You are on page 1of 18

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................
1.3 Maksud dan Tujuan ....................................................................
1.4 Manfaat .......................................................................................
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Leptopirosis ...................................................................
2.2. Definisi leptospirosis ..................................................................
2.3. Etiologi lephospirosis .................................................................
2.4. Cara penularan leptospiros .........................................................
2.5. Manisfestasi klinik ......................................................................
2.6. Masa Inkubasi lepthopirosis .......................................................
2.7. Komplikasi lepthopirosis ...........................................................
2.8 Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi .................................
2.9. Pencegahan leptopirosis ..............................................................
2.10. Pengobatan leptopirosis ..............................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .......................................................................................
3.2 Saran .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

Leptospirosis Page 1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan
dalam terjadinya penyakit dan wabah. Bahwasanya lingkungan berpengaruh pada
terjadinya penyakit sudah sejak lama diperkirakan orang.
Dewasa ini berbagai masalah kesehatan yang timbul dalam masyarakat terutama
disebabkan karena keadaan kesehatan lingkungan yang kurang atau tidak memenuhi
syarat disamping factor perilaku hidup sehat yang belum memasyarakat.
Menurut Blum, factor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap
kesehatan manusia dibandingkan dengan factor perilaku, pelayanan kesehatan, dan
keturunan. Lingkungan yang sehat diartikan sebagai lingkungan yang konduktif bagi
terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi
lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan
berwawasan lingkungan dan kehidupan mayarakat yang saling tolong menolong.
Berbagai penyakit yang timbul di masyarakat sebenarnya merupakan suatu
indicator dari baik buruknya kondisi lingkungan, sebagai contoh yaitu: leptospirosis.
Untuk itu, makalah ini akan mebahas lebih jauh mengenai leptospirosis

B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini
adalah:
1. Bagaimana Sejarah Leptopirosis itu?
2. Apa Definisi leptospirosis?
3. Bagaimana Etiologi lephospirosis?
4. Bagaimana Cara penularan leptospiros?
5. Bagaimana Manisfestasi klinik leptopirosis?
6. Bagaimana Masa Inkubasi lepthopirosis?
7. Apa Komplikasi lepthopirosis?
8. Bagaimana Pencegahan leptopirosis?
9. Bagaimana Pengobatan leptopirosis?

Leptospirosis Page 2
C. TUJUAN PENULISAN

Sesuai dengan masalah yang dirumuskan diatas maksud dan tujuan inipun
dirumuskan guna memperoleh suatu deskripsi tentang:
1. Sejarah Leptopirosis
2. Definisi leptospirosis
3. Etiologi lephospirosis
4. Cara penularan leptospiros
5. Manisfestasi klinik
6. Masa Inkubasi lepthopirosis
7. Komplikasi lepthopirosis
8. Pencegahan leptopirosis
9. Pengobatan leptopirosis

D. MANFAAT
Dalam penyusunan makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak. Adapun manfaat penyusunan itu diantaranya :
1. Berfungsi sebagai literatur-literatur bagi pelajar yang ingin memperdalam
wawasan tentang masalah kesehatan Khususnya tentang penyakit leptospirosis
2. Para pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang penyakit leptospirosis

Leptospirosis Page 3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Leptospirosis


Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh
akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil
mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami
penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan
Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun 1916. (Inada R, Ido Y, et al:
Etiology, mode of infection and specific therapy of Weil's disease. J Exp Med 1916; 23:
377-402.)
Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 10-
39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini
adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini.
Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus
terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim panas atau awal gugur
karena tanah lembab dan bersifat alkalis.
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus
leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan underreported sejak
beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah
diagnosis dan nonfatal.
Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus
leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di Indonesia
penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah seperti Klaten,
Demak atau Boyolali.
Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga
dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang biak di
daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan.
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi
ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori ini. Anak balita,

Leptospirosis Page 4
orang lanjut usia dan penderita immunocompromised mempunyai resiko tinggi
terjadinya kematian.
Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56
persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata
berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi
Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus. Kelompok
yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual hewan, bidang
agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh tambang batubara, militer, tukang susu, dan
tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di
danau atau sungai, seperti berenang atau rafting.
Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan tikus.
Tukang susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu. Penelitian
seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang 8-29%.

Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia dan hewan.
Penyakit ini disebabkan oleh leptospira patogenik dan memiliki manifestasi klinis yang
luas, bervariasi mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada jenis
yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan
myalgia. Leptospirosis yang berat, ditandai oleh jaundice, disfungsi renal dan diatesis
hemoragik, dikenal dengan Weils syndrome.

2.2 Definisi Leptospirosis


Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik
serotipenya. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh Weil pada tahun 1886 yang
membedakan penyakit yang disertai ikterus ini dengan penyakit lain yang juga
mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weils disease. Penyakit ini
dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slamp fever, swamp fever, autumnal
fever, infectious jaundice, dan lain-lain.

Leptospirosis Page 5
Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan
sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa
leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan
leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk emerging infectious disease.

2.3 Etiologi Leptospirosis

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae,


suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis,
fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um.
Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat
gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian
halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai
kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa
morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas
gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap. Leptospira membutuhkan
membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin
membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuat kultur yang positif. Dengan
medium Fletchers dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob.
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies; L. interrogans
yang patogen dan L. biflexa yang non patogen/saprofit. L. interrogans dibagi menjadi
beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut
komposisi antigennya. Beberapa serovar L. interrogans yang dapat menginfeksi
manusia diantaranya adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L.
javanica, dan lain-lain.
Leptospirosis Page 6
Menurut bebrapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia adalah L.
icterohaemorrhagica dengan reservoar tikus, L. canicola dengan reservoar anjing,
dan L. pomona dengan reservoar sapi dan babi.

2.4 Cara Penularan Leptospirosis


Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang
telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi
tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air
tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius
memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun dapat
berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang
sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap
kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai
resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau
orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.

a. Patogenesis
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki
aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh.
Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga
infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian

Leptospirosis Page 7
beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi
seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan mencapai convoluted
tubules, bertahan di sana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai
dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan
dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari
darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,
mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.
Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis; invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.

b. Patologi (1,6)

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang


bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis
terdapat perbedaan anatara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara
histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan
hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi
menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel plasma. Pada kasus
yang erat terjadi kerusakan kapiler dengan pedarahan yang luas dan disfungsi

Leptospirosis Page 8
hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada
otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan serebrospinalis pada fase
leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan
neurologi terbanyak yang terjadi akibat komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang
sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan
spesifik pada organ :
1. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi
pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal
terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi
imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga
berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
2. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit
fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi,
sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat
diantara sel-sel parenkim.
3. Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel
mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat
terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot rangka
Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira
disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira
pada otot.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia
dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal
ini akan menyebabkan uveitis.
6. Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan
menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa,
permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit

Leptospirosis Page 9
7. Susunan saraf pusat
Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan
dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon
antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan
sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah
meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.

C. Weil Disease
Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe kontinua,
dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi perdarahan
dalam jaringan. Gejala awal dari sindroma Weil lebih ringan dari leptospirosis.
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada kari ke-3 sampai hari ke-6,
muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penderita akan merasakan sakit saat
berkemih atau air kemihnya berdarah. Kerusakan hati biasanya ringan dan akan
sembuh total.
Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga dilaporkan
oleh seotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis berupa gangguan renal,
hepatik atau disfungsi vaskular.

2.5 Manifestasi Klinik


Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosos
mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.
Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit kepala,
meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri
abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. Sedangkan manifestasi klinis
yang jarang terjadi ialah pneumonitis, hemoptoe, delirim, perdarahan, diare, edema,
splenomegali, artralgia, gagal ginjal, neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimitis,
hematemesis, asites, miokarditis.

Leptospirosis Page 10
a. Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya
di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang
diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi
yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai
mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%).
Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia.
Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular, atau
urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati.
Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan
kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali
normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun
setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam
kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.

Leptospirosis Page 11
b. Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang
mencapai suhu 40C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit
yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat
perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan
ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptekie, epistaksis,
perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling sering. Conjungtiva
injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomonis
untuk leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala
dan tanda meningitis, tetapi pleiositosos pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien.
Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya
menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dijumpai didalam urin.

2.6. Masa Inkubasi Leptospirosis


Masa inkubasi (dari terinfeksi sampai munculnya penyakit) leptospirosis
biasanya berlangsung antara 2 hari sampai sekitar 4 minggu. Namun, rata-rata masa
inkubasi adalah 10 hari setelah terinfeksi. Penyakit ini bisa berlangsung selama 3
hari sampai 3 minggu, atau bahkan lebih lama lagi. Jika tidak diobati, maka
penyembuhan penyakit ini akan memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bisa saja
berakibat fatal (kematian pada yang mengalami kerusakan ginjal).

2.7 Komplikasi Leptospirosis


Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus yang lebih
berat seringkali lebih buruk. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal, karena pada
kasus dengan ikterus angka kematian mencapai 5% pada umur di bawah 30 tahun,
dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Sedangkan leptospirosis selama kehamilan
dapat meningkatkan mortalitas fetus.
Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan pendengaran,
distress respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis yang akhirnya

Leptospirosis Page 12
menyebabkan gagal ginjal dan kadang juga gagal hati. Bentuk berat dari penyakit ini
disebut Weils disease. Masalah kardiovascular juga dapat terjadi.(2)
o Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.
o Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
o Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung
yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
o Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
o Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan,
saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
o Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.

2.8 Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi


Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan
proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia
pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada
leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/L, dengan pergeseran ke
kiri; pada Weils sindrome, sering ditandai oleh leukositosis. Trombositopenia yang
ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal. Pada
perbandingannya dengan hepatitis virus akut, leptospirosis memiliki bilirubin dan
alkali phospatase serum yang meningkat sama dengan peningkatan ringan dari
aminotransferase serum (sampai 200/ul). Pada Weils sindrome, protrombin time
dapat memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan vitamin K. Kreatin phospokinase
yang meningkat pada 50 % pasien dengan leptospirosis selama minggu pertama
perjalanan penyakit, dapat membantu membedakannya dengan infeksi hepatitis
virus.
Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit
polimorfonuklear dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi protein
pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal.
Pada leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran
radiologis paru daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab hemoragik

Leptospirosis Page 13
alveolar yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah onset. Abnormalitas
radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah paru.

Diagnosis
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien biasanya
datang meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik,
demam yang tidak diketahui asalnya dan diatesis hemoragik, bahkan beberapa kasus
datang dengan pankreatitis. Pada anamnesis penting diketahui tentang riwayat
pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok risiko tinggi. Gejala atau keluhan
didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal,
nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain. Pada
pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal, atau sedikit
menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada
urin dijumpai proteinuria, leukosituria, dan cast. Bila organ hati terlibat, bilirubin
direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum dan kreatinin juga
bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada
50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.

Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama
perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil
specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine diambil
setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih positif selama
beberapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira dari cairan atau
jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris; atau
medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium
untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam heparin, EDTA atau sitrat
sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat
digunakan.

Leptospirosis Page 14
Serologi
Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi
adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop lapangan
gelap.

Diagnosis Banding
Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan dengan
sakit kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik, hepatitis virus,
dan penyakit rickettsia.
* Dengue Fever * Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
* Hepatitis * Malaria
* Meningitis * Mononucleosis, influenza
* Enteric fever * Rickettsial disease
* Encephalitis * Primary HIV infection

2.9 Pencegahan Leptospirosis


Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya
hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang
mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan
berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan
yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin
200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis
bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Penelitian
terhadap tentara Amerika di hutan Punama selama 3 minggu, ternyata dapat
mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan
95%.(1)
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama
direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan,
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. (1)

Leptospirosis Page 15
Sementara itu, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar terhindar
dari penyakit ini, diantaranya:
Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.
Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di
sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya.
Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas
kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan menggunakan
sepatu bot dan sarung tangan.
Menjaga kebersihan lingkungan.
Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah.
Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
Menghindari pencemaran oleh tikus.
Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus.
Meningkatkan penangkapan tikus.

2.10 Pengobatan Leptospirosis


Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting
pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan
membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien
membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan, seperti :

Pengobatan dan kemoprofilaksis leptospirosis


Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 X 100 mg
Ampisilin 4 X 500-750 mg
Amoksisilin 4 X 500 mg
Leptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/ 6 jam (IV)
Ampisilin 1 gram/ 6 jam (IV)
Amoksisilin 1 gram/ 6 jam (IV)
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/minggu

Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G, amoxiciliin,


ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan dapat

Leptospirosis Page 16
diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun
sefalosporin.
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu
diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di dalam darah (fase
leptospiraemia). Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch- Herxherimer 4
sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti-
leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi
yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada
penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalu terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya
dilakukan dialysis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zein, Umar. Leptospirosis. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III edisi
IV. Jakarta : pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam FKUI. 2006. Hal
1823-5.
2. Anonim. Leptospirosis, diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
3. Anonim. Leptopsirosis,diunduh dari http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Leptospirosis&action=edit&section=5
4. Anonim. Leptopsirosis,diunduh dari
http://medicastore.com/penyakit/190/Leptospirosis.html
5. Cunha, John P. Leptospirosis.
http://www.medicinenet.com/leptospirosis/page2.htm
6. Dugdale, David C. Leptospirosis.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001376.htm

Leptospirosis Page 17
Leptospirosis Page 18

You might also like