Professional Documents
Culture Documents
Disaster Tanah Longsor
Disaster Tanah Longsor
Dosen pembimbing :
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Manajemen
Korban Massal pada Bencana Tanah Longsor tepat pada waktunya.
Kami menyadari sepenuhnya masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, untuk itu kritik dan saran demi kesempurnaan dan
pengembangan wawasan dan pengetahuan penulis.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya
demi pembenahan diri, dan kepada pembaca demi pengembangan pengetahuan
dan wawasan. Semoga Allah SWT tetap mencurahkan rahmatnya pada kita.
Amin.
Penulis
2
Daftar Isi
BAB 1 ................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................................... 5
1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 6
1.4.1 Bagi peneliti/perawat ........................................................................................ 6
1.4.2 Bagi institusi pendidikan ................................................................................... 6
BAB 2 ................................................................................................................................. 7
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 7
2.1 Pengertian Bencana ................................................................................................... 7
2.2 Jenis-Jenis Bencana .................................................................................................. 7
2.3 Tanah Longsor .......................................................................................................... 8
2.3.1 Pengertian .......................................................................................................... 8
2.3.2 Penyebab Tanah Longsor ................................................................................... 8
2.4 Manajemen Bencana Korban Massal ...................................................................... 11
2.4.1 Siklus Manajemen Penanggulangan Bencana .................................................. 11
2.4.2 Penatalaksanaan Korban Bencana Massal ................................................ 11
2.4.3 Triase................................................................................................................ 12
2.4.3 Algoritma Sistem START ......................................................................... 15
2.5 Peran Perawat dalam Managemen Bencana ........................................................... 17
BAB 3 ............................................................................................................................... 20
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 21
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Saat ini, bencana yang sering melanda bangsa ini adalah tanah
longsor. Hampir seluruh bagian daerah pegunungan di Indonesia, terkena
bencana ini. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010),
Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah
longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun
lereng.
4
kejadian, 2010 ada 400 kejadian. 2014 naik lagi ada 385 kejadian. Dalam 10
tahun itu tren bencana longsor cenderung meningkat.
1.3 Tujuan
5
1.4 Manfaat
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI, 2007). Bencana alam dibagi
menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitu bencana geologis,
klimatologis dan ekstra-terestrial
2.3.1 Pengertian
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010), Tanah
Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah
longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun
lereng.
1. Jenis Tanah
Jenis tanah juga mempengaruhi penyebab terjadinya longsor.
Tanah yang mempunyai tekstur renggang, lembut yang sering disebut
tanah lempung atau tanah liat dapat menyebabkan longsoran. Apa lagi
ditambahan pada saat musin penghujan kemungkinan longsor akan lebih
besar pada tanah jenis ini. Hal ini dikarenakan ketebalan tanah tidak lebih
dari 2,5 m dengan sudut lereng 22 derajat. Selain itu kontur tanah ini
mudah pecah jika udara terlalu panas dan menjadi lembek jika terkena air
yang mengakibatkan rentan pergerakan tanah.
8
2. Curah Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November
karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang
akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam
jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga
tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Pada saat
hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak. Tanah pun dengan cepat
mengembang kembali. Pada awal musim hujan, kandungan air pada
tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim
dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah itulah,
air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga
menimbulkan gerakan lateral. Apabila ada pepohonan di permukaan,
pelongsoran dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar
tumbuhan juga berfungsi sebagai pengikat tanah.
3. Kemiringan Lereng
9
4. Penggunaan Lahan
5. Getaran
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan
lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah
terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh
retakan.
10
terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah
sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah
lembah.
8. Pengikisan/erosi
11
2.4.3 Triase
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami
perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat
darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana
untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab
ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang
merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat
medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba
/ berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus
karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau
membaik, lakukan retriase.
Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS,
mekanisme cedera, usia, dan keadaan yang diketahui atau diduga
membawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan
antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda
vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya.
Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan
dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat
perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat
menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga
waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga
tidak memadai hingga berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase
berubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa
diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera
serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase
dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik. Saat ini
tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang
dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim
triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid
Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana
mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan.
12
1. Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh
petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan
tindakan medik terhadap korban.
2. Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.
a. Prioritas Nol (Hitam): Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan
tidak mungkin diresusitasi.
b. Prioritas Pertama (Merah): Pasien cedera berat yang memerlukan
penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk
tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera
kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka
bakar berat).
c. Prioritas Kedua (Kuning): Pasien memerlukan bantuan, namun
dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin
mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera
abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi,
fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang
leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
d. Prioritas Ketiga (Hijau): Pasien degan cedera minor yang tidak
membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama
sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera
jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-
fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).
Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0
sebagai Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan
cedera atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak
memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima
(Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas. Bila pada Retriase
ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan
pindahkan kekelompok sesuai.
1. Triase Sistim METTAG.
13
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan
atas korban. Resusitasi ditempat.
2. Triase Sistem Penuntun Lapangan START.
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi,
perfusi, dan status mental (RPM : R= status Respirasi ; P =
status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan
kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang
memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak
mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong
secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko
besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan
transport segera. Resusitasi diambulans.
3. Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.
Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang
sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan
START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama
sesuai keadaan.
14
a. Merah : Korban-korban yang membutuhkanstabilisasi segera
(Gangguan ABCD) dan korban- korban dengan :
1. Syok oleh berbagai kausa
2. Gangguan pernafasan
3. Trauma kepala dengan pupil anisokor
4. Perdarahan eksternal massif
b. Kuning : Korban yang memerlukanpengawasan ketat, tetapi
perawatan dapatditunda sementara. Termasuk :
1. Korban dengan resiko syok
2. Fraktur multiple
3. Fraktur Femur/ pelvis
4. Luka bakar luas
5. Gangguan kesadaran/ trauma kepala
6. Korban dengan status tidak jelas.
c. Hijau : Kelompok korban yang tidakmemerlukan pengobatan atau
pemberianpengobatan dapat ditunda, seperti :
1. Fraktur minor
2. Luka minor
d. Hitam : Korban yang telah meninggal dunia.
15
Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag. (Umumnya tim tidak
mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan
tindakan pasca triase setelah triase selesai).
1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan
bahaya, keamanan dan jumlah korban dan kebutuhan untuk
menentukan tingkat respons yang memadai (Rapid Health Assessment
/ RHA).
3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk
mengumumkan bencana serta mengirim kebutuhan dan dukungan
antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian (dari
kesimpulan RHA).
4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu
tersedia
a. Petugas Komando Bencana.
b. Petugas Komunikasi.
c. Petugas Ekstrikasi/Bahaya.
d. Petugas Triase Primer.
e. Petugas Triase Sekunder.
f. Petugas Perawatan.
g. Petugas Angkut atau Transportasi
5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :
a. Sektor Komando / Komunikasi Bencana
b. Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
c. Sektor Bencana.
d. Sektor Ekstrikasi / Bahaya.
e. Sektor Triase.
f. Sektor Tindakan Primer
g. Sektor Tindakan Sekunder.
h. Sektor Transportasi.
6. Rencana Pasca Kejadian Bencana :
7. Kritik Pasca Musibah.
16
8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).
Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama
dimana korban kelompok merah dan kuning yang menunggu transport
dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian dan tenaga medis
dalam resusitasi-stabilisasi.
17
4) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal
pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai).
5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau
posko-posko bencana.
b. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat
setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing
bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap
kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim
kesehatan.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan
tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana seleksi pasien untuk
penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase).
TRIASE:
1) Merah paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam
kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma
dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
luka bakar derajat I-II.
2) Kuning penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury
dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam
keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60
menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur
terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II.
3) Hijau prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur
tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan
dislokasi.
4) Hitam meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat
selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.
c. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
1) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari.
2) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian.
18
3) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS.
4) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
5) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan.
6) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri
dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa.
7) Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban
(ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan
mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan,
insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot).
8) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi
bermain.
9) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para
psikolog dan psikiater.
10) Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.
d. Peran perawat dalam fase postimpact
Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial,
dan psikologis korban. Selama masa perbaikan perawat membantu
masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal. Beberapa penyakit dan
kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal
kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.
19
BAB 3
20
DAFTAR PUSTAKA
21