You are on page 1of 17

BAB II

ISI

2.1 Tertrasiklin
Rumus struktur:

Tetrasiklin memiliki rumus molekul C22H24N2O8.HCl dengan berat molekul


480,6. Tetrasiklin merupakan serbuk hablur, kuning, tidak berbau, agak
higroskopis. Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya matahari
yang kuat dalam udara lembab menjadi gelap. Larut dalam air, dalam alkali
hidroksida dan dalam larutan karbonat, sukar larut dalam etanol, praktis tidak
larut dalam kloroform dan eter. Tetrasiklin mudah membentuk garam dengan
ion Na+ dan Cl-
Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan oleh jamur
Streptomyces aureofasiens atau S. rimosus. Tetrasiklin bersifat bakteriostatik
dengan daya jangkauan (spektrum) luas, dengan jalan menghambat sintesis
protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada ribosom sel bakteri. pada
unggas tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi CRD (Chronic
Respiratory Diseasis), erisipclas dan sinusitis (Subronto dan Tjahjati, 2001).
Tetrasiklin merupakan salah satu obat antimikroba yang menghambat
sintesis
protein mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan
tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan
konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk
berfungsi
pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai
mRNA
menjadi ribosom 70S.

2.1.1 Asal Dan Kimia


Antibiotic golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan ialah
klortetrasiklin yang dhasilkan oleh Streptomyces aureofaciens.
Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari Sterptomyces rimosus.
Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin,tetapi
juga ddapat diperoleh dari species Streptomyces lain.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air,tetapi
merupakan bentu garam natrium atau garam HClnya mudah larut.
Dalam keadaan kering,bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat
relative stabil. Dalam larutan,kebanyakan tetrasiklin sangat labil jadi
cepat berkurang potensinya.

2.1.2 Mekanisme Kerja


Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada
ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotic
ke dalam ribosom bakteri gramnegatif, pertama yang disebut difusi
pasif melalui kanal hidrofilik,ke dua ialah system transport aktif.
Setelah masuk maka antibiotic berikatan dengan ribosom 30S dan
menghalangi masuknya komplek tRNA asam amino pada lokasi asam
amino.
a. Efek antimikroba
Pada umumnya spectrum golongan tetrasiklin sama ( sebab
mekanisme kerjanya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif
dari aktivitas masing-masing derivate terhadap kuman tertentu.
Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotic yang terutama bersifat
bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis
protein kuman.

2.1.3 Spektrum Antimikroba


Tetrasklin memperlihatkan spectrum antibakteri yang luas meliputi
kuman gram positif dan negative,aerobic dan anaerobic. Selain itu juga
aktif terhadap spiroket,mikroplasma, riketsia, klmidia, legionela, dan
protozoa tertentu.
Pada umumnya tetrasiklin tidak digunakan untuk pengobatan infeksi
oleh sterptokokus karena ada obat lain yang lebih efektif yaitu
penisilinG,eritromiin,sefaloporin : kecuali doksisiklin yang digunakan
untuk pengobatan sinusitis pada orang dewasa yang disebabkan oleh
Str. Pneumoniae dan Str.pyogenes. Banyak strain S. Aureus yang resiste
terhadap tetrasiklin. Tetra siklin dapat digunakan sebagai pengganti
penisilin dalam pengobatan infeksi batang gram positif seperti
B.anthracis, Eryspelothrixrhusiopathiae, Clostridium tetani dan
Listeria monocytogens.
Kebanyakan strain N.gonorrhoeae sensitive terhadap tetrasiklin,
tetapi N. Gonorrhoeae penghasil penisilinase (PPNG) biasanya resisten
terhadap tetrasiklin. Efektivitasnya tinggi terhadap infeksi batang
gramnegatif seperti Brucella, Francisella tularensis, Pseudomonas
mallei, Pseuodomonas pseudomallei, Vibrio cholera, Campylobacter
fetus, Haemophilus ducreyi dan Calymmatobacterium granulomatis,
Yersinia pestis, Pasteurella multocida, Spirillium minor, Leptotrichia
buccalis, Bordetella pertusis, Acinetobacter dan Fusobacterium. Strain
tertentu H.influinzae mungkin sensitive, tetapi E.colli, Klebsiella,
Enterbacter, Proteus indol positif dan Pseudomonas umumnya resisten.
Tetrasiklin juga merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi
Mycoplasma pneumonia, Ureaplasma urealyticum, Chlamiydia
trachomatis, Chlamydia psittaci, dan berbagai riketsia. Selain itu obat
ini juga aktif terhadap Borrelia recurentis, Treponema pallidum,
Treponema pertenue, Actinomyces israelii. Dalam kadar tinggi
antibiotic ini menghambat pertumbuhan Entamoeba histolytica.
Resistensi. Beberapa spesies kuman, terutama sterptokokus beta
hemolitikus, E.coli, Pseudomonas aeruginosa, Str.pneumoniae,
N.gonorrhoeae,Bacteroides, Shigella dan S.aureus makin meningkat
resistensinya terhadap tetrasiklin.Resistensi terhadap satu jenis
tetrasiklin biasana disertai resistensi terhadap semua tetrasiklin lainnya
kecuali minosiklin pada resistensi S.aureus dan doksisiklin pada
resistensi B.fragilis

2.1.4 Farmakokinetik
Absorpsi. Sekitar 3080 % tetrasiklin diserapdaam saluran cerna.
Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi ini
sebagian besar berlangsung dilambung dan usus halus bagian atas.
Adanya makanan dalam lambung mengahmbat penyerapan golongan
tetrasiklin,kecuali minosiklin dan doksisklin. Absorpsi berbagai jenis
tetrasiklin dihambat dalam derajat tertentu oleh PH tinggi dan
pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain
yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan
magnesium yang biasanya terdapat dalam antacid,dan juga ferum.
Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
Tetrasiklin fosfat kompleks tidak terbukti lebih baik absorpsinya dari
sediaantetrasiklin biasa.
Distribusi. Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein
plasma dalam jumlah yang bervariasi. Pemberian oral 250 mg
tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin tiap 6 jam menghasilkan
kadar sekitar 2.02.5
mcg/ml. Masa paruh doksisiklin tidak berubah pada insufiensi ginjal
sehingga obat ini boleh diberikan pada gagal ginjal. Dalam cairan
serebbrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 1020% kadar
dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya
meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dari jaringan tubuh cukup
baik.
Obat golongan ini ditimbun dalam system retiloendotelial di hati,
limpa dan sumsum tulang, serta dentin dan email dari gigi yang belum
bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam
air susu ibu dalam kadar yang relative tinggi. Dibandingkan dengan
tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke
jaringan lebih baik.
Distribusi tetrasiklin berlangsung ke seluruh tubuh kecuali jaringan
lemak. Afinitas yang besar terjadi pada jaringan dengan kecepatan
metabolisme dan pertumbuhan yang cepat seperti hati, tulang, gigi, dan
jaringan neoplasma. Dalam jaringan tulang dan gigi, tetrasiklin akan
disimpan dalam bentuk kompleks kalsium. Tetrasiklin akan
membentuk ikatan dengan protein plasma. Walaupun demikian, lama
kerja suatu kelompok senyawa tetrasiklin ini tidak ditentukan oleh
ikatan proteinnya, melainkan ditentukan oleh sifat-sifat kimia masing-
masing senyawa. Tetrasiklin dapat berikatan dengan protein sebesar
65%. Distribusi dalam plasenta dapat terjadi dengan mudah karena
senyawa tetrasiklin dapat melewati plasenta. Kadar tetrasiklin yang
tinggi juga terdapat dalam air susu. Ekskresi. Golongan tetrasiklin
dieksresi melalui urin dengan filtrasi glomerulus,dan melalui empedu.
Pada pemberian peroral kirakira
2055% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan
tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar
10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke
dalam lumen ususini mengalami sirkulasi enterohepatik : maka obat ini
masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi
dihantikan.Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan
faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah.Obat yang
tidak diserap diekskresi melalui tinja.
Antibiotik golongan tetrasiklin dibagi menjadi 3 golongan
berdasarkan sifat farmakokinetiknya : (1) Tetrasiklin,klortetrasiklin dan
oksitetrasiklin. Absorpsi kelompok tetrasiklin ini tidak lengkap dengan
masa paruh 612 jam. (2) Demetilklortetrasiklin. Absorpsinya lebih baik
dan masa paruhnya kirakira 16 jam sehingga cukup diberikan 150 mg
peroral tiap 6 jam, (3) Doksisklin dan minosiklin.Absorpsinya baik
sekali dan masa paruhnya 1720 jam. Tetrasiklin golongan ini cukup
diberikan 1 atau 2 kali 100mg sehari.

2.1.5 Efek Samping


Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian golongan
tetrasiklin dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu reaksi kepekaan,
reaksi toksik dan iritatif serta reaksi yang timbul akibat perubahan
biologik.
Reaksi Kepekaan. Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat
pemberian golongan tetrasiklin ialah erupsi morbiliformis, urtikaria dan
dernmatitis ekfoliatif. Reaksi yang lebih hebat ialah udem
angioneurotik dan reaksi anafilaksis. Demam dan eosinofilia dapat pula
tejadi pada waktu terapi berlangsung.Sensitisasi silang antara berbagai
derivate tetrasiklin sering terjadi.
Reaksi Toksik Dan Iritatif. Iritasi lambung paling sering terjadi
pada pemberian tetrasiklin per oral,terutama dengan oksuitetrasiklin
dan doksisiklin.Makin besar dosis yang diberikan,makin sering pula
terjadi reaksi ini. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis
untuk sementara waktu atau memberikan golongan tetrasiklin bersama
waktu atau makanan, tetapi jangan dengan susu atau antacid yang
mengandung aluminium,magnesium atau kalsium. Diare seringkali
timbul akibat iritasi dan ini harus dibedakan dengan diare akibat
superinfeksi stafilokokus atau Clotridium difficile yang sangat bahaya.
Manifestasi reaksi iritatif yang lain ialah terjadinya tromboflebitis pada
pemberian IV dan rasa nyeri setempat bila golongan tetrasiklin
disuntikan IM tanpa anastetik local.
Terapi dalam waktu lama juga dapat menimbulkan kelainan darah
tepi seperti leukositosis, limfosit atipik, granulasi toksik pada granulosit
dan trombositopenia. Reaksi fototoksik paling jarang timbul dengan
tetrasiklin, tetapi paling sering timbul pada pemberian
demetilklortetrasiklin. Manifestasinya berupa fotosensitivitas, kadang-
kadang disertai demam dan eosinofiia. Pigmentasi kuku dan onikolisis,
yaitu lepasnya kuku dari dasarnya, juga dapat terjadi.
Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian golongan tetrasiklin
dosis tinggi (lebih dari 2 gram sehari) dan paling sering terjadi setelah
pemberian parenteral. Oksitetrasiklin dan tetrasiklin mempunyai sifat
hepatotoksik yang paling lemah dibandingkan dengan golongan
tetrasiklin lain. Wanita hamil dengan pielonafritis paling sering
menderita kerusakan hepar akibat pemberian golongan tetrasiklin.
Kecuali doksisiklin,golongan tetrasiklin akan mengalami kumulasi
dalam tubuh, karena itu dikontraindikasikan pada gagal ginjal.Efek
samping yang paling sering timbul biasanya berupa
azotemia,iperfosfatemia dan penurunan berat badan. Golongan
tetrasiklin memperlambat koagulasidarah dan memperkuat efek
antikoagulan kumarin. Diduga hal ini disebabkan oleh terbentuknya
kelat dengan kalsium, tetapi mungkin juga karena obatobat
ini mempengaruhi sifat fisikokimia lipoprotein plasma.
Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedang tumbuh dan
membentuk kompleks.pertumbuhan tulang akan terhambat sementara
pada fetus dan anak bahaya ini terutama terjadi mulai pertengahan masa
hamil sampai anak umur tiga tahun.Timbulnya kelainan ini lebih
ditentukan oleh jumlah daripada lamanya penggunaan tetrasiklin.
Pada gigi susu maupun gigi tetap,tetrasiklin dapat menimbulkan
disgenesis,perubahan warna permanen dan kecenderungan terjadinya
karies. Perubahan warna bervariasi dari kuning coklat sampai kelabu
tua. Karena itu tetrasiklin jangan digunakan mulai pertengahan kedua
kehamilan sampai anak umur 8 tahun.Efek ini terlihat lebih sedikit pada
oksitetrasiklin dan doksisiklin.

2.1.6 Dosis
Dosis tetrasiklin yang paling sering digunakan pada anak adalah 250
mg diberikan setiap 6 jam sekali dan penggunaannya sampai 57 hari
saja. Pemberian ini akan menghasilkan kadar plasma puncak dalam
tubuh sekitar 23 g/ml. Jika kadar obat dalam plasma melewati batas
normal akibat dari pemakaian dosis yang besar, frekuensi penggunaan
obat yang lama dan berulang maka ditakutkan akan memberikan
dampak pada gigi berupa perubahan warna.

2.1.7 Hubungan Tetrasiklin Dengan Gigi


1. Efek Samping Tetrasiklin Terhadap Gigi
Secara umum pemberian tetrasiklin dapat menimbulkan efek
samping, seperti mual, muntah, diare, sakit kepala ringan, glositis,
alergi, kadangkadang juga dapat memberi dampak yang lebih parah,
seperti eritema dan edema. Selama tetrasiklin digunakan untuk
penyembuhan, ditakutkan terjadi superinfeksi seperti kandidiasis,
ini dikarenakan oleh sifat tetrasiklin sebagai antibiotik spektrum luas
yang tidak hanya bakteri patogen saja, tetapi juga membunuh flora
normal pada gastrointestinal sehingga menimbulkan iritasi. Pada
rongga mulut, selain kandidiasis, efek samping yang paling sering
adalah perubahan warna pada gigi anak-anak terutama jika diberikan
dalam jangka waktu yang panjang sehingga warna gigi menjadi
coklat kehitamhitaman.
Penggunaan antibiotik sebagai spektrum luas dapat
membunuh segala jenis bakteri dalam rongga mulut. Ini
memberikan kesempatan bagi kandida atau jamur untuk
berkembangbiak, karena banyaknya substrat yang dapat
mempercepat proses pertumbuhannya sehingga mengakibatkan
terjadinya kandidiasis oral.
Resiko yang paling tinggi terjadi jika tetrasiklin diberikan
pada usia pembentukan gigi sulung dan gigi anterior permanen. Jika
diberikan usia 2 bulan5 tahun, maka seluruh gigi sulung dan
kemungkinan gigi anterior permanen akan mengalami perubahan
warna yang akan menimbulkan permasalahan estetis di kemudian
hari.
Perubahan warna gigi pada usia dini umumnya bersifat
permanen karena tetrasiklin masuk dan berikatan dengan unsurunsur
gigi pada saat terjadinya pembentukan dentin. Pengobatan ibu hamil
dengan tetrasiklin juga menyebabkan perubahan warna gigi sulung
pada bayi yang dilahirkan. Ini dikarenakan tetrasiklin dapat
menembus plasenta sehingga si bayi yang berada dalam kandungan
dapat terpapar tetrasiklin. Bahaya perubahan warna gigi terjadi
akibak pemakaian tetrasiklin pada kehamilan trimester kedua hingga
trimester ketiga.
2. Mekanisme Perubahan Warna Pada Gigi Akibat Tetrasiklin
Penggunaan secara sistemik dari tetrasiklin selama
pembentukan dan perkembangan gigi dikaitkan dengan deposisi
tetrasiklin pada jaringan gigi. Tetrasiklin mengandung gugusgugus
hidroksil, dimana gugus tersebut akan membentuk ikatan bila
dikombinasikan dengan Ca++ sebagai unsurunsur pembentuk gigi.
Tetrasiklin dapat mengikat kalsium secara irreversible, kemudian
berikatan dengan kristal hidroksiapatit baik di dentin maupun
enamel. Juga, mempunyai kemampuan membentuk kompleks atau
ikatan dengan kristal hidroksiapatit dalam gigi sehingga
mengakibatkan terbentuknya senyawa orthocalcium phosphat
complex yang tertimbun pada gigi dan menyebabkan perubahan
warna pada gigi. Dentin ditunjukkan sebagai jaringan yang paling
sulit untuk berubah warna daripada enamel jika melalui plasenta.
Jordan dkk membagi keparahan perubahan warna ke dalam
3 bagian yaitu : ringan, sedang, berat. Perubahan warna ringan
digambarkan berwarna kuning terang yang merata hampir di
seluruh permukaan gigi. Perubahan warna sedang digambarkan
berwarna kuning gelap atau hampir keabuabuan. Sedangkan
perubahan warna berat digambarkan dengan keadaan gigi yang
berwarna abu-abu gelap, ungu atau biru dengan adanya bentuk
cincin pada bagian servikal gigi.
Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya
perubahan warna pada gigi. Faktorfaktor tersebut antara lain
struktur kimia dari senyawa tetrasiklin, dosis yang digunakan,
lamanya pemakaian dan masa pembentukan gigi. Faktor utama
penyebab dari perubahan warna pada gigi anak akibat tetrasiklin
adalah pemberian obat dalam masa pembentukan gigi, baik gigi
sulung maupun gigi permanen. Pada masa pembentukan gigi,
struktur gigi yang sedang mengalami kalsifikasi seperti kalsium
akan diikat oleh tetrasiklin secara irreversible. Kemudian ikatan
tersebut mengikat hidroksi apatit dalam struktur gigi yang sedang
erupsi. Ikatan ini nantinya akan menetap pada dentin dan enamel
sehingga mengakibatkan perubahan warna pada gigi.
3. Mekanisme Mudah Rapuh Dan Mudah Berlubangnya Gigi
Akibat Tetrasi
Pemakaian tetrasiklin yang terusmenerus menyebabkan
email gigi tidak terbentuk sempurna, dan permukaan gigi tidaklah
halus dan rata. Gigi menjadi sulit dibersihkan, dan plak menempel
dengan kuat sehingga gigi mudah berlubang.
2.2 Makrolida
Antibiotika golongan makrolid mempunyai persamaan yaitu
terdapatnya cincin lakton yang besar dalam rumus molekulnya. Eritromisin
yang dianggap paling penting dari golongan ini akan dibicarakan sebagai
contoh utama termasuk juga spiramisis, roksitromisin, klaritromisin dan
azitromisin.

2.2.1 Eritromisin
Asal Dan Kimia
Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces
erythreus. Zat ini berupa kristal kekuningan, larut dalam air
sebanyak 2mg/mL. Eritromisin larut lebih baik dalam etanol atau
pelarut organik.
Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil
pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah. Aktivitas in
vitro paling besar dalam suasana alkalis. Larutan netral eritromisin
yang disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam
beberapa hari, tetapibila disimpan pada suhu 5 biasanya tahan
sampai beberapa minggu.
Aktivitas Antimikroba
Golongan makrolid menhambat sintesis protein kuman
dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom subunit
50S, dan umumnya bersifat bakteriostatik, walaupun terkadang
dapat bersifat bakterisidal untuk kuman yang sangat peka.
Spektrum Antimikroba
In vitro, efek terbesar eritromisin terhadap kokus gram-
positif, seperti S.pyogenes dan S. pneumoniae. S. viridans
mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap eritromisin. S.aureus
hanya sebagianyang peka terhadap obat ini. Strain S.aureus yang
resisten terhadap eritromisin sering dijumpai di rumah sakit (strain
nosokomial).
Batang gram-positif yang peka terhadap eritromisisn ialah
C.perfringens, C.diphtheriae dan L.monocytogenes. eritromisin
tidak aktif terhadap kebanyakan Gram-negatif, namun ada beberapa
spesies yang sangat peka terhadap eritromisin yaitu
N.gonorrhowaw, Campylobacter jejuni, M.pneumoniae, Legionella
pneumophilia dan C.trachomatis. H.influenzae mempunyai
kepekaan yang bervariasi terhadap onat ini.
Resistensi
Resistensi terhadap eritromisin melalui 3 jalurmekanisme
yang diperantarai oleh plasmid yaitu:
1) Menurunnya permeabilitas membran sel kuman,
2) Berubahnya reseptor obat pada ribosom kuman,
3) Hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman
tertentu (Enterobacteriaceae). Resistensi silang terjadi antara
berbagai makrolid.
Farmakokinetik
Basa eritromisin diserap balik oleh usus kecil bagian atas;
aktivitasnya menurun karena obat dirusak oleh asam lambung.
Untuk mencegah pengrusakan oleh asam lambung, basa eritromisin
diberi selaput yang tahan asam atau digunakan dalam bentuk ester
stearat atau etilsuksinat. Adanya makanan juga menghambat
penyerapan eritromisin.
Hanya 2-5% eritrimisin yang diekskresi dalam bentuk aktif
melalui urin. Eritromisin mengalami pemekatan dalam jaringan hati.
Kadar obat aktif dalam cairan empedu dapat melebihi 100 x kadar
yang tercapai dalam darah.
Masa paruh eliminasi eritromisin adalah sekitar 1.5 jam.
Dalam keadaan insufisiensi ginjal tidak diperlukan modifikasi dosis.
Eritromisisn berdifusi baik ke seluruh jaringan tubuh kecuali ke otak
dan jaringan serebrospinal. Pada ibu hamil, kadar eritromisin dalam
sirkulasi fetus adalah 5-20% dari kadar obat dalam sirkulasi darah
ibu.
Obat ini diekskresi terutama melalui hati. Dialisis peritonial
dan hemodialisis tidak dapatmengeluarkan eritromisisn dari tubuh.
Pada wanita hamil pemberian eritromisisn stearat dapat
meningkatkan sementara kadar SGOT/SGPT.
Efek Samping Dan Interaksi Obat
Efek sampiny yang berat akibat pemakainnya dan turunanya
jarang terjadi.reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam,
eosinofilia eksantem yang cepat hilang bila terapi diberhentikan.
Hepatitis kolestatik adalah reaksi kepekaan yang terutama
ditimbulkan oleh eritromisin estolat (sekarang tidak dipasarkan lagi
di Indonesia). Kelainan ini biasanya dapat menghilang dalam
beberapa hari setelah terapi diberhentikan. Efek samping ini
dijumpai pula pada penggunaan eritromisin etilsuksinat tetapi jarang
sekali terjadi. Eritromisin oral (terutama dalam dosis besar) sering
menimbulkan iritasi saluran cerna seperti mual muntah dan nyeri
epigastrium. Suntikan IM dapat menimbulkan sakit yang sangat
hebat. Pemberian 1g dengan infus IV seing disusul oleh timbulnya
trombofleblitis.
Eritromisin dilaporkan meningkatkan toksisitas karbazepin,
kortikosteroid, siklosporin, digoksin, warfarin, terfenadin, astemizol
dan teofilin karena menghambat sitokrom P-450. Kombinasi dengan
terfenadin dan astemizol dapat menimbulkan aritmia jantung yang
berbahaya (torsade de pointes).

2.2.2 Spiramisin
Obat ini efektif terhadap kuman stafilokokus, streptokokus,
pneumokokus, enterokokus, neisseria, Bordetella pertusis,
Rickettsia, ameba dan toksoplasma. Secara in vitro aktivitas
antibakteri spiramisin lebih rendah daripada eritromisin.
Spiramisin umumnya diberikan per oral. Absorpsi dari
saluran cerna tidak lengkap, namun tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan dalam lambung. Kadar spiramisin dalam berbagai jaringan
pada umumnya lebih tinggi daripada kadar antibiotik makrolid
lainnya dan bertahan lama walaupun kadar obat ini dalam serum
sudah turun rendah sekali.
Preparat spiramisin yang tersedia ialah bentuk tablet 500 mg,
yang setara dengan 1,5 MIU dan tablet 1000 mg yang setara dengan
3,0 MIU.
Dosis oral untuk pasien dewasa ialah 3-4 kali 500 mg sehari.
Pada infeksi berat, dosis dapat ditingkatkan 2 kali lipat. Dosis oral
untuk anak ialah 50-75 mg/kg BB sehari, terbagi dalam 2-3 kali
pemberiaan.
Seperti eritromisin, spiramisin digunakan untuk terapi infeksi
rongga mulut dan saluran napas.
Spiramisin juga digunakan sebagai obat alternatif untuk
pasien toksoplamosis yang karena sesuatu sebab tidak dapat diobati
dengan piritamin + sulfonamid (misalnya pada wanita hamil atau ada
kontraindikasi lainnya). Efektivitasnya tidak sebaik pirimetamin +
sulfonamid. Dosis yang digunakan untuk indikasi ini ialah 3
g/hariyang dibagi dalam 3 dosis, yang diberikan selama kehamilan.
Spiramisin efektif untuk mencegah transisi transplasental
toksoplasma dari ibu ke anak. Pemberian spiramisin oral kadang-
kadang menimbulkan iritasi saluran cerna.

2.2.3 Roksitromisin dan Klaritromisin


Roksitromisin adalah derivat eritromisin yang diserap baik
pada pemberian oral. Obat ini lebih jarang menimbulkan iritasi
lambung dibandingkan dengan eritromisin. Bioavailabilitasnya
tidak banyak terpengaruh oleh adanya makanan dalam lambung.
Kadarnya dalam plasma dan jaringan lebih tinggi dari eritromisisn.
Masa paruh eliminasinya sekitar 10 jam sehingga obat ini dapat
diberikan 2 kalisehari. Penggunaannya sama denganeritromisisn.
Dosisoral untuk orang dewasa adalah 2 kali 150 mg. Untuk anak
diberikan 5-8mg/kg BB/hari yang dibagi dalam 2 dosis.
Klaritromisin juga digunakan untuk indikasi yang sama
seperti eritromisin. Secara in vitro, obat ini adalah makrolid yang
paling aktif terhadap Chlamydia trachomatis. Dosis oral untuk orang
dewasa ialah 2 kali 250-500 mg sehari. Absorpsinya tidak banyak
dipengaruhi oleh adanya makanandalam lambung. Efek
sampingnya iritasi saluran cerna (lebih jarang dibandingkan dengan
eritromisin) dan peingkatan sementara enzim hati. Pada hewan coba,
dosis tinggi menimbulkan embriotoksisitas. Klaritromisin juga
meningkatkan kadar teofilin dan karbamazepin bila diberikan
nersama obat-obat tersebut.

2.2.4 Azitromisin
Obat ini mempunyai indikasi klinik serupa dengan
klaritromisin. Aktivitasnya sangat baik terhadap Chamydia. Kadar
azitromisin yang tercapai dalam serum setelah pemberian oral relatif
frendah, tetapi kadar di jaringan dan sel fagosit sangat tinggi. Obat
yang disimpan dalam jaringan ini kemudian dilepaskan secara
perlahan-lahan sehingga didapatkan masa paruh eliminasi sekitar 3
hari. Dengan demikian obat cukup diberikan sekali sehari dan lama
pengobatan dpat dikurangi. Absorpsinya berlangsung cepat, namun
terganggu bila diberikan bersama dengan makanan. Obat ini tidak
menghambat sitokrom P-450 sehingga praktis tidak menimbulkan
masalah interaksi obat.

2.2.5 Telitromisin
Telitromisin adalah antibiotika baru dari golongan ketolid
yang bekerja pada 2 site of action di ribosom 23S bakteri. Kuman
yang peka terhadap obat ini ialah S.pneumoniae, H.influenzae dan
S.aureus. obat ini diindikasikan untuk:
1) Community-acquired pneumonia ringan dan sedang;
2) Eksaserbasi akut bronkitis kronis;
3) Sinusitis bakterial akut;
4) Tonsilofangiritis yang disebabkan oleh sreptokokus
betahemolitikus grup A.
Pada pemberian oral, bioavaibilitas obat ini hanya 57%,
namun pemberian bersama makan tidak mempengaruhi kelenkapan
absorpsinya. Obat ini mengalami metabolisme lintas pertama di hati.
Metabolismenya melalui sitokrom P-450 3A4 dan jalur non-CYP.
Pengurangan dosis tidak diperlukan bagi pasien insufisiensi ginjal
ringan/sedang atau gagal fungsi hati. Dosis obat perlu dikurangi
50% untuk pasien klirens kreatinin <30 mL/menit.
Telitromisin tersedia dalam bentuk tablet 400mg. Dosinya
ialah 800 mg sekali sehari selama 5 hari, tetapi untuk community-
acquired pneumonia diberikan selama 7-10 hari.
Efek samping yang dihubungkan dengan penggunaan obat
ini ialah keluhan saluran cerna yaitu mual, muntah, diare dan sakit
kepal. Obat ini sedikit memperpanjang interval QT namun
kelihatannya tidak sampai menimbulkan kemaknaan klinik.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen. Kesehatan RI.
Ganiswara S.G. ( Ed) : Farmakologi dan terapi . Edisi IV, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, 1955, Jakarta.

SUSUN KASI RAPI DULU DAPUSNYA PUT, TRUS MINTA JUGA


DAPUSNYA MAKROLIDA SAMA RADHIYA

You might also like