You are on page 1of 8

JURNAL 1

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Analisis Sistem
Oleh Farhan Pratama A1C015007
REVIEW JURNAL

Penulis : Reddy et al
Tahun : 2013
Judul : Value Stream Mapping in a Manufacturing Industry.
Jurnal : International Journal of Advanced Engineering Technology.
Vol. dan Halaman : Vol 4. No. 2
Latar Belakang :
Penggunaan VSM muncul setelah kesuksesan Toyota Company di Jepang
sejak tahun 1980an. VSM dikembangkan oleh Toyota Company antara tahun 1960
dan 1970. Pada awalnya, VSM digunakan sebagai metodologi yang
mengidentifikasi waktu limbah dan tindakan yang tidak dibutuhkan yang terjadi
dalam proses tersebut. Tetapi saat ini VSM digunakan para insinyur industri sebagai
bisnis untuk mengidentifikasi pekerjaan dan sumber daya yang tidak perlu yang
digunakan untuk proses operasi.
Tujuan :
Tujuan utama VSM adalah penghapusan limbah dalam proses pembuatan,
produksi dan bisnis dengan memisahkan dan menghilangkan langkah-langkah non-
nilai tambah.
Metode :
Menggunakan Value Stream Mapping untuk manufaktur industri. Untuk
melakukan VSM kita harus mengikuti proses tertentu dari awal sampai akhir untuk
mengukur dan memantau langkah-langkah di setiap proses. Kami mencatat jenis
dan jenis sumber daya yang digunakan untuk setiap langkah dalam proses produksi,
yaitu rentang waktu penggunaan sumber daya dan jumlah penggunaannya.
Variabel-variabel yang diukur dalam proses produksi dicatat dalam blok variabel
seperti yang ditunjukkan pada Gambar (iii). Dengan mencatat variasi variabel dan
bukan nilai rata-rata akan memberikan ruang lingkup yang luas untuk perbaikan di
industri ini.
Hasil Penelitian :
Hasil dari penelitian ini yaitu setelah analisis selesai, penyempurnaan
dilakukan dengan mudah. Saat mengembangkan proposal, sangat ideal bahwa
pengguna proses mengidentifikasi solusi sehingga mereka dapat mengambil alih
kepemilikan untuk masa depan. Analisis tersebut menghasilkan penyederhanaan
dan perubahan dalam langkah prosedural yang cenderung menghentikan tindakan
terbuang. Perbaikan yang dipilih telah disertakan dalam peta negara di masa depan.
Dengan mengecek keadaan saat ini dan keadaan masa depan kita bisa mengetahui
perubahan atau penyempurnaan yang dilakukan. Peta negara saat ini menunjukkan
total waktu tambah non-nilai 565 min dimana peta negara di masa depan
menunjukkan waktu tambah non-nilai sebagai 465 menit. Kecepatan inventaris
telah dikurangi menjadi 23 jam di peta negara masa depan. Ini adalah keuntungan
lebih lanjut dari penghematan tenaga kerja.
Kesimpulan :
Kesimpulan penelitian ini yaitu VSM membingkai proses produksi saat ini
dan masa depan dalam sebuah organisasi. Hal ini memungkinkan semua orang
mengetahui dimana limbah tersebut dieliminasi. Orang kemudian mengubah
keadaan saat ini menjadi negara masa depan dengan menggunakan prinsip lean
manufacturing. Langkah-langkah non-nilai tambah diketahui oleh pemborosan
sumber daya dan era mereka. Prosesnya harus diestimasi untuk mengurangi dan
menyederhanakan tindakan yang diperlukan. Dengan mengurangi kelebihan waktu
bisa mendapatkan nilai proporsional value added dalam prosesnya. Proses yang
didesain ulang lebih efektif dan efisien daripada yang sebelumnya, yaitu kurang
banyaknya input (sumber daya) yang dibutuhkan. Proses ini dipetakan sesuai
arusnya di negara masa depan dengan langkah dan informasi yang diperlukan
secara disederhanakan. Value Stream mapping (VSM) akan membantu para
insinyur di industri yang mengikuti filosofi pembuatan Lean Manufacturing.
JURNAL 2

Penulis : Doraid et al
Tahun : 2010
Judul : Application of the Analytic Hierarchy Process (AHP) in Multi-Criteria
Analysis of the Selection of Cranes
Jurnal : Jordan Journal of Mechanical and Industrial Engineering
Vol. dan Halaman : Vol 4. No. 3
Latar Belakang :
Derek dianggap sebagai salah satu peralatan terpenting yang digunakan dalam
konstruksi karena peran kunci mereka dalam melakukan tugas pengangkatan di
seluruh lokasi konstruksi. Skala investasi dalam memilih derek menekankan
pentingnya proses seleksi crane. Dengan demikian, perhatian cermat pada
pemilihan semacam itu harus dipertimbangkan karena harga yang sangat mahal
yang dapat dibayarkan jika terjadi kesalahan.
Tujuan :
Tujuan utama yaitu karena peran sentral crane dalam operasi konstruksi,
spesialis di industri konstruksi telah bekerja sama dalam pengembangan metode
dan perangkat lunak terstruktur untuk membantu memilih jenis crane terbaik di
lokasi konstruksi. Pemilihan Crane adalah proses yang memakan waktu yang
membutuhkan eksploitasi data secara ekstensif.
Metode :
Metode AHP digunakan untuk menemukan crane yang paling sesuai dalam
proses konstruksi. AHP adalah alat pengambilan keputusan multi kriteria yang
banyak digunakan. Berbeda dengan metode konvensional, AHP menggunakan
perbandingan pair-wise yang memungkinkan penilaian verbal dan meningkatkan
ketepatan hasil.
Hasil Penelitian :
Sistem ini walaupun mungkin memiliki database yang kaya, namun mereka
tidak memiliki dukungan untuk pembuatan keputusan berdasarkan pengetahuan.
Proses seleksi crane adalah masalah pengambilan keputusan multi kriteria dengan
tujuan yang saling bertentangan dan beragam. Dalam karya ini, metodologi
sistematis disajikan dengan mempertimbangkan berbagai faktor dan tujuan yang
disaksikan penting bagi proses konstruksi. Model ini mencakup membangun
struktur hirarki analitik dengan pohon kriteria hierarkis dan alternatif untuk
mempermudah pengambilan keputusan. Tiga jenis crane alternatif
dipertimbangkan, yaitu Tower, Derrick dan Mobile crane. Analytical Hierarchy
Process (AHP) digunakan untuk membantu membangun model dan membantu
menarik keputusan.
Kesimpulan :
Telah diamati bahwa model pakar hirarki analitik (AHP) yang dikembangkan
bekerja secara memadai dan menghasilkan hasil yang dapat diterima serta menyeret
keputusan yang akurat dalam pemilihan crane untuk lokasi konstruksi. Hal ini
dijelaskan dari keluaran Expert ChoiceTM untuk masing-masing jenis crane, bahwa
sebagian besar area prioritas AHP ditempati oleh kriteria kondisi keselamatan dan
kondisi, sehingga menunjukkan dominasi yang diinginkan dari kedua kriteria
tersebut dalam proses seleksi. . Model yang dikembangkan tentu memudahkan misi
pengambil keputusan untuk memilih bobot kuantitatif dan membuat perhitungan
lebih lanjut dan, dengan demikian, membuat pengambil keputusan tidak terlalu
rentan terhadap kesalahan manusia. Selain itu, pendekatan ini tidak mengharuskan
pengambil keputusan untuk memiliki pengetahuan teknologi mendalam mengenai
spesifikasi jenis crane dan kemampuan mereka yang ada. Penilaian pasangan-
bijaksana melalui skala verbal memudahkan para ahli untuk menyebarkan
pemahamannya dan akhirnya mengungkapkan lebih banyak pengetahuan dan
keputusan. Penerapan teori AHP di atas adalah langkah menuju penghapusan bias
atau prasangka dalam penghakiman seorang ahli, karena langkah-langkah yang
mengarah ke keputusan dibuat eksplisit melalui penilaian relasional. Ini juga
membantu mengungkap perbedaan dalam pemikiran ahli mengenai faktor kualitatif
dalam pemilihan crane yang mungkin tidak dipertimbangkan.
JURNAL 3

Penulis : Liestianti et al
Tahun : 2016
Judul : Pengaruh Model Means Ends Analysis Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar.
Jurnal : Jurnal Program Studi S-1 PGSD, Kampus Cibiru, Universitas Pendidikan
Indonesia
Vol. dan Halaman : Vol , No ,
Latar Belakang :
Di dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) Tahun 2006 untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah
Ibtidaiyah (MI) dijelaskan bahwa pendekatan pemecahan masalah merupakan
fokus dalam pembelajaran matematika... (BNSP, 2006, hlm 147). Pembelajaran
matematika hendaknya berfokus pada masalah dan pengenalan masalah kontekstual
sebagai titik awal pembelajaran yang kemudian mengarahkan peserta didik untuk
mempelajari materi selanjutnya dengan bekal materi prasyarat yang sudah
dipelajari sebelumnya. Kemampuan pemecahan masalah anak-anak Indonesia
tergolong masih harus dikembangkan.
Tujuan :
Tujuan utama yaitu untuk mengukur peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa setelah mendapatkan model Means-Ends Analysis,
mengukur peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis setelah
mendapatkan model konvensional sebagai kelompok control dan untuk mengukur
perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang
mendapatkan model Means-Ends Analysis dengan siswa yang mendapatkan model
konvensional sebagai kelompok kontrol.
Metode :
Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain
penelitian non equivalent control group design. Pada desain penelitian tersebut,
sebelum dilaksanakan perlakuan (treatment) kemampuan awal kelas eksperimen
dan kelas kontrol diukur dengan pretest. Setelah mendapatkan perlakuan
(treatment), kemampuan kedua kelas tersebut kembali diukur dengan posttest. Soal
pretest dan posttest adalah soal yang sama.
Teknik sampling yang digunakan adalah sampling insidental sehingga
sampel tidak dipilih secara acak. Sugiyono (2013, hlm. 124) mengemukakan bahwa
Sampling insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu
siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok
sebagai sumber data
Hasil Penelitian :
Hasil Pretest yaitu setelah kelas eksperimen dan kelas kontrol melaksanakan
pretest. Nilai-nilai yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS version
17.0 for Windows. Rata-rata nilai pretest kelas eksperimen sebesar 16,339
sedangkan rata-rata nilai pretest kelas kontrol sebesar 11,661. Selisih nilai rata-rata
pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 4,678.
Kriteria untuk menerima dan menolak H0 adalah jika signifikansi < maka,
H0 ditolak dan jika signifikansi > maka H0 diterima. Karena nilai signifikansi uji
Mann-Whitney lebih besar dari 0,05 (0,200 > 0,05), maka H0 diterima. Hal ini
dapat diinterpretasikan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol pada tes awal tidak berbeda secara signifikan.
Hasil Posttest yaitu setelah kelas eksperimen memperoleh pembelajaran
dengan model Means-Ends Analysis dan kelas kontrol memperoleh pembelajaran
dengan model konvensional, selanjutnya kemampuan kedua kelas diukur dengan
posttest. bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa sesudah diberikan perlakuan yang berbeda. Kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas kontrol. Hal ini
nampak dari perolehan rata-rata nilai posttest kelas eksperimen sebesar 80,374 dan
rata-rata nilai posttest kelas kontrol sebesar 41,481. Selisih rata-rata nilai posttest
pada kedua kelas adalah 38,893. Nampak bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa pada kelas eksperimen yang mendapatkan model pembelajaran
Means-Ends Analysis lebih baik dari pada kemampuan pemecahan matematis siswa
pada kelas kontrol yang mendapatkan model pembelajaran konvensional.
Kesimpulan :
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kelas eksperimen yang
memperoleh model Means-Ends Analysis dan siswa di kelas kontrol yang
memperoleh model konvensional pada materi bangun ruang untuk kelas V
Kurikulum 2006. Peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
setelah mendapatkan model MeansEnds Analysis. Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis dapat dilhat dari rata-rata perolehan indeks gain
ternormalisasi siswa pada kelas eksperimen yang memperoleh model Means-
Ends Analysis sebesar 0,8. Indeks gain ternormalisasi siswa di kelas
eksperimen termasuk kedalam kategori tinggi.
2. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
setelah mendapatkan model konvensional sebagai kelompok kontrol.
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dapat dilhat dari
perolehan indeks gain ternormalisasi siswa pada kelas kontrol yang
memperoleh model konvensional sebesar 0,4. Indeks gain ternormalisasi siswa
di kelas kontrol termasuk kedalam kategori sedang.
3. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa
yang mendapatkan model Means-Ends Analysis dengan siswa yang
mendapatkan model konvensional sebagai kelompok kontrol. Perbedaan
kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yan mendapatkan
model Means-Ends Analysis dengan siswa yang mendapatkan model
konvensional sebagai kelompok kontrol sangat signifikan, yang ditunjukan
dengan nilai signifikansi hasil uji Mann-Whitney sebesar 0,00 yang lebih kecil
dari nilai yaitu sebesar 0,05. Hal tersebut terjadi karena model Means-Ends
Analysis menjadikan masalah sebagai fokus pembelajaran sehingga siswa
diarahkan untuk selalu belajar memecahkan masalah. Sedangkan, pada model
konvensional kemampuan pemecahan masalah siswa tidak dikembangkan
karena, semua materi yang akan dipelajari diberikan secara langsung oleh guru
kepada siswa. Hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa.

You might also like