You are on page 1of 17

Pertemuan 2

Memahami gangguan sistem kardiovaskuler pada anak


Oleh : I Made Arisusana, S.Kep, Ns
Metode : Lecture

A. Penyakit gangguan katup


1. Definisi
Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung
mengalami kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat diatur dengan
maksimal oleh jantung. Katup jantung yang mengalami kelainan membuat
darah yang seharusnya tidak bisa kembali masuk ke bagian serambi jantung
ketika berada di bilik jantung membuat jantung memiliki tekanan yang cukup
kuat untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya orang tersebut tidak
bisa melakukan aktifitas dalam tingkat tertentu (Price & Wilson.2006).
Kelainan katup jantung yang parah membuat penderitanya tidak dapat
beraktifitas dan juga dapat menimbulkan kematian karena jantung tidak lagi
memiliki kemampuan untuk dapat mengalirkan darah. Kelainan katup jantung
biasanya terjadi karena faktor genetika atau keturunan dan terjadi sejak masih
dalam kandungan. Kelainan pada katup jantung juga bisa terjadi karena
kecelakaan ataupun cedera yang mengenai jantung. Operasi jantung juga dapat
menyebabkan kelainan pada katup jantung jika operasi tersebut gagal atau
terjadi kesalahan teknis maupun prosedur dalam melakukan oeprasi pada
jantung.
Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran
darah yang melintasi katup jantung. Katup yang terserang penyakit dapat
mengalami dua jenis gangguan fungsional: (1) regurgitasi-daun katup tidak
dapat menutup rapat sehingga darah dapat mengalir balik (sinonim dengan
isufisiensi katup dan inkompetensi katup) ; dan (2) stenosis katup-lubang katup
mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami hambatan.
Isufisiensi stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai
lesi campuran atau terjadi sendiri yang disebut sebagai lesi murni (Arif
mansjoer.dkk. 2001)

10
2. Etiologi
Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai peyakit yang hampir
selalu disebabkan oleh rematik, tetapi sekarang telah lebih banyak ditemukan
penyakit katup jenis baru. Penyakit katup jantung yang paling sering dijumpai
adalah penyakit katup degeneratif yang berkaitan dengan meningkatnya masa
hidup rata-rata pada orang-orang yang hidup di negara industri dibandingkan
dengan yang hidup di negara berkembang. Meskipun terjadi penurunan
insidensi penyakit demam rematik, namun penyakit rematik masih merupakan
penyebab lazim deformitas katup yang membutuhkan koreksi bedah.
a. Stenosis Mitraler. Berdasarkan etiologinya stenosis katup mitral terjadi
terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik pada
masa kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik. Di bagian
dunia lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis
katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak. Yang khas
adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup mitral sebagian
bergabung menjadi satu.
b. Insufisiensi Mitral
Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat
dibagi atas reumatik dan non reumatik (degeneratif, endokarditis, penyakit
jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya). Di
negara berkembang seperti Indonesia, penyebab terbanyak insufisiensi
mitral adalah demam reumatik.
c. Stenosis Aorta
Berdasarkan etiologinya stenosis katup aorta merupakan penyakit
utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan
parut dan penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta
seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru
muncul setelah usia 70-80 tahun.
Stenosis katup aorta juga bisa disebabkan oleh demam rematik
pada masa kanak-kanak. Pada keadaan ini biasanya disertai dengan
kelainan pada katup mitral baik berupa stenosis, regurgitasi maupun
keduanya.
Pada orang yang lebih muda, penyebab yang paling sering adalah
kelainan bawaan. Pada masa bayi, katup aorta yang menyempit mungkin
tidak menyebabkan masalah, masalah baru muncul pada masa

11
pertumbuhan anak. Ukuran katup tidak berubah, sementara jantung
melebar dan mencoba untuk memompa sejumlah besar darah melalui
katup yang kecil. Katup mungkin hanya memiliki dua daun yang
seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal seperti corong. Lama-
lama, lubang/pembukaan katup tersebut, sering menjadi kaku dan
menyempit karena terkumpulnya endapan kalsium.
d. Isufisiensi Aorta
Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan
katub dan kanker aorta juga bias menimbulkan isufisiensi aorta. Pada
isufisiensi aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katub,
dengan atau tanpa kalsifikasi, yang umumnya merupakan skuele dari
demam reumatik.

3. Tanda dan gejala


Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan
darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung,
dimana cairan tertimbun di dalam paru- paru (edema pulmoner). Penderita
yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas.
Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi
lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.
Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan
disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan
di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup mitral.
Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler
pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru.
Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut
jantung menjadi cepat dan tidak teratur.
a. Stenosis Mitral
Sangat cepat, lemah, dyspnea, capek bila ada kegiatan fisik, nocturnal
dyspnea, batuk kering, bronchitis, rales, edema paru-paru,
hemoptysis/batuk darah, kegagalan pada sebelah kanan jantung. Auskultasi:
teraba getaran apex S1 memberondong, peningkatan bunyi. Murmur:lemah,
nada rendah, rumbling/gemuruh, diastolic pada apex.
b. Isufisiensi Mitral

12
Sangat capi, lemah, kehabisan tenaga, berat badan turun, napas sesak
bial terjadi kegiatan fisik, ortopneu, paroxysma noktural dipsneu rales.
Tingkat lanjut: edema paru-paru, kegagalan jantung sebelah kanan.
Auskultasi: terasa getaran pada raba apex, S1 tidak ada, lemah, murmur.
Murmur: bernada tinggi, menghembus, berdesis, selam systoll(pada apex)
S3 nada rendah.
c. Stenosis Aorta
Angina, syncope, capai, lemah, sesak napas saat ada kegiatan ortopneu,
paroxysm mal nokturial, edema paru-paru, rales. Tingkat lanjut: kegagalan
sebelah kanan jantung. Murmur: nada rendah, kasar seperti kerutan,
systoll(pada basis atau carctis) gemetar systoll pada basis jantung.
d. Isufisiensi Aorta
Palpitasi, sinus tacikardi, sesak napas bila beraktifitas ortopnew,
paroxysmal noktural dyspnea, diaphoresis hebat, angina. Tingkat lanjut:
kegagalan jantung sebelah kiri dan kanan. Murmur: nada tinggi,
menghembus diastole (sela iga ke-3) murmur desakan systoll pada basis
(Price & Wilson.2006).

4. Patofisiologi
Demam reuma inflamasi akut dimediasi imun yang menyerang
katup jantung akibat reaksi silang antara antigen streptokokus hemolitik-
grup A dan protein jantung. Penyakit dapat menyebabkan penyempitan
pembukaan katup (stenosis) atau tidak dapat menutup sempurna (inkompetensi
atau regurgitasi) atau keduanya.
Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup
memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk menggantikan jumlah
darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik sehingga meningkatkan
volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung meningkatkan
tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang meningkat,
karena itu akan meningkatkan tekanan kerja miokardium . Respon
miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan tekanan kerja
adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan hipertrofi
merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan meningkatakan
kemampuan pemompa jantung.

13
a. Stenosis Mitral
Stenosis mitral terjadi karna adanya fibrosis dan fusikomisura katub
mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat
jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katub mitral pada
waktu diastolic lebih kecil dari normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan
berkurangnya daya alir katub mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan
diruang atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri
dan ventrikel kiri waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak
berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh, akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya akan
menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru. Bendungan ini akan
menyebabkan terjadinya sembab interstitial kemudian mungkin terjadi
sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan hemoptysis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningakat,
kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katub
tricuspid atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami
bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan
menyebabkan gangguan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
takikardi. Tetapi konpensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung
karna pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolic.
Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris
sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian
ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan thrombus di atrium
kiri.
b. Isufisiensi Mitral
Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karna katub tidak biasa
menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katub meliputi
klasifikasi, penebalan dan distorsi daun katub. Hal ini mengakibatkan
koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan
kordatendinea mengakibatkan katub tertarik ke ventrikel terutama bagian
posterior, dapat juga terjadi dilatasi annulus atau rupture korda tendinea.
Selama fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri,
mengakibatkan gelombang v yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke

14
aorta berkurang pada saat diastolik,darah mengalir dari atrium kiri ke
ventrikel.darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru melalui vena
pulmonalis,jika terdapat darah regurgidan dari ventrikel kiri waktu sistolik
sebelumnya.ventrikel kiri cepat distensi,apeks bergerak ke bawah secara
mendadak,menarik katup korda dan otot kapilaris,hal ini menimbulkan
vibrasi membentuk bunyi jantung ke tiga.pada insufisiensi mitral
kronik,regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat
ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal.
c. Stenosis Aorta
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta
menyebabkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara
ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan
tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba diatasi dengan
meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel kiri).
Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard
menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi
atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan
mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang
terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan
kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran
darah koroner ke miokard yang hipertrofi.
Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri
dengan aorta mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup
mitral <1cm2,maka stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan
adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru
muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah pada stenosis
katup aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat stenosis
aorta) akan merangsang mekanisme RAA(Renin-Angiotensin-Aldosteron)
beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami hipertrofi.Penambahan
massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan intra-ventrikel agar
dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut dan mempertahankan wall
stress yang normal berdasarkan rumus Laplace: Stress (pressurexradius):
2xthickness. Namun bila tahanan aorta bertambah,maka hipertrofi akan
berkembang menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen dan

15
menyebabkan kekakuan dinding ventrikel,penurunan cadangan
diastolic,penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard . Pada
akhirnya performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak
dinding ventrikel dan after load mismatch. Gradien trans-valvular
menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat menyebabkan
sesak nafas. Gejala yang mencolok adalah sinkope, iskemia sub-endokard
yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal
jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari
kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai
oksigen akibat dari penurunan cadangan koroner, penurunan waktu perfusi
miokard akibat dari tahanan katup aorta.
d. Insufisiensi Aorta
Insufisien kronik mengakibatkan peningkatan secara bertahap
dari volume akhir diastolik ventrikel kiri.akibat beban volume ini, jantung
melakukan penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel
kiri.curah sekuncup ventrikel kiri juga meningkat. Konpensasi yang terjadi
berupa hipertrofi ventrikel kiri yang biasa menormalkan tekanan dinding
sistolik.pada tahap kronik,faktor miokard primer atau klesi sekunder seperti
penyakit coroner diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi.selanjutnya
dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal.
Perubahan hemodinamid keadaan akut dapat dibedakan dengan
keadaan kronik.kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi
sebelumnya.ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi
terhadap insufisiensi aorta.peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan diastolik
akhir ventriker kiri biasa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram :
1) Menilai derajat insufisiensi, lamanya, ada/tidaknya penyakit penyerta
2) Gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang normal
3) Aksis yang bergeser ke kiri dan adanya hipertrofi ventrikel kiri
4) Ekstra sistol atrium

b. Foto Toraks :
1) Ukuran jantung biasanya normal
2) Pada kasus yang berat dapat terlihat pembesaran jantung
3) Bendungan paru
4) Perkapuran pada anulus mitral

16
c. Fonokardiogram : menilai gerakan katup, ketebalan dan perkapuran serta
menilai derajat regurgitasi insufisiensi mitral
d. Laboratorium : mengetahui ada/tidaknya reuma aktif/reaktivasi.

6. Penatalaksanaan
a. Stenosis Mitral
Terapi antibiotic diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi.
Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan
kardiotinikum dan diuretik. Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk
membuka atau menyobek komisura katub mitral yang lengket atau
mengganti katub miral dengan katub protesa. Pada beberapa kasus dimana
pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi medis tidak mampu
menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat dilakukan valvuloplasti
transluminal perkutan untuk mengurang beberapa gejala.
b. Insufisiensi Mitral
Penatalaksanaannya sama dengan gagal jantung kongestif, intervensi bedah
meliputi penggantian katup mitral.
c. Stenosis Aorta
Penatalaksanaan yang sesuai untuk stenosis aorta adalah
penggantian katub aorta secara bedah. Terdapat risiko kematian mendadak
pada pasien yang diobati saja tanpa tindakan bedah. Keadaan yang tak
dikoreksi tersebut dapat menyebabkan gagal jantung permanen yang tidak
berespond terhadap terapi medis.
d. Insufisiensi Aorta
Penggantian katub aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu
yang tepat untuk penggantian katub masih kontroversial. Pembedahan
dianjurkan pada semua pasien dengan hipertropi ventrikel kiri tanpa
memperhatikan ada atau tidaknnya gejala lain. Bila pasien mengalami
gejala gagal jantung kongestif, harus diberikan penatalaksanaan medis
sampai dilakukannya pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

17
Arif mansjoer.dkk. 2001. Kapita Selekta. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapitus
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ; Edisi 8;
Volume 2. Jakarta: EGC.
Sylvia A. Price, Alih bahasa Brahm U dkk. 2005. Patofisiologi, konsep klinik proses-
proses penyakit ed. 6. Jakarta: EGC.
Dongoes Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014, alih
bahasa Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC

B. Penyakit jantung congenital


1. Definisi
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau
malformasi yang muncul saat kelahiran. Kebanyakan kelainan jantung
kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung maupun pembuluh
darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung.
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-10 dari
1.000 kelahiran hidup.\
Kelainan jantun bawaan berarti kelainan susunan jantung, mungkin sudah
terdapat sejak lahir. Perkataan susunan berarti menyingkirkan aritmia
jantung, sedangkan mungkin sudah terdapat sejak lahir berarti tidak selalu
dapat ditemukan selama beberapa minggu/bulan setelah lahir.

18
Ketidaknormalan pekembangan jantung dan pembuluh darah beberapa
tahun kemudian merupakan kelainan cardiac out put atau sirkulasi darah yang
mengandung O2. Kelainan tersebut atau penyakit jantung konginetal
mengakibatkan sianosis maupun asianosis tergantung sirkulasi darah ke
jantung. Pada kelainan sianosis, tidak ada pencampuran antara darah yang
tidak teroksigenasi dalam sirkulasi dan sistemik, dan kelainan ini mungkin
tidak nampak secara klinis sampai usia tua. Ductus Arterious menetap,
Koartasi Aorta, Stenosis Aorta, Stenosis Pulmonik, Septal Defect, merupakan
contoh kelainan Asianosis. Disisi lain, pada kelainan asianosis terjadi
pencampuran sirkulasi pulmoner dan sistemik, walaupun tidak ada sianosis.

Yang dimaksud dengan kelainan jantung kongenital adalah kelainan


structural dan atau pembuluh darah besar intrathorakal yang dapat
menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler.

2. Etiologi

Penyebab penyakit jantung konginetal berkaitan dengan kelainan


perkembangan embryonic, pada usia 5 sampai 8 minggu, jantung dan
pembuluh darah besar dibentuk. Gangguan perkembangan mungkin
disebabkan oleh faktor-faktor prenatal seperti, infeksi ibu selama trimester
pertama. Agen penyebab lain adalah rubella, influenza atau chiken pox.
Faktor-faktor prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus dengan
ketergantungan pada insulin serta faktor-faktor genetik juga berpengaruh
untuk terjadinya penyakit jantung konginetal. Selain faktor orang tua, insiden
kelainan jantung juga meningkat pada individu. Faktor-faktor lingkungan
seperti radiasi, gizi ibu yang jelek, kecanduan obat dan alkohol juga
mempengaruhi perkembangan embrio.
Penyebab kelainan jantung kongenital sendiri sebagian besar tidak
diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down, Trisomi
13 dan 18, sindroma Aplenia, sindroma Di George dan infeksi Rubella
(campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan sang ibu berhubungan
dengan kejadian tertentu. Setiap kejadian yang berdampak teratogenik bagi
maternal atau fetal yang dapat mempengaruhi perkembangan jantung. Infeksi
berat seperti influenza atau campak (measles), terutama bila disertai dengan

19
suhu tinggi selama kehamilan trimester pertama, memiliki potensi untuk
merubah perkembangan jantung janin.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala kelainan jantung bawaan biasanya akan langsung terlihat
beberapa saat setelah bayi dilahirkan, ataupun pada tahun-tahun pertama usia
anak, namun pada sebagian kasus tanda dan gejala bahkan tidak muncul
sampai anak berusia dewasa.
Setelah persalinan bayi baru lahir akan mengalami masa transisi sistem
pernafasan dan sirkulasi darah dari masa janin ke pasca lahir. karena
itulah gejala penyakit jantung bawaan pada bayi baru lahir sedikit lebih sulit
untuk di deteksi dan membutuhkan serangkaian pemantauan yang cermat
untuk mendeteksi penyakit ini.
Gejala yang muncul juga berhubungan dengan berapa banyak tingkat
kelainan jantung yang dialami, gejala umumnya penyakit jantung
kongenital meliputi sesak nafas, tendengar kelainan bunyi dan bising jantung,
kebiruan pada kulit, bibir, mulut dan kuku sebagia tanda kekurangan oksigen,
Nafas pendek, denyut jantung dan irama jantung yang tidak teratur, berat
badan kurang dan pertumbuhan terhambat, dan infeksi paru-paru berulang.
Apabila muncul beberapa gejala diatas dokter biasanya akan melakukan
beberapa pemeriksaan penunjang / pemeriksaan diagnostik. meliputi
Enchocardiogram, X ray dada, MRI, Tes darah dan analisis kromosom.

4. Patofisiologi
Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada keterlambatan
penitisan normal serabut otot lunak pada Arteriola Pulmonal sewaktu lahir,
penebalan vaskuler meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran darah
pulmonal dapat melampaui sirkulasi sistemik, dan aliran darah bergerak dari
kanan ke kiri. Perubahan pada aliran darah pencampuran darah vena dan arteri,
serta kenaikan tekanan pumonal akan meningkatkan kerja jantung. Manifestasi
dari penyakit jantung konginetal yaitu, adanya gagal jantung perfusi perifal tidak
adekuat dan kongesti pulmonal.

5. Pemeriksaan Penunjang

20
a. Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
b. Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada
ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90.
c. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi
aliran darah dan arahnya.
d. Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak a
da abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat
menentukan dalam diagnosis anatomik.
e. Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru. (Betz & So
wden, 2002 ;377)

6. Penatalaksaan
Penanganan kelainan jantung kongenital dapat dengan obat-obatan,
koreksi kelainan jantung dengan bantuan kateterisasi atau pembedahan.
Umumnya obat-obatan itu untuk memperbaiki fungsi jantung, mengurangi
kelebihan cairan di tubuh, mempertahankan keterbukaan saluran penghubung
antara aorta dan pembuluh darah paru, menurunkan konstriksi pembuluh
darah sehingga mempermudah aliran darah ke tubuh, serta memperkuat
kontraksi jantung untuk memompa lebih banyak darah.
Jika penanganan dengan obat-obatan tidak efektif, maka pada jenis
kelainan jantung tertentu koreksi jantung dengan bantuan kateterisasi bisa
dicoba.
Pembedahan jantung umumnya diperlukan jika kelainan jantung lebih
berat dan upaya terapi lainnya tidak efektif. Upaya pembedahan dapat bersifat
paliatif dengan tujuan mengurangi gejala dan mengoreksi kelainan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Ni Luh Gede Yasmin. 2000. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatanm Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta :Salemba Medika

21
C. DEMAM REUMATIK
1. Definisi
Sindrom klinis sebagai komplikasi infeksi beta Streptokokkus
hemolyticus grup A, dengan satu atau lebih gejala mayor : poliartritis migrans
akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum.

2. Etiologi dan factor predisposisi


Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain, merupakan
akibat interaksi individu, penyebab penyakit, dan factor lingkungan. Penyakit
ini sangat berhubungan erat dengan infeksii saluran nafas bagian atas oleh
Streptokokkus beta hemolyticus grup A.
Faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik
dapat dibagii menjadi factor pada pejamu dan factor lingkungan. Faktor pada
pejamu mencakup: (1) Faktor genetic; banyak demam reumatik pada satu
keluarga atau pada saudara kembar. (2) Jenis kelamin; dahulu disangka anak
perempuan lebih sering terkena demam reumatik daripada anak lelaki, namun
ternyata hal tersebut tidak benar. Jenis kelamin memang berpengaruh pada
kelainan katup; stenosis mitral lebih sering pada pasien perempuan,
sedangkan insufisiensi aorta lebih sering terjadi pada lelaki. (3) Golongan
etnis dan ras. (4) Umur. Umur merupakan factor terpenting pada timbulnya
demam reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15
tahun, dengan puncak sekitar umur 8 tahun, tidak biasa ditemukan pada anak
berumur 3-5 tahun, dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun. (5) Status gizi. (6) Faktor lingkungan termasuk : Keadaan
social ekonomi yang buruk, Iklim dan geografi, Cuaca

3. Tanda dan Gejala


Gejalanya dari infeksi ini bervariasi, tergantung pada bagian tubuh mana yang
mengalami peradangan. Dan biasanya timbul beberapa minggu setelah nyeri

22
tenggorokan akibat streptokokus menghilang. Untuk gejala utama dari
Demam rematik pada anak adalah terjadi:
a. Nyeri persendian (artritis)
b. Nyeri dada atau palpitasi (jantung berdebar) karena karditis
c. Kedutan diluar kesadaran (corea Sydenham)
d. Ruam kulit (eritema marginatum)
e. Benjolan kecil dibawah kulit (nodul).
Gejala awal yang paling sering ditemukan pada penderita Demam
Rematik adalah nyeri persendian dan demam. Satu atau beberapa persendian
secara tiba-tiba menjadi nyeri baik disentuh atau tidak. Persendian tersebut
juga akan terlihat merah, apabila diraba terasa hangat dan membengkak
bahkan mungkin mengandung cairan.
Demam Rematik sering terjadi pada, sikut, pergelangan tangan, lutut dan
pergelangan kaki. Tidak jarang artritis juga menyerang sendi bahu dan
pinggul. Apabila rasa nyeri pada suatu persendian menghilang, maka akan
timbul nyeri pada persendian yang lain, terutama pada anak yang aktif dan
belum mendapatkan obat anti peradangan. Selain Arthritis, Demam akan
timbul secara tiba-tiba dan bersamaan dan bersifat turun-naik. Arthritis dan
demam tersebut biasanya berlangsung selama 2 minggu dan jarang terjadi
lebih dari 1 bulan.

4. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui.


Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam
penyakit autoimun. Streptokokkus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang
20 produk eksternal, yang terpenting diantaranya adalah streptolisin
O,streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforididin nukleotidase,
deoksiribonuklease, serta streptococcal erythrogenic toxin. Berbagai produk
tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik diduga merupakan
akibat kepekaan tubuh berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan
mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody terhadap
streptokokkus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip
antigen streptokokkus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.

23
Antibodi streptolisin O (ASTO) merupakan antibody yang paling
sering digunakan untuk indicator terhadap infeksi streptokokkus. Lebih dari
80 % pasien menunjukkan kenaikan titer ASTO ini, bila dilakukan
pemeriksaan terhadap 3 antibodi terhadap streptokokkus.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang / laboratorium pada diagnosis demam rematik akut
dibagi atas 3 golongan , walaupun pada kenyataannya pemeriksaan
laboratorium baik yang tunggal maupun kombinasi belum ada yang
memungkinkan diagnosis spesifik demam rematik akut.
a. Golongan pertama
Meliputi uji radang jaringan akut, yakni reaktan fase akut sbb :
1) Laju Endap Darah ( LED )
Mempunyai variasi lebar antara normal dan abnormal dan dapat
meninggi sampai jauh di atas 100 mm. Banyak dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal seperti anemia. Anemia ringan sedang
( normositik normokrom ) lazim ditemukan pada penderita demam
rematik akut.
2) Protein C Reaktif ( PCR )
Dapat digunakan untuk ukuran beratnya proses. Pada pasien demam
rematik akut ditemukan C Reaktif protein positif.
3) Leukositosis
Leukositosis umumnya sedang dan non spesifik.
Golongan kedua. Uji bakteriologis dan serologis yang membuktikan
infeksi streptokokus sebelumnya yaitu : Tes antibodi terhadap
streptokokus.
Kurang lebih 80 % penderita akan memperlihatkan kenaikan titer anti
streptolisin O ( ASO ). Titer yang berkisar dari 200 300 unit saja
yang dianggap normal.
b. Golongan ketiga
Meliputi pemeriksaan sbb :
1) Pemeriksaan radiologis : Rontgen
Untuk menemukan adanya kardiomegali dan efusi pericardial
2) Elektrokardiografi ( EKG )

24
Perpanjangan interval P R terdapat pada 28 40 % pasien., kelainan
ini dapat dipakai dalam diagnosis demam rematik. Perubahan EKG
lain mencakup gelombang T yang datar / terbalik karena miokarditis
dan elevasi S T akibat perikarditis.
3) Ekokardiografi
Adanya bising jantung.

6. Penatalaksanaan
Pengelolaan demam rematik akut diarahkan pengurangan peradangan
dengan obat anti-inflamasi seperti aspirin atau kortikosteroid. Individu
dengan kultur positif untuk radang tenggorokan juga harus diobati dengan
antibiotik. Aspirin adalah obat pilihan dan harus diberikan pada dosis tinggi
100 mg/kg/hari. Harus memperhatikan efek samping seperti gastritis dan
keracunan salisilat. Pada anak-anak dan remaja, penggunaan aspirin dan
produk yang mengandung aspirin dapat dikaitkan dengan sindrom Reye,
suatu kondisi serius dan berpotensi mematikan. Risiko, manfaat dan
pengobatan alternatif harus selalu dipertimbangkan ketika pemberian aspirin
dan produk yang mengandung aspirin pada anak-anak dan remaja. Ibuprofen
untuk rasa sakit dan ketidaknyamanan dan kortikosteroid untuk reaksi
inflamasi parah demam rematik harus dipertimbangkan pada anak-anak dan
remaja. Steroid dicadangkan untuk kasus-kasus di mana ada bukti keterlibatan
jantung. Penggunaan steroid dapat mencegah jaringan parut lebih lanjut
jaringan dan dapat mencegah perkembangan gejala sisa seperti stenosis
mitral. Suntikan bulanan penisilin long acting harus diberikan untuk jangka
waktu lima tahun pada pasien yang memiliki satu serangan demam rematik.
Jika ada bukti karditis, lamanya terapi mungkin sampai 40 tahun. Landasan
penting dalam mengobati demam rematik termasuk penggunaan terus-
menerus antibiotik dosis rendah (seperti penisilin, sulfadiazin, atau
eritromisin) untuk mencegah terulang.

DAFTAR PUSTAKA

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid

25
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2000. hal.734-753
Markum, AH, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2002. hal. 628-635

Pertanyaan :
1. Coba jelaskan bagaiman perjalanan penyakit katup jantung, jantung konginetal
dan demam reumatik!
2. Coba jelaskan apakah penyakit jantung reumatik dapat menyerang anak-anak?
3. Apa saja komplikasi yang terjadi pada penyakit jantung konginetal?
4. Coba jelaskan apa saja pengkaji pada pasien yang menderita penyakit katup
jantung, jantung konginetal dan demam reumatik!
5. Pada pemeriksaan penunjang jantung konginetal terdapat kateterisasi jantung,
bagaimana pemeriksaan kateterisasi jantung tersebut?

26

You might also like