Professional Documents
Culture Documents
ISI
2.1 Tertrasiklin
Rumus struktur:
2.1.4 Farmakokinetik
Absorpsi. Sekitar 3080 % tetrasiklin diserapdaam saluran cerna.
Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi ini
sebagian besar berlangsung dilambung dan usus halus bagian atas.
Adanya makanan dalam lambung mengahmbat penyerapan golongan
tetrasiklin,kecuali minosiklin dan doksisklin. Absorpsi berbagai jenis
tetrasiklin dihambat dalam derajat tertentu oleh PH tinggi dan
pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain
yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan
magnesium yang biasanya terdapat dalam antacid,dan juga ferum.
Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
Tetrasiklin fosfat kompleks tidak terbukti lebih baik absorpsinya dari
sediaantetrasiklin biasa.
Distribusi. Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein
plasma dalam jumlah yang bervariasi. Pemberian oral 250 mg
tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin tiap 6 jam menghasilkan
kadar sekitar 2.02.5
mcg/ml. Masa paruh doksisiklin tidak berubah pada insufiensi ginjal
sehingga obat ini boleh diberikan pada gagal ginjal. Dalam cairan
serebbrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 1020% kadar
dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya
meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dari jaringan tubuh cukup
baik.
Obat golongan ini ditimbun dalam system retiloendotelial di hati,
limpa dan sumsum tulang, serta dentin dan email dari gigi yang belum
bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam
air susu ibu dalam kadar yang relative tinggi. Dibandingkan dengan
tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke
jaringan lebih baik.
Distribusi tetrasiklin berlangsung ke seluruh tubuh kecuali jaringan
lemak. Afinitas yang besar terjadi pada jaringan dengan kecepatan
metabolisme dan pertumbuhan yang cepat seperti hati, tulang, gigi, dan
jaringan neoplasma. Dalam jaringan tulang dan gigi, tetrasiklin akan
disimpan dalam bentuk kompleks kalsium. Tetrasiklin akan
membentuk ikatan dengan protein plasma. Walaupun demikian, lama
kerja suatu kelompok senyawa tetrasiklin ini tidak ditentukan oleh
ikatan proteinnya, melainkan ditentukan oleh sifat-sifat kimia masing-
masing senyawa. Tetrasiklin dapat berikatan dengan protein sebesar
65%. Distribusi dalam plasenta dapat terjadi dengan mudah karena
senyawa tetrasiklin dapat melewati plasenta. Kadar tetrasiklin yang
tinggi juga terdapat dalam air susu. Ekskresi. Golongan tetrasiklin
dieksresi melalui urin dengan filtrasi glomerulus,dan melalui empedu.
Pada pemberian peroral kirakira
2055% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan
tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar
10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke
dalam lumen ususini mengalami sirkulasi enterohepatik : maka obat ini
masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi
dihantikan.Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan
faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah.Obat yang
tidak diserap diekskresi melalui tinja.
Antibiotik golongan tetrasiklin dibagi menjadi 3 golongan
berdasarkan sifat farmakokinetiknya : (1) Tetrasiklin,klortetrasiklin dan
oksitetrasiklin. Absorpsi kelompok tetrasiklin ini tidak lengkap dengan
masa paruh 612 jam. (2) Demetilklortetrasiklin. Absorpsinya lebih baik
dan masa paruhnya kirakira 16 jam sehingga cukup diberikan 150 mg
peroral tiap 6 jam, (3) Doksisklin dan minosiklin.Absorpsinya baik
sekali dan masa paruhnya 1720 jam. Tetrasiklin golongan ini cukup
diberikan 1 atau 2 kali 100mg sehari.
2.1.6 Dosis
Dosis tetrasiklin yang paling sering digunakan pada anak adalah 250
mg diberikan setiap 6 jam sekali dan penggunaannya sampai 57 hari
saja. Pemberian ini akan menghasilkan kadar plasma puncak dalam
tubuh sekitar 23 g/ml. Jika kadar obat dalam plasma melewati batas
normal akibat dari pemakaian dosis yang besar, frekuensi penggunaan
obat yang lama dan berulang maka ditakutkan akan memberikan
dampak pada gigi berupa perubahan warna.
2.2.1 Eritromisin
Asal Dan Kimia
Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces
erythreus. Zat ini berupa kristal kekuningan, larut dalam air
sebanyak 2mg/mL. Eritromisin larut lebih baik dalam etanol atau
pelarut organik.
Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil
pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah. Aktivitas in
vitro paling besar dalam suasana alkalis. Larutan netral eritromisin
yang disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam
beberapa hari, tetapibila disimpan pada suhu 5 biasanya tahan
sampai beberapa minggu.
Aktivitas Antimikroba
Golongan makrolid menhambat sintesis protein kuman
dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom subunit
50S, dan umumnya bersifat bakteriostatik, walaupun terkadang
dapat bersifat bakterisidal untuk kuman yang sangat peka.
Spektrum Antimikroba
In vitro, efek terbesar eritromisin terhadap kokus gram-
positif, seperti S.pyogenes dan S. pneumoniae. S. viridans
mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap eritromisin. S.aureus
hanya sebagianyang peka terhadap obat ini. Strain S.aureus yang
resisten terhadap eritromisin sering dijumpai di rumah sakit (strain
nosokomial).
Batang gram-positif yang peka terhadap eritromisisn ialah
C.perfringens, C.diphtheriae dan L.monocytogenes. eritromisin
tidak aktif terhadap kebanyakan Gram-negatif, namun ada beberapa
spesies yang sangat peka terhadap eritromisin yaitu
N.gonorrhowaw, Campylobacter jejuni, M.pneumoniae, Legionella
pneumophilia dan C.trachomatis. H.influenzae mempunyai
kepekaan yang bervariasi terhadap onat ini.
Resistensi
Resistensi terhadap eritromisin melalui 3 jalurmekanisme
yang diperantarai oleh plasmid yaitu:
1) Menurunnya permeabilitas membran sel kuman,
2) Berubahnya reseptor obat pada ribosom kuman,
3) Hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman
tertentu (Enterobacteriaceae). Resistensi silang terjadi antara
berbagai makrolid.
Farmakokinetik
Basa eritromisin diserap balik oleh usus kecil bagian atas;
aktivitasnya menurun karena obat dirusak oleh asam lambung.
Untuk mencegah pengrusakan oleh asam lambung, basa eritromisin
diberi selaput yang tahan asam atau digunakan dalam bentuk ester
stearat atau etilsuksinat. Adanya makanan juga menghambat
penyerapan eritromisin.
Hanya 2-5% eritrimisin yang diekskresi dalam bentuk aktif
melalui urin. Eritromisin mengalami pemekatan dalam jaringan hati.
Kadar obat aktif dalam cairan empedu dapat melebihi 100 x kadar
yang tercapai dalam darah.
Masa paruh eliminasi eritromisin adalah sekitar 1.5 jam.
Dalam keadaan insufisiensi ginjal tidak diperlukan modifikasi dosis.
Eritromisisn berdifusi baik ke seluruh jaringan tubuh kecuali ke otak
dan jaringan serebrospinal. Pada ibu hamil, kadar eritromisin dalam
sirkulasi fetus adalah 5-20% dari kadar obat dalam sirkulasi darah
ibu.
Obat ini diekskresi terutama melalui hati. Dialisis peritonial
dan hemodialisis tidak dapatmengeluarkan eritromisisn dari tubuh.
Pada wanita hamil pemberian eritromisisn stearat dapat
meningkatkan sementara kadar SGOT/SGPT.
Efek Samping Dan Interaksi Obat
Efek sampiny yang berat akibat pemakainnya dan turunanya
jarang terjadi.reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam,
eosinofilia eksantem yang cepat hilang bila terapi diberhentikan.
Hepatitis kolestatik adalah reaksi kepekaan yang terutama
ditimbulkan oleh eritromisin estolat (sekarang tidak dipasarkan lagi
di Indonesia). Kelainan ini biasanya dapat menghilang dalam
beberapa hari setelah terapi diberhentikan. Efek samping ini
dijumpai pula pada penggunaan eritromisin etilsuksinat tetapi jarang
sekali terjadi. Eritromisin oral (terutama dalam dosis besar) sering
menimbulkan iritasi saluran cerna seperti mual muntah dan nyeri
epigastrium. Suntikan IM dapat menimbulkan sakit yang sangat
hebat. Pemberian 1g dengan infus IV seing disusul oleh timbulnya
trombofleblitis.
Eritromisin dilaporkan meningkatkan toksisitas karbazepin,
kortikosteroid, siklosporin, digoksin, warfarin, terfenadin, astemizol
dan teofilin karena menghambat sitokrom P-450. Kombinasi dengan
terfenadin dan astemizol dapat menimbulkan aritmia jantung yang
berbahaya (torsade de pointes).
2.2.2 Spiramisin
Obat ini efektif terhadap kuman stafilokokus, streptokokus,
pneumokokus, enterokokus, neisseria, Bordetella pertusis,
Rickettsia, ameba dan toksoplasma. Secara in vitro aktivitas
antibakteri spiramisin lebih rendah daripada eritromisin.
Spiramisin umumnya diberikan per oral. Absorpsi dari
saluran cerna tidak lengkap, namun tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan dalam lambung. Kadar spiramisin dalam berbagai jaringan
pada umumnya lebih tinggi daripada kadar antibiotik makrolid
lainnya dan bertahan lama walaupun kadar obat ini dalam serum
sudah turun rendah sekali.
Preparat spiramisin yang tersedia ialah bentuk tablet 500 mg,
yang setara dengan 1,5 MIU dan tablet 1000 mg yang setara dengan
3,0 MIU.
Dosis oral untuk pasien dewasa ialah 3-4 kali 500 mg sehari.
Pada infeksi berat, dosis dapat ditingkatkan 2 kali lipat. Dosis oral
untuk anak ialah 50-75 mg/kg BB sehari, terbagi dalam 2-3 kali
pemberiaan.
Seperti eritromisin, spiramisin digunakan untuk terapi infeksi
rongga mulut dan saluran napas.
Spiramisin juga digunakan sebagai obat alternatif untuk
pasien toksoplamosis yang karena sesuatu sebab tidak dapat diobati
dengan piritamin + sulfonamid (misalnya pada wanita hamil atau ada
kontraindikasi lainnya). Efektivitasnya tidak sebaik pirimetamin +
sulfonamid. Dosis yang digunakan untuk indikasi ini ialah 3
g/hariyang dibagi dalam 3 dosis, yang diberikan selama kehamilan.
Spiramisin efektif untuk mencegah transisi transplasental
toksoplasma dari ibu ke anak. Pemberian spiramisin oral kadang-
kadang menimbulkan iritasi saluran cerna.
2.2.4 Azitromisin
Obat ini mempunyai indikasi klinik serupa dengan
klaritromisin. Aktivitasnya sangat baik terhadap Chamydia. Kadar
azitromisin yang tercapai dalam serum setelah pemberian oral relatif
frendah, tetapi kadar di jaringan dan sel fagosit sangat tinggi. Obat
yang disimpan dalam jaringan ini kemudian dilepaskan secara
perlahan-lahan sehingga didapatkan masa paruh eliminasi sekitar 3
hari. Dengan demikian obat cukup diberikan sekali sehari dan lama
pengobatan dpat dikurangi. Absorpsinya berlangsung cepat, namun
terganggu bila diberikan bersama dengan makanan. Obat ini tidak
menghambat sitokrom P-450 sehingga praktis tidak menimbulkan
masalah interaksi obat.
2.2.5 Telitromisin
Telitromisin adalah antibiotika baru dari golongan ketolid
yang bekerja pada 2 site of action di ribosom 23S bakteri. Kuman
yang peka terhadap obat ini ialah S.pneumoniae, H.influenzae dan
S.aureus. obat ini diindikasikan untuk:
1) Community-acquired pneumonia ringan dan sedang;
2) Eksaserbasi akut bronkitis kronis;
3) Sinusitis bakterial akut;
4) Tonsilofangiritis yang disebabkan oleh sreptokokus
betahemolitikus grup A.
Pada pemberian oral, bioavaibilitas obat ini hanya 57%,
namun pemberian bersama makan tidak mempengaruhi kelenkapan
absorpsinya. Obat ini mengalami metabolisme lintas pertama di hati.
Metabolismenya melalui sitokrom P-450 3A4 dan jalur non-CYP.
Pengurangan dosis tidak diperlukan bagi pasien insufisiensi ginjal
ringan/sedang atau gagal fungsi hati. Dosis obat perlu dikurangi
50% untuk pasien klirens kreatinin <30 mL/menit.
Telitromisin tersedia dalam bentuk tablet 400mg. Dosinya
ialah 800 mg sekali sehari selama 5 hari, tetapi untuk community-
acquired pneumonia diberikan selama 7-10 hari.
Efek samping yang dihubungkan dengan penggunaan obat
ini ialah keluhan saluran cerna yaitu mual, muntah, diare dan sakit
kepal. Obat ini sedikit memperpanjang interval QT namun
kelihatannya tidak sampai menimbulkan kemaknaan klinik.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen. Kesehatan RI.
Ganiswara S.G. ( Ed) : Farmakologi dan terapi . Edisi IV, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, 1955, Jakarta.