You are on page 1of 24

MAKALAH

PATOLOGI KARDIOVASKULER
(PNEUMOTHORAX, RESPIRATORIK FAILURE,TB PARU) )

KELOMPOK 7:
1. ULFA JUMIATUN (PO714241151042)
2. WAHYUDIN (PO714241151045)
3. WAHYUNINGSIH (PO714241151046)
4. WIDIA WANDANA MUNARTI (PO714241151047)
5. WIRDHA AMALIA (PO714241151048)
6. YESI APRIANI (PO714241151049)

POLTEKKES KEMENKES
MAKASSAR

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 1
A. PNEUMOTHORAX ................................................................................................... 4
DEFINISI ................................................................................................................ 4
ETIOLOGI .............................................................................................................. 5
PATOFISIOLOGI................................................................................................... 6
GEJALA ................................................................................................................. 6
PEMERIKSAAN FISIK ......................................................................................... 7
DIAGNOSA ............................................................................................................ 7
PENGOBATAN ..................................................................................................... 7
B. RESPIRATORY FAILURE/ GAGAL NAFAS ......................................................... 9
DEFINISI ................................................................................................................ 9
KLASIFIKASI ...................................................................................................... 10
ETIOLOGI ............................................................................................................ 10
PATOFISIOLOGI................................................................................................. 11
TANDA DAN GEJALA ....................................................................................... 12
GEJALA KLINIS ................................................................................................. 13
MANIFESTASI KLINIS ...................................................................................... 13
KOMPLIKASI ...................................................................................................... 13
DIAGNOSIS ......................................................................................................... 14
PENGOBATAN ................................................................................................... 15
C. TUBERKULOSIS PARU ......................................................................................... 16
DEFINISI .............................................................................................................. 16
ETIOLOGI ............................................................................................................ 16
PATOFISIOLOGI................................................................................................. 18
KLASIFIKASI ...................................................................................................... 19
GEJALA KLINIS TB PARU ................................................................................ 19
KOMPLIKASI ...................................................................................................... 20
DIAGNOSIS TB PARU ....................................................................................... 21

2
PENGOBATAN TB PARU .................................................................................. 22
KESIMPULAN ................................................................................................................. 23
SARAN ............................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24

3
A. PNEUMOTHORAX

DEFINISI
Kolaps paru-paru / pneumothoraks (Pneumothorax) adalah penimbunan
udara atau gas di dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang
terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada.
Pneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada
kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam
kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut
sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan
dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.

4
Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati
lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat
inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada
paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya
udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini
disebut sebagai open pneumothorax.

ETIOLOGI
Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan
penyebabnya:
a) Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan
primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru.
Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi
udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling
sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor
predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama.
Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari
penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif
menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan).
b) Pneumotoraks traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat
menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan
kendaraan bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari
tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis).

5
c) Pneumotoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga
paru-paru mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa
menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga
terjadi syok.

PATOFISIOLOGI
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat
mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-
paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke
dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan
mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan
intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas
dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan
gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.

GEJALA
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk
ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps
(mengempis). Gejalanya bisa berupa:
Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk
Sesak nafas
Dada terasa sempit
Mudah lelah
Denyut jantung yang cepat
Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

6
Hidung tampak kemerahan
Cemas, stres, tegang
Tekanan darah rendah (hipotensi).

PEMERIKSAAN FISIK
Ada / tidaknya dispnea
Ada / tidaknya nyeri pleuritik hebat
Ada / tidaknya trakea bergeser menjauhi sisi yang
mengalami pneumotoraks
Ada / tidaknya takikardi
Ada / tidaknya sianosis
Perkusi hipersonar diatas paru-paru yang kolaps
Suara napas yang berkurang pada sisi yang terkena

DIAGNOSA
Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
penurunan suara pernafasan pada sisi yang terkena. Trakea (saluran udara
besar yang melewati bagian depan leher) bisa terdorong ke salah satu sisi
karena terjadinya pengempisan paru-paru. Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
Rontgen dada (untuk menunjukkan adanya udara diluar paru-paru)
Gas darah arteri.

PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan udara dari rongga pleura,
sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada pneumotoraks yang kecil
biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan
masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap.

Penyerapan total dari pneumotoraks yang besar memerlukan waktu sekitar


2-4 minggu. Jika pneumotoraksnya sangat besar sehingga menggangu

7
pernafasan, maka dilakukan pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga
yang memungkinkan pengeluaran udara dari rongga pleura. Selang dipasang
selama beberapa hari agar paru-paru bisa kembali mengembang. Untuk
menjamin perawatan selang tersebut, sebaiknya penderita dirawat di rumah
sakit.
Untuk mencegah serangan ulang, mungkin perlu dilakukan pembedahan.
Hampir 50% penderita mengalami kekambuhan, tetapi jika pengobatannya
berhasil, maka tidak akan terjadi komplikasi jangka panjang.
Pada orang dengan resiko tinggi (misalnya penyelam dan pilot pesawat
terbang), setelah mengalami serangan pneumotoraks yang pertama, dianjurkan
untuk menjalani pemedahan.
Pada penderita yang pneumotoraksnya tidak sembuh atau terjadi 2 kali
pada sisi yang sama, dilakukan pembedahan untuk menghilangkan
penyebabnya.
Pembedahan sangat berbahaya jika dilakukan pada penderita
pneumotoraks spontan dengan komplikasi atau penderita pneumotoraks
berulang. Oleh karena itu seringkali dilakukan penutupan rongga pleura
dengan memasukkan doxycycline melalui selang yang digunakan untuk
mengalirkan udara keluar.
Untuk mencegah kematian pada pneumotoraks karena tekanan, dilakukan
pengeluaran udara sesegera mungkin dengan menggunakan alat suntik besar
yang dimasukkan melalui dada dan pemasangan selang untuk mengalirkan
udara.

8
B. RESPIRATORY FAILURE/ GAGAL NAFAS

DEFINISI
Gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk
melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran
karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan
untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal
napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.
(Bruner and Suddart 2002)

Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan
pembuangan karbondioksida (price& Wilson, 2005)

Gagal napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh


ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang
karbon dioksida secara adekuat(kapita selekta penyakit, 2011)

9
KLASIFIKASI

a. Gagal napas akut


Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang
ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa.
Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien
yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada
pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan
emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.

ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi
tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak
dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan
dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan
intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi
kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan
daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh
obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh
fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink,
epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada
emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.

10
3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) : Peningkatan
deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema, dan
bronkhiektasis.
4. Trauma : Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab
gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah
pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar
5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi yang
mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus.
Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang
mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain
yang menyababkan gagal nafas.

PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas
akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut

11
biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik
struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja
pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang
dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

TANDA DAN GEJALA


a) Gagal nafas total
1. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan
sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
3. Adanya kesulitasn inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi
buatan.
b) Gagal nafas parsial
1. Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan
whizing.
2. Ada retraksi dada

12
GEJALA KLINIS
1. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
3. Batuk dan berdahak
4. Kesadaran menurun, agitasi
5. Peningkatan frekuensi napas, berupa: retraksi suprasternal, interkostal,
supraklavikular
6. dan retraksi epigastrium, takipneu, pernapasan paradoks.
7. Sianosis
8. Takikardi
9. Bradipneu ( dalam keadaan lanjut )

MANIFESTASI KLINIS
1. Pernapasan cepat
2. Gelisah
3. Ansietas
4. Bingung
5. Kehilangan konsentrasi
6. Takikardi

KOMPLIKASI
1. Hipoksia jaringan
2. Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak dapat
mengeluarkan semua karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh. Hal
ini mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan membuat
cairan tubuh lebih asam, terutama darah.
3. Henti napas
4. henti jantung

13
DIAGNOSIS
Diagnosis gagal nafas akut adalah pemeriksaan analisa gas darah, tetapi
kadang-kadang diagnosa sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis
saja misalnya apnoe, dalam hal ini tidak perlu menunggu hasil AGD. Adapun
Kriteria gejala klinis dan tanda-tanda gawat nafas adalah:
Apnoe
Batuk berdahak
Sianosis
Sesak nafas/dispnoe
Perubahan pola nafas:

o Frekuensi menurun (bradipnea) atau meningkat (takhipnea)

o Adanya retraksi dinding dada

o Penggunaan otot-otot bantu pernafasan

o Pernafasan yang paradoksal

o Gerakan dinding dada yang tidak simetris

o Kelelahan

Suara nafas menurun atau hilang, adanya suara tambahan seperti stridor,
ronkhi atau wheezing
Takikardia/bradikardia
Hipertensi/hipotensi
Gangguan irama jantung
Gangguan kesadaran akibat hipoksia atau hiperkarbia (Muhardi, 1989)

14
PENGOBATAN
1. Non Farmakologi
a. Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan
intubasi dan ventilasi mekanis, cara ini di lakukan untuk membantu
memelihara patensi jalan napas.
b. Aktifitas sesuai kemampuan.
c. Pembatasan cairan pada gagal jantung.
2. Farmakologi
a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi jika perlu untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan
membalikkan keadaan asidosis.

c. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak nereaksi terhadap


terapi yang di berikan;tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan
nafas terbuka, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli
paru.
d. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e. Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.

15
g. Pembatasan cairan pada kor pulmonaleuntuk mengurangi volume dan
beban kerja jantung.
h. Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah jantung.
i. Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j. Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan
cairan.

C. TUBERKULOSIS PARU

DEFINISI

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak


menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
kompleks. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

ETIOLOGI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis. Organisme ini termasuk
ordo Actinomycetalis, familia Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium.
Genus Mycobacterium memiliki beberapa spesies diantaranya Mycobacterium

16
tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis
berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung,
dengan ukuran panjang 2 m-4 m dan lebar 0,2 m0,5 m. Organisme ini
tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai
akan terlihat berbentuk manik-manik atau granuler.
Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan
mikobakteria tahan asam dan merupakan mikobakteria aerob obligat dan
mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana.
Dibutuhkan waktu 18 jam untuk menggandakan diri dan pertumbuhan pada
media kultur biasanya dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu (Putra, 2010).
Suhu optimal untuk tumbuh pada 37C dan pH 6,4-7,0. Jika dipanaskan pada
suhu 60C akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat rentan
terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Selnya terdiri dari rantai
panjang glikolipid dan phospoglican yang kaya akan mikolat (Mycosida) yang
melindungi sel mikobakteria dari lisosom serta menahan pewarna fuschin
setelah disiram dengan asam (basil tahan asam).
Mikobakteria cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia daripada
bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan
pertumbuhannya yang bergerombol. Mikobakteria ini kaya akan lipid.,
mencakup asam mikolat (asam lemak rantai-panjang C78-C90), lilin dan
fosfatida.Dipeptida muramil (dari peptidoglikan) yang membentuk kompleks
dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid
merangsang nekrosis kaseosa. Lipid dalam batas-batas tertentu bertanggung
jawabterhadap sifat tahan-asam bakteri.
Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host dan faktor lingkungan :
1. Faktor host terdiri dari:
a. Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk terkena TB.
b. Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk terkena TB. Vitamin D juga memiliki peran

17
penting dalam aktivasi makrofag dan membatasi pertumbuhan
Mycobacterium. Penurunan kadar vitamin D dalam serum akan
meningkatkan risiko terinfeksi TB.
c. Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit seperti
keganasan, gagal ginjal, diabetes, ulkus peptikum memiliki risiko untuk
terkena TB.
d. Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki risiko
untuk terkena TB primer ataupun reaktifasi TB. Selain itu, pengguna
obat-obatan seperti kortikosteroid dan TNF-inhibitor juga memiliki
risiko untuk terkena TB.
e. Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB lebih
banyak terjadi pada orang tua daripada dewasa muda dan anak-anak.

2. Faktor lingkungan
Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB akan
berisiko untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di lingkungan
yang banyak terjadi kasus TB juga memiliki risiko lebih tinggi untuk
terkena TB. Selain itu sosioekonomi juga berpengaruh terhadap risiko
untuk terkena TB dimana sosioekonomi rendah memiliki risiko lebih
tinggi untuk terkena TB.

PATOFISIOLOGI
Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi
droplet saluran nafas yang mengandung kuman kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai
tiga basil. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah
lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel membangkitkan
reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut
dan memfagosit bakteri tersebut, namun tidak membunuh organisme tersebut.

18
Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi. Bakteri terus difagositatau berkembang
biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan
waktu 10 sampai 20 hari.
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau fokus Ghon. Dari
sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan
juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus. Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu.

KLASIFIKASI
Berdasarkan hasil pemerikasaan sputum, TB paru dikategorikan menjadi:
1. TB Paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA
positif.
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif. ww
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
menunjukkan tuberkulosis positif (PDPI, 2011).

GEJALA KLINIS TB PARU


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

19
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai
pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat
ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori.
1. Gejala respiratori
Gejala respiratori sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai gejala
yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari :
a. Batuk produktif 2 minggu.
b. Batuk darah.
c. Sesak nafas.
d. Nyeri dada.
2. Gejala sistemik
Gejala sistemik yang timbul dapat berupa :
a. Demam.
b. Keringat malam.
c. Anoreksia.
d. Berat badan menurun.

KOMPLIKASI
Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru, dimana komplikasi dapat
terjadi di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura
ataupun dinding dada (Jeoung dan Lee, 2008).

20
DIAGNOSIS TB PARU
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif artinya penjaringan suspek
penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit
pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan
penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa
dikenal dengan sebutan passive promotive case finding (penemuan penderita
secara pasif dengan promosi yang aktif.
Selain itu semua yang memiliki kontak dengan penderita TB paru BTA
positif dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas
kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin,
mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan
kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam
waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi .
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis, pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Pada pemeriksaan fisis, kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta
daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara
lain suara nafas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-
tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum (PDPI, 2011). Pada TB
paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi
otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya.

21
PENGOBATAN TB PARU

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu :

1. Tahap Awal (Intensif)


Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan
(Depkes, 2007).

2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persistent sehingga mencegah terjadinya.

Pengobatan TB bertujuan untuk ;


a. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas.
b. Mencegah kematian.
c. Mencegah kekambuhan.
d. Mengurangi penularan.
e. Mencegah terjadinya resistensi obat (PDPI, 2011).

22
KESIMPULAN
Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam
ruang pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer,
2001).

Gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk


melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran
karbondioksida.

Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan
karbondioksida (price& Wilson, 2005)

TB Paru adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan


oleh bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

SARAN
Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan , penyusun mengemukakan
saran bahwa bagi penderita Pneumothorax, Gagal nafas dan TB Paru agar
melakukan pemeriksaan selalu guna mengetahui sejauh mana kondisi dan
seberapa parah penyakit yang dideritanya.

23
DAFTAR PUSTAKA

http://choebari.blogspot.co.id/2011/04/kolaps-paru-paru-pneumothorax.html

https://www.scribd.com/document/195194498/Makalah-Pneumothorax

https://www.scribd.com/doc/299981292/Makalah-Gagal-Nafas-Kholil

http://penyakittbc.org/penyakit-tbc-paru-paru/

http://tuberkulosis.org/

24

You might also like