya sangat bervariasi, tepung ikan impor biasanya

kualitasnya terjamin. Tampilan fisik tepung ikan yang bagus yaitu pertikelnya

halus, warnanya coklat kehijau-hijauan dan baunya tidak begitu menyengat dan

apabila dicicipi rasanya tidak terlalu asin. Namun di pasaran banyak beredar

tepung ikan local yang harganya lebih murah dibandingkan harga tepung ikan

impor. Pada tepung ikan lokal kelihatannya belum ada standarnya karena sisa-sisa

ikan seperti kepala-kepala dan tulang-tulang dipeijualbelikan sebagai tepung ikan.

Ini menggambarkan kualitas tepung ikan yang beredar di pasaran sangat

bervariasi. Tepung ikan seperti diatas pasti jauh kualitasnya apabila dibandingkan

dengan tepung ikan utuh yang sengaja dibuat sebagai tepung ikan (Kushartono,

2000).
9

Dalam menentukan kualitas tepung ikan harus betul-betul berhati-hati

karena apabila salah menentukan akan berakibat fatal karena kandungan

proteinnya cukup tinggi. Dalam pemilihan tepung ikan yang pertama dilihat

khususnya tepung ikan lokal, bagaimana tampilan partikel yang ada. Apabila pada

tepung ikan tersebut banyak dijumpai tulang-tulang artinya tepung ikan tersebut

kualitasnya kurang bagus. Apabila baunya terlalu menyengat ini menandakan

proses pengeringannya kurang sempurna, apabila rasanya asin dan dipegang agak

lembab ini menunjukkan tepung ikan tersebut mengandung kadar garam yang

tinggi dan jelas kualitasnya rendah (Kushartono, 2000).

Tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya

diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling. Tepung ikan sebagai bahan

baku pabrik pakan mempunyai kualitas yang beragam, tergantung dari jenis ikan

dan asal tepung ikan. Tepung ikan impor yang berasal dari jenis ikan herring

mempunyai kandungan protein kasar tertinggi sekitar 70% dengan kandungan

tryptophan tertinggi pula sekitar 0.9%, jenis ikan lain adalah ikan sardine, tuna,

dan menhaden, sedangkan jenis ikan merah mempunyai kandungan protein

terendah yaitu sekitar 57%, tetapi kandungan Ca dan P tertinggi. Serat kasar pada

tepung ikan hanya sekitar 0.5% (SNI, 1996).

2.2.5 Tepung Tulang

Tepung tulang sebagai bahan baku pakan ternak unggas, merupakan

bahan yang dipergunakan dalam pabrik pakan ternak. Tepung tulang sangat

dominan sebagai sumber mineral kalsium (Ca) dan fosfor (P), selain terkandung
10

protein kasar relatif kecil. Tepung tulang mengandung 12% protein, 3% lemak dan

2% serat kasar (Murtidjo, 1992).

Pada umumnya, tepung tulang dibuat dari tulang ternak sapi, kerbau,

kambing, babi dan lain-lain. Sebelum dilakukan penggilingan, pabrik memasak

dengan tekanan uap tinggi sebagai usaha membebaskan dari bakteri salmonela.

Penggunaan tepung tulang dalam penyusunan pakan ternak unggas relatif sedikit,

berkisar antara 1% sampai dengan 2% (Murtidjo, 1992).

Tepung tulang mengandung fosfor 14% dan merupakan sumber fosfor

yang baik. Tepung tulang arang memiliki kandungan Ca sebesar 27% dan P 13%.

Sedangkan tepung tulang kukus Ca 24% dan P 12%. (Ridla, 2014).

Tepung tulang yang baik memiliki ciri-ciri tidak berbau, kadar air

maksimal 5 %, berwarna keputih-putihan, tingkat kehalusan 80 saringan, bebas

bakteri serta penyakit, dan kadar tepungnya mencapai 94 % (Rasidi, 1999).

2.2.6 Premix

Premix merupakan feed suplement atau bahan pakan tambahan yang

digunakan untuk memenuhi atau menyediakan sumber vitamin, mineral, dan atau

juga antibiotik. Premix adalah campuran bahan pakan yang diencerkan (carrier),

yang dalam pemakaiannya harus dicampurkan kedalam bahan pakan ternak.

Premix juga merupakan kombinasi beberapa mikro-ingredient dengan bahan

penyerta sehingga merupakan kombinasi yang siap dicampurkan dalam pakan

ternak (Phillips, 2001).


11

2.2.7 Minyak Kelapa

Minyak kelapa adalah minyak yang dihasilkan dari buah kelapa.

Minyak kelapa dapat diekstrak dari daging buah kelapa segar atau diekstraksi dari

daging kelapa yang sudah dikeringkan. Minyak kelapa memiliki banyak manfaat

bagi manusia. Minyak kelapa biasa digunakan untuk berbagai bahan baku

industry atau sebagai minyak goreng (Baswardjojo, 2005).

Selama sekitar 3960 tahun yang lalu, dari 4000 tahun sejak adanya

catatan sejarah, telah diketahui penggunaan buah kelapa memang sebagai bahan

makanan dan kesehatan. Selama itu, dicatat bahwa buah kelapa memang sangat

bermanfaat, tanpa efek samping ( Darmoyuwono, 2006).

Minyak kelapa murni memiliki sifat kimia-fisika antara lain

(Darmoyuwono, 2006) :

- Penampakan : tidak berwarna, kristal seperti jarum.

- Aroma : ada sedikir berbau asam ditambah bau caramel.

- Kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alcohol.

- Berat jenis : 0,0883 pada suhu 20oC

- Titik didih : 225oC

Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara

tradisional dihasilkan minyak kelapa bermutu kurang baik. Hal tersebut ditandai

dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi didalam

minyak kelapa. Bahkan warnanya agak kecokelatan sehingga cepat menjadi

tengik. Daya simpannya pun tidak lama, hanya sekitar dua bulan saja (Rindengan

dan Novarianto, 2004).


12

2.2.8 Konsentrat

Kosentrat adalah pakan ternak yang mengandung serat kasar rendah,

energi dan BETN yang tinggi serta mudah dicerna oleh ternak. Kosentrat dapat

pula diartikan sebagai bahan pakan penguat yang dipergunakan bersama bahan

pakan lain, untuk meningkatkan gizi dan dimasukan untuk disatukan dan

dicampur sebagai suplemen atau pakan pelengkap (Tilman dkk, 1998).

Kosentrat meliputi biji-bijian (jenis padi-padian, kacang-kacangan)

hasil ikutan dari penggilingan dan biji-bijian antara lain dedak padi, dedak jagung,

dedak gandum dan lain-lain. Kosentrat dikelompokan menjadi 2 yaitu

Proteinaceous concentrate dan Carbonaceous concentrate. Carbonaceous

concentrate adalah kosentrat mengandung energi tinggi, sedangkan Proteinaceous

concentrate adalah konsentrat yang kaya akan protein (Utomo dkk, 1999).

Kosentrat sumber energi disebut juga Carbonaseous yaitu pakan yang

berenergi tinggi, proteinya rendah, contohnya yaitu bijian dan hasil ikutannya.

Secara umum berenergi tinggi yaitu kandungan TDN atau NE berserat rendah

(<18 %) kualitas protein bervariasi biasanya rendah (<20%). Untuk mineralnya P

cukup tinggi dan Ca rendah serta untuk vitamin; Riboflavin, vitamin B12, dan

Pantotanik rendah dan untuk vitamin E juga rendah (Utomo dkk, 1999).
13

III

ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat

1. Baki atau nampan, sebagai tempat meletakan bahan pakan yang akan

diamati.

2. Gelas plastik, sebagai wadah bahan pakan.

3. Mikroskop, sebagai alat untuk mengamati struktur jaringan bahan pakan

dalam melakukan evaluasi mikroskopis bahan pakan.

3.2 Bahan

1. Jagung, sebagai objek pengamatan.

2. Bungkil kedelai, sebagai objek pengamatan.

3. Dedak, sebagai objek pengamatan.

4. Tepung ikan, sebagai objek pengamatan.

5. Tepung tulang, sebagai objek pengamatan.

6. Premix, sebagai objek pengamatan.

7. Minyak kelapa, sebagai objek pengamatan.

8. Konsentrat ayam petelur, sebagai objek pengamatan.

3.3 Prosedur Kerja

1. Setiap sampel bahan pakan unggas yang tersedia dalam baki atau nampan

diperhatikan dan diamati.


14

2. Diamati setiap bahan pakan unggas dengan cara melakukan uji fisik

melalui alat indera yatu dengan cara diraba, dicicipi, dicium dengan

hidung, dan dilihat warna dari bahan pakan tersebut.

3. Dituliskan bahan pakan apa saja dan diberikan keterangan pada tabel yang

telah disediakan mengenai warna, bau, tekstur, dan rasa.


15

IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Evaluasi Bahan Pakan secara Fisik


No Nama Pakan Warna Bau Rasa Tekstur

1 Jagung Kuning agak Khas Jagung Hambar Kasar


orange
2 Bungkil Coklat Khas Pati Hambar Kasar
Kedelai Kekuningan
3 Dedak Abu-abu Khas beras Hambar Lembut
4 Tepung Ikan Cokelat Amis Asin Lembut
kekuningan
5 Tepung Tulang Putih keabuan Khas tulang Hambar Lembut
6 Premix Putih Khas pati Pahit Lembut
kekuningan
7 Minyak kelapa Kuning jernih Khas minyak Agak gurih Cair
8 Konsentrat Cokelat tua Asam Asin Kasar
16

Tabel 2. Hasil Evaluasi Bahan Pakan secara Mikroskopis (M= 4x10)


Nama Bahan Pakan Gambar Deskripsi

Ukuran partikel sedang,


Jagung
tidak begitu besar

maupun kecil.

Bungkil Kedelai Ukuran partikel besar.

Ukuran partikel sedang,


Dedak
seperti jagung.
17

Tepung Ikan Ukuran partikel kecil.

Ukuran partikel relatif


Tepung Tulang
kecil.

Ukuran partikel ada

Premix yang besar dan ada

yang kecil (bercampur).


18

Minyak Kelapa Cairan terlihat jernih.

Ukuran partikel sangat


Konsentrat
kecil.

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu mengidentifikasi secara makroskopis dan

mikroskopis beberapa jenis bahan pakan yang sering digunakan pada peternakan

ayam umunnya atau pakan konvensional. Identifikasi secara makroskopis

dilakukan secara fisik yaitu menggunakan panca indera. Sedangkan identifikasi

mikroskopis dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x10.

Bahan pakan yang disediakan dalam praktikum ini yaitu: jagung, bungkil kedelai,

dedak, tepung ikan, tepung tulang, premix, minyak kelapa dan konsentrat ayam
19

petelur. Pengamatan yang pertama yaitu melakukan evaluasi bahan pakan secara

fisik dengan mengamati warna, bau, rasa dan tekstur dari bahan pakan.

4.2.1 Jagung
Bahan yang pertama adalah jagung. Berdasarkan hasil pengamatan,

warna jagung kuning agak orange, dengan bau khas jagung yang digiling,

teksturnya kasar dan rasanya hambar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ridla

(2014), yang menyatakan bahwa jagung berwarna kuning menandakan adanya

kandungan karoten di dalamnya. Ini menunjukkan bahwa jagung memiliki

vitamin A yang cukup baik. Selain itu, warna kuning ini juga yang menimbulkan

warna pada shank ayam dan kuning telur.

Dilihat dari segi tekstur, jagung pada saat praktikum bentuknya lebih

banyak butiran dan kasar. Ini menunjukkan kualitas jagung yang baik, sebab

sesuai dengan pernyataan Kushartono (2000), bahwa jagung yang butirannya

cukup banyak menandakan kualitas yang baik jika dibandingkan dengan jagung

yang lebih halus dan sedikit butirannya.


Berdasarkan hasil pengamatan, jagung termasuk bahan pakan sumber

energi karena memiliki kandungan energi yang tinggi dan ditandai dengan

kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18%. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Rubatzky dan Yamaguchi (1998), bahwa kadar pati

jagung 60-80%, kandungan protein pada jagung hanya 8,5%, serat kasarnya 2%,

dan energy metabolisme (ME) sebesar 3430 kkal/kg. Tingginya kandungan energi

jagung berkaitan dengan tingginya kandungan pati (>60%) biji jagung.

Kandungan serat kasar yang sangat kecil membuat jagung mudah dicerna oleh

ternak.
20

4.2.2 Bungkil Kedelai


Pengamatan yang kedua adalah bungkil kedelai. Berdasarkan hasil

pengamatan, bungkil kedelai dimasukkan ke dalam sumber protein karena

kandungan protein kasarnya yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rasyaf

(1994) bahwa kandungan protein kasar pada bungkil kedelai adalah 44-51%.

Menurut hasil praktikum, bungkil kedelai berbau khas pati, hal ini berarti bahan

pakan tersebut masih dalam kondisi yang optimum dan dapat diberikan ke ternak

karena tidak berbau tengik. Kekurangan dari bungkil kedelai ini yaitu kandungan

kandungan kalsium, fosfor, karoten, dan vitamin D nya rendah. Hal ini ditegaskan

juga oleh Ridla (2014) bahwa kandungan kalsiumnya sebesar 0,27%, kandungan

fosfor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas, serta tidak

menyediakan karoten dan vitamin D.

Menurut Kushartono (2000), bungkil kedelai yang baik partikelnya

kecil-kecil dan rata, warnanya kekuning-kuningan. Sedangkan pada saat

praktikum, bungkil kedelai butirannya agak besar-besar dan warnanya agak


kecoklat-coklatan, berarti kualitas bungkil kedele ini lebih rendah bila

dibandingkan dengan literatur.

4.2.3 Dedak
Pengamatan ketiga yaitu pada dedak. Berdasarkan hasil pengamatan,

dedak memiliki warna keabu-abuan dan baunya khas beras, dengan rasa hambar

dan tekstur yang lembut. Hal ini hampir sesuai dengan pernyataan Amrullah

(2002) yang menjelaskan bahwa dedak mempunyai bau khas wangi dedak,

berwarna coklat dan tidak menggumpal. Warna dedak menurut literatur dan
21

praktikum berbeda, hal ini menunjukkan dedak pada saat praktikum telah

disimpan cukup lama sehingga kandungan nutrisinya sudah mulai berkurang,

yang ditandai dengan perubahan warna.

Berdasarkan praktikum, dedak padi memiliki zat anti nutrisi yaitu

asam fitat. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2004) yang menyatakan bahwa

penggunaan dedak padi sebagai ransum ternak tidak dapat diberikan terlalu

banyak karena tingginya kandungan lemak dan asam fitat dalam dedak padi yang

menyebabkan fosfor yang terkandung didalamnya tidak dapat diserap oleh ternak

unggas.

Saat evaluasi mikroskopis, terlihat dedak padi berbentuk butiran. Hal

ini sesuai dengan pendapat Amrullah (2002) yang menyatakan bahwa pengamatan

dedak padi secara mikroskopis terlihat bahwa dedak padi berbentuk butiran-

butiran dengan permukaan yang tidak rata namun lembut seperti kapas.

Berdasarkan praktikum, bahan pakan yang memiliki kandungan

protein di bawah 20% dan serat kasar di bawah 18% disebut pakan sumber energi.

Oleh karena itu, dedak disebut pakan sumber energi. Hal ini dibuktikan juga oleh

Rasyaf (2004) yang menyatakan bahwa kandungan protein kasar dedak 12-13.5%

dan serat kasar 13%.

Saat praktikum, dedak yang digunakan cukup baik karena teksturnya

lembut serta baunya khas beras. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kushartono

(2000) bahwa dedak yang baik partikelnya halus dan rata, tidak menggumpal,

baunya segar tidak tengik serta tidak terlihat adanya campuran sekam. Apabila

digenggam dalam kepalan dedak tersebut bisa menggumpal. Untuk dedak kualitas

rendah banyak mengandung campuran sekam, tidak menyatu atau menggumpal

bila digenggam.
22

4.2.4 Tepung Ikan


Bahan selanjutnya adalah tepung ikan. Berdasarkan hasil praktikum,

didapatkan tepung ikan berwarna cokelat kekuningan dengan bau amis dan

rasanya asin. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Kushartono (2000) bahwa

tepung ikan yang baik berwarna cokelat kehijauan, baunya tidak begitu

menyengat dan apabila dicicipi rasanya tidak begitu asin. Hal ini disebabkan

karena pengeringan yang tidak sempurna menyebabkan tepung ikan

mengeluarkan bau amis dan rasa asin itu sendiri disebabkan oleh kadar garam

yang tinggi. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Ridla (2014) yang

menyatakan bahwa rasa asin pada tepung ikan disebabkan oleh penambahan NaCl

sebagai pengawet karena ikan yang digunakan tidak segar. Inilah yang

menyebabkan palatabilitas tepung ikan terhadap ternak kurang tinggi. Dengan

begitu dapat disimpulkan bahwa tepung ikan yang digunakan pada saat praktikum

memiliki kualitas yang rendah.

Saat praktikum, tepung ikan digolongkan ke dalam bahan pakan


sumber protein, karena kandungan proteinnya di atas 20% dan serat kasarnya di

bawah 18%. Hal ini terbukti dengan adanya pernyataan SNI (1996), bahwa tepung

ikan mengandung serat kasar 0.5% dan protein kasar 57-70% tergantung jenis

ikan yang digunakan.


23

4.2.5 Tepung Tulang

Berdasarkan praktikum, tepung tulang digolongkan ke dalam bahan

pakan sumber mineral. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo yang

menyatakan bahwa tepung tulang banyak mengandung Ca dan P. Hal ini juga

didukung oleh pendapat Ridla bahwa kandungan kalsiumnya bisa mencapai 27%

dan fosfor 14%.

Kalsium dan posfor sangat diperlukan oleh hewan karena memiliki

peranan dalam pembentukan tulang dan kegiatan metabolisme tubuh. Fungsi

mineral bagi hewan ternak antara lain menjaga keseimbangan asam basa dalam

cairan tubuh, sebagai khelat, sebagai zat pembentuk kerangka tubuh, sebagai

bagian aktif dalam struktur protein, sebagai bagian dari asam amino, sebagai

bagian penting dalam tekanan osmotik sel, pendukung aktivitas enzim dan

membantu mekanisme transportasi dalam tubuh.

Berdasarkan praktikum, didapatkan tepung tulang yang berbau khas

tulang dan berwarna keputihan. Hal ini hampir sesuai dengan pernyataan Rasidi

(1999) yang menyatakan bahwa tepung tulang yang baik berwarna keputihan

namun tidak berbau. Hal ini disebabkan karena pengeringan yang belum

sempurna sehingga masih menimbulkan bau khas tulang.

4.2.6 Premix

Pada saat praktikum, premix dikatakan sebagai feed supplement. Hal

ini dipertegas juga oleh Phillips (2001) yang menyatakan bahwa premix

merupakan bahan pakan tambahan yang digunakan untuk memenuhi atau

menyediakan sumber vitamin, mineral, dan atau juga antibiotic. Penambahan

premix ke dalam campuran konsentrat dapat meningkatkan kualitas nutrisi di


24

dalam konsentrat yang bermanfaat dalam mengoptimalkan produktivitas dan

membantu meningkatkan pertumbuhan ternak.

4.2.7 Minyak Kelapa

Pada kegiatan praktikum pengenalan pakan unggas dilakukan

pengamatan dan uji fisik melalui alat indera terhadap minyak kelapa. Praktikum

ini didapatkan data bahwa warna minyak kelapa berwarna kuning jernih hal ini

tidak sesuai dengan pernyataan Darmoyuwono (2006) yang mengatakan bahwa

minyak kelapa murni tidak berwarna. Perbedaan ini terjadi karena minyak kelapa

yang di amati bukan sepenuhnya minyak kelapa murni. Bau dari minyak kelapa

sama seperti dengan bau minyak pada umumnya dan rasa dari minyak kelapa ini

gurih. Minyak kelapa yang diamati juga mempunyai tekstur fisik cair sama halnya

dengan minyak pada umumnya. Minyak kelapa ini digunakan sebagai campuran

bahan pakan ini sesuai dengan pernyataan dari Darmoyuwono (2006) selama

sekitar 3960 tahun yang lalu, dari 4000 tahun sejak adanya catatan sejarah, telah

diketahui penggunaan buah kelapa memang sebagai bahan makanan dan

kesehatan.

4.2.8 Konsentrat
Pada kegiatan praktikum pengenalan pakan unggas dilakukan

pengamatan dan uji fisik melalui alat indera terhadap kosentrat. Warna dari

kosentrat tersebut berwarna cokelat tua dan baunya sedikit asam. Ketika dicicipi

kosentrat terasa asin di lidah. Ketika diraba tekstur dari kosentrat tersebut begitu

halus, hal ini sesuai dengan pernyataan Ristianto (1999) bahwa kosentrat

berwarna cokelat dan terasa asin karena berasal dari biji bijian antara lain dedak
25

padi, dedak jagung, dedak gandum dan lain-lain. Kosentrat pada unggas biasanya

diperuntukan sebagai bahan pakan penguat dan pelengkap hal ini diperkuat

dengan pernyataan dari Hartadi (1997) Kosentrat diartikan sebagai bahan pakan

penguat yang dipergunakan bersama bahan pakan lain, untuk meningkatkan gizi

dan dimasukan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen atau pakan

pelengkap.
26

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil prakatikum, dapat disimpulkan bahwa:

1. Jenis-jenis pakan unggas berdasarkan fungsinya dalam ransum diantara

nya :

- Sumber Energi : Jagung, Dedak, Minyak kelapa.

- Sumber Protein : Bungkil Kedelai, Tepung Ikan.

- Sumber Mineral : Tepung Tulang.

- Feed Supplement : Premix

- Konsentrat.

2. Pengujian dasar kualitas pakan unggas secara fisik dilakukan dengan

menggunakan panca indera, sedangkan secara mikroskopis dilakukan

dengan pengamatan di bawah mikroskop.

5.2 Saran

Praktikum yang dilakukan sudah berjalan dengan baik, namun disarankan

sampel bahan pakan lebih bervariasi. Seperti adanya sampel bahan pakan

inkonvensional.
27

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, K.I. 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.
Anggorodi, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Baswardjojo,D. 2005. Seluk Beluk Pembuatan Minyak Kelapa dan VICO. INDO
COCO : 1 8.
Darmoyuwono,W. 2006. Gaya Hidup Sehat Dengan Virgin Coconut Oil. PT.
Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.
Kushartono, Bambang. 2000. Penentuan Kualitas Bahan Baku Pakan dengan
Cara Organoleptik. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Murtidjo. 1992. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
Phillips, D.M., J.R. Bicudo, and L.W. Turner. 2001. Managing the Total Mixed
Ration to Prevent Problems in Dairy Cows. University of Kentucky.
College of Agriculture. UK.
Pramu.S, A.P.Siregar dan M.Sabrani. 1980. Teknik Beternak Ayam Ras di
Indonesia. Marge Group. Jakarta.

Rasidi. 1999. 302 Formulir Pakan Lokal Alternattif Untuk Unggas. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
. 2002. Beternak Ayam Pedaging. Edisi Revisi. Penebar Swadaya .
Jakarta.
. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.

Ridla, M. 2014. Pengenalan Bahan Makanan Ternak. IPB Press. Bogor.


Rindegan, B dan Novarianto,H. 2004. Mudahnya Produksi Minyak Kelapa.
Trubus.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi,
dan Gizi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Scott, M.L., J. M. G Neshin and R. Young, 1982. Nutrition of Chicken 3th Ed.
Publ. By M.L. Scott Association. New York.
28

Standar Nasional Indonesia. 1996. Tepung Ikan. Dewan Standarisasi Nasional


Indonesia. Jakarta.
Tillman,A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S.
Lebdosoekoekojo.1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press,Yogyakarta.
Utomo, Ristianto dan Soedjono,M. 1999. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum.
Fakultas Peternakan. Yogyakarta.
29

LAMPIRAN

Gambar 2. Hasil Evaluasi


Gambar 1. Proses Evaluasi Bahan Mikroskopis Jagung
Pakan secara Fisik

Gambar 3. Hasil Evaluasi Gambar 4. Hasil Evaluasi


Mikroskopis Bungkil Kedelai Mikroskopis Dedak
30

Gambar 5. Hasil Evaluasi Gambar 6. Hasil Evaluasi


Mikroskopis Premix Mikroskopis Tepung Ikan

Gambar 8. Hasil Evaluasi


Gambar 7. Hasil Evaluasi Mikroskopis Minyak Kelapa
Mikroskopis Tepung Tulang

Gambar 9. Hasil Evaluasi Mikroskopis Konsentrat


31

Deskripsi Kerja

No Nama Keterangan

1 Eka Tipus dan pembahasan tepung ikan, tepung


tulang, menambahkan, finishing, hasil
pengamatan
2 Fahira Tipus dan pembahasan dedak, premix
3 Yusuf Tipus dan pembahasan jagung, bungkil kedelai
4 Dikri Tipus dan pembahasan minyak kelapa dan
konsentrat
5 Hasan Bab I dan III

You might also like